Anda di halaman 1dari 4

KH.

Ahmad dahlan yang Kuhormati dan Kukagumi


Jika belum pernh mendengar nama ini nampaknya pelajaran sejarahmu belum
tuntas. Ya! Kalimat itu yang pas untuk menggambarkan sosok ulama pembaharu yaitu
KH. Ahmad Dahlan. Beliau dikenal dengan persyarikatan Muhammadiyah dan seluruh
amal usahanya. Karya KH. Ahmad Dahlan bukan cuma dirasakan oleh orang-orang pada
masanya, lebih daripada itu berbagai amal usaha Muhammadiyah (AUM) mampu
menyejahterakan kehidupan masyarakat Indonesia. Juga dengan pemikiran dan
kepribadiannya mampu menjadi suri tauladan bagi generasi berikutnya.

Mempelajari pemikirn KH. Ahmad Dahlan sama seperti sedang mempelajari


potongan sejarah. Penting dipelajari agar bangsa dan kita tidak buta sejarah, sesuai
dengan perkataan bung karno “jangan sekali-kali melupakan sejarah” karena itu penting
untuk mempelajari sejarah. Karena dengan peristiwa sejarah kita bias mengambil
pelajaran yang penting.

Sebagai seorang ulama yang tinggal di negeri terjajah, KH. Ahmad Dahlan
melakukan tugasnya dengan sebaik-baiknya. Di suatu sisi, beliau berjuang membangun
ukhuwah Islamiyah sesama muslim. Di sisi lain, beliau juga berjuang menyejahterakan
masyarakat secara umum tanpa memandang perbedaan agama.

Perjuangan KH. Ahmad Dahlan tidak semerta-merta muncul begitu saja. Ada
proes panjang dibalik semua perjalanan beliau dan faktor yang mempengaruhinya.
Mulai dari lingkungan, keluarga, pendidikan, dan orang-orang yang dekat dengannya.
Semuanya berpngaruh pada proses pembentukan pribadi KH. Ahmad Dahlan. Hingga
akhirnya beliau memutuskan untuk berjuang dengan berlandaskan Islam untuk
menyejahterakan kaum muslim dan masyrakat pada umumnya.

KH. Ahmad Dahlan dikenal sebagai kiai yang berbeda dengan kiai-kiai pada
umumnya. Sebagai contoh, ketika kiai-kiai lain mengaharamkan ilmu pengetahuan
barat, malah sebaliknya KH. Ahmad Dahlan justru mempelajarinya dengan tekun. Beliau
memiliki prinsip, belajar dari mana saja dan kapan saja. Maka wajar jika beliau belajar
organisasi, sekolah belanda, dan kalangan Kristen.

Selain itu, KH. Ahmad Dahlan juga termasuk muslim yang taat. Ilmu
pengetahuan umum yang telah beliau pelajari tidak melunturkan ketaatannya sebagai
muslim. Justru sebaliknya, ilmu pengetahuan beliau gunakan untuk memperbaiki
kehidupan masyarakat, dengan menggunakan prinsip ajaran Islam. Sehingga, perpaduan
anatara ajaran agama dan ilmu pengetahuan banyak menghasilkan karya seperti, rumah
sakit, sekolah, dan panti asuhan.
Kelahiran Muhammad Darwis

Ahmad dahlan lahir dengan nama kecil Muhammad Darwis. Ia terlahir di


keluarga yang religius dan cukup terpandang di kampung kauman. Ayahnya bernama
Abu Bakar bin Sulaiman merupakan khatib besar Masjid Kesultanan Yogyakarta. Sang ibu
Siti Aminah adalah putri penghulu yang mengabdi di Keraton Yogyakarta. Beliau lahir
pada tahun 1 Agustus 1868, dan merupakan anak keempat dari tujuh bersaudara
semuanya adalah perempuan kecuali adik yang paling bungsu. Darwis kecil dilahirkan
pasca bencana gempa yang terjadi di Yogyakarta 1 tahun setelah ia lahir. Waktu itu,
orang-orang percaya bahwa ketika anak lahir setelah bencana alam sebagai pertanda
baik. Karena itu, masyarakat percaya bahwa Muhammad Darwis ditakdirkan membawa
perubahan besar.

Kampung kauman berada di jantung kota Yogyakarta. Terletak di barat alun-alun


Keraton Yogyakarta. Kampung kauman berusia sama dengan Keraton Yogyakarta.
Menurut sejarah, kampung kauman merupakan tempat Sembilan khatib atau penghulu,
yang ditugaskan Keraton untuk mengurusi bidang keagamaan. Keraton Yogyakarta
adalah tempat tinggal resmi Sultan Hamengkubuwono I pada tahun 1756. Di dalam
Keraton terdapat bangunan Masjid, yaitu Masjid Agung. Masjid Agung terletak di depan
Keraton di bagian barat alun-alun utara. Fungsi Masjid tersebut tidak hanya buat
beribadah saja, melainkan untuk keperluan masyarakat lainnya. Seperti upacara
keagamaan, pusat syiar agama Islam, dan penegakan tata hukum keagamaan.

Masjid agung dan segala aktivitas berada dibawah pengawasan Kepengulon,


adalah suatu lembaga yang mengurusi suluruh masalah keagamaan di Keraton
Yogyakarta. Lembaga ini dipimpin oleh seorang penghulu dan aparatnya, seluruh aparat
disebut juga abdi dalem pametakhan yang artinya abdi dalem putih. Abdi dalem yang
mengurusi Masjid Agung diberikan fasilitas berupa tanah imbuhan disekitar masjid.
Tanah itu digunakan sebagai tempat tinggal para pengelola Masjid Agung, tanah itu
dinamakan tanah Pakauman. Inilah cikal bakal terbentuknya kampung kauman.

Di kampung yang bernuansa religi ini, Khatib Amin Kiai Abu Bakar dianugerahi
seorang anak laki-laki yang diberi nama Muhammad Darwis. Ia merupakan anak
keempat dari 7 bersaudara yang kesmuanya perempuan kecuali adik bungsu Dalam
tradisi Keraton,anak lelaki pertama akan mewarisi profesi ayahnya ketika wafat nanti.
Ketika ayah Muhammad darwis ini meninggal, ia diberi amanah untuk menjadi khatib
amin Masjid Gede.
Muhammad Darwis Masa Kecil

Seperti anak-anak pada umumnya, Darwis kecil menikmati masa kecilnya


dengan Bahagia. Ia diperbolehkan bermain dengan ayahnya asalkan tidak melupak
waktu untuk shalat. Sebab, jangan sampai waktu bermainnya menggangu waktu shalat 5
waktunya.

Sebagai anak dari seorang khatib amin Masjid gede, Pendidikan agama Darwis
kecil sangat diperhatikan. Semenjak kecil dia sudah terbiasa mempelajari kitab klasik
karangan ulam Nusantara, termasuk kitab karya Syeikh Khatib al-Minangkabawi. Ia juga
terbiasa dengan para kiai, karena kakak-kakak iparnya iparnya merupakan kiai.

Muhammad Darwis mampu membaca Al-Quran dengan lancer sehingga dia


khatam di usia 8 tahun. Ia juga rajin mengaji dan bermain dengan teman-teman
sebayanya. Permainan yang dilakukan tidak hanya bersifat menghibur, tapi mengandung
unsur persahabatan dan Pendidikan. Pemainan dilakukakn di halaman masjid Gede
Kauman, permainan yang dilakukan yaitu, jamuran, cublak cublak suweng dan delikan.

Kondisi masyarakat pada waktu itu meski beraga Islam, tapi masih kuat
kepercayaan animismenya. Dalam beragama, masyarakat masih cenderung taklid
dengan tradisi leluhur. Sehungga upacara keagamaan tetap dilakukan dengan anggapan
bahwa hal tesebut merupakan kewajiban. Seperti, tahlilan, yasisnan, dan ruwatan.

Berbagai tradisi berkembang di masyarakat menjadikan Darwis muda resah. Ia.


Pada umur 10 tahun, telah mempertanyakan pentingnya beberapa tradisi yang
memberatkan pada wktu itu. Misalnya, yasinan untuk memperingati kematian
seseorang. Hal tersebut, menurut Darwis muda dianggap memberatkan seorang karena
dalam realitanya, membutuhkan banyak jamuan-jamuan mewah dan untuk
mendapatkannya kerap harus berhutang pada lintah darat.

Ruwatan juga menjadi perhatian Darwis muda, ia memandang ketika


menyambut ramdhan tidak perlu dengan kemewahan. Hal ini dinilai akan menghambur-
hamburkan uang, sedangkan di sisi lain masyarakat dalam kondisi kelaparan.

Beberapa tradisi keagamaan tersebut merupakan usaha para wali dalam syiar
agama Islam di Nusantara. Kala itu, para wali mengenalkan ajaran agama Islam dengan
manyusup ke dalam tradisi masyarakat. Walaupun ajaran mengenai shalat, puasa, dan
sebagainya telah diberikan tetapi para wali belum sempat menjelaskan hikmah dan
faedah ibadah-ibadah tersebut. Karena itu, ibadah waktu itu baru menjadi upacara
keagamaan dan belum dipahami maksud dan tujuannya. Masyarakat menerima begitu
saja tradisi yang telah ada. Bahkan anggapan bahwa tradisi-tradisi tersebut merupakan
suatu kewajiban telah mewabah di masyarakat tersebut. Sehingga, ibadah dianggap
tidak sah apabila tidak menjalankan tradisi tertentu.
Semangat Menimba Ilmu Darwis Muda

Sejarah mencatat bahwa dalam pengembaraanya mencari ilmu, Darwis muda


berguru dengan kiai soleh Darat. Ketika itu usianya masih sangat muda, namun
semangat menimba ilmunya sangatlah tinggi, terlebih dorongan dari ayah dan beberapa
kiai yang ia temui.

Kebiasaan seorang santri pada masa itu adalah mengembara dengan untuk
berguru dengan kiai-kiai. Tidak hanya dengan kiai-kiai Nusantara, namun juga di Makkah
al-Mukarramah, maka begitu pula dengan darwis muda. Ia disarankan oleh kiai Kholil
Bangkalan untuk menimba ilmu dengan kiai Soleh Darat.

Kiai Soleh Darat adalah panggilan akrab untuk Syekh Muhammad Sholih bin
Umar as-Samarani. Ia hidup di akhir abad ke-19. Keluasan ilmu yang tak pernah padam
menjadikan kiai Soleh Darat disebut-sebut sebagai ulama besar, wali, pejuang, dan
pujangga.

Kedalaman ilmu dan spiritual kiai Soleh Darat dibuktikan dengan banyaknya
murid yang berguru padanya. Ia bahkan disebut sebagai guru dari para kiai Nusantara.
Sejumlah ulama tercatat pernah berguru padanya, antara lain yaitu KH. Ahmad Dahlan
dan Hasyim Asy’ari. Tokoh emansipasi wanita, raden Ajeng Kartini bahkan terbuka
matanya pada ajaran Islam ketika mengikuti pengajian Kiai Soleh Darat tentang surta al-
Faatihah.

Beberapa ilmu, baik ilmu agama maupun umum is pelajari disana. Ilmu hadist ia
dalami dengan berguru pada kiai Mahfud Termas dan Syekh Khayat. Ilmu qira’ah
didapat dari Syekh Amin dan Sayyid Bakri Syata. Ia juga mendalami ilmu falak pada
Dahlan Semarang. Selain itu, dari Syekh Hasan ia belajar tentang mengatasi racun
binatang.

Anda mungkin juga menyukai