MAKALAH Askep Hiv Bumil
MAKALAH Askep Hiv Bumil
Disusun Oleh:
Dewi Fahrida
M.Hudali
Devi Ariana
2012
1
KATA PENGANTAR
Assalammualaikum Wr.Wb.
Dengan segala puji dan syukur kepada Allah SWT kami ucapkan, karena
melalui berkat dan anugerah-Nya sehingga dapat tersusun makalah yang berjudul
“ASUHAN KEPERAWATAN PADA IBU HAMIL DENGAN PENYAKIT
HIV/AIDS” ini dengan baik dan selalu bermanfaat bagi yang membacanya.
Seperti kata pepatah yang mengatakan tak ada gading yang tak retak. Oleh
karena itu, dengan rendah hati penyusun berharap kepada para pembaca kiranya
dapat memberikan masukan, kritikan, dan tanggapan yang konstruktif guna
penyempurnaan dalam pembuatan makalah ini.
Wassalammualaikum Wr.Wb.
Penyusun,
2
DAFTAR ISI
3
BAB I
LAPORAN PENDAHULUAN
A. PENGERTIAN
Human Immunodeficiency Virus (HIV) Merupakan virus yang merusak
sistem kekebalan tubuh manusia yang tidak dapat hidup di luar tubuh manusia.
Kerusakan sistem kekebalan tubuh ini akan menimbulkan kerentanan terhadap
infeksi penyakit.
Acquired Immuno Deficiency Syndrome (AIDS) adalah sekumpulan
gejala, infeksi dan kondisi yang diakibatkan infeksi HIV pada tubuh. Muncul
akibat rusaknya sistem kekebalan tubuh manusia sehingga infeksi dan penyakit
mudah menyerang tubuh dan dapat menyebabkan kematian. Infeksi oportunistik
adalah infeksi yang muncul akibat lemahnya system pertahanan tubuh yang telah
terinfeksi HIV atau oleh sebab lain.
AIDS adalah sindroma yang menunjukkan defisiensi imun seluler pada
seseorang tanpa adanya penyebab yang diketahui untuk dapat menerangkan
tejadinya defisiensi, tersebut seperti keganasan, obat-obat supresi imun, penyakit
infeksi yang sudah dikenal dan sebagainya.
HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983 sebagai retrovirus dan
disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi retrovirus baru yang
diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang pathogen
dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya disebut HIV.
Pada orang yang sistem kekebalan tubuhnya masih baik infeksi ini
mungkin tidak berbahaya, namun pada orang yang kekebalan tubuhnya lemah
(HIV/AIDS) bisa menyebabkan kematian.
AIDS dapat didefinisikan melalui munculnya IO yang umum ditemui pada
ODHA:
1. Kandidiasis: infeksi jamur pada mulut, tenggorokan, vagina.
2. Virus sitomegalia (CMV): menimbulkan penyakit mata yang dapat
menyebabkan kematian.
3. Herpes pada mulut atau alat kelamin.
4
4. Mycobacterium avium complex (MAC): infeksi bakteri yang
menyebabkan demam kambuhan.
5. Pneumonia pneumocystis (PCP): infeksi jamur yang dapat menyebabkan
radang paru.
6. Toksoplasmosis: infeksi protozoa otak.
7. Tuberkolosis (TB)
Orang yang terinfeksi HIV dapat tetap sehat sepanjang hidupnya apabila ia
menjaga kesehatan tubuhnya: makan teratur, berolahraga dan tidur secara
seimbang. Gaya hidup sehat akan tetap melindungi kebugaran orang dengan HIV
dan ia akan tetap produktif dalam berkarya.
Bila telah muncul tanda-tanda penyakit infeksi dan tidak kunjung sembuh
atau berulang, artinya daya tahan tubuh menjadi buruk, sistim kekebalan tubuh
berkurang, maka berkembanglah AIDS.
B. ETIOLOGI
AIDS disebabkan oleh virus yang mempunyai beberapa nama yaitu HTL
II, LAV, RAV. Yang nama ilmiahnya disebut Human Immunodeficiency Virus
(HIV ) yang berupa agen viral yang dikenal dengan retrovirus yang ditularkan
oleh darah dan punya afinitas yang kuat terhadap limfosit T. Virus ini
ditransmisikan melalui kontak intim (seksual), darah atau produk darah yang
terinfeksi.
Penyebab infeksi adalah golongan virus retro yang disebut human
immunodeficiency virus (HIV). HIV pertama kali ditemukan pada tahun 1983
sebagai retrovirus dan disebut HIV-1. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan lagi
retrovirus baru yang diberi nama HIV-2. HIV-2 dianggap sebagai virus kurang
pathogen dibandingkaan dengan HIV-1. Maka untuk memudahkan keduanya
disebut HIV.
AIDS dapat menyerang semua golongan umur, termasuk bayi, pria
maupun wanita. Yang termasuk kelompok resiko tinggi adalah :
1. Lelaki homoseksual atau biseks.
2. Orang yang ketagihan obat intravena
5
4. Penerima darah atau produk darah (transfusi).
Transmisi infeksi HIV dan AIDS terdiri dari lima fase yaitu :
1. Periode jendela. Lamanya 4 minggu sampai 6 bulan setelah infeksi. Tidak
ada gejala.
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu
likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala tidak
ada.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
1. Melakukan penetrasi seks yang tidak aman dengan seseorang yang telah
terinfeksi. Kondom adalah satu–satunya cara dimana penularan HIV dapat
dicegah.
2. Melalui darah yang terinfeksi yang diterima selama transfusi darah dimana
darah tersebut belum dideteksi virusnya atau pengunaan jarum suntik yang
tidak steril.
4. Wanita hamil dapat juga menularkan virus ke bayi mereka selama masa
kehamilan atau persalinan dan juga melalui menyusui.
6
]
1. Ibu hamil yang terinfeksi HIV dapat menularkan HIV pada bayi yang
dikandungnya.
2. Penularan dari ibu terjadi terutama pada saat proses melahirkan, karena
pada saat itu terjadi kontak secara lansung antara darah ibu dengan
bayi sehingga virus dari ibu dapat menular pada bayi.
3. Bayi juga dapat tertular virus HIV dari ibu sewktu berada dalam
kandungan atau juga melalui ASI
C. MANIFESTASI KLINIS
Manifestasi klinis yang tampak dibagi menjadi 2, yaitu:
7
Diare merupakan masalah pd klien AIDS → 50% – 90%
8
2. Fase infeksi HIV primer akut. Lamanya 1-2 minggu dengan gejala flu
likes illness.
3. Infeksi asimtomatik. Lamanya 1-15 atau lebih tahun dengan gejala
tidak ada.
4. Supresi imun simtomatik. Diatas 3 tahun dengan gejala demam,
keringat malam hari, B menurun, diare, neuropati, lemah, rash,
limfadenopati, lesi mulut.
5. AIDS. Lamanya bervariasi antara 1-5 tahun dari kondisi AIDS pertama
kali ditegakkan. Didapatkan infeksi oportunis berat dan tumor pada
berbagai system tubuh, dan manifestasi neurologist.
D. PATOFISIOLOGI
Tubuh mempunyai suatu mekanisme untuk membasmi suatu infeksi dari
benda asing, misalnya : virus, bakteri, bahan kimia, dan jaringan asing dari
binatang maupun manusia lain. Mekanisme ini disebut sebagai tanggap kebal
(immune response) yang terdiri dari 2 proses yang kompleks yaitu : Kekebalan
humoral dan kekebalan cell-mediated. Virus AIDS (HIV) mempunyai cara
tersendiri sehingga dapat menghindari mekanisme pertahanan tubuh. “beraksi”
bahkan kemudian dilumpuhkan.
Virus AIDS (HIV) masuk ke dalam tubuh seseorang dalam keadaan bebas
atau berada di dalam sel limfosit. Virus ini memasuki tubuh dan terutama
menginfeksi sel yang mempunyai molekul CD4. Sel-sel CD4-positif (CD4+)
mencakup monosit, makrofag dan limfosit T4 helper. Saat virus memasuki tubuh,
benda asing ini segera dikenal oleh sel T helper (T4), tetapi begitu sel T helper
menempel pada benda asing tersebut, reseptor sel T helper .tidak berdaya; bahkan
HIV bisa pindah dari sel induk ke dalam sel T helper tersebut. Jadi, sebelum sel T
helper dapat mengenal benda asing HIV, ia lebih dahulu sudah dilumpuhkan. HIV
kemudian mengubah fungsi reseptor di permukaan sel T helper sehingga reseptor
ini dapat menempel dan melebur ke sembarang sel lainnya sekaligus
memindahkan HIV. Sesudah terikat dengan membran sel T4 helper, HIV akan
menginjeksikan dua utas benang RNA yang identik ke dalam sel T4 helper.
9
Dengan menggunakan enzim yang dikenal sebagai reverse transcriptase,
HIV akan melakukan pemrograman ulang materi genetik dari sel T4 yang
terinfeksi untuk membuat double-stranded DNA (DNA utas-ganda). DNA ini
akan disatukan ke dalam nukleus sel T4 sebagai sebuah provirus dan kemudian
terjadi infeksi yang permanen.
Fungsi T helper dalam mekanisme pertahanan tubuh sudah dilumpuhkan,
genom dari HIV ¬ proviral DNA ¬ dibentuk dan diintegrasikan pada DNA sel T
helper sehingga menumpang ikut berkembang biak sesuai dengan perkembangan
biakan sel T helper. Sampai suatu saat ada mekanisme pencetus (mungkin karena
infeksi virus lain) maka HIV akan aktif membentuk RNA, ke luar dari T helper
dan menyerang sel lainnya untuk menimbulkan penyakit AIDS. Karena sel T
helper sudah lumpuh maka tidak ada mekanisme pembentukan sel T killer, sel B
dan sel fagosit lainnya. Kelumpuhan mekanisme kekebalan inilah yang disebut
AIDS (Acquired Immunodeficiency Syndrome) atau Sindroma Kegagalan
Kekebalan.
Cara Penularan HIV / AIDS dari Ibu ke Anak
Penularan HIV dari ibu ke anak terjadi karena wanita yang menderita
HIV / AIDS sebagian besar masih berusia subur, sehingga terdapat resiko
penularan infeksi yang terjadi pada saat kehamilan (Richard, et al., 1997). Selain
itu juga karena terinfeksi dari suami atau pasangan yang sudah terinfeksi HIV /
AIDS karena sering berganti-ganti pasangan dan gaya hidup. Penularan ini dapat
terjadi dalam 3 periode:
1. Periode kehamilan
10
b. Terinfeksi HIV selama kehamilan, membuat meningkatnya muatan
virus pada saat itu.
c. Mempunyai daya tahan tubuh yang menurun.
d. Mengalami malnutrisi selama kehamilan yang secara tidak langsung
berkontribusi untuk terjadinya penularan dari ibu ke anak.
2. Periode persalinan
Pada periode ini, resiko terjadinya penularan HIV lebih besar jika
dibandingkan periode kehamilan. Penularan terjadi melalui transfusi
fetomaternal atau kontak antara kulit atau membran mukosa bayi dengan
darah atau sekresi maternal saat melahirkan. Semakin lama proses
persalinan, maka semakin besar pula resiko penularan terjadi. Oleh karena
itu, lamanya persalinan dapat dipersingkat dengan section caesaria.
Faktor yang mempengaruhi tingginya risiko penularan dari ibu ke
anak selama proses persalinan adalah:
a. Chorioamnionitis akut (disebabkan tidak diterapinya IMS atau
infeksi lainnya).
b. Teknik invasif saat melahirkan yang meningkatkan kontak bayi
dengan darah ibu misalnya, episiotomy.
c. Anak pertama dalam kelahiran kembar.
d. Lamanya robekan membran
11
c. Lamanya pemberian ASI, makin lama makin besar kemungkinan
infeksi.
d. Status gizi ibu yang buruk
E. KOMPLIKASI
1. Oral
Lesi Karena kandidia, herpes simplek, sarcoma Kaposi, HPV oral,
gingivitis, peridonitis Human Immunodeficiency Virus (HIV), leukoplakia
oral, nutrisi, dehidrasi, penurunan berat badan, keletihan dan cacat.
Kandidiasis oral ditandai oleh bercak-bercak putih seperti krim dalam rongga
mulut. Jika tidak diobati, kandidiasis oral akan berlanjut mengeni esophagus
dan lambung. Tanda dan gejala yang menyertai mencakup keluhan menelan
yang sulit dan rasa sakit di balik sternum (nyeri retrosternal).
2. Neurologik
a. ensefalopati HIV atau disebut pula sebagai kompleks dimensia AIDS
(ADC; AIDS dementia complex).
b. Manifestasi dini mencakup gangguan daya ingat, sakit kepala,
kesulitan berkonsentrasi, konfusi progresif, perlambatan psikomotorik,
apatis dan ataksia. stadium lanjut mencakup gangguan kognitif global,
kelambatan dalam respon verbal, gangguan efektif seperti pandangan
yang kosong, hiperefleksi paraparesis spastic, psikosis, halusinasi,
tremor, inkontinensia, dan kematian.
c. Meningitis kriptokokus ditandai oleh gejala seperti demam, sakit
kepala, malaise, kaku kuduk, mual, muntah, perubahan status mental
dan kejang-kejang. diagnosis ditegakkan dengan analisis cairan
serebospinal.
3. Pernafasan
a. Pneumonia disebabkan o/ protozoa pneumocystis carini (paling sering
ditemukan pd AIDS) sangat jarang mempengaruhi org sehat. Gejala:
sesak nafas, batuk-batuk, nyeri dada, demam – tdk teratasi dapat gagal
12
nafas (hipoksemia berat, sianosis, takipnea dan perubahan status
mental).
b. TBC
4. Gastrointestinal
a. Wasting syndrome kini diikutsertakan dalam definisi kasus yang
diperbarui untuk penyakit AIDS. Kriteria diagnostiknya mencakup
penurunan BB > 10% dari BB awal, diare yang kronis selama lebih
dari 30 hari atau kelemahan yang kronis, dan demam yang kambuhan
atau menetap tanpa adanya penyakit lain yang dapat menjelaskan
gejala ini.
b. Diare karena bakteri dan virus, pertumbuhan cepat flora normal,
limpoma, dan sarcoma Kaposi. Dengan efek, penurunan berat badan,
anoreksia, demam, malabsorbsi, dan dehidrasi.
c. Hepatitis karena bakteri dan virus, limpoma,sarcoma Kaposi, obat
illegal, alkoholik. Dengan anoreksia, mual muntah, nyeri abdomen,
ikterik,demam atritis.
d. Penyakit Anorektal karena abses dan fistula, ulkus dan inflamasi
perianal yang sebagai akibat infeksi, dengan efek inflamasi sulit dan
sakit, nyeri rektal, gatal-gatal dan diare.
e. Respirasi Pneumocystic Carinii. Gejala napas yang pendek, sesak
nafas (dispnea), batuk-batuk, nyeri dada, hipoksia, keletihan dan
demam akan menyertai pelbagi infeksi oportunis, seperti yang
disebabkan oleh Mycobacterium Intracellulare (MAI),
cytomegalovirus, virus influenza, pneumococcus, dan strongyloides.
f. Dermatologik Lesi kulit stafilokokus : virus herpes simpleks dan
zoster, dermatitis karena xerosis, reaksi otot, lesi scabies/tuma, dan
dekobitus dengan efek nyeri, gatal, rasa terbakar, infeksi sekunder dan
sepsis. Infeksi oportunis seperti herpes zoster dan herpes simpleks
akan disertai dengan pembentukan vesikel yang nyeri dan merusak
integritas kulit. moluskum kontangiosum merupakan infeksi virus yang
13
ditandai oleh pembentukan plak yang disertai deformitas. dermatitis
sosoreika akan disertai ruam yang difus, bersisik dengan indurasi yang
mengenai kulit kepala serta wajah.penderita AIDS juga dapat
memperlihatkan folikulitis menyeluruh yang disertai dengan kulit yang
kering dan mengelupas atau dengan dermatitis atopik seperti ekzema
dan psoriasis.
5. Sensorik
a. Pandangan : Sarkoma Kaposi pada konjungtiva atau kelopak mata :
retinitis sitomegalovirus berefek kebutaan
b. Pendengaran : otitis eksternal akut dan otitis media, kehilangan
pendengaran dengan efek nyeri yang berhubungan dengan mielopati,
meningitis, sitomegalovirus dan reaksi-reaksi obat.
F. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes untuk diagnosa infeksi HIV :
a. ELISA (positif; hasil tes yang positif dipastikan dengan western blot)
b. Western blot (positif)
c. P24 antigen test (positif untuk protein virus yang bebas)
d. Kultur HIV(positif; kalau dua kali uji-kadar secara berturut-turut
mendeteksi enzim reverse transcriptase atau antigen p24 dengan kadar
yang meningkat).
2. Tes untuk deteksi gangguan system imun.
a. LED (normal namun perlahan-lahan akan mengalami penurunan)
b. CD4 limfosit (menurun; mengalami penurunan kemampuan untuk
bereaksi terhadap antigen)
c. Rasio CD4/CD8 limfosit (menurun)
d. Serum mikroglobulin B2 (meningkat bersamaan dengan berlanjutnya
penyakit)
e. Kadar immunoglobulin (meningkat)
14
G. PENATALAKSANAAN
1. Pengendalian Infeksi Opurtunistik Bertujuan menghilangkan,
mengendalikan, dan pemulihan infeksi opurtunistik, nasokomial, atau
sepsis. Tidakan pengendalian infeksi yang aman untuk mencegah
kontaminasi bakteri dan komplikasi penyebab sepsis harus dipertahankan
bagi pasien di lingkungan perawatan kritis.
2. Terapi AZT (Azidotimidin) Disetujui FDA (1987) untuk penggunaan obat
antiviral AZT yang efektif terhadap AIDS, obat ini menghambat replikasi
antiviral Human Immunodeficiency Virus (HIV) dengan menghambat
enzim pembalik traskriptase. Sekarang, AZT tersedia untuk pasien dengan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) positif asimptomatik dan sel T4 >
500 mm3.
3. Terapi Antiviral Baru Beberapa antiviral baru yang meningkatkan aktivitas
system imun dengan menghambat replikasi virus / memutuskan rantai
reproduksi virus pada prosesnya. Obat-obat ini adalah : a.Didanosine
b.Ribavirin c.Diedoxycytidine d.Recombinant CD 4 dapat larut.
4. Vaksin dan Rekonstruksi Virus Upaya rekonstruksi imun dan vaksin
dengan agen tersebut seperti interferon, maka perawat unit khusus
perawatan kritis dapat menggunakan keahlian dibidang proses
keperawatan dan penelitian untuk menunjang pemahaman dan
keberhasilan terapi AIDS.
5. Pendidikan untuk menghindari alcohol dan obat terlarang, makan-
makanan sehat,hindari stress,gizi yang kurang,alcohol dan obat-obatan
yang mengganggu fungsi imun.
6. Pencegahan
a. A (Abstinent): Puasa, jangan melakukan hubungan seksual yang tidak
sah
b. B (Be Faithful) Setialah pada pasangan, melakukan hubungan seksual
hanya dengan pasangan yang sah
c. C (use Condom) Pergunakan kondom saat melakukan hubungan
seksual bila berisiko menularkan/tertular penyakit
d. D (Don’t use Drugs) Hindari penyalahgunaan narkoba
15
e. E (Education) Edukasi, sebarkan informasi yang benar tentang
HIV/AIDS dalam setiap kesempatan
H. PENCEGAHAN
16
terapi antiretroviral, maka resiko dapat diturunkan sampai 87%. Walaupun
demikian, pembedahan ini juga mempunyai resiko karena kondisi imunitas ibu
yang rendah yang bisa memperlambat penyembuhan luka. Oleh karena itu,
persalinan per vagina atau sectio caesaria harus dipertimbangkan sesuai
kondisi gizi, keuangan, dan faktor lain.
17
BAB II
A. Pengkajian
1. Aktifitas /istirahat :
18
5. Makanan/cairan
Tidak ada nafsu makan, mual, muntah
Penurunan BB yang cepat
Bising usus yang hiperaktif
Turgor kulit jelek, lesi pada rongga mulut, adanya selaput
putih/perubahan warna mucosa mulut
Adanya gigi yang tanggal. Edema
6. Hygiene
Tidak dapat menyelesaikan ADL, memepeliahtkan penampilan
yang tdk rapi.
7. Neurosensorik
Pusing,sakit kepala.
Perubahan status mental, kerusakan mental, kerusakan sensasi
Kelemahan otot, tremor, penurunan visus.
Bebal,kesemutan pada ekstrimitas.
Gayaberjalan ataksia.
8. Nyeri/kenyamanan
Nyeri umum/local, sakit, rasaterbakar pada kaki.
Sakit kepala, nyeri dada pleuritis.
Pembengkakan pada sendi, nyeri kelenjar, nyeri tekan, penurunan
ROM, pincang.
9. Pernapasan
Terjadi ISPA, napas pendek yang progresif, batuk produktif/non,
sesak pada dada, takipneu, bunyi napas tambahan, sputum kuning.
10. Keamanan
Riwayat jatuh, terbakar, pingsan, lauka lambat proses
penyembuhan
Demam berulang
11. Seksualitas
Riwayat perilaku seksual resiko tinggi, penurunan libido,
penggunaan kondom yang tdk konsisten, lesi pd genitalia,
keputihan.
19
12. Interaksi social
Isolasi, kesepian,, perubahan interaksi keluarga, aktifitas yang tdk
terorganisir
B. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan depresi system imun,
aktifitas yang tidak terorganisir
C. Intervensi Keperawatan
1. Diagnosa 1: Resiko terjadinya infeksi b/d depresi system imun,
aktifitas yang tdk terorganisir
Tujuan : Klien akan menunjukkan tanpa adanya tanda-tanda infeksi
(tdk ada demam, sekresi tdk purulent)
Intervensi:
1) Cuci tangan sebelum dan sesudah kontak dgn pasin
R/. Resiko cros infeksi dpt melalui prosedur yang dilakukan
2) Ciptakan lingkungan yang bersih dan ventilasi yang cukup
R/. Lingkungan yang kotor akan mneingkatkan pertumbuhan
kuman pathogen
20
3) Informasikan perlunya tindakan isolasi
R/. Penurunan daya tahan tubuh memudahkan berkembangbiaknya
kuman pathogen. Tindakan isolasi sebagai upaya menjauhkan dari
kontak langsung dgn kuman pathogen
4) Kaji tanda-tanda vital termasuk suhu badan.
R/. Peningkatan suhu badan menunjukkan adanya infeksi sekunder.
5) Kaji frekwensi nafas, bunyi nafas, batuk dan karakterostik sputum.
Observasi kulit/membrane mucosa kemungkinan adanya
lesi/perubahan warna, bersihkan kuku setiap hari
R/ Luka akibat garukan memudahkan timbul infeksi luka
6) Perhatikan adanya tanda-tanda adanya inflamasi
R/ Panas kemerahan pembengkakan merupakan tanda adanya infeksi
7) Awasi penggunaan jarum suntik dan mata pisau secara ketat dengan
menggunakan wadah tersendiri.
R/ Tindakan prosuder dapat menyebabkan perlukaan pada permukaan
kulit.
2. Diagnosa 2 : Defisit volume cairan tubuh b/d diare berat, status
hipermetabolik.
Tujuan : Klien akan mempertahankan tingkat hidrasi yang adekuat
Intervensi:
1) Pantau tanda-tanda vital termasuk CVP bila terpasang.
R/ denyut nadi/HR meningkat, suhu tubuh menurun, TD menurun
menunjukkan adanya dehidrasi.
2) Catat peningkatan suhu dan lamanya, berikan kmpres hangat,
pertahankan pakaian tetap kering, kenyamanan suhu lingkungan.
R/ Suhu badan meningkat menunjukkan adanya hipermetabolisme.
3) Kaji turgor kulit, membrane mukosa dan rasa haus.
4) Timbang BB setiap hari
R/. penurunan BB menunjukkan pengurangan volume cairan
tubuh.
5) Catat pemasukan cairan mll oral sedikitnya 2500 ml/hr.
21
R/ Mempertahankan keseimbangan, mengurangi rasa haus dan
melembabkan membrane mucosa.
6) Berikan maknan yang mudah dicerna dan tdk merangsang
R/ Peningkatan peristaltic menyebabkan penyerapan cairan pada
dinding usus akan kurang.
3. Diagnosa 3: Nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan hambatan
asupan makanan (muntah/mual), gangguan intestinal, hipermetabolik.
Tujuan: klien akan menunjukkan peningkatan BB ideal.
Intervensi:
1) Kaji kemampuan mengunyah, merasakan dan menelan.
R/ Lesi pada mulut, esophagus dpt menyebabkan disfagia
2) auskultasi bising usus
R/ Hipermetabolisme saluran gastrointestinal akan menurunkan tingkat
penyerapan usus.
3) Timbang BB setiap hari
R/ BB sebagai indicator kebutuhan nutrisi yang adekuat
4) hindari adanya stimulus leingkungan yang berlebihan.
5) berikan perawatan mulut, awasi tindakan pencegahan sekresi. Hindari
obat kumur yang mengandung alcohol.
R/ Pengeringan mucosa, lesi pd mulut dan bau mulut akan
menurunkan nafsu makan.
6) Rencanakan makan bersama keluarga/orang terdekat. Berikan makan
sesuai keinginannya (bila tdk ada kontraindidkasi)
7) sajikan makanan yang hangat dan berikan dalam volume sedikit
8) dorong klien untuk duduk saat makan.
4. Diagnosa 4: Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan
ekspansi paru, melemahnya otot pernafasan.
Tujuan: klien akan mmempertahankan pola nafas yang efektif
Intervensi:
1) Auskultasi bunyi nafas tambahan
R/ bunyi nafas tambahan menunjukkan adanya infeksi jalan
nafas/peningkatan sekresi.
22
2) Catat kemungkinan adanya sianosis, perubahan frekwensi nafas dan
penggunaan otot asesoris.
3) Berikan posisi semi fowler
4) Lakukan suction bila terjadi retensi sekresi jalan nafas
5. Diagnosa 5: Intolerans aktivitas berhubungan dengan kelemahan,
pertukaran oksigen, malnutrisi, kelelahan
Tujuan: Pasien berpartisipasi dalam kegiatan, dengan kriteria bebas
dyspnea dan takikardi selama aktivitas
Intervensi:
1) Monitor respon fisiologis terhadap aktivitas
R/ Respon bervariasi dari hari ke hari
2) Berikan bantuan perawatan yang pasien sendiri tidak mampu
R/ Mengurangi kebutuhan energi
3) Jadwalkan perawatan pasien sehingga tidak mengganggu isitirahat.
R/ Ekstra istirahat perlu jika karena meningkatkan kebutuhan
metabolik
6. Diagnosa 6: Tidak efektif koping keluarga berhubungan dengan cemas
tentang keadaan yang orang dicintai
Tujuan: Keluarga atau orang penting lain mempertahankan suport
sistem dan adaptasi terhadap perubahan akan kebutuhannya dengan
kriteria pasien dan keluarga berinteraksi dengan cara yang
konstruktif
Intervensi:
1. Kaji koping keluarga terhadap sakit pasein dan perawatannya
R/ Memulai suatu hubungan dalam bekerja secara konstruktif dengan
keluarga
2. Biarkan keluarga mengungkapkana perasaan secara verbal
R/ Mereka tak menyadari bahwa mereka berbicara secara bebas
3. Ajarkan kepada keluaraga tentang penyakit dan transmisinya.
R/ Menghilangkan kecemasan tentang transmisi melalui kontak
sederhana
23
D. Implementasi
Didasarkan pada diagnosa yang muncul baik secara aktual, resiko, atau
potensial. Kemudian dilakukan tindakan keperawatan yang sesuai berdasarkan
NCP.
E. Evaluasi
24
BAB III
A. KESIMPULAN
B. SARAN
Dengan dibuatnya makalah HIV pada ibu hamil ini, diharapkan nantinya
akan memberikan manfaat bagi para pembaca terutama pemahaman yang
berhubungan dengan bagaimana melakukan sebuah proses asuhan keperawatan
maternitas terutama pada ibu hamil yang juga menderita HIV.
25
DAFTAR PUSTAKA
Phipps, Wilma. et al, 1991, Medical Surgical Nursing : Concepts and Clinical
Practice, 4th edition, Mosby Year Book, Toronto
Administrator. 2010. Pencegahan dan Penatalaksanaan Infeksi HIV (AIDS) pada
kehamilan. http://www.mkb-online.org/. 18-12-2012
Akhmad Khahfi. 2011. ASUHAN KEPERAWATAN AIDS.
http://elnersing.blogspot.com/2011/07/asuhan-keperawatan-aids.html.
17-12-2012
Kuswayan. 2009. Apa itu HIV/AIDS?.
http://www.kswann.com/WhatisHIVAIDS.pdf. Lamongan, 18-12-2012
Perawat2008a.2011. HIV pada Ibu Hamil
http://perawat2008a.wordpress.com/2011/10/04/hiv-pada-ibu-hamil/.16-
12-2012
26