Anda di halaman 1dari 90

GAMBARAN ELEKTROKARDIOGRAM

BERDASARKAN KLASIFIKASI TEKANAN DARAH

OLEH
MOHD KHAIRU IZZUDDIN BIN ABD RAHIM
C 111 14 857

PEMBIMBING
dr. Andi Alief Utama Armyn, M.Kes, Sp.JP
NIP. 198602062009121003

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PRA KLINIK


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN MAKASSAR
2017
ii
iii
iv
v
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Mohd Khairu Izzuddin Bin Abd Rahim


NIM : C111 14 857
Tempat & tanggal lahir : Terengganu, Malaysia, 10 Februari 1993
Alamat Tempat Tinggal : Blok C 407, Rusunawa 2 UNHAS
Alamat email : kero_zudin@yahoo.com
HP : 087806011770

Dengan ini menyatakan bahwa Skripsi dengan judul: “Gambaran


Elektrokardiogram Berdasarkan Klasifikasi Tekanan Darah” adalah hasil
pekerjaan saya dan seluruh ide, pendapat, atau materi dari sumber lain telah dikutip
dengan cara penulisan referensi yang sesuai. Pernyataan ini saya buat dengan sebenar-
benarnya.

Makassar, 14 Desember 2017


Yang Menyatakan,

Mohd Khairu Izzuddin


Bin Abd Rahim

vi
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT Yang Maha Pengasih

dan Maha Penyayang atas segala karunia yang dilimpahkan-Nya sehingga penulis

dapat menyelesaikan skripsi dengan judul : Gambaran Elektrokardiogram

Berdasarkan Klasifikasi Tekanan Darah.

Penyusunan skripsi ini merupakan salah satu tugas yang harus diselesaikan

untuk memenuhi kurikulum di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar

dan untuk memenuhi syarat mendapatkan gelar Sarjana Kedokteran (S.Ked)

Pendidikan Kedokteran di Universitas Hasanuddin Makassar.

Penulis skripsi ini tidaklah dapat terselesaikan tanpa bantuan dari berbagai

pihak. Khususnya kepada Allah SWT atas segala nikmat yang telah diberikan kepada

penulis sehubungan dengan terselesaikannya skripsi ini. Untuk itu penulis

mengucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada semua pihak yang telah

membantu:

1. Orang Tua, Ayah dan Ibu beserta keluarga penulis tercinta, terima kasih atas

doa dan dukungan.

2. Prof. DR. A. Asadul Islam Sp.BS selaku Dekan Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin Makassar

3. dr. Andi Alief Utama Armyn, M.Kes, Sp.JP, selaku Pembimbing Skripsi

sekaligus sebagai Penasehat Akademik yang telah memberikan bantuan,

bimbingan, nasehat, pengarahan dan motivasi bagi penulis dan kemudahan

dalam penyelesaian skripsi ini.

vii
4. Dr.dr. Muzakkir Amir, Sp.JP, selaku Penguji yang telah memberikan masukan

dan rekomendasi bagi penulis.

5. dr. Paskal selaku residen bagian kardiologi yang telah memberikan masukan,

saran dan bimbingan kepada penulis.

6. Orang-orang terdekat penulis yang telah membantu dan selalu memberikan

dukungan, motivasi, cinta dan kasih kepada penulis.

7. Teman-teman seperjuangan skripsi sesama bagian kardiologi, yang selama ini

telah saling tolong menolong, bekerja sama dan saling memberikan semangat

demi kelancaran skripsi

8. Rekan-rekan sejawat Neutroflavine 2014 dan teman-teman junior mahasiswa

Fakultas Kedokteran Unhas atas kesediaannya menjadi subjek penelitian.

9. Pihak-pihak lain yang telah membantu yang tidak mungkin penulis sebutkan

satu persatu.

Penulis menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna, hal ini

disebabkan oleh keterbatasan waktu, tenaga, pengetahuan dan pengalaman serta

kemampuan penulis sehingga dengan kerendahan hati penulis mengharapkan kritik

dan saran membangun. Akhir kata penulis mohon maaf apabila masih banyak

kekurangan dalam penyusunan skripsi ini. Semoga Skripsi ini bermanfaat bagi kita

semua.

Makassar, 14 Desember 2017

Mohd Khairu Izzuddin


Bin Abd Rahim

viii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR vii


DAFTAR ISI ix
ABSTRAK xii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xv
BAB 1 1
PENDAHULUAN 1
1.1 Latar Belakang 1
1.2 Rumusan Masalah 4
1.3 Tujuan Penelitian 4
1.3.1 Tujuan Umum 4
1.3.2 Tujuan Khusus 4
1.4 Manfaat Penelitian 4
1.4.1 Bagi Peneliti 4
1.4.2 Bagi Mahasiswa 4
1.4.3 Bagi Umum 5
BAB 2 6
TINJAUAN PUSTAKA 6
2.1 Tekanan Darah 6
2.2 Anatomi Dasar 7
2.2.1 Jantung 7
2.2.2 Permukaan Jantung 7
2.3 Sistem Konduksi Jantung 8
2.3.1 Fungsi Dasar Sistem Konduksi 8
2.3.2 Nodus Sinoatrialis (Pacemaker) 9
2.3.3 Nodus Atrioventricularis 10
2.3.4 Fasciculus Atrioventricularis 10
2.3.5 Jalur Konduksi lnternodus 11
2.4 Elektrokardiografi (EKG) 11
2.4.1 Pengenalan EKG 11

ix
2.4.2 Berbagai bagian dari rekaman dikaitkan dengan proses spesifik EKG
dapat di jantung. 14
2.5 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan EKG 16
2.6 Pengaruh Tekanan Darah terhadap Elektrokardiogram 21
BAB 3 22
KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN 22
3.1 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep 22
3.1.1 Kerangka Konsep 22
3.1.2 Kerangka Konsep 22
3.2 Definisi Operasional 23
3.2.1 Tekanan Darah 23
3.2.2 Elektrokardiografi (EKG) 23
3.3 Hipotesis Penelitian 24
BAB 4 25
METODE PENELITIAN 25
4.1 Tipe dan Desain Penelitian 25
4.2 Waktu dan Tempat Penelitian 25
4.3 Variabel 25
4.3.1 Variabel dependen 25
4.3.2 Variabel independen 25
4.4 Populasi dan Sampel 25
4.4.1 Jumlah Populasi 25
4.4.2 Jumlah Sampel 26
4.4.3 Metode sampling 26
4.5 Kriteria Seleksi 26
4.5.1 Kriteria inklusi : 26
4.5.2 Kriteria eksklusi : 26
4.6 Instrumen Penelitian 27
4.7 Teknik Analisis Data 27
4.8 Prosedur Penelitian 28
4.8.1 Tahap persiapan 28
4.8.2 Tahap pelaksanaan 28
4.8.3 Pengolahan data 29
4.8.4 Tahap pelaporan 30

x
4.9 Bagan Alur Penelitian 30
BAB 5 31
HASIL PENELITIAN 31
5.1 Hasil Penelitian 32
5.1.1 Distribusi Frekuensi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,
Tekanan Darah (Sistol dan Diastol) dan Variabel EKG 32
5.2 Hasil Analisis Penelitian 39
5.2.1 Perbandingan Nilai Rata-Rata Parameter EKG Pada Kelompok
Tekanan Darah 39
5.2.2 Korelasi Terhadap Tekanan Darah dan Parameter EKG 47
BAB 6 47
PEMBAHASAN 51
6.1 Perbedaan Morfologi Gelombang P Berdasarkan Tekanan Darah 52
6.2 Perbedaan Hasil Penilaian Terhadap Kriteria Voltase QRS Berdasarkan
Klasifikasi Tekanan Darah 54
6.3 Perbedaan Nilai Rata-Rata Axis QRS Berdasarkan Klasifikasi Tekanan
Darah 52
6.4 Perbedaan Hasil Penilaian Terhadap Kriteria Axis QRS Berdasarkan
Klasifikasi Tekanan Darah 58
6.5 Perbedaan Hasil Penilaian Terhadap Interval P-R Berdasarkan Klasifikasi
Tekanan Darah 59
6.6 Keterbatasan dalam penelitian 60
BAB 7 57
KESIMPULAN DAN SARAN 61
7.1 Kesimpulan 61
7.2 Saran 62
DAFTAR PUSTAKA 63
LAMPIRAN 62

xi
GAMBARAN ELEKTROKARDIOGRAM BERDASARKAN KLASIFIKASI
TEKANAN DARAH

ABSTRAK

Latar Belakang : Banyak variasi mengenai EKG normal. Faktor-faktor yang


mempengaruhi adalah habitus tubuh, sumbu listrik jantung, ukuran dada dan keadaan
lain seperti penyakit jantung dan penyakit paru. Dalam usaha menginterpretasikan
gambaran EKG normal belum tentu menunjukkan jantung normal, sebaliknya
gambaran EKG abnormal belum tentu menunjukkan jantung yang tidak normal. Salah
satu faktor yang mampu memberi pengaruh terhadap hasil gambaran EKG adalah
tekanan darah. Tekanan darah secara tidak langsung merupakan gambaran curah
jantung, tahanan perifer, status sirkulasi dan keseimbangan cairan. Artinya, secara
tidak langsung tekanan darah juga menggambarkan aktivitas jantung.Oleh karena itu,
peneliti ingin mengetahui hasil gambaran EKG berdasarkan klasifikasi tekanan darah
yang berbeda.
Tujuan Penelitian : Untuk mengetahui Gambaran Elektrokardiogram Berdasarkan
Klasifikasi Tekanan Darah.
Metode Penelitian : Penelitian ini merupakan penelitian observasional deskriptif
dengan pendekatan cross sectional. Sampel diambil sebanyak 300 orang dengan
metode purposive sampling dari populasi Mahasiswa FK UNHAS yang telah
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi. Hasil EKG dianalisa dan dideskripsikan
berdasarkan Tekanan Darah. Data dianalisis menggunakan Uji-korelasi Pearson
dengan SPSS 17.0 for Windows. Angka signifikansi yang digunakan adalah α<0,05.
Hasil Penelitian : Sebagian besar responden memiliki Tekanan Darah Sistol
normal(58.2%) Tekanan Darah Diastol normal (75.6%).Pada Tekanan Darah Sistol,
Tinggi dan lebar gelombang P memiliki nilai rerata tertinggi pada kelompok responden
yang memiliki tekanan darah Normotensi dan Hipertensi 1, masing-masing. Pada
Tekanan Darah Diastol, Tinggi dan lebar gelombang P memiliki nilai rerata tertinggi
pada kelompok responden yang memiliki tekanan darah Normotensi dan Pre
Hipertensi, masing-masing. Pada Tekanan Darah Sistol, untuk penilaian kriteria
hipertrofi ventrikel kiri berdasarkan kriteri voltase QRS, responden yang paling
banyak masuk ke dalam kriteria abnormal adalah responden yang memiliki tekanan
darah diatas normal. Pada Tekanan Darah Diastol, untuk penilaian kriteria hipertrofi
ventrikel kiri berdasarkan kriteria voltase QRS, responden yang paling banyak masuk
ke dalam kriteria abnormal adalah responden yang memiliki tekanan darah normal.
Dari keseluruhan, terdapat beberapa hubungan yang signifikan antara parameter EKG
yang diukur pada penelitian ini terhadap tekanan darah responden.
Kesimpulan : Simpulan penelitian yang diperoleh adalah bahwa terdapat perbedaan
gambaran hasil EKG pada sampel berdasarkan klasifikasi Tekanan Darah.

Kata kunci : Gambaran Elektrokardiogram, Berdasarkan Klasifikasi Tekanan Darah.

xii
ELECTROCARDIOGRAM RESULTS BASED ON THE CLASSIFICATIONS
OF BLOOD PRESSURE

ABSTRACT

Background: Many variations regarding normal ECG. Factors that are contributing
to these are the body's habits, the heart's electrical axis, the size of the chest and other
conditions such as heart disease and lung disease. In the process of interpretting the
ECG results, the normal ECG results does not determine that the heart is in a normal
condition and vice versa. One of the factors that can influence the ECG results is blood
pressure. Indirectly, the blood pressure indicates the cardiac output, peripheral
resitance, circulation status and fluid balance. It means that the blood pressure also
indicates the cardiac activity. Therefore, the researcher wants to know the outcome of
the ECG results based on the different classifications of blood pressure.
Research Objectives: To find out the Electrocardiogram Results Based on the
Different Blood Pressure Classifications.
Research Method: This research is descriptive observational research with cross
sectional approach. Samples were taken as many as 300 people with purposive
sampling method from Student FK UNHAS population that has fulfilled inclusion and
exclusion criteria. The ECG results are analyzed and described by Blood Pressure.
Data were analyzed using Pearson-Correlation Test with SPSS 17.0 for Windows. The
significance number used is α <0,05.
Results: Most of the respondents have normal Systolic Blood Pressure (58.2%) and
normal Diastolic Blood Pressure (75.6%). In Systolic Blood Pressure, Amplitude and
Duration of P waves have the highest mean value in the group of respondents who
have blood pressure of Normotension and Hypertension 1, respectively. In Diastolic
Blood Pressure, Amplitude and Duration of P waves have the highest mean value in
the group of respondent who have blood pressure of Normotension and Pre
Hypertension, respectively. In Systolic Blood Pressure, for the assessment of left
ventricular hypertrophy criteria based on the QRS voltage criteria, the most
respondents who entered the abnormal criteria were respondents who have abnormal
blood pressure. In Diastolic Blood Pressure, for the assessment of left ventricular
hypertrophy criteria based on the QRS voltage criteria, most of the respondents that
have abnormal criteria were the respondents who have normal blood pressure. Lastly,
there are some significant relationship between ECG parameters measured in this
study on respondent's blood pressure.
Conclusion : In a conclusion, we can say that there is the difference of ECG results
based on the different classifications of blood pressure.

Key Word : Electrocardiogram Results, Based on the Classifications of Blood


Pressure.

xiii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Anatomi dasar jantung ......................................................................... 8
Gambar 2.3 Struktur EKG...................................................................................... 14
Grafik 5.1 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (Jenis Kelamin)....... 33
Grafik 5.2 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (Usia) ...................... 34
Grafik 5.3 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (TD Sistol) .............. 34
Grafik 5.4 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (TD Diastol) ........... 35
Grafik 5.5 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (Morfologi P) .......... 35
Grafik 5.6 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (QRSmaks) ............. 36
Grafik 5.7 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (Aksis QRS) ........... 36
Grafik 5.8 Grafik karakteristik dasar variabel Numerikal ..................................... 38
Grafik 5.9 Grafik Tekanan Darah Sistol Terhadap EKG ....................................... 40
Grafik 6.0 Grafik Tekanan Darah Diastol Terhadap EKG .................................... 40
Grafik 6.1 Grafik Tekanan Darah Sistol Terhadap Morfologi P ........................... 41
Grafik 6.2 Grafik Tekanan Darah Diastol Terhadap Morfologi P ......................... 42
Grafik 6.3 Grafik Tekanan Darah Sistol Terhadap Kriteria QRS .......................... 43
Grafik 6.4 Grafik Tekanan Darah Diastol Terhadap Kriteria QRS ....................... 44
Grafik 6.5 Grafik Tekanan Darah Sistol Terhadap Aksis QRS ............................. 45
Grafik 6.6 Grafik Tekanan Darah Diastol Terhadap Aksis QRS ........................... 46

xiv
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Klasifikasi tingkat tekanan darah menurut JNC VII (mmHg). 7
Tabel 2.2 Klasifikasi Internasional Orang Dewasa Berdasarkan IMT 18
Tabel 2.3 Klasifikasi Internasional Orang Asia Dewasa Berdasarkan IMT 18
Tabel 2.4 Klasifikasi Tekanan Darah 20
Tabel 5.1 Tabel Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal 32
Tabel 5.2 Tabel karakteristik dasar variable Numerikal 37
Tabel 5.3.1 Perbandingan Nilai Rata-Rata Parameter EKG (Tinggi P, Lebar P,
Morfologi P, Interval PR) Pada Berbagai Kelompok Tekanan Darah
Sistol Dan Diastol 39
Tabel 5.3.2 Perbandingan Nilai Parameter EKG (QRS) Pada Berbagai Kelompok
Tekanan Darah Sistol Dan Diastol 43
Tabel 5.3.3 Perbandingan Nilai Rata-Rata Parameter EKG (Aksis QRS) Pada
Berbagai Kelompok Tekanan Darah Sistol Dan Diastol 45
Tabel 5.4 Korelasi Antara Tekanan Darah dan Parameter EKG 47

xv
BAB 1

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena Penyakit Tidak

Menular (PTM) (63% dari seluruh kematian). Lebih dari 9 juta kematian yang

disebabkan oleh penyakit tidak menular terjadi sebelum usia 60 tahun, dan 90%

dari kematian “dini” tersebut terjadi di negara berpenghasilan rendah dan

menengah. Secara global PTM penyebab kematian nomor satu setiap tahunnya

adalah penyakit kardiovaskuler. Penyakit kardiovaskuler adalah penyakit yang

disebabkan gangguan fungsi jantung dan pembuluh darah, seperti Penyakit Jantung

Koroner, Penyakit Gagal Jantung atau Payah Jantung, Hipertensi dan Stroke

(Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Pada tahun 2008 diperkirakan sebanyak 17,3 juta kematian disebabkan oleh

penyakit kardiovaskuler. Lebih dari 3 juta kematian tersebut terjadi sebelum usia

60 tahun dan seharusnya dapat dicegah. Kematian “dini” yang disebabkan oleh

penyakit jantung terjadi berkisar sebesar 4% di negara berpenghasilan tinggi sampai

dengan 42% terjadi di negara berpenghasilan rendah. Komplikasi hipertensi

menyebabkan sekitar 9,4% kematian di seluruh dunia setiap tahunnya. Hipertensi

menyebabkan setidaknya 45% kematian karena penyakit jantung dan 51% kematian

karena penyakit stroke. Kematian yang disebabkan oleh penyakit kardiovaskuler,

terutama penyakit jantung koroner dan stroke diperkirakan akan terus meningkat

mencapai 23,3 juta kematian pada tahun 2030. Setiap tahunnya Hari Jantung Dunia

diperingati setiap tanggal 29 September (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

1
2

Dalam rangka mengendalikan peningkatan kejadian penyakit, kematian dan

kecacatan yang disebabkan penyakit kardiovaskuler, perlu dilakukan upaya

pencegahan dengan meningkatkan kesadaran masyarakat dengan mengenali gejala

dan risiko penyakit kardiovaskuler sehingga dapat menentukan langkah-langkah

pencegahan yang tepat (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

Individu yang berisiko tinggi atau orang-orang yang dicurigai mengalami

gejala tersebut harus berkonsultasi kepada dokter keluarga mereka dan menetapkan

jadwal pemeriksaan rutin atau dini. Dokter akan melakukan penyelidikan klinis dan

menanyakan riwayat kesehatan pasien. Pemeriksaan klinis mencakup pemeriksaan

tekanan darah, tes darah, dan tes kadar gula/protein dalam air seni, dll. Pemeriksaan

terkait lainnya mungkin mencakup: (Anonimus, 2016)

a) EKG: Merekam aktivitas listrik jantung anda, di mana perubahan

kesehatan yang disebabkan oleh beberapa jenis penyakit jantung bisa

terdeteksi ;

b) EKG dengan Olahraga (pemeriksaan dengan olahraga): Jika gejala

sering muncul saat berolahraga, maka EKG akan direkam secara terus

menerus selama pasien berlari atau bersepeda, untuk mengidentifikasi

tanda-tanda kekurangan darah di jantung ;

c) Ekokardiogram (USG jantung): Menggunakan citra untuk mendeteksi

aktivitas semua bagian jantung dan menentukan fungsionalitas jantung;

d) Pencitraan non-intervensi seperti pencitraan resonansi magnetik (MRI -

Magnetic Resonance Imaging) atau pemindaian tomografi

terkomputerisasi (CT - Computerized Tomography).


3

Diagnostika Klinik merupakan rangkaian pemeriksaan medik terhadap fisik

manusia hidup untuk mendapatkan kesimpulan berupa diagnosis sekaligus

pemeriksaan dengan menggunakan alat bantu diagnostik sebagai pelengkap untuk

mendapatkan peneguhan diagnosis. Untuk setiap diagnosis yang tepat mengenai

keadaan listrik jantung manusia digunakan alat EKG (Munawar dkk, 2002).

EKG adalah suatu alat yang sederhana, relatif murah, praktis dan dapat

dibawa kemana-mana, tetapi harus diingat bahwa walaupun alat ini sangat berguna,

banyak pula keterbatasannya. Dalam usaha menginterpretasikan gambaran EKG

normal belum tentu menunjukkan jantung normal, sebaliknya gambaran EKG

abnormal belum tentu menunjukkan jantung yang tidak normal (Munawar dkk,

2002).

Banyak variasi mengenai EKG normal. Faktor-faktor yang mempengaruhi

adalah habitus tubuh, sumbu listrik jantung, ukuran dada dan keadaan lain seperti

obesitas dan penyakit paru. Kriteria yang dipakai di bawah ini hanyalah sebagai

pegangan, namun diagnosis akhir apakah jantung normal atau abnormal harus

dibuat berdasarkan gambaran klinis secara keseluruhan (Munawar dkk,2002).

Salah satu faktor yang mampu memberi pengaruh terhadap hasil gambaran

EKG adalah tekanan darah. Tekanan darah secara tidak langsung merupakan

gambaran curah jantung, tahanan perifer, status sirkulasi dan keseimbangan cairan

(Suradi dkk, 2007).

Hal ini membuktikan secara tidak langsung tekanan darah juga

menggambarkan aktivitas jantung. Oleh karena itu, peneliti ingin mengetahui hasil

gambaran EKG pada tekanan darah responden yang berbeda.


4

1.2 Rumusan Masalah

Apakah gambaran elektrokardiogram pada tekanan darah yang berbeda.

1.3 Tujuan Penelitian

1.3.1 Tujuan Umum

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui apakah gambaran

elektrokardiogram pada tekanan darah yang berbeda.

1.3.2 Tujuan Khusus

Tujuan khusus penelitian ini adalah :

a. Untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan EKG dengan kategori

tekanan darah normotensi.

b. Untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan EKG dengan kategori

Pre-Hipertensi.

c. Untuk mengetahui gambaran hasil pemeriksaan EKG dengan kategori

Hipertensi 1.

1.4 Manfaat Penelitian

1.4.1 Bagi Peneliti

Sebagai pengalaman dalam menjalankan penelitian sepanjang menjadi

mahasiswa kedokteran di Universitas Hasanuddin, juga dapat menambah wawasan

pengetahuan dan pengembangan diri.

1.4.2 Bagi Mahasiswa

Mendapat dan mengetahui tentang adakah terdapat perbedaan gambaran

elektrokardiogram mahasiswa/mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas

Hasanuddin pada tekanan darah yang berbeda, sehingga bisa menjadi rujukan
5

dalam penelitian yang berkaitan dengan gambaran EKG dan penyakit

kardiovaskuler.

1.4.3 Bagi Umum

Ilmu Hasil penelitian ini diharapkan mampu menambah dan memperkaya

ilmu kedokteran dalam ilmu diagnosa klinik dan mengharapkan dapat membantu

para dokter dalam merawat pasien dengan lebih tuntas.


BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tekanan Darah

Tekanan darah merupakan suatu gaya yang ditimbulkan oleh darah terhadap

dinding pembuluh darah yang bergantung pada volume darah di dalam pembuluh

darah dan daya regang dari dinding pembuluh darah itu sendiri. Tekanan darah

arteri akan konstan bila volume darah yang masuk dan keluar arteri sama dan dalam

periode yang sama. Namun yang terjadi, selama sistol ventrikel, volume sekuncup

darah masuk arteri-arteri dari ventrikel, sementara hanya sekitar sepertiga darah

dari jumlah tersebut yang meninggalkan arteri untuk masuk ke arteriol-arteriol.

Selama diastol, tidak ada darah yang masuk ke dalam arteri, sementara darah terus

meninggalkan mereka, terdorong oleh rekoil elastik. Tekanan maksimum yang

ditimbulkan di arteri sewaktu darah masuk ke dalam arteri selama sistol, atau

tekanan sistolik, rata-rata adalah 120 mmHg. Tekanan minimum di dalam arteri

sewaktu darah mengalir keluar selama diastol, yakni tekanan diastolik, rata-rata 80

mmHg. Tekanan arteri tidak turun menjadi 0 mmHg karena timbul kontraksi

jantung berikutnya dan mengisi kembali arteri sebelum semua darah keluar

(Sherwood, L. 2001).

6
7

Tabel 2.1 Klasifikasi tingkat tekanan darah menurut JNC VII (mmHg).

Kategori Sistolik Diastolik

Normal < 120 <80

Pre hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥160 ≥100

2.2 Anatomi Dasar

2.2.1 Jantung

Jantung merupakan organ muskular berongga yang bentuknya mirip

piramid dan terletak di dalam pericardium di mediastinum. Basis jantung

dihubungkan dengan pembuluh pembuluh darah besar, meskipun demikian tetap

terletak bebas di dalam pericardium (Lippincott, 2002).

2.2.2 Permukaan Jantung

Jantung mempunyai tiga permukaan yaitu facies sternocostalis (anterior),

facies diaphragmatica (inferior), dan basis cordis (facies posterior). ]antung juga

mempunyai apex yang arahnya ke bawah depan, dan kiri. Facies sternocostalis

terutama dibentuk oleh atrium dextrum dan ventriculus dexter, yang dipisahkan satu

sama lain oleh sulcus atrioventricularis (Gambar 2.1). Pinggir kanannya dibentuk

oleh atrium dextrum dan pinggir kirinya oleh ventriculus sinister dan sebagian

auricula kiri. Ventriculus dexter dipisahkan dari ventriculus sinister oleh sulcus

interventricularis anterior. Facies diaphragmatica jantung terutama dibentuk oleh

ventriculus dexter dan sinister yang dipisahkan oleh sulcus interventricularis

posterior. Permukaan inferior atrium dextrum, dimana bermuara vena cava inferior,
8

juga ikut membentuk facies ini. Basis cordis, atau facies posterior terutama

dibentuk oleh atrium sinistrum, tempat bermuara empat vena pulmonalis. Basis

cordis terletak berlawanan dengan apex cordis. Apex cordis, dibentuk oleh

ventriculus sinister, mengarah ke bawah, depan dan kiri. Apex terletak setinggi

spatium intercostale V kiri 9 cm dari garis tengah. Pada daerah apex, denyut apex

biasanya dapat dilihat dan diraba pada orang hidup. Perhatikan bahwa basis cordis

dinamakan basis karena jantung berbentuk piramid dan basisnya terletak

berlawanan dengan apex. Jantung tidak bertumpu pada basisnya melainkan pada

pada facies diaphragmatica (inferior) (Lippincott, 2002).

Gambar 2.1 Anatomi dasar jantung

(Dikutip dari : Lippincott, 2002)

2.3 Sistem Konduksi Jantung

2.3.1 Fungsi Dasar Sistem Konduksi

Jantung normal orang dewasa dalam keadaan istirahat berkontraksi secara

ritmik sekitar 70 sampai 90 denyutan per menit. Kontraksi ritmik berasal secara

spontan dari sistem konduksi dan impulsnya menyebar ke berbagai bagian jantung.
9

Awalnya atrium berkontraksi bersama dan kemudian diikuti oleh kontraksi kedua

ventrikel secara bersama-sama. Sedikit penundaan penghantaran impuls dari atrium

ke ventrikel memungkinkan atrium mengosongkan isinya ke ventrikel sebelum

ventrikel berkontraksi (Lippincott, 2002).

Sistem konduksi jantung terdiri atas otot jantung khusus yang terdapat pada

nodus sinoatrialis, nodus atrioventricularis, fasiculus atrioventricularis beserta

dengan crus dextrum dan sinistrumnya, dan plexus subendocardial serabut

Purkinye. (Serabut khusus otot jantung yang membentuk sistem konduksi jantung

dikenal sebagai serabut Purkinye) (Lippincott, 2002).

2.3.2 Nodus Sinoatrialis (Pacemaker)

Nodus sinoatrialis memulai denyut jantung. Terletak pada dinding atrium

dextrum di bagian atas dari sulcus terminalis, tepat di sebelah kanan muara vena

cava superior (Gambar 2.2). Nodus ini merupakan asal impuls ritmik elektronik

yang secara spontan disebarkan ke seluruh otot-otot jantung atrium dan

menyebabkan otot-otot ini berkontraksi (Lippincott, 2002).

Gambar 2.2 Sistem konduksi jantung

(Dikutip dari : Lippincott, 2002)


10

2.3.3 Nodus Atrioventricularis

Nodus atrioventricularis terletak pada bagian bawah septum interatriale

tepat di atas tempat perlekatan cuspis septalis valva tricuspidalis (Gambar 2.2). Dari

sini, impuls jantung dikirim ke ventrikel oleh fasciculus atrioventricularis. Nodus

atrioventricularis distimulasi oleh gelombang eksitasi pada waktu gelombang ini

melalui miokardium atrium (Lippincott, 2002).

2.3.4 Fasciculus Atrioventricularis

Fasciculus atrioventricularis berjalan dari nodus atrioventrikularis sampai

menjadi plexus purkinye (Gambar 2.2). Fasciculus ini berjalan turun melalui

kerangka fibrosa jantung lalu melewati bagian belakang cuspis septalis valva

tricuspidalis pada bagian membranosa septum ventriculus. Di perbatasan atas

bagian muscular septum, fasciculus ini terbagi menjadi dua bagian satu untuk

masing-masing ventrikel. Crus dextrum fasciculus atrioventrikularis atau right

bundle branch (RBB) berjalan kebawah melalui sisi kanan septum ventriculus

sampai ke trabecula septomarginalis, dan setelah itu menyilang ke dinding anterior

ventikel kanan. Di sinilah fasciculus ini bertemu dengan serabut plexus Purkinje.

Crus sinistrum fasciculus atrioventricularis atau left bundle branch (LBB) berjalan

kebawah menembus septum disebelah kiri dibawah endocardium. Fasciculus ini

biasanya terbagi menjadi dua cabang (anterior dan posterior) dan pada akhirnya

bertemu dengan serabut plexus Purkinje ventrikel kiri (Gambar 2.2) (Lippincott,

2002).
11

2.3.5 Jalur Konduksi lnternodus

Dalam kenyataannya impuls dari nodus sinoatrialis berjalan ke nodus

atrioventricularis lebih cepat daripada kemampuannya berjalan sepanjang

miokardium melalui jalan yang seharusnya. Fenomena ini dijelaskan dengan

adanya jalur-jalur khusus. Di dalam dinding atrium (Gambar 2.2), yang terdiri dari

struktur campuran antara serabut-serabut Purkinye dan sel-sel otot jantung. Jalur

internodus anterior meninggalkan ujung anterior nodus sinoatrialis dan berjalan ke

anterior menuju ke muara vena cava superior. Jalur ini berjalan turun pada septum

atrium dan berakhir pada nodus atrioventricularis. Jalur internodus medius

meninggalkan ujung posterior nodus sinoatrialis dan berjalan ke posterior menuju

muara vena cava superior. Jalur ini turun ke bawah pada septum atrium menuju ke

nodus atrioventricularis. Jalur internodus posterior meninggalkan bagian posterior

nodus sinoatrialis dan turun melalui crista terminalis dan valva vena cava inferior

menuju ke nodus atrioventricularis (Lippincott, 2002).

2.4 Elektrokardiografi (EKG)

2.4.1 Pengenalan EKG

EKG adalah rekaman penyebaran keseluruhan aktivitas listrik jantung. Arus

listrik yang dihasilkan oleh otot jantung selama depolarisasi dan repolarisasi

menyebar ke dalam jaringan sekitar jantung dan dihantarkan melalui cairan tubuh.

Sebagian kecil dari aktivitas listrik ini mencapai permukaan tubuh, tempat aktivitas

tersebut dapat dideteksi dengan menggunakan elektroda perekam. Rekaman yang

dihasilkan adalah suatu elektrokardiogram, atau EKG (Sherwood, 2002).


12

Tiga hal penting dalam mempertimbangkan apa yang direpresentasikan oleh EKG:

(Sherwood, 2002)

1. EKG adalah rekaman dari sebagian aktivitas listrik yang diinduksi di cairan

tubuh oleh impuls jantung yang mencapai permukaan tubuh, bukan rekaman

langsung aktivitas listrik jantung yang sebenarnya.

2. EKG adalah rekaman kompleks yang mencerminkan penyebaran

keseluruhan aktivitas di seluruh jantung sewaktu depolarisasi dan

repolarisasi. EKG bukan rekaman satu potensial aksi di sebuah sel pada

suatu saat. Rekaman di setiap saat mencerminkan jumlah aktivitas listrik di

semua sel otot jantung yang sebagian mungkin mengalami potensial aksi

sementara yang lain mungkin belum diaktifkan. Sebagai contoh, segera

setelah nodus SA mengeluarkan impuls, sel-sel atrium mengalami potensial

aksi sementara sel-sel ventrikel masih berada dalam potensial istirahat. Pada

waktu berikutnya, aktivitas listrik akan telah tersebar ke sel-sel ventrikel

sementara sel-sel atrium mengalami repolarisasi. Karena itu, pola

keseluruhan aktivitas listrik jantung bervariasi sesuai waktu selagi impuls

mengalir ke seluruh jantung.

3. Rekaman mencerminkan perbandingan dalam voltase yang terdeteksi oleh

elektroda-elektroda di dua titik berbeda di permukaan tubuh, bukan

potensial aksi sebenarnya. Sebagai contoh, EKG tidak merekam potensial

sama sekali ketika otot ventrikel mengalami depolarisasi atau repolarisasi

sempurna, kedua elektroda "melihat" potensial yang sama sehingga tidak

terdapat perbedaan potensial antara dua elektroda yang terekam. Pola pasti

aktivitas listrik yang direkam dari permukaan tubuh bergantung pada


13

orientasi elektroda perekam. Elektroda dapat secara kasar dianggap sebagai

"mata" yang "melihat" aktivitas listrik dan menerjermahkannya menjadi

rekaman yang dapat dilihat, rekaman EKG. Apakah yang terekam adalah

defleksi ke bawah atau ke atas bergantung pada bagaimana mana elektroda

diorientasikan dalam kaitannya dengan aliran arus di jantung. Sebagai

contoh, penyebaran eksitasi melintasi jantung "terlihat" berbeda dari lengan

kanan, dari tungkai kiri, atau dari rekaman yang langsung dilakukan di atas

jantung. Meksipun di jantung terjadi proses listrik yang sama namun

aktivitas ini memperlihatkan bentuk gelombang yang berbeda jika direkam

oleh elektroda-elektroda yang terletak pada titik yang berbeda di tubuh.

Untuk menghasilkan perbandingan yang baku, rekaman EKG secara rutin

terdiri dari sistem elektroda konvensional, atau sadapan (lead). Ketika

sebuah mesin elektrokardiograf dihubungkan antara elektroda-elektroda

perekam di dua titik di tubuh maka susunan spesifik dari masing-masing

pasangan koneksi disebut sadapan. Terdapat 12 sadapan berbeda yang

masing-masing merekam aktivitas listrik di jantung dari lokasi yang

berbeda-beda-enam sadapan dari ekstremitas dan enam sadapan dada di

berbagai tempat di sekitar jantung. Untuk menghasilkan gambaran dasar

untuk perbandingan dan untuk mengenali penyimpangan dari normal, ke-1,

2 sadapan tersebut digunakan secara rutin dalam semua perekaman EKG

(Gambar 2.3).
14

Gambar 2.3 Struktur EKG

(Dikutip dari Sherwood, 2002)

2.4.2 Berbagai bagian dari rekaman dikaitkan dengan proses spesifik

EKG dapat di jantung.

Interpretasi konfigurasi gelombang yang terekam dari masing masing

sadapan bergantung pada pengetahuan tentang rangkaian penyebaran eksitasi di

jantung dan posisi jantung relatif terhadap letak elektroda. EKG normal memiliki

tiga bentuk gelombang yang jelas iaitu gelombang P, gelombang kompleks QRS,

dan gelombang T (Gambar 2.3). (Huruf-huruf hanya menunjukkan urutan

gelombang. Penemu teknik ini memulai abjad dari tengah ketika memberi nama

gelombang-gelombang tersebut). Gelombang P mencerminkan depolarisasi atrium,

Kompleks QRS mencerminkan depolarisasi ventrikel, Gelombang T

mencerminkan repolarisasi ventrikel. Karena pergeseran depolarisasi dan

repolarisasi ini masing-masing menyebabkan kontraksi dan relaksasi jantung maka

proses siklis mekanis jantung berlangsung sedikit lebih belakangan dari perubahan

ritmis aktivitas listrik (Sherwood, 2002).


15

Hal-hal berikut tentang rekaman EKG juga perlu dicatat: (Sherwood, 2002).

1. Lepas muatan nodus SA tidak menghasilkan aktivitas listrik yang cukup

besar untuk mencapai permukaan tubuh sehingga tidak terekam adanya

gelombang pada depolarisasi nodus SA. Karena itu, gelombang yang

pertama kali terekam, gelombang P, terjadi ketika impuls atau gelombang

depolarisasi menyebar ke seluruh atrium.

2. Pada EKG normal, tidak terlihat gelombang terpisah untuk repolarisasi

atrium. Aktivitas listrik yang berkaitan dengan repolarisasi atrium

normalnya terjadi bersamaan dengan depolarisasi ventrikel dan ditandai

oleh kompleks QRS.

3. Gelombang P jauh lebih kecil daripada kompleks QRS karena atrium

memiliki massa otot yang jauh lebih kecil daripada ventrikel dan karenanya

menghasilkan aktivitas listrik yang lebih kecil.

4. Di tiga titik waktu berikut tidak terdapat aliran arus netto di otot jantung

sehingga EKG tetap berada di garis basal:

a. Sewaktu jeda/penundaan di nodus AV. Jeda ini tercermin oleh interval

waktu antara akhir P dan awal QRS, segmen EKG ini dikenal sebagai

segmen PR (Disebut "segmen PR" dan bukan "segmen PQ' karena

defleksi Q kecil dan kadang tidak ada, sementara defleksi R adalah

gelombang yang dominan dalam kompleks ini). Arus mengalir melalui

nodus AV, tetapi kekuatannya terlalu kecil untuk dideteksi oleh

elektroda EKG.

b. Ketika ventrikel terdepolarisasi sempurna dan sel-sel kontraktil

mengalami fase datar potensial aksi sebelum mengalami repolarisasi,


16

diwakili oleh segmen ST. Segmen ini terletak antara QRS dan T, segmen

ini bersesuaian dengan waktu saat pengaktifan ventrikel selesai dan

ventrikel sedang berkontraksi dan mengosongkan isinya. Perhatikan

bahwa segmen ST bukan rekaman aktivitas kontraktil jantung. EKG

adalah ukuran aktivitas listrik yang memicu aktivitas mekanis.

c. Ketika otot jantung mengalami repolarisasi sempurna dan beristirahat

dan ventrikel sedang terisi, setelah gelombang T dan sebelum

gelombang P berikutnya. Periode ini disebut interval TP.

2.5 Faktor yang Mempengaruhi Hasil Pemeriksaan EKG :

2.5.1 Ras

Ada perbedaan pendapat mengenai definisi ras di kalangan para ahli. Akan

tetapi, secara umum, ras dapat diartikan sebagai pengelompokkan atau

penggolongan manusia berdasarkan karakteristik fisik yang diturunkan. Menurut

Mathur, perbedaan antar ras atau etnik disebabkan oleh perbedaan nutrisi, genetik,

iklim, aktivitas sehari-hari dan adat istiadat (Budiyono, 2009).

Selain itu, Kohlbrugge juga berpendapat bahwa pengertian ras mengacu

kepada aspek biologis dan fisik, bukan berdasarkan sifat-sifat rohaninya.

Karakteristik fisik yang digunakan sebagai dasar pembagian ras tersebut meliputi

ciri kualitas dan ciri kuantitas. Warna kulit, bentuk rambut, lipatan mata dan bibir

merupakan bagian dari ciri kualitas. Sedangkan ciri kuantitas dapat dilihat dari berat

badan, tinggi badan dan indeks kepala (Budiyono, 2009).

Berdasarkan klasifikasi tersebut, Indonesia termasuk salah satu dari ras

Malayan mongoloid (Budiyono, 2009). Namun, pada penelitian yang dilakukan


17

oleh Guricci pada tahun 1998, Indonesia disebut sebagai ras yang memiliki tempat

tersendiri yang tidak dimasukkan ke dalam kelompok ras lain (Guricci, 1998).

2.5.2 Indeks Massa Tubuh

Merupakan pengukuran sederhana untuk menentukan status gizi orang

dewasa. Klasifikasi yang digunakan oleh WHO pada tahun 2006 adalah berat badan

rendah, berat badan berlebih dan obes. Indeks massa tubuh ini didapat dengan

membagi angka berat badan dalam kilogram dengan kuadrat angka tinggi badan

dalam meter. Seseorang dengan indeks massa tubuh yang besar cenderung memiliki

tebal lemak yang lebih besar sehingga memperbesar jarak tempuh gelombang untuk

mencapai sadapan EKG. Gelombang yang diterima pun akan lebih lemah

dibandingkan dengan orang yang memiliki indeks massa tubuh normal (Okin, 2000;

Seyfeli, 2006).

Saat ini, beberapa negara memiliki standar sendiri dalam menentukan status

gizi sesuai dengan indeks massa tubuhnya. Menurut hasil studi yang dilakukan di

Singapura, untuk indeks massa tubuh yang sama ternyata orang Asia memiliki tebal

lemak yang lebih besar dibandingkan dengan orang kulit putih. Sedangkan di India,

dengan indeks massa tubuh yang sama orang Asia berisiko dua kali lebih besar

dibandingkan dengan orang kulit putih. Oleh karena itu, WHO (2000)

mengeluarkan standar indeks massa tubuh khusus untuk orang Asia. Perbedaan

tersebut dapat dilihat dalam Tabel 2.2 dan Tabel 2.3.


18

Tabel 2.2 Klasifikasi Internasional Orang Dewasa Berdasarkan Indeks Massa

Tubuh (IMT)

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat badan rendah < 18,5

Sangat Kurus < 16

Kurus 16 – 16,99

Kurus Ringan 17 – 18,49

Normal 18,5 – 24,99

Berat badan berlebih ≥ 25

Pra-obes 25 – 29,99

Obes I 30 – 34,99

Obes II 35 – 39,99

Obes III ≥ 40

(Dikutip dari : WHO, 2000)

Tabel 2.3 Klasifikasi Internasional Orang Asia Dewasa Berdasarkan Indeks

Massa Tubuh (IMT)

Klasifikasi IMT (kg/m2)

Berat badan rendah < 18,5

Normal 18,5 – 22,99

Berat badan berlebih ≥ 23

Berisiko 23 – 24,99

Obes I 25 – 29,99

Obes II ≥ 30

(Dikutip dari : WHO, 2000)


19

2.5.3 Usia

Pada bayi baru lahir, dinding ventrikel kanan lebih tebal daripada ventrikel

kiri. Kondisi tersebut menghasilkan pemeriksaan EKG yang menunjukkan adanya

hipertrofi ventrikel kanan. Akan tetapi, seiring bertambahnya usia, resistensi

sistemik semakin meningkat sehingga terjadi perubahan pada dinding ventrikel

yang menyebabkan dinding ventrikel kiri menjadi lebih tebal daripada ventrikel

kanan (Davis, 2001).

Usia juga mempengaruhi frekuensi denyut jantung. Seorang anak

dinyatakan takikardia pada frekuensi > 180 kali/menit sedangkan pada orang

dewasa dinyatakan takikardia jika frekuensi denyut jantungnya > 100 kali/menit

(Bickley, 2008; Sherwood, 2001).

Pada kasus lain, menurut penelitian yang dilakukan oleh Rasmus pada tahun

2007, terdapat perubahan gelombang P pada usia lebih dari 50 tahun. Kedua hal

tersebut menunjukkan bahwa terdapat pengaruh usia terhadap hasil pemeriksaan

EKG (Rasmus, 2007).

2.5.4 Tekanan Darah

Tekanan darah secara tidak langsung merupakan gambaran curah jantung,

tahanan perifer, status sirkulasi dan keseimbangan cairan (Suradi dkk, 2007).

Artinya, secara tidak langsung tekanan darah juga menggambarkan aktivitas

jantung. Orang yang menderita hipertensi memiliki risiko mengalami gagal jantung

karena hipertensi dapat mengakibatkan hipertrofi ventrikel kiri (Anonimus, 2010).

Pada tahun 2003, Joint National Committee on Detection, Evaluation and

Treatment of High Blood Pressure mengategorikan tekanan sistolik dan diastolik

untuk dewasa usia lebih dari 18 tahun sebagai berikut:


20

Tabel 2.4 Klasifikasi Tekanan Darah

Kategori Sistolik (mmHg) Diastolik (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 – 139 80 – 89

Hipertensi Tahap I 140 – 159 90 – 99

Hipertensi Tahap II ≥ 16 0 ≥ 100

(Dikutip dari : Bickley, 2008)

2.5.5 Gangguan Teknis

Merupakan gangguan yang terjadi pada saat pemeriksaan dilakukan yang

dapat mengacaukan hasil pemeriksaan EKG. Yang termasuk ke dalam gangguan

teknis ini antara lain, artefak, penyimpangan garis dasar, interferensi elektrik dan

kelemahan sinyal (Chernecky, 2002).

Contoh artefak yang sering ditemui pada saat pemeriksaan EKG ialah

aktivitas otot dan gerakan pasien. Gangguan ini kadang terdengar seperti suara

tuning radio. Bentuk lain dari artefak adalah penyimpangan garis dasar. Biasa

terjadi pada pasien yang kelelahan atau bernafas kuat. Garis dasar EKG akan

tampak bergelombang, tidak lurus seperti pada gambaran EKG yang normal

(Chernecky, 2002).

Pada saat pemeriksaan, sebaiknya, tidak ada peralatan elektronik di sekitar

pasien karena akan mengganggu sinyal EKG. Selain itu, pengecekan letak dan

ketepatan pemasangan alat EKG juga harus diperhatikan. Apabila elektroda terlalu

longgar akan menyebabkan penjalaran sinyal adekuat (Chernecky, 2002).


21

2.6 Pengaruh Tekanan Darah terhadap Elektrokardiogram

Bertambahnya voltase pada EKG berhubungan dengan faktor berikut:

(Suradi dkk, 2007)

1. Bertambahnya massa ventrikel kiri.

2. Bertambahnya permukaan ventrikel kiri.

3. Bertambahnya volume darah intra kavitasi.

4. Lebih dekatnya ventrikel pada dinding dada.

Berdasarkan faktor-faktor bertambahnya voltase pada EKG diatas, ternyata

bertambahnya massa pada ventrikel kiri jantung akan menyebabkan perubahan

voltase pada EKG. Pada keadaan hipertensi, terjadi peningkatan tekanan darah di

arteri yang mengakibatkan ventrikel harus menghasilkan cukup tekanan untuk

dapat melebihi tekanan di arteri tersebut. Oleh sebab kompensasi jantung tersebut,

ia lama kelamaan akan menyebabkan peningkatan massa ventrikel kiri jantung.

Kesimpulannya, peningkatan pada tekanan darah (hipertensi) dapat menyebabkan

berlakunya peningkatan massa ventrikel kiri jantung yang mana akan menyebabkan

peningkatan voltase pada EKG.


BAB 3

KERANGKA KONSEPTUAL DAN HIPOTESIS PENELITIAN

3.1 Kerangka Teori dan Kerangka Konsep

3.1.1 Kerangka Konsep

Tekanan Darah
meningkat

Meningkatnya
kompensasi jantung

Meningkatnya
massa
ventrikel kiri
jantung
Meningkatnya waktu Penambahan
depolarisasi kekuatan voltase
ventrikel arus listrik

Perbedaan
gambaran EKG

3.1.2 Kerangka Konsep

Variabel Variabel
Independen Dependen
Subjek penelitian :
Peserta yang
Tekanan Darah Gambaran EKG
mengikuti
pemeriksaan EKG

22
23

3.2 Definisi Operasional

3.2.1 Tekanan Darah

Definisi : Tekanan darah merupakan suatu gaya yang ditimbulkan oleh darah

terhadap dinding pembuluh darah yang bergantung pada volume

darah di dalam pembuluh darah dan daya regang dari dinding

pembuluh darah itu sendiri. Tekanan darah dapat dibagi kepada dua

iaitu sistolik (kontraksi) dan juga diastolik (relaksasi) (Sherwood, L.

2001).

Alat ukur : Sfigmomanometer

Skala data : Nominal

Kategori : Klasifikasi tingkat tekanan darah menurut JNC VII (mmHg).

Kategori Sistolik Diastolik

Normal < 120 <80

Pre hipertensi 120-139 80-89

Hipertensi tahap 1 140-159 90-99

Hipertensi tahap 2 ≥160 ≥100

3.2.2 Elektrokardiografi (EKG)

Definisi : Gambaran EKG adalah interpretasi hasil pemeriksaan EKG

mahasiswa Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin,

meliputi:

1. Gelombang P

2. Segmen PR

3. Interval PR
24

4. Gelombang kompleks QRS

5. Segmen ST

6. Interval QT

7. Gelombang T

8. Gelombang U

Cara pengukuran : Mesin EKG 12 sadapan

Skala data : Kontinyu

3.3 Hipotesis Penelitian

Terdapat perbedaan gambaran EKG pada sampel di Universitas Hasanuddin

pada tekanan darah yang berbeda.


BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Tipe dan Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan secara deskriptif observasional dengan

menggunakan metode cross sectional.

4.2 Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilakukan pada bulan Oktober 2017 sampai Disember 2017.

Pengumpulan sampel dilakukan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin.

4.3 Variabel

4.3.1 Variabel dependen

Variabel dependen pada penelitian ini adalah hasil gambaran

Elektrokardiografi .

4.3.2 Variabel independen

Variabel independen pada penelitian ini adalah tekanan darah pada sampel.

4.4 Populasi dan Sampel

4.4.1 Jumlah Populasi

Penelitian ini dilakukan dengan mengambil populasi yakni

mahasiswa/mahasiswi Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin. Sedangkan

sampel penelitian adalah mahasiswa/mahasiswi preklinik di Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin yang dipilih secara tidak acak.

25
26

4.4.2 Jumlah Sampel

Sampel dari penelitian ini adalah peserta yang voluntir yang dipilih secara

tertentu dan dianggap mewakili populasinya. Pada uji ini besar sampel adalah

sebanyak 300 orang. Peneliti tidak menggunakan jumlah sampel minimal oleh

karena pengambilan sampel sesuai dengan tujuan dan berdasarkan kriteria tertentu.

4.4.3 Metode sampling

Proses pengambilan sampel dilakukan secara tidak acak (nonprobability

sample). Sampel dipilih dengan metode purposive sampling. Pengertian metode ini

adalah tehnik mengambil sampel yang dilakukan secara sengaja dan telah sesuai

dengan semua persyaratan sampel yang akan diperlukan.

4.5 Kriteria Seleksi

4.5.1 Kriteria inklusi :

Subjek penelitian ini adalah peserta voluntir dengan kriteria sebagai berikut:

1. Ras Melayu Indonesia, Melayu Malaysia dan Chinese.

2. Jenis kelamin laki-laki dan perempuan.

3. Usia 17 – 35 tahun.

4. Memiliki index massa tubuh 18,50 – 29,99 kg/m2.

5. Tekanan darah normotensi, pre hipertensi dan hipertensi tahap 1.

4.5.2 Kriteria eksklusi :

1. Peserta yang tidak bersedia melakukan pengambilan sampel.

2. Peserta yang tidak layak (sakit tubuh badan).

3. Peserta yang tidak hadir.


27

4.6 Instrumen Penelitian

Instrumen yang akan digunakan dalam penelitian ini antara lain :

1. Lembar informasi data sampel sebagai acuan untuk menentukan sampel

yang memenuhi kriteria inklusi/eksklusi.

2. Sfigmomanometer

3. Stetoskop

4. Termometer

5. Timbangan berat badan

6. Alat pengukur tinggi badan

7. Mesin EKG 12 sadapan

8. Kertas EKG

9. Kapas

10. Alkohol 70%

11. Gel EKG

12. Ruang periksa

13. Tempat tidur

14. Alat dokumentasi

15. Alat transportasi

4.7 Teknik Analisis Data

Data-data yang akan diperolehi akan diproses dengan menggunakan

program Microsoft Office Excel dan SPSS untuk mendapatkan hasil seperti yang

diinginkan.
28

4.8 Prosedur Penelitian

4.8.1 Tahap persiapan

Tahap persiapan penelitian terdiri dari enam langkah, yaitu :

1. Penyusunan proposal penelitian.

2. Pengajuan proposal kepada pembimbing.

3. Pembagian lembar informasi data sampel untuk menentukan peserta

yang memenuhi kriteria inklusi/eksklusi sebagai populasi.

4. Pengolahan data dari lembar informasi data sampel.

5. Pengusulan perizinan berupa surat peminjaman alat EKG

(Elektrokardiografi) dan ruangan CSL di Fakultas Kedokteran

Universitas Hasanuddin kepada MEU dan bagian CSL untuk

melaksanakan penelitian.

6. Persiapan alat dan bahan yang akan digunakan dalam analisis penelitian.

4.8.2 Tahap pelaksanaan

Tahap pelaksanaan penelitan adalah:

1. Peneliti membagikan lembar informasi data sampel untuk menentukan

peserta yang memenuhi kriteria inklusi/eksklusi sebagai populasi.

2. Peneliti menentukan sampel penelitian sebanyak 300 orang secara

purposive sampling.

3. Peneliti melakukan informed consent terhadap sampel,

4. Peneliti melakukan pemeriksaan EKG, dengan langkah-langkah sebagai

berikut:

a. Sampel beristirahat minimal 30 menit sebelum pemeriksaan

sementara peneliti membersihkan dan memeriksa kesiapan alat,


29

b. Sampel melepas pakaian bagian atas dan berbaring di atas tempat

tidur yang telah disediakan,

c. Peneliti mengukur dan mencatat tekanan darah dan suhu sampel,

d. Peneliti membersihkan bagian-bagian tubuh yang akan dipasangi

alat sadap dengan menggunakan kapas dan alkohol,

e. Peneliti mengoleskan gel EKG pada bagian-bagian tubuh yang

telah dibersihkan,

f. Peneliti memasangkan alat-alat sadap pada bagian tubuh yang

telah ditentukan,

g. Peneliti menyalakan mesin EKG dan menekan tombol cetak

hingga kertas EKG keluar,

h. Peneliti mematikan kembali mesin EKG dan melepas alat

sadapan dari tubuh sampel.

5. Peneliti mendeskripsikan gambaran EKG yang tercatat di kertas EKG

berdasarkan kelompokan tekanan darah yang telah dicatat.

4.8.3 Pengolahan data

Setelah dilakukan pemeriksaan EKG, selanjutnya melakukan pengolahan

data hasil pemeriksaan gambaran EKG sebagai berikut:

1. Peneliti mengumpulkan data hasil pemeriksaan EKG berdasarkan

kelompok tekanan darah yang telah dicatat.

2. Peneliti melakukan pengolahan dan penyajian data hasil penelitian.

3. Peneliti merekapitulasi dan mengarsipkan seluruh hasil penelitian yang

telah terkumpulkan untuk disusun menjadi laporan penelitian.

4. Peneliti melakukan evaluasi hasil data bersama pembimbing.


30

5. Peneliti melakukan penarikan kesimpulan dari penelitian.

4.8.4 Tahap pelaporan

Tahap pelaporan penelitian berupa :

1. Penulisan hasil analisis dan kesimpulan penelitian.

2. Penyusunan laporan penelitian.

3. Pencetakan hasil penelitian.

4. Publikasi penelitian.

4.9 Bagan Alur Penelitian

Peserta Voluntir

Lembar informasi data


sampel untuk Uji Eligibilitas

Purposive Sampling

Sampel

Pemeriksaan EKG Pengambilan Tekanan Darah

Penilaian
BAB 5

HASIL PENELITIAN

Penelitian ini dilaksanakan di Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin

selama bulan November 2017. Sampel diambil dari populasi Mahasiswa Fakultas

Kedokteran Universitas Hasanuddin Makassar yang telah memenuhi kriteria inklusi

dan eksklusi dengan cara pengisian data responden. Sebanyak 300 lembar pengisian

data responden disebarkan oleh peneliti dan 300 yang terisi oleh responden. Dari

jumlah tersebut, diperoleh 299 sampel yang memenuhi kriteria setelah

dieksklusikan satu sampel oleh sebab tidak memenuhi kriteria inklusi.

Pemeriksaan EKG dilakukan terhadap seluruh sampel. Sebelum

pemeriksaan dilakukan, sampel diminta untuk mengisi lembar informed consent.

Hasil pemeriksaan tersebut kemudian dideskripsikan sesuai dengan gambaran EKG

yang diamati.

Melalui beberapa tahapan penelitian mengenai gambaran hasil pemeriksaan

EKG terhadap sampel voluntir berdasarkan status klasifikasi Tekanan Darah

diperoleh data adalah sebagai berikut :

31
32

5.1 Hasil Penelitian

5.1.1 Distribusi Frekuensi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin, Usia,

Tekanan Darah (Sistol dan Diastol) dan Variabel EKG

Tabel 5.1.1 Tabel Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal

Variabel Jumlah (n) Persentase


(%)
Jenis Kelamin Laki-Laki 197 65.9

Perempuan 102 34.1

Usia 17-19 18 6.0


20-22 71 23.7
23-25 28 9.4
26-28 79 26.4
29-31 59 19.7
32-35 44 14.7
Tekanan Darah Normotensi 174 58.2
(Sistol) (<120mmHg)
Pre-Hipertensi (120- 119 39.8
139mmHg)
Hipertensi 1 (140- 6 2.0
159mmHg)
Tekanan Darah Normotensi 226 75.6
(Diastol) (<80mmHg)
Pre-Hipertensi (80- 58 19.4
89mmHg)
Hipertensi 1 (90- 15 5.0
99mmHg)

(Data Primer, 2017)


33

Tabel 5.1.2 Tabel Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (EKG)

Variabel Jumlah (n) Persentase


(%)
EKG Axis QRS Normal (-30 ke 110)) 295 98.7
LAD (-30 ke -90) 2 0.7
RAD (110 ke 180) 2 0.7
QRSmax Normal (<35mm) 263 88.0
Tidak Normal 36 12.0
(>35mm)
Morfologi Normal (≤100m/s) 270 90.3
Gelombang Abnormal (≥101m/s) 29 9.7
P

(Data Primer, 2017)

Dari tabel ini, peneliti telah menggubah bentuk data tabel kepada grafik

batang agar lebih mudah untuk diteliti.

Grafik 5.1 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (Jenis Kelamin)

Jenis Kelamin
250
197
200

150
102
100

50

0
Laki-Laki Perempuan

(Data Primer, 2017)

Dari grafik diatas, pada jenis kelamin dapat dilihat keadaan responden

berdasarkan jenis kelamin, dimana dari total 299 responden, terdapat responden

perempuan yaitu berjumlah 102 orang (34.1%) dan laki-laki berjumlah 197 orang

(65.9%).
34

Grafik 5.2 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (Usia)

Usia
100
79
80 71
59
60 44
40 28
18
20
0
17-19 20-22 23-25 26-28 29-31 32-35

(Data Primer, 2017)

Pada kolom usia menunjukkan, distribusi kelompok sampel yang mana

sebagian besar responden berada pada rentang usia 26-28 tahun yaitu sebanyak 79

orang (26.4%). Pada rentang usia paling muda, 17-19 tahun berjumlah 18 orang

(6%), sedangkan pada rentang usia tertua, 32-35 tahun jumlah responden yaitu 44

orang (14.7%) .

Grafik 5.3 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (Tekanan

Darah Sistol)

Tekanan Darah Sistol (mmHg)


200 174
150 119
100

50
6
0
Normotensi Pre Hipertensi Hipertensi 1

(Data Primer, 2017)

Distribus karakteristik variabel berdasarkan Tekanan Darah Sistol, jumlah

responden terbanyak terdapat pada kelompok Normotensi yang berjumlah 174

orang (58.2%), sementara Tekanan Darah Sistol yang menempati jumlah responden
35

yang paling sedikit adalah kelompok Hipertensi Tahap 1 yang hanya berjumlah 6

orang (2%).

Grafik 5.4 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (Tekanan

Darah Diastol)

Tekanan Darah Diastol (mmHg)


250 226
200
150
100 58
50 15
0
Normotensi Pre-Hipertensi Hipertensi 1

(Data Primer, 2017)

Distribus karakteristik variabel berdasarkan Tekanan Darah Diastol, jumlah

responden terbanyak terdapat pada kelompok Normotensi yang berjumlah 226

orang (75.6%), sementara Tekanan Darah Sistol yang menempati jumlah responden

yang paling sedikit adalah kelompok Hipertensi Tahap 1 yang hanya berjumlah 15

orang (5%).

Grafik 5.5 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (Morfologi

Gelombang P)

Morfologi Gelombang P (m/s)


300 270

200

100
29
0
Normal Abnormal

(Data Primer, 2017)


36

Dari segi penilaian untuk morfologi gelombang P, sebanyak 90.3%

memiliki morfologi gelombang P yang normal, sisanya hanya 9.7% responden yang

memiliki morfologi gelombang P yang abnormal.

Grafik 5.6 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (QRSmaks)

QRSmaks(mm)
300 263
250
200
150
100
36
50
0
Normal Abnormal

(Data Primer, 2017)

Dari segi penilaian untuk kriteria Left Ventricle Hipertrophy (LVH),

menurut kriteria Sokolow-Leon, 88% yaitu sebanyak 263 orang responden yang

memiliki kriteria QRSmaks yang normal, sisanya hanya 12% yaitu sebanyak 36

orang responden yang memiliki kriteria QRSmax yang abnormal.

Grafik 5.7 Grafik Karakteristik Dasar Variabel Kategorikal (Aksis QRS)

350
Axis QRS
295
300
250
200
150
100
50 2 2
0
Normal (-30 ke LAD (-30 ke -90) RAD (110 ke 180)
110))

(Data Primer, 2017)

Pada Tabel 5.1 diatas, terdapat kolom variabel hasil pemeriksaan EKG. Dari

segi penilaian Axis QRS terhadap responden, sebagian besar responden memiliki
37

hasil pemeriksaan Axis QRS yang normal yaitu berjumlah 295 orang (98.7%).

Sisanya, 2 orang (0.7%) responden memiliki hasil pemeriksaan Axis QRS berada

pada LAD (Left Axis Deviation). Sedangkan 2 orang lainnya berada pada RAD

(Right Axis Deviation) dengan persentase yang sama yaitu 0.7%.

Dari segi penilaian kriteria voltase QRS, sebagian besar reponden memiliki

kriteria voltase QRS yang normal yaitu berjumlah 295 oraang (98.7%) dan

selebihnya memiliki kriteria voltase QRS yang abnormal yaitu berjumlah 4 orang

(1.4%).

Tabel 5.2 Tabel karakteristik dasar variabel Numerikal

Minimum Maksimum Mean

Usia 17 35 26.41

IMT 15.2 38.6 24.145

Tinggi 0.05 0.30 0.1189


Gelombang P
Lebar 40.0 140.0 83.144
Gelombang P
Axis QRS -61.0 152.0 54.621

PR-Interval 80.0 200.0 145.084

(Data Primer, 2017)


38

Grafik 5.8 Grafik karakteristik dasar variabel Numerikal

KARAKTERISTIK DASAR (NUMERIKAL)


200
145.084
150
100 83.144
54.621
50 26.41 24.145
0.1189
0

USIA IMT TINGGI P LEBAR P PR INT AXIS QRS

(Data Primer, 2017

Dari tabel diatas dapat dilihat, dari segi usia sampel yang menjadi

responden, rata-rata memiliki usia kurang lebih 26 tahun ( minimum usia 17 tahun

sampai dengan maksimum 35 tahun).

Untuk status IMT, rata-rata responden memiliki hasil IMT yaitu 24.145

kg/m2 (minimum 15.2 kg/m2 sampai dengan maksimum 38.65 kg/m2).

Dari segi penilaian hasil pemeriksaan EKG pada tabel diatas, berdasarkan

penilaian tinggi gelombang P, rata-rata responden memiliki hasil tinggi gelombang

P atau amplitudo yaitu 0.1189 mV (minimum 0.05 mV sampai dengan maksimum

0.30 mV). Sedangkan untuk lebar gelombang P, rata-rata responden memiliki hasil

durasi lebar gelombang P yaitu 83.144 m/s (minimum 40 m/s sampai dengan

maksimum 140 m/s).

Untuk penilaian Interval PR, berdasarkan hasil pemeriksaan EKG, rata-rata

mahasiswa memiliki interval PR 145.084 m/s (minimum 80 m/s sampai dengan

maksimum 200 m/s).


39

Dari segi penilaian Axis QRS, rata-rata mahasiswa memiliki hasil

pemeriksaan yaitu 54.621 derajat (minimum -61 derajat sampai dengan maksimum

152 derajat).

5.2 Hasil Analisis Penelitian

5.2.1 Perbandingan Nilai Rata-Rata Parameter EKG Pada Kelompok

Tekanan Darah

Dari hasil pemeriksaan EKG, data yang dianalisis meliputi tinggi

gelombang P, lebar gelombang P, penilaian Morfologi P, QRSmaks, Axis QRS

beserta interval PR.

Tabel 5.3.1 Perbandingan Nilai Rata-Rata Parameter EKG (Tinggi P, Lebar

P, Morfologi P, Interval PR) Pada Berbagai Kelompok Tekanan Darah Sistol

Dan Diastol

Tinggi P Lebar P Morfologi P Interval


PR
Mean Mean Normal Abnormal Mean

TD <120 0.12 80.8 159 15 144.1


120- 0.11 86.4 106 13 146.6
Sistol
139
140- 0.10 86.7 5 1 143.3
159
TD <80 0.12 82.5 205 21 145.0
80-89 0.11 86.6 51 7 147.9
Diastol
90-99 0.10 80.0 14 1 136.0

(Data Primer,2017)
40

Grafik 5.9 Grafik Tekanan Darah Sistol Terhadap EKG

Tekanan Darah Sistol Terhadap EKG


200
144.1 146.6 143.3
150
100 80.8 86.4 86.7
54.7 54.5 55
50
0.12 0.11 0.1
0
<120 mmHg 120-139 mmHg 140-159 mmHg
Tinggi P (mV) Lebar P (m/s) PR interval (m/s) Axis QRS

(Data Primer, 2017)

Grafik 6.0 Grafik Tekanan Darah Diastol Terhadap EKG

Tekanan Darah Diastol Terhadap EKG


200
145 147.9 136
150
100 82.5 86.6 80
55.7 52 48.1
50
0.12 0.11 0.1
0
<80 mmHg 80-89 mmHg 90-99 mmHg
Tinggi P (mV) Lebar P (m/s) PR interval (m/s) Axis QRS

(Data Primer, 2017)

5.2.2.1 Tinggi Gelombang P

Dari Tabel 5.3.1 , pada kolom penilaian hasil pemeriksaan EKG untuk tinggi

gelombang P, berdasarkan Tekanan Darah Sistol pada kelompok Normotensi

memiliki hasil rata-rata tertinggi yaitu 0.12 mv. Sementara untuk nilai rata-rata

terendah berada pada Hipertensi Tahap 1 yaitu 0.10 mV.


41

Seterusnya, berdasarkan Tekanan Darah Diastol, pada kelompok

Normotensi memiliki hasil rata-rata tertinggi yaitu 0.12 mv. Sementara untuk nilai

rata-rata terendah berada pada Hipertensi Tahap 1 yaitu 0.10 mV

5.2.2.2 Lebar Gelombang P

Dari Tabel 5.3.1, berdasarkan Tekanan Darah Sistol, gelombang P dapat

dilihat nilai rata-rata tertinggi berada pada kelompok Hipertensi Tahap 1 yaitu 86.7

m/s. Sedangkan untuk kelompok Normotensi, memiliki nilai rata-rata terendah

untuk lebar gelombang P yaitu 80.8 m/s.

Seterusnya, berdasarkan Tekanan Darah Diastol, gelombang P dapat dilihat

nilai rata-rata tertinggi berada pada kelompok Pre-Hipertensi yaitu 86.6 m/s.

Sedangkan untuk kelompok Hipertensi Tahap 1, memiliki nilai rata-rata terendah

untuk lebar gelombang P yaitu 82.5 m/s.

5.2.2.3 Morfologi Gelombang P

Grafik 6.1 Grafik Tekanan Darah Sistol Terhadap Morfologi P

Tekanan Darah Sistol Terhadap Morfologi P (n)


200 159
106
100
15 13 5 1
0
<120 mmHg 120-139 mmHg 140-159 mmHg
Normal Tidak Normal

(Data Primer, 2017)

Dari segi penilaian Morfologi P, dari Tabel 5.3.1, untuk Tekanan Darah

Sistol, responden yang mempunyai kriteria Morfologi P normal dan abnormal

terbanyak pada kelompok Normotensi yaitu 159 orang responden normal dan 15

orang responden abnormal, sedangkan untuk responden yang mempunyai kriteria


42

Morfologi P normal dan abnormal paling sedikit adalah pada kelompok Hipertensi

Tahap 1 yaitu sebanyak 5 orang normal dan 1 orang abnormal.

Grafik 6.2 Grafik Tekanan Darah Diastol Terhadap Morfologi P

Tekanan Darah Diastol Terhadap Morfologi P (n)


300
205
200
100 51
21 7 14 1
0
<80 mmHg 80-89 mmHg 90-99 mmHg
Normal Tidak Normal

(Data Primer, 2017)

Seterusnya, untuk Tekanan Darah Diastol, responden yang mempunyai

kriteria Morfologi P normal dan abnormal terbanyak pada kelompok Normotensi

yaitu 205 orang responden normal dan 21 orang responden abnormal, sedangkan

untuk responden yang mempunyai kriteria Morfologi P normal dan abnormal paling

sedikit adalah pada kelompok Hipertensi Tahap 1 yaitu sebanyak 14 orang normal

dan 1 orang abnormal.

5.2.2.4 Interval PR

Dari tabel 5.3.1, untuk interval PR dari hasil pemeriksaan EKG pada

Tekanan Darah Sistol, interval PR tertinggi pada Pre-Hipertensi yaitu sebanyak

146.6 m/s dan yang terendah pada kelompok Hipertensi Tahap 1 yaitu 143.3 m/s.

Seterusnya, untuk interval PR dari hasil pemeriksaan EKG pada Tekanan

Darah Diastol, interval PR tertinggi pada Pre-Hipertensi yaitu sebanyak 147.9 m/s

dan yang terendah pada kelompok Hipertensi Tahap 1 yaitu 136 m/s.
43

5.2.2.5 Kriteria Voltase QRSmaks

Tabel 5.3.2 Perbandingan Nilai Parameter EKG (QRSmaks) Pada Berbagai

Kelompok Tekanan Darah Sistol Dan Diastol

Voltase QRSmaks (n)


Normal <35mm Abnormal >35mm

TD Sistol <120 160 14


120-139 100 19
140-159 3 3
TD Diastol <80 197 29
80-89 55 3
90-99 11 4

(Data Primer,2017)

Grafik 6.3 Grafik Tekanan Darah Sistol Terhadap Kriteria QRS

Tekanan Darah Sistol Terhadap Kriteria QRS (n)


200 160
100
100
14 19 3 3
0
<120 mmHg 120-139 mmHg 140-159 mmHg
Normal Tidak Normal

(Data Primer, 2017))

Dari segi penilaian Voltase QRSmaks dari tabel 5.3.2, untuk Tekanan Darah

Sistol, jumlah selisih responden tertinggi yang masuk ke dalam kriteria normal

adalah kelompok Normotensi dengan jumlah 160 orang yang masuk ke dalam

kriteria normal dan responden yang tertinggi pada kriteria tidak normal adalah pada

Pre-Hipertensi, sedangkan yang terendah pada kriteria normal adalah pada


44

Hipertensi Tahap 1 dan yang terendah pada kriteria tidak normal adalah pada

kelompok kelompok Hipertensi Tahap 1 juga.

Grafik 6.4 Grafik Tekanan Darah Diastol Terhadap Kriteria QRS

Tekanan Darah Diastol Terhadap Kriteria QRS(n)


300
197
200
100 29 55
3 11 4
0
<80 mmHg 80-89 mmHg 90-99 mmHg
Normal Tidak Normal

(Data Primer, 2017)

Seterusnya, untuk Tekanan Darah Diastol, jumlah selisih responden

tertinggi yang masuk ke dalam kriteria normal adalah kelompok Normotensi

dengan jumlah 197 orang yang masuk ke dalam kriteria normal dan responden yang

tertinggi pada kriteria tidak normal adalah pada Normotensi yaitu sebanyak 29

orang, sedangkan yang terendah pada kriteria normal adalah pada Hipertensi Tahap

1 yaitu 11 orang dan yang terendah pada kriteria tidak normal adalah pada

kelompok Hipertensi Tahap 1 juga sebanyak 4 orang responden.


45

5.2.2.5 Aksis QRS

Tabel 5.3.3 Perbandingan Nilai Rata-Rata Parameter EKG (Aksis QRS) Pada

Berbagai Kelompok Tekanan Darah Sistol Dan Diastol

Kelompokan Aksis QRS Aksis QRS


Normal (-30 LAD (-30 RAD (110 ke Mean

ke 110) ke -90) 180)

TD <120 172 2 0 54.7


120- 117 0 2 54.5
Sistol
139
140- 6 0 0 55.0
159
TD <80 222 2 2 55.7
80-89 58 0 0 52.0
Diastol
90-99 15 0 0 48.1

(Data Primer, 2017)

Grafik 6.5 Grafik Tekanan Darah Sistol Terhadap Aksis QRS

Tekanan Darah Sistol Terhadap Axis QRS (n)


200 172
150
117
100

50
2 0 6 0
0
<120 mmHg 120-139 mmHg 140-159 mmHg
Normal (-30 ke 110) LAD (-30 ke -90) RAD (110 ke 180)

(Data Primer, 2017)

Bagi yang terakhir, untuk penilaian Aksis QRS pada Tekanan Darah Sistol

dari tabel 5.3.3 dapat dilihat mayoritas responden berada pada kelompok

Normotensi yaitu sebanyak 172 orang responden yang memiliki kriteria Aksis
46

normal, sedangkan minoritas responden berada pada kelompok Normotensi dan

Pre-Hipertensi yang memiliki kriteria tidak normal.

Grafik 6.6 Grafik Tekanan Darah Diastol Terhadap Aksis QRS

Tekanan Darah Diastol Terhadap Axis QRS(n)


250 222
200
150
100
58
50 15
2 2 0 0 0 0
0
<80 mmHg 80-89 mmHg 90-99 mmHg
Normal (-30 ke 110) LAD (-30 ke -90) RAD (110 ke 180)

(Data Primer, 2017)

Seterusnya, untuk penilaian Aksis QRS pada Tekanan Darah Diastol dari

tabel 5.3.3 dapat dilihat mayoritas responden berada pada kelompok Normotensi

yaitu sebanyak 222 orang responden yang memiliki kriteria Aksis QRS Normal,

sedangkan minoritas responden berada pada kelompok Normotensi yang memiliki

kriteria tidak normal yaitu sebanyak 4 orang.


47

5.2.2 Korelasi Terhadap Tekanan Darah dan Parameter EKG

Tabel 5.4 Korelasi Antara Tekanan Darah dan Parameter EKG

Tinggi P Lebar P QRSmaks Axis Interval


QRS PR
TD Korelasi -0.132* 0.151** 0.177** -0.003 0.042
Pearson
Sistol
Signifikans 0.023 0.009 0.002 0.964 0.473
TD Korelasi -0.173** 0.035 0.007 -0.076 -0.028
Pearson
Diastol Signifikans 0.003 0.544 0.897 0.192 0.629

(Data Primer, 2017)

5.2.2.1 Tinggi Gelombang P

Pada tabel 5.4 dapat dilihat korelasi antara variabel parameter EKG dan

variabel Tekanan Darah Sistol dan Diastol. Pada Tekanan Darah Sistol, tinggi

gelombang P atau amplitudo gelombang P mempunyai angka koefesien korelasi

Pearson yang negatif sebesar -0.132 atau sangat lemah dan tidak searah.

Berdasarkan pada kriteria yang ada, hubungan antara Tekanan Darah Sistol dan

tinggi gelombang P adalah signifikan karena angka signifikansi sebesar 0.023 yaitu

< 0.05. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Tekanan

Darah Sistol dan Tinggi Gelombang P tetapi korelasinya sangat lemah.

Seterusnya, pada Tekanan Darah Diastol, tinggi gelombang P atau

amplitudo gelombang P mempunyai angka koefesien korelasi Pearson yang negatif

sebesar -0.172 atau sangat lemah dan tidak searah. Berdasarkan pada kriteria yang

ada, hubungan antara Tekanan Darah Sistol dan tinggi gelombang P adalah

signifikan karena angka signifikansi sebesar 0.003 yaitu < 0.05 . Hal ini berarti

bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara Tekanan Darah Diastol dan Tinggi

Gelombang P tetapi korelasinya sangat lemah.


48

5.2.2.2 Lebar Gelombang P

Selanjutnya, pada Tekanan Darah Sistol, lebar gelombang P atau durasi

gelombang P memiliki angka koefisien korelasi Pearson yang positif sebesar 0.151

atau sangat lemah dan searah. Berdasarkan pada kriteria yang ada, hubungan antara

Tekanan Darah Sistol dan lebar gelombang P adalah signifikan karena angka

signifikansi sebesar 0.009 yaitu <0.05 Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan

yang signifikan antara Tekanan Darah Sistol dan Lebar Gelombang P tetapi

korelasinya sangat lemah.

Seterusnya, pada Tekanan Darah Diastol, lebar gelombang P atau durasi

gelombang P memiliki angka koefisien korelasi Pearson yang positif sebesar 0.035

atau sangat lemah dan searah. Berdasarkan pada kriteria yang ada, hubungan antara

Tekanan Darah Sistol dan lebar gelombang P adalah tidak signifikan karena angka

signifikansi sebesar 0.544 yaitu > 0.05 . Hal ini berarti bahwa tidak terdapat

hubungan yang signifikan antara Tekanan Darah Diastol dan Lebar Gelombang P

dan korelasinya juga sangat lemah.

5.2.2.3 Interval PR

Selanjutnya untuk Interval PR, pada Tekanan Darah Sistol dapat dilihat

angka koefisien korelasi Pearson yang memiliki hasil positif sebesar 0.042 atau

sangat lemah dan searah. Berdasarkan pada kriteria yang ada, hubungan antara

Tekanan Darah Sistol dan Interval PR tidak signifikan karena angka signifikansi

sebesar 0.473 yaitu > 0.05. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat korelasi yang

signifikan antara Tekanan Darah Sistol dan Interval PR dan hubungan antara

keduanya sangat lemah.


49

Seterusnya, pada Tekanan Darah Diastol dapat dilihat angka koefisien

korelasi Pearson yang memiliki hasil negatif sebesar -0.028 atau sangat lemah dan

tidak searah. Berdasarkan pada kriteria yang ada, hubungan antara Tekanan Darah

Diastol dan Interval PR tidak signifikan karena angka signifikansi sebesar 0.629

yaitu > 0.05. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara

Tekanan Darah Sistol dan Interval PR dan hubungan antara keduanya sangat lemah.

5.2.2.4 Voltase QRSmaks

Selanjutnya, pada Tekanan Darah Sistol, untuk parameter EKG yaitu

gelombang S maksimum (jumlah kotak kecil terbanyak di gelombang S yang

dihitung pada lead V1 atau V2) dan gelombang R maksimum ( jumlah kotak kecil

terbanyak di gelombang R yang dihitung pada lead V5 atau V6) memiliki angka

koefisien korelasi Pearson yang positif sebesar 0.177 atau sangat lemah dan searah.

Berdasarkan pada kriteria yang ada, hubungan antara Tekanan Darah Sistol dan

gelombang maksimum adalah signifikan karena angka signifikansi sebesar 0.002

yaitu < 0.05. Hal ini berarti bahwa terdapat hubungan yang signifikan antara

Tekanan Darah Sistol dan gelombang S+R maksimum tetapi korelasinya sangat

lemah.

Seterusnya, pada Tekanan Darah Diastol, untuk parameter EKG yaitu

gelombang S maksimum (jumlah kotak kecil terbanyak di gelombang S yang

dihitung pada lead V1 atau V2) dan gelombang R maksimum ( jumlah kotak kecil

terbanyak di gelombang R yang dihitung pada lead V5 atau V6) memiliki angka

koefisien korelasi Pearson yang positif sebesar 0.007 atau sangat lemah dan searah.

Berdasarkan pada kriteria yang ada, hubungan antara Tekanan Darah Sistol dan

gelombang S+R maksimum adalah tidak signifikan karena angka signifikansi


50

sebesar 0.897 yaitu > 0.05. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat hubungan yang

signifikan antara Tekanan Darah Diastol dan gelombang S+R maksimum dan

korelasinya juga sangat lemah.

5.2.2.5 Aksis QRS

Terakhir, untuk variabel Aksis QRS, pada Tekanan Darah Sistol dapat

dilihat angka koefisien korelasi Pearson yang negatif sebesar -0.003 atau sangat

lemah dan tidak searah. Berdasarkan pada kriteria yang ada, hubungan antara

Tekanan Darah Sistol dan Aksis QRS tidak signifikan karena angka signifikansi

sebesar 0.964 > 0.05. Hal ini berarti bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan

antara Tekanan Darah Sistol dan Aksis QRS dan hubungan antara keduanya sangat

lemah.

Seterusnya, pada Tekanan Darah Diastol dapat dilihat angka koefisien

korelasi Pearson yang negatif sebesar -0.076 atau sangat lemah dan tidak searah.

Berdasarkan pada kriteria yang ada, hubungan antara Tekanan Darah Sistol dan

Aksis QRS adalah tidak signifikan karena angka signifikansi sebesar 0.192 > 0.05.

Hal ini berarti bahwa tidak terdapat korelasi yang signifikan antara Tekanan Darah

Sistol dan Aksis QRS dan hubungan antara keduanya sangat lemah.
BAB 6

PEMBAHASAN

Penelitian ini memiliki hipotesis bahwa terdapat perbedaan gambaran EKG

pada sampel responden voluntir berdasarkan klasifikasi Tekanan Darah yang

berbeda. Pada penelitian ini parameter EKG yang dinilai adalah lebar dan tinggi

gelombang P, interval PR, kriteria voltase QRS, dan Aksis QRS. Dari hasil

penelitian, Tekanan Darah yang berbeda memiliki hasil gambaran EKG yang

berbeda. Hipertensi yang menahun bisa menyebabkan perubahan pada anatomis

jantung yang mana akan menyebabkan penebalan otot jantung yang disebabkan

oleh peningkatan komplians otot jantung untuk memompa darah dengan lebih

cepat. Hal ini disokong oleh penelitian dari Dinkes Sulut pada tahun 2012,

Peningkatan tekanan darah juga telah sejak lama dihubungkan dengan LVH. Pada

analisa survei First National Health and Nutrition Examination pada tahun 2012,

diperoleh hasil bahwa seorang dengan hipertensi beresiko 1,4 kali mengalami LVH

dibandingkan dengan normotensi. Hipertensi masuk pada daftar 10 penyakit

menonjol berdasarkan surveilans terpadu penyakit berbasis Puskesmas di Provinsi

Sulawesi Utara pada tahun 2012 dengan jumlah kasus 20.202 penderita.

Deteksi dan penilaian hipertrofi ruang jantung telah menjadi tujuan yang

penting dalam elektrokardiografi klinik. Hal ini telah menjadi perhatian penting

dalam beberapa tahun belakangan sebab pengenalan hipertrofi dapat

mempengaruhi terapi dan dapat mencegah atau memperlambat hasil klinik yang

buruk. Perubahan elektrokardiografi utama yang dihubungkan dengan hipertrofi

ventrikel adalah peningkatan dalam amplitudo dan durasi QRS dan abnormalitas

51
52

gelombang P. Perubahan ini telah dihubungkan dengan penilaian langsung atau

tidak langsung terhadap ukuran atau massa ventrikel berdasarkan kriteria

elektrokardiografi untuk diagnosis hipertrofi ventrikel.

6.1 Perbedaan Morfologi Gelombang P Berdasarkan Tekanan Darah

Pada Tekanan Darah Sistol, hasil penelitian untuk penilaian morfologi

gelombang P, dari kelompok morfologi P yang abnormal, 15 dari 29 responden

dengan kriteria abnormal adalah dari tekanan darah Normotensi dan selebihnya

terdiri dari tekanan darah Pre-Hipertensi dan Hipertensi Tahap 1. Tambahan, telah

dilakukan tes korelasi diantara variabel Tekanan Darah Sistolik dengan Tinggi

Gelombang P (amplitudo) dan Lebar Gelombang P (durasi) dan didapatkan bahwa

terdapat perbandingan yang signifikans antara variabel tersebut tetapi korelasinya

sangat lemah. Untuk Tinggi Gelombang P, korelasinya adalah tidak searah yang

berarti hubungannya berbentuk semaking tinggi Tekanan Darah Sistolik, semakin

rendah Tinggi Gelombang P dan untuk Lebar Gelombang P, korelasinya adalah

searah yang berati hubungannya berbentuk semakin tinggi Tekanan Darah Sistol,

semakin memanjang Lebar Gelombang P.

Pada Tekanan Darah Diastol, hasil penelitian untuk penilaian morfologi

gelombang P, dari kelompok morfologi P yang abnormal, 21 dari 29 responden

dengan kriteria abnormal adalah dari tekanan darah Normotensi dan selebihnya

terdiri dari tekanan darah Pre-Hipertensi dan Hipertensi Tahap 1. Tambahan, telah

dilakukan tes korelasi diantara variabel Tekanan Darah Diastol dengan Tinggi

Gelombang P (amplitudo) dan Lebar Gelombang P (durasi) dan didapatkan hanya

Tinggi Gelombang P yang terdapat perbandingan yang signifikans antara variabel

tersebut tetapi korelasinya sangat lemah. Untuk Tinggi Gelombang P, korelasinya


53

adalah tidak searah yang berarti hubungannya berbentuk semakin tinggi Tekanan

Darah Diastol, semakin rendah Tinggi Gelombang P dan untuk Lebar Gelombang

P, tidak mempunyai hubungan yang bermakna.

Adanya pembesaran atrium kiri secara elektrokardiografi ditunjukkan oleh

bentuk gambaran P dan gelombang P yang abnormal. Josephson dkk menunjukkan

bahwa adanya pembesaran atrium kiri pada elektrokardiografi dapat disebabkan

oleh dilatasi atrium kiri, penebalan dinding atrium kiri, peningkatan tekanan pada

atrium kiri dan gangguan konduksi atrium kiri atau kombinasi dari kelainan –

kelainan ini. Menurut penelitian yang dilakukan Manuswarmy pada tahun 1984

pembesaran atrium kiri paling sering ditemukan pada mitral stenosis dan juga sering

ditemukan pada mitral insufiensi, aorta insufisiensi, aorta stenosis, sistemik

hipertensi dan kardiomiopati dilatasi (Abdul Gani,2007).

Hipertensi sistemik merupakan suatu kelainan yang ditandai dengan

peningkatan tekanan darah yang disebabkan oleh peningkatan tahanan perifer.

Peningkatan tahanan perifer ini menyebabkan penambahan beban jantung (after

load) sehingga terjadi hipertropi ventrikel kiri yang merupakan mekanisme

kompensasi dalam rangka menjaga curah jantung supaya tetap normal. Hipertrofi

ventrikel kiri diikuti dengan gangguan fungsi diastolik ventrikel kiri, selanjutnya

terjadi peningkatan tekanan atrium kiri yang diikuti dengan dilatasi ruang atrium

kiri. Sehingga secara elektrokardiografi dapat dilihat adanya perubahan bentuk

pada gelombang P pada lead II atau V1(Abdul Gani,2007).

Pada elektrokardiografi gelombang P merupakan sebuah gelombang kecil

yang terekam sewaktu atrium mengadakan depolarisasi. Oleh karena massa otot
54

atrium adalah kecil maka amplitudo gelombang P yang normal tidak melebihi 2.5

mm dan durasinya tidak melebihi 0.11 detik (Abdul Gani,2007).

Maka dari kutipan diatas, secara tidak langsung menggambarkan yang

semakin tinggi Tekanan Darah, semakin meningkat Tinggi dan Lebar Gelombang

P, tetapi daripada hasil penelitian yang kami dapat, yang menyokong teori diatas

hanyalah pada Tekanan Darah Sistol terhadap Lebar Gelombang P.

6.2 Perbedaan Hasil Penilaian Terhadap Kriteria Voltase QRS Berdasarkan

Klasifikasi Tekanan Darah

Durasi QRS seringkali meningkat pada hipertrofi ventrikel kiri. Hal ini

bermanifestasi sebagai peningkatan difus pada durasi QRS. Di dalam EKG, akibat

adanya penambahan massa otot ventrikel kiri akan terjadi penambahan kekuatan

voltase arus listrik jantung pada bagian ventrikel sebelah kiri sehingga terjadi

peninggian amplitudo dari gelombang R pada lead dada sebelah kiri ( I, aVL, V5,

V6 ) dan peninggian kedalaman dari gelombang S pada lead dada sebelah kanan (

III, aVR, V1, V2 ). Penebalan otot ventrikel kiri juga menyebabkan meningkatnya

waktu depolarisasi ventrikel dibandingkan dengan otot yang tidak menebal (

Pelebaran pada kompleks QRS ) (INAECG, 2015).

Pada penelitian ini, kriteria selanjutnya yang dinilai berdasarkan hasil

pemeriksaan EKG adalah kriteria voltase QRS. Dalam kriteria penilaian, peneliti

menggunakan kriteria sokolow lyon. Parameter EKG yang diukur adalah

gelombang S di V1/V2 + gelombang R di V5/V6. Jika hasil penjumlahan tersebut

> 35 mm maka dimasukkan dalam kriteria abnormal untuk penilaian kriteria voltase

QRS dan juga menunjukkan adanya indikasi hipertrofi ventrikel kiri (Rizkiawati,

2015).
55

Pada Tekanan Darah Sistol, dari hasil penelitian ini, responden yang

mempunyai kriteria voltase QRS yang paling banyak tidak normal adalah pada

tekanan darah Pre-Hipertensi (120-139mmHg) sebanyak 19 orang. Kedua

terbanyak adalah pada Normotensi (<120mmHg) sebanyak 14 dan yang paling

sedikit adalah seramai 3 orang yaitu dari Hipertensi Tahap 1(140-159 mmHg). Dari

299 responden, hanya 36 yang mempunyai kriteria tidak normal dan selebihnya

adalah normal. Ini menandakan pada kelompok tekanan darah yang melebihi

normal, terdapat lebih banyak didapatkan responden yang mempunyai kriteria

voltase QRS yang tidak normal berbanding dengan kelompok tekanan darah

normal. Hal ini disokong baik oleh teori yang dikutip oleh Dasril Efendi pada tahun

2005 yang menyatakan hipertrofi ventrikel kiri (LVH) ditemukan pada 50%

hipertensi tanpa diterapi yang dideteksi dengan ekokardiografi dan Rizkiawati pada

tahun 2015 yang menyatakan penilaian kriteria voltase QRS melebihi normal ini

menunjukkan adanya indikasi hipertrofi ventrikel kiri. Secara tidak langsung, teori

diatas menyokong teori yang menyatakan tekanan darah yang berlebihan akan

menyebabkan perubahan pada anatomi jantung yang mana akan menyebabkan

kriteria voltase QRS meningkat.

Pada Tekanan Darah Diastol, dari hasil penelitian ini, responden yang

mempunyai kriteria voltase QRS yang paling banyak tidak normal adalah pada

tekanan darah adalah pada Normotensi (<120mmHg) sebanyak 29 daripada 36 yang

tidak normal. Ini berbanding terbalik dan secara tidak langsung tidak menyokong

teori yang seharusnya menyatakan tekanan darah yang berlebihan akan

menyebabkan perubahan pada anatomi jantung yang mana akan menyebabkan

kriteria voltase QRS meningkat.


56

Hal ini disokong baik oleh penelitian yang dikutip oleh Dasril Efendi pada

tahun 2005 yang menyatakan hipertrofi ventrikel kiri (LVH) ditemukan pada 50%

hipertensi tanpa diterapi yang dideteksi dengan ekokardiografi dan Rizkiawati pada

tahun 2015 yang menyatakan penilaian kriteria voltase QRS melebihi normal ini

menunjukkan adanya indikasi hipertrofi ventrikel kiri. Secara tidak langsung, teori

diatas menyokong teori yang menyatakan tekanan darah yang berlebihan akan

menyebabkan perubahan pada anatomi jantung yang mana akan menyebabkan

kriteria voltase QRS meningkat.

Pada penelitian ini juga telah dilakukan tes korelasi antara kelompok

tekanan darah dan voltase QRS. Pada Tekanan Darah Sistolik, ditemukan

perbandingan yang signifikans diantara variabel tersebut tetapi korelasinya sangat

lemah dan searah. Ini bermakna terdapat hubungan yang bermakna antara Tekanan

Darah Sistolik dan kriteria voltase QRS tetapi korelasinya sangat lemah. Hubungan

ini berbentuk seperti semakin tinggi tekanan darah sistolik, semakin panjang durasi

QRS. Seterusnya, pada Tekanan Darah Diastolik, tidak ditemukan perbandingan

yang signifikans diantara variabel tersebut.

6.3 Perbedaan Nilai Rata-Rata Aksis QRS Berdasarkan Klasifikasi Tekanan

Darah

Parameter EKG selanjutnya yang akan dibahas adalah Aksis QRS. Terdapat

beberapa kriteria penilaian interpretasi aksis dari jantung. Aksis jantung yang

normal berkisar antara -30ᵒ sampai +110ᵒ. Bila hasil resultan sadapan I positif dan

aVF negative, jika resultan sadapan II positif: aksis normal, tetapi jika sadapan II

negativ maka deviasi aksis ke kiri (LAD=Left Axis Deviation), berada pada sudut -

30ᵒ sampai -90ᵒ. Bila hasil resultan sadapan I negative dan aVF positif, maka deviasi
57

aksis ke kanan (RAD=Right Axis Deviation), berada pada sudut +110ᵒ sampai

+180ᵒ.

Dari hasil penelitian, pada Tekanan Darah Sistol, pada tabel 5.3.3 pada

kolom Aksis QRS, didapatkan nilai rata-rata Aksis QRS tertinggi terdapat pada

kelompok Hipertensi Tahap 1 yaitu 55ᵒ dan disusuli oleh kelompok Normotensi dan

Pre-Hipertensi.

Hasil yang didapat dari penelitian ini sesuai dengan kriteria LVH pada EKG

yaitu menurut artikel dari American Heart Journal pada tahun 2007, yang

menyatakan penebalan otot ventrikel kiri juga menyebabkan meningkatnya waktu

depolarisasi ventrikel dibandingkan dengan otot yang tidak menebal ( Pelebaran

pada kompleks QRS ), terganggunnya fase repolarisasi ( Abnormalitas dari

gelombang ST-T ) dan aksis arus listrik akan dominan kearah ventrikel kiri atau

dikenal dengan istilah Left Axis Deviation serta pada beberapa kasus bisa saja

terdapat pemebsaran atrium kiri atau Left Atrial Enlargement. Menurut Borden

H.H., dan Ibrahim M.A pada tahun 2007, Sistolik rendah, sedang, dan tinggi dan

tekanan darah diastolik sesuai untuk nilai 85-115, 120-135, 140-230 mmHg, dan

60-80, 85-90, 95-130 mmHg, masing-masing dan hasil dari penelitian tersebut

menunjukkan statistik perbandingan secara signifikan dengan pergeseran menuju

"penyimpangan aksis kiri "dengan naik sistolik atau diastolik tekanan darah..

Pada Tekanan Darah Diastol pula, pada tabel 5.3.3 pada kolom Aksis QRS,

didapatkan nilai rata-rata Aksis QRS tertinggi terdapat pada kelompok Normotensi

yaitu 55.7ᵒ. Untuk tes korelasi Pearson juga tidak ditemukan hubungan yang

bermakna antara tekanan darah Diastol dan nilai rata-rata Aksis QRS. Hasil

penelitian ini berbanding terbalik dengan kenyataan dari tinjauan pustaka.


58

6.4 Perbedaan Hasil Penilaian Terhadap Kriteria Aksis QRS Berdasarkan

Klasifikasi Tekanan Darah

Pada sub bab 6.3 diatas telah dijelaskan mengenai bagaimana kriteria

penilaian untuk Aksis QRS.

Pada Tekanan Darah Sistol, tabel 5.3.3 di dalam bab hasil penelitian dapat

dilihat pada kolom Kelompokan Aksis QRS diantara total 299 orang responden,

sebagian besar memiliki hasil Aksis QRS yang normal terdapat 4 orang saja tidak

termasuk dalam kategori normal. Terdapat 2 orang sampel yang memiliki tekanan

darah Normotensi yang masuk ke dalam kelompokan aksis QRS Left Axis

Deviation (LAD) dan 2 orang responden lagi yang mempunyai tekanan darah Pre-

Hipertensi masuk ke dalam kelompokan aksis QRS Right Axis Deviation (RAD).

Hasil ini juga berbanding terbalik seperti penelitian yang dilakukan oleh Borden

H.H., dan Ibrahim M.A pada tahun 2007, hasil tersebut menunjukkan statistik

perbandingan secara signifikan dengan pergeseran menuju Left Axis Deviation

dengan naik sistolik atau diastolik tekanan darah.

Pada Tekanan Darah Diastol pula, tabel 5.3.3 di dalam bab hasil penelitian

dapat dilihat pada kolom Kelompokan Aksis QRS diantara total 299 orang

responden, sebagian besar memiliki hasil Aksis QRS yang normal terdapat 4 orang

saja tidak termasuk dalam kategori normal. Terdapat 2 orang sampel yang memiliki

tekanan darah Normotensi yang masuk ke dalam kelompokan aksis QRS Left Axis

Deviation (LAD) dan 2 orang responden lagi yang mempunyai tekanan darah

Normotensi masuk ke dalam kelompokan aksis QRS Right Axis Deviation (RAD).

Hasil ini juga berbanding terbalik seperti penelitian yang dilakukan oleh Borden

H.H., dan Ibrahim M.A pada tahun 2007, hasil tersebut menunjukkan statistik
59

perbandingan secara signifikan dengan pergeseran menuju Left Axis Deviation

dengan naik sistolik atau diastolik tekanan darah.

Untuk tes korelasi Pearson, juga tidak ditemukan hubungan yang bermakna

diantara kedua-dua tekanan darah sistol, diastol terhadap kelompokan aksis QRS.

6.5 Perbedaan Hasil Penilaian Terhadap Interval P-R Berdasarkan

Klasifikasi Tekanan Darah

Pada Tekanan Darah Sistol, dari hasil penelitian didapatkan bahwa nilai

rata-rata untuk Interval P-R paling tinggi yaitu 146.6 m/s adalah pada kelompokan

tekanan darah Pre-Hipertensi. Tes korelasi Pearson juga menunjukkan tiada

hubungan yang bermakna antara Tekanan Darah Sistol terhadap Interval P-R.

Seterusnya, pada Tekanan Darah Diastol, dari hasil penelitian didapatkan bahwa

nilai rata-rata untuk Interval P-R paling tinggi yaitu 147.9 m/s adalah pada

kelompokan tekanan darah Pre-Hipertensi. Tes korelasi Pearson juga menunjukkan

tiada hubungan yang bermakna antara Tekanan Darah Diastol terhadap Interval

PR.

Interval PR mewakili waktu dari awal depolarisasi atrium sampai awal

depolarisasi ventrikel. Ini termasuk keterlambatan dalam konduksi yang terjadi

pada nodus AV. Interval PR biasanya berlangsung dari 0.12 sampai 0.2 detik. Hal

ini menunjukkan nilai rata-rata maksimal Interval P-R yang didapatkan melalui

penelitian ini adalah 147.9 m/s yaitu bersamaan dengan 0,1479 detik yang mana

secara tidak langsung menunjukkan semua responden yang kami dapatkan

mempunyai kriteria Interval PR yang normal kerana dibawah 0.2 detik. Interval PR

digunakan dalam menentukan kadar waktu konduksi dari awal depolarisasi atrium
60

sampai awal depolarisasi ventrikel, jika ada berlaku keterlambatan yaitu terlebih

dari 0.2 detik, kemungkinan responden mengalami Atrioventricular Block.

6.6 Keterbatasan dalam penelitian

Keterbatasan penelitian ini adalah bahwa rancangan penelitian ini adalah

cross-sectional dan oleh karena itu kita tidak bisa menyiratkan kausalitas dari studi

asosiasi. Kami tidak memiliki data pengobatan yang mungkin telah mempengaruhi

parameter kardiovaskular.

Tambahan, EKG mempunyai keterbatasan dalam menilai LVH, oleh kerana

EKG adalah hanya sebuah Alat Penunjang, tidak untuk menggantikan Anamnesis

dan Pemeriksaan Fisik. Beberapa faktor lain mempengaruhi nilai EKG dalam

mendeteksi LVH. Sensitivitas dan spesifisitas berbagai kriteria EKG

mencerminkan masalah yang berkaitan dengan jenis penyakit jantung, pola anatomi

LVH, dan derajat hipertrofi hadir pada populasi pasien yang berbeda. Okin et al

mencatat bahwa keakuratan juga akan berbeda pada populasi dimana LVH tidak

mungkin terjadi (dengan tes paling positif adalah positif palsu) dibandingkan pada

populasi di mana LVH lebih mungkin terjadi, misalnya kelompok pasien dengan

hipertensi yang signifikan, di mana hasil yang lebih negatif akan terjadi. Menjadi

negatif palsu penting juga untuk mengetahui bahwa karakteristik kelompok pasien

yang kriterianya ditetapkan berbeda dari kriteria yang diterapkan (Hancock E.W.,

2009).
BAB 7

KESIMPULAN DAN SARAN

7.1 Kesimpulan

Dari penelitian yang telah dilakukan, hasil yang dapat disimpulkan adalah

seperti berikut:

1. Terdapat perbandingan yang signifikan antara variabel Tekanan darah Sistol

dengan Tinggi Gelombang P tetapi korelasinya sangat lemah.

2. Terdapat perbandingan yang signifikan antara variabel Tekanan darah Sistol

dengan Lebar Gelombang P tetapi korelasinya sangat lemah.

3. Terdapat perbandingan yang signifikan antara variabel Tekanan darah Diastol

dengan Tinggi Gelombang P tetapi korelasinya sangat lemah.

4. Terdapat perbandingan yang signifikan antara variabel Tekanan darah Diastol

dengan Lebar Gelombang P tetapi korelasinya sangat lemah.

5. Terdapat perbandingan yang signifikan antara variabel Tekanan darah Sistol

dengan Voltase QRS tetapi korelasinya sangat lemah.

6. Tidak terdapat perbandingan yang signifikan antara variabel Tekanan darah

Diastol dengan Voltase QRS, Aksis QRS, dan Interval PR.

7. Tidak terdapat perbandingan yang signifikan antara variabel Tekanan darah

Sistol dengan Interval P-R.

61
62

7.2 Saran

Diperlukan penelitian serupa dengan jumlah subjek penelitian yang lebih

banyak dengan lama waktu penelitian lebih panjang serta dengan menggunakan

gambaran EKG sampel dari responden yang bervariasi tekanan darahnya dan tidak

hanya hipertorfi ventrikel kiri saja, mengingat banyak perubahan yang dapat terjadi

pada jantung dikarenakan oleh hipertensi.


63

DAFTAR PUSTAKA

Borden H.H & Ibrahim M.A. 2007. The Epidemiology Of The QRS Axis Measurement.

Vol, 60. NO, 4. A.J.P.H.. diakses 27 November 2017.

Desmond J. Sheridan M. Regression of left ventricular hypertrohy : Do

antihypertensive differ? In : Journal of hypertension 2000, 18 ( suppl 3) : S21–

S27.

Dharma, Surya. 2010. Sistematika Interpretasi EKG: Pedoman Praktis. Jakarta:

EGC.

Efendi D. 2005. Korelasi Dispersi QT Dengan Hipertrofi Ventrikel Kiri Pada

Penderita Hipertensi. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran

Universitas Utara. diakses pada 4 Disember 2017.

Fielman T, Childers RW, Borrow KM & Lang RM. Change in left ventricular cavity

size. Differential effect on GRS and T wave amplitude. Circulation 199;72 :

495-501.

Gani A. 2007. Kriteria Pembesaran Atrium Kiri Secara Elektrokardiografi. Majalah

Kedokteran Nusantara Volume 40 No. 1. Universitas Sumatera Utara. diakses

pada 3 Disember 2017.

Guyton A.C. & Hall J.E. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Jakarta:

EGC.

Hancock E.W. et al. 2009. AHA/ACCF/HRS Recommendations for the

Standardization and Interpretation of the Electrocardiogram Part V

Electrocardiogram Changes Associated With Cardiac Chamber Hypertrophy.

American Heart Association. Diakses 3 Disember 2017.


64

Horrower A. Mc Farlane G. Left Ventricular Hyperthrophy in Hypertension In : AM

Med. 1998 ; (suppl.1 B). 89 – 91.

Ichkhan K. Molnar J. Somberg J. Relation of Left ventricular mass and QT dispersion

in patients with systemic hypertension. In : Am J. Card. 1997.15.508-11.

Kemenkes RI. Profil Kesehatan Indonesia tahun 2014. Jakarta : Kemenkes RI:

2015.

Kemenkes RI. Situasi Kesehatan Jantung. Jakarta : Kemenkes RI: 2014.

Lee Y.Y.L., Jelinek H.F. & McLachlan C.S. Systolic Blood Pressure But Not

Electrocardiogram QRS Duration Is Associated With Heart Rate Variability

(HRV): A Cross-Sectional Study In Rural Australian Non-Diabetics.

BIOMED CENTRAL. Faculty of Medicine, University of New South Wales.

diakses pada 3 Disember 2017.

Lusiana, Evrita. Analisa Deteksi Gelombang QRS Untuk Menentukan Kelainan Fungsi

Kerja Jantung. Teknoin Vol. 22 No. 1 Maret 2016 : 27-37.

Munawar M dan Sutandar H. 2002. Elektrokardiografi. Dalam (Rilantono LI, Baraas

F, Karo KS, Roebiono SP, eds). Buku ajar kardiologi Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran

Universitas Indonesia, p. 41-65.

Okin, P.M. 2000. Heart Rate Adjustment of ST Depression and Performance of the

Exercise ECG. Journal of the International Society for Bioelectromagnetism;

Volume 2, Number 1.
65

Pratanu Sunoto. Elektrokardiografi. Noer S, Waspadji S, Rachman M, Lesmana L,

Widodo D, Isbagio H dkk . Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam . Jilid I, Edisi

ketiga. Jakarta . Balai Penerbit FKUI. 2006.

Sherwood, L. 2010. Human Physiology: From Cells to Systems. 7th Ed. Canada:

Yolanda Cossio.

Sjukri Karim, Peter Kabo. 2007. EKG dan Penanggulangan Beberapa Penyakit

Jantung Untuk Dokter Umum. Jakarta : Balai Penerbitk FKUI.

Thaler M.S. 2007. Only EKG Book You’ll Ever Need, The, 5th Edition. Lippincott

Williams & Wilkins.

Tim Surkesnas. Survei Kesehatan Nasional 2001. Laporan studi mortalitas 2001: Pola

penyakit penyebab kematian di Indonesia. Jakarta: Badan Penelitian dan

Pengembangan Kesehatan; 2002.

Walls E., Courtney. Divasta, Amy. Feldman, A Henry. 2010. Malnutrition and

Hemodynamic Status in Adolescents Hospitalized for Anorexia Nervosa. Arch

Pediatr Adolesc Med. 2010 Aug; 164(8): 706–713.

William, Lipincott. 2011. ECG interpretation made incredibly easy! 5th ed.

Philadelpia. Wolters Kluwer Health.

William, Lipincott. 2002. Anatomi klinis berdasarkan sistem. Jakarta: EGC Wowor

R.L. & Kandou G.D. & Umboh J.M.L., 2015, Faktor-faktor yang

Mempengaruhi Pembesaran Jantung Kiri (LVH) pada Mahasiswa Pria

Peserta Kepanitraan Klinik Madya Fakultas Kedokteran Universitas Sam

Ratulangi, JIKMU, Vol, 5. No, 1, diakses 27 November 2017.


66

Lampiran 1
67

Lampiran 2
68

Lampiran 3

HASIL DARI SPSS

Statistics

IMT Usia Suku TDsistol TDdiastol JenisKelamin

N Valid 299 299 299 299 299 299

Missing 0 0 0 0 0 0

IMT
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid BB Kurang 19 6.4 6.4 6.4

Normal 108 36.1 36.1 42.5

Berisiko 64 21.4 21.4 63.9

Obes 1 87 29.1 29.1 93.0

Obes 2 21 7.0 7.0 100.0

Total 299 100.0 100.0

Usia

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid 17-19 18 6.0 6.0 6.0

20-22 71 23.7 23.7 29.8

23-25 28 9.4 9.4 39.1


26-28 79 26.4 26.4 65.6

29-31 59 19.7 19.7 85.3

32-35 44 14.7 14.7 100.0

Total 299 100.0 100.0


69

TDsistol

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <120 174 58.2 58.2 58.2

120-139 119 39.8 39.8 98.0

140-159 6 2.0 2.0 100.0

Total 299 100.0 100.0

TDdiastol

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid <80 226 75.6 75.6 75.6

80-89 58 19.4 19.4 95.0

90-99 15 5.0 5.0 100.0

Total 299 100.0 100.0

JenisKelamin

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Laki-Laki 197 65.9 65.9 65.9

Perempuan 102 34.1 34.1 100.0

Total 299 100.0 100.0

SR

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Normal <35mm 263 88.0 88.0 88.0

Tidak Normal >35mm 36 12.0 12.0 100.0

Total 299 100.0 100.0

GrupAxis
70

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid Normal (-30 ke 110)) 295 98.7 98.7 98.7

LAD (-30 ke -90) 2 .7 .7 99.3

RAD (110 ke 180) 2 .7 .7 100.0

Total 299 100.0 100.0

grupatrium

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent

Valid normal 270 90.3 90.3 90.3

abnormal 29 9.7 9.7 100.0

Total 299 100.0 100.0

Descriptive Statistics

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

imtnumerik 299 15.2 38.6 24.145 4.1143


numerikUsia 299 16 43 26.41 5.010
P_Tinggi 299 .1 .3 .119 .0440
P_Lebar 299 40.0 140.0 83.144 17.7080
nilaiAXIS 299 -61.0 152.0 54.621 27.6739
PRinterval 299 80.0 200.0 145.084 23.1332
Valid N (listwise) 299
71

Correlations

SR nilaiAXIS GrupAxis PRinterval

TDsistol Pearson Correlation .177** -.003 .047 .042

Sig. (2-tailed) .002 .964 .417 .473

N 299 299 299 299


TDdiastol Pearson Correlation .007 -.076 -.059 -.028
Sig. (2-tailed) .897 .192 .313 .629
N 299 299 299 299
P_Tinggi Pearson Correlation -.007 .088 .078 .199**
Sig. (2-tailed) .903 .127 .177 .001
N 299 299 299 299
P_Lebar Pearson Correlation -.066 -.139* .064 .502**
Sig. (2-tailed) .257 .016 .273 .000
N 299 299 299 299
grupatrium Pearson Correlation .018 -.089 .088 .417**
Sig. (2-tailed) .761 .126 .128 .000
N 299 299 299 299
SR Pearson Correlation 1 .136* -.041 -.037
Sig. (2-tailed) .018 .482 .525
N 299 299 299 299
nilaiAXIS Pearson Correlation .136* 1 .093 .075
Sig. (2-tailed) .018 .107 .198
N 299 299 299 299
GrupAxis Pearson Correlation -.041 .093 1 .071
Sig. (2-tailed) .482 .107 .219
N 299 299 299 299
PRinterval Pearson Correlation -.037 .075 .071 1

Sig. (2-tailed) .525 .198 .219

N 299 299 299 299

**. Correlation is significant at the 0.01 level (2-tailed).


*. Correlation is significant at the 0.05 level (2-tailed).
72

P_Tinggi P_Lebar grupatrium PRinterval SR

normal abnormal Normal <35mm

Mean Mean Count Count Mean Count

TDsistol <120 .12 80.8 159 15 144.1 160

120-139 .11 86.4 106 13 146.6 100

140-159 .10 86.7 5 1 143.3 3


TDdiastol <80 .12 82.5 205 21 145.0 197

80-89 .11 86.6 51 7 147.9 55

90-99 .10 80.0 14 1 136.0 11

SR nilaiAXIS GrupAxis

Tidak Normal Normal (-30 ke RAD (110 ke


>35mm 110)) LAD (-30 ke -90) 180)

Count Mean Count Count Count

TDsistol <120 14 54.7 172 2 0

120-139 19 54.5 117 0 2

140-159 3 55.0 6 0 0
TDdiastol <80 29 55.7 222 2 2

80-89 3 52.0 58 0 0

90-99 4 48.1 15 0 0
73

Lampiran 4
74

Lampiran 5
75

Lampiran 6

BIODATA PENELITI

Nama Lengkap : Mohd Khairu Izzuddin Bin Abd Rahim


NIM : C11114857
Tempat, Tanggal Lahir : Terengganu, Malaysia, 10 Februari 1993
Agama : Islam
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Jurusan/Fakultas : Pendidikan Dokter/Kedokteran
Alamat : Blok C 407, Rusunawa 2 UNHAS
Telepon : 087806011770
Email : kero_zudin @yahoo.com

Riwayat pendidikan
1. Sekolah Kebangsaan Bukit Mentok (2000-2005)
2. Sekolah Menengah Agama Al-Falah (2006-2010)
3. Universiti Teknologi Mara Diploma (2011-2014)
4. Fakultas Kedokteran Universitas Hasanuddin (2014-sekarang)

Pengalaman Organisasi
1. Setiausaha Kelab Sains
2. Pembantu Ko-op SMA
3. Kelab Pencinta Alam
4. Badan Pertolongan Cemas
5. Kelab Rontgen
6. Kelab PB medik
7. Persatuan Kebangsaan Pelajar Malaysia di Indonesia

Anda mungkin juga menyukai