PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Mikropaleontologi adalah cabang ilmu Paleontologi yang mempelajari
fosil yang berukuran kecil dengan objek yang dikenal sebagai mikro fosil, mikro
fosil sendiri adalah fosil yang untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya paling
baik dilakukan di bawah mikroskop (Jones,1936). Ada beberapa jenis mikro fosil
yang dipelajari dalam Mikropaleontologi, yaitu spora dan pollen untuk lingkungan
darat – transisi, ostracoda untuk lingkungan transisi – neritik, foraminifera dan
nanoplangton untuk lingkungan transisi – bathyal, dan radiolaria untuk
lingkungan abysal.
Mikropaleontologi merupakan cabang paleontologi yang mempelajari
mikrofosil. Mikrofosil adalah fosil yang umumnya berukuran tidak lebih besar
dari empat millimeter, dan umumnya lebih kecil dari satu milimeter, sehingga
untuk mempelajarinya dibutuhkan mikroskop cahaya ataupun elektron. Fosil yang
dapat dipelajari dengan mata telanjang atau dengan alat berdaya pembesaran kecil,
seperti kaca pembesar, dapat dikelompokkan sebagai makrofosil. Secara tegas,
sulit untuk menentukan apakah suatu organisme dapat digolongkan sebagai
mikrofosil atau tidak, sehingga tidak ada batas ukuran yang
jelas.Mikropaleontologi ini dikenal adanya Analisis Biostratigrafi. Dimana
biostratigrafi tersebut memiliki hubungan yang sangat erat dalam penentuan umur
relatif dan lingkungan pengendapan dari suatu Batuan berdasarkan kandungan
fosil yang terkandung dalam Batuan tersebut. Oleh karena itu diadakanlah
praktikum Mikropaleontologi dengan acara Biostratigrafi, praktikum ini dilakukan
agar memudahkan mahasiswa dalam membuat analisa masalah Biostratigrafi.
Pengertian Mikrofosil menurut Jones (1936) adalah setiap fosil (biasanya
kecil) untuk mempelajari sifat-sifat dan strukturnya dilakukan di bawah
mikroskop. Umumnya fosil ukurannya lebih dari 5 mm namun ada yang
berukuran sampai 19 mm seperti genus fusulina yang memiliki cangkang-
cangkang yang dimiliki organisme, embrio dari fosil-fosil makro serta bagian-
bagian tubuh dari fosil makro yang mengamatinya menggunakan mikroskop serta
sayatan tipis dari fosil-fosil, sifat fosil mikro dari golongan foraminifera
3
kenyataannya foraminifera mempunyai fungsi/berguna untuk mempelajarinya.
Mikrofosil sendiri memiliki ukuran 50 mikron- 1 mm.
Data-data yang diperoleh dari analisa mikro fosil dapat digunakan untuk
data penunjang dalam penelitian geologi, terutama untuk penentuan umur dan
lingkungan pengendapan dari suatu batuan sedimen. Dalam kasus ini Formasi
Sentolo menurut Wartono Rahardjo, dkk., 1977 Formasi batuan yang disusun oleh
batupasir, napal, hingga batugamping yang mencirikan bahwa Formasi ini
terendapkan di lingkungan transisi – laut, sehingga sangat cocok untuk dilakukan
analisa fosil karena kaya akan fosil Foraminifera. Formasi Sentolo yang
diperkirakan terbentuk pada Miosen Awal sampai Pliosen memiliki sebaran yang
cukup luas. Sebaran Formasi Sentolo sampai saat ini belum banyak dikaji secara
menyeluruh hubungan stratigrafi dan fasiesnya. Salah satu wilayah yang menarik
untuk dikaji adalah di bagian tenggara dari sebaran Formasi Sentolo, yaitu di
daerah Kali Serang dimana lokasi tersebut didapati banyak batuan karbonatan,
sehingga menarik untuk dikaji posisi stratigrafi dan fasies keduanya.
4
1.3 Lokasi Penelitian
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Dasar Teori Foraminifera
6
Gambar 2 Foraminifera
Jenis-jenis Foraminifora begitu beragam. Klasifikasi Foraminifera biasanya
didasarkan pada bentuk cangkang dan cara hidupnya. Berdasarakan cara
hidupnya, foraminifera dibagi menjadi 2, yaitu:Foraminifera plantonik dan
Foraminifera bentik, Foraminifera dapat berkembang biak dengan 2 cara, yaitu
seksual dan aseksual dan terjadi saling bergantian.Hasil dari 2 cara perkembang
biakan tersebut menghasilkan dua bentuk tubuh (dimorphisme) yaitu Megalosfeer
dan Mikrosfeer. Megalosfeer dibentuk dari hasil perkembang biakan yang
aseksual. Dicirikan dengan bentuk proloculum yang besar tetapi secara
keseluruhan cangkang berukuran kecil. Mikrofeer dibentuk dari hasil perkembang
biakan seksual. Dicirikan dengan bentuk proloculum yang kecil dengan cangkang
keseluruhan besar.
Untuk dapat mengelompokkan foraminifera perlu memperhatikan beberapa ciri
fisik, seperti:
Bentuk cangkang
Jenis dinding
Susunan kamar
Aperture
Hiasan pada cangkang
7
2.1.1 Ciri Fisik Foraminifera
2.1.2 Cangkang
Dalam mempelajari foraminifera biasanya dilakukan dengan mengamati
cangkangnya.Hal ini disebabkan bagian lunaknya (protoplasma) sudah tidak
diketemukan. Cangkang Foraminifera tersusun oleh dinding, kamar, proloculum,
septa, sutura, dan aperture.
A. Dinding
8
Dinding Aglutin/Arenaceous, dinding disusun oleh material asing,Jika
penyusunnya hanya butir pasir disebut Arenaceous, jika banyak material
seperti mika disebut Aglutin.
Dinding Silikaan, dinding ini jarang diketemukan, biasanya dari organism
itu sendiri atau dari mineral sekunder.
Dinding Gampingan, terdiri dari 4 tipe:
a) Dinding Porselen, tidak berpori, berwarna opaq dan putih.Contoh
: Quinqueloculina.
b) Dinding Hyaline, bersifat bening dan transparan serta
berpori.Contoh: golongan Globigerinidae, Nodosaridae.
c) Dinding Granular, terdiri dari Kristal-kristal kalsit yang granular,
dalam sayatan tipis tampak gelap.
d) Dinding yang kompleks, terdapat pada golongan Fusulinidae.
9
Monothalamust testmerupakan susunan dan bentuk akhir kamar-kamar
foraminifera terdiri dari satu kamar. Bentuk ini dibagi menjadi beberapa bentuk,
yaitu: Bentuk Globular, Bentuk Botol, Bentuk yang terputar pada satu bidang,
Bentuk Kombinasi Botol dan Tabung, Bentuk Planispiral pada awalnya kemudian
terputar tidak teratur, Planispiral kemudian lurus.
Polythalamust Test
Polythalamust Test yaitu susunan dan bentuk akhir kamar-kamar dari
foraminifera yang terdiri lebih dari satu kamar. Terdapat 3 jenis susunan kamar
yaitu:
a) Uniserial, berupa 1 baris susunan kamar yang seragam, contoh Nodosaria
dan Siphonogenerina.
b) Biserial, berupa 2 baris susunan kamar yang saling berselang
seling.Contoh: Bolivina dan Textularia.
c) Triserial, berupa tiga baris susunan kamar yang berselang-seling.Contoh:
Uvigerina dan Bulimina.
TubulospinateCyclicalFlatulose TabularSemicirculer
10
Gambar 6 Skema Cangkang Foraminifera yang Polythalamus (Culiver, 1987)
D. Aperture.
Aperture foraminifera benthos dengan foraminifera plankton berbeda.
Aperture foraminifera benthos dapat dibedakan menjadi beberapa klasifikasi,
yaitu
Aperture yang bulat sederhana, berbentuk bulat, sedehana, biasanya
terletak pada ujung kamar akhir.Contoh : Lagena dan Bathysipon.
Aperture yang memancar (radiate), merupakan sebuah lubang yang bulat
dengan golongan-golongan yang memancar dari pusat lubang.Contoh :
Nodosaria dan Dentalina.
Aperture Phialine, merupakan lubang bulat, mempunyai bibir (lip) dan
leher (neck).Contoh : Uvigerina dan Amphikoryna.
Aperture Crescentik, berbentuk tapak kaki kuda atau busur panah. Contoh
: Nodosarella dan Pleurostomella.
Aperture Virguline atau Bulimine, berbentuk seperti koma (,) yang
melengkung.Contoh : Virgulina dan Bulimina.
Aperture yang slit-like, merupakan aperture yang membentuk lubang
sempit yang memanjang.Contoh : Sphaeroidinella dan Pullenia.
11
Aperture Ectosolenia, aperture yang memiliki leher yang pendek.
Contoh : Ectosolenia dan Oolina.
Aperture Entosolenia, aperture yang mempunyai leher dalam (internal
neck).Contoh : Fissurina dan Entosolenia.
Aperture Multiple, Cribrate dan Accesory, aperture yang terdir dari
beberapa lubang bulat dan kadang-kadang membentuk saringan (cribrate)
atau terdiri dari satu lubang utama dan beberapa lubang bulat yang lebih
kecil (accessory).Contoh : Elphidium dan Cribrostomum.
Aperture dendritik, berbentuk seperti ranting pohon (denrit) terletak pada
“septal-face”.Contoh : Dendritina
Aperture yang bergerigi, berbentuk lubang yang melengkung dimana
dalamnya terdapat tonjolan menyerupai gigi (single tooth, bifid tototh).
Contoh : Pyrgo dan Quinquelokulina.
Aperture yang berhubungan dengan Umbilicus, biasanya merupakan
lubang yang berbentuk busur, ceruk ataupun persegi kadang-kadang
dilengkapi dengan bibir (lip), gigi-gigi, ataui ditutupi dengan selaput tipis
(bulla).Contoh : Globigerina, Globoquadrina dan Globigerinita.
Ditinjau dari posisi pada cangkang foraminifera, maka aperture dapat
dibedakan menjadi 3 jenis, yaitu:
Aperture termal, yaitu aperture yang terletak pada ujung kamar yang
terakhir.Contoh : Cornuspira, Nodosaria, Uvigerina.
Aperture on aperture face, yaitu aperture yang terdapat pada bagian kamar
yang terakhir.Contoh : Cribohantkenina, Dendritina
Aperture peripheral, yaitu aperture yang memanjang pada bagian
tepi.Contoh : Globorotalia, Cibicides
Aperture interiormarginal umbilical, yaotu aperture yang terdapat pada
bagian umbilical.Contoh : Globigerina.Jika memanjang kearah tepi
disebut umbilical extra umbilical, contoh : Globorotalia.
12
Gambar 7 Jenis dan posisi aperture pada foraminifera kecil (Shrock & Twenhofel, 1956)
E. Hiasan/Ornamen
Ornamen adalah struktur mikro yang menghiasi bentuk fisik dari cangkang
foraminifera.Ornamentasi ini kadang sangat khas untuk cangkang foram tertentu
sehingga dapat dipergunakan sebagai salah satu criteria dalam
klasifikasi.Beberapa bentuk hiasan yang dapat dijumpai:
Keel, selaput tipis yang mengelilingi bagian periphery.Contoh :
Globorotalia, Siphonina.
Costae, galengan vertical yang dihubungkan oleh garis-garis sutura yang
halus.Contoh Bulimina, Uvigerina
Spine, duri-duri yang menonjol pada bagian tepi kamar.Contoh :
Hantkenina, Asterorotalia.
Retral processes, merupakan garis sutura yang berkelok-kelok, biasa
dijumpai pada Amphistegina.
Bridge sutures, garis-garis sutura yang berbentuk dari septa yang terputus-
putus.biasa dijumpai pada Elphidium.
Reticulate, dinding cangkang yang terbuat dari tempelan material asing.
Punctate, bagian permukaan luar cangkang yang berpori bulat dan kasar.
Smooth, permukaan cangkang yang halus tanpa hiasan.
13
Gambar 8 Bentuk macam-macam hiasan dari cangkang Foraminifera (Jones, 1956)
Penelitian tentang fosil foraminifera mempunyai beberapa penerapan yang
terus berkembang sejalan dengan perkembangan mikropaleontologi dan geologi.
Fosil foraminifera bermanfaat dalam biostratigrafi, paleoekologi,
paleobiogeografi, dan eksplorasi minyak dan gas bumi.
a) Biostratigrafi
Foraminifera mengalami perkembangan secara terus-menerus, dengan
demikian spesies yang berbeda diketemukan pada waktu (umur) yang berbeda-
beda. Foraminifera mempunyai populasi yang melimpah dan penyebaran
horizontal yang luas, sehingga diketemukan di semua lingkungan laut. Alasan
terakhir, karenaukuran fosil foraminifera yang kecil dan pengumpulan atau cara
mendapatkannya relatif mudah meskipun dari sumur minyak yang dalam.
b) Paleoekologi dan Paleobiogeografi
Foraminifera memberikan data tentang lingkungan masa lampau (skala
Geologi). Karena spesies foraminifera yang berbeda diketemukan di lingkungan
yang berbeda pula, seorang ahli paleontologi dapat menggunakan fosil
foraminifera untuk menentukan lingkungan masa lampau tempat foraminifera
tersebut hidup.
c) Eksplorasi Minyak
Foraminifera dimanfaatkan untuk menemukan minyak bumi. Banyak spesies
foraminifera dalam skala biostratigrafi mempunyai kisaran hidup yang pendek.
Dan banyak pula spesies foraminifera yang diketemukan hanya pada lingkungan
yang spesifik atau ter-tentu.
14
2.1.3. Foraminifera Plangtonik
15
d. Globorotalia yang besar-besar dengan kell, sangat khas bagi temperatur di
atas 17OC, sebaliknya yang tidak mempunyai kell banyak diketemukan pada
suhu 9OC.
16
Foraminifera planktonik jumlah genusnya sedikit, tetapi jumlah spesiesnya
banyak. Plankton pada umumnya hidup mengambang di permukaan laut dan fosil
plankton ini dapat digunakan untuk memecahkan masalah-masalah geologi, antara
lain :sebagai fosil petunjuk, korelasi, dan penentuan lingkungan
pengendapanForaminifera plankton tidak selalu hidup di permukaan laut, tetapi
pada kedalaman tertentu ;
Hidup antara 30 – 50 meter
Hidup antara 50 – 100 meter
Hidup pada kedalaman 300 meter
Hidup pada kedalaman 1000 meter
Ada golongan foraminifera plankton yang selalu menyesuaikan diri
terhadap temperatur, sehingga pada waktu siang hari hidupnya hampir di dasar
laut, sedangkan di malam hari hidup di permukaan air laut. Sebagai contoh adalah
Globigerina pachyderma di Laut Atlantik Utara hidup pada kedalaman 30 sampai
50 meter, sedangkan di laut atlantik tengah hidup pada kedalaman 200 sampai 300
meter.
2.3.1. Morfologi Foraminifera Plangtonik
1. Susunan Kamar
Susunan kamar pada foraminifera plangtonik yaitu:
Planispiral : terputar pada 1 bidang, semua kamar terlihat,
pandangan dan jumlah kamar vebtral dan dorsal sama.
Trochospiral : terputar tidak pada 1 bidang, tidak semua kamar
terlihat.
Pandangan ventral : Jumlah kamar yang terlihat adalah
putaran kamar terakhir. Terlihat adanya aperture utama,
terlihat adanya umbilicus.
Pandangan dorsal : Biasanya seluruh kamar bisa
terlihat, terlihat adanya putaran, kamar awal terlihat.
17
Gambar 11 Susunan Kamar Pada Foraminifera Plangtonik
2. Bentuk
Dibedakan menjadi 2 yaitu bentuk kamar dan bentuk test.Bentuk
kamar dapat globular, rhomboid menyudut atau kerucut
menyudut.Bentuk test dapat membulat atau elips.
3. Suture
Dalam penentuan genus foraminifera, suture sangat berguna.Suture
dapat tertekan atau tidak.Pendeskripsian meliputi pandangan ventral
maupun dorsal.
Suture merupakan garis yang terliliat pada dinding luar test,
merupakan perpotongan septa dengan dinding kamar. Suture penting
dalam pengklasifikasian foraminifera karena beberapa spesies memiliki
suture yang khas. Macam-macam bentuk suture adalah :
Tertekan (melekuk), rata, atau muncul dipermukaan test. Contoh
: Chilostomella colina, untukbentuk suture tertekan.
Lurus, melengkung lemah, sedang atau kuat. Contoh :
orthomorphiao challengeriana, untuk bentuk suture lurus.
Suture yang mempunyai hiasan. Contoh : Elphindium incertum,
untuk bentuk hiasan yang berupa bridge.
4. Jumlah kamar dan Putaran
Jumlah kamar sangat mempengaruhi penamaan, untuk itu perlu
dilakukan terutama pada kamar terakhir.Selain itu perlu diperhatikan pula
pertambahan ukuran kamar, apakah berangsur atau berubah
mendadak.Perlu diperhatikan pula arah putaran apakah searah jarum jam
(dextral) atau berlawanan arah jarum jam (sinistral).
18
Gambar 12 Jumlah Kamar dan Putaran
5. Aperture
1. Primary Aperture Interiomarginal, yaitu:
Primary Aperture Interimarginal Umbilical, adalah aperture
utama interiomarginal yang terletak pada daerah umbilicus
atau pusat putaran. Contoh: Globigerina
Primary Aperture Interimarginal Umbilical Extra Umbilical,
adalah aperture utama interiomarginal yang terletak pada
daerah umbilicus melebar sampai ke peri-peri. Contoh:
Globorotalia
Primary Aperture Interimarginal Equatorial, adalah aperture
utama interiomarginal yang terletak pada daerah equator,
dengan ciri-ciri dari samping kelihatan simetri dan hanya
dijumpai pada susunan kamar planispiral. Equator merupakan
batas putaran akhir dengan putaran sebelum peri-peri. Contoh:
Hastigerina.
2. Secondary Aperture / Supplementary Aperture
Merupakan lubang lain dari aperture utama dan lebih kecil
atau lubang tambahan dari aperture utama. Contoh:
Globigerinoides.
3. Accessory Aperture
Merupakan aperture sekunder yang terletak pada struktur
accessory atau aperture tambahan. Contoh: Catapsydrax.
6. Hiasan atau Ornamentasi
19
Hiasan sangat penting karena sangat khas pada genus
tertentu.Misal spine khas pada Hantkenina, keel pada Globorotalia
7. Komposisi Test
GolonganAllogromidae
Golongan Miliolidae
Golongan Lituolidae
Golongan Astrorhizidae
20
untuk foraminifera yang hidup perairan dingin. Ammobaculites
aglutinous, Saccamina sphaerica
3. Dinding Siliceous
Gampingan Porselen
Gampingan porselen adalah dinding gampingan yang tidak
berpori, mempunyai kenampakan seperti pada porselen, bila kena
sinar langsung berwarna putih opaque, contoh : Quinqueloculina,
Pyrgo
Gamping Granular
Gamping granular adalah dinding yang terdiri dari kristal-kristal
kalsit yang granular, pada sayatan tipis ini kelihatan gelap.
Dijumpai pada golongan endothyra dan beberapa spesies dari
bradyina serta Hyperammina.
Gamping Komplek
Gamping komplek adalah dinding dijumpai berlapis, kadang-
kadang terdiri dari satu lapis yang homogen, kadang-kadang dua
lapis bahkan sampai empat lapis. Terdapat pada golongan
Fussulinidae.
21
Gamping Hyaline
Terdiri dari zat-zat gampingan yang transparan dan berpori,
Kebanyakan dari foraminifera. plankton mempunyai dinding
seperti ini.
Kedalaman laut
Suhu/temperature
Salinitas dan kimiaair
Cahaya matahari yang digunakan untuk fotosintesis
Pengaruh gelombang dan arus (turbidit, turbulen)
Makanan yang tersedia
Tekanan hidrostatik dan lain-lain.
22
Gambar 13Foraminifera Bentonik
Faktor salinitas dapat dipergunakan untuk mengetahui perbedaan tipe dari
lautan yang mengakibatkan perbedaan pula bagi ekologinya. Streblus biccarii
adalah tipe yang hidup pada daerah lagoon dan daerah dekat pantai. Lagoon
mempunyai salinitas yang sedang karena merupakan percampuran antara air laut
dengan air sungai. Foraminafera benthos yang dapat digunakan sebagai indikator
lingkungan laut secara umum (Tipsword 1966) adalah :
23
1. Susunan Kamar
24
Gambar14BentukCangkangForamBentonik
Gambar15Bentuk - BentukMonothalamus
Polythalamus
25
Misalnyauniserial saja atau biserial saja. Macam-macam
polythalamus antara lain :
26
sedangkn pada ventral hanya putaran terakhirterlihat.
Contoh : Rotalia.
Helicoids test merupakan test yang terputar
meninggidengan lingkarannya cepat menjadi besar.
Terdapat padasubfamily Globigeriniidae (plankton)
contoh:Globigerina.
b) Biserial
Biserial yaitu test yang tersusun oleh dua baris kamar yang terletak
berselang-seling. Contoh : Textularia.
c) Teriserial
Triserial yaitu test yang tersusun oleh tiga baris kamar yangterletak
berselang-seling. Contoh : Uvigerina, Bulmina.
Biformed test
Biformed test merupakan dua macam susunan kamar yang
sangatberbeda satu dengan yang lainnya dalam sebuah test,
misalnya biserialpada awalnya kemudian menjadi uniserial
pada akhirnya. Contoh :Bigerina
Triformed test
Triformed test yaitu tiga bentuk susunan kamar dalam
sebuah testmisalnya permulan biserial kemudian berputar
sedikit dan akhirnyamenjadi uniserial. Contohnya :
Vulvulina.
Multiformed test
Multiformed test merupakan dalam sebuah test lebih dari
tiga susunankamar, bentuk ini jarang ditemukan.
27
Gambar16BentukCangkangPolythalamus
28
tahun yang lalu sampai sekarang).Berbagai jenis foraminifera kecil (sebagian
besar benthonik, tanpa skala) (Thomson,2005)
Dari jenis-jenis sayatan ini pengamatan mengenai struktur bagian dalam dari
kamar-kamar foraminifera besar dapat dilakukan di bawah mikroskop binokuler
dengan sinar transmisi.
29
Gambar17 Foraminifera Besar
30
Trilocular, terdiri dari 3 nucleuconch Orbitoides
4. Kamar lateral
a. Penentuan Umur
31
Disampingjumlah genus sedikit, plankton sangat peka terhadap
perubahan kadargaram, halini menyebabka nhidupsuatu spesies
mempunyai kisaran umur yang pendek sehingga baik untuk penciri umur
suatu lapisan batuan. Biozonasi foraminifera planktonik yang popular
dan sering digunakan di Indonesia adalah Zonasi
Blow (1969), Bolli (1966) dan Postuma (1971).
Pada zaman tersier dibagi menjadi beberapa bagian – bagian yang
lebih kecil, diamana pada zaman tersier bawah (Paleogen) dinotasikan
dengan huruf “P” kemudian didepan huruf tersebut diberikan indeks
angka “1” untuk paleogen tertua yang kemudian berturut 2,3,4,5,….
Hingga 19 untuk Paleogen termuda.Tersier atas (neogen) dinotasikan
dengan huruf “N” yang juga diberikan angka indeks mulai dari 21 untuk
yang termuda hingga 1 untuk yang tertua serta N23 dan N22
untukPleistocene. Adapun tahapan dalam penentuan umur dengan
memnggunakan foraminifera plankton adalah sebagai berikut :
32
juga dinotasikan dengan huruf “ T ” namun dibagi dengan indeks huruf
dimana huruf “a” untuk tersier tertua kemudian beturut hingga “h” yang
menandakan tersier yang termuda. adapun tahapan dari klasifikasi ini
adalah:
33
Dimana foraminifera benthos ini sangat peka terhadap perubahan
lingkungan, sehingga golongan ini sangat akurat dipakai sebagai
indikator untuk menentukan lingkungan pengendapan.
Tahapan kerjanya adalah sebagai berikut :
2.2 Fisiografi
Van Bemmelen (1949) menyatakan bahwa fisiografi Jawa Tengah dibagi menjadi
tujuh bagian yang membentang dari arah utara ke selatan, terdiri atas Zona Dataran
Aluvial Jawa Utara, Zona Antiklinorium Rembang-Madura, Zona Gunung Api Kuarter,
Zona Antiklinorium Serayu Utara-Kendeng, Zona Depresi Sentral, Zona Kubah dan
Perbukitan Dalam Depresi Sentral, dan Zona Pegunungan Selatan. Pegunungan
Kulonprogo sendiri menempati Satuan Pegunungan Serayu Selatan.
34
Gambar 18 Fisiografi Pulau Jawa Van Bemmelen (1949)
35
Terletak di sebelah utara satuan Perbukitan Sentolo dan di sebelah timur
pegunungan Kulon Progo yang meliputi kecamatan Nanggulan,
Kalibawang, terutama di wilayah tepi Kulon Progo.
d. Satuan Dataran Aluvial
memanjang dari barat-timur yang meliputi kecamatan Temon, Wates,
Panjatan, Glur. Satuan ini didominasi oleh sawah dan pemukiman.
e. Satuan Dataran Pantai
Satuan ini masih dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
Sub satuan Gumuk Pasir
Sub Satuan ini tersebar di sepanjang pantai selatan Yogyakarta,
yaitu pantai Glagah dan Congot. Pantai Glagah juga merupakan
tempat bermuaranya sungai Progo dan Serang yang membawa
material sedimen. Sehingga di sini banyak ditemukan gumuk-
gumuk pasir hasil endapan sedimen dari darat dan laut yang
dibantu oleh energy angin.
Sub Satuan Dataran Aluvial Pantai
Sub satuan ini terletak di sebelah utara satuan gumuk pasir dengan
sumber materialnya berasal dari gumuk pasir yang terbawa oleh
angin.
2.4. Statigrafi
Secara stratigrafi, daerah kulon progo jika diurutkan dari formasi yang
paling tua ke muda terdiri dari Formasi nanggula, kemudian terendapkan secara
tidak selaras litologi Formasi Jonggaran dan Formasi Sentolo.
1) Formasi Nanggulan
Nanggulan merupakan formasi tertua di Kulon Progo,dimana formasi ini
terletak di desa Nanggulan yang berada di kaki sebelah timur pegunungan
Kulon Progo. Litologi penyusun formasi ini terdiri dari Batupasir dengan
sisipan Lignit, Napal pasiran, Batulempung dengan konkresi Limonit,
sisipan Napal dan Batugamping, Batupasir dan Tuf serta kaya akan fosil
foraminifera dan Moluska, dengan ketebalan sekitar 30 meter. Menurut
36
Marks (1957), Formasi Nanggulan dapat dibagi menjadi 3 Anggota yang
secara statigrafi dari bawah ke atas adalah :
Anggota Axinea (Axinea Beds)
Anggota axinea terletak paling bawah dengan ketebalan mencapai
40 meter, dimana memiliki tipe penciri laut dangkal dengan litoogi
penyusunnya terdiri dari batupasir interkalasi Lignit, kemudian
tertutup oleh batupasir dengan kandungan fosil Pelcypoda yang
cukup melimpah, dan Axinea dunkeri Boetgetter yang dominan.
Anggota Yogyakarta (Yogyakarta Beds)
dengan litologi penyusun berupa Napal pasiran, serta batuan dan
lempung dengan konkresi yang bersifat gampingan, formasi ini
terendapkan secara selaras di atas axinea beds dengan ketebalan
sekitar 60 meter. Formasi ini banyak terdapat fosil gastropoda
dengan fosil penciri Nummulities Djogjakartae.
Anggota Discocyclina (Discocyclina Beds)
Lapisan ini memiliki ketebalan 200 meter dengan menumpang
selaras di atas anggota yogyakarta yang tersusun batuan napal dan
batugamping berselingan dengan batupasir dan serpih. Semakin ke
atas, kandungan foraminifera planktonik yang melimpah dengan
fosil penciri Discocyciina omphalus. Formasi Nanggulan memiliki
kisaran umur antara Eosen Tengah sampai Oligosen Atas
(Hartono, 1969, vide Wartono Raharjo dkk, 1977).
2) Formasi Andesit Tua
Terdiri dari breksi andesit, tuff, aglomerat dan sisipan aliran lava andesit.
Kepingan tuff napalan yang merupakan hasil rombakan dari lapisan yang
lebih tua dijumpai di kaki gunung mudjil, di dekat bagian bawah formasi
ini. Terletak secara tidak selaras di atas formasi nanggulan dnegan
ketebalan sekitar 500 m. Litologinya hasil proses vulkanisme gunung api
purba yang disebut sebagai Gunung Api Andesit Tua oleh Van Bemmelen
(1949). Gunung api tersebut antara lain Gunung Menoreh di bagian utara,
Gunung Gajah yang berada di bagian tengah pegunungan, dan Gunung Ijo
yang berada di bagian selatan Pegunugan Kulon Progo.
37
3) Formasi Jonggrangan
Tersusun oleh konglomerat, napal tufan, dan batupasir gampingan dengan
kandungan Moluska serta batulempung dan sisipan lignit di bagian bawah.
Di bagian atas komposisinya batu gamping berlapis dan batugamping
koral. Ketebalan lapisan ini antara 250-400 berumur miosen bawah-tengah
dan terletak secara tidak selaras di atas formasi Kebo Butak.
4) Formasi Sentolo
Litologi penyusun formasi ini terdiri dari Aglomerat dan Napal yang
berada di bagian paling bawah, semakin ke atas berubah menjadi
Batugamping berlapis dengan fasies neritik. Di sini juga ditemukan
batugamping koral yang letaknya setempat dengan umur sama dengan
formasi jonggrangan. Berdasarkan pengamatan fosil Globigerina insueta
yang dijumpai di bagian bawah menunjukkan umur yang mewakili zona
N8 atau Miosen Bawah oleh Darwin Kadar (1975, vide Wartono Rahardjo,
dkk, 1977)
Terusun oleh lelehan lava dan breksi anglomerat, andesit dan basalt yang
mengandung olivin. Vulkanik Merapi Tua berdasarkan metode C-14
berumur antara 43590 sampai 2870 sebelum tahun 1950.
38
Gambar 19 Kolom Stratigrafi Kulon Progo
39
2.5. Struktur Geologi
Pada kaki selatan gunung Menoreh dijumpai adanya sinklinal dan sebuah
sesar dengan arah barat-timur, yang memisahkan gunung Menoreh dengan
gunung ijo serta pada sekitar zona sesar. Dari uraian di atas terlihat stratigrafi
daerah Pegunungan Kulon Progo, baik itu perbedaan hubungan stratigrafis antara
formasi, maupun perbedaan umur dari masing-masing formasi. Ini disebabkan
oleh adanya perbedaan data fosil yang digunakan untuk penentuan umur, karena
sebagian ahli mempergunakan fosil Moluska dan Foraminifera besar sebagai
dasar penelitian, sedangkan ahli lain mempergunakan Foraminifera kecil
plantonik sebagai penelitian. Tidak lengkapnya data merupakan penyebab utama
adanya perbedaan tersebut. Untuk lebih jelasnya perbedaan tentang susunan
stratigrafi di daerah pegunungan Kulon Progo tersebut.
40
Jawa Tengah mempunyai pola dengan arah Timurlaut – Baratdaya, struktur ini
berasosiasi dengan Pegunungan Meratus di Kalimantan. Prihatmoko dkk., (2002)
mengemukakan di daerah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta terbagi
menjadi 5 struktur utama, yaitu: Citandui, Pati, Yogyakarta, Baribis dan Kendeng.
Di bagian utara dan timur, komplek pegunungan ini dibatasi oleh lembah
Progo, dibagian selatan dan barat dibatasi oleh dataran pantai Jawa Tengah.
Sedangkan di bagian barat laut pegunungan ini berhubungan dengan deretan
Pegunungan Serayu.
Inti dari dome ini terdiri dari 3 gunung api Andesit tua yang sekarang telah
tererosi cukup dalam, sehingga dibeberapa bagian bekas dapur magmanya telah
tersingkap. Gunung Gajah yang terletak di bagian tengah dome tersebut,
merupakan gunung api tertua yang menghasilkan Andesit hiperstein augit basaltic.
Gunung api yang kemudian terbentuk yaitu gunung api Ijo yang terletak di bagian
selatan. Kegiatan gunung api Ijo ini menghasilkan Andesit piroksen basaltic,
kemudian Andesit augit hornblende, sedang pada tahapterakhir adalh intrusi Dasit
pada bagian inti. Setelah kegiatan gunung Gajah berhenti dan mengalami
denudasi, di bagian utara mulai terbentuk gunung Menoreh, yang merupakan
gunung terakhir pada komplek pegunungan Kulon Progo. Kegiatan gunung
Menoreh mula-mula menghasilkan Andesit augit hornblen, kemudian dihasilkan
Dasit dan yang terakhir yaitu Andesit.
Dome Kulon Progo ini mempunyai puncak yang datar. Bagian puncak
yang datar ini dikenal sebagai “Jonggrangan Platoe“ yang tertutup oleh
batugamping koral dan napal dengan memberikan kenampakan topografi “kars“.
Topografi ini dijumpai di sekitar desa Jonggrangan, sehingga litologi di daerah
tersebut dikenal sebagai Formasi Jonggrangan.
Pannekoek (1939), vide (Van Bammelen, 1949, hal 601) mengatakan
bahwa sisi utara dari Pegunungan Kulon Progo tersebut telah terpotong oleh
gawir-gawir sehingga di bagian ini banyak yang hancur, yang akhirnya tertimbun
di bawah alluvial Magelang. Seperti yang sudah dibahas pada geomorfologi
regional, pegunungan Kulon Progo oleh Van Bemmelen (1949, hal.596)
dilukiskan sebagai kubah besar memanjang ke arah barat daya-timur laut,
sepanjang 32 km, dan melebar kea rah ternggara-barat laut, selebar 15-20 km.
41
BAB III
METODE
3.1 Metode sampling dan Langkah kerja
Metode sampling
2) Metode Sampling
A. Spot Sampling:
Pengambilan sampel dengan interval tertentu. Baik untuk penampang
yang tebal, dengan litologi yang seragam. Semakin pendek interval
semakin baik.
B. Channel Sampling:
Dapat dilakukan pada penampang lintasan yang pendek (3-5 m).
Biasanya dilakukan pada litologi yang bervariasi atau pada perselingan
yang cepat. Sampel diambil pada setiap perubahan unit litologi.
3) Kualitas Sampel
Bersih: Harus terhindar dari lapisan pengotor, terutama pollen atau
serbuk sari tumbuh-tumbuhan sekarang.
42
Representatif dan komplit: Harus jelas posisi stratigrafinya, sebagai
sisipan atau perlapisan batuan.
Pasti: Catat beberapa hal yang penting mengenai sampel, misal: nomor
sampel, jenis batuan, nomor lokasi pengamatan, peruntukan sampel
4) Kuantitas Sampel
Untuk sampel foraminifera, kebutuhan sampel berkisar 10 cm3.
Untuk sampel nannoplangton kebutuhan berkisar 1 cm3
Untuk sampel Spora dan Pollen 5 cm3
5) Jenis sampel
Sampel permukaan adalah sampel yang diambil pada suatu singkapan.
Sampel yang baik adalah yang diketahui posisi stratigrafinya terhadap
singkapan yang lain, namun terkadang pada pengambilan sampel yang
acak baru diketahui sesudah dilakukan analisa umur. Sampel
permukaan sebaiknya diambil dengan penggalian sedalam > 30 cm
atau dicari yang masih relatif segar (tidak lapuk).
Sampel pemboran diambil berdasarkan pemboran coring. Pada sampel
pemboran diperlukan kehati-hatian dalam determinasi, karena dapat
tercampur dengan fosil-fosil jatuhan dari atas.
43
2. Jika keras atau agak keras ditumbuk pelan-pelan dengan alu
besi/porselen.
3. Larutkan sedimen tersebut dengan H2O2 (10-15%) agar mikrofosil
terpisah dari matrik pengikatnya.
4. Tunggu 2-5 jam sampai tidak ada reaksi lagi.
5. Cuci dengan air deras di atas saringan berukuran 30 – 80 – 100
mesh.
6. Ambil dan keringkan residu yang tertinggal pada saringan 80 dan
100 mesh dengan menggunakan oven (+ 60OC).
7. Setelah kering masukkan ke dalam kantong plastik dan diberi label
sesuai nomor sampel yang dipreparasi
8. Sampel siap di observasi dan determinasi
Foraminifera Besar
Biasanya dijumpai pada batugamping/batugamping pasiran yang
mempunyai kekerasan tinggi, sehingga perlu dilakukan dengan sayatan
tipis. Selain itu Foraminifera pengenalan kamar-kamarnya menjadi
penentu dalam penamaan. Dan hanya dapat diamati dengan metode
sayatan tipis.
1. Contoh batuan disayat dahulu dengan mesin penyayat/gerinda.
Arah sayatan harus memotong struktur tubuh foraminifera besar.
2. Setelah mendapatkan arah sayatan yang dimaksud, contoh tersebut
ditipiskan pada kedua sisinya.
3. Poleskan salah satu sisi contoh tersebut dengan mempergunakan
bahan abrasif (karborondum) dan air.
4. Tempel sisi tersebut pada objektif gelas (standard international 43
x 30 mm) dengan mempergunakan kanada balsam.
5. Tipiskan lagi sisi lainnya sehingga ketebalan contoh tersebut antara
0,30-0,50 mm.
6. Tutup sisi lainnya dengan cover glass dan beri label.
7. Sampel siap dideterminasi.
44
2. Observasi
Merupakan pengamatan morfologi detil dari mikrofosil. Pengamatan
mempergunakan mikroskop, yang jenis mikroskopnya tergantung pada
metode preparasinya. Jenis-jenis mikroskopnya adalah : Binokuler,
Polarisasi, dan S.E.M (Scanning Microscope Electron).
3. Determinasi
45
Gambar21 Diagram Alir Metode Penelitian
46
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Data dan Analisis
A. MS
47
B. B.Deskripsi Litologi Batuan
Bottom 1a
Dijumpai batuan dengan warna abu kekuningan, yang memiliki tekstur meliputi
ukuran butir pasir sangat halus, kemas tertutup, sortasi baik dan bentuk butir sub-
rounded, serta memiliki struktur sedimen yang Nampak perlapisan dengan
komposisi yang teramati secara megaskopis adalah mineral kuarsa, lithic/pecahan
batuan dan memiliki kandungan mineral karbonat karena bereaksi dengan HCL.
Nama batuan: batu pasir karbonatan
Bottom 1b
Dijumpai batuan dengan warna abu kekuningan yang memiliki tekstur melliputi
ukuran butir pasir sangat halus, kemas tertutup, sortasi baik dan bentuk bentuk
butir sub-rounded struktur sedimen yang di miliki perlapisan dengan komposisi
mineral kuarsa, lithic dan mineral karbonat. Nama batuan: batu pasir karbonatan.
Middle 2
48
Dijumpai batuan dengan warna coklat kekuningan yang memiliki tekstur meliputi
ukuran butir halus – lanau (skala wentworth), kemas tertutup, sortasi baik, dan
struktur sedimen yang teramati di lapangan yaitu perlapisan dan memiliki
komposisi mineral berupa mineral lempung dan mineral karbonat. Ciri khusus
bereaksi dengan HCL. Nama batuan : batuan karbonatan
Middle 3
Batuan pada lapisan tengah sample 3 memiliki warna coklat kekuningan dengan
tekstur meliputi ukuran butir halus – lanau (skala wentworth) kemas tertutup,
sortasi baik, serta struktur sedimen yang teramati yaitu perlapisan. Komposisi
mineral lempung dan mineral karbonat. Nama batuan: batu lanau karbonatan
Middle 4
49
Batuan memeiliki warna abu-abu kecoklatan. Secara stratigrafi masih masuk
dalam lapisan tengah (middle), dari hasil deskripsi batuan memiliki tekstur
meliputi ukuran butir pasir halus, kemas tertutup sortasi baik dan bentuk butir
yang sub rounded. Struktur sedimen perlapisan, komposisi mineral karbonat dan
lithic. Ciri khusus bereaksi dengan HCL. Nama batuan : batu pasir karbonatan.
Top 5
Pada lapisan top (paling atas), diambil 3 sample dimana dari hasil deskripsi,
dijumpai batuan dengan warna kuning kecoklatan, tekstur batuan meliputi ukuran
butir sangat halus, bila dimasukan dalam klasifikasi wentworth termasuk dalam
ukuran butir lempung. Kemas batuan tertutup ( grain supported) sortasi baik dan
memiliki struktur perlapisan, dimana dalam pengamatan teramati bahwa lapisan
berselang seling dengan batupasir haluus namun lapisanya sangat tipis. Komposisi
mineral pada lapisan top didominasi oleh mineral lempung dan mineral karbonat.
Ciri khusus: bereaksi dengan HCL, bersifat plastis dan lengket bila dicampurkan
dengan air. Nama batuan: batu lempung karbonnatan
50
C.Deskripsi Mikrofossil
FORAM PLANKTONIK
Nama : Monica Megita / 410017067
Deskripsi
a. Dinding : gamping hyalin
b. Bentuk Test : memipih/elips
c. Bentuk Kamar : membulat
d. Susunan Kamar : trochospiral / trocoid
e. Jumlah Kamar :5
f. Pertumbuhan Kamar : cepat
g. Arah Putaran Kamar : sinistral
h. Aperture : primer, bentuk bulat sederhana posisi
ekstra umbilical
i. Hiasan : keel
Umur : N3 – N18
Jenis : Foraminifera Planktonik
51
No. Peraga : Keterangan Gambar :
Filum : Protozoa 1.
Klas : Foraminifera 2.
Ordo : Rotalida 3.
Sub Famili : Globigerinoidea 4.
Famili : Globigerinoidae
Genus : Globigerinoides
Spesies : Globigerinoides trilobus
Deskripsi
a. Dinding : gamping hyalin
b. Bentuk Test : bulat
c. Bentuk Kamar : membulat
d. Susunan Kamar : trochospiral / polythalamus
e. Jumlah Kamar :3
f. Pertumbuhan Kamar : cepat
g. Arah Putaran Kamar : sinistral
h. Aperture : primer, double aperture
i. Hiasan : punctate
Umur : N9-N18
Jenis : Foraminifera Planktonik
52
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal Pandangan Samping
53
Nama : Monica Megita / 410017067
54
Nama : Monica Megita / 410017067
55
Nama : Monica Megita / 410017067
56
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
57
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
58
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
59
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
60
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
61
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
62
Rahmat Hidayat / 410017062
Taksonomi
Filum : foraminifera KeteranganGambar :
Klas : rotalita
1.
Ordo : globigerinida
Sub. Family : 2.
Famili : globigerinidae
Genus : orbulina 3.
Spesies : orbulinabilobata
Deskripsi :
Dinding : gampingan 5.
Bentuk test :membulat
Bentuk kamar :globular
Susunan kamar :planispiral
Jumlah kamar :2
Pertumbuhan kamar :
Arah putaran kamar :sinistral
Aperture :interiomarginal
Hiasan :pori
Jenis :plangtonik
Umur :N9-N23
63
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
Taksonomi
Filum :foraminifera KeteranganGambar :
Klas : globothalamea
1.
Ordo : rotalida
Sub. Family : 2.
Famili : globorotalidae
Genus : globorotalia 3.
Spesies : globorotaliamargaritae
Deskripsi :
Dinding : gampingan/hyalin 5.
Bentuk test :elips
Bentuk kamar :globular
Susunan kamar :planispiral
Jumlah kamar :5
Pertumbuhan kamar :
Arah putaran kamar :dextral
Aperture :interiomarginal
Hiasan :smoth
Jenis :plangtonik
Umur :N16-N19
64
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
Taksonomi
Filum :Foraminifera KeteranganGambar :
Klas : globothalamea
1.
Ordo : rotalida
Sub. Family :orbulininae 2.
Famili : globigerinidae
Genus : globigerinoides 3.
Spesies : globigerinoidesimaturus
Deskripsi :
Dinding : gampingan 5.
Bentuk test :membulat
Bentuk kamar :globular
Susunan kamar :trocospiral
Jumlah kamar :3
Pertumbuhan kamar :
Arah putaran kamar :sinistral
Aperture :interiomarginal
Hiasan :pori
Jenis :plangtonik
Umur :N4-N23
65
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
Taksonomi
Filum : foraminifera KeteranganGambar :
Klas : rotalida
1.
Ordo : globigerinida
Sub. Family :globorotaliacae 2.
Famili : globorotalidae
Genus : globorotalia 3.
Spesies : globorotaliaexilis
Deskripsi :
Dinding : gampinganhyalin 5.
Bentuk test :elips
Bentuk kamar :globular
Susunan kamar :planispiral
Jumlah kamar :5
Pertumbuhan kamar :lambat
Arah putaran kamar :sinistral
Aperture :interiomarginal
Hiasan :smoth
Jenis :plngtonik
Umur :N18-N21
1.
66
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
Taksonomi
Filum : foraminifera KeteranganGambar :
Klas : rotalida
1.
Ordo : globigerinida
Sub. Family :globorotaliaceae 2.
Famili : globoralidae
Genus : globorotalia 3.
Spesies : globorotaliapremeneardii
Deskripsi :
Dinding : gampingan/hyalin 5.
Bentuk test :elips
Bentuk kamar :globular
Susunan kamar :planispiral
Jumlah kamar :4
Pertumbuhan kamar :lambat
Arah putaran kamar :sinistral
Aperture :interimarginal
Hiasan :smoth
Jenis :plangtonik
Umur :N9-N13
67
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
Taksonomi
Filum : foraminifera KeteranganGambar :
Klas : globothalamea
1.
Ordo : rotalida
Sub. Family :orbulininae 2.
Famili : globigerinidae
Genus : globigerinoides 3.
Spesies : globigerinoidesimaturus
Deskripsi :
Dinding : gampingan 5.
Bentuk test :membulat
Bentuk kamar :globular
Susunan kamar :trocospiral
Jumlah kamar :3
Pertumbuhan kamar :
Arah putaran kamar :sinistral
Aperture :interiomarginal
Hiasan :pori
Jenis :plangtonik
Umur :N4-N23
ICHRAM NURHIDAYAH
68
Taksonomi
Filum : Foraminifera
Klas : Rotaliidia
Ordo : Globigerinida delage
Sub Famili : Globorotalianae cushman
Famili : Globorotaliidae cushman
Genus : Globoratalia
Spesies : Globoratalia humerosa
Deskripsi
a. Dinding : Porselen
b. Bentuk test : Planispiral
c. Bentuk kamar : uniseral
d. Susunan kamar : polythalamus
e. Jumlah kamar :4
f. Pertumbuhan kamar : lambat
g. Arah putaran kamar: dextral
h. Aperture : virguline
i. Hiasan : smooth
Umur :
Jenis : Plangtonik
69
ICHRAM NURHIDAYAH
Taksonomi
Filum : Foraminifera
Klas : rotaliidia
Ordo : globigerinida delage
Sub Famili : Globigerinidae carpenter
Famili : Globigerinidae carpender
Genus : Globigerinoides
Spesies
Deskripsi
a. Dinding : aglutin
70
ICHRAM NURHIDAYAH
Taksonomi
Filum : Foraminifera
Klas : rotaliidia
Ordo : Rotaliida
Sub Famili : Globigerininae
Famili : Globigerinidae
Genus : Globigerina
Spesies : Globigerina angiporoides
Deskripsi
a. Dinding : Aglutine
b. Bentuk test : membulat
c. Bentuk kamar : uniformed test
d. Susunan kamar : bulat
e. Jumlah kamar :4
f. Pertumbuhan kamar : lambat
g. Arah putaran kamar:
h. Aperture : interiormarginal umbilical
i. Hiasan : punctate
Umur :
Jenis : Plangtonik
71
ICHRAM NURHIDAYAH
Taksonomi
Filum : Foraminifera
Klas : Globothalamea
Ordo : Rotaliida
Sub Famili : Globigerininae
Famili : Globigerinidae
Genus : Globorotalia
Spesies : Globorotalia menardiii
Deskripsi
a. Dinding : Hyaline
b. Bentuk test : menyudut
c. Bentuk kamar : membulat
d. Susunan kamar : planispiral
e. Jumlah kamar :3
f. Pertumbuhan kamar : lambat
g. Arah putaran kamar: dextral
h. Aperture : interiormarginal umbilical
i. Hiasan : keel
Umur :
Jenis : Plangtonik
72
ICHRAM NURHIDAYAH
Taksonomi
Filum : Foraminifera
Klas : Globothalamea
Ordo : Rotaliida
Sub Famili : Globigerininae
Famili : Globigerinidae
Genus : Globigerina
Spesies : Globigerina angiporoides
Deskripsi
a. Dinding : Hyaline
b. Bentuk test : bulat
c. Bentuk kamar : globular
d. Susunan kamar : trochospiral
e. Jumlah kamar :4
f. Pertumbuhan kamar: lambat
g. Arah putaran kamar: dextral
h. Aperture : interiormarginal umbilical
i. Hiasan : smooth
Umur : N9-N13
Jenis : Plangtonik
73
ICHRAM NURHIDAYAH
Taksonomi
Filum : Foraminifera
Klas : Globothalamea
Ordo : Rotaliida
Sub Famili : Globorotalioidea
Famili : Globorotalidae
Genus : Globorotalia
Spesies : Globorotalia menardii
Deskripsi
a. Dinding : Hyaline
b. Bentuk test : rhomboid menyudut
c. Bentuk kamar : membulat
d. Susunan kamar : planispiral
e. Jumlah kamar : >6
f. Pertumbuhan kamar: cepat
g. Arah putaran kamar : dextral
h. Aperture : interiormarginal umbilical
i. Hiasan : keel
Umur : N13-N23
Jenis : Plangtonik
74
FORAM BENTONIK
Monica Megita/410017067
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal Pandangan
Samping
75
Monica Megita/410017067
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal Pandangan Samping
76
Monica Megita/410017067
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal Pandangan Samping
77
Monica Megita/410017067
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal Pandangan Samping
78
Monica Megita/410017067
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal Pandangan Samping
79
Monica Megita/410017067
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal Pandangan Samping
80
Rahmat Hidayat / 410017062
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
Taksonomi
Filum :foraminiferaa KeteranganGambar :
Klas : tubothalamea
1.
Ordo : spirilinida
Sub. Family :usbekisttoninae 2.
Famili : ammodiscidae
Genus : turitellela 3.
Spesies : turitellelashoneana
Deskripsi :
Dinding : cangkanggampingan 5.
Bentuk test :tabular
Bentuk kamar :bulat
Susunan kamar :terputar,polithalamus,uniserial
Jumlah kamar :8
Pertumbuhan kamar :
Arah putaran kamar :
Aperture :
Hiasan :smoth
Jenis :bentonik
LingkunganPengendapan :
81
Rahmat Hidayat / 410017062
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
Taksonomi
Filum : foraminifera KeteranganGambar :
Klas : nodosariata
1.
Ordo : nodosarida
Sub. Family : 2.
Famili :nodosaridea
Genus : dentalina 3.
Spesies : antenula
Deskripsi :
Dinding : gampingan/hyalin 5.
Bentuk test :
Bentuk kamar :uniformed test
Susunan kamar :polithalamus
Jumlah kamar :3
Pertumbuhan kamar :lambat
Arah putaran kamar :sinistral
Aperture :
Hiasan :smoth
Jenis :bentonik
LingkunganPengendapan :
82
Rahmat Hidayat / 410017062
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
Taksonomi
Filum : forminifera KeteranganGambar :
Klas : globothalamea
1.
Ordo : rotalida
Sub. Family :bolivinitidae 2.
Famili : prabrizanhinae
Genus : euloxtomun 3.
Spesies : euloxstomonbradyi
Deskripsi :
Dinding : gampingan/hyalin 5.
Bentuk test :tabular
Bentuk kamar :uniformed test
Susunan kamar :polithalamus
Jumlah kamar :5
Pertumbuhan kamar :
Arah putaran kamar :sinistral
Aperture :
Hiasan :smoth
Jenis :bentonik
LingkunganPengendapan :
83
Rahmat Hidayat / 410017062
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
Taksonomi
Filum : foraminifera KeteranganGambar :
Klas : nodosariata
1.
Ordo : nodosarida
Sub. Family : 2.
Famili : nodosaridea
Genus : dentalina 3.
Spesies : antenula
Deskripsi :
Dinding : gampingan/hyalin 5.
Bentuk test :
Bentuk kamar :uniformed test
Susunan kamar :polithalamus
Jumlah kamar :4
Pertumbuhan kamar :lambat
Arah putaran kamar :sinistral
Aperture :
Hiasan :smoth
Jenis :bentonik
LingkunganPengendapan :
84
Rahmat Hidayat / 410017062
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
Taksonomi
Filum : foraminifera KeteranganGambar :
Klas : astrorhizata
1.
Ordo : astrorhizida
Sub. Family : 2.
Famili :bathysiponidae
Genus : bathysipon 3.
Spesies :
Deskripsi :
Dinding : gampinghyalin 5.
Bentuk test :tabung
Bentuk kamar :uniserial
Susunan kamar :monothalamus
Jumlah kamar :
Pertumbuhan kamar :cepat
Arah putaran kamar :
Aperture :phialin
Hiasan :
Jenis :bentonik
LingkunganPengendapan :
85
Rahmat Hidayat / 410017062
Pandangan Ventral Pandangan Dorsal PandanganSamping
Taksonomi
Filum : foraminifera KeteranganGambar :
Klas : rotaliata
1.
Ordo : fusulinida
Sub. Family :eariandidae 2.
Famili : earindidae
Genus : eariandia 3.
Spesies : eariandiaperpaua
Deskripsi :
Dinding : gampinghyalin 5.
Bentuk test :tabung
Bentuk kamar :uniserial
Susunan kamar :monothalamus
Jumlah kamar :
Pertumbuhan kamar :cepat
Arah putaran kamar :
Aperture :phialine
Hiasan :smoth
Jenis :bentonik
LingkunganPengendapan :
86
MUH. PUTA DWIGUNA
Filum : Foraminifera 1.
Klas :Tubothalamea 2.
Ordo :Spirillinida 3.
Famili :Ammodiscidae
Genus :Turritellella
Spesies :Turritellellashoneana
Deskripsi
a. Dinding :Gampingan/hyalin
b. Bentuk test : Tabular
c. Bentukkamar : Uniformed test
d. Susunankamar :Polythalamus
e. Jumlahkamar :6
f. Pertumbuhankamar :Cepat
g. Arahputarankamar :Sinistral
h. Aperture :Bulatsederhana
i. Hiasan : Smooth
LingkunganPengendapan :Neritik Middle-Neritik Lower
Jenis :Benthonik
87
MUH. PUTA DWIGUNA
Filum : Foraminifera 1.
Klas :Incertaesedis 2.
Ordo :Lagenida 3.
Famili :Nodosariidae
Genus :Dentalina
Spesies :Dentalinaacuta
Deskripsi
a. Dinding :Gampingan/hyalin
b. Bentuk test : Tabular
c. Bentukkamar : Uniformed test
d. Susunankamar :Monothalamus
e. Jumlahkamar :3
f. Pertumbuhankamar :Lambat
g. Arahputarankamar :Sinistral
h. Aperture :Phalinae
i. Hiasan : Costae
LingkunganPengendapan :Neritik Middle-Neritik Lower
Jenis :Benthonik
88
MUH. PUTA DWIGUNA
Filum : Foraminifera 1.
Klas :Globothalamae 2.
Ordo :Ratiliida 3.
Famili :Parabbrizalininae
Genus :Enloxostomum
Spesies :Euloxostomumbradyi
Deskripsi
a. Dinding :Gampingan/hyalin
b. Bentuk test : Tabular
c. Bentukkamar : Uniformed test
d. Susunankamar :Polythalamus
e. Jumlahkamar :5
f. Pertumbuhankamar :Bergradasi
g. Arahputarankamar :Sinistral
h. Aperture : Slit like
i. Hiasan : Smooth
LingkunganPengendapan :Bathyal Upper-Bathyal Lower
Jenis :Benthonik
89
MUH. PUTA DWIGUNA
Filum : Foraminifera 1.
Klas : Incertaesedis 2.
Ordo :Lagenida 3.
Famili :Glandulonodosariidae
Genus :Orthomorphina
Spesies :Orthomorphinahimerensis
Deskripsi
a. Dinding :Gampingan/hyalin
b. Bentuk test : Tabular
c. Bentukkamar : Uniformed test
d. Susunankamar :Polythalamus
e. Jumlahkamar :4
f. Pertumbuhankamar :Bergradasi
g. Arahputarankamar :Sinistral
h. Aperture :Phalinae
i. Hiasan : Costae
LingkunganPengendapan :Neritik Middle-Neritik Lower
Jenis :Benthonik
90
MUH. PUTA DWIGUNA
Filum : Foraminifera 1.
Klas : Nodosariata 2.
Ordo :Nodosariida 3.
Sub Famili :
Famili :Nodosaridae
Genus : Nodosaria
Spesies : Nodosariafilifarmis
Deskripsi
a. Dinding :Gampingan/hyalin
b. Bentuk test : Tabular
c. Bentukkamar : Uniformed test
d. Susunankamar :Polythalamus
e. Jumlahkamar :4
f. Pertumbuhankamar :Bergradasi
g. Arahputarankamar :Sinistral
h. Aperture : Terminal
i. Hiasan : Costae
LingkunganPengendapan :Neritik Upper-Bathyal Middle
Jenis :Benthonik
91
MUH. PUTA DWIGUNA
Filum : Foraminifera 1.
Klas : Globothalamea 2.
Ordo : Lituolida 3.
Famili : Reohapcidae
Genus : Leptohalysis
Spesies : Leptohalysiscatela
Deskripsi
a. Dinding : Gampinga/hyalin
b. Bentuk test : Tabular
c. Bentukkamar : Uniformed test
d. Susunankamar :Polythalamus
e. Jumlahkamar :3
f. Pertumbuhankamar :Lambat
g. Arahputarankamar :Sinistral
h. Aperture : Terminal
i. Hiasan : Costae
LingkunganPengendapan :Neritik Middle-Bathyal Upper
Jenis :Benthonik
92
ICHRAM NURHIDAYAH
Taksonomi
Filum : Foraminifera
Klas : rotalidia
Ordo : rotaliida delage
Sub Famili : rotalideanae chrenberg
Famili : caleirinidae shwager
Genus : calcarina d’orbigny
Spesies : nodosaria nepidula
Deskripsi
a. Dinding : aglutin
b. Bentuk test : prismatik
c. Bentuk kamar : unisserial
d. Susunan kamar : polythalamus
e. Jumlah kamar :7
f. Pertumbuhan kamar : cepat
g. Arah putaran kamar :-
h. Aperture : bulat sederhana
i. Hiasan : smooth
Umur :
Jenis : Bentonik
93
ICHRAM NURHIDAYAH
Taksonomi
Filum : retaria
Klas : rotaliata
Ordo : fusulinida
Sub Famili : earlandidae
Famili : earlandidae
Genus : earlandia
Spesies : nodosaria acuminata
Deskripsi
a. Dinding : hyalin
b. Bentuk test : tabung
c. Bentuk kamar : uniserial
d. Susunan kamar : monothalamus
e. Jumlah kamar :
f. Pertumbuhan kamar :
g. Arah putaran kamar :-
h. Aperture : phyaline
i. Hiasan : smooth
Umur :
Jenis : Bentonik
94
ICHRAM NURHIDAYAH
Taksonomi
Filum : Retaria
Klas : rotaliata
Ordo : bolivinitida
Sub Famili : Bolivinidae
Famili : Bolivinitidae
Genus : euloxostoma
Spesies : mucronina subtetragona
Deskripsi
a. Dinding : hyaline
b. Bentuk test : bulat
c. Bentuk kamar : biserial
d. Susunan kamar : terputar
e. Jumlah kamar :7
f. Pertumbuhan kamar : cepat
g. Arah putaran kamar: -
h. Aperture : slit like
i. Hiasan : keel
Umur :
Jenis : Bentonik
95
ICHRAM NURHIDAYAH
Taksonomi
Filum : Foraminifera
Klas : Globothalamea
Ordo : Textularida
Sub Famili : Siphotextularinae
Famili : Textularidae
Genus : Sipholextularia
Spesies : Sipholextularia Bolivina
Deskripsi
a. Dinding : hyaline
b. Bentuk test : prismatik
c. Bentuk kamar : ellips
d. Susunan kamar : polythalamus
e. Jumlah kamar : >6
f. Pertumbuhan kamar : cepat
g. Arah putaran kamar :-
h. Aperture : bentuk bulat ; posisi terminal ; sifat primer
i. Hiasan : smooth
Umur :
Jenis : Bentonik
96
ICHRAM NURHIDAYAH
Taksonomi
Filum : Foraminifera
Klas : Globothalamea
Ordo : Rotaliida
Sub Famili : Siphogenerinoidinae
Famili : Siphogenerinoidae
Genus : Rectobolivina
Spesies : Rectobolivina Parvula
Deskripsi
a. Dinding : hyaline
j. Bentuk test : prismatik
k. Bentuk kamar : rhomboid menyudut
l. Susunan kamar : polythalamus
m. Jumlah kamar :6
n. Pertumbuhan kamar : cepat
o. Arah putaran kamar :-
p. Aperture : bentuk bulat ; posisi terminal ; sifat
primer
q. Hiasan : smooth
Umur :
97
ICHRAM NURHIDAYAH
Taksonomi
Filum : Foraminifera
Klas : Foraminifera Incertae sedis
Ordo :Lagenida
Sub Famili : Nodosarioidea
Famili : Plectofrondiculariidae
Genus : Plectofrondicularia
Spesies : Plectofrondicularia fyfei
Deskripsi
b. Dinding : hyaline
r. Bentuk test : prismatik
s. Bentuk kamar : rhomboid menyudut
t. Susunan kamar : polythalamus
u. Jumlah kamar :5
v. Pertumbuhan kamar : lambat
w. Arah putaran kamar :-
x. Aperture : bentuk bulat ; posisi terminal ; sifat
primer
y. Hiasan : smooth
Umur :
Jenis : Bentonik
98
d.Analisa Penarikan Umur
1. Monica Megita
FOSIL N9 N10 N11 N12 N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N20 N21 N22 N23
Globorotalia
menardii
Globigerina
trilobu
Globorotalia
mayeri
Globigerina
trilobus
Globorotalia
Multicamerata
Globigerina
angiporoides
MIDDLE : N17-23
99
4. Muh. Putra Dwiguna / 410017064
N13 N14 N15 N16 N17 N18 N19 N2O N21 N22 N23
GloborotaliaM
iocenica
GloborotaliaM
argaritae
GloborotaliaPl
esiotumida
GloborotaliaTo
saensis
GloborotaliaM
enardii
GloborotaliaM
ulticamerata
NAMA
UMUR
PENGANALISIS
MONICA TOP N11 - N18 N17 - N18
100
e.Analisis Lingkungan Pengendapan
Monica Megita/410017067
TOP 7
Ichram Nurhidayah
MIDDLE 4
101
Rahmat Hidayat / 410017062
MIDDLE 3
Turritellellashonea
na
Earlandiaperpava
Euloxostomumbra
dyi
Orthomorphinahim
erensis
Nodosariafilifarmi
s
Leptohalysiscatela
102
Rahmat Hidayat / 410017062
MIDDLE 3
Ichram Nurhidayah
MIDDLE 4
103
4.2 Pembahasan
104
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
105
Daftar Pustaka
Hartono, H. G., & Pambudi, S. (2017, January). Gunung Api Purba Mujil,
Kulonprogo, Yogyakarta: Suatu Bukti Dan Pemikiran. In Prosiding
Seminar Nasional ReTII.
Maryanto, S. (2015). Perkembangan Sedimentologi Batugamping Berdasarkan
Data Petrografi pada Formasi Sentolo di Sepanjang Lintasan Pengasih,
Kulonprogo. Jurnal Geologi dan Sumberdaya Mineral, 16(3), 129-139
Nuraini, S. (2019). FENOMENA HARD GROUND PADA BATU LEMPUNG
KAYA GAMPINGAN FORMASI NANGGULAN, DI SUNGAI
WATUPURU, PEGUNUNGAN KULON PROGO, YOGYAKARTA.
KURVATEK, 4(1), 95-102.
Pandita, H., Pambudi, S., Winarti, (2006). Kajian Biostratigrafi dan Fasies
Formasi Sentolo Daerah Guluhrejo Untuk Identifikasi Keberadaan Sesar
Progo. Oral Presentation
Rahardjo, W., Sukandarrumidi, & Rosidi, H.M.S. 1977.Peta Geologi Lembar
Yogyakarta skala 1 : 100.000. Direktorat Geologi, Bandung.
Van Bemmelen, R.W, 1949, The Geology of Indonesia, Vol IA, Government
Printing Office, hal. 28-29, 102-106, 595-602
Widagdo, A., Pramumijoyo, S., & Harijoko, A. (2016, October). Kajian
Pendahuluan Kontrol Struktur Geologi Terhadap Sebaran Batuan-Batuan
Di Daerah Pegunungan Kulonprogo-Yogyakarta. In PROCEEDING,
SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-9 PERAN PENELITIAN ILMU
KEBUMIAN DALAM PEMBERDAYAAN MASYARAKAT 6-7 OKTOBER
2016; GRHA SABHA PRAMANA. DEPARTEMEN TEKNIK GEOLOGI
FT UGM.
Wiloso, D. A. (2017). ANALISIS PETROGRAFI BATUGAMPING FORMASI
SENTOLO SEBAGAI BATUAN RESERVOIR HIDROKARBON
DAERAH KARANGSARI, KECAMATAN PENGASIH,
KABUPATEN KULONPROGO. Jurnal Teknologi Technoscientia,
10(2), 176-185.
Pandita, H., 2010, Biostratigrafi Kuantitatif
Foraminifera Pada Formasi Sentolo,
Prosiding Seminar Nasional Kopertis
Wil. V, Yogyakarta.
106