Anda di halaman 1dari 10

IV.

POLA PANGAN DAN BUDAYA DI INDONESIA DAN


NEGARA LAIN

A. Terbentuknya Pola Hidangan Makanan


1. Makanan Indonesia
Masakan Indonesia merupakan pencerminan beragam budaya dan tradisi
berasal dari kepulauan Nusantara yang terdiri dari sekitar 6.000 pulau dan
memegang tempat penting dalam budaya nasional Indonesia secara umum dan
hampir seluruh masakan Indonesia kaya dengan bumbu berasal dari rempah-
rempah seperti kemiri, cabai, temu kunci, lengkuas, jahe, kencur, kunyit, kelapa
dan gula aren dengan diikuti penggunaan teknik-teknik memasak menurut bahan
dan tradisi-adat yang terdapat pula pengaruh melalui perdagangan yang berasal
seperti dari India, Tiongkok, Timur Tengah, dan Eropa. Pada dasarnya tidak ada
satu bentuk tunggal "masakan Indonesia", tetapi lebih kepada, keanekaragaman
masakan regional yang dipengaruhi secara lokal oleh Kebudayaan Indonesia serta
pengaruh asing. Sebagai contoh, beras yang diolah menjadi nasi putih, ketupat
atau lontong (beras yang dikukus) sebagai makanan pokok bagi mayoritas
penduduk Indonesia namun untuk bagian timur lebih umum dipergunakan juga
jagung, sagu, singkong, dan ubi jalar dan sagu. Bentuk lanskap penyajiannya
umumnya disajikan di sebagian besar makanan Indonesia berupa makanan pokok
dengan lauk-pauk berupa daging, ikan atau sayur di sisi piring. Sepanjang
sejarahnya, Indonesia telah terlibat dalam perdagangan dunia berkat lokasi dan
sumber daya alamnya. Teknik memasak dan bahan makanan asli Indonesia
berkembang dan kemudian dipengaruhi oleh seni kuliner India, Timur Tengah,
China, dan akhirnya Eropa. Para pedagang Spanyol dan Portugis membawa
berbagai bahan makanan dari benua Amerika jauh sebelum Belanda berhasil
menguasai Indonesia. Pulau Maluku yang termahsyur sebagai "Kepulauan
Rempah-rempah", juga menyumbangkan tanaman rempah asli Indonesia kepada
seni kuliner dunia. Seni kuliner kawasan bagian timur Indonesia mirip dengan
seni memasak Polinesia dan Melanesia.
Gambar 1. Budaya Makan Patita di Maluku
Tradisi Makan Patita merupakan salah satu identitas budaya Maluku
yang sangat kental dengan kehidupan masyarakat setempat yakni sebuah acara
makan bersama dalam lingkup kekeluargaan yang hangat dengan menyuguhkan
berbagai makanan dan masakan tradisional khas daerah. Siapa pun yang hadir
dalam acara Makan Patita itu boleh mencicipi segala makanan yang tersedia di
situ dengan sesuka hatinya. Bagi masyarakat Maluku, Makan Patita menjadi
sebuah alat untuk memperat tali persaudaraan sehingga dimanapun warga Maluku
berada, kekerabatan tetap terus terjaga. (http://ilmubudayadasarbydirkz.blog
spot.com/2013 /06/budaya-makan- patita.html).

Gambar 2. Makan Bajamba di Sumatera Barat


Masakan Sumatera, sebagai contoh, seringkali menampilkan pengaruh
Timur Tengah dan India, seperti penggunaan bumbu kari pada hidangan daging
dan sayurannya, sementara masakan Jawa berkembang dari teknik memasak asli
nusantara. Unsur budaya masakan China dapat dicermati pada beberapa masakan
Indonesia. Masakan seperti bakmi, bakso, dan lumpia telah terserap dalam seni
masakan Indonesia. Beberapa jenis hidangan asli Indonesia juga kini dapat
ditemukan di beberapa Negara Asia. Masakan Indonesia populer seperti sate,
rendang, dan sambal juga digemari di Malaysia dan Singapura. Bahan makanan
berbahan dasar dari kedelai seperti variasi tahu dan tempe, juga sangat populer.
Tempe dianggap sebagai penemuan asli Jawa, adaptasi lokal darifermentasi
kedelai. Jenis lainnya dari makanan fermentasi kedelai adalah oncom, mirip
dengan tempe tapi menggunakan jenis jamur yang berbeda, oncom sangat populer
di JawaBarat.

Gambar 3. Eating Culture in Eropa

2. Makanan Malaysia
Makanan Malaysia sebenarnya tidak terlalu berbeda dengan makanan
Indonesia. Kemungkinan besar karena satu rumpun, jadi makanana tradisionalnya
pun hampir mirip. Sama seperti orang Indonesia, nasi tetap menjadi primadona
yang utama dalam setiap hidangan. Adapun lauk pauknya, nasi selalu ada sebagai
pendamping hidangan utama. Makanan Malaysia kebanyakan dipengaruhi oleh
tradisi Cina, India, dan Malaysia itu sendiri.

3. Makanan India
Masakan India adalah masakan dari berbagai kawasan di anak benua
India. Ciri khas masakan India adalah penggunaan berbagai rempah-rempah khas
India dan sayuran yang tumbuh di India, dan beraneka ragam hidangan vegetarian.
Masakan India juga mencerminkan keanekaragaman iklim, demografi, dan
agama.
Agama dan kebudayaan India berperan besar dalam perkembangan seni
kuliner India. Walaupun demikian, interaksi antar budaya dengan kawasan yang
bertetangga seperti Timur Tengah, Asia Tengah, dan Laut Tengah menjadikan
masakan India sebagai percampuran unik dari berbagai masakan Asia. Dominasi
perdagangan rempah antara India dan Eropa oleh pedagang Arab menyebabkan
Vasco da Gama dan Christopher Columbus berusaha menemukan rute pelayaran
baru ke India, dan mengawali zaman penjelajahan di Eropa. Orang Eropa pada
masa kolonial India memperkenalkan teknik memasak Eropa (terutama dari
Inggris dan Perancis) kepada orang India, dan menambah keanekaragaman
masakan India. Masakan India juga memengaruhi masakan negara-negara di lain
di dunia, terutama masakan Asia Tenggara, khususnya dalam pemakaian rempah-
rempah untuk membuat hidangan serupa kari dalam Thailand, Malaysia, dan
Indonesia.

4. Makanan China
Masakan Cina adalah kuliner yang dihasilkan oleh penduduk Republik
Rakyat Cina. Istilah masakan Cina di daratan Cina juga mengacu kepada variasi
dari seluruh suku bangsa, agama dan tradisi yang berkembang di negara tersebut.
Namun, masakan Cina yang diperkenalkan kepada banyak bangsa di dunia adalah
masakan etnis Han (Tionghoa). Pengaruh masakan etnis Han ada di setiap kuliner
negara-negara timur dan menyebar di luar komunitas-komunitasnya di seluruh
dunia. Penyiapan masakan Cina untuk sehari-hari dapat cepat dan mudah, namun
untuk acara formal bisa menjadi hidangan yang beragam dan meriah. Filosofi
masakan Cina adalah makanan harus memuaskan selera dan melengkapi rasa,
betapapun sederhana bahan-bahannya

Gambar 4. Communal Eating is Customary in Togo


B. Pola Pangan Sebagai Produk Budaya
Indonesia adalah bangsa yang memiliki keanekaragaman budaya yang
terbentang dari Sabang sampai Merauke dengan latar belakang etnis, suku dan tata
kehidupan sosial yang berbeda satu dengan yang lain. Hal ini telah memberikan
suatu formulasi struktur social masyarakat yang turut mempengaruhi menu
makanan maupun pola makan. Banyak sekali penemuan para ahli sosialog dan
ahli gizi menyatakan bahwa faktor budaya sangat berperan terhadap proses
terjadinya kebiasaan makan dan bentuk makanan itu sendiri, sehingga tidak jarang
menimbulkan berbagai masalah gizi apabila faktor makanan itu tidak diperhatikan
secara baik oleh kita yang mengkonsumsinya.

Gambar 5. Budaya Makan yang Tidak Baik


Kecenderungan yang muncul dari suatu budaya terhadap makanan
sangat tergantung dari potensi alamnya atau faktor pertanian yang dominan.
Sebagai contoh bahwa orang Jawa makanan pokoknya akan berbeda dengan orang
Timor atau pendek kata bahwa setiap suku-etnis yang ada pasti mempunyai
makanan pokoknya tersediri. Keragaman dan keunikan budaya yang dimiliki oleh
suatu entitas masyarakat tertentu merupakan wujud dari gagasan, rasa, tindakan
dan karya sangat menjiwai aktivitas keseharian baik itu dalam tatanan sosial,
teknis maupun ekonomi telah turut membentuk karakter fisik makanan (menu,
pola dan bahan dasar). Pengaruh budaya terhadap pangan atau makanan sangat
tergantung kepada sistim social kemasyarakatan dan merupakan hak asasi yang
paling dasar, maka pangan/makanan harus berada di dalam kendali kebudayaan
itu sendiri. Beberapa pengaruh budaya terhadap pangan/makanan adalah:
a. Adanya bermacam jenis menu makanan dari setiap komunitas etnis
masyarakat dalam mengolah suatu jenis hidangan makanan karena
perbedaan bahan dasar/adonan dalam proses pembuatan. Contoh: orang
Jawa ada jenis menu makanan berasal dari kedele, orang Timor jenis menu
makanan lebih banyak berasal dari jagung dan orang Ambon jenis menu
makanan berasal dari sagu.
b. Adanya perbedaan pola makan/konsumsi/makanan pokok dari setiap suku-
etnis. Contohnya orang Timor pola makan lebih kepada jagung, orang
Jawa pola makan lebih kepada beras.
c. Adanya perbedaan cita-rasa, aroma, warna dan bentuk fisik makanan dari
setiap suku-etnis. Contohnya makanan orang Padang cita-rasanya pedas,
orang Jawa makananya manis dan orang Timor makanannya selalu yang
asin.
d. Adanya bermacam jenis nama dari makanan tersebut atau makanan khas
berbeda untuk setiap daerah.
e. Contohnya Soto Makasar berasal dari daerah Makasar- Sulawesi Selatan,
Jagung ”Bose” dari daerah Timor Nusa Tenggara Timur.

Gambar 6. Budaya Makan Melayu

c. Nilai Sosial Pangan dan Makanan


Berbagai sistim budaya memberikan peranan dan nilai yang berbeda-
beda terhadap makanan, misalnya bahan-bahan makanan tertentu oleh suatu
budaya masyarakat dapat dianggap tabu atau bersifat pantangan untuk dikonsumsi
karena alasasan sakral tertentu atau sistim budaya yang terkait di dalamnya.
Disamping itu ada jenis makanan tertentu yang dinilai dari segi ekonomi maupun
sosial sangat tinggi eksistensinya tetapi karena mempunyai peranan yang penting
dalam hidangan makanan pada sesuatu perayaan yang berkaitan dengan
kepercayaan masyarakat tertentu maka hidangan makanan itu tidak diperbolehkan
untuk dikonsumsinya bagi golongan masyarakat tersebut. Anggapan lain yang
muncul dari sistim budaya seperti dalam mengkonsumsi hidangan makanan di
dalam keluarga, biasanya sang ayah sebagai kepala keluarga akan diprioritaskan
mengkonsumsi lebih banyak dan pada bagian-bagian makanan yang mengandung
nilai citarasa tinggi. Sedangkan anggota keluarga lainnya seperti sang ibu dan
anak-anak mengkonsumsi pada bagian-bagian hidangan makanan yang secara
cita-rasa maupun fisiknya rendah. Sebagai contoh pada sistim budaya masyarakat
di Timor yaitu apabila dihidangkan makanan daging ayam, maka sang ayah akan
mendapat bagian paha atau dada sedangkan sang ibu dan anak-anak akan
mendapat bagian sayap atau lainnya. Hal ini menurut Suhardjo (1996) dapat
menimbulkan distribusi konsumsi pangan yang tidak baik atau maldistribution
diantara keluarga apalagi pengetahuan gizi belum dipahami oleh keluarga. Kasus
lain yang berhubungan dengan sistim budaya adalah sering terjadi juga pada
masyarakat di perkotaan yang mempunyai gaya hidup budaya dengan tingkat
kesibukan yang tinggi karena alasan pekerjaan. Contohnya; pada ibu-ibu di
daerah perkotaan yang kurang dan tidak sering menyusui bayinya dengan Air
Susu Ibu (ASI) setelah melahirkan tetapi hanya diberikan formula susu bayi
instant. Padahal kita tahu bahwa ASI sangat penting untuk pertumbuhan dan
perkembangan fisik bayi. Selanjutnya gaya hidup mereka yang berasal dari
golongan ekonomi atas (masyarakat elite kota), dalam hal makanan sering
mengkonsumsi makanan yang berasal dari produk luar negeri atau makanan
instant lainnya karena soal “gengsi”. Sedangkan makanan lokal kita hanya
dikonsumsi oleh mereka yang berasal dari golongan ekonomi menengah ke bawah
karena ada anggapan bahwa makanan dari luar negeri kaya akan nilai gizi protein
dan makanan instant lebih praktis untuk dikonsumsi sedangkan makanan lokal
kita nilai gizinya lebih kepada karbohidrat. Sehubungan dengan soal gengsi maka
ada kebiasaan masyarakat di Timor jika ada kunjungan tamu ke rumahnya maka
tamu tersebut selalu di hidangkan dengan makanan yang berasal dari beras
walaupun kesehariannya mereka selalu mengkonsumsi jagung, ubikayu/singkong
dan makanan lokal lainnya sehingga beras atau nasi telah dianggap sebagai suatu
citra bahan makanan yang mempunyai nilai “prestise” yang tinggi. Citra
beras/nasi dibangun sebegitu kuatnya oleh masyarakat di Timor sehingga kondisi
ini telah mempengaruhi sendi-sendi sosial budaya sedangkan pandangan mereka
terhadap pangan di luar beras di tempatkan sebagai simbol lapisan masyarakat
paling rendah. Mencermati akan adanya budaya, kebiasaan dan sistim sosial
masyarakat terhadap makanan seperti pola makan, tabu atau pantangan, gaya
hidup, gengsi dalam mengkonsumsi jenis bahan makanan tertentu, ataupun
prestise dari bahan makanan tersebut yang sering terjadi di kalangan masyarakat
apabila keadaan tersebut berlangsung lama dan mereka juga belum memahami
secara baik tentang pentingnya faktor gizi dalam mengkonsumsi makanan maka
tidak mungkin dapat berakibat timbulnya masalah gizi atau gizi salah
(Malnutrition). Lebih lanjut dijelaskan oleh Suhardjo (1996) bahwa jika kalangan
masyarakat yang terkena dampak dari sistim sosial atau budaya makan itu berasal
dari golongan individu-individu yang termasuk rawan gizi seperti ibu hamil, ibu
menyusui, bayi dan anak-anak balita serta orang lanjut usia maka kondisi ini akan
lebih rentant terhadap timbulnya masalah gizi kurang.

Gambar 7. Japanese Tea Ceremony “Sado”

Daftar Pustaka
https://www.academia.edu/4253243/85835953_Makalah_Pola_Hidangan_Makan
an [Diakses 23 Februari 2014]
Contoh Soal
Pertanyaan:

Pola konsumsi pangan antara lain berkaitan dengan agama dan lokasi tempat
tinggal. Berikan masing-masing contoh hubungan tersebut!

Jawab:
a. Hubungan pola konsumsi pangan dengan agama misalnya penganut
Agama Islam tidak mengkonsumsi babi, penganut Agama Hindu tidak
mengkonsumsi sapi.
b. Hubungan pola konsumsi pangan dengan lokasi tempat tinggal misalnya
orang yang bertempat tinggal di pantai sering mengkonsumsi ikan dan
orang yang tinggal di pegungungan sering mengkonsumsi sayur-sayuran.
Orang yang tinggal di pedesaan cenderung mengkonsumsi pangan yang
monoton sedangkan orang yang tinggal di perkotaan cenderung
mengkonsumsi pangan yang beragam.
-o0o-

Kelompok I
Soal

1. Pengaruh budaya terhadap pola konsumsi zat gizi masyarakat di bawah ini
yang tidak tepat adalah:
a. Masyarakat di Propinsi Samatera Barat kurang mengkonsumsi vitamin
b. Masyarakat di Propinsi Jawa Barat tinggi konsumsi vitamin
c. Masyarakat di Propinsi Riau tinggi konsumsi protein
d. Masyarakat di Propinsi Irian Jaya rendah konsumsi karbohidrat
e. Masyarakat di Propinsi Riau Kepulauan tinggi konsumsi protein

Jawaban: d

KELOMPOK II
1. Suatu makanan atau pangan di dalam budaya di daerah sangat terpencil tidak
ditentukan oleh:
a. Potensi pertanian
b. Potensi teknologi
c. Potensi ekonomi
d. Potensi pendidikan
e. Potensi sumberdaya lokal

Jawaban: b

Anda mungkin juga menyukai