Nim : 18106040054
Prodi : Biologi
Isi al-qur’an sangatlah kompleks dan tidak ada batasan dalam pemanfaatannya bagi
kehidupan. Al-Qur’an yang merupakan kalamullah yang berbahsa arab memiliki 6666 ayat,
114 surat, 30 juz yang diturunkan secara mutawir selama 22 tahun 2 bulan 22 hari dan isinya
mencakup pondasi-pondasi dalam bidang keilmuwan dan sebagai rujukan pertama bagi umat
islam ketika mengalami permasalah-permasalahannya. Selain itu Al-Qur’an menjadi unik
karena kalimat redaksinya yang sungguh serasi atau padu, lugas dan tegas di setiap susunan
kalimatnya, huruf perhuruf mempunyai arti tersendiri bahkan antara jumlah bilangan kata
dan antonimnya memiliki keseimbangan. Misalnya, kata yaum (hari) dalam bentuk tunggal
berjumlah 365 kali, sesuai dengan jumlah hari dalam setahun, sedangkan kata yaum yang
menunjukkan jamak keseluruhannya hanya 30, sesuai dengan jumlah hari dalam satu bulan,
disisi lain kata bulan yang di Al-Qur’an hanya terdapat 12 kali sesuai dengan jumlah bulan
dalam satu tahun.
Lantas setelah kita mengetahui apa itu Al-Qur’an dan isinya kita coba lihat fungsi dan
perkembangan Al-Qur’an pada zaman dulu sampai zaman sekarang,? Dalam fungsinyaa tentu
Al-Qur’an masihalah sama yaitu sebagai Al-Huda (petunjuk), Al-Furqon (Pemisah), Al-Syifa
(Obat) dan Al-Mauzi’ah (Naihat). Namun tentu saja dalam perkembangannya Al-Qur’an
sudah berbeda dengan apa yang ada pada zaman dahulu, jika dulu Al-Qur’an tidak menjadi
satu buku/ masih terpencar dalam selembaran pelepah kurma, kulit onta dll pada masa
Rasulullah SAW. Berbeda lagi pada masa khalifah Abu Bakar as Shiddiq yang kemudian di
teruskan oleh Khalifah Ustman bin Affan yang mempunyai kebijakan membukukan Al-
Qur’an. Setelah masa tersebut masuk kedalam masa pemahaman cara baca Al-Qur’an yang
pada masa itu Al-Qur’an masih menggunakan bahasa yang sangat sulit untuk di fahami oleh
kalangan non arab, maka pada saat itu Khalifah Utsman bin Affan memerintahkan untuk
melakukan perbaikan dalam kepenulisan Alqur’an tanpa merubah arti dari Al-Qur’an tersebut
hingga tercipta yang namanya Ilmu Rasm Al-Qur’an, perkembangannya dilanjutkan pada
masa dinasti muawiyah dengan membuat kebijakan pemberian tanda baca pada Al-Qur’an
agar kalangan non arab dapat mudah membaca dan memahami apa kandungan yang ada
dalam Al-Qur’an sehingga dikenal dengan sebutan ilmu Dhabtil Al-qur’an. Kemudian Al-
Qur’an mengalami perkembangan yang sangat pesat ketika pada masa tabi’in, yah pada saat
islam menjadi agama yang mengalami masa yang di sebut masa keemasan Al-Qur’an
berkembang menjadi ilmu pengetahuan yang menghasilkan ilmu-ilmu seperti ilmu tafsir,
balghoh, fikih dan lain-lain, yang menjadikan Al-Qur’an menjadi tumpuan bagi para ilmuwan
untuk bergeerak maju, tanpa mengenyampingkan konflik yang terjadi. Namun Al-Qur’an
sampai sekarang tetap menjadi hal yang positif bagi perkemangannya untuk kehidupan.
Setelah kita melihat bagaimana perkembagan Al-Qur’an pada masa lalu yang
bergerak maju dalam beerbagai aspek kedalam hal-hal yang positif, maka kita lihat
perkembangan Al-Qur’an pada masa sekarang, dalam tumpuan ilmu pengetahuan Al-Qur’an
menjadi sumben bagi ilmuwan untuk bergerak kepada hal-hal yang lebih ilmiah
menggunakan Al-Qur’an, kalau dalam bahasa UIN Sunan Kali Jaga adalah integrasi
interkoneksi dimana perkembangan Al-Qur’an di bawa kepada hal-hal yang ilmiah dengan
mamadukan berbebagai sumber keilmuwan kedalamnya, dengan tujuan manusia dapat
memahami Al-Qur’an tidak dalam sisi religi saja tapi dalam berbagai aspek dan
penerapannya bagi umat manusia maupun alam. Misalnya ayat Al-Qur’an yang mejelaskan
tentang 2 laut yang terbelah yang tidak pernah tercampur dalam surat Ar-Rahman ayat 19-20,
tentu saja itu merupakan ilmu pengetahuan yang baru bagi para saintis. Namun dalam Al-
Qur’an, penemuan tersebut bukanlah hal yang baru lagi karna sudah temaktub dalam kitab
lebih dari 1400an tahun. Dan masih banyak lagi contoh-contoh dalam alaquran. Maka dengan
adanya penelitian-penelitian tersebut umat manusia yang non islam khususnya bisa menelaah
Al-Qur’an sebagai suatu mukjizat yang bisa di dibuktikan keasliannya dengan logika secara
ilmiah, dengan begitu mereka mampu memahami Al-Qur’an bukan dalam sisi religi saja dan
mereka mampu merespon pengetahuan tersebut dengan iman kepada Allah (amin).
Dalam hal ini saya menawarkan solusi bahwa pembelajaran menggunakan Al-Qur’an
harus selalu memiliki guru / pengajar yang membuat sanad keilmuwan tersebut tidak terputus
yang menjadikan orang yang belajar tidak jadi salah tasir menggunakan penalaran sendiri
tanpa adanya pembelejaran meliputi dasar-dasar memhami Al-Qur’an menggunakan ilmu-
ilmu yang telah diajarkan para ulama-ulama terdahulu. Yang kedua perlunya rasa welas asih
dalam mengakkan hukum, agar terciptanya rasa solidaritas antar umat beragama.
Mohon maaf sebesar-besarnya kepada Dr. H.M. Alfatih Suryadilaga,MA atas tulisan
saya yang mungkin kurang berkenan di hati bapak, dikarenakan kurangnya saya dalam
memahami bidang kepenulisan, terima kasih.