Anda di halaman 1dari 4

Hadist Tentang Kebutuhan Manusia Terhadap Agama

ِ َ‫ي عن أبي سلَمة‬


‫بن عب ِد الرحم ِن عن أبي‬ ُّ ‫ب ع ِن‬
ِّ ‫الزهر‬ ُ ‫ح َّدثنا آ َد ُم ح َّدثَنا‬
ٍ ‫ابن أبي ِذئ‬
‫النبي صلى هللا عليه وسلّم «كلُّ مولو ٍد يولَ ُد على‬
ُّ ‫ قال‬:‫هريرةَ رضي هّللا ُ عنه قال‬
‫ هل تَ َرى‬،َ‫ كمثَل البهيم ِة تُ ْنتَ ُج البَهيمة‬،‫ فأبَواهُ يُه ِّودان ِه أو يُنصِّرانِه أو يُم ِّجسانِه‬، ‫الفِطر ِة‬
) ‫فيها َج ْدعا َء» ( رواه البخاري‬
Dari Adam dari Ibnu Abi Dzi’bi dari Zuhriy dari Abi Salamah bin Abdir Rohman dari
Abi Huroiroh RA: Nabi pernah bersabda : Sumua manusia dilahirkan dalam keadaan
fitrah, kemudian kedua orang tuanyalah yang membuat ia beragama yahudi atau
nashrani atau majusi, seperti halnya hewan juga mempunyai anak hewan, niscaya
kamu akan menemukannya dalam keadaan sempurna. ( HR. Bukhori ) [1]

Agama sangat penting dalam kehidupan manusia antara lain karena agama merupakan :
1) sumber moral,
2) petunjuk kebenaran,
3) sumber informasi tentang masalah metafisika,
4) bimbingan rohani bagi manusia, baik di kala suka maupun duka

Adapun sebab manusa membutuhkan agama sekurang-kurangnya ada tiga hal, yaitu  :
Fitrah Manusia, Kelemahan dan Kekurangan Manusia dan Tantangan manusia
Sedangkan sumber ajaran agama diperoleh dari : Kitab suci agama masing-masing,
Pembawa agama, Kitab keagamaan masing-masing.
Sedangkan alasan manusia butuh agama antara lain : Sumber moral, Petunjuk
kebenaran, Sumber informasi metafisika dan Pembimbing rohani bagi manusia.

Hadis Tentang Ijtihad Sebagai Sumber Hukum


‫ح دثنا حفص بن عم ر بن ش عبة عن أبي ع ون عن‬
‫الحارث بن عمرو بن أخي المغيرة بن شعبة عن أن اس‬
‫ أن رس ول‬:‫من أهل حمص من أصحاب مع اذ بن جب ل‬
‫الله صلى الله عليه وسلم لما أراد أن يبعث مع اذا إلى‬
:‫ كي ف تقض ي إذا ع رض ل ك قض اء؟ ق ال‬:‫اليمن قال‬
‫ ف إن لم تج د في كت اب الل ه؟‬:‫ قال‬.‫أقضي بكتاب الله‬
:‫ ق ال‬.‫ فبسنة رسول الله صلى الل ه علي ه وس لم‬:‫قال‬
‫فإن لم تجد في سنة رسول الله صلى الله عليه وسلم‬
‫ فض رب‬.‫ أجتهد ب رأيي وال آل و‬:‫وال في كتاب الله؟ قال‬
‫ الحم د‬:‫ فقال‬.‫رسول الله صلى الله عليه وسلم صدره‬
.‫لله الذي وفق رسول الله لما يرضى رسول الله‬
Bahwa Rasūlullāh SAW. ketika hendak mengutus Mu’ādz ke Yaman bertanya: “
Dengan cara apa engkau menetapkan hukum seandainya diajukan kepadamu suatu
perkara? Mu’ādz menjawab: Saya menetapkan hukum berdasarkan Kitab Allah (Al-
Qur’ ān). Nabi bertanya lagi: “ Bila engkau tidak mendapatkan hukumnya dalam
Kitab Allah? Jawab Mu’ ādz: Dengan Sunnah Rasūlullāh SAW. Bila engkau tidak
menemukan dalam Sunnah Rasūlullāh SAW. dan Kitab Allah? Mu’ādz menjawab:
Saya akan menggunakan ijtihād dengan nalar (ra’yu) saya. Nabi bersabda: “Segala
puji bagi Allah yang telah memberi taufik kepada utusan Rasūlullāh SAW. dengan
apa yang diridhai Rasūlullāh.”

Landasan Ijtihad Sebagai Sumber Hukum Islam


Al-Qur‟an dan sunnah keduanya adalah cahaya yang menerangi
kegelapan dan melenyapkan kebingungan. Ijtihad adalah kegiatan
pemikiran yang dicurahkan untuk menarik dan menyimpulkan
hukum syariat dari kedua sumber hukum (Q + H) guna menetapkan
pengaturan hidup bermasyarakat. Pekerjaan ijtihad tidak dapat
dilakukan bagi setiap orang, karena memerlukan keahlian & ilmu
pengetahuan agama yang tinggi.
Dalil Tentang Fungsi Agama Dalam Kehidupan
ُ ‫ُور ِه ْم ُذرِّ يَّتَهُ ْم َوأَ ْشهَ َدهُ ْم َعلَ ٰ ٓى أَنفُ ِس ِه ْم أَلَس‬
ۖ ‫ْت بِ َربِّ ُك ْم‬ ِ ‫َوإِ ْذ أَخَ َذ َربُّكَ ِم ۢن بَنِ ٓى َءا َد َم ِمن ظُه‬
۟ ُ‫وا بَلَ ٰى ۛ َش ِه ْدنَٓا ۛ أَن تَقُول‬
َ‫وا يَوْ َم ْٱلقِ ٰيَ َم ِة إِنَّا ُكنَّا ع َْن ٰهَ َذا ٰ َغفِلِين‬ ۟ ُ‫قَال‬
Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi
mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman):
"Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami),
kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu
tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah
terhadap ini (keesaan Tuhan)", (QS Al A’raf : 172)

Ayat di atas secara tegas menyebutkan bahwa setiap jiwa manusia  ditanya


tentang kepercayaannya terhadap eksistensi Tuhan: “Alastu Birabbikum” (bukankah
Aku ini Tuhanmu?), yang dijawab dengan tegas pula “Bala Syahidna” (betul kami
menyaksikan itu), inilah yang dimaksud fitrah.  Firman Allah QS. Ar-Rum:30
Terjemahnya:
 “Maka hadapkanlah wajahmu dengan lurus kepada agama (Allah); (tetaplah
atas) fitrah Allah yang telah menciptakan manusia menurut fitrah itu. Tidak ada
perubahan pada fitrah Allah. (Itulah) agama yang lurus; tetapi kebanyakan
manusia tidak mengetahui”. 
Maksud fitrah dalam ayat tersebut ialah bahwa manusia diciptakan Allah
mempunyuai naluri beragama, yaitu agama tauhid. Kalau ada manusia yang tidak
beragama tauhid atau monoteisme, maka inilah akibat pengaruh lingkungan.
Kebutuhan manusia terhadap Tuhan yang Maha Esa dengan segala peraturannya,
dapat ditinjau dari aspek psikologi dan aspek sosiologi.
Secara psikologis orang dengan akalnya yang sehat, akan dapat pada kesimpulan
mengetahui zat Tuhan Yang Maha Esa. Dengan memperhatikan alam dan
lingkungannya timbul perasaan bahwa alam ini ada yang mengatur, yaitu zat Tuhan
Yang Maha Esa, akan tetapi akal manusia tidak dapat menjelaskan “apa, siapa dan
bagaimana Zat Tuhan Yang Maha Esa itu”. Hal ini harus dijelaskan oleh Nabi atau
Rasul kepada manusia itu.
Dari aspek sosiologis, maka manusia itu pada dasarnya makhluk hidup yang
selalu ingin bergaul dan/atau bermasyarakat. Keadaan masyarakat yang teratur dan
penuh kedamaian akan terwujud bila ada ketentuan-ketentuan atau peraturan yang
mengatur pergaulan hidup manusia itu, dalam hal ini yang tepat adalah agama.
Dalil Tentang Sejarah Pemikiran Agama

Sebaik-baik kisah sejarah yang dapat diambil pelajaran dan hikmah berharga
darinya adalah kisah-kisah yang terdapat dalam ayat-ayat al-Qur’ân dan hadits-hadits
yang shahîh dari Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam . Karena kisah-kisah
tersebut disamping sudah pasti benar, bersumber dari wahyu Allâh Azza wa Jalla
yang maha benar, juga karena kisah-kisah tersebut memang disampaikan oleh Allâh
Subhanahu wa Ta’ala untuk menjadi pelajaran bagi orang-orang yang berakal sehat.
Allâh Azza wa Jalla berfirman :

َ ‫ب ۗ َما َكانَ َح ِديثًا يُ ْفتَ َر ٰى َو ٰلَ ِك ْن تَصْ ِدي‬


‫ق الَّ ِذي‬ ِ ‫ص ِه ْم ِعب َْرةٌ أِل ُولِي اأْل َ ْلبَا‬ َ َ‫لَقَ ْد َكانَ فِي ق‬
ِ ‫ص‬
َ‫يل ُكلِّ َش ْي ٍء َوهُدًى َو َرحْ َمةً لِقَوْ ٍم ي ُْؤ ِمنُون‬
َ ‫ص‬ِ ‫بَ ْينَ يَ َد ْي ِه َوتَ ْف‬
Sesungguhnya pada kisah-kisah mereka (para Nabi dan umat mereka) itu terdapat
pelajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal (sehat). al-Qur’an itu bukanlah
cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab) yang sebelumnya dan
menjelaskan segala sesuatu, serta sebagai petunjuk dan rahmat bagi orang-orang yang
beriman [Yusuf/12:111]

Maksudnya kisah-kisah yang menggambarkan keadaan para Nabi dan umat mereka
tersebut, serta yang menjelaskan kemuliaan orang-orang yang beriman dan
kebinasaan orang-orang kafir yang mendustakan seruan para nabi, berisi pelajaran
bagi orang-orang yang beriman untuk memantapkan keimanan mereka dan
menguatkan ketakwaan mereka kepada Allâh Azza wa Jalla dengan menjalankan
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya”

Anda mungkin juga menyukai