Anda di halaman 1dari 9

Pengertian dan Gambaran Umum

Baik Anda sedang bermain di lapangan luar ruangan, lapangan dalam ruangan, kolam renang,
maupun halaman belakang Anda, fakta bahwa tubuh Anda mengerahkan upaya pada tingkat
tertentu membuat tubuh Anda rentan terhadap cedera olahraga. Cedera dapat bervariasi dari
keseleo sederhana hingga memar kepala atau patah tulang. Setiap otot atau tulang rawan cedera
disebabkan oleh olahraga yang beragam. Beberapa cedera olahraga yang paling umum adalah
patah tulang, dislokasi, otot tegang, keseleo, dan sakit pada tulang kering. Namun, terdapat dua
jenis utama dari cedera olahraga: akut dan kronis. Cedera olahraga akut adalah rasa sakit tiba-
tiba dan atau ketidakmampuan untuk bergerak atau tekanan pada bagian tungkai sementara
cedera olahraga kronis terjadi dari waktu ke waktu dan disebabkan oleh penggunaan dan
kerusakan otot, sendi, atau tendon. Orang yang menderita cedera kronis biasanya mengalami
sakit ringan pada daerah yang terserang ketika melakukan kegiatan fisik.

Cedera olahraga kecil atau ringan mungkin tidak memerlukan bantuan medis. Dalam beberapa
kasus, mengistirahatkan anggota tubuh yang terserang dan membiarkannya sembuh sendiri dapat
mengatasi masalah ini. Namun, kasus yang parah mungkin memerlukan operai. Untungnya,
perkembangan pada proses dan kemajuan bedah di bidang teknologi kesehatan, seperti operasi
rendah risiko, membuat beberapa tindakan lebih rendah risiko, yang membuat pasien pulih dan
dapat kembali lebih cepat melakukan olahraga pilihannya.

Penyebab Cedera Olahraga

Penyebab pasti cedera olahraga bergantung pada jenis cederanya. Namun, sebagian besar luka
terjadi pada otot, ligamen, atau tendon. Organ tersebut akan sobek jika dibentangkan terlalu jauh
dan terlalu cepat. Sobekan yang parah memerlukan operasi, namun sobekan kecil biasanya
sembuh sendiri tanpa bantuan pertolongan medis atau obat penghilang rasa sakit lainnya.

Cedera olahraga umum lainnya adalah patah tulang. Patah tulang memerlukan perhatian medis
segera, tidak hanya untuk menghilangkan rasa sakit, tetapi juga untuk membentuk tulang ke
bentuk semula. Tindakan tersebut membutuhkan waktu berbulan-bulan hingga tulang sembuh.
Dislokasi juga merupakan cedera yang sangat menyakitkan. Namun, dokter olahraga atau pelatih
yang terlatih dalam bidang kedokteran olahraga dapat mengembalikan sendi yang dislokasi ke
posisinya semula sehingga mengurangi rasa sakit.

Tidak semua cedera olahraga muncul tiba-tiba. Cedera olahraga kronis muncul secara perlahan
seiring waktu. Misalnya, pelari sering memiliki risiko berbagai cedera yang sangat ringan.
Cedera ini berkembang secara perlahan dan disebabkan oleh tindakan yang berulang.

Penampilan fisik seseorang dan struktur tulangnya juga dapat menyebabkan cedera olahraga.
Beberapa sebab yang paling umum adalah panjang kaki yang tidak sama, kaki datar, telapak kaki
yang terlalu tinggi, kaki berbentuk O, dan kaki berbentuk X. Kondisi structural, seperti lordosis
pinggang, bengkok tulang paha, dan tempurung lutut terlalu tinggi juga dapat meningkatkan
risiko seseorang terserang cedera olahraga.

Gejala Utama Cedera Olahraga

Rasa sakit merupakan gejala umum berbagai cedera olahraga. Namun, tingkat rasa sakit biasanya
tidak menunjukan tingkat cedera. Misalnya, atlet terlatih untuk mengabaikan tingkat rasa sakit
tertentu dan banyak atlet melampaui pengalaman yang menyakitkan dengan harapan dapat
meningkatkan kemampuan atau ketahanan fisik mereka.

Melakukan hal-hal tersebut dapat mengakibatkan timbulnya cedera olahraga tanpa menyadari
seberat apa kondisi tersebut. Sebagai contohnya, cedera pinggang biasanya dimulai dengan rasa
sakit ringan pada punggung yang biasanya diabaikan oleh atlet angkat besi. Namun, melanjutkan
latihan rutin sering mengakibatkan penurunan kondisi tiba-tiba disertai dengan rasa sakit yang
hebat dan kejang pada punggung.

Selain rasa sakit, pembengkakan dan kemerahan pada daerah yang terserang adalah tanda umum
dari cedera olahraga. Ketika tanda ini muncul, penting untuk meminta dokter memeriksa
seberapa parah cederanya dan menjalani perawatan untuk mencegah kerusakan permanen.
Misalnya, banyak atlet amatir yang memilki kecenderungan untuk melampaui batasnya
meskipun tanda dan gejala cedera tendon muncul. Sayangnya, melanjutkan latihan rutin tanpa
memberikan waktu istirahat yang cukup untuk tendon pulih akan menyebabkan kondisi yang
disebut degenerasi mukoid, yaitu ketika materi berserat lentur menggantikan tendon yang sobek.
Olahraga merupakan kegiatan yang penting dilakukan oleh semua orang di berbagai kelompok
usia. Olahraga akan memberikan dampak positif terhadap kesehatan dan kebugaran seseorang.
Banyak penyakit yang dapat dicegah dengan olahraga yang optimal seperti Diabetes dan
penyakit degeneratif/usia lanjut lain nya. Pada saat ini, antusiasme masyarakat terhadap olahraga
sudah cukup tinggi. Hal ini dapat dilihat dari jumlah masyarakat yang datang untuk berolahraga
di area car-free day, jumlah peserta kegiatan lari yang cukup banyak, dan juga berbagai kelas
olahraga tertentu dengan jenis berbeda yang diminati terutama oleh masyarakat usia muda.

Dalam olahraga, baik olahraga profesional/kompetisi maupun olahraga sehari-sehari, tidak


menutup kemungkinan untuk terjadinya cedera. Cedera yang terjadi dapat disebabkan oleh
intensitas yang terlalu tinggi, gerakan yang membahayakan otot/sendi, kontak fisik, maupun
penyebab lainnya. Cedera olahraga adalah kondisi yang membutuhkan penanganan yang baik
dan tidak boleh dianggap remeh. Cedera olahraga yang tidak ditangani dengan baik dapat
berujung pada cedera yang lebih berat, berkurangnya fungsi dan gangguan pada aktivitas sehari-
hari, serta performa yang tidak maksimal pada olahraga professional/kompetisi. Komplikasi
tersebut dapat bersifat sementara maupun permanen, sehingga penanganan cedera olahraga harus
dilakukan dengan baik agar hal tersebut dapat dihindarkan.

Seiring berkembangnya ilmu pengetahuan, beberapa metode untuk penanganan cedera


muskuloskeletal terutama cedera akut pada olahraga telah dikemukakan oleh beberapa ahli.
Metode penangan cedera olahraga akut yang cukup terkenal adalah R.I.C.E (Rest-Ice-
Compression-Elevation). Metode ini terdiri dari mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera,
mengaplikasikan es pada daerah cedera, kompresi pada daerah cedera, dan elevasi bagian tubuh
yang cedera. Tujuan dari metode ini adalah mngurangi risiko cedera bertambah beraat,
mengurangi perdarahan dan pembengkakan, serta mengurangi nyeri.

Metode yang berikutnya dikembangkan adalah P.R.I.C.E (Protection-Rest-Ice-Compression-


Elevation). Metode ini memiliki pendekatan baru dalam penanganan cedera olahraga akut yaitu
proteksi bagian tubuh yang cedera. dengan alat bantu sepert kruk atau alat proteksi lainnya
seperti bidai. Pada metode ini, diharapkan dengan proteksi oleh alat bantu dapat mencegah
terjadinya cedera lebih lanjut yang dapat memperpanjang proses pemulihan.

Menurut penelitian yang ada, kedua metode diatas masih memiliki kekurangan, yaitu bagian
tubuh yang mengalami cedera cenderung diistirahatkan dalam jangka waktu yang lebih panjang
dari yang dibutuhkan. Mengistirahatkan bagian tubuh yang cedera secara berlebihan justru akan
menghambat proses penyembuhan pada cedera dan dapat menyebabkan komplikasi. Oleh karena
itu, dirumuskan metode P.O.L.I.C.E. (Protection-Optimal Loading-Ice-Compression-Elevation)
dalam tatalaksana cedera olahraga akut. Metode ini memiliki perbedaan mendasar dengan
metode-metode sebelumnya yaitu metode ini tidak menyarankan untuk mengistirahatkan bagian
tubuh yang cedera untuk terlalu lama, tetapi memberikan pembebanan yang optimal pada daerah
cedera untuk memfasilitasi proses penyembuhan dan mencegah komplikasi terjadi.

Protection

Pada cedera olahraga akut, mengistirahatkan dan imobilisasi daerah cedera dapat membantu
proses pemulihan. Proteksi menitikberatkan pada pentingnya menghindari cedera lebih lanjut
pada jaringan, namun bukan berarti imobilisasi jangka panjang. Proteksi dapat diartikan sebagai
istirahat dalam waktu yang ideal dan dikombinasikan dengan pembebanan optimal. Lama waktu
istirahat akan bergantung pada derajat keparahan cedera. Pada sebagaian besar cedera, waktu
istirahat yang dianjurkan adalah 2-3 hari. Pada kasus cedera yang berat istirahat yang dibutuhkan
dapat mencapai 10 hari. Pada cedera tungkai bawah, proteksi dilakukan dengan membatasi atau
mengurangi beban pada daerah cedera menggunakan alat bantu seperti kruk, tongkat, atau
walker. Imobilisasi daerah yang cedera menggunakan sling, bidai atau brace juga merupakan
bentuk proteksi.

Optimal Loading

Bila telah dilakukan proteksi pada bagian tubuh yang cedera, gerakan-gerakan sederhana dengan
pembebanan optimal harus dilakukan sedini mungkin. Pembebanan optimal dapat menstimulasi
proses pemulihan karena tulang, otot, tendon, dan ligamen memerlukan pembebanan untuk
menstimulasi pemulihan. Pembebanan optimal seperti juga dapat mencegah komplikasi seperti
berkurangnya massa otot dan kekakuan sendi.
Sebagai contoh, pada cedera ankle, inisiasi berjalan secara perlahan dan bertahap telah terbukti
mempercepat proses pemulihan. Pembebanan optimal yang akan dilakukan akan berbeda pada
derajat, jenis, dan lokasi terjadinya cedera olahraga akut. Pembebanan optimal dapat dilakukan
secara mandiri dengan berpatokan pada toleransi rasa nyeri yang dirasakan atau dengan bantuan
tenaga medis yang sudah terlatih.

Ice

Penggunaan es dapat menurunkan metabolisme jaringan dan menyebabkan pembuluh darah


mengalami penyempitan sementara. Perubahan ini dapat mengurangi bengkak sehingga ROM
aktif dapat dicapai sedini mungkin. Es juga dapat menurunkan rangsangan nosiseptif ke otak
sehingga nyeri dan kram otot dapat berkurang. Penggunaan es dapat dilakukan tiap 2 jam untuk
10-15 menit selama 2-3 hari pertama. Penggunaan es harus dilakukan dengan memasukan es ke
dalam plastik atau menggunakan ice pack yang kemudian dibalut dengan handuk atau kain
basah. Hal ini bertujuan untuk mengurangi risiko kerusakan pada saraf dan kulit di daerah
cedera. Penggunaan es bila dilakukan dalam jangka panjang akan memberikan efek buruk pada
proses pemulihan. Kerusakan yang terjadi juga dapat bertambah berat bilai suplai darah ke
daerah cedera terlalu dikurangi. Risiko luka bakar dan kerusakan saraf dapat terjadi pada
penggunaan es jangka panjang. Perhatian khusus harus diberikan pada beberapa kondisi medis
seperti alergi terhadap dingin dan gangguan insufisiensi pembuluh darah.

Compression

Kompresi pada daerah cedera bertujuan untuk mengurangi dan mencegah terjadinya
pembengkakan serta menghentikan perdarahan bila terjadi perdarahan pada daerah cedera.
Kompresi dapat dilakukan dengan elastic bandage yang dipasang dengan cara membalut dari
bagian bawah daerah cedera menuju derah yang lebih atas. Pembalutan dilakukan dengan cara
membalut melingkari daerah cedera dengan setengah bagian balutan yang baru mennutupi
balutan sebelumnya dan begitu seterusnya. Kompresi juga memiliki fungsi proteksi minimal
dalam mencegah cedera olahraga yang lebih berat. Kompresi harus dilakukan dengan tekanan
yang adekuat dan tidak boleh terlalu longgar agar memberikan hasil yang baik serta tidak boleh
terlalu ketat karena dapat menyebabkan kerusakan jaringan akibat penekanan pembuluh darah
dan saraf. Kompresi dapat dilakukan bersamaan dengan penggunaan es untuk pemulihan yang
lebih optimal.

Elevation

Elevasi daerah cedera akan mencegah dan mengurangi pembengkakan dengan meningkatan
aliran balik vena dan menurunkan tekanan hidrostatis pada daerah cedera. Elevasi dilakukan
dengan cara memposisikan bagian tubuh yang mengalami cedera hingga lebih tinggi dari
ketinggaian Jantung. Elevasi dapat dilakukan dengan alat bantu seperti sling maupun dengan
cara menaruh bantal atau benda lainnya di bawah daerah cedera sehingga posisi yang diinginkan
tercapai.

Penanganan cedera olahraga akut dengan metode P.O.L.I.C.E. diharapkan dapat memberikan
efek yang cepat dan optimal serta dapat mencegah terjadinya komplikasi akibat cedera olahraga.
Dengan demikian orang yang mengalami cedera dapat segera kembali menjalani aktivitas sehari-
hari tanpa gangguan/ketergangguan serta dapat memiliki performa seperti sebelum mengalami
cedera pada olahraga profesional/kompetisi. Tatalaksana lebih lanjut yang lebih komprehensif
dibutuhkan apabila cedera yang dialami memiliki derajat yang lebih berat. Konsultasi ke dokter
disarankan agar dapat menegakkan diagnosis cedera olahraga yang dialami dan merencankan
terapi yang sesuai dengan cedera yang terjadi.

Apa yang dapat dilakukan untuk mencegah cedera ?

Ada banyak hal yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya cedera, diantaranya yaitu
gunakan perlengkapan olahraga yang benar dan sesuai (contohnya: sepatu), lakukan pemanasan
dengan baik sebelum melakukan olahraga, gunakan teknik yang tepat, gunakan waktu istirahat
dengan baik,  perhatikan asupan  cairan dan makanan, dan yang terakhir adalah lakukan
peregangan setelah melakukan olahraga.

Penyebab Timbulnya Cedera Olahraga


Penyebab timbulnya cedera saat berolahraga dapat di bagi menjadi dua faktor. Yang pertama
adalah faktor internal yaitu yang berasal dari individu itu sendiri, dan faktor eksternal yaitu yang
berasal dari luar individu itu.

A. Faktor Internal

1. Kurang Pemanasan (Warming up) atau Peregangan (Stretching): Pemanasan bertujuan


agar suhu badan meningkat dan tubuh siap untuk dibebani dengan gerakan-gerakan
olahraga. Stretching atau peregangan bertujuan untuk melemaskan anggota tubuh,
sehingga pada saat memasuki olahraga yang sesungguhnya otot dan persendian sudah
lentur..
2. Faktor Individu : Ini berhubungan dengan kemampuan motorik seseorang. Kemampuan
motorik gerak seseorang dapat mengurangi resiko timbulnya cedera. Semakin bagus
kemampuan motorik seseorang, maka dapat meminimalisir timbulnya cedera seseorang.
3. Faktor Usia: Semakin banyak usia seseorang maka harus lebih berhati-hati dalam
melakukan olahraga. Melakukan olahraga yang terlalu memforsir tenaga dapat
menyebabkan timbulnya cedera. Misalnya saja lari, karena ingin menyaingi yang masih
muda maka dia memforsir tenaganya dan tiba-tiba kaki merasa ngilu karena rhematiknya
kambuh atau bahkan bisa keseleo.
4. Teknik Latihan : Adalah bagaimana melakukan latihan dengan gerakan-gerakan yang
benar. Bila teknik latihan dilakukan secara benar maka akan mengurangi resiko cedera.
Misalnya seorang pemain bulu tangkis melakukan smash dengan meloncat dan turun
dengan posisi pergelangan kaki menekuk akan mengakibatkan cedera pada kaki.
5. Pengalaman : Pengalaman ada hubungannya dengan mental atau psikologis seseorang.
Seorang atlet yang berpengalaman maka tidak akan merasa grogi atau canggung saat
melakukan pertandingan. Ini berpengaruh pada keteraturan gerak tubuhnya. Gerakan
tubuh yang rapi dan terkoordinasi dengan baik dapat mengurangi resiko cedera.
6. Padatnya Jadwal Latihan. Ini juga dapat menyebabkan resiko timbulnya cedera. Biasanya
menjelang akan pertandingan, Jadwal pertandingan akan ditingkatkan. Jeda istirahat yang
terlalu singkat dapat menyebabkan timbulnya resiko cedera.
7. Intensitas Latihan Yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan timbulnya cedera. 
8. Tikatan Stress. Tikatan stress yang tinggi dapat menyebabkan terjadinya cedera.
contohnya putus cinta, pindah ke kota baru, menikah atau perubahan status ekonomi.
Secara keseluruhan bukti-bukti menunjkan bahwa atlet dengan pengalaman tekanan
hidup yang lebih tinggi lebih sering cidera dibandingkan atlet dengan tekanan hidup yang
lebih rendah. Sebaiknya para instruktur profesional sebaiknya memahami perubahan ini,
secara hati-hati memonitor dan memberikan pelatihan hidup secara psikologis.
9. Keseimbangan nutrisi : Bila seorang atlet memiliki keseimbangan nutrisi yang baik maka
lebih kecil kemungkinan mendapatkan cedera, Seorang atlet yang kurang nutrisi gizinya
akan lebih beresiko cedera karena gerakannya loyo.

B. Faktor Eksternal

1. Alat dan fasilitas olahraga yang kurang memadai. Misalnya kondisi lapangan yang licin
dan tidak rata akan lebih mudah mengakibatkan cedera. Peralatan : peralatan yang
memadai dan sesuai dengan kebutuhan cabang olahraga akan menghindari terjadinya
cedera.
2. Kondisi lingkungan : Misalnya bila kondisi penerangan kurang terang dalam permainan
bulu tangkis akan mengakibatkan salah dalam melakukan gerakan dan akibatnya bisa
keseleo atau terpeleset jatuh.
3. Penonton : Fanatisme penonton juga dapat menyebabkan timbulnya cedera. Misalnya
saat dalam pertandingan sepak bola terjadi tendangan bebas dekat gawang, karena ulah
penonton bisa saja kiper salah gerakan dan menabrak tiang gol.
4. Wasit yang kurang tegas dalam memimpin pertandingan  dan kurang memahami
peraturan terutama pertandingan yang memerlukan kontak fisik akan dapat
mengakibatkan atletnya cedera. Misalnya dalam pertandingan sepak bola.
https://www.olahragakesehatanjasmani.com/2015/10/penyebab-timbulnya-cedera-olahraga.html

https://www.apki.or.id/penanganan-cedera-olahraga/

https://www.kompasiana.com/drandiramasulaiman/5d81fbbf097f366f63173202/menangani-
cedera-olahraga-dengan-tepat-menggunakan-metode-p-o-l-i-c-e?page=all#sectionall

Anda mungkin juga menyukai