Anda di halaman 1dari 11

TUGAS EPIDEMIOLOGI KLKK

ANALISIS JUURNAL PENYAKIT BERBASIS KLKK DENGAN 4 KONSEP


TIMBULNYA PENYAKIT

DOSEN PENGAMPU : APRIYANA IRJAYANTI, S.KM, M.Kes

Disusun oleh :

DEBI RESTU TRI SUSANTI

20170711014036

KLKK

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS CENDERAWASIH

2020
A. Konsep Triad Epidemiologi Pada Penyakit TB Paru
Berikut interaksi antara beberapa faktor penyebab penyakit TBC Paru pada Wilayah
Kerja Puskesmas Sentani diantaranya yaitu Faktor Penyebab (Agent), Pejamu (Host),
dan Lingkungan (Environtmental)
1. Pejamu (Host)
a. Umur
Berdasarkan data pada jurnal bahwa yang mendominasi Host yang terkena
penyakit TB Paru kelompok kasus usia remaja Sebanyak 60,4%, lalu
dewasa muda 18,9%, dewasa 15,1% dan lansia 5,7%.
Penyakit TB Paru dapat menyerang siapa saja dan berapun umurnya,
namun usia produktif lebih rentanterkena TB. Ini karena di usia tersebut,
orang yang melakukan kegiatan aktif tanpa menjaga kesehatan berisiko
lebih muda terserang TB (dr. Wiendra Waworuntu).
b. Jenis kelamin
Berdasarkan data pada jurnal jenis kelamin pada kelompok kasus laki-
laki 62,3% dan perempuan 37,7%.
Jenis kelamin laki-laki memiliki potensi lebih tinggi terkena penyakit
TB Paru dari pada perempuan, disebabkan mobilitas pria di luar rumah
lebih banyak menjadi alasan bakteri TB lebih mudah menyerang,
mengingat bahwa TB Paru menular melalui udara (dr. Asik Surya).
2. Penyebab (Agent)
a. Golongan Biologi
Mycobacterium tuberculocis, bakteri yang berbentuk batang dnegan
ukuran panjang 1-4 μm dan tebal 0,3-0,6 μm dan digolongkan dalam batil
asam (BTA).
3. Lingkungan (Environmental)
a. Faktor Fisik
a) Karakteristik Fisik Rumah
1) Berdasarkan data pada jurnal variabel jenis rumah dengan kejadian
TB Paru memiliki hubungan dengan nilai p=0,031,
2) Ada hubungan bermakna pencahayaan alami dalam kamar tidur
dengan kejadian TB Paru dengan nilai p=0,004,
3) Ada hubungan bermakna adanya sinar matahari langsung dalam
rumah dengan kejadian TB Paru dengan nilai p=0,020,
4) Ada hubungan bermakna luas ventilasi rumah dengan kejadian TB
Paru dengan nilai p=0,020.
5) Ada hubungan bermakna luas ventilasi kamar tidur dengan
kejadian TB Paru dengan nilai p=0,003,
6) Ada hubungan bermakna kelembaban udara kamar tidur dengan
kejadian TB Paru dengan nilai p=0,000,
7) Ada hubungan bermakna suhu udara kamar tidur dengan kejadian
TB Paru dengan nilai p=0,000,
8) Ada hubungan bermakna kepadatan hunian kamar tidur dengan
kejadian TB Paru dengan nilai p=0,004,
9) Ada hubungan bermakna jenis lantai rumah dengan kejadian TB
Paru dengan nilai p=0,001.
b) Karakteristik Geologis
1) Penyebaran kasus TB Paru rata-rata paling banyak menyebar di
daerah Sentani Kota (daerah dataran) sebanyak 28 kasus (52,8%),
didaerah perbukitan sebanyak 16 kasus (30,1%), di daearah rawa
sebanyak 4 kasus (7,5%) dan di daerah pesisir danau sentani
sebanyak kasus (9,4%).
Ini menggambarkan bahwa daerah dataran yang memiliki
karakteristik wilayah yang sangat baik mulai dari suhu,
kelembaban, kecepatan angin dan ketinggian wilayah sangat
mendukung sekali untuk penyebaran penyakit TB Paru di
wilayah kerja Puskesmas Sentani Kabupaten Jayapura. Berikut
perbedaan Karakteristik wilayah :
Faktor suhu udara
Suhu udara dengan penyebaran kasus penyakit TB Paru
menunjukan bahwa sebagian besar didaerah yang suhu
udara dalam taraf normal penyebaran kasus terbanyak
adalah di daerah dataran, rawa dan pesisir danau Sentani
pada waktu malam suhu udara sangat rendah dan dapat
menjadi suhu yang optimum untuk pertumbuhan kuman
Mycobacterium tuberculocis.
Faktor Kelembaban udara
Rata-rata sebagian besar daerah wilayah kerja puskesmas
Sentani kelembaban udaranya masih dalam batas normal
dan ini merupakan media yang sangat baik untuk
perkembangan mikroorganisme dan Mycobacterium
tuberculocis, dari daerah ketinggian, dataran, rawa dan
pesisir danau Sentani masihdalam taraf normal.
Kelembaban udara dengan penyebaran kasus penyakit TB
Paru menunjukan bahwasebagian besardi daerah yang
kelembaban udara normal penyebaran kasus terbanyak
adalah di daerah dataran, rawa, dan pesisir danau Sentani.
Pada daerah pesisir danau Sentani mempunyai
karakteristik rumah pangung dengan jenis lantai
rumahyang terbuat dari papan dan batang lontar, yang
beradadi pesisir danau, pada malam hari terjadi
penguapan air danau yang berlebihan yang masuk
kedalam rumah,sehingga meningkatkan kelembaban
udara ruanganpada malam hari, sehingga kuman
Mycobacteriumtuberculosis akan tumbuh dengan baik
dan dapatmenularkan pada orang lain yang berada di
dalam ruangan tersebut.
Faktor Kecepatan Udara
Karakteristik kecepatan angin dengan penyebaran kasus
penyakit tuberkulosis paru menunjukkan bahwa sebagian
besar di daerah yang kecepatan angin normalpenyebaran
kasus terbanyak adalah di darah dataran, rawa, dan pesisir
danau Sentani. Aliran kecepatan angin yang kencang
dapat mempengaruhi suhu udara, kelembaban udara dan
curah hujan disekitar wilayah tersebut sehingga dapat
menimbulkan keadaan lingkungan fisik rumah menjadi
berubah yaitu kelembaban dan suhu udara ruangan akan
menurun, dan ini dapat mempengaruhi perkembangan
dari kuman Mycobacterium tuberculosis untuk
bertumbuh. Kecepatan angin di kabupaten Jayapura pada
siang hari sedikit kencang, tetapi pada malam hari
kecepatan angin menjadi normal.
Faktor Ketinggian wilayah
karakteristikketinggian wilayah dengan penyebaran kasus
penyakit tuberkulosis paru menunjukkan bahwa sebagian
besar di daerah yang ketinggian wilayah rendah
penyebaran kasus terbanyak adalah di darah dataran,
rawa, dan pesisir danau Sentani. Ketinggian wilayah
sangat berpengaruh terhadap suhu udara, kelembaban
udara dan kecepatan angin. Di Kabupaten Jayapura
sebagian besar wilayahnya adalah dataran tetapi banyak
juga permukiman yang berada di daerah ketinggian (>
150 dpl) ini mempengaruhi suhu, kelembaban dan
kecepatan angin, sehingga memungkinkan terjadi
penularan penyakit infeksi saluran pernafasan terutama
penyakit tuberkulosis paru.
B. Konsep 4 Simpul Pada Penyakit TB Paru
1. Simpul 1 (Sumber Penyakit)
Sumber penyakit Tuberculosis paru (TB) disebabkan oleh bakteri Mikobakterium
Tuberkulosis, Bakteri ini berbentuk batang dan bersifat tahan asam sehingga
dikenal juga sebagai Batang Tahan Asam (BTA)
2. Simpul 2 (Media Transmisi Penyakit)
Media Transimisi penyakit TBC biasanya menular melalui udara yang
tercemar dengan bakteri Mikobakterium tuberkulosa yang dilepaskan pada saat
penderita TBC batuk, dan pada anak-anak sumber infeksi umumnya berasal dari
penderita TBC dewasa. Bakteri ini bila sering masuk dan terkumpul di dalam
paru-paru akan berkembangbiak menjadi banyak (terutama pada orang dengan
daya tahan tubuh yang rendah), dan dapat menyebar melalui pembuluh darah atau
kelenjar getah bening.
3. Simpul 3 (Perilaku Pemajanan)
Penderita TB BTA positif sebagai sumber penularan menyebarkan
kuman ke udara dalam bentuk percikan dahak pada waktu batuk atau bersin.
Percikan dahak yang mengandung kuman dapat bertahan di udara pada suhu
kamar selama beberapa jam. Orang dapat terinfeksi jika percikan dahak itu
terhirup dalam saluran pernafasan. Kuman TB yang masuk kedalam tubuh
manusia dapat menyebar dari paru ke bagian tubuh lainnya, melalui sistem
peredaran darah, sistem saluran limfe, saluran nafas, atau penyebaran langsung
ke bagian-bagian tubuh lain.
4. Simpul 4 (Kejadian Penyakit)
Penyakit merupakan “out come” hubungan interaktif antara penduduk dengan
hubungan yang memiliki potensi bahaya gangguan kesehatan. Penyakit dapat
menyebabkan kelainan bentuk, kelainan fungsi, kelainan genetik, sebagai hasil
interaksi dengan lingkungan fisik dan sosial.
Pada simpul 4 ini membahas tentang terjaadinya penyakit pada tubuh
pasien dimana dapat mencakup 2 kemungkinan yaitu pasien dapat sakit atau
tidak. Pada kasus penyakit TB Paru, seseorang yang daya tahan tubuhnya
lemah apabila dia terpapar dengan si penderita TB Paru, dia akan terinfeksi.
Sedangkan daya tahan tubuh yang kuat bila terpapar oleh si penderita dia akan
tetap sehat, dengan catatan tidak terlalu terpapar.

C. Konsep Jaring-jaring Sebab-Akibat Pada Penyakit TB Paru

1. Jenis Rumah
2. Penacahayaan Alami
3. Sinar Maatahari Langsung
4. Luas Ventilasi rumah
5. Luas Ventilasi Kamar tidur Ling. Fisik Rumah

6. Kelembaban Udara kamar tidur


7. Suhu udara kamar tidur
8. Kepadatan hunian kamar Kej. Penyakit TB Paru
9. Jenis Lantai rumah

1. Suhu Udara
2. Kelembaban Udara
3. Kecepatan Angin Karakteristik Wilayah
4. Ketinggian wilayah
1. Lingkungan Fisik Rumah
 Jenis rumah dengan kejadian TB Paru memiliki hubungan dengan nilai p=0,031,
artinya jenis rumah yang tidak memenuhi syarat rumah sehat akan menyebabkan
mudahnya penyebaran bakteri Mycobacterium tuberculocis. Dengan kondisi
kriteria rumah tidakmemnuhii rumah sehat penderita TB Paru tidak di pungkiri
akan terjangkit penyakit lainnya seperti ISPA.
 Pencahayaan alami dalam kamar tidur ada hubungan bermakna dengan kejadian
TB Paru dengan nilai p=0,004. Artinya ada pengaruh pencahayaan terhadap
kejadian TB Paru di Puskemas Sentani Kabupaten Jayapura. Pencahayaan alami
menurut Kemenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 dianggap baik jika antara 60-
120 Lux dan buruk jika kurang dari 60 Lux atau lebih dari 120 Lux. Cahaya
matahari memegang peranan penting karena dapat membunuh bakteri penyakit
TB Paru. Oleh karena itu, rumah yang sehat harus memiliki jalan masuk cahaya
yang cukup. Jalan masuk Cahaya (jendela) luasnya sekurang-kurangnya 15%
sampai 20% dari luas lantai yang terdapat didalam ruangan rumah. Pencahayaan
dalam rumah yang tidak memnuhi syarat akan memudahkan perkembangan
Mycobacterium tuberculocis.
 Adanya sinar matahari langsung dalam rumah ada hubunngan dengan kejadia TB
Paru dengan nilai p=0,020. Artinya ada hubungan yang signifikan antara sinar
matahari langsung dalam rumah dengan kejadian TB Paru di Puskemas Sentani
Kabupaten Jayapura, berkaitan dengan sifat bakteri tuberculocis paru yang tidak
tahan terhadap sinar matahari. Pencahayaan alami matahari yang masuk kedalam
rumah dapat mengurangi terjadinya penularan penyakit TB Paru, karena cahaya
ultraviolet dari sinar matahari yang masuk ke dalam ruangan dapat membunuh
kuman. Dengan syarat tidak melebihi syarat pencahayaan alami menurut
Kemenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 dianggap baik jika antara 60-120 Lux
dan buruk jika kurang dari 60 Lux atau lebih dari 120 Lux.
 Luas ventilasi Rumah menunjukan adanya hubungan dengan kejadian penyakit
TB Paru dengan nilai p=0,020. Artinya Luas ventilasi rumah yang memenuhi
syarat (> 10% luas lantai), bukan merupakan faktor resiko terhadap kejadian
penyakit tuberkulosis paru, tetapi menjadi faktor protektif terhadap kejadian
penyakit TB Paru, ini disebabkan apabila luas ventilasi tidak memenuhi syarat
(<10% luas lantai) menimbulkan tingginya kelembaban dan suhu udara dalam
ruangan karena kurang adanya pertukaran udara dari luar rumag dan itu
menimbulkan kuman tuberkulosis akan bertahan hidup didalam ruangan karena
sifat kuman TB bisa bertahan hidup didalam ruangan yang gelap dan lembab.
Oleh sebab itu ventilasi rumah harus sesuai luasnya (>10% luas lantai) agar
pencahayaan dapat masuk kedalam rumah dan udara dapat bertukar dengan baik.
 Ada hubungan bermakna luas ventilasi kamar tidur dengan kejadian TB Paru
dengan nilai p=0,003. Artinya Kamar dengan luas ventilasi yang tidak memenuhi
syarat (<10% luas lantai) mempunyai risiko meningkatnya kejadian penyakit TB
Paru sebanyak 16,949 kali lebih besar dibandingkan dengan kamar yang luas
ventilasinya telah memnuhi syarat (>10% luas lantai). Luas ventilasi yang kurang
atau tidak ada membuat sinar matahari sulit masuk kedalam rumah sehingga
mempengaruhi perkembangan bakteri Tuberkulosis.
 Ada hubungan bermakna kelembaban udara kamar tidur dengan kejadian TB
Paru dengan nilai p=0,000. Artinya ada pengaruh kelembaban terhadap kejadian
TB Paru di Puskemas Sentani Kabupaten Jayapura. Menurut Kemenkes
Kemenkes No.829/Menkes/SK/VII/1999 kelembaban dianggap baik jika
memenuhi 40-70% dan buruk jika kurang dari 40% atau lebih dari 70%. Kuman
tuberkulosis mampu bertahan hidup di tempat yang gelapdan lembab dan akan
dormant ditempat kering dan dingin. Bakteri tuberkulosis paru akan mati pada
pemanasan 1000°C selama 5-10 menit, atau pada suhu 600°C selama 30 menit.
Bakteri tuberkulosis akan hidup subur pada lingkungan dengan kelembaban
tinggi, karena air membentuk lebih dari 80% volume sel bakteri dan merupakan
media yang paling baik untuk pertumbuhan dan kelangsungan hidup sel bakteri.
Kelembaban ruangan yang tinggi akan menjadi media yang baik untuk tumbuh
dan berkembang biaknya bakteri-bakteri patogen termasuk kuman tuberkulosis.
Mikroorganisme tersebut dapat masuk ke dalam tubuh melalui udara, selain itu
kelembaban yang tinggi dapat menyebabkan membran mukosa hidung menjadi
kering sehingga kurang efektif dalam menghadang mikroorganisme. Kelembaban
udara yang meningkat merupakan media yang baik untuk bakteri-bakteri
termasuk bakteri tuberkulosis.
 Ada hubungan bermakna suhu udara kamar tidur dengan kejadian TB Paru
dengan nilai p=0,000. Artinya Kamar dengan suhu udara ruangan tidak
memenuhi syarat (<18°C dan >30°C) mempunyai resiko meningkatakan kejadian
penyakit TB Paru sebanyak 8,913 kali lebih besar dibandingkan dengan kamar
yang suhu udara ruangan memenuhi syarat (18°C-30°C).
 Ada hubungan bermakna kepadatan hunian kamar tidur dengan kejadian TB Paru
dengan nilai p=0,004. artinya ada pengaruh kepadatan hunian kamar tidur
terhadap kejadian TB Paru di Puskesmas Sentanii Kabupaten Jayapura.
Kepadatan hunian ruang tidur menurut Keputusan Menteri Kesehatan No
829/MENKES/SK/VII/1999 tentang persyaratan kesehatan rumah, satu orang
minimal menempati luas rumah 4 m². Dengan kriteria tersebut diharapkan dapat
mencegah penularan penyakit dan melancarkan aktivitas. Keadaan tempat tinggal
yang padat dapat meningkatkan faktor polusi dalam rumah yang telah ada. Orang
yang tinggal di rumah dengan kepadatan hunian kamar yang tidak memenuhi
syarat mempunyai risiko 6,2 kali lebih besar untuk menderita TB Paru
dibandingkan orang yang tinggal di rumah dengan kepadatan hunian kamar yang
memenuhi syarat. Ruangan yang terlalu padat disamping menyebakan kurangnya
konsumsi oksigen juga dapat menyebabkan terjadinya penularanpenyakit antar anggota
keluarga apabila saalah satu anggota kelaurag terkena penyakit infeksi (Suryo, 2010).
Ruangan yang padat memudahkan perpindahan penyakit khususnya penyakit yang
menular melalui udara (Kurniasari, et al., 2012).
 Ada hubungan bermakna jenis lantai rumah dengan kejadian TB Paru dengan nilai
p=0,001. Artinya Rumah dengan jenis lantai yang tidak memenuhi syarat (tanah, papan
dan lontar/kedap air) mempunyai risiko meningkatkan kejadian penyakit TB Paru
sebanyak 4,575 kali lebih besar besar dibandingkan dengan rumah yang jenis lantai telah
memenuhi syarat (tegel/semen/kedap air). Kondisi rumah dapat menjadi salah satu faktor
risiko penularan TB. Debu yang menempel pada lantai dan dinding yang sulit
dibersihkan dapat menjadi media berkembangbiak Mycobacterium tuberculocis (Suryo,
2010).
2. Karakteristik Wilayah
 Faktor suhu udara
Suhu udara dengan penyebaran kasus penyakit TB Paru menunjukan bahwa
sebagian besar didaerah yang suhu udara dalam taraf normal penyebaran kasus
terbanyak adalah di daerah dataran, rawa dan pesisir danau Sentani pada waktu
malam suhu udara sangat rendah dan dapat menjadi suhu yang optimum untuk
pertumbuhan kuman Mycobacterium tuberculocis.
 Faktor Kelembaban udara
Rata-rata sebagian besar daerah wilayah kerja puskesmas Sentani kelembaban
udaranya masih dalam batas normal dan ini merupakan media yang sangat baik
untuk perkembangan mikroorganisme dan Mycobacterium tuberculocis, dari daerah
ketinggian, dataran, rawa dan pesisir danau Sentani masihdalam taraf normal.
Kelembaban udara dengan penyebaran kasus penyakit TB Paru menunjukan
bahwasebagian besardi daerah yang kelembaban udara normal penyebaran kasus
terbanyak adalah di daerah dataran, rawa, dan pesisir danau Sentani. Pada daerah
pesisir danau Sentani mempunyai karakteristik rumah panggung dengan jenis lantai
rumahyang terbuat dari papan dan batang lontar, yang beradadi pesisir danau, pada
malam hari terjadi penguapan air danau yang berlebihan yang masuk kedalam
rumah,sehingga meningkatkan kelembaban udara ruanganpada malam hari,
sehingga kuman Mycobacteriumtuberculosis akan tumbuh dengan baik dan
dapatmenularkan pada orang lain yang berada di dalam ruangan tersebut.
 Faktor Kecepatan Udara
Karakteristik kecepatan angin dengan penyebaran kasus penyakit tuberkulosis paru
menunjukkan bahwa sebagian besar di daerah yang kecepatan angin
normalpenyebaran kasus terbanyak adalah di darah dataran, rawa, dan pesisir danau
Sentani. Aliran kecepatan angin yang kencang dapat mempengaruhi suhu udara,
kelembaban udara dan curah hujan disekitar wilayah tersebut sehingga
dapatmenimbulkan keadaan lingkungan fisik rumah menjadi berubah yaitu
kelembaban dan suhu udara ruangan akan menurun, dan ini dapat mempengaruhi
perkembangan dari kuman Mycobacterium tuberculosis untuk bertumbuh.
Kecepatan angin di kabupaten Jayapura pada siang hari sedikit kencang, tetapi pada
malam hari kecepatan angin menjadi normal.
 Faktor Ketinggian wilayah
Ketinggian wilayah dengan penyebaran kasus penyakit tuberkulosis paru
menunjukkan bahwa sebagian besar di daerah yang ketinggian wilayah rendah
penyebaran kasus terbanyak adalah di darah dataran, rawa, dan pesisir danau
Sentani. Ketinggian wilayah sangat berpengaruh terhadap suhu udara, kelembaban
udara dan kecepatan angin. Di Kabupaten Jayapura sebagian besar wilayahnya
adalah dataran tetapi banyak juga permukiman yang berada di daerah ketinggian (>
150 dpl) ini mempengaruhi suhu, kelembaban dan kecepatan angin, sehingga
memungkinkan terjadi penularan penyakit infeksi saluran pernafasan terutama
penyakit tuberkulosis paru.
D. Konsep Roda Pada Penyakit TB Paru
TB Paru disebabkan oleh infeksi kuman dengan nama yang sama, yaitu Mycobacterium
tuberculocis. Kuman atau bakteri tersebut menyebar diudara melalui percikan ludah
penderita, misalnya ketika berbicara, batuk atau bersin. Penularan TBC membutuhkan kontak
yang cukup dekat dan waktu yang cukup lama dengan penderita, tidak semudah dengan
penyebaran flu.

Faktor Lingkungan Fisik:


Lingkungan menjadi tempat penyebaran yang sangat berpengaruh. Mislanya adalah
lingkungan yang tidak memenuhi kriteria sehat, kondisi rumah yang tidak memenuhi rumah
sehat dapat menjadi tempat perkembangbiakan kuman TB Paru. Contohnya rumah yang
pencahayaannya kurang, luas ventilasi rumah dan luas ventilasi kamar tidur yang kurang,
kondisi rumah dan kamar tidur yang lembab, sirkulasi udara yang kuran baik, kepadatan
hunian kamar, dan jenis lantai rumah yang sulit untuk dibersihkan atau mudah lembab,
apabila itu merupakan kondisi suatu rumah penderita, kemungkinan besar penularan terhadap
keluarganya sangat besar. Faktor-faktor tadi mempengaruhi perkembangbiakan kuman atau
bakteri dari penyakit TB Paru tersebut. Bakteri Mycobacterium tuberculocis mudah
berkembang biak pada tempat yang pencahyaannya kurang. Keluarga dan orang terdekat si
penderita berisiko besar terhadap penularan. Untuk itu perlu mengontrol lingkungan dengan
membatasi penyebaran penyakit, dan penderita harus melakukan proses pengobatan yang
lama dan tidak boleh terputus. Orang yang melakukan kontak dengan penderita juga harus
menjalani tes penapisan dan diobati bila perlu, agar bakteri TB Paru ini tidak semakin
menyebar dan berkembang dalam tubuh manusia.

Anda mungkin juga menyukai