Anda di halaman 1dari 56

MAKALAH

KEGAWAT DARURATAN MATERNAL


Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Kegawad Daruratan Martenal dan
Neonatus
DOSEN: Rizki Muji Lestari SST., M.Kes

DISUSUN OLEH :
Ni Ketut Putri Anggreni Permata Bunda
2018.A.09.07.69

YAYASAN EKA HARAP PALANGKARAYA


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI DIII KEBIDANAN
TAHUN AJARAN 2020/2021
KATA PENGANTAR

Pertama-tama Puji dan syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa 
atas rahmat dan pertolongan-Nya yang telah memberikan kemudahan pada kami sehingga
penyusunan makalah ini dapat selesai sesuai dengan yang diharapkan. Makalah ini kami
susun dengan maksud menambah informasi dan pengetahuan kita semua mengenai
kegawat daruratan maternal
Akhir kata, kami menyampaikan permohonan maaf yang sebesar-besarnya kepada
segala pihak jika dalam makalah ini terdapat kekeliruan atau ada kata yang tidak berkenan
di hati pembaca. Sebagai manusia biasa, penyusun tentu tidak luput dari kesalahan dan
kekurangan. Oleh karena itu, kritik dan saran yang bersifat membangun penyusun sangat
diharapkan untuk  kesempurnaan penyusunan selanjutnya.

Palangka Raya ,Maret 2020

Penyusun

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.............................................................................................2
DAFTAR ISI............................................................................................................3
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................4
1.1 Latar Belakang ..................................................................................................4
1.2 Rumusan Masalah..............................................................................................4
1.3 TujuanPenulisan.................................................................................................4
BAB II TINJAUAN PUSAKA................................................................................5
2.1 Konsep Dasar Penyulit Kala I dan Kala II.........................................................5
2.1.1 Konsep Dasar Kelainan Presentasi dan Posisi.......................................5
2.1.2 Konsep Dasar Distosia..........................................................................6
2.2 Konsep Dasar Penyulit Kala III dan Kala IV......................................................7
2.2.1 Antonia Uteri..............................................................................................7
2.2.2 Retensio Plasenta........................................................................................8
2.2.3 Inversio Uteri...........................................................................................9
2.2.4 Embolia air Ketuban.................................................................................10
2.2.5 Robekan Jalan Lahir.................................................................................11
2.2.6 Pendarahan kala IV......................................................................................
2.2.7 Syok Obstetrik..............................................................................................
3.1 Konsep Nifas.........................................................................................................
3.1.1 Infeksi Nifas.................................................................................................
3.1.2 Pendarahan...................................................................................................
3.1.3 Gangguan Psikologis Masa Nifas.................................................................
BAB III PENUTUP...............................................................................................54
3.1 Kesimpulan.......................................................................................................54
DAFTAR PUSTAKA............................................................................................55

3
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Persalinan merupakan salah satu kejadian besar bagi seorang ibu. Diperlukan


segenap kemampuan baik tenaga maupun pikiran guna melalui tahapan prosesnya. Banyak
ibu hamil dapat melalui proses persalinan dengan lancar dan selamat. Namun banyak pula,
persalinan menyebabkan terjadinya komplikasi yang disebabkan oleh berbagai hal.
Perdarahan pascapersalinan merupakan penyebab penting kematian ibu:1/4 dari
kematian ibu disebabkan oleh perdarahan pascapersalinan tidak menyebabkan kematian,
kejadian ini sangat mempengaruhi morbiditasnifas karena anemia akan menurunkan daya
tekan tubuh sehingga sangat penting untuk mencegah perdarahan yang banyak.
Perdarahan pasca persapersalinan sekarang dapat di bagi menjadi:
1.      Perdarahan pascapersalinan dini adalah perdarahan 7,500 cc pada 24 jam pertama setelah
persalinan
2.      Perdarahan pascapersalinan lambat ialah perdarahan 7,500 cc setelah 24 jam persalinan

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa itu Konsep Penyulit Kala I,II,III, dan IV ?
2. Apa dampak dari kegawat daruratan maternal ?
3. Apa saja macam-macam Kegawatan Marternal ?
4. Bagaimana cara menangani dan pencegahannya ?

1.3 Tujuan Penulisan

1. Untuk mengetahui pengertian dari Konsep penyulit Kala I,II,III,da IV.


2. Untuk mengetahui dampak Kegawatan Maternal.
3. Untuk mengetahui macam macam Kegawatan Maternal.
4. Untuk mengetahui cara menangani dan pencegahan.

BAB II

4
TINJAUAN PUSAAKA

2.1. Konsep Dasar Penyulit Kala I dan Kala II


2.1.1. Konsep Dasar Kelainan Presentasi dan Posisi
Malposisi merupakan posisi abnormal dari vertex kepala janin
(dengan ubun-ubun kecil sebagai penanda) terhadap panggul ibu.
Malpresentasi adalah semua presentasi lain dari janin selain presentasi
vertex. Janin dalam keadaan malpresentasi dan malposisi sering
menyebabkan partus lama/partus macet.
1. Presentasi Puncak Kepala
Pada persalinan normal, saat melewati jalan lahir kepala janin dalam
keadaan flexi dalam keadaan tertentu flexi tidak terjadi, sehingga kepala
deflexi. Presentasi puncak kepala disebut juga preesentasi sinput terjadi bila
derajat deflexinya ringan, sehingga ubun-ubun besar merupakan bagian
terendah. Pada presentasi puncak kepala lingkar kepala yang melalui jalan
lahir adalah sikumfrensia fronto oxipito dengan titik perputaran yang berada
di bawah simfisis adalah glabella.
Etiologi :
a. Kelainan panggul
b. Kepala berbentuk bulat
c. Anak kecil/mati
d. Kerusakan dasar panggul
Penanganan
a. Usahakan lahir pervaginam karena kira-kira 75 % bisa lahir
spontan
b. Bila ada indikasi ditolong dengan vakum/forsep biasanya anak
yang lahir di dapati caput daerah VVB
Komplikasi
a. Ibu : Robekan jalan lahir yang lebih luas
b. Anak: Karena partus lama dan molase hebat sehingga mortalitas
anak agak tinggi
Mekanisme persalinan

5
Mekanisme persalinan sama dengan POPP, perbedaannya : pada
presentasi puncak kepala tidak terjadi fleksi kepala yang maksimal,
sedangkan lingkaran kepala yang melalui jalan lahir adalah sirkumferensia
frontooksipitalis dengan titik perputaran yang berada dibawah simpisis
adalah glabella.
2. Presentasi Dahi
Presentasi dahi adalah posisi kepala antara flexi dan deflexi, sehingga dahi
merupakan bagian terendah. Posisi ini biasanya akan berubah menjadi letak
muka/letak belakang kepala.
Kepala memasuki panggul dengan dahi melintang/miring pada waktu putar
paksi dalam, dahi memutar kedepan depan dan berada di bawah arkus pubis,
kemudian terjadi flexi sehingga belakang kepala terlahir melewati perinerum lalu
terjadi deflexi sehingga lahirlah dagu

Etiologi :
a. Panggul sempit
b. Janin besar
c. Multiparitas
d. Kelainan janin
e. Kematian janin intra uterin
Diagnosis :
a. Pemeriksaan luar seperti pada presentasi muka , tapi bagian belakang
kepala tidak seberapa menonjol.
b. DJJ terdengar dibagian dada, disebelah yang sama dengan bagian-
bagian kecil janin.
c. Pada persalinan : kepala janin tidak turun ke dalam rongga panggul bila
pada persalinan sebelumnya normal
d. Periksa dalam : meraba sutura frontalis, ujung satu teraba UUB dan
ujung lain teraba pangkal hidung dan lingkaran orbita., mulut dan dagu
tidak teraba.
Penanganan:

6
Presentasi dahi dengan ukuran panggul dan janin yang normal, tidak dapat
lahir spontan pervaginam, jadi lakukan SC (janin hidup). Janin mati pembukaan
belum SC, pembukaan lengkap Kraniotomi.lengkap
Komplikasi:
a. Ibu :Partus lama dan lebih sulit, bisa terjadi robekan yang hebat dan ruptur
uteri
b. Anak: Mortalitas janin tinggi
Mekanisme Persalinan:
Kepala masuk melalui PAPdengan sirkumferensia maksilo-parietalis dan
dengan sutura frontalis melintang / miring.Setelah terjadi moulage dan ukuran
terbesar kepala telah melalui PAP ,dagu memutar ke depan. Setelah dagu didepan
dengan fosa kanina sebagai hipomoklion terjadi fleksi sehingga UUB,dan belakang
kepala melewati perineum.Kemudian terjadi dfleksi sehingga mulut dan dagu lahir
dibawah simpisis. Yang ,menghalangi presentasi dahi untuk menjadi presentasi
muka , biasanya terjadi karena moulage dan kaput sucsedaneum yang besar
padadahi waktu kepala memasuki panggul, sehingga sulit terjadi penambahan
defleksi.

3. Presentasi Muka
Disebabkan oleh terjadinya ekstensi yang penuh dari kepala janin. Yang
teraba muka bayi = mulut, hidung, dan pipi
Primer bila terjadi sejak kehamilan, sekunder bila terjadi pada proses persalinan.
Diagnosis :
a. Tubuh janin dalam keadaan fleksi, sehingga pada pemeriksaan luar dada
akan teraba punggung.
b. bagian kepala menonjol yaitu belakang kepala berada di sebelah yang
berlawanan dengan letak dada.
c. Didaerah itu juga dapat diraba bagian-bagian kecil janin dan DJJ lebih
jelas.
d. Periksa dalam meraba dagu, mulut, hidung, pinggir orbita.
Etiologi
a. Panggul sempit
b. Janin besar

7
c. Kematian intrauterine
d. Multiparitas
e. Perut gantung
f. Janin ansefalus dan tumor di leher bagian depan
g. Dagu merupakan titik acuan dari posisi kepala, sehingga ada presentasi
muka dagu anterior dan postorior.
h. Presentasi muka dagu anterior posisi muka fleksi
i. Presentasi muka dagu posterior posisi muka defleksi max
Penanganan
Dagu anterior
a. Bila pembukaan lengkap
 Lahirkan dengan persalinan spontan pervaginam
 Bila kemajuan persalinan lambat lakukan disitoksin drip
 Bila kurang lancar, lakukan forseps
b. Bila pembukaan belum lengkap
Tidak didapatkan tanda obtuksi, lakukan oksitosin drip. Lakukan evaluasi
persalinan sama dengan persalinan verteks
Dagu Posterior
 Bila pembukaan lengkap maka SC
 Bila pembukaan maka lengkap, lakukan penilaian penurunan rotasi, dan
kemajuan persalinan, jika macet maka SC
 Jika janin mati maka Kraniotomi
Mekanisme Persalinan
Kepala turun melalui PAPdengan sirkum ferensiatrakelo-parietalis dan
dengan dagu melintang / miring.Setelah muka mencapai dasar panggul terjadi PPD,
sehingga dagu memutar kedepan dan berada di bawah arkus pubis.Dengan daerah
submentum sebagai hipomoklion kepala lahir dengan gerakan fleksi sehingga dahi,
UUB, belakang kepala melewati perineum.
Setelah kepala lahir terjadi PPL dan badan janin lahir seperti pada
presentasi kepala.kalau dagu bedara dibelakang pada waktu putaran dalam dagu
harus melewati jarak yang jarak yang lebih jauh supaya dapat berada di depan.
Kadang dagu tidak memutar ke depan dan tetap berada di belakang.Keadaan ini

8
disebut posisi mento posterior persisten dan janin tidak dapat lahir spontan, kecuali
bila janin mati atau kecil.Hal ini karena kepala sudah berada dalam fleksi maksimal
dan tidak mungkin menambah defleksinya lagi, sehingga kepala dan bahu terjepit
dalam pangguldan persalinan tidak akan maju.

4. Presentasi Occipito Posterior

Pada persalinan presentasi belakang kepala, kepala janin turun melalui PAP
dengan sutura sagitalis melintang/miring, sehingga ubun-ubun kecil dapat berada di
kiri melintang, kanan melintang, kiri depan, kanan depan, kiri belakang/kanan
belakang. Dalam keadaan flexi bagian kepala yang pertama mencapai dasar
panggul adalah Occiput. Occiput akan memutar kedepan karena dasar panggul dan
muculus levator aninya mementuk ruangan yang lebih sesuai dengan occiput.
Keadaan VVK dibelakang dianggap :
 Diameter antero posterior panggul lebih panjang dari diameter transversa
Ex : panggul antiopoid
 Segmen depan Menyempit Ex : panggul android
 Otot-otot dasar panggul yang lembek pada multi para
 Kepala janin yang kecil dan bulat
Penanganan
 Lakukan pengawasan dengan seksama dengan harapan dapat lahir sontan
pervaginam
 Tindakan baru dilakukan jika kalla II terlalu lama/ada tanda-tanda bahaya
terhadap janin
 Pada persalinan dapat terjadi robekan perenium yang teratur atau extensi
dari episiotomi
 Periksa ketuban. Bila intake, pecahkan ketuban
 Bila pesisi kepala > 3/5 diatas PAP atau diatas 2 maka SC
 Bila pembukaan serviks belum lengkap dan tidak ada tanda obstruksi, beri
oksitosin drip
 Bila pembukaan lengkap dan tidak ada kemajuan pada fase pengeluaran,
ulangi apakah ada obstruksi. Bila tidak ada tanda obstruksi oksitosin drip

9
 Bila pembukaan lengkap dan kepala masuk sampai tidak kurang 1/5 atau (0)
maka E.V atau forseps
 Bila ada tanda obstruksi/gawat janin maka SC
2.I.2. Konsep Dasar Distosia
A. Distosia Kelainan Tenaga / His
Distosia kelainan tenaga/his adalah his tidak normal dalam kekuatan /
sifatnya menyebabkan rintangan pada jalan lahir, dan tidak dapat diatasi
sehingga menyebabkan persalinan macet (Prof. Dr. Sarwono Prawirohardjo,
1993).
Menurut Prof. dr. Ida Bagus Gde Manuaba (1998) dalam persalinan
diperlukan his normal yang mempunyai sifat:
1. Kontraksi otot rahim mulai dari salah satu tanduk rahim.
2. Fundal dominan, menjalar ke seluruh otot rahim
3. Kekuatannya seperti memeras isi rahim
4. Otot rahim yang telah berkontraksi tidak kembali ke panjang semula
sehingga
terjadi retraksi dan pembentukan segmen bawah rahim.
Jenis-jenis kelainan his menurut Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1993) :
1. . His Hipotonik
His hipotonik disebut juga inersia uteri yaitu his yang tidak
normal, fundus berkontraksi lebih kuat dan lebih dulu daripada
bagian lain. Kelainan terletak pada kontraksinya yang singkat dan
jarang. Selama ketuban utuh umumnya tidak berbahaya bagi ibu dan
janin. Hisnya bersifat lemah, pendek, dan jarang dari his normal.
Inersia uteri dibagi menjadi 2, yaitu :
a. Inersia uteri primer
Bila sejak awal kekuatannya sudah lemah dan persalinan berlangsung lama
dan terjadi pada kala I fase laten.
b. Inersia uteri sekunder
Timbul setelah berlangsung his kuat untuk waktu yang lama dan terjadi
pada kala I fase aktif. His pernah cukup kuat tetapi kemudian melemah. Dapat
ditegakkan dengan melakukan evaluasi pada pembukaan. Pada bagian terendah
terdapat kaput, dan mungkin ketuban telah pecah. Dewasa ini persalinan tidak

10
dibiarkan berlangsung sedemikian lama sehingga dapat menimbulkan kelelahan
otot uterus, maka inersia uteri sekunder ini jarang ditemukan. Kecuali pada wanita
yang tidak diberi pengawasan baik waktu persalinan.

Penanganan :
Periksa keadaan servik, presentasi dan posisi janin, turunnya bagian terbawah janin
dan keadaan panggul kemudian buat rencana untuk menentukan sikap dan tindakan
yang akan dikerjakan, misalnya pada letak kepala :
 Berikan oksitosin drips 5-10 satuan dalam 500cc dektrosa 5% dimulai
dengan 12 tetes permenit, dinaikan setiap 10-15 menit sampai 40-50
tetes permenit. Maksud dari pemberian oksitosin adalah supaya servik
dapat membuka .
 Pemberian oksitosin tidak usah terus menerus, sebab bila tidak
memperkuat his setelah pemberian beberapa lama, hentikan dulu dan
ibu dianjurkan beristirahat. Pada malam hari berikan obat penenang
misalnya valium 10 mg dan esoknya dapat diulang lagi pemberian
oksitosin drips.
 Bila inersia disertai dengan disproporsi sefalopelvis, maka sebaiknya
dilakukan seksio sesarea.
 Bila semua his kuat tetapi kemudianterjadi inersia uteri sekunder, ibu
lemah, dan partus telah berlangsung lebih dari 24 jam pada primi dan 18
jam pada multi, tidak ada ginanya memberikan oksitosin drips,
sebaiknya partus segera diselesaikan sesuai dengan hasil pemeriksaan
dan indikasi obstetric lainnya (ekstraksi vakum atau forsep, atau seksio
sesarea.
2. His Hipertonik
His hipertonik disebut juga tetania uteri yaitu his yang terlalu kuat.
Sifat hisnya normal, tonus otot diluar his yang biasa, kelainannya terletak
pada kekuatan his. His yang terlalu kuat dan terlalu efisien menyebabkan
persalinan berlangsung cepat (<3 jam disebut partus presipitatus).
Partus presipitatus dapat mengakibatkan kemungkinan :
 Terjadi persalinan tidak pada tempatnya

11
 Terjadi trauma janin, karena tidak terdapat persiapan dalam
persalinan.
 Trauma jalan lahir ibu yang luas dan menimbulkan perdarahan
dan inversio uteri.
Tetania uteri juga menyebabkan asfeksia intra uterine sampai
kematian janin dalam rahim. Bahaya bagi ibu adalah terjadinya perlukan
yang luas pada jalan lahir, khususnya serviks uteri, vagina dan perineum.
Bahaya bagi bayi adalah terjadi perdarahan dalam tengkorak karena
mengalami tekanan kuat dalam waktu singkat.
Penanganan :
a) Berikn obat seperti morfin, luminal dan sebagiannya, asal janin tidak akan
lahir dlam waktu dekat 4-6 jam
b) Bila ada tanda-tanda obstruksi, persalinan harus segera diselesaikan dengan
seksio sesarea.
c) Pada partus presipitatus tidak banyak yang dapat dilakukan karena janin
lahir tiba-tiba dan cepat.
Uterus Inkoordinasi (Incoordinate Uterine Action)
Sifat his yang berubah-ubah, tidak ada koordinasi dan sinkronasi antar
kontraksi dan bagian-bagiannya. Jadi kontraksi tidak efisien dalam
mengadakan pembukaan, apalagi dalam pengeluaran janin. Pada bagian atas
dapat terjadi kontraksi tetapi bagian tengah tidak, sehingga menyebabkan
terjadinya lingkaran kekejangan yang mengakibatkan persalinan tidak dapat
maju.
3. His Yang Tidak Terkordinasi
Adalah his yang berubah-ubah. His jenis ini disebut Ancoordinat
Hypertonic Urine Contraction. Tonus otot meningkat diluar his dan
kontraksinya tidak berlangsung seperti biasa karena tidak ada sinkronisasi
antara kontraksi. Tidak adanya kordinasi antara kontraksi bagian atas,
tengah dan bawah menyebabkan his tidak efisien dalam mengadakan
pembukaan.
Penanganan :

12
a) Untuk mengurangi rasa takut, cemas dan tonus otot, berikan
obat-obatan anti sakit dan penenang (sedativa dan analgetika)
seperti morfin, petidin dan valium.
b) Apabila persalinan sudan berlangsung lama dan berlarut-larut,
selesaikanlah partus menggunakan hasil pemeriksaan dan
evaluasi, dengan ekstraksi vakum, forsep, atau seksio sesarea.
Etiologi :
Menurut Prof. dr. Sarwono Prawirohardjo (1992) penyebab inersia
uteri yaitu :
 Kelainan his terutama ditemukan pada primigravida, khususnya
primigravida tua.
 Inersia uteri sering dijumpai pada multigravida.
 Faktor herediter
 Faktor emosi dan ketakutan
 Salah pimpinan persalinan
 Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen
bawah uterus, seperti pada kelainan letak janin atau pada disproporsi
sefalopelvik
 Kelainan uterus, seperti uterus bikornis unikolis
 Salah pemberian obat-obatan, oksitosin dan obat penenang
 Peregangan rahim yang berlebihan pada kehamilan ganda atau
hidramnion
 Kehamilan postmatur

B. Distosia Kelainan Alat Kandungan


a. Vulva
1. Atresia vulva
Atresia vulva (tertutupnya vulva) ada yang bawaan dan ada yang
diperoleh misalnya karena radang atau trauma. Atresia yang sempurna
menyebabkan kemandulan dan yang menyebabkan distosia hanya atresia
yang inkomplit.

13
2. Edema vulva
Edema bisa timbul pada waktu kehamilan. Biasanya sebagai gejala
pre- eklamsi akan tetapi dapat pula timbul karena sebab lain misalnya
gangguan gizi atau malnutrisi atau pada persalinan yang lama. Edema dapat
juga terjadi pada persalinan dengan dispoporsi sefalopelvik atau wanita
mengejan terlampau lama (terus menerus), sedangkan kepala belum cukup
turun. Hal itu mempersulit pemeriksaan dalam dan menghambat kemajuan
persalinan yang akhirnya dapat menimbulakn kerusakan luas pada jalan
lahir. Kelainan ini umumnya jarang merupakan rintangan bagi kelahiran
pervaginam.
3. Stenosis vulva
Stenosis pada vulva biasanya terjadi sebagai akibat perlukaan dan
radang, yang menyebabkan ulkus-ulkus dan yang sembuh dengan parut-
parut dapat menimbulkan kesulitan, walaupun umumnya dapat diatasi
dengan melakukan episiotomi yang cukup luas agar persalinan berjalan
lancar. Penanganannya dengan melakukan sayatan median secukupnya
untuk melahirkan kepala janin
4. Tumor vulva
Dapat berupa abses bartholini atau kista atau suatu kondilomata,
tetapi apabila tidak terlalu besar tidak akan menghalangi persalinan.

b. Vagina
1. Stenosis vagina kongenital
Stenosis vagina kogenital jarang terjadi. Lebih sering ditemukan
septum vagina yang memisahkan vagina secara lengkap atau tidak lengkap
dalam bagian kiri dan bagian kanan. Septum lengkap adalah septum yang
terbentang dalam seluruh vagina dari serviks sampai introitus vagina.
Septum yang lengkap sangat jarang mengalami distosia, karena separuh
vagina yang harus dilewati oleh janin biasanya cukup melebar baik untuk
coitus maupun untuk lahirnya janin. Akan tetapi septum yang tidak lengkap
kadang- kadang menghambat turunnya kepala janin pada persalinan dan
harus dipotong terlebih dahulu. Stenosis dapat terjadi karena parut-parut
akibat perlukaan dan radang. Pada stenosis vagina yang tetap kaku dalam

14
kehamilan dan merupakan halangan untuk lahirnya janin, perlu
dipertimbangkan seksio sesaria.
2. Kista vagina
Kista vagina berasal dari duktus Gartner atau duktus Muller,
biasanya berukuran kecil dan dapat menjadi besar sehingga bukan saja
mengganggu coitus namun bisa juga menyulitkan persalinan. Letaknya
lateral dalam vagina bagian proksimal, ditengah, distal dibawah orificium
uretra eksternum. Isi kista adalah cairan jernih dan dindingnya ada yang
sangat tipis ada pula yang agak tebal. Wanita tidak mengalami kesulitan
waktu coitus dan persalinan, karena jarang sekali kista ini demikian
besarnya sehingga menghambat turunnya kepala dan perlu di punksi, atau
pecah akibat tekanan kepala. Bila kecil dan tidak ada keluhan dibiarkan tapi
bila besar dilakukan pembedahan. Marsupialisasi sebaiknya 3 bulan setelah
lahir.(Ilmu kebidanan, 2005)
Penanganan dalam kehamilan muda adalah di ekstirpasi setelah
kehamilan 3-4 bulan. Dalam persalinan yaitu jika kista berukuran kecil
maka tidak akan menghalangi turunya kepala dan tidak mengganggu
persalinan. Setelah 3 bulan pasca persalinan dilakukan ekstirpasi tumor.
Bila besar dan menghalangi turunnya kepala, untuk mengecilkannya
dilakukan aspirasi cairan tumor. (Sinopsis Obstetri Jilid 1,1998)
Adakalanya pada kista terjadi peradangan, bahkan dapat pula terjadi
abses. Biasanya abses akan pecah spontan bila ukuranya sudah besar.
Apabila tidak, maka perlu dilakukan insisi. Terapi kista vagina pada
umumnya tergantung pada besarnya, tempatnya dan saat ditemukannya.
Kista kecil yang tidak melebihi buah duku biasanya tidak diketahui oleh
penderita dan tidak perlu penanganan. Akan tetapi, kista yang besar dan
disadari oleh wanita atau apabila disertai keluhan sebaiknya diangkat. Saat
yang paling baik untuk pembedahan adalah diluar kehamilan. Dalam
kehamilan tua atau apabila kista baru pertama kali diketahui sewaktu wanita
dalam persalinan sikap konservatif lebih baik.
3. Tumor vagina

15
Tumor vagina dapat merupakan rintangan bagi lahirnya janin
pervaginam. Berupa kista gardner yang kalau besar dapat menghalangi
jalannya persalinan.
Adanya tumor vagina bisa pula menyebabkan persalinan
pervaginam dianggap mengandung terlalu banyak resiko. Tergantung dari
jenis dan besarnya tumor, perlu dipertimbangkan apakah persalinan dapat
berlangsung pervaginam atau harus diselesaikan dengan seksio cesarea.
4. Kista kelenjar bartholin
Kista kelenjar bartholin merupakan bentuk radang menahun kelenjar
bartholin. Abses kelenjar bartholin diserap isinya, sehingga tinggal kantung
yang mengandung cairan yang disebut kista bartholin. Pengobatan kista
bartholin adalah dengan mengangkat seluruh kista dan marsivialisasi.
Operasi ini memerlukan keahlian sehingga perlu dilakukan di rumah sakit.
Penanganan :
 Melakukan anamnesa yang lengkap
 Melakukan pemeriksaan fisik secara cermat dan menyeluruh
 Pada saat kehamilan bidan melakukan ANC yang berkualitas
untukmelakukan deteksi dini sehingga bila ditemukan adanya kelainan pada
vulva atau vagina, bidan bisa langsung merujuk ke tempat pelayanan
kesehatan yang memiliki fasilitas memadai.
 Pada saat persalinan, bidan memberikan asuhan persalinan kala I sesuai
dengan standar asuhan kebidanan:
a) Melakukan pengkajian keadaan umum ibu dan janin ( TTV, His,
DJJ, PD), bila saat melakukan pengkajian terdapat kelainan pada
ibu dan janin, maka bidan harus segera merujuk ke tempat
pelayanan kesehatan yang lebih lengkap
b) Memenuhi kebutuhan hidrasi, nutrisi, dan eliminasi
c) Mengajarkan ibu teknik relaksasi
d) Memberitahukan ibu kapan ibu harus mengedan, yaitu
saatpembukaan sudah lengkap dan bila terdapat his
e) Melakukan pengawasan persalinan dengan menggunakan
partograf

16
 Melakukan kolaborasi dan rujukan bila terdapat kelainan

c. serviks
Distosia serviks adalah terhalangnya kemajuan persalinan karena
kelainan pada serviks uteri. Walaupun his normal dan baik, kadang-kadang
pembukaan serviks macet karena ada kelainan yang menyebabkan serviks
tidak mau membuka.
Ada 4 jenis kelainan pada serviks uteri, yaitu:
1. Serviks kaku (rigid cervix = cervical rigidity).
Adalah suatu keadaan dimana seluruh serviks kaku. Keadaan ini
sering dijumpai pada primigravida tua, atau karena adanya parut-parut
bekas luka atau bekas luka infeksi atau pada karsinoma serviksis
Kejang atau kaku serviks dibagi 2 :
a. Primer disebabkan karena takut atau pada primi gravida tua
b. Sekunder disebabkan karena bekas luka-luka tau infeksi yang
sembuh dan meninggalkan luka parut
Diagnosis :
Diagnosis distosia persalinan karena serviks kaku dibuat bila
terdapat his yang baik dan normal pada kala I disetai pembukaan, dan
setelah dilakukan beberapa kali pemeriksaan dalam waktu tertentu. Juga
pada pemeriksaan terasa serviks tegang dan kaku.
Penanganan:
Bila setelah pemberian obat-obatan seperti valium dan petidin tidak
merubah kekauan, tindakan kita melakukan seksio sesaria

2.Serviks gantung (hanging cervix)


Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri eksternum dapat terbuka
lebar, sedangkan ostium uteri internum tidak mau membuka. Serviks akan
tergantung seperti corong. Bila dalam observasi keadaan tetap dan tidak ada
kemajuan berkembang pembukaan ostium eksternum, maka pertolongan
yang tepat adalah dengan seksio sesaria.

3. Serviks konglumer (conglumeratio cervix)

17
Adalah suatu keadaan dimana ostium uteri internum dapat terbuka
sampai lengkap, sedangkan ostium uteri eksternum tidak mau terbuka.
Keadaan ini sering dijumpai pada ibu hamil dengan prolaps uteri
disertai servik dan porposi yang panjang (elongation services at portionis).
Dalam hal ini servik menjadi tipis, namun ostium uteri eksternum tidak
membuka atau hanya terbuka 5 cm.
Penanganan :
Tergantung pada keadaan turunnya kepala janin:
a. Coba lebarkan pembukaan ostium uteri eksternum secara digital
atau memakai dilatator
b. Bila hal-hal diatas tidak berhasil atau tidak mungkin sebaiknya
dilakukan seksio sesarea.

4. Edema serviks
Bila dijumpai edema yang hebat pada serviks dan disertai hematoma
serta nekrosis, maka ini merupakan tanda adanya obstruksi. Bila syarat-
syarat untuk ekstraksi vakum atau forsep tidak dipenuhi, lakukan seksio
sesaria.

Diagnosa distosia kelainan serviks :


• Dapat ditemukan melalui inspeksi atau sewaktu pemeriksaan bimanual
• His baik tetapi pembukaan serviks tidak bertambah.
• Pemeriksaan dilakukan 2-3 kali antara1-2 jam.
Penanganan :
a) Melakukan anamnesa yang lengkap
b) Melakukan pemeriksaan fisik secara cermat dan menyeluruh
c) Pada saat kehamilan bidan melakukan ANC yang berkualitas. Pada
kasus ini,memang belum dapat dideteksi secara dini.
d) Pada saat persalinan,bidan memberikan asuhan persalinan kala I sesuai
dengan standar asuhan kebidanan:
o Melakukan pengkajian keadaan umum ibu dan janin ( TTV, His,
DJJ, PD), bila saat melakukan pengkajian terdapat kelainan pada ibu

18
dan janin, maka bidan harus segera merujuk ke tempat pelayanan
kesehatan yang lebih lengkap.
o Memenuhi kebutuhan hidrasi, nutrisi, dan eliminasi.
o Mengajarkan ibu teknik relaksasi
e) Melakukan pengawasan persalinan dengan menggunakan partograf
f) Melakukan kolaborasi dan rujukan bila terdapat kelainan.

C. Distosia Kelainan Jalan Lahir


1. kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul dinyatakan sempit bila ukuran
 Diameter antero-posterior terpendek
 Diameter tranversal terbesar
Perkiraan Diameter AP – Pintu Atas Panggul dilakukan melalui
pengukuran Conjugata Diagonalis secara manual (VT) dan kemudian
dikurangi 1.5 cm ; sehingga kesempitan pintu atas panggul sering
ditegakkan bila ukuran CD

Pengukuran Conjugata Diagonalis

Pada kehamilan aterm, ukuran rata-rata diameter biparietal - BPD


9.5 – 9.8 cm. Sehingga kepala janin yang normal tidak mungkin dapat
melalui panggul bila diameter AP – Pintu Atas Panggul.
Perlu diingat bahwa ibu yang bertubuh kecil, biasanya memiliki
panggul yang kecil namun anak dalam kandungannya biasanya juga kecil.

19
Dalam keadaan normal, bila ketuban masih utuh dilatasi servik
terjadi melalui tekanan hidrostatik pada selaput ketuban atau bila sudah
pecah, dilatasi servik terjadi akibat tekanan langsung bagian terendah janin
terhadap servik.
Pada kasus kesempitan panggul dimana kepala janin masih berada
diatas Pintu Atas Panggul, semua tekanan hidrostatik disalurkan pada
bagian selaput ketuban yang berada diatas ostium uteri internum sehingga
sering terjadi peristiwa Ketuban Pecah Dini-KPD pada kasus kesempitan
Pintu Atas Panggul.
Setelah ketuban pecah, tidak adanya tekanan hidrostatik selaput
ketuban pada servik dan Segmen Bawah Rahim menyebabkan kontraksi
uterus menjadi tidak efektif bagi jalannya persalinan.
Kesempitan Pintu Atas Panggul merupakan predisposisi terjadinya
kelainan presentasi.
Pada wanita dengan kesempitan panggul, angka kejadian letak muka
dan letak lintang meningkat 3 kali lipat dan angka kejadian prolapsus
talipusat meningkat 5 – 6 kali lipat.

2. kesempitan bidang tengah panggul


Kejadian ini lebih sering terjadi dibandingkan kesempitan Pintu Atas
Panggul. Kejadian ini sering menyebabkan kejadian “deep tranverse
arrest” ( LETAK MALANG MELINTANG RENDAH ) pada perjalanan
persalinan dengan posisio occipitalis posterior ( sebuah gangguan putar
paksi dalam akibat kesempitan Bidang Tengah Panggul ).
Bidang obstetrik Bidang Tengah Panggul terbentang dari tepi bawah
simfisis pubis melalui spina ischiadica dan mencapai sacrum didekat
pertemuan antara vertebra sacralis 4 – 5.
Garis penghubung kedua spina ischiadica membagi Bidang Tengah
Panggul menjadi bagian anterior dan bagian posterior. Batas anterior bagian
anterior Bidang Tengah Panggul adalah tepi bawah Simfisis Pubis dan batas
lateralnya adalah rami ischiopubic. Batas dorsal bagian posterior Bidang
Tengah Panggul adalah sacrum dan batas lateralnya adalah ligamentum
sacrospinosum.

20
Ukuran rata-rata Bidang Tengah Panggul :
 Diameter tranversal (interspinous) = 10.5 cm
 Diameter AP (tepi bawah SP sampai pertemuan S4 – S5) 11.5 cm
 Diameter Sagitalis Posterior - DSP ( titik pertengahan diameter
interspinous dengan pertemuan S4 – S5) 5 cm
Kesempitan BTP tidak dapat dinyatakan secara tegas seperti halnya
kesempitan PAP.
Chen dan Huang ( 1982) : BTP diperkirakan mengalami kesempitan
bila jumlah dari Diameter Interspinous + DSP ( normal 10.5cm + 5cm =
15.5 cm) kurang dari 13.5 cm. Dengan demikian maka BTP diduga
mengalami penyempitan bila diameter interspinous. Dugaan klinik adanya
kesempitan BTP adalah bila pada pemeriksaan panggul teraba adanya
penonjolan spina ischiadica yang menyolok.

3. kesempitan pintu bawah panggul


PBP berbentuk dua buah segitiga yang memiliki satu sisi bersama
( berupa diameter intertuberous) dan tidak terletak pada bidang yang sama.
Apex segitiga anterior permukaan posterior arcus pubis.Apex segitiga
posterior ujung vertebra sacralis terakhir ( bukan ujung coccyx).Terjadi
kesempitan pada Pintu Bawah Panggul bila diameter intertuberosa.
Berkurangnya nilai diameter intertuberosa menyebabkan sempitnya
segitiga anterior sehingga pada kala II, kepala terdorong lebih kearah
posterior dengan konskuensi pada persalinan terjadi robekan perineum yang
luas.
Distosia akibat kesempitan Pintu Bawah Panggul saja jarang terjadi
mengingat bahwa kesempitan PBP hampir selalu disertai dengan
kesempitan Bidang Tengah Panggul.

D. Distosia Kelainan Janin


1. Bayi besar
Bayi besar ialah bila berat badannya lebih dari 4000 gram. Berat
neonatus pada umumnya kurang dari 4000 gram dan jarang melebihi 5000

21
gram. Frekuensi berat badan lahir lebih dari 4000 gram adalah 5,3% dan
yang lebih dari 4500 gram adalah 0,4%.
Pada panggul normal, janin dengan berat badan 4000 - 5000 gram
pada umumnya tidak mengalami kesulitan dalam melahirkannya. Pada janin
besar, faktor keturunan memegang peranan penting. Selain itu janin besar
dijumpai pada wanita hamil dengan diabetes mellitus, pada postmaturitas
dan pada grande multipara. Hubungan antara ibu hamil yang makannya
banyak dan bertambah besarnya janin, masih diragukan.
Menentukan besarnya janin secara klinis memang sulit. Kadang-
kadang baru diketahui adanya janin besar setelah tidak adanya kemajuan
persalinan pada panggul normal dan his yang kuat. Pemeriksaan yang teliti
tentang adanya disproporsi sefalopelvik dalam hal ini perlu dilakukan.
Besarnya kepala dan tubuh janin dapat diukur pula secara teliti dengan
menggunakan alat ultrasonik.
Pada panggul normal, janin dengan berat badan kurang dari 4500
gram pada umumnya tidak menimbulkan kesukaran persalinan. Kesukaran
dapat terjadi karena kepala yang besar atau kepala yang lebih keras (pada
post maturitas) tidak dapat memasuki pintu atas panggul, atau karena bahu
yang lebar sulit melalui rongga panggul. Bahu yang lebar selain dijumpai
pada janin besar juga dijumpai pada anensefalus, Apabila kepala anak sudah
lahir tetapi kelahiran bagian-bagian lain macet karena lebarnya bahu, janin
dapat meninggal akibat asfiksia. Menarik kepala ke bawah terlalu kuat
dalam pertolongan melahirkan bahu yang sulit dapat berakibat perlukaan
pada nervus brakhialis dan muskulus sternokleidomastoideus.
Pada disproporsi sefalopelvik (tidak seimbang kepala panggul)
karena janin besar, seksio sesarea perlu dipertimbangkan. Kesulitan
melahirkan bahu tidak selalu dapat diduga sebelumnya. Apabila kepala
sudah lahir sedangkan bahu sulit dilahirkan, hendaknya dilakukan
episiotomi mediolateral yang cukup luas, hidung serta mulut janin
dibersihkan, kemudian kepala ditarik curam ke bawah secara hati-hati
dengan kekuatan yang terukur. Bila tidak berhasil, tubuh janin diputar
dalam rongga panggul, sehingga bahu belakang menjadi bahu depan dan
lahir di bawah simfisis. Bila dengan cara ini pun belum berhasil, penolong

22
memasukkan tangannya ke dalam vagina dan berusaha melahirkan lengan
belakang janin dengan menggerakkan di muka dadanya. Untuk melahirkan
lengan kiri digunakan tangan kanan penolong, dan sebaliknya. Kemudian
bahu depan diputar ke diameter miring dari panggul guna melahirkan
lengan depan.
Pada keadaan dimana janin telah mati sebelum bahu dilahirkan,
dapat dilakukan kleidotomi pada satu atau kedua klavikula (tulang
disamping leher) untuk mengurangi kemungkinan perlukaan jalan lahir.
2. Kembar siam
Kembar siam adalah keadaan anak kembar dimana tubuh keduanya
bersatu. Hal ini terjadi apabila zigot dari bayi kembar identik gagal terpisah
secara sempurna. Kemunculan kasus kembar siam diperkirakan adalah satu
dalam 200.000 kelahiran. Yang bisa bertahan hidup berkisar antara 5% dan
25%, dan kebanyakan (75%) berjenis kelamin perempuan.
Penyebab Kelahiran Kembar :
Banyak faktor diduga sebagai penyebab kehamilan kembar. Selain
faktor genetik, obat penyubur yang dikonsumsi dengan tujuan agar sel telur
matang secara sempurna, juga diduga ikut memicu terjadinya bayi kembar.
Alasannya, jika indung telur bisa memproduksi sel telur dan diberi obat
penyubur, maka sel telur yang matang pada saat bersamaan bisa banyak,
bahkan sampai lima dan enam.
Proses :
Secara garis besar, kembar dibagi menjadi dua. Monozigot, kembar
yang berasal dari satu telur dan dizigot kembar yang berasal dari dua telur.
Dari seluruh jumlah kelahiran kembar, sepertiganya adalah monozigot.
Kembar dizigot berarti dua telur matang dalam waktu bersamaan, lalu
dibuahi oleh sperma. Akibatnya, kedua sel telur itu mengalami pembuahan
dalam waktu bersamaan. Sedangkan kembar monozigot berarti satu telur
yang dibuahi sperma, lalu membelah dua. Masa pembelahan inilah yang
akan berpengaruh pada kondisi bayi kelak.
Masa pembelahan sel telur terbagi dalam empat waktu, yaitu 0 – 72
jam, 4 – 8 hari, 9-12 dan 13 hari atau lebih. Pada pembelahan pertama, akan
terjadi diamniotik yaitu rahim punya dua selaput ketuban, dan dikorionik

23
atau rahim punya dua plasenta. Sedangkan pada pembelahan kedua, selaput
ketuban tetap dua, tapi rahim hanya punya satu plasenta. Pada kondisi ini,
bisa saja terjadi salah satu bayi mendapat banyak makanan, sementara bayi
satunya tidak. Akibatnya, perkembangan bayi bisa terhambat. Lalu, pada
pembelahan ketiga, selaput ketuban dan plasenta masing-masing hanya
sebuah, tapi bayi masih membelah dengan baik.
Pada pembelahan keempat, rahim hanya punya satu plasenta dan
satu selaput ketuban, sehingga kemungkinan terjadinya kembar siam cukup
besar. Pasalnya waktu pembelahannya kelamaan, sehingga sel telur keburu
berdempet. Jadi kembar siam biasanya terjadi pada monozigot yang
pembelahannya lebih dari 13 hari.
Dari keempat pembelahan tersebut, tentu saja yang terbaik adalah
pembelahan pertama, karena bayi bisa membelah dengan sempurna.
Namun, keempat pembelahan ini tidak bisa diatur waktunya. Faktor yang
mempengaruhi waktu pembelahan, dan kenapa bisa membelah tidak
sempurna sehingga mengakibatkan dempet, biasanya dikaitkan dengan
infeksi, kurang gizi, dan masalah lingkungan.
Ada beberapa jenis kembar siam:
 Thoracopagus kedua tubuh bersatu di bagian dada (thorax). Jantung
selalu terlibat dalam kasus ini. Ketika jantung hanya satu, harapan hidup
baik dengan atau tanpa operasi adalah rendah. (35-40% dari seluruh
kasus)
 Omphalopagus: kedua tubuh bersatu di bagian bawah dada. Umumnya
masing-masing tubuh memiliki jantung masing-masing, tetapi biasanya
kembar siam jenis ini hanya memiliki satu hati, sistem pencernaan,
diafragma dan organ-organ lain. (34% dari seluruh kasus)
Xiphopagous: kedua tubuh bersatu di bagian xiphoid cartilage.
 Pygopagus (iliopagus): bersatu di bagian belakang. (19% dari seluruh
kasus)
 Cephalopagus: bersatu di kepala dengan tubuh yang terpisah. Kembar
siam jenis ini umumnya tidak bisa bertahan hidup karena kelainan serius

24
di otak. Dikenal juga dengan istilah janiceps (untuk dewa Janus yang
bermuka dua) atau syncephalus.
o Cephalothoracopagus: Tubuh bersatu di kepala dan thorax. Jenis
kembar siam ini umumnya tidak bisa bertahan hidup. (juga
dikenal dengan epholothoracopagus atau craniothoracopagus)
 Craniopagus: tulang tengkorak bersatu dengan tubuh yang terpisah.
(2%)
o Craniopagus parasiticus – bagian kepala yang kedua yang tidak
memiliki tubuh.
 Dicephalus: dua kepala, satu tubuh dengan dua kaki dan dua atau tiga
atau empat lengan (dibrachius, tribrachius atau tetrabrachius) Abigail
dan Brittany Hensel, adalah contoh kembar siam dari Amerika Serikat
jenis dicephalus tribrachius.
 Ischiopagus: kembar siam anterior yang bersatu di bagian bawah tubuh.
(6% dari seluruh kasus)
 Ischio-omphalopagus: Kembar siam yang bersatu dengan tulang
belakang membentuk huruf-Y. Mereka memiliki empat lengan dan
biasanya dua atau tiga kaki. Jenis ini biasanya memiliki satu sistem
reproduksi dan sistem pembuangan.
 Parapagus: Kembar siam yang bersatu pada bagian bawah tubuh dengan
jantung yang seringkali dibagi. (5% dari seluruh kasus)
 Diprosopus: Satu kepala dengan dua wajah pada arah berlawanan.

3. Anencephalus
Anensefalus adalah suatu keadaan dimana sebagian besar tulang
tengkorak dan otak tidak terbentuk.
Anensefalus terjadi jika tabung saraf sebelah atas gagal menutup,
tetapi penyebabnya yang pasti tidak diketahui. penelitian menunjukkan
kemungkinan anensefalus berhubungan dengan racun di lingkungan juga
kadar asam folat yang rendah dalam darah.
Anensefalus ditemukan pada 3,6-4,6 dari 10.000 bayi baru lahir.
faktor resiko terjadinya anensefalus adalah:

25
o riwayat anensefalus pada kehamilan sebelumnya
o kadar asam folat yang rendah.
o resiko terjadinya anensefalus bisa dikurangi dengan cara
meningkatkan asupan asam folat minimal 3 bulan sebelum hamil
dan selama kehamilan bulan pertama.
Gejalanya berupa:
o ibu : polihidramnion (cairan ketuban di dalam rahim terlalu banyak)
o bayi tidak memiliki tulang tengkorak, tidak memiliki otak (hemisfer
serebri dan serebelum), kelainan pada gambaran wajah, kelainan
jantung.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan adalah:
o kadar asam lemak dalam serum ibu hamil
o amniosentesis (untuk mengetahui adanya peningkatan kadar alfa-
fetoprotein)
o kadar alfa-fetoprotein meningkat (menunjukkan adanya kelainan
tabung saraf)
o kadar estriol pada air kemih ibu
o USG
Bayi yang menderita anensefalus tidak akan bertahan, mereka lahir
dalam keadaan meninggal atau akan meninggal dalam waktu beberapa hari
setelah lahir.

4. gawat janin
Denyut jantung janin (DJJ) kurang dari 100 per menit atau lebih dari
180 per menit, air ketuban hijau kental.
Penanganan :
o Pasien dibaringkan miring ke kiri
o Berikan oksigen
o Hentikan infus oksitosin (jika sedang diberikan infus oksitosin).

Diagnosis :

26
Diagnosis gawat janin saat persalinan didasarkan pada denyut
jantung janin yang ab-normal. Diagnosis lebih pasti jika disertai air ketuban
hijau dan kental/ sedikit. Gawat janin dapat terjadi dalam persalinan karena
partus lama, Infuse oksitosin, per¬darahan, infeksi, insufisiensi plasenta, ibu
diabetes, kehamilan pre dan posterm atau prolapsus tali pusat. Hal ini harus
segera dideteksi dan perlu penanganan segera.
a. Denyut jantung janin abnormal
Kontak kelainan denyut jantung janin (DJJ), DJJ Normal, dapat
melambat sewaktu his , dan segera kembali normal setelah relaksasi,DJJ
lambat (kurang dari 100 x/menit) saat tidak ada his, menunjukan adanya
gawat janin, DJJ cepat (lebih dari 180 x/menit) yang disertai takhikardi ibu
bisa karena ibu demam, efek obat, hipertensi, atau amnionitis. Jika denyut
jantung ibu normal, denyut jantung janin yang cepat sebaiknya dianggap
sebagai tanda gawat janin.

b. Mekonium
Adanya mekonium pada cairan amnion lebih sering terlihat saat
janin mencapai ma¬turitas dan dengan sendirinya bukan merupakan tanda-
tanda gawat janin. Sedikit mekonium tanpa dibarengi dengan kelainan pada
denyut jantung janin merupakan suatu peringatan untuk pengawasan lebih
lanjut.
Mekonium kental merupakan tanda pengeluaran mekonium
pada cairan amnion yang berkurang dan merupakan indikasi
perlunya persalinan yang lebih cepat dan penanganan mekonium
pada saluran napas atas neonatus untuk mencegah aspirasi
mekonium.
Pada presentasi sungsang, mekonium dikeluarkan pada saat
persalinan akibat kom¬presi abdomen janin pada persalinan. Hal ini
bukan merupakan tanda kegawatan kecuali jika hal ini terjadi pada
awal persalinan.
Penanganan Khusus :
Jika denyut jantung janin diketahui tidak normal, dengan atau tanpa
kontaminasi mekonium pada cairan amnion, lakukan hal se¬bagai berikut:

27
Jika sebab dari ibu diketahui (seperti demam, obat-obatan) mulailah
penanganan yang sesuai.
Jika sebab dari ibu tidak diketahui dan denyut jantung janin tetap
abnormal sepanjang paling sedikit 3 kontraksi, lakukan pemeriksaan dalam
untuk mencari penyebab gawat janin:
 Jika terdapat perdarahan dengan nyeri yang hilang timbul atau
menetap, pikirkan kemungkinan solusio plasenta.
 Jika terdapat tanda-tanda infeksi (demam, sekret vagina berbau
tajam) berikan antibiotika
 Jika tali pusat terletak di bawah bagian bawah janin atau dalam
vagina, lakukan penanganan prolaps tali pusat
Jika denyut jantung janin tetap abnormal atau jika terdapat tanda-
tanda lain gawat janin (mekonium kental pada cairan amnion), rencanakan
persalinan:
 Jika serviks telah berdilatasi dan kepala janin tidak lebih dari 1/5 di atas
sim-fisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin pada stasion 0,
lakukan per-salinan dengan ekstraksi vakum atau forseps.
 Jika serviks tidak berdilatasi penuh dan kepala janin berada lebih dari
1/5 di atas simfisis pubis atau bagian teratas tulang kepala janin berada
di atas stasion 0, lakukan persalinan dengan seksio sesarea

5. Hydrocephalus
Hydrocephalus adalah akumulasi abnormal cairan cerebrospinal di dalam otak.
Cairan ini sering meningkatkan tekanan sehingga dapat memeras dan merusak otak.
Hydrocephalus terkadang disebut air di
dalam otak (kata hydrocephalus berasal dari
bahasa Yunani yang artinya kepala berair).
Hydrocephalus dapat terjadi sebelum lahir
atau kapan saja setelah lahir.

Penyebab :

28
Hydrocephalus dapat berhubungan dengan beberapa sebab termasuk cacat
sejak lahir, pendarahan di otak, infeksi, meningitis, tumor, atau cedera kepala.
Banyak bentuk dari hydrocephalus adalah hasil dari terhambatnya cairan
cerebrospinal di ventrikel (di otak bagian tengah. Pada cacat sejak lahir, kerusakan
fisik dari aliran cairan ke ventrikel biasanya menyebabkan hydrocephalus.
Hydrocephalus biasanya mendampingi cacat sejak lahir yang disebut spina bifida
(meningomyelocele).
Gejala :
Tanda dan gejala hydrocephalus tergantung pada usia penderita.
 Bayi, tanda yan paling nyata dari hydrocephalus adalah besar kepala yang
abnormal. Hal ini terjadi karena tekanan luar yang terus menerus pada otak
dan temperung kepala dari hydrocephalus sepanjang perkembangan dan
pertumbuhan kepala. (Itulah alasannya kepala bayi selalu diukur dengan
hati-hati setiap periksa ke dokter).
Gejala hydrocephalus pada bayi yaitu muntah, mengantuk, gelisah, tidak
mampu melihat ke atas dan seizures.
 Pada anak yang lebih tua dan orang dewasa, tidak ada pembesaran dari
hydrocephalus (karena tulang tengkorak sudah padat dan tidak dapat
membesar). Gejala yang terjadi termasuk sakit kepala, mual, muntah dan
kadang-kdang pandangan kabur. Bisa menimbulkan masalah pada
keseimbangan dan koordinasi, dan perkembangan yang terlambat dalam
berjalan dan berbicara pada anak-anak.
Gelisah, sakit kepala, seizures dan perubahan kepribadian seperti tidak
mampu berkonsentrasi dan mengingat bisa terjadi. Mengantuk dan pandangan
menjadi dua adalah gejala umum perkembangan hydrocephalus.
Pengobatan :
Hydrocephalus meliputi operasi pemasangan pipa untuk memperlancar
aliran cairan yang berlebih dan mengurangi tekanan ke otak. Pipa tersebut fleksible,
berupa tabung plastik dengan katup satu arah. Pipa dipasang ke dalam sistem
ventrikel pada otak untuk membelokkan alian cairan ke bagian lain dari tubuh,
sehingga cairan akan mengalir dan diabsorbsi ke dalam aliran darah.
Prognosis penderita hydrocephalus tergantung pada penyebabnya dan waktu
diagnosa dan pengobatan. Banyak penderita hydrocephalus anak-anak hidup

29
normal dengan batasan dan kekurangan yang minim. Pada beberapa kasus
kerusakan kognitif pada fungsi bahasa dan non- bahasa bisa terjadi. Masalah infeksi
karena pemasangan pipa atau tidak berfungsinya alat perlu dilakukan operasi revisi.
2.2 Penyulit Kala III dan IV
2.2.1      Atonia Uteri
Atonia uteri merupakan penyebab terbanyak perdarahan pospartum dini (50%),
dan merupakan alasan paling sering untuk melakukan histerektomi postpartum.
Kontraksi uterus merupakan mekanisme utama untuk mengontrol perdarahan
setelah melahirkan. Atonia terjadi karena kegagalan mekanisme ini.
Perdarahan pospartum secara fisiologis dikontrol oleh kontraksi serabut-serabut
miometrium yang mengelilingi pembuluh darah yang memvaskularisasi daerah
implantasi plasenta. Atonia uteri terjadi apabila serabut-serabut miometrium tidak
berkontraksi.
Etiologi  
Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor predisposisi
(penunjang ) seperti :
1)      Overdistention uterus seperti: gemeli makrosomia, polihidramnion, Paritas tinggi
2)      Umur yang terlalu muda atau terlalu tua.
3)      Multipara dengan jarak kelahiran pendek
4)      Partus lama / partus terlantar
5)      Malnutrisi.
6)      Penanganan salah dalam usaha melahirkan plasenta, misalnya placenta Belum
terlepas dari dinding uterus.
Penatalaksanaan
1)      Bersihkan semua gumpalan darah atau membran yang mungkin berada di dalam
mulut uterus atau di dalam uterus
2)      Segera mulai melakukan kompresi bimanual interna
3)      Jika uterus sudam mulai berkontraksi secara perlahan di tarik tangan  penolong.
Jika uterus sudah berkontraksi, lanjutkan memantau ibu secara ketat.
4)      Jika uterus tidak berkontraksi setelah 5 menit, minta anggota keluarga melakukan
bimanual interna sementara penolong memeberikan metergin 0,2 mg IM dan mulai
memberikan IV (RL dengan 20 UI oksitosin/500 cc dengan tetesan cepat).
5)      Jika uterus masih juga belum berkontraksi mulai lagi kompresi bimanual interna
setelah anda memberikan injeksi metergin dan sudah mulai IV
6)      Jika uterus masih juga belum berkontraksi dalam 5-7 menit, bersiaplah untuk
melakukan rujukan dengan IV terpasang pada 500 cc/jam hingga tiba di tempat r
ujukan atau sebanyak 1,5 L seluruhnya diinfuskan kemudian teruskan dengan laju
infus 125 cc/jam.

2. 2.2     Retensio  Placenta

30
Retensio Plasenta adalah terlambatnya kelahiran plasenta selama setengah jam
setelah kelahiran bayi. Plasenta harus dikeluarkan karena dapat menimbulkan
bahaya perdarahan, infeksi karena sebagai benda mati, dapat terjadiplasenta
inkarserata dapat terjadi polip plasenta, dan terjadi degenerasiganas korio
karsinoma
Etiologi  
1)      Plasenta belum lepas dari didinding uterus.
2)      Plasenta sudah lepas tetapi belum dilahirkan (disebabkan karena tidak adanya
usaha untuk melahirkan atau karena salah penanganan kala III)
3)      Kontraksi uterus kurang kuat untuk melepaskan plasenta
4)      Plasenta melekat  erat pada dinding uterus oleh sebab vili korealis menembus
desidua sampai miometrium-sampai dibawah peritoneum (plasenta akreta-
perkreta).
2.2.3  Inversio Uteri
Pengertian Inversio Uteri
Adalah pembalikan bagian dalam luar pada rahim dalam tahap persalinan
ketiga. Ini amat jarang terjadi hanya pada sekitar satu dari 20.000 kehamilan.
Segera setelah tahap kedua,rahim agal bersifat atonik,serviks terbuka,dan plasenta
melekat. Penanganan tak semestinya pada tahap ketiga dapat menyebabakan
inversio uteri iatrogenik (hacker/moore 2001)

Inversio uteri merupakan keadaan dimana fundus uteri masuk kedalam


kavum uteri, dapat secara mendadak atau perlahan. Kejadian ini biasanya
disebabkan pada saat melakukan persalinan plasenta secara Crede, dengan otot
rahim belum berkontraksi dengan baik. Inversio uteri memberikan rasa sakit yang
dapat menimbulkan keadaan syok adapun menyebutkan bahwa inversio uteri
adalah keadaan dimana fundus uteri terbalik sebagian atau seluruhnya kedalam
kavum uteri.
Pada inversio uteri, uterus terputar balik, sehingga fundus uteri terdapat dalam
vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut inversio inversio
uteri completa.
Kalau hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar ostuim uteri, disebut
inversio uteri incomplete. Kalau uterus yang berputar balik itu keluar dari vuva,
disebut inversio prolaps. Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi dapat
menimbulkan shock yang berat. ( obstetri patologi,1984)
Pada inversio uteri, uterus terputar balik, sehingga fundus uteri terdapat dalam
vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebut inversio inversio
uteri completa. Kalau hanya fundus menekukke dalam dan tidak keluar ostuim
uteri, disebut inversio uteri incomplete. Kalau uterus yang berputar balik itu keluar
dari vuva, disebut inversio prolaps. Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi
dapat menimbulkan shock yang berat. ( obstetri patologi,1984)
Pada inversio uteri, uterus terputar baik sehingga fundus uteri terdapat dalam
vagina dengan selaput lendirnya sebelah luar. Keadaan ini disebabkan inversio uteri

31
komplek. Jika hanya fundus menekuk ke dalam dan tidak keluar astium uteri,
disebut inversio uteri inkomplet. Jika uterus yang berputar balik itu keluar dari
vulva, disebut insersio prolaps. Inversio uteri jarang terjadi, tetapi jika terjadi, dapat
menimbulkan syok yang hebat.

Penyebab Inversio Uteri


1)      Tonus otot rahim yang lemah
2)      Tekanan atau tarikan pada fundus (tekanan intraabdominal, tekanan
dengan tangan, dan tarikan pada tali pusat)
3)      Kanalis servikalis yang longgar. Oleh karena itu, inversio uteri dapat terjadi saat
batuk, bersin atau mengejan,   juga karena perasat crede.

Gejala-gejala
1)      Syok
2)      Fundus uteri sama sekali tidak teraba tekukan pada fundus
3)      Kadang-kadang tampak sebuah tumor yang merah di luar vulva ialah fundus uteri
yang terbaik atau teraba tumor dalam vagina.
4)      Perdarahan.

Pragnosis
Makin lambat keadaan ini diketahui dan diobati makin buruk pragnosisnya. Tetapi
jika pasien dapat mengatasi 48 jam dengan inversio uteri, pragnosis akan baik.

Terapi
1)      Atasi syok dengan pemberian infus ringer taktat dan bila perlu transfusi darah
2)      Reposisi manual dalam anestesi umur sesudah syok teratasi (secara Johnson).
Jika plasenta belum lepas, baiknya plasenta jangan dilepaskan dulu sebelum uteri di
reposisi berhasil, diberi drip oksitosin dan dapat juga dilakukan kompresi bimanual.
Pemasangan tampon rahim dilakukan supaya tidak terjadi lagi insersio.
3)      Jika reposisi manual tidak berhasil, dilakukan reposisi operatif. Uterus dikatakan
inversi jika uterus terbalik selama pelahiran plasenta. Reposisi uterus harus
dilakukan segera. Semakin lama cincin konstriksi di sekitar uterus yang inversi
semakin kaku dan uterus lebih membengkak karena terisi darah.
-          Jika ibu mengalami nyeri hebat, berikan petidin 1mg/kg berat badan (tetapi
tidak lebih  dari 100mg) melalui IM atau IV secara perlahan atau berikan morfin
0,1mg/kg berat badan melalui IM.
-          Jika perdarahan berlanjut, kaji status pembekuan darah dengan menggunakan
uji pembekuan darah di sisi tempat tidur. Kegagalan darah untuk membeku setelah
tujuh menit atau terbentuk bekuan darah lunak yang mudah pecah menunjukan
koagulopati.
-          Berikan dosis tunggal antibiotik profilaksi setelah memperbaiki inversi uterus.
-          Ampisilin 2g melalui IV DITAMBAH metronidazol 500mg melalui IV

32
-           Atau sefazolin 1g melalui IV DITAMBAH metrinidazol 500mg melalui
IV. Jika terdapat tanda tanda infeksi (demam,rabas vagina berbau busuk), berikan
antibiotik sebagaimana untuk mengobati metritis. Jika dicurigai terjadi nekrosis,
lakukan histerektomi per vagina. Histerektomi per vagina dapat memerlukan
rujukan ke pusat perawatan tersier. (buku saku manajemen komplikasi kehamilan
dan persalinan, 2006)
2.2.4 Embolia Air Ketuban
Emboli air ketuban adalah masuknya cairan ketuban beserta komponennya ke
dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud komponen disini ialah unsur-unsur yang
terdapat di air ketuban, seperti lapisan kulit janin yang terlepas, rambut janin,
lapisan lemak janin, dan musin/cairan kental.Secara keseluruhan, insiden berkisar
antara 1 dalam 8000 sampai 1 dalam 80000 kehamilan. Di Amerika, emboli air
ketuban menempati 10 persen dari penyebab kematian ibu, sedangkan di Inggris,
persentasenya berkisar 16 persen. Sebagian besar penderita emboli air ketuban
yang selamat, menderita gangguan neurologis.Emboli air ketuban dapat terjadi saat
persalinan, baik normal maupun melalui operasi Caesar. Pada saat persalinan,
terdapat risiko untuk terjadinya emboli air ketuban karena banyak pembuluh darah
balik yang terbuka, yang memungkinkan air ketuban masuk ke dalam sirkulasi
darah dan menyumbat pembuluh darah balik.

Emboli cairan ketuban merupakan sindrom dimana setelah sejumlah cairan ketuban
memasuki sirkulasi darah maternal, tiba-tiba terjadi gangguan pernafasan yang akut
dan shock. Dua 25%  wanita yang menderita keadaan ini meninggal dalam waktu 1
jam. Emboli cairan ketuban jarang dijumpai. Kemungkinan banyak kasus tidak
terdiagnosis yang dibuat adalah shock obstetrik, perdarahan post partum atau
edema pulmoner akut. Cara masuknya cairan ketuban Dua tempat utama masuknya
cairan ketuban kedalam sirkulasi darah maternal adalalah vena endocervical ( yang
dapat terobek sekalipun pada persalinan normal ) dan daerah utero plasenta.Ruputra
uteri meningkat kemungkinan masuknya cairan ketuban. Abruption plasenta
merupakan peristiwa yang sering di jumpai, kejadian ini mendahului atau
bersamaan dengan episode emboli.

Menurut dr. Irsjad Bustaman, SpOG  Emboli air ketuban (EAK) adalah masuknya
cairan ketuban beserta komponennya ke dalam sirkulasi darah ibu. Yang dimaksud
komponen di sini ialah unsur-unsur yang terdapat di air ketuban  seperti lapisan
kulit janin yang terlepas, rambut janin, lapisan lemak janin, dan musin/cairan
kental. Emboli air ketuban atau EAK (Amniotic fluid embolism) merupakan kasus
yang sangat jarang terjadi. Kasusnya antara 1 : 8.000 sampai 1 : 80.000 kelahiran.
Bahkan hingga tahun 1950, hanya ada 17 kasus yang pernah dilaporkan. Sesudah
tahun 1950, jumlah kasus yang dilaporkan sedikit meningkat.

EAK umumnya terjadi pada kasus aborsi, terutama jika dilakukan setelah usia
kehamilan 12 minggu. Bisa juga saat amniosentesis (tindakan diagnostik dengan
cara mengambil sampel air ketuban melalui dinding perut). Ibu hamil yang
mengalami trauma / benturan berat juga berpeluang terancam EAK. Namun, kasus
EAK yang paling sering terjadi justru saat persalinan atau beberapa saat setelah ibu
melahirkan (postpartum). Baik persalinan normal atau sesar tidak ada yang dijamin

33
100% aman dari risiko EAK, karena pada saat proses persalinan, banyak vena-vena
yg terbuka, yang memungkinkan air ketuban masuk ke sirkulasi darah ibu. Emboli
air ketuban merupakan kasus yang berbahaya yang dapat membawa pada kematian.
Bagi yang selamat, dapat terjadi efek samping seperti gangguan saraf.

Etiologi
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan
penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki
sirkulasi maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan
menyebabkan :

1. Kegagalan perfusi secara masif


2. Bronchospasme
3. Renjatan
4. Multiparitas dan  Usia lebih dari 30 tahun
Shock yang dalam yang terjadi secara tiba – tiba tanpa diduga pada wanita yang
proses persalinanya sulit atau baru saja menyelesaikan persalinan yang sulit .
Khususnya kalau wanita itu multipara berusia lanjut dengan janin yang amat besar ,
mungkin sudah meningal dengan meconium dalam cairan ketuban, harus
menimbulkan kecurigaan, pada kemungkinan ini ( emboli cairan ketuban ) .

1. Janin besar intrauteri


Menyebabkan rupture uteri saat persalinan, sehingga cairan
ketubanpun dapat masuk melalui pembuluh darah.

2. Kematian janin intrauteri


Juga akan menyebabkan perdarahan didalam, sehingga
kemungkinan besar akan ketuban pecah dan memasuki pembuluh
darah ibu, dan akan menyubat aliran darah ibu, sehingga lama
kelamaan ibu akan mengalami gangguan pernapasan karena cairan
ketuban menyubat aliran ke paru, yang lama kelamaan akan
menyumbat aliran darah ke jantung, dengan ini bila tidak tangani
dengan segera dapat menyebabkan iskemik bahkan kematian
mendadak.

3. Menconium dalam cairan ketuban


4. Kontraksi uterus yang kuat
Kontraksi uterus yang sangat kuat dapat memungkinkan terjadinya
laserasi atau rupture uteri, hal ini juga menggambarkan pembukaan
vena, dengan pembukaan vena, maka cairan ketuban dengan mudah
masuk ke pembuluh darah ibu, yang nantinya akan menyumbat
aliran darah, yang mengakibatkan hipoksia, dispue dan akan terjadi
gangguan pola pernapasan pada ibu.

5. Insidensi yang tinggi kelahiran dengan operasi

34
Dengan prosedur operasi tidak jauh dari adanya pembukaan
pembuluh darah, dan hal ini dapat terjadi ketuban pecah dan masuk
ke pembuluh darah ibu.

2.4 Fisiologi
Ketuban (Amnion) manusia pertama kali dapat diidentifikasi pada sekitar hari ke-7 atau
ke-8 perkembangan mudigah. Pada awalnya sebuah vesikel kecil yaitu amnion,
berkembang menjadi sebuah kantung kecil yang menutupi permukaan dorsal mudigah.
Karena semakin membesar, amnion secara bertahap menekan mudigah yang sedang
tumbuh, yang mengalami prolaps ke dalam rongga amnion.

Cairan ketuban (amnion) pada keadaan normal berwarna putih agak keruh karena adanya
campuran partikel solid yang terkandung di dalamnya yang berasal dari lanugo, sel epitel,
dan material sebasea. Volume cairan amnion pada keadaan aterm adalah sekitar 800 ml,
atau antara 400 ml -1500 ml dalam keadaan normal. Pada kehamilan 10 minggu rata-rata
volume adalah 30 ml, dan kehamilan 20 minggu 300 ml, 30 minggu 600 ml. Pada
kehamilan 30 minggu, cairan amnion lebih mendominasi dibandingkan dengan janin
sendiri.

Cairan amnion diproduksi oleh janin maupun ibu, dan keduanya memiliki peran tersendiri
pada setiap usia kehamilan. Pada kehamilan awal, cairan amnion sebagian besar diproduksi
oleh sekresi epitel selaput amnion.

Dengan bertambahnya usia kehamilan, produksi cairan amnion didominasi oleh kulit janin
dengan cara difusi membran. Pada kehamilan 20 minggu, saat kulit janin mulai kehilangan
permeabilitas, ginjal janin mengambil alih peran tersebut dalam memproduksi cairan
amnion.

Pada kehamilan aterm, sekitar 500 ml per hari cairan amnion di sekresikan dari urin janin
dan 200 ml berasal dari cairan trakea. Pada penelitian dengan menggunakan radioisotop,
terjadi pertukaran sekitar 500 ml per jam antara plasma ibu dan cairan amnion.

Pada kondisi dimana terdapat gangguan pada ginjal janin, seperti agenesis ginjal, akan
menyebabkan oligohidramnion dan jika terdapat gangguan menelan pada janin, seperti
atresia esophagus, atau anensefali, akan menyebabkan polihidramnion

Etiologi
Patofisiologi belum jelas diketahui secara pasti. Diduga bahwa terjadi kerusakan
penghalang fisiologi antara ibu dan janin sehingga bolus cairan amnion memasuki sirkulasi
maternal yang selanjutnya masuk kedalam sirkulasi paru dan menyebabkan :

1. Kegagalan perfusi secara masif


2. Bronchospasme
3. Renjatan
4. Multiparitas dan  Usia lebih dari 30 tahun
Tanda gejala

35
Tanda dan gejala embolisme cairan amnion ( Fahy , 2001 ) antara lain :

1. Hipotensi ( syok ), terutama disebabkan reaksi anapilactis terhadap adanya bahan –


bahan air ketuban dalam darah terutama emboli meconium bersifat lethal.
2. Gawat janin ( bila janin belum dilahirkan )
3. Edema paru atau sindrom distress pernafasan dewasa.
4. Henti kardiopulmoner
5. Sianosis
6. Koagulopati
7. Dispnea / sesak nafas yang sekonyong – konyongnya
8. Kejang , kadang perdarahan akibat KID merupakan tanda awa
Penatalaksanaan
1. Penatalaksanaan primer bersifat suportif dan diberikan secara agresif.
2. Terapi krusnal , meliputi : resusitasi , ventilasi , bantuan sirkulasi , koreksi defek
yang      khusus ( atonia uteri , defek koagulasi )
3. Penggatian cairan intravena & darah diperlukan untuk mengkoreksi hipovolemia &
perdarahan .
4. Oksitosin yang di tambahkan ke infus intravena membantu penanganan atonia
uteri.
5. Morfin ( 10 mg ) dapat membantu mengurangi dispnea dan ancietas .
6. Heparin membantu dalam mencegah defibrinasi intravaskular dengan menghambat
proses perbekuan
7. Amniofilin ( 250 – 500 mg ) melalui IV mungkin berguna bila ada bronkospasme .
8. Isoproternol di berikan perlahan – lahan melalui Iv untuk menyokong tekanan
darah sistolik kira – kira 100 mmHg
9. Kortikosteroid secara IV mungkin bermanfaat .
10. 0ksigen selalu merupakan indikasi intubasi dan tekan akhir ekspirasi positif (PEEP)
mungkin diperlukan .
11. Untuk memperbaiki defek koagulasi dapat digunakan plasma beku segar dan sedian
trombosit.
12. Bila anak belum lahir, lakukan Sectio Caesar dengan catatan dilakukan setelah
keadaan umum ibu stabil
13. X ray torak memperlihatkan adanya edema paru dan bertambahnya ukuran atrium
kanan dan ventrikel kanan.
14. Laboratorium : asidosis metabolik ( penurunan PaO2 dan PaCO2)
2.2.5 Robekan Jalan Lahir
Perineum adalah jaringan antara vestibulum,vulva dan anus dengan panjang kira-kira 4
cm (maimunah, 2005). Sedangkan menurut kamus Dorland perineum adalah daerah antara
kedua belah paha, anatara vulva dan anus. Perineum terletak antara vulva dan anus
panjangnya rata-rata 4 cm (saifudin, 2007).
 Laserasi perineum adalah robekan yang terjadi pada perineum sewaktu persalianan
(Mochtar, 1998).  Laserasi jalan lahir adalah terjadinya perlukaan pada perineum, vagina,
serviks, kolpaporeksi sampai pada robekan rahim saat persalinan.
Klasifikasi laserasi jalan lahir:
a.       Derajat 1:  robekan ini hanya terjadi mukosa vagina, vulva bagian depan kulit perineum.
b.      Derajat 2:  robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan kulit perineum dan
otot perineum.

36
c.       Derajat 3:  robekan terjadi pada mukosa vagina, vulva bagian depan, kulit perineum,
otot-otot perineum dan sfingterani eksterna.
d.      Derajat 4:  robekan dapat terjadi pada seluruh perineum dan sfingterani yang meluas
sampai ke mukosa rectum (soepardiman, 2006).
3. Tanda- tanda dan gejala robekan jalan lahir
a.       Kulit perineum mulai melebar dan tegang
b.      Kulit perineum berwarna pucat dan mengkilat
c.       Ada perdarahan keluar dari lubang vulva, merupakan indikasi robekan mukosa
d.      Bila kulit perineum pada garis tengah mulai robek, diantara fourchete dan sfringterani
Ø  Gejala yang sering terjadi adalah:
a.       Pucat
b.      Lemah
c.       Pasien dalam keadaan menggigil (mocthar, 2005)

4. Penyebab robekan jalan lahir


a.       Kepala janin besar
b.      Presentasi defleksi (dahi,muka)
c.       Primipara
d.      Letak sungsang
e.       Pimpinan persalinan yang salah
f.       Pada obstetri dan embriotomi : Ekstrasi vakum, ekstrasi forcep dan embrotomi
(Mochtar,2005).
Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh factor ibu (paritas, jarak kelahiran dan
berat badan bayi), pimpinan persalinan tidak sebagaimana mestinya, riwayat persalinan,
ekstraksi cunam, ekstraksi vakum, trauma alat dan episiotomy (Wiknjosastro, 2000).

5. Faktor-faktor terjadinya laserasi jalan lahir


            Terjadinya ruptur perineum disebabkan oleh faktor ibu sendiri ( yang menyangkut
paritas, jarak kelahiran dan berat badan lahir),  riwayat persalinan yang mencakup ekstraksi
cunam, ekstraksi vakum dan episiotomi.  
a.       Paritas
Paritas adalah  jumlah anak yang dilahirkan oleh seorang ibu baik hidup maupun
mati. Paritas mempunyai pengaruh terhadap kejadian rupture perineum. Pada ibu dengan
paritas satu atau ibu primipara memiliki resiko lebih besar untuk mengalami robekan
perineum dibandingkan ibu dengan paritas lebih dari satu. Hal ini disebabkan karenajalan
lahir yang belum pernah dialaui oleh kepala bayi sehingga otot-otot perineum belum
merenggang (Wikrijosastro, 2002).

b. jarak kelahiran
jarak kelahiran adalah rentang waktu antara kelahiran anak sekarang dengan
kelahiran anak sebelumnya. Jarak kelahiran kurang dari dua tahun tergolong resiko tinggi
karena dapat menimbulkan komplikasi pada persalinan. Jarak kelahiran 2-3 tahun
merupakan jarak kelahiran yang lebih aman bagi ibu dan janin. Begitu juga dengan
keadaan jalan lahir yang mungkin pada persalinan terdahulu mengalami robekan perineum

37
derajat tiga atau empat, sehingga proses pemulihan belum sempurna dan robekan perineum
dapat terjadi ( Depkes, 2004).

c. Berat badan bayi


berat badan janin dapat mengakibatkan terjadinya rupture perineum yaitu pada berat badan
janin diatas 3500 gram, karena resiko trauma partus melaui vagina seperti distosia bahu
dan kerusakan jaringan lunak pada ibu.

d. riwayat persalinan
riwayat persalinan mencangkup episiotomi, ekstraksi cunam dan ekstraksi vacum yang
berpengaruh terhadap terjadinya ruptur perineum.
Tindakan yang dilakukan
a.       Memasang kateter ke dalam kandung kencing untuk mencegah trauma terhadap uretra
saat penjahitan robekan jalan lahir
b.      Memperbaiki robekan jalan lahir
c.       Jika perdarahan tidak berhenti, tekan luka dengan kasa secara kuat kira-kira selama
beberapa menit. Jika perdarahan masih berlangsung, tambahkan satu atau lebih jahitan
untuk menhentikan perdarahan
d.      Jika perdarahan sudah berhenti, dan ibu merasa nyaman dapat diberikan makanan dan
minuman pada ibu.
Penanganan Robekan Jalan Lahir
a.       Untuk mencegah luka yang robek dan pinggir luka yang tidak rata dan kurang bersih
pada beberapa keadaan dilakukan episiotomi
b.      Bila dijumpai robekan perineum dilakukan penjahitan luka dengan baik lapis demi lapis,
dengan memperhatikan jangan sampai  ada robekan yang terbuka ke arah vagina yang bisa
dapat di masuki oleh bekuan darah yang akan menyebakan luka lama sembuh
c.       Dengan memberikan antibiotik yang cukup (Mochtar, 2005).
2.2.6     Perdarahan Kala IV
Perdarahan post partum adalah perdarahan lebih 500-600 ml selama 24 jam setelah
anak lahir. Termasuk perdarahan karena retensio plasenta. Perdarahan post partum adalah
perdarahan dalam kala IV lebih 500-600 cc dalam 24 jam setelah anak dan plasenta
lahir.Pembagian perdarahan post partum :
1)      Perdarahan post partum primer (early postpartum hemorrhage) yang terjadi selama 24
jam setelah anak lahir.
2)      Perdarahan post partum sekunder (late postpartum hemorrhage) yang terjadi setelah 24
jam anak lahir. Biasanya hari ke 5-15 post partum.
Tiga hal yang harus diperhatikan dalam menolong persalinan dengan komplikasi
perdarahan post partum :
1)      Menghentikan perdarahan.
2)      Mencegah timbulnya syok.
3)      Mengganti darah yang hilang.
Frekuensi perdarahan post partum 4/5-15 % dari seluruh persalinan. Berdasarkan
penyebabnya :
1)      Atoni uteri (50-60%).
2)      Retensio plasenta (16-17%).

38
3)      Sisa plasenta (23-24%).
4)      Laserasi jalan lahir (4-5%).
5)      Kelainan darah (0,5-0,8%).
Etiologi perdarahan post partum :
1)      Atoni uteri.
2)      Sisa plasenta dan selaput ketuban.
3)      Jalan lahir : robekan perineum, vagina, serviks, forniks dan rahim.
4)      Penyakit darah
Kelainan pembekuan darah misalnya afibrinogenemia atau hipofibrinogenemia yang sering
dijumpai :
-          Perdarahan yang banyak.
-          Solusio plasenta.
-          Kematian janin yang lama dalam kandungan.
-          Pre eklampsia dan eklampsia.
-          Infeksi, hepatitis dan syok septik.

Faktor predisposisi terjadinya atonia uteri :


-          Umur
-          Paritas
-          Partus lama dan partus terlantar.
-          Obstetri operatif dan narkosa.
-          Uterus terlalu regang dan besar misalnyaa pada gemelli, hidramnion atau janin besar.
-          Kelainan pada uterus seperti mioma uterii, uterus couvelair pada solusio plasenta.
-          Faktor sosio ekonomi yaitu malnutrisi.

Cara membuat diagnosis perdarahan post partum :


1)      Palpasi uterus : bagaimana kontraksi uterus dan tinggi fundus uterus.
2)      Memeriksa plasenta dan ketuban : apakah lengkap atau tidak.
3)      Melakukan eksplorasi kavum uteri untuk mencari :
-          Sisa plasenta dan ketuban.
-          Robekan rahim.
-          Plasenta suksenturiata.
4)      Inspekulo : untuk melihat robekan pada serviks, vagina dan varises yang pecah.
5)      Pemeriksaan laboratorium : periksa darah, hemoglobin, clot observation test (COT), dan
lain-lain.
Perdarahan post partum adakalanya merupakan perdarahan yang hebat maupun
perdarahan perlahan-lahan tetapi terus-menerus. Keduanya dapat menyebabkan perdarahan
yang banyak dan dapat menjadi syok. Oleh karena itu penting sekali pada setiap ibu
bersalin dilakukan pengukuran kadar darah secara rutin; serta pengawasan tekanan darah,
nadi dan pernapasan ibu, kontraksi uterus dan perdarahan selama 1 jam.
Beberapa menit setelah janin lahir, biasanya mulai terjadi proses pelepasan plasenta
disertai sedikit perdarahan. Bila plasenta sudah lepas dan turun ke bagian bawah rahim
maka uterus akan berkontraksi untuk mengeluarkan plasenta (his pengeluaran plasenta).

39
Penanganan perdarahan post partum berupa mencegah perdarahan post partum,
mengobati perdarahan kala uri dan mengobati perdarahan post partum pada atoni uteri.
Cara mencegah perdarahan post partum yaitu memeriksa keadaan fisik, keadaan
umum, kadar hemoglobin, golongan darah dan bila mungkin tersedia donor darah. Sambil
mengawasi persalinan, dipersiapkan keperluan untuk infus dan obat-obatan penguat rahim
(uterotonika). Setelah ketuban pecah, kepala janin mulai membuka vulva, infus dipasang
dan sewaktu bayi lahir diberikan 1 ampul methergin atau kombinasi dengan 5 satuan
sintosinon (sintometrin intravena). Hasilnya biasanya memuaskan.

2.2.7    SYOK OBSTETRIK
Meskipun angka mortalitas maternal telah mengalami penurunan yang dramatis
dengan adanya perawatan rumah sakit untuk ibu dan tersedianya darah bagi keperluan
transfusi, kematian akibat perdarahan masih merupakan peristiwa yang menonjol diantara
mayoritas laporan tentang mortalitas maternal. Perdarahan obstetnk sangat cenderung
untuk menjadi peristiwa yang fatal bagi ibu bila tidak tersedia darah lengkap atau
komponen darah untuk transfusi dengan segera.
Syok dan saluran reproduksi maternal, termasuk kasus-kasus perdarahan yang
penyebabnya tidak jelas, juga berbahaya bagi keselamatan jiwa janin. Untuk kehamilan
yang dipersulit dengan perdarahan selama trimester ke-2 dan ke-3, angka persalinan
premature dan mortalitas perinatal paling tidak empat kali lipat lebih besar. Perdarahan
yang terjadi selama masa kehamilan sampai berakhirnya proses persalinan seningkali
menyebabkan syok hipovolemik bagi ibu, yaitu suatu keadaan kekurangan volume darah
yang beredar akibat perdarahan atau dehidrasi 
Perdarahan pada kehamilan muda disebut keguguran atau abortus, sedangkan pada
kehamilan tua disebut perdarahan antepartum. Batas teoritis antar kehamilan muda dan
kehamilan tua ialah kehamilan 22 minggu mengingat kemungkinan hidup janin diluar
uterus. Perdarahan post partum juga merupakan suatu perdarahan obstetrik yang sering
membahayakan nyawa itu dan seringkali menyebabkan syok bagi ibu 

1)      Perdarahan Pada Kehamilan Muda


-          Abortus adalah istilah yang diberikan untuk semua kehamilan yang berakhir sebelum
periode viabilitas janin, yaitu yang berakhir sebelum berat janin 500 gram atau perkiraan
lama kehamilan kurang dan 20 minggu dihitung dan hari pertama haid terakhir normal
yang dipakai.

40
-          Kehamilan Ektopik terganggu, yaitu kehamilan dimana sel telur yang dibuahi
berimplantasi dan tumbuh di luar endometrium kavum uterus, serta mengalami gangguan
berupa nyeri perut bagian bawah dan tenesmus, dapat disertai perdarahan pervaginam.
Yang menonjol penderita tampak kesakitan, pucat, dan pada perneriksaan ditemukan
tanda-tanda syok serta perdarahan dalam rongga perut.
-          Mola hidatidosa adalah suatu keadaan patologik dan konon yang ditandai dengan :
degenerasi kistik dan villi, disertai pembengkakan hidropik, avaskularitas atau tidak
adanya pembuluh darah janin; proliferasi jaringan trofoblastik. Perdarahan uterus abnormal
yang bervariasi dan spotting sampai perdarahan hebat merupakan gejala yang paling khas
dan kehamilan mola dan pertama kali terlihat antara minggu keenam dan kedelapan setelah
amenorhe.

2)      Perdarahan Pada Kehamilan Tua (Perdarahan Antepartum)


Perdarahan antepartum biasanya dibatasi pada perdarahan jalan-lahir setelah kehamilan
22 minggu. Perdarahan setelah kehamilan 22 minggu biasanya lebih banyak berbahaya
daripada kehamilan dibawah 22 rninggu oleh karena itu, memerlukan penanganan yang
berbeda. Perdarahan antepartum yang berbahaya umumnya bersumber pada kelainan
plasenta, sedangkan perdarahan yang tidak bersumber pada kelainan plasenta umpamanya
kelainan serviks biasanya tidak seberapa berbahaya. Pada setiap perdarahan antepartum
pertama - tama harus selalu dipikirkan bahwa hal itu bersumber pada kelainan plasenta.

41
Perdarahan antepartum yang bersumber pada kelainan plasenta, yang secara klinis
biasanya tidak terlampau sulit dalam menentukannya ialah plasenta previa, dan solusio
plasenta. Oleh karena itu, kiasifikasi perdarahan antepartum dibagi sebagai berikut:
1.      Placenta previa ialah plasenta yang letaknya abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus
sehingga dapat menutupi sebagian atau seluruh pembukaan jalan lahir.
Etiologi: Tidak diketahui, namun plasenta previa lebih sering dijumpai pada
multipara dan kalau plasentanya lebar serta tipis. Diperkirakan kalau terdapat defisiensi
endomitrium dan decidua pada segmen atas uterus, maka plasenta akan terus meluas dalam
upayanya untuk rnendapatkan suplai darah yang lebih memadai.

2.      Solutio Placenta
Keadaan ini yang juga dikenal sebagai pelepasan placenta sebelum waktunya atau
premature separation of placenta meliputi pelepasan placenta dan dinding rahim.
Etiologi: penyebab solutio tidak diketahui. Setiap perdarahan pada kehamilan lebih
dan 22 minggu yang lebih banyak dan perdarahan yang biasanya terjadi pada permulaan
persalinan biasa, harus dianggap sebagai perdarahan antepartum. Apa pun penyebabnya,
penderita harus dibawa ke rumah sakit yang merniliki fasilitas untuk transfusi darah dan
operasi. Jangan sekali - sekali melakukan pemeniksaan dalam di rurnah penderita atau di
tempat yang tidak mernungkinkan tindakan operatif segera karena pemeriksaan itu dapat
menambah banyaknya perdarahan. Pemasangan tampon dalam vagina tidak berguna sama
sekali untuk menghentikan perdarahan, malahan akan menambah perdarahan karena
sentuhan pada serviks pada waktu pemasangannya.
Selagi penderita belum jatuh ke dalam syok, invus cairan intravena harus segera
dipasang, dan dipertahankan terus sampai tiba di rumah sakit. Memasang jarum infuse ke
dalam pembuluh darah sebelum terjadi syok akan jauh lebih memudahkan transfusi darah,
apabila sewaktu-waktu diperlukan.
Segera setelah tiba di rumah sakit, usaha pengadaan darah harus segera dilakukan,
walaupun perdarahannya tidak seberapa banyak. Pengambilan contoh darah penderita
untuk pemeriksaan golongan darahnya, dan pemeriksaan kecocokan dengan darah
donornya harus segera dilakukan. Dalam keadaan darurat pemeriksaan seperti itu mungkin
terpaksa ditunda, tidak sempat dilakukan sehingga terpaksa langsung mentransfusikan
darah yang golongannya sama dengan golongan darah penderita, atau mentransfusikan
darah golongan 0 reshus positif, dengan penuh kesadaran akan segala bahayanya.
Pertolongan selanjutnya di rumah sakit tergantung dari paritas, tuanya kehamilan,
banyaknya perdarahan, keadaan ibu, keadaan janin, sudah atau belum mulainya persalinan,
dan diagnosis yang ditegakkan”

3.      Perdarahan Post Partum


Perdarahan postpartum adalah perdarahan 500 cc atau lebih setelah kala III selesai (
setelah plasenta lahir ). Pengukuran darah yang keluar sukar untuk dilakukan secara tepat.
Perdarahan postpartum dibagi dalam:

42
a)      Perdarahan postpartum dini bila perdarahan terjadi dalam 24 jam pertama.
b)      Perdarahan postpartum lambat bila perdarahan terjadi setelah 24 jam pertama.

Diagnosis
a)      Untuk membuat diagnosis perdarahan. postpartum perlu diperhatikan ada perdarahan
yang menimbulkan hipotensi dan anemia. Apabila hal ini dibiarkan berlangsung terus,
pasien akan jatuh dalam keadaan syok. Perdarahan postpartum tidak hanya terjadi pada
mereka yang mempunyai predisposisi, tapi pada setiap persalinan kemungkinan untuk
terjadinya perdarahan postpartum selalu ada.
b)      Perdarahan yang terjadi di sini dapat deras atau merembes saja. Perdarahan yang deras
biasanya akan segera menarik perhatian, sehingga cepat ditangani, sedangkan perdarahan
yang merembes karena kurang nampak seringkali tidak mendapat perhatian yang
seharusnya. Perdarahan yang bersifat merembes ini bila berlangsung lama akan
menyebabkan kehilangan darah yang banyak. Untuk menentukan jumlah perdarahan, maka
darah yang keluar setelah janin lahir harus ditampung dan dicatat.
c)      Kadang-kadang perdarahan terjadi tidak keluar dan vagina, tapi menumpuk di vagina dan
didalam uterus. Keadaan ini biasanya diketahui karena adanya kenaikan dan tingginya
fundus uteri setelah janin keluar.
d)     Untuk menentukan etiologi dari perdarahan postpartum diperlukan pemeniksaan yang
lengkap yang meliputi pemeriksaan darah umum, pemeniksaan abdomen dan pemeriksaan
dalam.
e)      Pada atonia uteri terjadi kegagalan kontraksi uterus, sehingga pada palpasi abdomen
uterus didapatkan membesar dan lembek. Sedangkan pada laserasi jalan lahir uterus
berkontraksi dengan baik, sehingga pada palpasi teraba uterus yang keras. Dengan
pemeriksaan dalam dilakukan eksplorasi vagina, uterus dan pemeriksaan inspekulo.
Dengan cara mi dapat ditentukan adanya robekan dari serviks, vagina, dan adanya sisa-sisa
plasenta
Cara yang terbaik untuk mencegah terjadinya perdarahan postpartum adalah memimpin
kala 11 dan kala III persalinan secara lege artis. Apabila persalinan diawasi oleh seorang
dokter spesialis obstetrik - ginekologi ada yang menganjurkan untuk memberikan suntikan
+ ergometrin secara intravena setelah anak lahir, dengan tujuan untuk mengurangi jumlah
perdarahan yang terjadi.
Tindakan pada perdarahan postpartum mempunyai dua tujuan, yaitu:
a)      Mengganti darah yang hilang. 
b)      Menghentikan perdarahan. Pada umumnya kedua tindakan dilakukan secara bersama-
sama, tetapi apabila keadaan tidak mengijinkan maka penggantian darah yang hilang yang
diutamakan

3.1 Konsep Nifas


Masa nifas (puerperium) adalah masa yang dimulai setelah kelahiran plasenta dan
berakhir ketika alat-alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil. Asuhan

43
masa nifas diperlukan karena masa ini merupakan masa kritis bagi ibu maupun
bayinya. Penyulit yang sering terjadi pada ibu nifas yaitu perdarahan, infeksi dan
depresi masa nifas (Prawirohardjo, 2012). Maka disini saya akan membahas macam-
macam kegawat daruratan pada masa nifas yang membahayakan bagi ibu dan bayi.
3.1.1 Infeksi Nifas
Infeksi nifas adalah semua peradangan yang disebabkan oleh kuman yang
masuk ke dalam organ genital pada saat persalinan dan masa nifas.
Infeksi nifas adalah infeksi bakteri pada traktus genitalia yang terjadi
setelah melahirkan, ditandai dengan kenaikan suhu sampai 38 derajat
Celsius atau lebih selama 2 hari dalam 10 hari pertama pasca persalinan,
dengan mengecualikan 24 jam pertama (Joint Committee on Maternal
Welfare, AS).
Penyebab Infeksi Nifas
Infeksi nifas dapat disebabkan oleh masuknya kuman ke dalam organ
kandungan maupun kuman dari luar yang sering menyebabkan infeksi.
Berdasarkan masuknya kuman ke dalam organ kandungan terbagi menjadi:

1. Ektogen (kuman datang dari luar)


2. Autogen (kuman dari tempat lain)
3. Endogen (kuman dari jalan lahir sendiri)
Selain itu, infeksi nifas dapat disebabkan oleh:

1. Streptococcus Haemolyticus Aerobic


2. Staphylococcus Aerus
3. Escheria Coli
4. Clostridium Welchii
Streptococcus Haemolyticus Aerobic
Streptococcus Haemolyticus Aerobic merupakan penyebab infeksi yang
paling berat. Infeksi ini bersifat eksogen (misal dari penderita lain, alat yang
tidak steril, tangan penolong, infeksi tenggorokan orang lain).

Staphylococcus Aerus
Cara masuk Staphylococcus Aerus secara eksogen, merupakan penyebab
infeksi sedang. Sering ditemukan di rumah sakit dan dalam tenggorokan
orang-orang yang nampak sehat.

Escheria Coli
Escheria Coli berasal dari kandung kemih atau rektum. Escheria Coli dapat
menyebabkan infeksi terbatas pada perineum, vulva dan endometrium.
Kuman ini merupakan penyebab dari infeksi traktus urinarius.

44
Clostridium Welchii
Clostridium Welchii bersifat anaerob dan jarang ditemukan akan tetapi
sangat berbahaya. Infeksi ini lebih sering terjadi pada abortus kriminalis
dan persalinan ditolong dukun.

Patofisiologi Infeksi Nifas

Tempat yang baik sebagai tempat tumbuhnya kuman adalah di daerah bekas
insersio (pelekatan) plasenta. Insersio plasenta merupakan sebuah luka
dengan diameter 4 cm, permukaan tidak rata, berbenjol-benjol karena
banyaknya vena yang ditutupi oleh trombus. Selain itu, kuman dapat masuk
melalui servik, vulva, vagina dan perineum.

Cara Terjadi Infeksi

Infeksi nifas dapat terjadi karena:

1. Manipulasi penolong yang tidak steril atau pemeriksaan dalam


berulang-ulang.
2. Alat-alat tidak steril/ suci hama.
3. Infeksi droplet, sarung tangan dan alat-alat yang terkontaminasi.
4. Infeksi nosokomial rumah sakit.
5. Infeksi intrapartum.
6. Hubungan seksual akhir kehamilan yang menyebabkan ketuban pecah
dini.

Faktor Predisposisi Infeksi Nifas

Faktor predisposisi infeksi nifas antara lain:


1. Semua keadaan yang dapat menurunkan daya tahan tubuh, seperti
perdarahan banyak, pre eklampsia, malnutrisi, anemia, infeksi lain
(pneumonia, penyakit jantung, dsb).
2. Persalinan dengan masalah seperti partus/persalinan lama
dengan ketuban pecah dini, korioamnionitis, persalinan traumatik,
proses pencegahan infeksi yang kurang baik dan manipulasi yang
berlebihan.
3. Tindakan obstetrik operatif baik per vaginam maupun per abdominal.
4. Tertinggalnya sisa plasenta, selaput ketuban dan bekuan darah dalam
rongga rahim.
5. Episiotomi atau laserasi jalan lahir.

Tanda dan Gejala Infeksi Nifas


Tanda dan gejala yang timbul pada infeksi nifas antara lain demam,
sakit di daerah infeksi, warna kemerahan, fungsi organ terganggu.
Gambaran klinis infeksi nifas adalah sebagai berikut:
1. Infeksi lokal
2. Infeksi umum

45
Infeksi local
Warna kulit berubah, timbul nanah, bengkak pada
luka, lokia bercampur nanah, mobilitas terbatas, suhu badan
meningkat.
Infeksi umum
Sakit dan lemah, suhu badan meningkat, tekanan darah menurun,
nadi meningkat, pernafasan meningkat dan sesak, kesadaran gelisah
sampai menurun bahkan koma, gangguan involusi
uteri, lokia berbau, bernanah dan kotor.

Klasifikasi Infeksi Nifas


Penyebaran infeksi nifas terbagi menjadi 2 golongan yaitu:
1. Infeksi terbatas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan
endometrium.
2. Infeksi yang penyebarannya melalui vena-vena (pembuluh
darah).
3. Infeksi yang penyebarannya melalui limfe.
4. Infeksi yang penyebarannya melalui permukaan endometrium.

Infeksi pada perineum, vulva, vagina, serviks dan endometrium


Penyebaran infeksi nifas pada perineum, vulva, vagina, serviks dan
endometrium meliputi:
1. Vulvitis
2. Vaginitis
3. Servisitis
4. Endometritis

Vulvitis
Vulvitis adalah infeksi pada vulva. Vulvitis pada ibu pasca
melahirkan terjadi di bekas sayatan episiotomi atau
luka perineum. Tepi luka berwarna merah dan bengkak, jahitan
mudah lepas, luka yang terbuka menjadi ulkus dan
mengeluarkan nanah.
Vaginitis
Vaginitis merupakan infeksi pada daerah vagina. Vaginitis pada
ibu pasca melahirkan terjadi secara langsung pada
luka vagina atau luka perineum. Permukaan mukosa bengkak
dan kemerahan, terjadi ulkus dan getah mengandung nanah dari
daerah ulkus.

Servisitis
Infeksi yang sering terjadi pada daerah servik, tapi tidak
menimbulkan banyak gejala. Luka serviks yang dalam dan
meluas dan langsung ke dasar ligamentum latum dapat
menyebabkan infeksi yang menjalar ke parametrium.
Endometritis
Endometritis paling sering terjadi. Biasanya demam mulai 48
jam postpartum dan bersifat naik turun. Kuman–kuman

46
memasuki endometrium (biasanya pada luka insersio plasenta)
dalam waktu singkat dan menyebar ke seluruh endometrium.
Pada infeksi setempat, radang terbatas pada endometrium.
Jaringan desidua bersama bekuan darah menjadi nekrosis dan
mengeluarkan getah berbau yang terdiri atas keping-keping
nekrotis dan cairan. Pada infeksi yang lebih berat batas
endometrium dapat dilampaui dan terjadilah penjalaran.

Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah


Infeksi nifas yang penyebarannya melalui pembuluh darah
adalah Septikemia, Piemia dan Tromboflebitis pelvica. Infeksi
ini merupakan infeksi umum yang disebabkan oleh kuman
patogen Streptococcus Hemolitikus Golongan A. Infeksi ini
sangat berbahaya dan merupakan 50% dari semua kematian
karena infeksi nifas.
Septikemia
Septikemia adalah keadaan dimana kuman-kuman atau
toksinnya langsung masuk ke dalam peredaran darah dan
menyebabkan infeksi.
Gejala klinik septikemia lebih akut antara lain: kelihatan sudah
sakit dan lemah sejak awal; keadaan umum jelek, menggigil,
nadi cepat 140 – 160 x per menit atau lebih; suhu meningkat
antara 39-40 derajat Celcius; tekanan darah turun, keadaan
umum memburuk; sesak nafas, kesadaran turun, gelisah.
Piemia
Piemia dimulai dengan tromflebitis vena-vena pada daerah
perlukaan lalu lepas menjadi embolus-embolus kecil yang
dibawa ke peredaran darah, kemudian terjadi infeksi dan abses
pada organ organ yang diserangnya
klinik piemia antara lain: rasa sakit pada daerah tromboflebitis,
setelah ada penyebaran trombus terjadi gejala umum diatas;
hasil laboratorium menunjukkan leukositosis; lokia berbau,
bernanah, involusi jelek.
Tromboflebitis
Radang pada vena terdiri dari tromboflebitis pelvis dan
tromboflebitis femoralis. Tromboflebitis pelvis yang sering
meradang adalah pada vena ovarika, terjadi karena mengalirkan
darah dan luka bekas plasenta di daerah fundus uteri.
Sedangkan tromboflebitis femoralis dapat menjadi
tromboflebitis vena safena magna atau peradangan vena
femoralis sendiri, penjalaran tromboflebitis vena uterin, dan
akibat parametritis. Tromboflebitis vena femoralis disebabkan
aliran darah lambat pada lipat paha karena tertekan ligamentum
inguinale dan kadar fibrinogen meningkat pada masa nifas.

Infeksi nifas yang penyebaran melalui jalan limfe


Infeksi nifas yang penyebarannya melalui jalan limfe antara lain
peritonitis dan parametritis (Sellulitis Pelvika).
Peritonitis

47
Peritonitis menyerang pada daerah pelvis (pelvio peritonitis).
Gejala klinik antara lain: demam, nyeri perut bawah, keadaan
umum baik. Sedangkan peritonitis umum gejalanya: suhu
meningkat, nadi cepat dan kecil, perut kembung dan nyeri,
terdapat abses pada cavum douglas, defense musculair, fasies
hypocratica. Peritonitis umum dapat menyebabkan kematian
33% dari seluruh kamatian karena infeksi.
Parametritis (sellulitis pelvika)
Gejala klinik parametritis adalah: nyeri saaat dilakukan
periksa dalam, demam tinggi menetap, nadi cepat, perut nyeri,
sebelah/kedua belah bagian bawah terjadi pembentukkan
infiltrat yang dapat teraba selama periksa dalam. Infiltrat
terkadang menjadi abses.
Infeksi nifas yang penyebaran melalui permukaan
endometrium
Infeksi nifas yang penyebaran melalui permukaan endometrium
adalah salfingitis dan ooforitis. Gejala salfingitis dan ooforitis
hampir sama dengan pelvio peritonitis.
Pencegahan Infeksi Nifas
Infeksi nifas dapat timbul selama kehamilan, persalinan dan
masa nifas, sehingga pencegahannya berbeda.
Selama kehamilan
Pencegahan infeksi selama kehamilan, antara lain:
1. Perbaikan gizi.
2. Hubungan seksual pada umur kehamilan tua sebaiknya
tidak dilakukan.

Selama persalinan
Pencegahan infeksi selama persalinan adalah sebagai berikut:
1. Membatasi masuknya kuman-kuman ke dalam jalan lahir.
2. Membatasi perlukaan jalan lahir.
3. Mencegah perdarahan banyak.
4. Menghindari persalinan lama.
5. Menjaga sterilitas ruang bersalin dan alat yang digunakan.

Selama nifas
Pencegahan infeksi selama nifas antara lain:
1. Perawatan luka post partum dengan teknik aseptik.
2. Semua alat dan kain yang berhubungan dengan daerah
genital harus suci hama.
3. Penderita dengan infeksi nifas sebaiknya diisolasi dalam
ruangan khusus, tidak bercampur dengan ibu nifas yang
sehat.
4. Membatasi tamu yang berkunjung.
5. Mobilisasi dini.

Pengobatan Infeksi Nifas


Pengobatan infeksi pada masa nifas antara lain:

48
1. Sebaiknya segera dilakukan kultur dari sekret vagina dan
servik, luka operasi dan darah, serta uji kepekaan untuk
mendapatkan antibiotika yang tepat.
2. Memberikan dosis yang cukup dan adekuat.
3. Memberi antibiotika spektrum luas sambil menunggu hasil
laboratorium.
4. Pengobatan mempertinggi daya tahan tubuh seperti infus,
transfusi darah, makanan yang mengandung zat-zat yang
diperlukan tubuh, serta perawatan lainnya sesuai komplikasi
yang dijumpai.

Pengobatan Kemoterapi dan Antibiotika Infeksi Nifas


Infeksi nifas dapat diobati dengan cara sebagai berikut:
1. Pemberian Sulfonamid – Trisulfa merupakan kombinasi
dari sulfadizin 185 gr, sulfamerazin 130 gr, dan sulfatiozol
185 gr. Dosis 2 gr diikuti 1 gr 4-6 jam kemudian peroral.
2. Pemberian Penisilin – Penisilin-prokain 1,2 sampai 2,4 juta
satuan IM, penisilin G 500.000 satuan setiap 6 jam atau
metsilin 1 gr setiap 6 jam IM ditambah ampisilin kapsul
4×250 gr peroral.
3. Tetrasiklin, eritromisin dan kloramfenikol.
4. Hindari pemberian politerapi antibiotika berlebihan.
5. Lakukan evaluasi penyakit dan pemeriksaan laboratorium

3.1.2 Pengertian Perdarahan

Perdarahan ialah keluarnya darah dari salurannya yang normal (arteri, vena atau
kapiler) ke dalam ruangan ekstravaskulus oleh karena hilangnya kontinuitas pembuluh
darah. Sedangkan perdarahan dapat berhenti melalui 3 mekanisme, yaitu :
1.         Kontraksi pembuluh darah
2.         Pembentukan gumpalan trombosit (platelet plug)
3.         Pembentukan trombin dan fibrin yang memperkuat gumpalan trombosit tersebut.
Umumnya peranan ketiga mekanisme tersebut bergantung kepada besarnya kerusakan
pembuluh darah yang terkena. Perdarahan akibat luka kecil pada pembuluh darah yang
kecil dapat diatasi oleh kontraksi arteriola atau venula dan pembentukan gumpalan
trombosit, tetapi perdarahan yang diakibatkan oleh luka yang mengenai pembuluh darah
besar tidak cukup diatasi oleh kontraksi pembuluh darah dan gumpalan trombosit. Dalam
hal ini pembentukan trombin dan akhirnya fibrin penting untuk memperkuat gumpalan
trombosit tadi. Disamping untuk menjaga agar darah tetap didalam salurannya diperlukan
pembuluh darah yang berkualitas baik. Bila terdapat gangguan atau kelainan pada salah
satu atau lebih dari ketiga mekanisme tersebut, terjadilah perdarahan yang abnormal yang
sering kali tidak dapat berhenti sendiri.
Penatalaksanaan
Pada perdarahan akut dapat diberikan carian intravena atau transfusi darah atas
indikasi yang tepat. Karena dapat terjadi renjatan dan gawat janin, mungkin diperlukan
perawatan intensif; pemberian preparat besi biasanya ditangguhkan. Jenis perdarahan

49
menahun umumnya tidak memerlukan transfusi darah; dalam kasus ini senyawa besi dapat
langsung diberikan.
Penanganan bayi kembar dengan sindrom transfusi feto-fetal memerlukan tindakan
cepat dan tepat, serupa dengan tindakan gawat darurat. Bayi kembar donor yang mungkin
dalam keadaan gawat memerlukan parawatan intensif yang umum, seperti pembebasan
jalan nafas, pemberian oksigen, pemberian cairan intravena atau darah, pengelolaan
keseimbangan asam-basa dan parameter hematologik lainnya. Bila terdapat gejala payah
jantung, dapat diberikan digitalisasi dengan pemberian digoksin 0,03-0,05 mg/kg.BB/hari
secara parenteral, yang mungkin perlu disertai degnan pemberian furosemid 0,5-1,0
mg/kg.BB/kali secara intramuskular, dan dapat diulang setelah 2 jam.
Penatalaksanaan perdarahan subaraknoid umumnya bersifat simptomatik, misalnya
pengobatan terhadap kejang atau gangguan nafas. Selanjutnya perlu dilakukan observasi
terhadap kadar darah tepi dan sistem kardiovaskular serta kemungkinan terjadinya
hiperbilirubinemia. Selain itu perlu diawasi terhadap kemungkinan terjadinya komplikasi
hidrosefalus. 
Trauma/cedera, adanya robekan jalan lahir karena bayi terlalu besar, atau
karena penggunaan obat pacu persalinan yang tidak sesuai dengan aturan
dapat menyebabkan kontraksi terlalu kuat dan robeknya jalan lahir.
Jaringan, sisa jaringan plasenta yang masih menempel pada uterus dapat
menyebabkan sumber perdarahan dari jalan lahir.
Faktor pembekuan darah, perdarahan yang banyak dapat menyebabkan
hilangnya faktor-faktor yang dibutuhkan darah untuk membantu penutupan
luka. Selain itu, pengidap kelainan hemofilia, yaitu ketika darah sukar
membeku menyebabkan kelainan perdarahan pasca melahirkan.

Gejala Perdarahan Postpartum


Gejala yang timbul berupa perdarahan dari jalan lahir yang keluar segera
setelah persalinan. Di dalam darah yang keluar biasanya mengandung
darah, beberapa bagian dari jaringan otot uterus, mukus atau lendir, dan sel
darah putih.
Pada keadaan yang normal darah yang keluar segera setelah melahirkan
kurang dari 500cc. Namun, pada keadaan ketika perdarahan postpartum
merupakan sebuah kelainan, darah yang muncul lebih dari 500cc. Keadaan
tersebut disertai gejala lain:
1. Darah berwarna merah segar.
2. Nyeri pada perut bawah.
3. Demam.
4. Pernapasan cepat.
5. Keringat dingin.
6. Penurunan kesadaran, mengantuk atau pingsan.

Faktor Risiko Perdarahan Postpartum


Beberapa faktor risiko yang meningkatkan kejadian perdarahan postpartum,
yaitu:
 Persalinan lama.
 Bayi dalam janin lebih dari satu.

50
 Episiotomi (tindakan membuka jalan lahir dengan memberikan
potongan di sekitar jalan lahir).
 Bayi besar lebih dari 4000 gr.
 Riwayat perdarahan sebelumnya.
 Anemia saat hamil.
 Usia kehamilan terlalu tua (lebih dari 38 tahun).
 

Penyebab Perdarahan
Penyebab perdarahan postpartum secara umum dibagi menjadi empat
penyebab, yaitu:
 Tonus/kekuatan otot, keadaan ketika uterus tidak dapat berkontraksi atau
disebut atonia uteri, menyebabkan darah yang keluar dari uterus tidak dapat
berhenti secara alamiah. Hal ini menyebabkan darah yang keluar semakin
banyak dan harus mendapatkan pertolongan.
 Trauma/cedera, adanya robekan jalan lahir karena bayi terlalu besar, atau
karena penggunaan obat pacu persalinan yang tidak sesuai dengan aturan dapat
menyebabkan kontraksi terlalu kuat dan robeknya jalan lahir.
 Jaringan, sisa jaringan plasenta yang masih menempel pada uterus dapat
menyebabkan sumber perdarahan dari jalan lahir.
 Faktor pembekuan darah, perdarahan yang banyak dapat menyebabkan
hilangnya faktor-faktor yang dibutuhkan darah untuk membantu penutupan
luka. Selain itu, pengidap kelainan hemofilia, yaitu ketika darah sukar
membeku menyebabkan kelainan perdarahan pasca melahirkan.

Gejala Perdarahan
Gejala yang timbul berupa perdarahan dari jalan lahir yang keluar segera
setelah persalinan. Di dalam darah yang keluar biasanya mengandung
darah, beberapa bagian dari jaringan otot uterus, mukus atau lendir, dan sel
darah putih.
Pada keadaan yang normal darah yang keluar segera setelah melahirkan
kurang dari 500cc. Namun, pada keadaan ketika perdarahan postpartum
merupakan sebuah kelainan, darah yang muncul lebih dari 500cc. Keadaan
tersebut disertai gejala lain: 
 Darah berwarna merah segar.
 Nyeri pada perut bawah.
 Demam.
 Pernapasan cepat
 Keringat dingin.
 Penurunan kesadaran, mengantuk atau pingsan.
 
Pengobatan Perdarahan
Pada keadaan akut, yaitu ketika kehilangan darah sangat banyak, tindakan
pertama yang dapat dilakukan adalah dengan memberikan cairan pengganti

51
melalui infus. Tindakan memperbaiki keadaan umum pengidap merupakan
prioritas utama pengobatan. Selanjutnya, pengobatan dilakukan dengan
memperbaiki penyebab dari perdarahan postpartum, seperti:
 Pemberian obat-obatan untuk memperkuat kontraksi uterus, seperti
oksitosin.
 Melakukan tindakan kuret apabila terdapat sisa jaringan plasenta yang
tertinggal di dalam uterus.
 Pemberian transfusi darah dan komponen darah apabila terdapat
perdarahan masif pada pengidap.

3.1.3 Gangguan Psikologis Masa Nifas


Secara psikologi, setelah melahirkan seorang ibu akan merasakan gejala-
gejala psikiatrik. Wanita banyak mengalami perubahan emosi selama masa
nifas sementara ia menyesuaikan diri menjadi seorang ibu. Penting sekali
sebagai bidan untuk mengetahui tentang penyesuaian psikologis yang
normal sehingga ia dapat menilai apakan seorang ibu memerlukan asuhan
khusus dalam masa nifas ini. (Ambarwati, 2010 : 87). Gangguan psikologi
masa nifas meliputi :
a. Postpartum Blues Postpartum blues dapat terjadi begitu
selesai proses kelahiran dan biasanya akan hilang setelah
beberapa hari sampai seminggu setelah melahirkan.
Seseorang yang baru melahirkan dapat terkena perubahan
mood secara tiba-tiba/ tak terduga, merasa sedih, menangis
tak henti tanpa sebab, kehilangan nafsu makan, tak tenang,
gundah dan kesepian. (Sujiyatini dkk, 2010 : 192) Tidak ada
perawatan khusus untuk postpartum blues jika tidak ada
gejala yang signifikan. Empati dan dukungan keluarga serta
staf kesehatan diperlukan. Jika gejala tetap ada lebih dari dua
minggu diperlukan bantuan professional. (Bahiyatun, 2009 :
65) 15 Namun apabila postpartum blues ini tidak kunjung
reda, keadaan ini dapat berkembang menjadi depresi pasca
melahirkan atau postpartum depression, itulah kenapa akan
membantu bila kita tidak menganggapnya sebagai kejadian
yang tidak penting. Bentuk paling hebat dari depresi
postpartum yang tidak tetangani dengan baik akan
mengakibatkan postpartum psikosis (Marshall : 2004 :25-26)
b. Postpartum depression Sekitar 10% wanita setelah
melahirkan mengalami post natal depression atau postpartum
depression. Gejala dari postpartum depresi ini yaitu merasa
letih, mudah putus asa, depresi, serangan panik, tidak tertarik
untuk melakukan hubungan seksual, sulit tidur walaupun
sangat lelah, tegang, pikiran obsesif dan tidak terkontrol,
mempunyai rasa bersalah yang berlebihan terhadap sesuatu.
(Jhaquin, 2010 : 39) Penyebab kelainan ini juga belum
diketahui secara pasti, tetaapi seorang wanita akan lebih

52
mungkin mengalami depresi postpartum jika secara social
dan emosional ia terisolasi atau mengalami peristiwa
kehidupan yang penuh dengan setres terhadap kondisi
jiwanya , terutama selama masa-masa kehamilan dan
menjelang persalinan. (Hendrik, 2006 : 144) Postpartum
depression ini dapat terjadi kapanpun di dalam jangka waktu
satu tahun setelah melahirkan. Postpartumdepression ini
memerlukan perawatan dokter melalui konsultasi, group
support dan pengobatan. (Sujiyatini, 2010 : 193)
c. Postpartum psikosis Gangguan jiwa yang serius, yang
timbul karena penyebab organik atau fungsional/ emosional
dan menunjukan gangguan kemampuan berpikir , bereaksi
secara emosional meningkat , berkomunikasi, menafsirkan
kenyataan dan bertindak sesuai dengan kenyataan. Psikosis
merupakan gangguan kepribadian yang menyebabkan
ketidakmampuan menilai realita dengan fantasi dirinya.
(Rukiyah, 2010 :383) Postpsrtum psikosis merupakan
keadaan dimana wanita mengalami tekanan jiwa yang sangat
hebat yang bias menetap sampai setahun. Gangguan
kejiwaan ini juga bias selalu kambuh setiap pasca
melahirkan. (W. Benedicta, 2010 : 104) Postpartum psikosis
merupakan gangguan mental berat pasca melahirkan yang
memiliki gejala-gejala yang mirip dengan postpstum
depression ditambah penderita sering berkhayal,
berhalusinasi dan bingung hingga muncul pikiran ingin
melukai bayinya dan dirinya sendiri, tanpa menyadari bahwa
pikiran-pikiran itu tidak masuk akal. Jadi resiko untuk bunuh
diri atau membunuh bayinya lebih besar dari pada
postpartum depression. (H. Budhyastuti, 2011 : 322)
Cara Mengatasi Gangguan Psikologi atau gangguan mental
pasca persalinan seringkali terabaikan dan tidak ditangani
dengan baik. Banyak ibu yang berjuang sendiri dalam
beberapa saat setelah melahirkan. Mereka merasakan ada
sesuatu hal yang salah namun mereka sendiri tidak benar-
benar mengetahui apa yang sedang terjadi. Penanganan
gangguan mental pasca persalinan pada prinsipnya tidak
berbeda dengan penanganan gangguan mental pada pada
momen-momen lainnya. Para ibu yang mengalami
membutuhkan dukungan psikologis seperti juga kebutuhan
fisisk lainnya yang harus juga dipenuhi. (Rukiyah, 2010 :
378).
Cara untuk mengatasinya antara lain :
1. Komunikasi segala permasalahan atau hal
lain yang ingin diungkapkan.
2. Bicarakan rasa cemas yang dialami.

53
3. Bersikap tulus ikhlas dalam menerima
aktivitas dan peran baru setelah melahirkan.
23
4. Bersikap fleksibel dan tidak terlalu
perfeksionis dalam mengurus bayi atau
rumah tangga.
5. Belajar tenang dengan menarik nafas dan
meditasi.
6. Kebutuhan istirahat harus cukup, tidurlah
ketika bayitidur.
7. Berolahraga ringan.
8. Bergabung dengan kelompok ibu-ibu baru.
9. Dukungan tenaga kesehatan.
10. Dukungan suami, keluarga, teman, teman
sesama ibu.
11. Konsultasikan pada dokter atau orang yang
professional, agar dapat meminimalisir
faktor resiko lainnya dan membantu
melakukan pengawasan. (Suherni, dkk.
2009 : 95)

BAB III
PENUTUP

54
3.1 Kesimpulan
Persalinan adalah bagian yang membahagiaan bagi manusia namun terkadang persalinan
juga merupakan bagian dari kehidupan manusia yang mencemaskan manusia. Persalinan dapat
mencemaskan kehidupan manusia jika terjadi penyulit atau komplikasi saat bersalin sehingga
perlu dilakukan pencegahan oleh masyarakat untuk mengendalikan kondisi kesehatan masyarakat
agar lebih baik. Sehingga kerjasama seluruh institusi harus saling terjalin agar kondisi kesehatan
masyarakat yang baik dapat terlaksana.

DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo,Sarwono.2010.Ilmu Kebidanan.PT.Jakarta: PT Bina Pustaka Sarwono


Prawihardjo

55
Prof. Dr. Rustam Mochtar.2006 MPH Sinopsis Obstetri Edisi 2,
Rachimhadi Trijatmo. Ilmu Kebidanan, Edisi Ketiga, Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawiroharjo, Jakarta, 1999,
Prof. Dr.dr.Gulardi, Hanifa.Winkjosastro, SPOG.2002. Buku Panduan Paktis Pelayanan
Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta :Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
http://maalikghaisan.blogspot.com/2018/03/persalinan-dan-penyulit-kala-iii-dan-iv.html
http://jurnalbidanku.blogspot.com/2017/10/emboli-air-ketuban.html
Budiman,diana mayasari. 2017 Pendarahan post partum dini juke.kedokteran.unila.ac.id di
akses oleh Ni Ketut Putri 21 maret pukul 13.00

56

Anda mungkin juga menyukai