Anda di halaman 1dari 14

ANALISIS STRUKTURALISME TOKOH UTAMA NOVEL LAILA

MAJNUN KARYA NIZAMI GANJAVI


Moch. Syahur, Christanto Syam, Syambasril
PBS FKIP, UNTAN Pontianak
Email:m.syahur@yahoo.com

Abstrak:Penelitian ini dilatarbelakangi oleh peneliti untuk


menemukan pemikiran, perasaan, dan kondisi kejiwaan tokoh
utama Laila, dalam novel Laila Majnun karya Nizami Ganjavi
yang selama iniperempuan seringkali dianggap sebagai orang
yang paling berperan dalam pendidikan dan penerus nilai-nilai
budaya bagi anak-anaknya. Sebagai orang yang harus meneruskan
nilai-nilai bagi generasi muda, maka perempuan diharapkan
menjadi seorang ibu, istri yang baik dalam lingkungan. Hal
tersebut merupakan kewajiban yang harus dipikul seorang
perempuan, maka sejak dini seorang perempuan dipersiapkan
untuk bisa menjalankan tugas tersebut. Cara yang ditempuh untuk
mewujudkannnya adalah dengan memberikan pengajaran tentang
nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat.Penelitian
ini bertujuan untuk mendeskripsikan secara objektif tokoh
perempuan yang bernama Laila terdapat dalam novel Laila
Majnunkarya Nizami Ganjavi.Sedangkan tujuan khusus dalam
penelitian ini adalah Pikiran, perasaan, dan kondisi kejiwaan
tokoh Laila dalam novel Laila Majnun karya Nizami Ganjavi.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Dalam penelitian yang bersifat kualitatif, data yang
dianalisis berbentuk kualitatif fenomena yang berwujud bagian-
bagian cerita yang sesuai dengan fokus penelitian.

Kata Kunci : analisis, pikiran, perasaan, kondisi kejiwaan.

Abstract: This research applied by the researcher was to find the


Thinking, feeling and soul of conditionof Laila as the first actor,
in this novel Laila Majnun created by Nizami Ganjavi is a girl
that has important role in education and going to be culture value
for her children. Because a girl is going to be moral value for
young generation. So, a girl must be a good mother and good wife
in her environment or her family. In that case, a girl has
obligation to carry her life, therefore, a girl prepared for the duty
of future life. The way to get it is by giving education about moral
value used by society. The purpose of this research is to describe
the objective of Laila as the first actor in the novel Laila Majnun
created by Nizami Ganjavi. The focused of this research are the
character, the feeling and the Laila’s soul condition in Novel
Laila Majnun created by Nizami Ganjavi. The use of method in
this research is Qualitative Descriptive. Qualitative descriptive
here is focused on the part of story phenomenon.

Key word: Analyzing, Thinking, feeling and soul of condition.


S astra adalah institusi sosial yang memakai medium bahasa. Sastra
“menyajikan kehidupan”, dan “kehidupan” sebagian besar terdiri dari
kenyataan sosial, walaupun karya sastra juga “meniru” alam dan dunia subjektif
manusia. Sastra sering memiliki kaitan dengan institusi sosial tertentu. Sastra
mempunyai fungsi sosial atau manfaat yang tidak sepenuhnya bersifat pribadi.
Jadi permasalahan studi sastra menyiratkan atau merupakan masalah sosial.
Masalah-masalah sosial tersebut tergambar dalam karya sastra (Wellek dan
Warren, 1989:109).
Karya sastra merupakan khasanah intelektual yang dengan caranya sendiri
merekam dan menyuarakan nilai-nilai yang hidup dalam masyarakat. Selain itu,
karya sastra berbeda dengan teori-teori, tidak hanya berbicara kepada intelek
pembacanya, melainkan kepada seluruh kepribadiannya (termasuk
keinginannya, emosi dan khayalan-khayalannya). Pendeknya, kesusasteraan
merupakan bagian integral yang penting dari proses sosial dan
kebudayaan.(Sugiarti, 2001:2)
Sastra merupakan salah satu bentuk komunikasi yang disampaikan melalui
bahasa, selain menyajikan nilai-nilai keindahan serta paparan peristiwa, juga
mampu mengajak pembaca untuk berkontemplasi menemukan nilai-nilai dan
menghayati kompleksitasan kehidupan secara mendalam. Karena
kekompleksitasan itulah, maka pembaca harus mampu memahami secara
sempurna, memiliki bekal pengetahuan dan pengalaman yang cukup dan terus-
menerus menggauli karya sastra, terutama yang berbentuk prosa. Aminuddin
(dalam Sugiarti, 2001:2) mengemukakan bahwa pemilikan bekal pengetahuan
dan pengalaman dapat diibaratkan sebagai pemilikan pisau bedah, sedangkan
kegiatan menggauli karya sastra itu sebagai kegiatan pengasahan. Mengapa
demikian karena dalam karya sastra lebih mengutamakan perasaan-perasaan dan
renungan-renungan batin, mengajak manusia agar lebih peka terhadap hal-hal
yang bersifat estetik dan rohaniah yang menghasilkan laku rasa, laku pikir, dan
amalan-amalan yang sangat berguna untuk berlingkungan.
Perempuan seringkali dianggap sebagai orang yang paling berperan dalam
pendidikan dan penerus nilai-nilai budaya bagi anak-anaknya. Sebagai orang
yang harus meneruskan nilai-nilai bagi generasi muda, maka perempuan
diharapkan menjadi seorang ibu, istri yang baik dalam lingkungan. Hal tersebut
merupakan kewajiban yang harus dipikul seorang perempuan, maka sejak dini
seorang perempuan dipersiapkan untuk bisa menjalankan tugas tersebut. Cara
yang ditempuh untuk mewujudkannnya adalah dengan memberikan pengajaran
tentang nilai-nilai dan norma yang berlaku dalam masyarakat, teristimewa lagi
kepada anak perempuan.
Dapat terlihat bahwa dari tahun ke tahun keberadaan perempuan dalam
novel mengalami perubahan. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengarang sebagai
pencipta karya sastra yang dipengaruhi oleh kondisi-kondisi sosial budaya yang
berkembang ketika sastra itu diciptakan.
Salah satu novel yang memanfaatkan realitas kehidupan seorang
perempuan yang sangat tertekan hati dan jiwanya adalah novel Laila Majnun
karya Nizami. Dalam novel Laila Majnun karya Nizami menceritakan tentang
kisah sepasang kekasih yang saling mencintai di negeri Arab yang terdapat
banyak padang pasir yang berbeda kabilah, dimana cinta kedua insan manusia
itu tidak pernah abadi sehingga dibawa mati. Pada awalnya sepasang kekasih
yang dibutakan oleh kemilauan cinta mereka seperti halnya mereguk anggur
yang memabukkan, dan menikmati surga yang melenakan sampai akhirnya
mereka tahu kalau cinta mereka sudah diketahui semua orang meskipun di
simpan rapat-rapat pasti ketahuan.
Sastra adalah penelitian yang terfokus pada masalah manusia karena
sastra sering mengungkapkan perjuangan umat manusia dalam menentukan
masa depannya. Berdasarkan imajinasi, perasaan dan intuisi. Dari pendapat ini,
tampak bahwa perjuangan panjang hidup manusia akan selalu mewarnai teks
sastra. Dalam perjuangan tersebut, menurut Goldman memiliki tiga ciri dasar,
yaitu: (1) kecenderungan manusia untuk mengadaptasikan dirinya terhadap
lingkungan, dengan demikian ia dapat berwatak rasional dan signifikan di dalam
korelasinya dengan lingkungan, (2) kecenderungan pada koherensi dalam proses
perstrukturan yang global, (3) dan dengan sendirinya ia menpunyai sifat dinamik
serta kecenderungan untuk merubah struktur walaupun manusia menjadi bagian
struktur tersebut. (Goldman dalam Endraswara, Suardi. 2004:79)
Nampaknya istilah ”sastra” paling tepat diterapkan pada seni sastra,
yaitu sastra sebagai karya imajinatif. Memang ada sedikit kesulitan dalam
menggunakan istilah ini. Tapi istilah lain, yaitu ”fiksi” (fiction) dan puisi
”puisi” (poetry), terlalu sempit pengertiannya. Sedangkan istilah ”sastra
imajinatif” (amjinative literature) dan belles letters (”tulisan yang indah dan
sopan”, berasal dari bahasa perancis, kurang lebih menyerupai pengertian
etimologis kata susastra). (Wellek dan Warren, 1993:14).
Luxemburg dkk. (dalam Prastiyoningtias, 2007:10) mengemukakan
beberapa ciri sastra, yaitu: (1) sastra adalah sebuah ciptaan, sebuah kreasi,
bukan pertama-tama sebuah imitasi. (2) sastra merupakan luapan emosi yang
spontan. (3) satra bersifat otonom, tidak mengacu pada sesuatu yang lain, sastra
tidak bersifat komunikatif. (4) otonom sastra berbicarakan koherensi. (5) sastra
menghidangkan sebuah sintesa antara hal-hal yang saling bertentangan,
pertentangan antara pria dan wanita, antara roh dan benda, dan seterusnya. (6)
sastra mengungkap yang terungkapkan. Sastra mampu menghadirkan aneka
macam asosiasi dan konotasi yang dalam bahasa sehari-hari jarang kita
temukan.
Berdasarkan pandangan itu Luxemburg dkk (1986:11) Mendefinisikan
sastra sebagai berikut: sastra adalah semua nama yang dengan alasan tertentu
diberikan pada sejumlah hasil tertentu dalam suatu lingkungan kebudayaan
(dalam Prastiyoningtias, 2007:11 ). Sesuai kerangka teori yang mendasarinya,
kalangan akademik mendefinisikan sastra sebagai berikut: (1) berdasarkan teori
objektif, sastra didefinisikan sebagai karya seni yang otonom. Berdiri sendiri,
bebas dari pengarang, realitas maupun pembaca. (2) berdasarkan teori mimetik
karya sastra dianggap sebagai tiruan alam atau kehidupan. (3) berdasarkan teori
ekspresif karya sastra dipandang sebagai ekspresi sastrawan, atau sebagai
produk imajinasi sastrawan yang bekerja sebagai persepsi-persepsi, pikiran-
pikiran atau perasaan-perasaannya. (4) berdasarkan teori pragmatik, karya
sastra dipandang sebagai sarana untuk menyampaikan tujuan terentu, misalnya
nilai-nilai atau ajaran kepada pembaca. (Abram dalam Prastiyoningtias,
2007:12).
Kata ”novel” berasal dari kata ”novellus” yang diturunkan dari kata ”novies”
yang berarti ”baru”. Dikatakan baru kalau dibandingkan dengan jenis-jenis
sastra lainnya seperti puisi, drama dan lain-lain. Novel adalah suatu cerita
prosa fiktif dengan panjang tertentu, yang melukiskan para tokoh, gerak serta
adegan kehidupan nyata yang representatif dalam suatu alur atau suatu keadaan
yang agak kacau atau kusut. Dari jumlah kata, maka biasanya suatu novel
mengandung kata-kata yang berkisar antara 35.000 kata sampai tak terbatas
jumlahnya (Sugiarti, 2007:114-115)
Unsur intrinsik karya sastra ialah mengenai karya sastra itu sendiri, tanpa
melihat kaitannya dengan data di luar cipta sastra tersebut. Jika lebih ditelaah
lebih dalam unsur intrinsik karya sastra adalah aspek yang berkenaan dengan
eksistensi sastra sebagai struktur verbal yang otonom. Atau dapat dikatakan
aspek yang berkenaan dengan sastra sebagai objek yang mandiri, yang
memiliki dunianya sendiri (Sugiarti, 2001: 25-26)
Adapun aspek intrinsik antara dalam karya sastra yaitu: (a) tokoh dan
penokohan, (b) latar atau setting, (c) alur, (d) sudut pandang, (e) tema.
Dalam ilmu sastra pengertian ”strukturalisme” sudah dipergunakan dengan
berbagai cara. Yang dimaksudkan dengan istilah ”struktur” ialah kaitan-kaitan
tetap antara kelompok-kelompok gejala. Kaitan-kaitan tersebut diadakan oleh
seorang peneliti berdasarkan observasinya, misalnya: pelaku-pelaku dalam
sebuah novel dapat dibagikan menurut kelompok-kelompok sebagai berikut:
tokoh utama mereka yang melawannya, mereka yang membantunya, dan
seterusnya. Pembagian menurut-kelompok-kelompok didasarkan atas kaitan atau
hubungan. Antara pelaku utama dan para pelaku pendukung terdapat hubungan
asosiasi (bantuan, dukungan, kepentingan bersama), antara pelaku utama dan
para lawan hubungan oposisi. Hubungan-hubungan tersebut bersifat tetap,
artinya tidak tergantung pada sebuah novel tertentu (Luxemburg dkk, 1986:36)
Pengertian struktur pada pokoknya berarti, bahwa sebuah karya atau
peristiwa di dalam masyarakat menjadi suatu keseluruhan karena ada relasi
timbal balik antara bagian-bagiannya dan antara bagian dan keseluruhan.
Hubungan ini tidak hanya bersifat positif, seperti kemiripan dan keselarasan,
melainkan juga negatif, seperti misalnya pertentangan dan konflik. Selain itu
ditandaskan, bahwa suatu kesatuan struktural mencakup setiap bagian dan
sebaliknya bahwa setiap bagian menunjukkan kepada keseluruhan ini dan bukan
yang lain”. Pengertian tentang struktur ini menyebabkan kaum strukturalis
mementingkan relasi-relasi yang terdapat antara berbagai lapisan yang kita
dapati dalam sebuah karya sastra (Luxemburg dkk, 1986:38).
Teori yang digunakan dalam penelitian strukturalisme genetik khususnya
unsur intrinsik yang berkaitan dengan keterkaitan tokoh dan penokohan dalam
mengarahkan tema cerita.
Strukturalisme genetik (genetic structuralism) adalah cabang penelitian
sastra secara struktural yang tak murni. Ini merupakan bentuk penggabungan
antara struktural dengan metode penelitian sebelumnya. Konvergensi penelitian
struktural dengan penelitian yang memperhatikan aspek-aspek eksternal karya
sastra, dimungkinkan lebih demokrat. Paling tidak, kelengkapan makna teks
sastra akan semakin utuh.
Semula, peletak dasar strukturalisme genetik adalah Taine. Pandangannya
lalu dikembangkan melalui studi sastra secara sosiologis. Karya sastra tidak
sekadar fakta imajinatif dan pribadi, melainkan dapat merupakan cerminan atau
rekaman budaya, suatu perwujudan pikiran tertentu pada saat karya dilahirkan.
Dari pandangan ini, tampaknya Goldman adalah satu-satunya tokoh yang ikut
mengembangkan strukturalisme genetik. Dalam pandangannya dia, fakta
kemanusiaan merupakan struktur yang bermakna. Semua aktivitas manusia
merupakan respon dari subyek kolektif atau individu dalam situasi tertentu yang
merupakan kreasi untuk memodifikasi situasi yang ada agar cocok dengan
aspirasinya. Dalam hal ini manusia memiliki kecenderungan untuk berperilaku
alami karena harus menyesuailan dengan alam semesta dan lingkungannya
(Endraswara, 2008:55)
Penelitian strukturalisme genetik semula dikembangkan di Perancis atas
jasa Lucien Goldmann. Dalam beberapa analisis novel, Goldmann (dalam
Endraswara, 2008:56) selalu menekankan latar belakang sejarah. Karya sastra,
di samping memiliki unsur otonom juga tidak bisa lepas dari unsur ekstrinsik.
Teks sastra sekaligus mempresentasikan kenyataan sejarah yang
mengkondisikan munculnya karya sastra. Studi strukturalisme genetik memiliki
dua kerangka besar. Pertama, hubungan antar makna suatu unsur dengan unsur
lainnya dalam satu karya sastra sama, dan kedua hubungan tersebut membentuk
suatu jaring yang saling mengikat. Karena itu, seorang pengarang tidak mungkin
mempunyai pandangan sendiri. Pada dasarnya, pengarang akan menyarankan
suatu pandangan dunia suatu kolektif yang diungkapkan secara imajinatif.
Strukturalisme genetik, memandang karya sastra dari dua sudut yaitu
intrinsik dan ekstrinsik. Studi diawali kajian unsur intrinsik (kesatuan dan
koherensinya) sebagai data dasarnya. Selanjutnya, penelitian akan
menghubungkan berbagai unsur dengan realitas masyarakatnya. Karya
dipandang sebagai sebuah refleksi zaman, yang dapat mengungkapkan aspek
sosial, budaya, politik, ekonomi, dan sebagainya. Peristiwa-peristiwa penting
dari zamannya akan dihubungkan langsung dengan unsur-unsur intrinsik karya
sastra.
Hipotesis Goldmann yang mendasari penemuan worl view adalah tiga hal
yang masih perlu direnungkan bagi peneliti strukturalisme genetik, yakni:
1) semua perilaku manusia mengarah pada hubungan rasionalitas, maksudnya
selalu berupa respon terhadap lingkungannya;
2) kelompok sosial mempunyai tendensi untuk menciptakan pola tertentu
yang berbeda dari pola yang sudah ada;
3) perilaku manusia adalah usaha yang dilakukan secara tetap menuju
transendens, yaitu aktivitas, transformasi, dan kualitas kegiatan dari semua
aksi sosial dan sejarah.
Dari pandangan demikian, berarti strukturalisme genetik merupakan
embrio penelitian sastra dari aspek sosial yang kelak disebut sosiologi sastra.
Hanya saja, strukturalisme genetik tetap mengedepankan aspek struktur. Baik
struktur dalam maupun struktur luar, tetap dianggap penting bagi pemahaman
karya sastra. Jadi sekurang-kurangnya penelitian strukturalisme genetik meliputi
tiga hal, yaitu: (1) aspek intrinsik teks sastra, (2) latar belakang pencipta, dan (3)
latar belakang sosial budaya serta sejarah masyarakatnya. Jadi, strukturalisme
genetik juga mengedepankan aspek kesejarahan lainnya karya sastra.
Subyek penelitian berupa karya besar, menurut Goldmann .(dalam
Endraswara, 2008:60) dimaksudkan untuk menjembatani fakta estetik. Fakta
estetik dibaginya menjadi dua tataran hubungan yang meliputi: (a) hubungan
antara pandangan dunia sebagai suatu realitas yang dialami dan alam ciptaaan
pengarang, (b) hubungan alam ciptaan dengan alat sastra tertentu seperti diksi,
sintaksis, plot, gaya bahasa yang merupakan hubungan struktur cerita
dipergunakan pengarang dalam ciptaannya. Namun, syarat subjek penelitian
adalah karya besar, karena harus memenuhi konsep unity (kesatuan) dan
complexity (keragaman), sebenarnya dapat diabaikan. Karena istilah sastra besar
sebenarnya sangat relatif. Sastra besar hanya mampu menjadi ”besar” ketika
telah diteliti banyak ahli. Itulah sebabnya, untuk sementara sastra besar bisa
dimodifikasi ke arah karya sastra yang berbobot saja. Karya sastra berbobot
lebih netral dan tidak mengesampingkan karya-karya sastra hiburan.
Abdul Rahman Shaleh- Muhbib Abdul Wahab, (2004: 246-247,), pikiran
merupakan gambaran mental seseorang yang memegang peranan penting bagi
pikirannya. Para ilmuwan, pengarang, dan penyair. Orang sering menganggap
pikiran mereka sebagai satu percakapan batin yang datang tiba-tiba dan tata
bahasanya. Berarti dari itu manusia dapat menunjukkan berbicara dengan dirinya
sendiri ketika dia berpikir.
Para ahli psikolog (dalam Abdul Rahman Shaleh- Muhbib Abdul Wahab,
2004: 244-245), menyebutkan lima tahapan berpikir, yaitu: (1)orientasi,
(2)Prevarasi, (2)Inkubasi, (3)Iluminasi, (4)Verufikasi.
Buddhisme dalam Ivan Tani Putera, (2005: 93-94), Pikiran atau kesadaran
meliputi dua aspek yang terdiri dari pemantuan dan pengendalian. Pemantuan diri
sendiri dan lingkungan luar, berari membawa proses persepsi, memori serta
kegiatan berpikir ke dalam kesadaran. Para ahli mengatakan bahwa tidak semua
tindakan kita dibimbing oleh keputusan sadar, melainkan juga pikiran bawah
sadar.
Wundt (dalam shaleh, 2008:155) membatasi perasaan kedalam tiga bagian,
yaitu: 1) Perasaan tidak hanya dapat dialami oleh individu sebagai perasaan
senan g atau tidak senang yang meliputi: (a) Perasaan takut; (b) Kuatir; (c)
Cemburu; (d) gembira; (e) Marah; (f) Sedih (g) Kecewa.
Buddhisme dalam Ivan Tani Putera, (2005:259-260) menyebutkan ada
empat kemuliaan yang tak terbatas tentang kejiwaan terdiri yaitu; cinta kasih,
belas kasih, keimbangan batin, dan ikut bersuka cita.

METODE
Metode penelitian adalah strategi utama yang digunakan peneliti dalam
mengumpulkan data yang diperlukan untuk menjawab persoalan yang dihadapi
peneliti dalam mencapai keberhasilan tujuan yang telah dirumuskan (Furchan,
1982:50). Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah deskriptif
kualitatif. Dalam penelitian yang bersifat kualitatif, data yang dianalisis
berbentuk deskripsi fenomena yang berwujud bagian-bagian cerita yang sesuai
dengan fokus penelitian, sehingga data yang terkumpul berupa kutipan cerita
yang terdapat pada tokoh perempun dalam novel Laila Majnun karya Nizami.

HASIL DATA
Analisis data dalam penelitian ini akan menganalisis pikiran, perasaan, dan
kejiwaan tokoh perempuan Laila dalam novel Laila Majnun karya Syaikh
Nizami Ganjavi

Pikiran Tokoh Laila Dalam Novel Laila Majnun


Pikiran adalah fungsi intelektual, mencari saling hubungan antar ide untuk
memehami alam dunia dan memecahkan masalah. Dalam novel laila Majnun
akan membahas tentang pikiran tokoh perempuan, di mana tokoh perempuan
itu adalah Laila. Digambarkan sebagai perempuan cantik, baik dan juga
perempuan yang banyak dipuja oleh kaum laki-laki di negerinya. Laila ini
sangat mencintai kekasihnya dan memikirkan keadaan kekasihnya yang sakit
akan cinta terhadapnya.

Pikiran Cemas
...Dalam diri Laila, nyalanya tersembunyi dan tidak mengeluarkan asap.
Ketika seseorang sedang terbaring sekarat, seorang dokter akan menaruh
cermin di dekat mulutnya untuk melihat apakah dia masih bernafas atau
tidak. Laila pun memiliki cermin, namun, baginya, cermin itu adalah
jiwanya sendiri, yang terus-menerus ia tanyai tentang kekasihnya
Majnun... (NL/PI/65)
Pikiran Laila yang menunjukkan makna cemas bisa terlihat pada kalimat ”
Laila pun memiliki cermin, namun, baginya, cermin itu adalah jiwanya
sendiri” Pikiran Laila cemas sampai jiwanya tidak berdaya masalah yang
dihadapi memang berat seakan-akan dia tidak memikirkan orang-orang yang
ada disekitarnya yang sayang terhadapnya. Dia hanya memikirkan kekasihnya
seorang memang sulit untuk melupakan seseorang yang sangat dicintai.
...Duhai cintaku! Betapa aku menginginkan kita dapat bersama, namun
apalah daya kita. Takdir telah menyuratkan bahwa kita harus terpisah,
maka kita akan tetap terpisah selamanya. Apakah aku harus disalahkan
atas hal yang diperbuat oleh takdir? Hatiku menangis setiap kali
memikirkannya... (NL/PI/187)
Pikiran Laila yang menunjukkan makna cemas bisa terlihat pada kalimat ”
Betapa aku menginginkan kita dapat bersama, namun apalah daya kita”
Pikiran Laila sangat mencintai Majnun maka dari itu dia cemas karena tidak
bisa bersama-sama kekasihnya lagi. Di mana pikiran itu membuat Laila seperti
orang yang pasrah karena dia sudah menyerahkan kepada takdir tentang
kehidupannya kalau Majnun ditakdirkan untuk dirinya mungkin dia akan
menjadi orang yang paling bahagia.

Pikiran tentang Harapan


...Meski Laila, dalam diamnya, menderita, ia tetap menunggu
mendengarkan dengan seksama desiran angin: berharap sang angin
membawa sebuah pesan dari kekasihnya... (NL/PI/120)
Pikiran Laila yang menunjukkan makna harapan bisa terlihat pada kalimat
” ia tetap menunggu mendengarkan dengan seksama desiran angin, berharap
sang angin membawa sebuah pesan dari kekasihnya’ Laila selalu
mengharapkan orang yang dia cintai yaitu Majnun kekasih hatinya tidak ada
satupun orang yang ada dipikirannya kecuali Majnun seorang mungkin suatu
saat ada pesan dari kekasihnya.

Pikiran Tentang Orang Lain


...Laila selalu mendengarkan bisikan angin, berharap sang angin membawa
kabar dari kekasihnya itu. Ia selalu memandangi cahaya matahari yang
menari, kalau-kalau sebuah bintik yang telah menyinari majnun akan
datang kepadanya, membawa wangi tubuh kekasihnya itu. Kadang-
kadang Laila menyingkap tirai tendanya dan memandangi langit malam.
Lalu jiwanya akan keluar sebentar dari tubuhnya hingga ia tidak sadarkan
diri. Hari-harinya hanya diisi dengan memikirkan Majnun, ia hidup
dalam harapan menerima pesan dari kekasihnya itu. ”Suatu hari nanti,”
ia berkata pada dirinya... (NL/PI/119)
Pikiran Laila yang menunjukkan memikrkan orang lain terdapat pada
kalimat ” Ia hidup dalam harapan menerima pesan dari kekasihnya itu.
”Suatu hari nanti,” Majnun sangat berarti bagi Laila sehingga yang ada
dipikiran laila hanya Majnun seorang mungkin cinta telah membuat Laila
melupakan segalanya, tetapi kehidupan yang lain masih menunggunya dan
Laila berhak bahagia dengan orang-orang yang masih mencintainya. Ayahnya
sangat sayang dan memginginkan yang terbaik buat Laila, memang benar ayah
Laila tidak menyetujui hubungannya dengan majnun tetapi ayahnya memiliki
alasan tertentu
...Maka karena aku tidak memiliki kekuasaan untuk mengakhiri
penderitaanku, aku tidak memiliki pilihan selain menyerah. Aku tidak
diperkenankan untuk bersama Majnun, namun aku harus tahu apa yang
saat ini dilakukannya, aku sangat mendambakan kabar tentangnya...
(NL/PI/180)
Pikiran Laila yang masih memikirkan orang lain terdapat pada kalimat ”
Namun aku harus tahu apa yang saat ini dilakukannya, aku sangat
mendambakan kabar tentangnya” Laila tidak bisa berbuat apa-apa bahkan dia
tidak berdaya, salah satu pilihan adalah menyerah kepada nasib yang akan
membawanya karena dia tidak diberi kesempatan untuk bersama Majnun.
Tetapi Laila harus tahu tentang keadaan kekasihnya dan di benaknya hanya ada
nama Majnun sebegitu besar cinta Laila terhadap Majnun
...Bagaimana dia menjalani hari-harinya dan ia dimana ia membaringkan
kepalanya di malam hari. Apa saja yang ia kerjakan ketika mengarungi
padang pasir, dan siapa yang menemaninya, itu pun jika memang ada yang
menemaninya. Apa saja yang dia katakan dan apa yang dia pikirkan. Jika
kau tahu sesuatu tentang dia, hai orang asing, ceritakan padaku
sekarang!... (NL/PI/180)
Pikiran Laila yang menunjukkan pikiran oranglain terdapat pada kalimat”
Jika kau tahu sesuatu tentang dia, hai orang asing, ceritakan padaku
sekarang!”. Laila masih memikirkan majnun bagaimana kekasihnya itu
menjalani hari-harinya, Laila bertanya kepada seseorang yang dianggap tahu
tentang keberadaan kekasihnya itu yang ada dipikirannya hanya Majnun dan
Majnun seakan-akan sudah tidak berdaya lagi untuk hidup karena cinta
terlarangnya terhadap Laila yang tidak pernah sampai.
...Kekasihku! Kirimkan aku sehelai rambutmu itu akan berarti segalanya
bagiku. Kirimkan aku salah satu duri-duri yang terletak dijalanmu, aku akan
memeliharanya hingga ia berkembang menjadi sebuah kebun mawar!
Karena ke manapun engkau melangkah, padang pasir akan berubah menjadi
taman bunga: kau adalah khizr-ku, utusan untukku dari Tuhan, air
kehidupan abadiku! Aku adalah rembulan dan kau adalah matahariku yang
memberi cahaya dari kejauhan. Maafkan aku karena lintasan orbitku
berbeda dengan lintasan orbitmu, sehingga membuatku jauh darimu selalu...
(NL/PI/188).
Pikiran Laila yang menunjukkan pikiran orang lain terdapat pada kalimat ”
Kirimkan aku sehelai rambutmu itu akan berarti segalanya bagiku” Setiap kali
Majnun melangkah kemanapun padang pasir itu seolah-olah berubah menjadi
taman bunga. Laila mengibaratkan kalau dirinya adalah rembulan dan Majnun
adalah mataharinya yang selalu menyinari dan memberi cahaya dari kejauhan.
Laila masih berharap ada seseorang yang bisa memabatunya agar dia bertemu
dengan kekasihnya meskipun tidak secara langsung. Majnun sangat berarti bagi
Laila karena cinta pertamanya adalah Majnun dan Laila sangat menginginkan
hidup bersamanya

Berdasarkan data dapat disimpulkan pikiran tokoh perempuan dalan novel


Laila Majnun yaitu pikiran diri terhadap kecemasan, pikiran diri terhadap
harapan,dan pikiran diri terhadap orang lain.

Perasaan Tokoh Laila Dalam Novel Laila Majnun


Perasaan adalah sesuatu yang dirasakan atau fungsi evaluasi menerima
atau menolak ide dan obyek berdasarkan apakah mereka itu membangkitkan
perasaan positif atau negatif (Alwisol, 2011:46). Dalam novel laila Majnun
akan membahas tentang perasaan tokoh perempuan (Laila) digambarkan
sebagai perempuan yang selalu sedih karena kehilangan kekasihnya tapi dia
berusaha untuk sabar menghadapinya dan dia pasrah menerima semua
kesedihannya.

Perasaan Sedih
...Semua teman-temannya, tentu saja, tidak mengetahui perasaan Laila.
Untuk beberapa waktu mereka bermain bersama-sama di antara bunga-
bunga mawar, tapi kemudian, ketika mereka duduk untuk beristirahat di
sebuah pojok taman, Laila berjalan meninggalkan mereka dan duduk di
bawah sebuah pohon yang jauh. Agar ia dapat mencurahkan
kesedihannya... (NL/PE/70)
Perasaan Laila yang menunjukkan perasaan sedih terdapat pada kalimat ”
Laila berjalan meninggalkan mereka dan duduk di bawah sebuah pohon yang
jauh. Agar ia dapat mencurahkan kesedihannya”. Perasaan Laila sangat sedih
dia bingung sebenarnya dia ingin menceritakan semua tentang kesedihannya
tetapi tidak ada satupun orang yang dia percaya untuk menyimpan rahasianya,
dia selalu diam-diam dan menyendiri mungkin hatinya sudah hancur karena
terlalu banyak masalah yang dia hadapi.
...Ketika Laila mendengar kata-kata itu ia mulai menangis tersedu-sedu. Ia
tidak menyadari bahwa pada saat itu ia sedang diawasi. Salah seorang
temannya, yang menyadari kepergiannya, diam-diam telah mengikutinya.
Dengan bersembunyi dibalik semak bunga mawar, temannya itu
menyaksikan segalanya: ungkapan cinta Laila, keterkejutannya akan syair-
syair yang dilantunkan musafir yang lewat itu, dan air matanya...
(NL/PE/71)

Perasan Laila yang menunjukka perasaan sedih terlihat pada kalimat ”


Ketika Laila mendengar kata-kata itu ia mulai menangis tersedu-sedu” .Laila
mendengar kata-kata atau syair-syair Majnun untuknya yang dilantunkan oleh
musafir, Laila sedih dan menagis tersedu-tersedu mendengarnya karena syair-
syair itu merupakan ungkapan Majnun terhadap dirinya. Meskipun tidak bisa
bertemu dan hanya syair-sayir yang hanya bisa Laila dengar. Tetapi ada salah
satu temannya yang telah mengikutinya dengan bersembunyi di semak bunga
mawar, temannya itu sudah mengetahui semua tentang apa yang telah Laila
rasakan.
...Laila mendengarkan, tersenyum dan mengangguk demi menyenangkan
ayahnya, tapi hatinya hancur. Ia merasa bahwa ia akan segera mati karena
duka, tetapi tentu saja ia tidak dapat menampakkan perasaannya yang
sesungguhnya... (NL/PE/119)

Perasaan Kecewa
...Hari berganti hari dan Laila terus menderita dalam kesunyian, berpura-pura
tersenyum dan tertawa, serta menjawab dengan semestinya jika ia diajak
bicara. Tapi begitu malam tiba, ketika telah aman dari semua mata yang
mengintip, ia akan melompat ke tempat tidurnya dan menangis hingga tidak
ada lagi air matanya yang tersisa... (NL/PE/119)
Perasaan Laila yang menunjukkan perasaan kecewa terdapat pada kalimat
”Berpura-pura tersenyum dan tertawa, serta menjawab dengan semestinya jika ia
diajak bicara.” Hari berganti hari Laila terus menderita dalam kesunyian ia
berpura-pura tersenyum dan tertawa tidak menunjukkan kesedihannya serta
menjawab dengan semestinya jika ia diajak bicara. Tapi begitu malam telah tiba
dan aman dari semua mata yang mengintip Laila langsung melompat ke tempat
tidurnya dan menangis hingga tidak ada lagi air mata yang tersisa. Itulah perasaan
kecewa Laila yang sebenarnya terhadap keluarganya.
...Laila sendiri tersentuh oleh perhatian ayahnya dan menampakkan rasa
terima kasih atas perhatian itu dengan senyuman dan kasih sayang. Tapi
senyumnya bagaikan senyuman lilin yang menyala, yang perlahan-lahan
meleleh karena terbakar. Senyumnya adalah senyuman mawar yang
menyembunyikan duri... (NL/PE/120)
Perasaan Laila yang menunjukkan perasaan kecewa terdapat pada kalimat
”Tapi senyumnya bagaikan senyuman lilin yang menyala, yang perlahan-lahan
meleleh karena terbakar”. Laila sangat tersentuh oleh perhatian yang telah di
berikan oleh ayahnya dan Laila menampakkan rasa terima kasih itu dengan
senyuman dan kasih sayang terhadap ayahnya. Meskipun hatinya sakit dan
kecewa dia berusaha untuk tidak menampakkannya. Tetapi senyuman Laila itu
kecewa terhadap ayahnya senyuman itu bagaikan senyuman lilin yang menyala,
yang perlahan-lahan meleleh karena terbakar oleh api senyumannya adalah
senyuman mawar yang menyembunyikan duri.

Perasaan Cinta
...Ia mencoba untuk menemukan kedamaian di dalam taman itu, karena ia
melihat taman itu sebagai cermin dari keindahan kekasihnya. Ia bahkan
berharap cermin itu akan menunjukkan kepadanya jalan menuju orang
orang yang terlukis di dalamnya... (NL/PE/70)
Perasaan Laila yang menunjukkan makna cinta terdapat pada
kalimat ” Ia mencoba untuk menemukan kedamaian di dalam taman itu,
karena ia melihat taman itu sebagai cermin dari keindahan kekasihnya”. Ia
pun mencoba untuk menemukan kedamaian di dalam taman, karena melihat
taman itu sebagai cermin dari keindahan kekasihnya dan hanya taman itu yang
diibaratkan sebagai kekasihnya yang sangat indah dan laila bisa melepas rasa
rindunya. Ia berharap kalau cermin itu akan menunjukkan kepada orang yang
terlukis di dalamnya yaitu Majnun. Perasaan cinta terhadap majnun sulit
dilupakan bagi Laila dia hanya mencintai kekasihnya.

Perasaan Cemburu
...Ia juga sakit hati karena rasa cemburu. Memang benar. Ia mencemburui
kemerdekaan Majnun. Majnun berada di belantara padang pasir dan dapat
menjadi segila yang ia inginkan, sementara Laila adalah seorang tawanan.
Ia telah menjadi tawanan sepanjang ingatannya: pertama dari ayahnya,
sekarang dari suaminya... (NL/PE/217)
Perasaan Laila yang menunjukkan makna cemburu terdapat pada
kalimat ”Ia juga sakit hati karena rasa cemburu. Memang benar. Ia
mencemburui kemerdekaan Majnun”. Laila sakit hati karena cemburu terhadap
kemerdekaan Majnun. Dimana Majnun berada di belantara padang pasir yang
bebas dan dapat menjadi segila yang Majnun inginkan, sedangkan Laila
menjadi seorang tawanan sepanjang hudupnya yang pertama dari ayahnya dan
juga sekarang dari suaminya.
Perasaan Takut
...Lakukan ini untuk Tuhan dan untuk cintaku padanya. Aku mencintainya
lebih daripada aku mencintai kehidupan, dan keinginanku adalah kau
harus mencintainya juga. Dia adalah satu-satunya milikku, Ibu, dan aku
mewariskannya padamu untuk kau jaga... (NL/PE/243)
Perasaan Laila yang menunjukkan makna takut terdapat pada kalimat ”
...Lakukan ini untuk Tuhan dan untuk cintaku padanya”. Laila meminta Ibunya
untuk melakukan sesuatu, bahwa ia mencintai Majnun melebihi ia mencintai
kehidupan, ia hanya menginginkan Ibunya untuk mencintai Majnun juga.
Kekasihnya adalah satu-satunya yang ia miliki, supaya Ibunya menjaga
Majnun. Perasaannnya takut setelah kepergiannya majnun tidak ada yang
menjaga.
Berdasarkan data dapat disimpulkan perasaan tokoh perempuan dalam
novel Laila Majnun yaitu perasaan sedih, perasaan kecewa, perasaan cinta,
perasaan cemburu dan persaan takut yang ada di dalam diri Laila.

Kejiwaan Tokoh Laila dalam Novel Laila Majnun


Kejiwaan adalah pola khas dari pikiran, perasaan, dan tingkah laku
yang membedakan orang satu dengan yang lain dan tidak berubah lintas waktu
dan situasi, (Alwisol, 2011:8). Sedangkan menurut Buddhisme dalam Ivan
Tani Putera, (2005:259-260) menyebutkan ada empat kemuliaan yang tak
terbatas tentang kejiwaan terdiri yaitu; cinta kasih, belas kasih, keimbangan
batin, dan ikut bersuka cita. Tokoh perempuan (Laila) digambarkan sebagai
perempuan yang memiliki krateria kejiwaan tersebut selalu menerima dan
menuruti orang tua demi membahagiakannya.

Cinta Kasih
...Laila telah datang ke dalam taman bersama dengan teman-temannya untuk
menikmati nyanyian burung serta bercengkraman di antara bunga-bunga,
bagaikan bidadari cantik yang menghiasi taman surga. Apakah ia berniat
untuk mencari ketenangan di bawah bayangan mawar merah? Apakah ia
ingin membuat hujaunya rerumputan menjadi gelap oleh bayangannya
sendiri, atau mengangkat cawannya ditemani oleh bunga narsis dan bunga
tulip? Atau apakah ia telah datang sebagai seorang penakluk yang
meminta hadiah dari raja taman yang menkjubkan ini... (NL/KJ/69).
Kutipan yang menunjukkan makna cinta kasih terdapat pada kalimat ”
...Laila telah datang ke dalam taman bersama dengan teman-temannya untuk
menikmati nyanyian burung serta bercengkraman di antara bunga-bunga,
bagaikan bidadari cantik yang menghiasi taman surga”. Laila datang ke dalam
taman bersama teman-temannya unyuk menikmati nyanyian burung serta
bercengkrama di antara bunga-bunga, seakan-akan Laila bagaikan bidadari
cantik yang menghiasi taman surga. Rasa cinta bukan hanya dirasakan untuk
kekasihnya tetapi juga sama teman-teman dan mahluk hidup yang ada
disekitar.

Belas Kasih
...Dan apa jawaban Laila? Yah, cukup untuk dikatakan bahwa jawabannya
membuat kebahagiaan Ibnu Salam segera tertutupi kabut. Hati Ibnu Salam,
yang baru saja bersinar-sinar seperti matahari karena kegembiraan,
sekarang menjadi terselubung oleh kegelapan yang tampak semakin hitam
pada setiap hari yang berlalu. Laila tidak mau makan, tidak bisa tidur, dan
tidak menginginkan Ibnu Salam tidur di ranjangnya... (NL/KJ/126)
Kutipan yang menunjukkan makna belas kasih terdapat pada kalimat ”
Yah, cukup untuk dikatakan bahwa jawabannya membuat kebahagiaan”.
jawabannya membuat hati Ibnu Salam bahagia. Laila tidak mau makan, tidak
bisa tidur, dan tidak menginginkan Ibnu Salam tidur di ranjangnya yang ia
inginkan hanyalah seorang Majnun berada di dekatnya. Namun Laila harus
juga menjaga perasaan suami walau dia tidak mencintainya. Berbagi kasih tapi
tidak berbagi cinta pada lelaki siapapun kecuali majnun.

Keimbangan Batin
...Tiba-tiba sebuah gagasan datang padanya. Dia menunjuk kearah tendanya
di kejauhan dan berkata, ’Kau adalah orang yang tulus dengan hati yang
mulia. Aku percaya padamu. Aku akan masuk ke dalam tendaku sekarang.
Lalu aku akan menulis surat untuk Majnun. Berjanjilah untuk kembali lagi
esok agar aku dapat memberikan kepadamu sebuah surat untuk diantarkan
kepadanya. Maukah kau berjannji... (NL/KJ/182)
Kutipan yang menunjukkan keimbangan batin terdapat pada kalimat ”Aku
akan masuk ke dalam tendaku sekarang. Lalu aku akan menulis surat untuk
Majnun. Berjanjilah untuk kembali lagi esok agar aku dapat memberikan
kepadamu sebuah surat untuk diantarkan kepadanya”. Laila percaya kepada
musafir tua itu, lalu Laila masuk ke dalam tendanya dan menulis surat untuk
Majnun. Laila meminta kepada orang tua itu untuk berjanji agar kembali lagi
esok dan ia akan memberikan surat lagi untuk diantarkan kepada kekasihnya.

Ikut Bersuka Cita


...Untuk mewarnai kelopak mataku kau harus mengambil debu dari bawah
telapak kaki kekasihku. Bukan warna ungu yang kuinginkan, kau harus
menggunakan kegelapan dukanya. Bukan pula air mawar, kau harus
menggunakan air matanya untuk memandikanku. Dan bukan minyak
kesturi, kau harus menggunakan kesedihannya sebagai mewangianku...
(NL/KJ/243)
Kutipan yang menunjukkan makna bersuka cita terdapa pada kalimat ”
Untuk mewarnai kelopak mataku kau harus mengambil debu dari bawah
telapak kaki kekasihku” Laila juga ingin mewarnai kelopak matanya dengan
mengambil debu dari bawah kaki kekasihnya. Ia tidak menginginkan warna
ungu, dan juga ia ingin menggunakan kegelapan sebagai dukanya.
Menggunkan air mata Majnun untuk memandikannya dan minyak yang ia
pakai adalah kesedihannya sebagai wewangian bukan minyak kasturu yang ia
pakai.

SIMPULAN DAN SARAN


Simpulan
Berdasarkan analisis terhadap novel Laila Majnun karya nizami Ganjavi
disimpulkan sebagai berikut: (1)Pikiran tokoh perempuan Laila dalam novel
Laila Majnun menggambarkan pikiran diri terhadap kecemasan, pikiran diri
terhadap harapan,dan pikiran diri terhadap orang lain. Pikiran diungkapkan
dengan adanya pertentangan yang difikirkan tokoh; (2)Perasaan tokoh
perempuan Laila dalam novel Laila Majnun menggambarkan perasaan sedih,
perasaan kecewa, perasaan cinta, perasaan cemburu dan perasaan takut; (3)
Kondisi kejiwaan tokoh ada empat kemuliaan yang tak terbatas terdiri dari
cinta, belas kasih, keimbangan batin, dan ikut bersuka cita.

Saran
Berdasarkan hasil penelitian, maka di kemukakan saran-saran
sebagai berikut: (1)Saran kepada peserta didik; Siswa diharapkan setelah
membaca novel Laila Majnun karya Nizami Ganjavi siswa mampu
mengaplikasikannya dalam kehidupan sehari-hari; (2) Saran kepada Guru
Bahasa dan Sastra Indonesia; Dari hasil analisis, guru dapat menjadikan novel
karya nizami Ganjavi saebagai bahan ajar dalam mengajarkan materi tentang
tokoh karena novel Laila Majnun banyak terkandung perwatakan tokoh yang
memiliki pemikiran, perasaan, dan kejiwaan tokoh yang perlu diaplikasikan
dalam kehidupan sehari-hari. (3) Saran kepada Pengkaji Karya Sastra; Pengkaji
sastra yang baik hendaknya memanfaatkan novel/roman untuk penggalian
nilai-nilai yang terdapat di dalam karya sastra itu sendiri dan menerapkannya di
dalam kehidupan sehari-hari. Secara interdisipiliner terutama mengkaji novel
dengan pendekatan strukturalisme. (4) Saran kepada Peneliti
selanjutnya;Penelitian terhadap karya sastra hendaknya juga memperluas
masalah yang diteliti, mengingat penelitian ini terbatas pada pikiran, perasaan,
dan kejiwaan tokoh perempuan. Lebih lanjut dapat dikembangkan kajian
psikologi sastra pada teori-teori lain yang relevan.

DAFTAR RUJUKAN
Aminuddin. 2002. Apresiasi Karya Sastra. Bandung: Sinar Algesindo.
Budianto, Melani dkk. 2008. Membaca Sastra. Jakarta Selatan: TransMedia
Pustaka.
Ganjavi, Nizami. 2009. Laila Majnun. Bandung: OASE Mata Air Makna.
Jabrohim. 2002. Metodologi Penelitian Sastra. Jogjakarta: Hanindita Graha
Widya.
Kinayati. 2005. Puisi Pendekatan dan Pembelajaran. Bandung: Penerbit Nuansa.
Kinoysan, 2005. Lentera Dini Hari. Bantul: Lentera Pustaka.
Lestari, Endang Dwi dkk. 2005. Pelajaran Bahasa Indonesia. Klaten: PT Intan
Pariwara.
Luxemburg dkk. 1986. Pengantar Ilmu Sastra. Jakarta: PT. Gramedia.
Mahayana, Maman S .2005. Sembilan Jawaban Sastra Indonesia. Jakarta: PT
Bening Publishing
Moleong, Lexy. 2002. Metode Penelitian Kualitatif. Jakarta: Remaja Rosdakarya.
Shaleh, Abdul Rohman. 2004. Psikologi Suatu Pengantar (dalam Perspektif
Islam). Jakarta: Kencana
Taniputera, Ivan. 2005. Psikologi Kepribadian. Jogjakarta: AR-RUZZ
Teeuw, A. 1997. Sastra dan Ilmu Sastra. Bandung: Indonesiatera.
Wellek, Rene & Warren, Austin. 1995. Teori Kesusastraan. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
Wiyanto, Usul. 2001. Kesusastraan Sekolah. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana
Indonesia.

Anda mungkin juga menyukai