Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Insentif
1. Pengertian Insentif
Insentif adalah imbalan yang langsung dibayarkan kepada karyawan
karena prestasi melebihi standar yang ditentukan (Panggabean, 2002:77).
Insentif adalah uang maupun barang yang diberikan kepada karyawan ,
diluar gaji/upah pokok, berdasarkan kinerja individu. (Marwansyah, 2010 :
9). Sedangkan dalam keputusan Menkes RI No. 132 tahun 2006 , insentif
adalah pemberian imbalan diluar gaji baik yang bersifat material maupun
non material terhadap tenaga kesehatan sebagai kompensasi atas
pencapaian prestasi kerja dalam waktu tertentu.

2. Tujuan insentif
Menurut Sutrisno (2011) tujuan diberikannya insentif yaitu:
a. Menghargai prestasi kerja
b. Menjamin keadilan
c. Mempertahankan karyawan
d. Memperoleh karyawan yang bermutu
e. Pengendalian biaya
f. Memnuhi peraturan

Sedangkan menurut Yani (2012:146) tunjuan pemberian insentif yaitu:

a) Untuk memberikan penghargaan kepada karyawan yang telah


berprestasi
b) Untuk memberikan tanggung jawab dan dorongan kepada karyawan
c) Untuk menjamin bahwa karyawan akan mengerahkan usahanya untuk
mencapai tujuan organisasi atau perusahaan.
d) Untuk mengukur usaha karyawan melalui kinerjanya
e) Untuk meningkatkan produktivitas kerja individu maupun kelompok
3. Jenis-jenis insentif
Menurut sarwanto (dalam Suwatno (2011:235), menyatakan bahwa
karyawan yang memiliki prestasi yang baik sudah sewajarnya
mendapatkan insentif yang baik dan positif. Yang dimaksud dengan
insentif positif adalah daya perangsang yang diberikan perusahaan kepada
karyawannya dengan cara memberikan hadiah, baik berupa material
maupun non material. Sedangkan karyawan yang kurang berprestasi atau
bekerja sesuai dengan harapan perusahaan dapat diberikan insentif yang
bersifat negatif. Pengertian insentif yang bersifat negatif adalah gaya
perangsang dengan memberikan ancaman hukuman kepada karyawan
yang prestasi kerjanya dibawah prestasi standar. Menurut Sarwoto ada dua
macam insentif yang dapat diberikan kepada karyawan, yaitu:
a. Insentif Material Yaitu daya perangsang yang diberikan kepada
karyawan berdasarkan prestasi kerjanya, berbentuk uang atau barang.
Insentif material ini bernilai ekonomis sehingga dapat meningkatkan
kesejahteraan karyawan beserta keluarganya. Beberapa macam insentif
yang diberikan karyawan meliput:
1) Bonus
Uang yang diberikan sebgai balas jasa atas hasil kinerja yang telah
dilaksanakan dan diberikan secara selektif kepada pegawai yang
berhak menerimanya. Dalam perusahaan yang menggunakan
insentif , lazimnya jika laba dari perusahaan melebihi dari target
yang diinginkan, maka hasil pencapaian itu akan dibagikan kepada
pegawai yang berhak sebagai bonus.
2) Komisi
Merupakan jenis bonus yang diberikan kepada pegawai dengan
tingkat penjualan tertinggi.
3) Profit sharing
Dalam hal ini pemberian insentif dapat diikuti bermacam-macam
pola, tetapi biasanya mencakup pembayaran sebagian besar dari
laba bersih yang didapatkan , akan dibagikan ke pegawai, dengan
cara dimasukkan kedalam daftar pendapatan setiap pegawai.
4) Kompensasi yang ditangguhkan (Deffered Compensation)
Ada dua macam balas jasa yang dapat diberikan diantarnya,
pensiunan dan pembayaran kontraktual. Pensiunan mempunyai
nilai insentif tinggi karena dapat menyediakan jaminan ekonomi
seseorang setelah ia tidak bekerja lagi. Sedangkan pembayaran
kontraktua merupakan pelaksanaan perjanjian antara kepala
perusahaan dan pegawai, dimana setelah masa kerja selesai,
pegawai tersebut akan menerima uang dengan jumlah tertentu .

b. Insentif Non Material Yaitu daya perangsang yang diberikan kepada


karyawan yang berbentuk penghargaan, pengukuran berdasarkan
prestasi kerjanya. Beberapa macam insentif non material meliput:
1. Pemberian gelar secara resmi
2. Pemberian tanda jasa atau mendali
3. Pemberian piagam penghargaan
4. Pemberian pujian lisan atau tulisan
5. Pemberian promosi
6. Pemberian hak untuk memakai sesuatu atribut jabatan
7. Pemberian perlengkapan khusus pada ruang kerja
8. Pemberian hak untuk apabila meninggal dimakamkan pahlawan
9. Ucapan terimakasih secara formal maupun informal.

Sedangkan menurut Rivai (2004) mengemukakan bentuk-bentuk insentif


adalah sebagai berikut:

a. Bonus tahunan
Banyak perusahaan menggantikan peningkatan pendapatan karyawan
berdasarkan jasa dengan pemberian bonus kinerja tahunan, setengah
tahunan atau triwulan. Umumnya bonus ini lebih sering dibagikan
sekali dalam setahun.
b. Insentif langsung
Tidak seperti sistem bayaran berdasarkan kinerja lain, bonus langsung
tidak berdasarkan pada rumus, kriteria kinerja khusus, atau tujuan.
Imbalan kinerja kadang-kadang disebut bonus kilat ini dirancang untuk
mengakui kontrisbusi luar biasa karyawan.

c. Insentif individu
Insentif individu adalah bentuk bayaran insentif paling tua dan paling
populer. Dalam jenis program ini, standar kinerja individu ditetapkan
dan dikomunikasikan sebelumnya, dan penghargaan didasarkan pada
output individu.
d. Insentif tim
Insentif tim berada di antara program individu dan program seluruh
organisasi seperti pembagian hasil dan pembagian laba. Sasaran kinerja
disesuaikan secara spesifik dengan apa yang perlu dilaksanakan tim
kerja. Secara strategis, insentif menghubungkan tujuan individu dengan
tujuan kelompok kerja (biasanya sepuluh orang atau kurang), yang pada
gilirannya biasanya dihubungkan dengan tujuan-tujuan finansial.
e. Pembagian keuntungan
Program pembagian keuntungan terbagi dalam tiga kategori. Pertama,
program distribusi sekarang menyediakan persentase untuk dibagikan
tiap triwulan atau tiap tahun kepada karyawan. Kedua, program
distribusi yang ditangguhkan menempatkan penghasilan dalam suatu
dana titipan untuk pensiun, peberhentian, kematian, atau cacat. Ketiga,
program gabungan sekitar 20% perusahaan dengan program pembagian
keuntungan mempunyai program gabungan.
f. Bagi hasil
Program bagi hasil (gainsharing) biasanya melibatkan seluruh karyawan
dalam satu unit atau perusahaan.

Menurut Anna kurniawati (2010) bentuk bentuk insentif yang diminati


tenaga medis diantaranya, sebagai berikut:

a. Insentif bentuk material


1. Uang: berupa tunjangan bulanan, asuransi jiwa, tunjangan cuti
2. Perumahan: rumah dinas atau disediakan biaya untuk mengontrak
rumah
3. Kendaraan: kendaraan dinas dalam melakukan operasional kerja
4. Fasilitas komunikasi: telepon dan internet
b. Insentif bentuk non-material
1. Peluang pendidikan lanjutan
2. Peluang mengikuti pendidikan dan latihan
3. Peluang mendapatkan kenaikan pangkat
4. Peluang untuk diangkat menjadi PNS atau menjadi pegawai tetap
5. Peluang peningkatan karir

4. Indikator Insentif
Menurut Sarwoto (2010:156), adapun indikator insentif dapat dibagi
menjadi dua golongan:
a. Insentif Material
1. Insentif dalam bentuk uang,
Bonus uang yang diberikan sebagai balas jasa atas hasil kerja yang
telah dilaksanakan, biasanya diberikan secara selektif dan khusus
kepada para pekerja yang berhak menerima dan diberikan secara
sekali terima tanpa suatu ikatan di masa yang akan datang.
Perusahaan yang menggunakan sistem insentif ini biasanya
beberapa persen dari laba yang melebihi jumlah tertentu
dimasukkan kedalam sebuah dana bonus, kemudian dana tersebut
dibagi-bagian para pihak yang menerima bonus.
a) Komisi merupakan jenis bonus yang dibayarkan kepada pihak
yang menghasilkan penjualan yang baik, biasanya dibayarkan
kepada bagian penjualan dan diterimakan kepada pekerja bagian
pejualan.
b) Profit share merupakan salah satu jenis insentif tertua.
Pembayarannya dapat diikuti bermacam-macam pola, tetapi
biasanya mencakup pembayaran berupa sebagian dari laba
bersih yang disetorkan kedalam sebuah dana dan kemudian
dimasukkan kedalam daftar pendapatan setia peserta.
c) Kompensasi program balas jasa yang mencakup pembayaran di
kemudian hari, antara lain berupa dana pensiun dan kontraktual..
2. Insentif dalam bentuk jaminan sosial
Insentif dalam bentuk ini biasanya diberikan secara kolektif, tanpa
unsur kompetitif dan setiap karyawan dapat memperolehnya secara
sama rata dan otomatis. Bentuk insentif sosial ini antara lain:
a) Pembuatan rumah dinas
b) Pengobatan secara cuma-cuma
c) Berlangganan surat kabar atau majalah secara gratis
d) Kemungkinan untuk membayar secara angsuran oleh pekerja
atas barang-barang yang dibelinya dari koperasi anggota
e) Cuti sakit yang tetap mendapat pembayaran gaji
f) Biaya pindah
g) Pemberian tugas belajar untuk mengembangkan pengetahuan
b. Insentif non material insentif non material ini dapat diberikan dalam
berbagai bentuk, antara lain:
1. Pemberian gelar (title) secara resmi
2. Pemberian tanda jasa atau medali
3. Pemberian piagam penghargaan
4. Pemberian pujian lisan maupun tulisan secara resmi ataupun secara
pribadi
5. Ucapan terima kasih secara formal atau informal

Menurut Dessler (2005) ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan


dalam penentuang kebijakan atau rencana pemberian insentif kepada
pegawai, diantaranya:

a. Aspek legal
Yang dimaksud dengan aspek legal adalah hal-hal yang terkait dengan
kebijakan ataupun peraturan tentang insentif yang akan diberikan.
b. Serikat pekerja
Aspek serikat pekerja terkait dengan proses tawar menawar penetapan
insentif antara pegawai dengan suatu organisasi atau perusahaan,
c. Kebijakan perusahaan
Perusahaan memiliki kebijakan tersendiri mengenai insentif yang akan
diberikan kepada pegawainya.
d. Keadilan
Suatu perusahaan harus melakukan prinsip keadilan bagi setiap
pegawainya dalam pemberian insentif berdasarkan prestasi kerja yang
telah mereka capai.

5. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Besarnya Insentif


Menurut Suwatno (2011:236), faktor-faktor yang mempengaruhi besarnya
insentif yang diterima pegawai mencakup :
a. Jabatan atau kedudukan
Seseorang dengan jabatan yang lebih tinggi akan mendapatkan
insentif yang lebih besar dibandingkan bawahannya
b. Prestasi kerja
Prestasi kerja adalah kemampuan seseorang mencapai target sehingga
hasil kerjanya dinilai bagus oleh suatu perusahaan. Orang dengan
prestasi kerja yang baik, akan mendapatkan insentif yang lebih besar
c. Laba Perusahaan
Laba perusahahaan akan sangat berpengaruh terhadap pemberian
insentif. Jika suatu perusahaan mendapatkan laba yang tinggi, maka
perusahaan akan memberikan insentif yang lebih besar, begitu juga
sebaliknya.

B. Kinerja perawat

1. Pengertian kinerja

Kinerja adalah tingkat sejauh mana keberhasilan seseorang dalam


menyelesaikan pekerjaan atau disebut level of performance sehingga
penilaian kinerja merupakan salah satu tugas penting yang harus dilakukan
seorang manager atau pemimpin (Novitasari, 2005). Kinerja (prestasi
kerja) merupakan hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai
oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan
tanggung jawab yang diberikan kepadanya atau pasien (Mangkunegara
2008 ). Kinerja merupakan hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan
kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen dan kontribusi
pada ekonomi. Kinerja merupakan implementasi dari rencana yang telah
disusun. Implementasi kinerja dilakukan oleh sumber daya manusia yang
memiliki kemampuan, kompetensi motivasi dan kepentingan
(Wibowo,2007). Kinerja pada dasarnya adalah apa yang dilakukan atau
tidak dilakukan karyawan. Kinerja karyawan adalah yang mempengaruhi
seberapa banyak mereka memberi kontribusi kepada organisasi yang
antara lain termasuk kuantitas output, kualitas output, jangka waktu output,
kehadiran di tempat kerja, sikap kooperatif (Hendri, 2013).

2. Faktor-faktor yang mempengaruhi kinerja

Banyak hal-hal yang mempengaruhi kinerja seseorang, baik faktor fisik


ataupun nonfisik. Seperti yang dikatakan Ilyas (2001), ada tiga variabel
yang mempengaruhi kinerja seseorang yaitu: variabel individu, variabel
organisasi, dan variabel psikologis. Ketiga variabel ini saling
mempengaruhi satu sama lain yang akan berdampak pada kinerja
seseorang.

a) Variabel individu
Variabel individu dikelompokkan pada sub-variabel kemampuan
dan keterampilan, latar belakang dan demografis. Sub-variabel
kemampuan dan keterampilan merupakan faktor utama yang
memengaruhi perilaku dan kinerja individu. Variabel demografis
mempunyai efek tidak langsung pada perilaku dan kinerja individu.
b) Variabel psikologik terdiri dari sub-variabel persepsi, sikap,
kepribadian, belajar dan motivasi. Variabel ini menurut Gibson
(1987), banyak dipengaruhi oleh keluarga, tingkat sosial,
pengalaman kerja sebelumnya dan variabel demografis. Variabel
psikologis seperti persepsi, sikap, kepribadian dan belajar
merupakan hal yang komplek dan sulit untuk diukur, juga
menyatakan sukar mencapai kesepakatan tentang pengertian dari
variabel tersebut, karena seorang individu masuk dan bergabung
dalam organisasi kerja pada usia, etnis, latar belakang budaya dan
keterampilan berbeda satu dengan yang lainnya.

Variabel organisasi, menurut Gibson (1987) berefek tidak langsung


terhadap perilaku dan kinerja individu. Variabel organisasi digolongkan
dalam sub-variabel sumber daya, kepemimpinan, imbalan, struktur dan
desain pekerjaan.

Menurut Sudarmanto (2009) ada 3 faktor yang dapat berpengaruh terhadap


kinerja individu yaitu :

a. Kompetensi sumber daya manusia, yang bermaksud disini adalah


bahwa kompetensi harus bersifat mendasar dan mencakup kepribadian
seseorang dan dapat memprediksi sikap memprediksi sikap seseorang
pasa situasi tertentu. Kompetensi secara nyata akan memprediksi
seseorang yang bekerja dengan baik atau buruk sebagaimana terukur
pada kriteria spesifik atau standart.
b. Budaya organisasi, memiliki kontribusi yang menentukan dalam
membentuk prilaku pegawai. Dalam suatu organisasi dengan budaya
yang kuat, pegawai cenderung berbasis mengikuti penabuh genderang
yang sama. Artinya, budaya yang sangat kuat sering di katakan dapat
membantu kinerja karna menciptakana suatu tingkat motivasi yang luar
biasa dalam diri pegawai.
c. Sistem penghargaan (reward system), sistem penghargaan terkait
dengan cara organisasi memberikan pengakuan dan imbalan kepada
pegawai dalam rangka menjaga keselarasan antara kebutuhan individu
dengan tujuan organisasi. Sistem penghargaan dapat mendorong prilaku
pegawai atau memberi pengukuhan atas prilaku pegawai yang telah
dilakukan.
Sedangkan menurut Keith Davis dalam Mangkunegara (2012) faktor
faktor yang mempengaruhi pencapaian kinerja adalah sebagai berikut :

a. Faktor kemampuan (ability) Secara psikologis, kemampuan terdiri dari


kemampuan potensi (IQ) dan kemampuan relity (knowledge + skill ).
Artinya, seseorang yang memiliki kemapuan yang lebih tinggi diikuti
pendidikan yang memadai akan berbeda kinerjanya dibanding dengan
seseorang minim kemapuan dan pendidikan.
b. Faktor motivasi (motivation) Motivasi diartikan suatu sikap (attitude)
pimpinan dan karyawan terhadap situasi kerja (situation) di lingkungan
organisasinya. Mereka yang bersikap positif terhadap situasi kerjanya
akan menunjukan motivasi kerja yang tinggi dan sebaliknya jika
mereka bersikap negatif terhadap situasi kerjanya maka akan
menunjukan notivasi kerja yang rendah. Situasi kerja yang dimaksud
mencakup antara lain hubungan kerja, fasilitas kerja, iklim kerja,
kebijakan pemimpin, pola kepemimpinan dan kondisi kerja.

3. Indikator Kinerja
Menurut Wibowo (2007), mengemukakan bahwa ada tujuh indikator
kinerja yaitu:
a. Tujuan
Tujuan merupakan sesuatu keadaan yang lebih baik yang ingin di
capai dimasa yang akan datang. Dengan demikian, tujuan menunjukan
arah kemana kinerja harus dilakukan. Untuk mencapai tujuan, di
perlukan kinerja individu, kelompok, dan organisasi.kinerja individu
maupun organisasi berhasil apabila dapat mencapai tujuan yang
diinginkan.
b. Standart
Standart merupakan suatu ukuran apakah tujuan yang diinginkan
dapat di capai.Tanpa standart, tidak dapat diketahui kapan suatu
tujuan dicapai. Kinerja seseorang dikatakan berhasil apabila mampu
mencapai standart yang di tentukan atau disepakati bersama antara
atasan dan bawahan.
c. Umpan balik
Umpan balik merupakan masukan yang dipergunakan untuk ajuan
kinerja,standar kinerja, dan pencapaian tujuan. Dengan umpan balik
dilakukan evaluasi terhadap kinerja dan sebagai hasilnya dapat
dilakukan dperbaikan kinerja.
d. Alat dan Sarana
Alat dan srana merupakan sumber daya yang dapat di pergunakan
untuk membantu menyelesaikan tujuan dengan sukses. Alat dan
sarana merupakan faktor penunjang untuk pencapaian tujuan. Tanpa
alat dan sarana, tugas pekerjaan spesifik tidak dapat dilakukan dan
tujuan tidak dapat diselesaikan sebagaimana seharusnya. Tanpa alat
tidak mungkin dapat melakukan pekerjaan.
e. Kompetensi
Kompetensi merupakan salah satu persyaratan utama dalam kinerja.
Kompetensi merupakan kemampuan yang dimiliki oleh seseorang
untuk menjalankan pekerjaan yang diberikan. Kompetensi
memungkinkan seseorang mewujudkan tugas yang berkaitan dengan
pekerjaan yang diperlukan untuk mencapai tujuan.
f. Motif
Motif merupakan pendorong bagi seseorang untuk melakukan sesuatu.
Manajer memfasilitasi motivasi kepada karyawan dengan intensif
berupa uang, memberikan pengakuan , menetapkan tujuan menantang,
menetapkan standart terjangkau, meminta umpan balik, member
kebebasan melakukan pekerjaan termasuk waktu melakukan
pekerjaan, menyediakam sumber daya yang diperlukan dan
menghapuskan tindakan yang mengakibatkan disintensif.
g. Peluang
Pekerja perlu mendapatkan kesempatan untuk menunjukan prestasi
kerjanya. Terdapat dua faktor yang menyumbangkan pada adanya
kekurangan kesempatan untuk berprestasi, yaitu ketersediaan waktu
dan kemampuan untuk memenuhi syarat.
Sedangkan menurut, Hasibuan (2006) yang menjadi indikator kinerja
yaitu:

a. Kesetiaan
Kesetiaan karyawan terhadap pekerjaannya, jabatannya dan
organisasi. Kesetiaan ini dicerminkan oleh kesediaan karyawan
menjaga dan membela organisasi, di dalam maupun di luar
pekerjaannyadari rongrongan orang-orang yang tidak bertanggung
jawab.
b. Prestasi kerja
Hasil kerja baik kualitas maupun kuantitas yang dapat dihasilkan
karyawan tersebut dari uraian jabatannya.
c. Kejujuran
Kejujuran dalam melaksanakan tugas-tugasnya memenuhi
perjanjianbaik bagi dirinya sendiri maupun terhadap orang lain seperti
kepada para bawahannya.
d. Kedisplinan
Kedisiplin karyawan dalam mematuhi peraturan-peraturan yang ada
dan melakukan pekerjaannya sesuai dengan instruksi yang dibebankan
kepadanya.
e. Kreativitas
Kemampuan karyawan dalam mengembangkan kreativitasnya untuk
menyelesaikan pekerjaannya, sehingga bekerja bekerja lebih berdaya
guna dan berhasil guna.
f. Kerjasama
Kesediaan karyawan berpartisipasi dan bekerjasama dengan karyawan
lainnyasecara vertikal maupun horizontal, baik sidalam maupun diluar
pekerjaan sehingga hasil pekerjaan akan semakin baik.
g. Kepemimpinan
Kemampuan untuk memimpin, berpengaruh, mempunyai pribadi yang
kuat, dihormati, berwibawa, dan dapat memotivasi orang lain ataupun
bawahannya untuk bekerja secara efektif.
h. Kepribadian
Karyawan dari sikap prilakau, kesopanan dan periang, disukai,
memeberi kesan menyenangkan, memperlihatkan sikap yang baik,
serta berpenampilan simpatik dan wajar.
i. Prakarsa
Kemampuan berfikir yang orisinal dan berdasarkan inisiatif sendiri
utuk menganalisis,menilai, menciptakan, memberi alas an,
mendapatkan kesimpulan dan membuat keputusan penyelesaian
masalah yang dihadapinnya.
j. Kecakapan
Kacakapan karyawan dalam menyatukan dan menyelaraskan bermaca-
macam elemen yang semuanya terlibat di dalam penyusunan
kebijaksaan dan di dalam situasi manajemen.
k. Tanggung jawab
Kesediaan karyawan dalam mempertanggung jawabkan
kebijaksanaannya pekerjaaan dan hasil kerjanya saran dan
prasarananya.

4. Sistem Penilaian Evaluasi Kinerja


Menurut Robbins (2007), yang mengevaluasi kinerja karyawan adalah :
a. Atasan langsung, sekitar 95 persen dari semua evaluasi kinerja pada
organisasi tingkat bawah dan menengah dijalankan oleh atasan
langsung karyawan itu. Namun, banyak atasan yang merasa tidak
memenuhi syarat untuk menilai kontribusi yang unik dari masing-
masing anak buahnya.
b. Rekan kerja, evaluasi sesama rekan kerja merupakan salah satu sumber
paling handal atas data penilaian. Pertama, sesama rekan kerja saling
berinteraksi sehari- sehari dan dapat memberi pandangan menyeluruh
terhadap kinerja karyawan. Kedua, penggunaan sesama rekan kerja
sebagai penilai menghasilkan sejumlah penilaian yang independen.
Kekurangan evaluasi sesama rekan kerja dapat terhambat karena
ketidaksediaan rekan kerja untuk saling mengevaluasi dan adanya
prasangka berdasarkan persahabatan atau kebencian.
c. Evaluasi diri, meminta karyawan mengevaluasi kinerja mereka sendiri
secara konsisten. Kelemahan dari sistem ini adalah penilaian sangat
dibesar-besarkan dan prasangka mementingkan diri sendiri. Karena
kelemahan yang serius ini, evaluasi diri lebih cocok digunakan dalam
pengembangan bukan untuk evaluasi.
d. Bawahan langsung. Evaluasi bawahan langsung dapat memberikan
informasi yang tepat dan rinci mengenai perilaku atasan. Yang jadi
masalah bentuk penilaian ini adalah rasa takut akan dibalas oleh para
atasan yang dievaluasi.

5. Model Evaluasi Kinerja


Menurut Wirawan (2009) setiap organisasi mempunyai karakteristik yang
berbeda dengan organisasi lainnya, dan setiap organisasi mempunyai
model sistem evaluasi kinerja yang berbeda mengenai dimensi kerja,
indikator kerja, standar kinerja, dan instrument yang berbeda. Model-
model umum yang digunakan berbagai organisasi antara lain :
a. Model Esai
Model esai merupakan, metode evaluasi kinerja yang penilainya
merumuskan hasil dalam bentuk esai. Isi esai melukiskan kekuatan dan
kelemahan indikator kinerja karyawan yang dinilai. Kualitas model
evaluasi kinerja esai tergantung pada kemampuan penilai dalam
menyusun esai mengenai indikator kinerja ternilai. Keunggulan evaluasi
kinerja esai memungkinkan penilai melukiskan kinerja ternilai sangat
terperinci karena bentuknya terbuka walaupun indikator kinerjanya
terstruktur. Kelemahan evaluasi kinerja model esai adalah memerlukan
waktu untuk menyusun esai tentang kinerja karyawan.
b. Model Critical Insident
Model critical incident mengharuskan penilai untuk membuat catatan
berupa pernyataan yang melukiskan perilaku baik (yang sesuai standar)
dan perilaku buruk (tidak sesuai dengan standar). Insiden-insiden
dicatat oleh penilai sepanjang periode evaluasi kinerja. Kelemahan
metode ini adalah antara lain, jika penilai tidak membuat catatan kerja
hariannya karena malas atau lupa melakukannya, maka penilaian
kinerjanya tidak lengkap. Jika penilai mempunyai sepuluh atau lebih
objek penilaian, maka waktunya akan habis hanya untuk membuat
catatan dan tidak dapat mengembangkan pekerjaan dan produktifitas
unit kerjanya. Kelemahan lain adalah evaluasi ini memerlukan waktu,
mahal, penilai harus mempunyai keterampilan verbal, analistis dan
kemampuan untuk menyusun deskripsi kinerja secara tertulis objektif
dan akurat. Bagi karyawan dinilai dianggap mengganggu karena merasa
diawasi, karyawan sering merasa stres dan tidak tenang. Hal ini dapat
mengganggu hubungan di tempat kerja.
c. Ranking Method
Ranking method atau metode me-ranking, yaitu mengurutkan para
pegawai yang nilainya tertinggi sampai yang paling rendah. Metode ini
dimulai dengan mengobservasi dan menilai kinerja, kemudian
meranking kinerja mereka. Metode ranking digunakan untuk
mekanisme pembinaan dan pengembangan karier, jika ada jabatan
yang lowong, kesempatan pengisian jabatan diberikan kepada pegawai
berdasarkan urutannya.
d. Model Checklist
Evaluasi kinerja model checklist berisi daftar indikator-indikator hasil
kerja, perilaku kerja, atau sifat pribadi yang diperlukan dalam
melaksanakan pekerjaan. Dalam metode ini penilai mengobservasi
kinerja ternilai kemudian memilih indikator yang melukiskan kinerja
atau karakteristik ternilai dan memberi tanda cek diinstrumen. Bentuk
instrumen checklist beragam, setiap indikator mempunyai bobot dan
jumlah bobot kemudian dijumlahkan.
e. Model Graphic Rating Scale
Model checklist yang menggunakan skala disebut Graphic Rating Scale
atau rating berskala. Cirinya adalah indikator kinerja karyawan
dikemukakan beserta definisi singkat. Deskriptor level kinerja
dikemukakan dalam bentuk skala yang masing-masing mempunyai nilai
angka, dalam mengobservasi indikator kinerja karyawan ternilai diberi
tanda centang )√). Atau silang (X) pada skala. Angka-angka tersebut
kemudian dijumlahkan dan hasilnya diubah kembali kedalam kata sifat.
f. Model Behaviorally Anchor Rating Scale (BARS)
Sistem evaluasi kinerja model BARS merupakan sistem evaluasi yang
menggunakan pendekatan perilaku kerja yang sering digabungkan
dengan sifat pribadi. Indikator penilaianya terdiri dari kemampuan,
efektifitas dan efesiensi, otoritas dan tanggung Jawab, disiplin, inisiatif.
BARS terdiri atas suatu seri, 5-10 skala perilaku vertikal untuk setiap
indikator kerja. Untuk setiap dimensi disusun 5-10 anchor, yaitu
berupa perilaku yang menunjukkan kinerja untuk setiap dimensi. nchor-
anchor tersebut disusun dari nilainya tinggi sampai nilai rendah, anchor
tersebut dapat berupa critical incident yang diperoleh melalui job
analysis.
g. Model Forced Distribution
Sistem evaluasi kinerja yang mengklasifikasikan karyawan menjadi 5
sampai 10 kelompok, dimulai dari kelompok yang nilainya sangat
rendah sampai nilai kelompok sangat baik. Model evaluasi kinerja
distribusi paksaan ini dikaitkan dengan kebijakan keuangan.
h. Model Forced Choice Scale
Dengan sistem ini penilai dipaksa memilih beberapa satu dari empat
perilaku yang disebut tetrad. Perilaku mana yang paling baik
melukiskan ternilai dan mana yang paling tidak melukiskan
perilakunya. Penilai diminta memilih satu diantara dua perilaku positif
dan satu perilaku negatif dari dua perilaku negatif. Kelemahannya
adalah penilai tidak mengetahui nilai setiap deskripsi perilaku ternilai.
i. Model Behavior Observation Scale (BOS)
Model evaluasi kinerja BOS sama dengan BARS. Keduanya
berdasarkan atas perilaku kerja. Perbedaannya dalam BOS penilai
diminta untuk menyatakan berapa kali perilaku tersebut muncul.
j. Model Behavior Expectation Scale (BES)
Dalam model evaluasi ini perusahaan/organisasi mengharapkan
(expectation) agar pegawai melaksanakan pekerjaan dengan baik, sesuai
dengan kode etik dan mengikuti prosedur.

6. Cara untuk Meningkatkan Kinerja


Menurut Chew dalam Arwani, dkk (2006), yang harus dilakukan seorang
pimpinan terhadap bawahan atau pegawainya untuk dapat meningkatkan
kinerja, yaitu :
a. Pemberian instruksi yang jelas, pegawai perlu mengetahui secara jelas
mengenai kegiatan dan penjabarannya melalui bahasa yang sederhana
dan dimengerti.
b. Belajar untuk menjadi pendengar yang baik.
c. Menghargai staf yang berprestasi.
d. Mengetahui kapan dan dimana pemberian kritik.
e. Memberikan perhatian terhadap perkembangan karier bawahan.
f. Pemberian tantangan dengan cara memberikan tantangan pada
pekerjaan agar produktivitas antusiasme kinerja meningkat.
g. Selalu melakukan komunikasi dengan bawahan.
h. Menghargai bawahan dan mereka adalah orang yang dibutuhkan.
i. Tetaplah konsisten agar staf tidak bingung frustasi dan pasif.
j. Berlakulah adil.
k. Tahu bagaimana berkata “tidak” terutama yang menyangkut visi dan
misi.

7. Cara Menilai Kinerja Perawat


Dalam menilai kinerja perawat digunakan standar praktek keperawatan
yang merupakan pedoman bagi perawat dalam melaksanakan asuhan
keperawatan. Instrumen evaluasi penerapan standar asuhan keperawatan
(SAK) pada pedoman studi dokumentasi asuhan keperawatan yang
meliputi pengkajian, diagnosa, perencanaan, tindakan, evaluasi dan catatan
asuhan keperawatan. Instrumen evaluasi persepsi pasien/keluarga terhadap
mutu asuhan keperawatan di rumah sakit terdiri dari data umum, data
pelayanan keperawatan, saran pasien/ keluarga untuk perbaikan,
merupakan pertanyaan terbuka. Dan instrumen evaluasi tindakan perawat
berdasarkan SOP yang dinilai yaitu persiapan dan pelaksanaan tiap
kegiatan keperawatan (Depkes, 2001).
a. Penerapan SAK pada pedoman studi dokumenasi asuhan keperawatan,
dinilai atas :
1. Standar I : Pengkajian Keperawatan
Pengkajian keperawatan terdiri dari:
a. Pengumpulan data menggunakan format baku, sistematis, diisi
sesuai dengan item yang tersedia, aktual, valid. Pengelompokan
data: data biologis, psikologis, sosial, dan spiritual.
b. Perumusan masalah merupakan kesenjangan status kesehatan
dengan norma dan pola fungsi hidup. Perumusan masalah
ditunjuang oleh data yang telah dikumpulkan.
2. Standar II : Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah pernyataan yang menjelaskan status
atau masalah kesehatan aktual dan potensial.. Instrumen penilaian
kinerja perawat pada proses diagnosa keperawatan menurut Depkes
(2001) terdiri dari: diagnosa keperawatan berdasarkan masalah yang
telah dirumuskan, diagnosa keperawatan mencerminkan PE/PES,
dan merumuskan diagnosa keperawatan aktual/potensial.
3. Standar III : Perencanaan Keperawatan
Setelah data dikumpulkan, lamgkah selanjutnya terdiri dari tahap
prioritas masalah, perumusan tujuan dan rencana tindakan.
Perumusan tujuan berdasarkan aspek: spesifik, bisa diukur, bisa
dicapai, realistik dan ada batas waktu. Rencan tindakan disusun
berdasarkan tujuan asuhan keperawatan dengan melibatkan klien?
keluarga, mempertimbangkan latar belakang budaya klien,
menentukan alternatif tindakan yang tepat, mempertimbangkan
kebijakan dan peraturan yang berlaku, lingkungan, sumber daya, dan
fasilitas yang ada, menjamin ras aman dan nyaman bagi klien dan
dilakukan dengan kalimat instruksi, ringkas, tegas dengan bahasa
mudah dimengerti.
4. Standar IV : Implementasi Keperawatan
Dalam implementasi, perawat tinggal menerapkan kepada klien
sesuai dengan interven si yang telah ditetapkan sebelumnya.
Implementasi keperawatan terdiri dari:
a. dilaksanakan sesuai dengan rencana keperawatan
b. menyangkut keadaan bio-psiko-sosial spiritual klien
c. menjelaskan setiap tindakan keperawatan yang akan dilakukan
kepada klien
d. sesuai dengan waktu yang telah ditentukan
e. menggunakan sumber daya yang ada
f. menerapkan prinsip aseptik dan antiseptik
g. menerapkan prinsip aman, nyaman, ekonomis, privasi dan
mengutamakan keselamatan klien
h. melakukan perbaikan tindakan berdasarkan respon pasien
i. merujuk bila ada masalah yang mengancam keselamatan pasien
j. mencatat semua tindakan yang telah dilaksanakan
k. merapikan pasien dan alat setiap selesai melakukan tindakan
l. melaksanakan tindakan keperawatan berpedoman pada
prosesdur teknis yang telah ditentukan
5. Standar V : Evaluasi Keperawatan
Setiap tindakan keperawatan dilakukan evaluasi. Evaluasi hasil
menggunakan indikator yang ada pada rumusan tujuan. Hasil
evaluasi segera dicatat dan dikomunikasikan. Evaluasi melibatkan
klien, keluarga dan tim kesehatan
6. Standar VI : Catatan Asuhan Keperawatan
Catatan asuhan keperawatan terdiri dari:
a. evaluasi dilakukan sesuai dengan standar
b. dilakukan sesama klien dirawat inap dan rawat jalan
c. dapat digunakan sebagai bahan informasi, komunikasi dan
laporan
d. dilakukan segera setelah tinddakan dilaksanakan
e. penulisannya harus jelas dan ringkas serta menggunakan istilah
yang baku
f. sesuai dengan pelaksanakan proses keperawatn
g. setiap pencatatan harus mencantumkan inisial/paraf/nama
perawat, yang melaksanakan tindakan dan waktunya
h. menggunakan formulir yang baku
i. disimpan sesuai dengan peraturan yang berlaku

8. Manfaat penilaian kinerja


Menurut Nursalam (2011) manfaat penilaian kinerja terdiri dari:
a. Meningkatkan prestasi kerja staf, baik secara individu maupun
kelompok, dengan memberikan kesempatan pada mereka untuk
memenuhi kebutuhan aktualisasi diri dalam kerangka pencapaian
tujuan dari kualitas perayanan rumah sakit
b. Peningkatan yang terjadi pada prestasi staf secara perorangan akan
mempengaruhi atau mendorong sumber daya manusia secara
keseluruhannya.
c. Merangsang minat dalam pengembangan pribadi dengan tujuan
meningkatkan hasil karya dan prestasi, yaitu melalui umpan balik
terhadapprestasi kerja.
d. Membantu rumah sakit untuk dapat menyusun program
pengembangan dan pelatihan staf yang lebih tepat guna. Rumah sakit
akan tenaga yang terampil untuk pengembangan pelayanan
keperawatan masa depan.
e. Menyediakan alat dan sarana untuk membandingkan prestasi kerja
melalui peningkatan gaji atau sistem imbalan yang baik
f. Memberikan kesempatan pada pegawai ataustaf untuk
menyampaiakan perasaan tentang pekerjaannya atau hal lain yangb
ada kaitannya melalui jalur komunikasi dan dialog, sehingga dapat
mempererat hubungan antara atasan dan bawahan.
Sistem penghargaan merupakan salah satu bagian terpenting yang dapat
mempengaruhi kinerja individu, hal ini didukung oleh Panggabean (2002),
kompensasi dapat di definisikan sebagai bentuk penghargaan yang di
berikan kepada karyawan sebagai balas jasa atas kontribusi yang mereka
berikan kepada organisasi. Semakin besar penghargaan yang diberikan
maka semakin besar pula kinerja perawat.

C. Dokumentasi keperawatan
1. Pengertian dokumentasi keperawtan

Dokumentasi keperawatan adalah bukti pencatatan dan pelaporan asuhan


keperawatan yang dimiliki tenaga perawat. Pencatatan ini berguna untuk
kepentingan pasien dan tenaga medis untuk memberikan pelayanan
kesehatan kepada satu orang/pasien pemilik dokumentasi. Catatan ini
ditulis secara lengkap dan akurat. Yang bertanggung jawab atas
dokumentasi itu adalah perawat yang melakukan dokumentasi (hidayat,
2002). Dokumentasi keperawatan merupakan kumpulan informasi
keperawatan dan kesehatan klien yang dilakukan perawat, sebagai
pertanggungjawaban dan pertanggunggugatan terhadap asuhan
keperawatan yang dilakukan perawat (Tri prabowo, 2017).
Pendokumentasian dalam proses keperawatan merupakan metode yang
tepat untuk mengambil keputusan yang sistematis, problem solving dan
riset lebih lanjut (nursalam 2008). Dokumentasi keperawatan mencakup
pengkajian , identifikasi maslah, perencanaan ,intervensi dan
implementasi.

2. Informasi dalam dokumentasi asuhan keperawatan

Kategori informasi yang terkandung dalam dokumentasi pasien


(Dermawan, 2012):

a) Data demografi
b) Riwayat kesehatan dan pemeriksaan fifik
c) Formulir persetujuan
d) Diagnosa
e) Pengobatan
f) Catatan perkembangan berkesinambungan
g) Cacatan perawat
h) Catatan laboratorium
i) Laporan rontgen
j) Ringkasan pasien pulang
3. Tujuan dokumentasi keperawatan
Dengan menetahui apa tujuan dari dokumentasi keperawata, petugas
praktik keperawatan dapat menjalankan seluruh proses keperawatan
dengan baikdan penuh tanggung jawab. Menurut tri prabowo (2017),
tujuan utama dari pendokumentasian keperawatang sebagai berikut:
a) Sebagai sarana komunikasi
Dokumentasi keperawatan dapat diguakan sebagai sarana komunikasi
yang akurat dan lengkap dalam beberapa hal seperti berikut:
1. Membantu koordinasi asuhan keperawatan yang diberikan oleh tim
kesehatan. Dengan dokumentasi proses keperawatan yang sistematis
dan teratu, masing-masing anggota tim keperawatan dapat
mengetahui apa saja yang sudah dilakukan oleh tiap angota tim, serta
rencana apa saja yang akan dilakukan.
2. Mencegah pengulangan informasi terhadap pasien atau anggota tim
kesehatan lainnya.
3. Dengan membiasakan diri untuk mencatat setiap proses keperawatan
yang akan dilakukan , dapat mengurangi kesalahan tindakan
keperawatan yang mungkin terjadi.
4. Membantu perawat agar menggunakan waktu secara efisien. Dengan
melakukan dokumentasi ,perawat tidak akan melakukan tindakan
secara berulang
b) Menunjukkan akuntabilitas (mekanisme pertanggung-gugatan)
1. Dokumentasi keperawatan dapat dijadikan sebagai settle concer atau
menjawab ketidak puasan pasien terhadap pelayanan kesehatan yang
diterima.
2. Dokumentasi tertulis dapat juga menjadi alat perlindungan pasien
dari tindakan malpraktik yang mungkin dilakukan oleh tenaga
keperawatan. Hal ini dapat membuat pasien merasa nyaman dengan
tindakan yang akan ia terima.
3. Dengan catatan dokumentasi, perawat dapat melindungin dirinya
sendiri, jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan
4. Catatan dokumentasi merupakan dokumen yang legal, serta memiliki
dasar hukum yang sah yang dapat digunakan sebagai bukti.
5. Berbagai catatan tertulis mampu menjadi dasar bagi seluruh perawat
untuk memberikan data tentang tanggung jawab, serta kewenangan
profesi.
c) Sebagai kegiatan penelitian
Berbagai infonmasi dalam dokumentasi keperawatan dapat dijadikan
sewbagai bahan dalam melakukan penelitian. Dengan adanya kegiatan
penelitian , dapat meningkatkan kualitas berbagai pelayanan kesehatan
dan perkembangan ilmu pengetahuan keperawatan
d) Sebagai sarana pendidikan
Dengan melakukan dokumentasi keperawatan secara sistematis, dapat
menjadi modal bagi mahasiswa keperawatan untuk memperluas
pengetahuannya. Melalui pencatatan tersebut, mahasiswa dapat
mengetahui berbagai tanda dan gejala , komplikasi, dan berbagai
tindakan keperawatan yang diberikan kepada pasien.
e) Sebagai sarana pembayaran
Dengan pencatatan dokumentasi, pasien yang mendapatkan tindakan
pengobatan, dapat mengklaim pihak asuransi untuk mendapatkan uang
pengganti pengobatan, sesuai dengan hak pasien.
f) Sebagai jaminan kualitas pelayanan
Dengan melakukan pencatatan dokumentasi secara sistematis, dapat
memantau seluruh proses keperawatan yang telah dilakukan perawat.
Berdasarkan hasil pemantauan tersebut, kualitas pelayanan pun dapat
terjaga. Dokumen tersebut sekaligus menjadi alat kontrol terhadap
kinerja perawat, dan institusi kesehatan itu sendiri
g) Sebagai bahan akreditasi institusi keperawatan
Dalam pengakreditasian institusi keperawatan, dokumentasi
keperawatan merupakan salah satu bahan penilaian.
i. Mengidentifikasi status kesehatan pasien
Dokumen keperawatan yang tercatat sangat bermanfaat bagi
penyembuhan pasien yang sedang dirawat. Dengan dokuemn
keperawatan yang tercatat, para petugas keperawatan beserta tim, dapat
menentukan dengan seksama berbagai kebutuhan asuhan keperawatan
pasien.
4. Tahapan pendokumentasian asuhan keperawatan
Dalam pendokumentasian keperawatan, perawat melakukukan
dokumentasi melalui proses keperawatan. Tahap-tahap pendokumentasian
proses keperawatan menurut Tri Prabowo (2011) adalah sebgai berikut:
I. Dokumentasi pengkajian
Tahap pengkajian adalah tahap awal dalam melakukan asuhan
keperawtan. Pada tahap ini dilakukan pengumpulan data yang
dibutuhkan, baik wawancara dengan pasien atau keluarga.
a. Tujuan dokumentasi pengkajian keperawatan:
1. Mengumpulkan, mengobservasi, serta mencatat berbagai data
yang menjelaskan respon tubuh akibat masalah kesehatan
2. Mengidentifikasi kebutuhan pasien terhadap masalah
keperawatana yang akan memengaruhi layanan keperawatan
3. Menjamin adanya informasi dasar
4. Mengidentifikasi karakteristik dari kondisi pasien
5. Menyajikan data yang cukup bagi kebutuhan pasien
6. Menjadi dasar bagi pencatatan rencana keperawatan yang efektif
b. Jenis pengkajian keperawatan
Ada tiga jenis pengkajian keperawatan yang menjadi pola umum
dari proses keprawatan. Pengakajian awal dimulai ketika pasien
mulai dilakukan asuhan keperawatan. Fase ini dilakukan dengan
cara mengisi formulir data dasar keperawatan. Ada tiga jenis
pengkajian keperawatan yang menjadi pola umum dari proses
keperawatan.
1. Tanya jawab
Format ini semacam format wawancara atau tanya jawab antara
petugas keperawatan dengan pasien. Dalam tahap ini perawat
yang bertugas mencatat berbagai respon klien terhadap
pertanyaan yang diajuakan dalam formulirpertanyaan.
2. Check list
Format ini umumnya bersifat terbuka, dengan menggunakan
format ini, semua data yang ingin diketahui sudah tertera di
dalam lembar pertanyaan.
3. Daftar pertanyaan (kuesioner)
Format ini disususn agar pasien dan keluarga dapat mengisi
sendiri berbagai pertanyaan yang ada pada lembar pertanyaan
c. Pedoman umum dokumentasi pengkajian
1. Sebaiknya selalu menggunakan format yang sistematis untuk
memudahkan pemahaman
2. Petugas keperawatan melakukan pengkajian terhadap respon
pasien yang berhubungan dengan kesehatan serta
penatalaksanaan kesehatan.
3. Tanyakan dan catat juga riwayat pengobatan yang pernah
dilakukan oleh pasien.
4. Seluruh data dimasukkan kedalam format pengkajian
5. Mengelompokkan berbagai data dalam kategori respons pasien
misalnya, aktivitas, koping, nutrisi, eliminasi, komunikasi, dab
lain-lain.
6. Mengelompokkan data subjektif dan data objektif
II. Fase diagnosa
Diagnosa keperawatan adalah sebuah pernyataan yang tegas dan
sesuai denga fakta yang terjadi di lapangan. Melakukan pencatatan
diagnosa keperawatan harus tenaga keperawatan yang mempunidan
profesional. Pedoman menulis dokumentasi diagnosa keperawtan:
1. Diagnosa keperawatan memuat pernyataan singakat, ringkas, tegas,
dan jelas. Pernyataan tersbut adalah catatan keputusan perawat
tentang berbagai respons pasien terhadap berbagai masalah
kesehatan yang dialami.
2. Diagnosa keperawatan bersifat akurat
3. Diagnosa keperawatan berbeda dengan diagnosa medis
4. Diagnosa keperawatan harus selalu memberi arah pada asuhan
keperawatan
5. Jangan lupa mencatat berbagai hal yang berhubungan dengan
diagnosa aktual serta potensial dan resiko. Menggunakan istilah
yang konsisten
6. Menuliskan seluruh prose diagnosa keperawatan dalam format
yang telah ditetapkan.
III. Fase perencanaan
Dokumentasi perencanaan keperawatan adalah kegiatan pencatatan
atau penulisan mengenai berbagai tindakan perencanaan yang akan
dilakukan kepada pasien. Sejumlah pencatatan yang perlu dibuat
dalam perencanaan berupa berbagai cara memecahkan sejumlah
masalah kesehatan yang dihadapi pasien.

Tujuan dokumentasi perencanaan keperawatan:

1. Dokumntasi perencanaan keperawatan berisi berbagai informasi


yang sifatnya jelas, akurat, tepat, rasional, serta potensial sesuai
dengan diagnosa keperawatan
2. Sebagai sarana komunikasi anatara tim kesehatan.
3. Membuat dokumentasi perencanaan keperawatan menjadikan
proses keperawatan lebih mudah dan berkelanjutan
4. Dapat memberi gambaran tindakan yang akan dilakukan
IV. Fase intervensi
Dokumentasi intervensi keperawatan adalah tahapan implementasi
dari seluruh proses keperawatan yang telah disusun dalam asuhan
keperawatan. Dokumentasi intervensi keperawatan berbentuk
tindakan yang akan dilakukan terhadap pasien. Jenis dokumentasi
intervensi keperawatan:
1. Dokumentasi intervensi pendidikan kesehatan
Dengan melakukan intervensi bidang pendidikan kesehatan, para
praktisi keperawatan dapat membantu enyembuhkan pasien,
sekaligus membantu klien untuk meningkatkan pengetahuan
pasien.
2. Dokumentasi intervensi keperawatan.
Dokumentasi ini adalah jenis dokumentasi yang lazim dilaksanakan
oleh perawat. Pada dokumentasi jenis ini, semua proses
keperawatan akan dimasukkan dalam lembar catatan intervensi
keperawatan. Lembar pencatatan implementasi berupa, lebar
observasi tanda-tanda vital, lembar observasi cairan, lembar
observasi pemberian obat, lembar catatan implementasi
keperawatan, grafik tanda-tanda vital,
V. Fase evaluasi
Pada tahap ini seluruh kegiatan proses keperawatan dinilai serta
dievaluasi. Berdasarkan dokementasi evaluasi dapat dinilai apakah
proses keperawatan berjalan dengan baik, ataukah sudah mencapai
tujuan yang diinginkan. Menurut Marilyn E. Doenges, komponen
dalam melakukan evaluasi keperawatan adalah:
1. Pengkajian ulang
Pengkajian ulang merupakan pemantauan status pasien secara
kontinue, konsisten dan berkesinambungan. Adapun pengkajian
ulang yang dilakukan berupa respons pasien dan reaksi pasien
terhadap berbagai intervensi keperawatan yang dilakukan.
2. Modifikasi rencana keperawatan
Modifikasi rencana keperawatan biasanya berhubungan dengan,
bagaimana keseluruhan kebutuhan pasien telah terpenuhi. Jika
kebutuhan dasar pasien telah terpenuhi, maka selanjutnya asuhan
keperawatan bisa beralih ke kebutuhan yang lain.
3. Pengehentian pelayanan
Jika seluruh harapan sudah terpenuhi, seluruh hasil yang
diharapkan telah tercapai, maka pemberhentian pelayanan
keperawatan dapat benar-benar dihentikan
5. Prinsip-Prinsip Pendokumentasian
Menurut Nursalam (2001) prinsip pendokumentasian ditinjau dari dua
segi, yaitu dari segi isi maupun teknik pencatatan.
a. Segi isi dokumentasi
1) Mengandung Nilai Administratif
Misalnya rangkaian pendokumentasian kegiatan pelayanan
keperawatan merupakan alat pembelaan yang sah manakala terjadi
gugatan.
2) Mengandung Nilai Hukum
Misalnya catatan medis kesehatan keperawatan dapat dijadikan
sebagai pegangan hukum bagi rumah sakit, petugas kesehaan,
maupun pasien.
3) Mengandung Nilai Keuangan
Kegiatan pelayanan medis keperawatan akan menggambarkan
tinggi rendahnya biaya perawatan yang merupakan sumber
perencanaan keuangan rumah sakit.
4) Mengandung Nilai Riset
Pencatatan mengandung data, atau informasi, atau bahan yang
dapat digunakan sebagai objek penelitian, karena dokumentasi
merupakan informasi yang terjadi di masa lalu.
5) Mengandung Nilai Edukasi
Pencatatan medis keperawatan dapat digunakan sebagai referensi
atau bahan pengajaran di bidang profesi.
b. Segi tekhnik pencatatan
1) Menulis nama pasien pada setiap halaman catatan perawat
2) Mudah dibaca, sebaiknya menggunakan tinta warna biru atau hitam
3) Akurat, menulis catatan selalu dimulai dengan menulis tanggal,
waktu dan dapat dipercaya secara fakta.
4) Ringkas, singkatan yang biasa digunakan dan dapat diterima, dapat
dipakai. Contoh : Kg untuk Kilogram
5) Pencatatan mencakup keadaan sekarang dan waktu lampau
6) Jika terjadi kesalahan pada saat pencatatan, coret satu kali
kemudian tulis kata “salah” diatasnya serta paraf dengan jelas.
Dilanjutkan dengan informasi yang benar “jangan dihapus”.
Validitas pencatatan akan rusak jika ada penghapusan.
7) Tulis nama jelas pada setiap hal yang telah dilakukan dan bubuhi
tanda tangan
8) Jika pencatatan bersambung pada halaman baru, tandatangani dan
tulis kembali waktu dan tanggal pada bagian halaman tersebut.

6. Faktor-faktor yang menghambat pendokumentasian


Didalam pendokumentasian kadang-kadang ada hal-hal yang mebuat
pendokumentasian tersebut menjadi telhalang. Menurut tri prabowo
(2017) , faktor-faktor yang menghambat pendokumentasian keperawatan
sebagai berikut:
1. Kurangnya pemahaman tentang dasar-dasar dokumentasi keperawatan
2. Kurangnya kesadaran tentang pentingnya dokumentasi keperawatan
3. Dokumentasi keperawatan dianggap sebagai kualitas atau kuantitas
4. Keterbatasan tenaga, baik dari segi kualitas maupun kuantitas
5. Format yang tersedia kurang memadai

D. Kerangka konsep

Kinerja perawat dalam


Pemberian insentif pendokumentasian asuhan
keperawatan
Skema hubungan pemberian insentif dengan kinerja perawat dalam
pendokumentasian asuhan keperawatan

E. Hipotesis

Ha :Ada hubungan penerimaan insentif dengan kinerja perawat dalam


pendokumentasian asuhan keperawatan

Ho :Tidak ada hubungan penerimaan insentif dengan kinerja perawat dalam


pendokumentasian asuhan keperawatan

Anda mungkin juga menyukai