Anda di halaman 1dari 26

MAKALAH

ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL

DENGAN PENYAKIT HIV/AIDS

Disusun Oleh:

Sapto Adi Asis Setiawan

Dewi Fahrida

M.Hudali

Lisa Puspita Sari

Dwi Sapto Febriawan

Syarifah Ratu Fitriani

Devi Ariana

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH


BANJARMASIN

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN SEMESTER VE

2012

1
KATA PENGANTAR

Assalammualaikum Wr.Wb.

Dengan segala puji dan syukur kepada Allah SWT kami ucapkan, karena
melalui berkat dan anugerah-Nya sehingga dapat tersusun makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN PENYAKIT
HIV/AIDS” ini dengan baik dan selalu bermanfaat bagi yang membacanya.

Makalah ini dibuat dengat tujuan untuk tugas semester V Keperawatan


Medikal Bedah, dan juga sebagai bacaan yang bermanfaat bagi pembacanya
dalam hal mengenai penyakit HIV/AIDS, cara penularan, dan pencegahan bagi
ibu hamil. Didalam makalah ini berisikan tentang pembahasan mengenai
HIV/AIDS, konsep asuhan keperawatannya dan masih banyak lagi.

Seperti kata pepatah yang mengatakan tak ada gading yang tak retak. Oleh
karena itu, dengan rendah hati penyusun berharap kepada para pembaca kiranya
dapat memberikan masukan, kritikan, dan tanggapan yang konstruktif guna
penyempurnaan dalam pembuatan makalah ini.

Sebagai akhir kata penyusun ucapkan terimakasih kepada semua pihak


yang telah membantu penyusunan tulisan ini.

Wassalammualaikum Wr.Wb.

Penyusun,

2
DAFTAR ISI

ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN


PENYAKIT HIV/AIDS
KATA PENGANTAR................................................................................................................2
DAFTAR ISI...............................................................................................................................3
BAB I..........................................................................................................................................4
LAPORAN PENDAHULUAN..................................................................................................4
A. PENGERTIAN.............................................................................................................4
B. ETIOLOGI...................................................................................................................5
C. MANIFESTASI KLINIS.............................................................................................7
D. PATOFISIOLOGI........................................................................................................8
E. KOMPLIKASI...........................................................................................................11
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG...................................................................................13
G. PENATALAKSANAAN...........................................................................................13
H. PENCEGAHAN.........................................................................................................14
BAB II.......................................................................................................................................16
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN HIV/AIDS.......................16
A. Pengkajian..................................................................................................................16
B. Diagnosa Keperawatan...............................................................................................17
C. Intervensi Keperawatan..............................................................................................18
D. Implementasi..............................................................................................................21
E. Evaluasi......................................................................................................................21
BAB III.....................................................................................................................................22
KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................................................22
A. KESIMPULAN..........................................................................................................22
B. SARAN......................................................................................................................22
DAFTAR PUSTAKA...............................................................................................................23

3
BAB I

LAPORAN PENDAHULUAN

A. PENGERTIAN
Human Immunodeficiency Virus (HIV) Merupakan virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup di luar tubuh manusia.
Kerusakan sistem kekebalan tubuh ini akan menimbulkan kerentanan terhadap
infeksi penyakit.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala, infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul
akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit
mudah menyerang tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik
adalah infeksi yang muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh yang telah
terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit
infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.
HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang
diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen
dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya masih baik infeksi ini
mungkin tidak berbahaya, namun pada orang yang kekebalan tubuhnya lemah
(HIV/AIDS) bisa menyebabkan kematian.
AIDS dapat didefinisikan melalui munculnya IO yang umum ditemui pada
ODHA:
1. Kandidiasis: infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, vagina.
2. Virus sitomegalia (CMV): menimbulkan penyakit mata yang dapat
menyebabkan kematian.
3. Herpes pada mulut atau alat kelamin.

4
4. Mycobacterium avium complex (MAC): infeksi bakteri yang
menyebabkan demam kambuhan.
5. Pneumonia pneumocystis (PCP): infeksi jamur yang dapat menyebabkan
radang paru.
6. Toksoplasmosis: infeksi protozoa otak.
7. Tuberkolosis (TB)
Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat sepanjang hidupnya apabila ia
menjaga kesehatan tubuhnya: makan teratur, berolahraga dan tidur secara
seimbang. Gaya hidup sehat akan tetap melindungi kebugaran orang dengan HIV
dan ia akan tetap produktif dalam berkarya.
Bila telah muncul tanda-tanda penyakit infeksi dan tidak kunjung sembuh
atau berulang, artinya daya tahan tubuh menjadi buruk, sistim kekebalan tubuh
berkurang, maka berkembanglah AIDS.

B. ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL
II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan
oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus ini
ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang
terinfeksi.
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria
maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.                   
2. Orang yang ketagihan obat intravena

3. Partner seks dari penderita AIDS

5
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).

5. Bayi dari ibu/bapak terinfeksi.

Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak
ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu
likes illness.

3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak
ada.

4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam, keringat


malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash, limfadenopati, lesi
mulut.

5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.

Cara penularan HIV:

1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana
darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang
tidak steril.

3. Dengan mengunakan bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan


seseorang yang telah terinfeksi.

4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.

6
]

Penularan secara perinatal

1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena
pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan
bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.

3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam
kandungan atau juga melalui ASI

4. Ibu dengan HIV dianjurkan untuk PASI

C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:

1. Manifestasi Klinis Mayor


1) Demam berkepanjangan lebih dari 3 bulan
2) Diare kronis lebih dari satu bulan berulang maupun terus-menerus.
3) Penurunan berat badan lebih dari 10% dalam 3 tiga bulan
2. Manifestasi Klinis Minor
1) Batuk kronis
2) Infeksi pada mulut dan jamur disebabkan karena jamur Candida
Albicans
3) Pembengkakan kelenjar getah bening yang menetap di seluruh
tubuh
4) Munculnya Herpes zoster berulang dan bercak-bercak gatal di
seluruh tubuh

Manifestasi klinis AIDS menyebar luas dan pada dasarnya


mengenai setiap sistem organ.

 Gagal nafas dpt terjadi 2 – 3 hari


 Nafsu makan menurun, mual, muntah

7
 Diare merupakan masalah pd klien AIDS → 50% – 90%

 Bercak putih dalam rongga mulut → tdk diobati dapat ke esophagus


dan lambung.

 Herpes zoster → pembentukan vesikel yang nyeri pd kulit.

 Dermatitis seboroik → ruam yang difus, bersisik yang mengenai kulit


kepala dan wajah.

 Pada wanita: kandidiasis vagina → dapat merupakan tanda pertama


yang menunjukkan HIV pd wanita.

Gejala dan tanda HIV/AIDS menurut WHO:


a. Stadium Klinis I :
1. Asimtomatik (tanpa gejala)
2. Limfadenopati Generalisata (pembesaran kelenjar getah
bening/limfe seluruh tubuh)
3. Skala Penampilan 1 : asimtomatik, aktivitas normal.
b. Stadium Klinis II :
1. Berat badan berkurang > 10%
2. Diare berkepanjangan > 1 bulan
3. Jamur pada mulut
4. TB Paru
5. Infeksi bakterial berat
6. Skala Penampilan 3 : > 1 bulan)
7. Kanker kulit (Sarcoma Kaposi)
8. Radang Otak (Toksoplasmosis, Ensefalopati HIV)
9. Skala Penampilan 4 : terbaring di tempat tidur > 50% dalam
masa 1 bulan terakhir.
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi.
Tidak ada gejala.

8
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu
likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala
tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.

D. PATOFISIOLOGI
Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari
benda asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari
binatang maupun manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal
(immune response) yang terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu : Kekebalan
humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara
tersendiri sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. “beraksi”
bahkan kemudian dilumpuhkan.
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas
atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama
menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+)
mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh,
benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper
menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan
HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T
helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV
kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga reseptor
ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus
memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan
menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.

9
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase,
HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini
akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan,
genom dari HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T
helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan
biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena
infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper
dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T
helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B
dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan
Kekebalan.
Cara Penularan HIV / AIDS dari Ibu ke Anak
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV / AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko
penularan infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain
itu juga karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV /
AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat
terjadi dalam 3 periode:
1. Periode kehamilan

Selama kehamilan, kemungkinan bayi tertular HIV sangat kecil.


Hal ini disebabkan karena terdapatnya plasenta yang tidak dapat ditembus
oleh virus itu sendiri. Oksigen, makanan, antibodi dan obat-obatan
memang dapat menembus plasenta, tetapi tidak oleh HIV. Plasenta justru
melindungi janin dari infeksi HIV. Perlindungan menjadi tidak efektif
apabila ibu:

a. Mengalami infeksi viral, bakterial, dan parasit (terutama malaria)


pada plasenta selama kehamilan.

10
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan
virus pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena
itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke
anak selama proses persalinan adalah:
a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau
infeksi lainnya).
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi
dengan darah ibu misalnya, episiotomy.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar.
d. Lamanya robekan membran

3. Periode Post Partum

Cara penularan yang dimaksud disini yaitu penularan melalui ASI.


Berdasarkan data penelitian De Cock, dkk (2000), diketahui bahwa ibu
yang menyusui bayinya mempunyai resiko menularkan HIV sebesar 10-
15% dibandingkan ibu yang tidak menyusui bayinya. Risiko penularan
melalui ASI tergantung dari:

a. Pola pemberian ASI, bayi yang mendapatkan ASI secara eksklusif


akan kurang berisiko dibanding dengan pemberian campuran.
b. Patologi payudara: mastitis, robekan puting susu, perdarahan putting
susu dan infeksi payudara lainnya.

11
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan
infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk

E. KOMPLIKASI

1. Oral
Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga
mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus
dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan
yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
2. Neurologik
a. ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex).
b. Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik,
apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global,
kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan
yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi,
tremor, inkontinensia, dan kematian.
c. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit
kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental
dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan
serebospinal.
3. Pernafasan
a. Pneumonia disebabkan o/ protozoa pneumocystis carini (paling sering
ditemukan pd AIDS) sangat jarang mempengaruhi org sehat. Gejala:
sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada, demam – tdk teratasi dapat gagal

12
nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status
mental).
b. TBC

4. Gastrointestinal
a. Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang
diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup
penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih
dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan
atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan
gejala ini.
b. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
c. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
d. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
e. Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak
nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan
demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang
disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI),
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
f. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan
zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan
dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan
sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks
akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang

13
ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis
sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang
mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang
kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema
dan psoriasis.
5. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata :
retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
b. Western blot (positif)
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar
yang meningkat).
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit)
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)

14
G. PENATALAKSANAAN
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan,
mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau
sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan
bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat
antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi
antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat
enzim pembalik traskriptase. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 >
500 mm3.
3. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas
system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : a.Didanosine
b.Ribavirin c.Diedoxycytidine d.Recombinant CD 4 dapat larut.
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin
dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus
perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan
keberhasilan terapi AIDS.
5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan
yang mengganggu fungsi imun.
6. Pencegahan
a. A (Abstinent): Puasa, jangan melakukan hubungan seksual yang tidak
sah
b. B (Be Faithful) Setialah pada pasangan, melakukan hubungan seksual
hanya dengan pasangan yang sah
c. C (use Condom) Pergunakan kondom saat melakukan hubungan
seksual bila berisiko menularkan/tertular penyakit
d. D (Don’t use Drugs) Hindari penyalahgunaan narkoba

15
e. E (Education) Edukasi, sebarkan informasi yang benar tentang
HIV/AIDS dalam setiap kesempatan

H. PENCEGAHAN

Pencegahan penularan HIV dari ibu ke bayi dapat dicegah melalui


tiga cara, dan bisa dilakukan mulai saat masa kehamilan, saat persalinan,
dan setelah persalinan. Cara tersebut yaitu:
1. Penggunaan obat Antiretroviral selama kehamilan, saat persalinan dan untuk
bayi yang baru dilahirkan.

Pemberian antiretroviral bertujuan agar viral load menjadi lebih rendah


sehingga jumlah virus yang ada dalam darah dan cairan tubuh kurang efektif
untuk menularkan HIV. Resiko penularan akan sangat rendah (1-2%) apabila
terapi ARV ini dipakai. Namun jika ibu tidak memakai ARV sebelum dia
mulai sakit melahirkan, ada dua cara yang dapat mengurangi separuh
penularan ini. AZT dan 3TC dipakai selama waktu persalinan, dan untuk ibu
dan bayi selama satu minggu setelah lahir. Satu tablet nevirapine pada waktu
mulai sakit melahirkan, kemudian satu tablet lagi diberi pada bayi 2–3 hari
setelah lahir. Menggabungkan nevirapine dan AZT selama persalinan
mengurangi penularan menjadi hanya 2 persen. Namun, resistensi terhadap
nevirapine dapat muncul pada hingga 20 persen perempuan yang memakai
satu tablet waktu hamil. Hal ini mengurangi keberhasilan ART yang dipakai
kemudian oleh ibu. Resistensi ini juga dapat disebarkan pada bayi waktu
menyusui. Walaupun begitu, terapi jangka pendek ini lebih terjangkau di
negara berkembang.

2. Penanganan obstetrik selama persalinan

Persalinan sebaiknya dipilih dengan menggunakan metode Sectio


caesaria karena metode ini terbukti mengurangi resiko penularan HIV dari ibu
ke bayi sampai 80%. Apabila pembedahan ini disertai dengan penggunaan

16
terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun
demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu
yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu,
persalinan per vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai
kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.

3. Penatalaksanaan selama menyusui

Pemberian susu formula sebagai pengganti ASI sangat dianjurkan


untuk bayi dengan ibu yang positif HIV. Karena sesuai dengan hasil
penelitian, didapatkan bahwa ± 14 % bayi terinfeksi HIV melalui ASI yang
terinfeksi.

17
BAB II

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN IBU HAMIL DENGAN


HIV/AIDS

A. Pengkajian
1. Aktifitas /istirahat :

 Mudah lelah, berkurangnya tolerangsi terhdp aktifitas, kelelahan


yang progresif
 Kelemahan otot, menurunnya massa otot, respon fisiologi terhdp
aktifitas
2. Sirkulasi
 Proses penyembuhan lika yang lambat, perdarahan lama bila
cedera
 takikardia, perubahan tekanan darah postural, volume nadi periver
menurun, pengisian kapiler memanjang
3. Integritas ego
 Faktor stress yang berhubungan dgn kehilangan: dukungan
keluarga, hubungan dgn org lain, pengahsilan dan gaya hidup
tertentu
 Menguatirkan penampilan: alopesia, lesi , cacat, menurunnya berat
badan
 Merasa tdk berdaya, putus asa, rsa bersalah, kehilangan control
diri, dan depresi
 Mengingkari, cemas, depresi, takut, menarik diri, marah, menangis,
kontak mata kurang
4. Eliminasi
 Diare, nyeri pinggul, rasa terbakar saat berkemih
 Faeces encer disertai mucus atau darah
 Nyerio tekan abdominal, lesi pada rectal, perubahan dlm jumlah
warna urin.

18
5. Makanan/cairan
 Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
 Penurunan BB yang cepat
 Bising usus yang hiperaktif
 Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput
putih/perubahan warna mucosa mulut
 Adanya gigi yang tanggal. Edema
6. Hygiene
 Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan penampilan
yang tdk rapi.
7. Neurosensorik
 Pusing,sakit kepala.
 Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
 Kelemahan  otot, tremor, penurunan visus.
 Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
 Gayaberjalan ataksia.
8. Nyeri/kenyamanan
 Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
 Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
 Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan
ROM, pincang.
9. Pernapasan
 Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,
sesak pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10. Keamanan
 Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses
penyembuhan
 Demam berulang
11. Seksualitas
 Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido,
penggunaan kondom yang tdk konsisten, lesi pd genitalia,
keputihan.

19
12. Interaksi social
 Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk
terorganisir

B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan depresi system imun,
aktifitas yang tidak terorganisir

2. Defisit volume cairan tubuh berhubungan dengan diare berat, status


hipermetabolik.

3. Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan asupan


makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.

4. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru,


melemahnya otot pernafasan.

5. Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan, pertukaran oksigen,


malnutrisi, kelelahan.

6. Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas tentang keadaan


yang orang dicintai

C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun,
aktifitas yang tdk terorganisir
 Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi
(tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
Intervensi:
1)      Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasin
R/. Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan
2)      Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup
R/. Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan
kuman pathogen

20
3)      Informasikan perlunya tindakan isolasi
R/. Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya
kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari
kontak langsung dgn kuman pathogen
4)      Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R/. Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5)      Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum.
Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya
lesi/perubahan warna, bersihkan kuku setiap hari
R/ Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
6)      Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
R/ Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi
7)      Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan
menggunakan wadah tersendiri.
R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan
kulit.
2. Diagnosa 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status
hipermetabolik.
 Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Intervensi:
1)      Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R/ denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun
menunjukkan adanya dehidrasi.
2)      Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat,
pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
R/ Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
3)      Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
4)      Timbang BB setiap hari
R/. penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan
tubuh.
5)      Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.

21
R/ Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus  dan
melembabkan membrane mucosa.
6)      Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang
R/ Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada
dinding usus akan kurang.
3. Diagnosa 3: Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan
asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
 Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Intervensi:
1)      Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.
R/ Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia
2)      auskultasi bising usus
R/ Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat
penyerapan usus.
3)      Timbang BB setiap hari
R/ BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat
4)      hindari adanya stimulus leingkungan yang berlebihan.
5)      berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari
obat kumur yang mengandung alcohol.
R/ Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan
menurunkan nafsu makan.
6)      Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Berikan makan
sesuai keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
7)      sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
8)      dorong klien untuk duduk saat makan.
4. Diagnosa 4: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
 Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Intervensi:
1)      Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan
nafas/peningkatan sekresi.

22
2)      Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan
penggunaan otot asesoris.
3)      Berikan posisi semi fowler
4)      Lakukan suction bila terjadi retensi sekresi jalan nafas
5. Diagnosa 5: Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan
 Tujuan: Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas
dyspnea dan takikardi selama aktivitas
Intervensi:
1)     Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
R/ Respon bervariasi dari hari ke hari
2)     Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
R/ Mengurangi kebutuhan energi
3)     Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
R/ Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan
metabolik
6. Diagnosa 6: Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas
tentang keadaan yang orang dicintai
 Tujuan: Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport
sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan
kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang
konstruktif
Intervensi:
1.    Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
R/ Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan
keluarga
2.    Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
R/ Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
3.    Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
R/ Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak
sederhana

23
D. Implementasi

Didasarkan pada  diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai  berdasarkan
NCP.

E. Evaluasi

Disimpulkan berdasarkan pada sejauh mana keberhasilan mencapai


kriteria hasil, sehingga dapat diputuskan apakah intervensi tetap
dilanjutkan, dihentikan, atau diganti jika tindakan yang sebelumnya tidak
berhasil

24
BAB III

KESIMPULAN DAN SARAN

A. KESIMPULAN

HIV ( Human immunodeficiency Virus ) adalah virus pada manusia yang


menyerang system kekebalan tubuh manusia yang dalam jangka waktu yang
relatif lama dapat menyebabkan AIDS. Penyebab infeksi adalah golongan virus
retro yang disebut human immunodeficiency virus (HIV). Cara penularan
HIVmelakukan penetrasi seks, melalui darah yang terinfeksi, dengan mengunakan
bersama jarum untuk menyuntik obat bius dengan seseorang yang telah terinfeksi,
wanita hamil. Penularan secara perinatal terjadi terutama pada saat proses
melahirkan, karena pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu
dengan bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.

Kelompok resiko tinggi: lelaki homoseksual atau biseks, orang yang


ketagian obat intravena, partner seks dari penderita AIDS, penerima darah atau
produk darah (transfusi), bayi dari ibu/bapak terinfeksi. Gejala mayor infeksi HIV
adalah BB menurun lebih dari 10% dalam 1 bulan, diare kronik yang berlangsung
lebih dari 1 bulan, penurunan kesadaran dan adanya gangguan neurologis,
demensia / HIV ensefalopati. Gejala minor: batuk menetap lebih dari 1 bulan,
dermatitis generalist, adanya herpes zoster yang berulang, kandidiasis
orofaringeal, herpes simplex kronik progresif, limfadenopati generalist, infeksi
jamur berulang pada kelamin wanita, retinitis cytomegalovirus.

B. SARAN

Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya
akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang
berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan
maternitas terutama pada ibu hamil yang juga menderita HIV.

25
DAFTAR PUSTAKA

Bruner, Suddarth.. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3.


Jakarta : EGC
Carpenito, Lynda Juall. 2006. Diagnosis Keperawatan. Jakarta: EGC
Doengoes, Marilynn, dkk, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan ; Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, edisi 3. Jakarta:
EGC
Lab/UPF Ilmu Penyakit Dalam, 1994, Pedoman Diagnosis dan Terapi, RSUD Dr.
Soetomo Surabaya.

Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto
Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada
kehamilan. http://www.mkb-online.org/. 18-12-2012
Akhmad Khahfi. 2011. ASUHAN KEPERAWATAN AIDS.
http://elnersing.blogspot.com/2011/07/asuhan-keperawatan-aids.html.
17-12-2012
Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?.
http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf. Lamongan, 18-12-2012
Perawat2008a.2011. HIV pada Ibu Hamil
http://perawat2008a.wordpress.com/2011/10/04/hiv-pada-ibu-hamil/.16-
12-2012

Yati, Ida. 2010. AIDS pada ibu hamil. http://www.docstoc.com/docs/. 18-12-2012

26

Anda mungkin juga menyukai