Anda di halaman 1dari 4

Apa Lagi yang Engkau Tuntut Wahai Wanita?

 admin
 September 15, 2012
 No Comments

Kehancuran sebuah rumah tangga karena salah satu di antara suami atau istri berbuat
selingkuh, rasanya telah menjadi berita yang amat biasa. Bukan hanya terjadi di kalangan
selebritis, namun juga banyak terjadi di rumah tangga sekitar kita. Fenomena ini merupakan
secuil dari petaka yang muncul karena wanita muslimah tergoda dengan slogan-slogan
emansipasi.

Ibarat sebuah permata yang sangat berharga, ditempatkan di tempat yang bagus, yang tak
gampang terjamah. Itulah wanita dalam Islam. Bukan sekedar omong kosong bila kita
katakan bahwa wanita benar-benar mendapatkan kemuliaannya dalam Islam. Pembicaraan
tentang hal ini telah kita lewati dalam edisi yang lalu. Namun sayangnya banyak orang yang
tidak mau menoleh kepada perlakuan istimewa dari agama yang mulia ini, sehingga mereka
menengok ke Barat, ingin beroleh konsep bagaimana mengangkat harkat dan martabat wanita
ala Barat.
Orang-orang seperti ini biasanya sudah tertular penyakit minder jadi orang Islam. Atau lebih
parahnya, fobi bahkan anti terhadap semua yang berbau Islam namun kagum kepada semua
yang datang dari Barat, walaupun itu adalah kesesatan yang dipoles dengan bungkus warna-
warni. Timbullah kekaguman mereka kepada wanita-wanita di Barat yang bebas berkeliaran
mengejar karir di luar rumah sebagaimana lelaki. Berdiri sama tinggi dan duduk sama rendah
dengan lelaki. Diteriakkanlah kepada para wanita agar meniru wanita-wanita Barat, hingga
tampaklah akibatnya yang mengerikan ketika gayung bersambut.
Dan hari ini maupun hari-hari sebelumnya, kita telah melihat hasil teriakan tersebut…
Para wanita berseliweran di setiap tempat keramaian, di kantor, di lapangan… Dan ini adalah
pemandangan yang biasa setiap harinya. Para wanita itu mengejar dunianya dengan
menjunjung setinggi-tingginya slogan emansipasi.
Kalau dulu, para lelaki baik itu ayah, kakek, suami, paman, ataupun saudara laki-laki,
demikian cemburu dengan wanitanya bila sampai terlihat oleh lelaki yang bukan mahramnya,
namun kita dapati pada hari ini, di zaman kemajuan ini, rasa cemburu sudah ketinggalan
kereta. Tak ada lagi tempat untuknya, bukan zamannya lagi. Ayah, suami, paman dan saudara
laki-laki membukakan pintu rumah selebar-lebarnya bagi si wanita untuk mengepakkan sayap
kebebasan, menurut mereka.
Para lelaki tak lagi cemburu, sementara si wanita tak lagi memiliki rasa malu. Lalu,
diayunkannya langkahnya sampai melampaui pagar ‘istana’nya. Selanjutnya dapat kita duga
kerusakan apa yang bakal terjadi bila jalan-jalan dan tempat-tempat di luar rumah dipenuhi
wanita, bercampur baur dengan lelaki. Ini semua akibat kebodohan dan jauhnya mereka dari
agama, kemudian akibat termakan emansipasi.

Apa itu Emansipasi?


Kami tak bermaksud berbicara panjang lebar tentang emansipasi, karena materi ini akan
dibahas secara meluas di majalah kesayangan kita ini dalam edisi-edisi mendatang, Insya
Allah. Namun tidak mengapa, kami sedikit menyentil permasalahan ini karena berkaitan
dengan pembahasan kami di rubrik ini dalam edisi yang telah lalu.
Kalau ada yang bertanya, apa itu emansipasi? Maka secara praktis kita katakan bahwa yang
dimaukan dengan emansipasi oleh para penyerunya adalah upaya mempersamakan wanita
dengan lelaki dalam segala bidang kehidupan, baik secara intelektual maupun fisik.
Emansipasi dipandang sebagai kemajuan bagi kaum wanita, yang berarti kebebasan bagi
wanita untuk melakukan apa saja yang diinginkan dan menjalani profesi apa saja. Bukan lagi
pemandangan aneh bila kita dapati seorang wanita menjadi sopir truk, kondektur, kuli
bangunan, tukang parkir, satpam…. Jangan heran bila wanita bisa menjadi perdana menteri,
pilot, jenderal bahkan presiden. Walhasil, kalau lelaki bisa unjuk otak dan ototnya dalam
segala lapangan penghidupan maka wanita pun dituntut harus bisa dan harus diberi porsi
yang sama. Kalau tidak seperti itu, berarti merendahkan wanita dan menginjak hak
asasinya!!! Demikian lolongan mereka.
Sesuai atau tidak defenisi emansipasi yang disebutkan di sini dengan defenisi palsu yang
mereka –kaum feminis– berikan, tidaklah jadi soal. Yang penting demikianlah kenyataan
praktik emansipasi di masyarakat kita. Wallahu a’lam.

Kapan Muncul Emansipasi?


Tidak terlalu penting untuk kita sebutkan di sini kapan gerakan emansipasi ini muncul untuk
pertama kalinya. Yang jelas, gerakan ini pertama kali berbentuk slogan pendidikan akademis
bagi kaum wanita. Slogan-slogan itu pada awalnya nampak menarik karena mengusahakan
peningkatan kecerdasan dan pengetahuan kaum wanita, agar dapat melahirkan generasi baru
yang lebih cakap dan lebih berkualitas.
Tetapi, di kemudian hari setelah tercapainya tujuan pertama, gerakan ini mulai melakukan
tipu daya baru yang tentu saja dibungkus dengan kata-kata indah nan menawan, yakni
persamaan hak pria dan wanita secara mutlak dan kebebasan karir wanita di segala bidang.
Dengan iming-iming yang menarik ini, tak pelak lagi banyak kaum hawa yang tertipu dan
terbawa arus gelombang emansipasi. Bahkan hembusan emansipasi seolah angin sejuk bagi
masa depan mereka.
Terlahir di negeri Eropa Barat, emanisipasi jelas mewakili pemikiran bangsa yang sangat
jauh dari tuntunan agama Allah Subhanahu wa Ta’ala ini. Bahkan mereka adalah budak-
budak hawa nafsu, kesyirikan, dan kekufuran. Kaum wanita dalam masyarakat penyembah
salib tersebut sama sekali tidak mendapatkan perlakuan yang semestinya. Mereka diibaratkan
barang yang dapat diperjualbelikan di pasaran, dianggap sebagai sampah dan budak pemuas
hawa nafsu.
Para pemuka agama mereka bahkan menyimpulkan bahwa wanita adalah makhluk pembawa
kejahatan, musuh keselamatan, penunggu neraka, semata-mata dicipta untuk melayani lelaki,
dianggap sejenis hewan yang harus dipukul, dan merupakan tangan dari tangan-tangan setan.
Dan masih banyak lagi sebutan dan gelar-gelar jelek yang mereka berikan kepada kaum
wanita. Dalam kenyataan buruk seperti itulah dihembuskan ‘angin segar’ emansipasi, agar
wanita terlepas dari perbudakan dan perlakuan buruk kaum lelaki. Agar wanita mendapatkan
hak asasinya sebagai manusia yang selama ini telah diinjak-injak oleh lelaki.
Bila demikian kenyataan yang melatarbelakangi lahirnya emansipasi, apakah pantas wanita
muslimah ikut-ikutan menjayakan gerakan ini sementara ia telah dimuliakan dalam Islam,
diberikan perlindungan dan kedudukan mulia? Sungguh kebodohan telah meracuninya. Andai
ia tahu kemuliaan yang diberikan Islam padanya…. Kemuliaan yang membuat iri wanita-
wanita Barat !!!.

Racun Emansipasi
Propaganda yang laris manis ini banyak menebarkan racun di tengah masyarakat. Kaum
wanita berbondong-bondong menyerbu tiap bidang kehidupan dan lapangan pekerjaan. Tak
peduli apakah hal itu sesuai dengan fitrahnya atau tidak. Akibatnya, jumlah pengangguran di
kalangan lelaki meningkat karena lapangan pekerjaannya telah direbut oleh wanita.
Dewasa ini tak jarang wanita memasuki bidang-bidang yang ‘berotot’, yang tentunya standar
yang dipakai adalah standar yang biasa berlaku pada kaum lelaki, karena memang demikian
kebutuhannya. Wanita yang masuk ke bidang ini berarti harus menyesuaikan diri dengan
standar yang ada, sementara wanita diciptakan dengan struktur tubuh yang berbeda dengan
lelaki. Lalu pekerjaan apa yang dapat diselesaikannya dengan baik?
Sementara itu, di tempat kerjanya wanita tidak jarang menjadi korban pelecehan -lisan
maupun tindakan- dari lawan jenisnya, baik dari rekan kerja ataupun atasannya. Nilai wanita
jadi begitu rendah, tak lebih sebagai obyek dari pandangan mata-mata nakal. Kehadirannya di
tempat kerja tak jarang hanya sebagai ‘penyegar’ suasana.
Kemerosotan akhlak terjadi di kalangan masyarakat dengan lepasnya wanita dari rumahnya.
Lelaki jadi terfitnah1 dengan bebasnya wanita berkeliaran di sekitarnya. Padahal Rasulullah
Shallallahu ‘alaihi wa sallam telah bersabda:

“Tidaklah aku tinggalkan setelahku fitnah yang lebih berbahaya bagi laki-laki daripada fitnah
wanita.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Wanita dan lelaki bebas bercampur baur dalam satu tempat tanpa adanya pemisah (ikhtilath).
Padahal Islam telah melarang hal ini karena ikhtilath merupakan pintu yang mengantarkan
pada perbuatan keji dan mungkar, mendekatkan pada perbuatan zina. Allah Subhanahu wa
Ta’ala memperingatkan:

“Dan janganlah kalian mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan keji dan
suatu jalan yang amat buruk.” (Al-Isra`: 32)
Gejala lain yang kini terlihat di kalangan mereka yang menjadi korban emansipasi adalah
sepinya ikatan pernikahan. Wanita yang sibuk dengan karirnya lebih suka hidup sendiri
daripada harus terikat dengan tanggung jawab mengurus suami, rumah dan anak. Terkadang
si wanita lebih memilih hidup bebas, dan bergaul dengan lelaki mana saja yang ia inginkan.
Na’udzubillah min dzalik (kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari hal itu).
Tuntutan agar wanita meraih pendidikan formal yang tinggi ternyata mengharuskan si wanita
mempraktikkan ilmunya di lapangan, walau ia harus meninggalkan suami, anak, dan
rumahnya. Karena tuntutan ekonomi yang semakin meningkat, semangat cinta kehidupan
dunia berikut perhiasannya semakin meninggi, akhirnya para wanita merasa harus bekerja di
luar rumah untuk menambah penghasilan keluarga. Timbullah dilema antara mengurus rumah
tangga dengan kepentingan pekerjaannya. Tak jarang mereka menyisihkan urusan rumah
tangga. “Bisa diserahkan kepada pembantu,” kata mereka.
Saat ini, terlalu banyak kita dapati anak-anak yang dibesarkan oleh pembantunya, sementara
ibunya hanya menjadi pengawas dari jauh. Berbagai masalah timbul karenanya. Anak-anak
menjadi nakal karena kurang perhatian. Mereka lari keluar rumah untuk mencari kompensasi,
mengais-ngais kasih sayang yang mungkin masih tersisa.
Rumah tangga terbengkalai, suami pun menyeleweng. Si wanita itu sendiri mendapatkan
godaan dari kawan sekerja yang lebih tampan menawan daripada suami di rumah. Akibatnya
si wanita pun terdorong untuk berbuat serong. Dan akhirnya…. pernikahan berakhir dengan
perceraian. Tinggallah anak-anak sebagai korbannya.

“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan perbuatan tangan manusia, supaya
Allah merasakan kepada mereka sebagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka mau
kembali ke jalan yang benar.” (Ar-Rum: 41)
Sebenarnya terlalu banyak dampak emansipasi untuk disebutkan di sini. Cukuplah apa yang
telah kami sebutkan sebagai contoh. Yang perlu diingat oleh setiap wanita, bahwa emansipasi
sama sekali bukanlah solusi untuk mendapatkan pengakuan masyarakat terhadap dirinya.
Karena emansipasi yang lebih dahulu telah diperjuangkan oleh wanita Barat hanya
menghasilkan penderitaan yang lebih parah bagi kaum wanita.
Setelah tercapai apa yang menjadi tujuan ternyata timbul akibat yang buruk bagi individu,
masyarakat dan generasi penerus. Dilanggarnya tuntunan Islam tanpa rasa takut kepada Allah
Subhanahu wa Ta’ala, dicampakkannya hijab, dibuangnya rasa malu, lahirnya anak yang tak
diketahui siapa orang tuanya, perpecahan keluarga, mudahnya kawin cerai, kebebasan
hubungan lelaki dan wanita, dan sebagainya menjadikan kehidupan para pelaku serta korban
emansipasi dipenuhi stres dan depresi. Wallahul musta’an.
Kita berlindung kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala dari akibat yang diperbuat oleh orang-
orang yang jahil dan zalim di antara kita.
Bila sudah seperti ini keadaannya, tidak ada solusi yang lebih tepat kecuali kembali kepada
ajaran Islam yang benar. Kembali kepada tuntunan Allah Subhanahu wa Ta’ala dan Rasul-
Nya.
Kembalilah engkau wahai wanita kepada fitrahmu! Lihatlah bagaimana Islam telah
memuliakanmu! Pegangilah apa yang diajarkan Nabimu, niscaya kebahagiaan di dua negeri
akan kau raih.
Wallahu a’lam.

1 Yang dimaksud dengan fitnah di sini adalah sesuatu yang membawa kepada ujian, bala, dan
adzab.
http://www.asysyariah.com/syariah.php?menu=detil&id_online=477

(49) views

Anda mungkin juga menyukai