Anda di halaman 1dari 16

74 TAHUN INDONESIA BELUM MERDEKA DARI KEMISKINAN DAN

PENGANGGURAN

Oleh

Rendy Puji Pratama

19040284043 / 2019 B

UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA

FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN HUKUM

JURUSAN PENDIDIKAN SEJARAH

2019
74 Tahun Indonesia Belum Merdeka Dari Kemiskinan dan Pengangguran

(Perkembangan Peradaban Manusia Dalam Kaitan Dengan


Pengangguran dan Kemiskinan)

Oleh : Rendy Puji Pratama


Abstrak

Pengangguran dan kemiskinan meliputi penduduk yang sedang


mencari pekerjaan, mempersiapkan suatu usaha, atau merasa
tidak mungkin mendapatkan pekerjaan, atau sudah punya
pekerjaan tetapi belum mulai bekerja.Tingkat Pengangguran
Terbukan (TPT) adalah angka yang menunjukkan banyaknya
pengangguran terhadap 100 penduduk yang masuk kategori
angkatan kerja. Tingkat pengangguran sangat erat
hubungannya dengan laju pertumbuhan penduduk. Laju
pertumbuhan yang tinggi akan meningkatkan jumlah angkatan
kerja (penduduk usia kerja), besarnya angkatan kerja inidapat
menekan ketersediaan lapangan kerja di pasar kerja. Angkatan
kerja terdiri dari dua komponen yaitu orang yang menganggur
dan orang yang bekerja.Tingkat pengangguran terbuka di
perkotaan hanya menunjukkan aspek-aspek yang tampak dari
masalah kesempatan kerja di negara yang sedang
berkembang, bagaikan ujung sebuah gunung es. Apabila
mereka tidak bekerja konsekuensinya adalah mereka tidak
dapat memenuhi kebutuhan dengan baik, kondisi seperti ini
membawa dampak bagi terciptanya dan membengkaknya
jumlah kemiskinan yang ada. Fenomena pengangguran juga
berkaitan erat dengan terjadinya pemutusan hubungan kerja,
yang disebabkan antara lain perusahaan
yangmenutup/mengurangi bidang usahanya akibat krisis
ekonomi atau keamanan yang kurang kondusif, peraturan yang
menghambat inventasi, hambatan dalam proses ekspor impor,
dan lain-lain.
Kata Kunci: Pengangguran; Kemiskinan; Lapangan Kerja;
krisis ekonomi

I. Pendahuluan

Permasalahan yang tengah dihadapi oleh dunia adalah kemiskinan.


Kemiskinan lahir bersamaan dengan keterbatasan sebagian manusia dalam
mencukupi kebutuhannya. Kemiskinan telah ada sejak lama pada hampir
semua peradaban manusia. Pada setiap belahan dunia dapat dipastikan
adanya golongan konglomerat dan golongan melarat. Dimana golongan yang
konglomerat selalu bisa memenuhi kebutuhannya, sedangkan golongan yang
melarat hidup dalam keterbatasan materi yang membuatnya semakin
terpuruk. Pada sebagian besar pendapat manusia mengenai kemiskinan
pada intinya mereka berpendapat bahwa kemiskinan menggambarkan sisi
negatif, yaitu pengamen yang membuat tidak nyaman pengguna jalan raya,
pengemis, gubuk kumuh dibawah jembatan layang yang nampak tidak indah,
mencemari sungai karena membuang sampah sembarangan, penjambretan,
penodongan, pencurian,dll. Dengan demikian, kemiskinan sangat indentik
dengan kotor, kumuh, malas, sulit diatur, tidak disiplin, sumber penyakit,
kekacauan bahkan kejahatan.

Di Indonesia kemiskinan sudah terjadi sejak zaman dahulu dimana


Pemerintah Indonesia tidak dapat menekan angka kemiskinan dari tahun ke
tahun bahkan kemiskinan sudahmenjadi pekerjaan yang serius untuk
Pemerintah kita. Banyak cara yang telah dilakukan olehPemerintah, tapi
untuk menekan atau bahkan mengurangi angka kemiskinan sangatlah
sulit.Indonesia sebagai negara yang kaya akan sumber daya alamnya,
ternyata tidak sedikit penduduk yang tergolong miskin. Jumlah penduduk
miskin tersebut terdiri dari gabungan penduduk di perkotaan dan di
perdesaan.Akibat krisis jumlah penduduk miskin diperkirakanmakin
bertambah Sebagai masalah yang menjadi isu global di setiap Negara
berkembang, wacana kemiskinan dan pemberantasanya haruslah menjadi
agenda wajib bagi para pemerintah pemimpin negara. Peran serta pekerja
sosial dalam menagani permasalahan kemiskinan sangat diperlukan, terlebih
dalam memberikan masukan (input) dan melakukan perencanaan strategis
tentang apa yang akan menjadi suatu kebijakan dari pemerintah. Pemerintah
sendiri selalu mencanangkan upaya penanggulangan kemiskinan dari tahun
ketahun. Namun jumlah penduduk miskin Indonesia tidak juga mengalami
penurunan yang cukup signifikan, walaupun data di BPS menunjukkan
kecenderungan penurunan jumlah penduduk miskin, secara kualitatif belum
menampakkan dampak perubahan yang nyata malahan kondisinya semakin
memprihatinkan tiap tahunnya.

II. Isi

II.I. Awal Mula Kemiskinan dan Pengangguran di Indonesia

Kemiskinan dan pengangguran menjadi masalah yang penting saat ini


di Indonesia,sehingga menjadi suatu pusat perhatian bagi pemerintah
Indonesia. Masalah kemiskinan ini sangatlah kompleks dan bersifat
multidimensional, yang mana berkaitan dengan aspek sosial,ekonomi,
budaya, dan aspek lainnya. Kemiskinan merupakan gambaran kehidupan di
banyak negara berkembang yang mencakup lebih dari satu milyar penduduk
dunia. Kemiskinan merupakan permasalahan yang diakibatkan oleh kondisi
nasional suatu negara dan situasi global. Globalisasi ekonomi dan
bertambahnya ketergantungan antar negara, tidak hanya merupakan
tantangan dan kesempatan bagi pertumbuhan ekonomi serta pembangunan
suatu negara, tetapi juga mengandung resiko dan ketidakpastian masa depan
perekonomian dunia Kemiskinan terus menjadi masalah fenomenal di
belahan dunia, khususnya Indonesia yang merupakan negara berkembang.
Kemiskinan telah membuat banyaknya pengangguran dan jutaan anak tidak
bisa mengenyam pendidikan, kesulitan membiayai kesehatan, kurangnya
tabungan dan investasi, dan masalah lain yang menjurus ke arah tindakan
kekerasan dan kejahatan. Tingkat pengangguran dapat dihitung dengan cara
membandingkan jumlah pengangguran dengan jumlah angkatan kerja yang
dinyatakan dalam persen. Ketiadaan pendapatan menyebabkan penganggur
harus mengurangi pengeluaran konsumsinya yang menyebabkan
menurunnya tingkat kemakmuran dan kesejahteraan dan berujung dengan
kemiskinan. Pengangguran yang berkepanjangan juga dapat menimbulkan
efek psikologis yang buruk terhadap penganggur dan keluarganya. Tingkat
pengangguran yang terlalu tinggi juga dapat menyebabkan kekacauan politik
keamanan dan sosial sehingga mengganggu pertumbuhan dan
pembangunan ekonomi. Kondisi kemiskinan Indonesia semakin parah akibat
krisis ekonomi yang menerjang Indonesia pada tahun 1998, jumlah penduduk
miskin di Indonesia bertambah pesat, padahal sebelumnya jumlah penduduk
miskin terus berkurang. Secara absolut dan presentase penduduk miskin
meningkat sangat tajam dari 22,5 juta orang atau 11,34% pada tahun 1996
menjadi 49,5 juta jiwa atau 20,30% pada tahun 1998. Pada saat krisis terjadi
penambahan penduduk miskin (banyak penduduk menjadi miskin mendadak)
sebanyak 27 juta jiwa atau 120%, suatu jumlah yang luar biasa besar. Jumlah
penduduk miskin ini secara absolut hampir mendekati jumlah penduduk
miskin pada tahun 1976 yang berjumlah 54,2 juta jiwa. Meskipun krisis
ekonomi telah berlalu, namun pada tahun 2003 jumlahnya tetap naik, yaitu
37,3 juta jiwa atau 17,42% dari jumlah penduduk Indonesia ( Mahri, 2006).

Kemiskinan yang terjadi dalam suatu negara memang perlu dilihat


sebagai suatu masalah yang sangat serius, karena saat ini kemiskinan,
membuat banyak masyarakat Indonesia mengalami kesusahan dalam
memenuhi kebutuhan hidupnya. Persoalan kemiskinan ini lebih dipicu karena
masih banyaknya masyarakat yang mengalami pengangguran dalam
bekerja.Dengan jumlah angkatan kerja yang cukup besar, arus migrasi yang
terus mengalir, serta dampak krisis ekonomi yang berkepanjangan sampai
saat ini, membuat permasalahan pengangguran menjadi sangat kompleks.
Pengangguran yang dialami sebagian masyarakat inilah yangmembuat
sulitnya dalam memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga angka kemiskinan
selalu ada. Mungkin ada beberapa pihak yang beranggapan bahwa tingkat
pengangguran Indonesia yang begitu tinggi disebabkan oleh jumlah
penduduk yang sangat banyak.

Di banyak negara syarat utama bagi terciptanya penurunan kemiskinan


yang tetap adalah pertumbuhan ekonomi. Pertumbuhan ekonomi memang
tidak cukup untuk mengentaskan kemiskinan, tetapi merupakan sesuatu yang
dibutuhkan. Walaupun begitu pertumbuhan ekonomi yang bagus menjadi
tidak akan berarti bagi penurunan masyarakat miskin jika tidak diiringi dengan
adanya pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat. Kebijakan
upah minimum juga berpengaruh terhadap tingkat kemiskinan. Upah
minimum adalah upah bulanan yang terdiri dari upah pokok termasuk
tunjangan tetap. Kebijakan upah minimum merupakan salah satu strategi
pemerintah menanggulangi kemiskinan, dengan menghitung kebutuhan dasar
seperti, pangan, sandang, dan perumahan, sekaligus sebagai jaring
pengaman sosial dengan menghitung kebutuhan pendidikan dasar dan jasa
transportasi.

II.II. Faktor yang menyebabkan terjadinya Kemiskinan dan


Pengangguran
Kemiskinan masih menjadi bagaian dari kehidupan masyarakat
Indonesia . Meskipun sudah banyak upaya yang dilakukan oleh
pemerintah Indonesia untuk membasmi kemiskinan, namun
kemiskinan masih menjadi topic yang selalu hangat dilayar televise.
Pergulatan yang terjadi di zaman sekarang membuat berbagai macam
faktor penyebab kemiskinan menjadi semakin sulit untuk diatasi.
Kemiskinan dapat disebabkan oleh beberapa faktor seperti:

 Pola pikir masyarakat


 Pendidikan
 Persaingan di dunia kerja
Pola pikir masyarakat Indonesia menjadi salah satu faktor kemiskinan ,
karena pola pikir masyarakat hanya menetap. (Misalnya ada ibu menjadi
seorang pengemis maka ibu tersebut akan menyuruh anaknya untuk
mengemis juga mengikuti jejak sang ibu). Oleh karena itu kehidupan
digenerasi yang selanjutnya akan tetap berada dalam kemiskinan. Andai ibu
tersebut sadar akan pentingnya pendidikan dan mengumpulkan uangnya dan
menyekolahkan anaknya maka anak tersebut akan mendapatkan pendidikan
yang lebih layak dari pekerjaan itu (pengemis) sehingga digenerasi
selanjutnya taraf hidup mereka akan lebih baik.

Rendahnya tingkat pendidikan yang ada di Indonesia juga menjadi


salah satu faktor adanya kemiskinan. Apabila seorang memiliki tingkat
pendidikan yang tinggi maka akan tinggi juga kualitas hidup yang mereka
miliki. Kualitas guru juga diperbaiki dengan mengadakan seminar - seminar
untuk para guru guna membuat mereka lebih baik dalam memberikan
pengajaran kepada murid – muridnya. Dari pendidikan tersebut menjadikan
adanya persaingan antar masyarakat yang amat ketat untuk mendapatkan
pekerjaan. Persaingan ini menimbulkan adanya pengangguran yang
menyebabkan adanya kemiskinan itu sendiri. Perencanaan merupakan
sebuah upaya untuk mengantisipasi ketidakseimbangan yang terjadi yang
bersifat akumulatif. Artinya, perubahan yang terjadi pada sebuah
keseimbangan awal dapat menyebabkan perubahan pada sistem sosial yang
kemudian akan membawa sistem yang ada menjauhi keseimbangan semula.
Perencanaan memiliki peran yang sangat penting dalam proses
pembangunan. Salah satu peran perencanaan adalah sebagai arahan bagi
proses pembangunan untuk berjalan menuju tujuan yang ingin dicapai
disamping sebagai tolok ukur keberhasilan proses pembangunan yang
dilakukan. Sedangkan pembangunan sendiri dapat diartikan sebagai upaya
yang dilakukan untuk meningkatkan pertumbuhan Produk Domestik Bruto
(PDB) di tingkat nasional atau Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) di
tingkat daerah.

Pemerintah baik pusat maupun daerah telah berupaya dalam


melaksanakan berbagai kebijakan dan program-program penanggulangan
kemiskinan namun masih jauh dari induk permasalahan. Kebijakan dan
program yang dilaksanakan belum menampakkan hasil yang optimal. Masih
terjadi kesenjangan antara rencana dengan pencapaian tujuan karena
kebijakan dan program penanggulangan kemiskinan lebih berorientasi pada
program sektoral. Oleh karena itu diperlukan suatu strategi penanggulangan
kemiskinan dan pengangguran yang terpadu, terintegrasi dan sinergis
sehingga dapat menyelesaikan masalah secara tuntas.

II.III. Kondisi Pengangguran dan Kemiskinan di Indonesia saat ini

Semasa pemerintahan Orde Baru, pembangunan ekonomi mampu


menambahkan banyak pekerjaan baru di Indonesia, yang dengan demikian
mampu mengurangi angka pengangguran nasional. Sektor-sektor yang
terutama mengalami peningkatan tenaga kerja (sebagai pangsa dari jumlah
total tenaga kerja di Indonesia) adalah sektor industri dan jasa sementara
sektor pertanian berkurang: pada tahun 1980-an sekitar 55 persen populasi
tenaga kerja Indonesia bekerja di bidang pertanian, tetapi belakangan ini
angka tersebut berkurang menjadi di bawah 40 persen. Namun, Krisis
Keuangan Asia (Krismon) yang terjadi pada akhir tahun 1990-an merusak
pembangunan ekonomi Indonesia (untuk sementara) dan menyebabkan
angka pengangguran di Indonesia meningkat menjadi lebih dari 20 persen
dan angka tenaga kerja yang harus bekerja di bawah level kemampuannya
(underemployment) juga meningkat, sementara banyak yang ingin
mempunyai pekerjaan full-time, hanya bisa mendapatkan pekerjaan part-time.
Sementara itu, sebagian besar tenaga kerja yang kehilangan pekerjaan di
daerah perkotaan karena Krismon pindah ke pedesaan dan masuk ke dalam
sektor informal (terutama di bidang pertanian).
Walaupun Indonesia telah mengalami pertumbuhan makro ekonomi
yang kuat sejak tahun 2000-an (dan Indonesia telah pulih dari Krismon),
sektor informal ini - baik di kota maupun di desa - sampai sekarang masih
tetap berperan besar dalam perekonomian Indonesia. Walau agak sulit untuk
menentukan jumlahnya secara pasti, diperkirakan bahwa sekitar 55 sampai
65 persen pekerjaan di Indonesia adalah pekerjaan informal. Saat ini sekitar
80 persen dari pekerjaan informal itu terkonsentrasi di wilayah pedesaan,
terutama di sektor konstruksi dan pertanian. Dipekerjakan di sektor informal
menyiratkan risiko tertentu karena pekerja sektor informal biasanya memiliki
pendapatan yang lebih rendah dan tidak stabil. Lagipula mereka tidak
memiliki akses ke perlindungan dan layanan dasar. Sementara itu, arus uang
di sektor informal tidak dikenakan pajak dan kegiatan informal tidak dapat
dimasukkan dalam perhitungan produk nasional bruto (PNB) atau produk
domestik bruto (PDB). Oleh karena itu, pada dasarnya, sektor informal tidak
baik bagi pekerja dan tidak baik bagi perekonomian.
Pertumbuhan makro ekonomi yang cukup kuat selama lebih dari satu
dekade ini secara berlahan telah mampu menurunkan angka pengangguran
di Indonesia. Namun, dengan kira-kira dua juta penduduk Indonesia yang tiap
tahunnya terjun ke dunia kerja, adalah tantangan yang sangat besar buat
pemerintah Indonesia untuk menstimulasi penciptaan lahan kerja baru supaya
pasar kerja dapat menyerap para pencari kerja yang tiap tahunnya terus
bertambah; pengangguran muda (kebanyakan adalah mereka yang baru lulus
kuliah) adalah salah satu kekhawatiran utama dan butuh adanya tindakan
yang cepat. Dengan jumlah total penduduk sekitar 260 juta orang, Indonesia
adalah negara berpenduduk terpadat keempat di dunia (setelah Cina, India
dan Amerika Serikat). Selanjutnya, negara ini juga memiliki populasi
penduduk yang muda karena sekitar setengah dari total penduduk Indonesia
berumur di bawah 30 tahun. Jika kedua faktor tersebut digabungkan,
indikasinya Indonesia adalah negara yang memiliki kekuatan tenaga kerja
yang besar, yang akan berkembang menjadi lebih besar lagi ke depan, maka
menekankan pentingnya penciptaan lapangan kerja dalam perekonomian
terbesar di Asia Tenggara.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat penduduk miskin Indonesia
pada Maret 2019 sebesar 25,14 juta penduduk. Angka ini menurun 810 ribu
penduduk dibanding periode yang sama tahun sebelumnya. Jika dilihat dari
persentase jumlah penduduk, penduduk miskin hingga Maret 2019 tercatat
9,41 persen atau menurun dibandingkan tahun sebelumnya 9,82 persen. Dari
jumlah tersebut, persentase penduduk miskin di desa mencapai 12,85 persen
sementara kota sebesar 6,89 persen. Sementara jika dilihat dari sebaran
provinsi, Papua menduduki provinsi termiskin di Indonesia dengan tingkat
kemiskinan 27,53 persen dan DKI Jakarta menjadi provinsi dengan tingkat
kemiskinan terendah yakni 3,47 persen. Di dalam perhitungannya, BPS
menggunakan pendekatan pengeluaran per kapita sebesar Rp425.250 per
bulan per kapita sebagai garis kemiskinan terbaru. Indikator ini meningkat dari
Maret 2018, di mana garis kemiskinan dipatok Rp401.220 per bulan per
kapita. Garis kemiskinan adalah cerminan dari pengeluaran masyarakat untuk
memenuhi kebutuhan makanan sebesar 2.100 kalori. Dengan demikian, jika
harga-harga bahan pangan meningkat, garis kemiskinan juga terangkat naik.
Ini juga sejalan dengan inflasi Maret yang mencatat 2,48 persen secara
tahunan. Maka dari itu, tak heran jika beras menyumbang 20,59 persen
terhadap kenaikan garis kemiskinan kota dan 25,97 persen terhadap garis
kemiskinan di desa. Rokok juga terbilang menyumbang garis kemiskinan
karena selalu mencatat inflasi setiap tahunnya.
Indonesia sedang mengalami proses urbanisasi yang cepat. Saat ini
lebih dari setengah jumlah penduduk Indonesia tinggal di daerah perkotaan.
Di satu sisi, ini adalah perkembangan positif karena urbanisasi dan
industrialisasi diperlukan untuk tumbuh menjadi negara yang berpenghasilan
menengah (middle income country). Di sisi lain, proses ini perlu disertai
dengan penciptaan lapangan kerja yang memadai di kota-kota. Oleh karena
itu, investasi (baik domestik maupun asing) perlu meningkat di daerah
perkotaan yang sudah ada atau daerah urban yang baru. Dengan demikian,
pemerintah Indonesia harus membuat iklim investasi lebih menarik sehingga
menghasilkan lebih banyak investasi.

II.IV. Cara mengatasi Kemiskinan dan Pengangguran

Masalah kemiskinan memang telah lama menjadi problema ada sejak


dahulu kala. Pada masa lalu umumnya masyarakat men‐ jadi miskin bukan
karena kurang pangan, tetapi miskin dalam bentuk minimnya kemudahan
atau materi. Dari ukuran kehidu‐ pan modern pada masa kini mereka tidak
menikmati fasilitas pendidikan, pelayanan kesehatan, dan kemudahan‐
kemudahan lain‐ nya yang tersedia pada jaman modern. Di Indonesia
tekanan kemiskinan selain tidak menerima fasilitas kehidupan modern tetapi
kebutuhan dasar (basic need) masih menjadi problema serius. Dan dalam
waktu akhir‐akhir ini banyak berita media massa mengekspos kondisi
masyarakat miskin yang semakin ke arah kebutuhan dasar saja seperti
makan, san‐ dang, papan, berarti menunjukkan kondisi kemiskinan sekarang
semakin buruk dari kemiskinan pada tahun‐tahun sebelumnya.
Memahami dan upaya menangani kemiskinan memang menarik untuk
disimak. Dalam teori ekonomi mengatakan bahwa untuk memutus mata rantai
lingkaran setan kemiskinan dapat dilakukan peningkatan keterampilan
sumber daya manusianya, penambahan modal investasi, dan
mengembangkan teknologi. Melalui berbagai suntikan maka diharapkan
produktifitas akan meningkat. Namun, dalam praktek persoalannya tidak
semudah itu. Lantas apa yang dapat dilakukan? Program‐program
penanggulangan kemiskinan sudah banyak dilaksanakan namun kekeliruan
paradigma dalam memahami kemiskinan dan pengangguran tentu
menyebabkan adanya analisis yang keliru, artinya seharusnya memunculkan
variabel ‐ variabel yang signifikan untuk menganggulangi kemiskinan justru
variabel yang tidak signifikan dimasukkan, sehingga estimasi bias dan hasil
yang diharapkan tidak terjadi. Mencermati beberapa kekeliruan paradigmatik
penang‐ gulangan kemiskinan tadi, ada strategi yang harus dilakukan untuk
mengatasi kemiskinan.
Untuk menunjang keberhasilan strategi tersebut, diperlukan unsur‐
unsur berikut:
 Upaya penanggulangan kemiskinan tersebut sebaiknya
dilakukan secara menyeluruh, terpadu, lintas sektor, dan sesuai
dengan kondisi dan budaya lokal, karena tidak ada satu
kebijakan kemiskinan yang sesuai untuk semua.
 Memberikan perhatian terhadap aspek proses, tanpa
mengabaikan hasil akhir dari proses tersebut. Biarkan orang
miskin merasakan bagaimana proses mereka bisa keluar dari
lingkaran setan kemiskinan.
 Melibatkan dan merupakan hasil proses dialog dengan berbagai
pihak dan konsultan dengan segenap pihak yang
berkepentingan terutama masyarakat miskin.
 Meningkatkan kesadaran dan kepedu‐ lian di kalangan semua
pihak yang terkait, serta membangkitkan gairah mereka yang
terlibat untuk mengambil peran yang sesuai agar tercipta rasa
memiliki program.
 Menyediakan ruang gerak yang seluas ‐ luasnya, bagi
munculnya aneka inisiatif dan kreativitas masyarakat di berbagai
tingkat. Dalam hal ini, pemerintah lebih berperan hanya sebagai
inisiator, selanjutnya bertindak sebagai fasilitator dalam proses
tersebut, sehingga akhirnya, kerangka dan pendekatan
penanggulangan kemiskinan disepakati bersama.

II.V. Dampak dari Kemiskinan dan Pengangguran

Indonesia adalah negara demokrasi terpadat ketiga di dunia, dan


penduduknya tersebar di antara ribuan pulau di lautan India. Sejarah geografi
dan turbulen yang unik di negara itu telah menjadikan pengentasan
kemiskinan sebagai tantangan. Namun, Indonesia telah membuat kemajuan
dalam mengatasi kemiskinan berkat pertumbuhan ekonomi yang kuat dan
legislasi pengentasan kemiskinan yang terkonsentrasi.
Dampak kemiskinan adalah perkara yang serius. Anak-anak yang
tumbuh dalam kemiskinan menderita masalah kesehatan yang lebih
persisten, sering, dan berat daripada anak-anak yang tumbuh dalam keadaan
keuangan yang lebih baik. Beberapa dampak dari kemiskinan dan
pengangguran antara lain:
 Banyak bayi yang lahir dalam kemiskinan memiliki berat lahir rendah,
yang terkait dengan banyak cacat mental dan fisik yang dapat dicegah.
Tidak hanya bayi-bayi malang ini yang lebih mudah tersinggung atau
sakit-sakitan, mereka juga lebih mungkin meninggal sebelum ulang
tahun pertama mereka.
 Anak-anak yang dibesarkan dalam kemiskinan cenderung kehilangan
sekolah lebih sering karena sakit. Anak-anak ini juga memiliki tingkat
kecelakaan yang jauh lebih tinggi daripada anak-anak lain, dan mereka
dua kali lebih mungkin mengalami gangguan penglihatan dan
pendengaran, anemia defisiensi besi, dan lebih tinggi dari tingkat
normal timbal dalam darah, yang dapat merusak fungsi otak.
 Tingkat stres dalam keluarga juga telah terbukti berkorelasi dengan
keadaan ekonomi. Studi selama resesi ekonomi menunjukkan bahwa
kehilangan pekerjaan dan kemiskinan selanjutnya dikaitkan dengan
kekerasan dalam keluarga, termasuk pelecehan anak dan orang tua.
Keluarga miskin mengalami lebih banyak tekanan daripada keluarga
kelas menengah.
 Selain ketidakpastian keuangan, keluarga-keluarga ini lebih cenderung
terkena serangkaian peristiwa negatif dan “nasib buruk,” termasuk
penyakit, depresi, penggusuran, kehilangan pekerjaan, viktimisasi
kriminal, dan kematian keluarga. Orang tua yang mengalami masa
ekonomi sulit dapat menjadi terlalu menghukum dan tidak menentu,
mengeluarkan tuntutan yang didukung oleh penghinaan, ancaman, dan
hukuman fisik.
 Tunawisma , atau kemiskinan ekstrim, membawa risiko yang sangat
kuat bagi keluarga, terutama anak-anak. Dibandingkan dengan anak-
anak yang hidup dalam kemiskinan tetapi memiliki rumah, anak-anak
tunawisma kurang mendapat nutrisi dan imunisasi yang tepat. Oleh
karena itu, mereka mengalami lebih banyak masalah kesehatan.
 Para wanita tunawisma mengalami tingkat yang lebih tinggi dari bayi
berat lahir rendah, keguguran, dan kematian bayi, mungkin karena
tidak memiliki akses ke perawatan kehamilan yang memadai untuk
bayi mereka. Keluarga tunawisma mengalami stres hidup yang lebih
besar daripada keluarga lain, termasuk gangguan yang meningkat
dalam pekerjaan, sekolah, hubungan keluarga, dan persahabatan.
Keluar dari kemiskinan sulit bagi siapa saja, mungkin karena, paling
buruk, kemiskinan dapat menjadi siklus yang mengabadikan diri. Anak-anak
miskin berada pada posisi yang sangat tidak menguntungkan di pasar kerja;
pada gilirannya, kurangnya pekerjaan yang baik menjamin berlanjutnya
kemiskinan. Siklus berakhir berulang dengan sendirinya sampai polanya
rusak.
III. Penutup

Kesimpulan

Berdasarkan isi yang telah di bahas bahwa perumusan masalah yang


telah diuraikan di atas, dapat disimpulkan masalah dasar pengentasan
kemiskinan dan pengangguran bermula dari sikap pemaknaan kita terhadap
kemiskinan. Kemiskinan adalah suatu hal yang alami dalam kehidupan.
Dalam artian bahwa semakin meningkatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi maka kebutuhan pun akan semakin banyak. Pengentasan masalah
kemiskinan ini bukan hanya kewajiban dari pemerintah, melainkan
masyarakat pun harus menyadari bahwa penyakit sosial ini adalah tugas dan
tanggung jawab bersama pemerintah dan masyarakat. Ketika terjalin kerja
sama yang romantis baik dari pemerintah, nonpemerintah dan semua lini
masyarakat. Dengan digalakkannya hal ini, tidak perlu menunggu tahun emas
yaitu tahun 2045 kemiskinan akan mencapai hasil yang seminimal mungkin.

Saran

Dalam menghadapi kemiskinan di era globalisasi diperlukan usaha-


usaha yang lebih kreatif, inovatif, dan eksploratif. Selain itu, globalisasi
membuka peluang untuk meningkatkan partisipasi masyarakat Indonesia
yang unggul untuk lebih eksploratif. Di dalam menghadapi zaman globalisasi
ke depan mau tidak mau dengan meningkatkan kualitas SDM dalam
pengetahuan, wawasan, skill, mentalitas, dan moralitas yang standarnya
adalah standar global. Dan juga Program pinjaman bergulir desa perlu
banyak diperbaiki dalam pengelolaannya terutama pemilihan masyarakat
yang tepat seperti yang memiliki usaha kecil membutuhkan modal untuk
mengembangkan usahanya, dan bukan hanya orang yang membutuhkan
modal tetapi yang mampu bertanggung jawab hingga pembayaran angsuran
selesai.

Daftar Pustaka

Khomsan, Ali, dkk, 2015, Indikator Kemiskinan dan Mengklasifikasi Orang


Miskin, Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia

Moeis, Syarif. 2008. Masyarakat Indonesia Dalam Pendekatan Teori


Modernisasi dan Teori dependensi

http://lasonearth.wordpress.com/makalah/makalah-kewarganegaraan-
kemiskinan/

http://appifrend.wordpress.com/2011/12/25/makalah-masalah-kemiskinan-
dan-penanggulangannya/

https://bulelengkab.go.id/detail/artikel/artikel-tentang-kemiskinan-92

https://www.academia.edu/36350144/Makalah_PENGARUH_PENGANGGUR
AN_DAN_KEMISKINAN

Anda mungkin juga menyukai