Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Belajar mengajar adalah sesuatu kegiatan yang bernilai edukatif. Nilai edukatif mewarnai interaksi yang
terjadi antara guru dengan anak didik. Interaksi yang bernilai edukatif dikarenakan kegiatan belajar
mengajar yang dilakukan, diarahkan untuk mencapai tujuan tertentu yang telah dirumuskan sebelum
pengajaran dilakukan. Guru dengan sadar merencanakan kegiatan pengajarannya secara sistematis
dengan memanfaatkan segala sesuatunya guna kepentingan pengajaran.[1]

Belajar pada hakikatnya merupakan proses kegiatan secara berkelanjutan dalam rangka perubahan
prilaku peserta didik secara kontruktif. Hal ini sejalan dengan undang-undang sistem pendidikan
nasional nomor 20 tahun 2003 yang menyatakan, pendidikan adalah usaha sadar dan terencana untuk
mewujudkan suasana belajar dan proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif megembangkan
potensi dirinya untuk memiliki kekuatan spritual keagamaan, pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan
dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.
Perubahan perilaku dalam belajar mencakup seluruh aspek pribadi peserta didik, yaitu aspek kognitif,
afektif dan psikomotorik.[2]

Namun pada kenyataannya kita menyadari selama ini tidak mudah bagi guru untuk menjadikan peserta
didik aktif dalam megembangkan potensi dirinya agar memiliki kekuatan spritual keagamaan,
pengendalian diri, kepribadian, kecerdasan dan akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat, bangsa dan negara.

Salah satu penyebabnya adalah kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kurang
diperhatikan oleh setiap guru. Akibatnya, manakala siswa menghadapi masalah, walaupun masalah itu
dianggap sepele, banyak siswa yang tidak dapat menyelesaikannya dengan baik.

Salah satu cara mengatasi masalah tersebut adalah dengan menerapkan SPBM dimana menurut
seorang ahli yaitu Menurut Muslimin I dalam Boud dan Felleti (2000:7), Pembelajaran berdasarkan
masalah (problem based learning) adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk
mengembangkan keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar peranan orang
dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang
untuk membantu guru memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi
pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan
berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa
melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri.

Untuk lebih jelasnya mengenai SPMB akan dipaparkan dalam makalah ini.
B. Rumusan Masalah

1. Apa Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah ?

2. Apa yang dimaksud dengan Hakikat Masalah dalam SPBM ?

3. Bagaimana Pendekatan Belajar Berbasis Masalah?

4. Bagaimana Tahapan- tahapan SPBM ?

5. Apa Keunggulan dan kelemahan SPBM ?

6. Apa yang dimaksud Model Pembelajaran Berbasis Masalah?

7. Apa Tujuan dan langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah ?

8. Apa Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah ?

9. Bagaimana Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah?

C. Tujuan Penulisan

1. Agar mengetahui Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah.

2. Agar mengetahui Hakikat Masalah dalam SPBM.

3. Agar mengetahui Pendekatan Belajar Berbasis Masalah

4. Agar mengetahui Tahapan- tahapan SPBM.

5. Agar mengetahui Keunggulan dan kelemahan SPBM.


6. Agar mengetahui Model Pembelajaran Berbasis Masalah.

7. Agar mengetahui Tujuan dan langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah.

8. Agar mengetahui Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah.

9. Agar mengetahui Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah.

D. Metode Penulisan

Adapun metode penulisan yang penulis gunakan dalam makalah ini adalah metode library research.
yang mana penulis menggunakan buku-buku dari perpustakaan sebagai bahan referensi dimana penulis
mencari literatur yang sesuai dengan materi yang di kupas dalam makalah ini.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Jodion Siburian, dkk dalam Panduan Materi Pembelajaran Model Pembelajaran Sains
(2010:174) sebagai berikut: Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) merupakan salah
satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual. Pembelajaran artinya
dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan melalui pemecahan masalah, melalui masalah
tersebut siswa belajar keterampil-keterampilan yang lebih mendasar.

Menurut Muslimin I dalam Boud dan Felleti (2000:7), Pembelajaran berdasarkan masalah (problem
based learning) adalah suatu pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan
keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang
otentik serta menjadi pelajar mandiri. Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk
membantu guru memberikan informasi yang sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi
pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan
berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa
melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata dan menjadi pembelajaran yang mandiri.

Model pembelajaran berbasis masalah adalah sebuah model pembelajaran yang dilakukan dengan
adanya pemberian rangsangan berupa masalah-masalah yang kemudian dilakukan pemecahan masalah
oleh siswa yang diharapkan dapat menambah keterampilan siswa dalam pencapaian materi
pembelajaran.
Bern dan Eriction (2001: 5) menegaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem based
learning) merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan
mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi
mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempersentasikan penemuan. Strategi pembelajaran
menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang berpikir kritis
dan keterampilan pemacahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensi
dari mata pelajaran. Dalam hal ini siswa terlibat dalam penyelidikan untuk memecahkan masalah yang
mengintegrasikan keterampilan dan konsep dari berbagai isi materi pelajaran. Strategi ini mencakup
pengumpulkan informasi berkaitan dengan pertanyaan, menyintesa, dan mempresentasikan
penemuannya kepada orang lain.

Bern dan Erickson menegaskan bahwa pembelajaran berbasis masalah (problem-based learning)
merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam memecahkan masalah dengan
mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai disiplin ilmu. Strategi ini meliputi
mengumpulkan informasi, dan mempresentasikan penemuan.[3]

Dalam penerapan Strategi Pembelajaran Berbasis Masalah (SPBM). Dalam penerpn strategi ini guru
memeberikan kesempatan kepada siswa untuk menetapkan topik masalah, walaupun sebenarnya guru
sudah mempersiapkan agar siswa mampu menyelesaikan maslah secara sistematis dan logis.

Dilihat dari aspek psikologi belajar SPMB bersandarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari
asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Belajar bukan
semata-mata proses menghafal sejumlah fakta, tetapi suatu proses interaksi secara sadar antara
individu dengan lingkungannya. Melalui proses ini sedikit demi sedikit siswa akan berkembang secara
utuh. Artinya, perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan
psikomotor melalui pernghayatan secara internal akan problema yang dihadapi.

Di lihat dari aspek fisilofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk mempersipakan anak
didik agar dapat hidup di masyarakat, maka SPBM merupakan strategi yang memungkinkan dan sangat
penting unuk dikembangkan. Hal ini sebabkan pada kenyataannya manusia akan dihadapkan kepada
masalah. SPBM inilah diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan setiap individu untuk
dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka SPBM merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran. Kita menyadari selama
ini kemampuan siswa untuk dapat menyelesaikan masalah kurang diperhatikan oleh setiap guru.
Akibatnya, manakala siswa menghadapi masalah, walaupun masalah itu dianggap sepele, banyak siswa
yang tidak dapat menyelesaikannya dengan baik.

SPBM dapat diartikan sebagai rangkaian aktivitas pembelajaran yang menekankan kepada proses
penyelesaian masalah yang dihadapi secara ilmiah. Terdapat 3 ciri utama dari SPBM. Pertama, SPBM
merupakan rangkaian aktivitas pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan
yang harus dilakukan siswa. SPBM tidak diharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat,
kemudian menghafal materi pelajaran, akan tetapi melalui SPBM siswa aktif berfikir, berkomunikasi,
mencari dan mengolah data dan akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajran diarahkan untuk
menyelesaikan masalah. SPBM menempatkan masalah sebagai kata kunci dari proses pembelajran.
Artinya tanpa masalah maka tidak mungkin ada proses pembelajaran. Ketiga, peecahan masalah
dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir dengan menggunakan
metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif. Proses berpikir ini dilakukan secara
sistematis dan empiris. Sistematis artinya berpikir ilmiah dilakukan melalui tahapan-tahapan tertentu,
sedangkan empiris artinya proses penyelesaian masalah didasrkan pada data dan fakta yang jelas.

Untuk mengimplementasikan SPBM, guru perlu memilih bahan pelajaran yang memiliki permasalahan
yang dapat dipecahkan. Permasalahan tersebut bisa diambil dari buku teks atau dari sumber-sumber
lain misalnya dari peristiwa yang terjadi di lingkungan sekitar, dari peristiwa dalam keluargaatau dari
peristiwa kemasyarakatan.

Strategi pembelajaran dengan pemecahan masalah dapat diterapkan :

a) Manakala guru menginginkan agar siswa tidak hanya sekedar dapat mengingat materi pelajaran,
akan tetapi menguasai dan memahaminya secara penuh.

b) Apabila guru bermaksud untuk mengembangkan keterampilan berpikir rasional siswa, yaitu
kemapuan menganalisi situasi, menerapkan pengetahuan yang mereka miliki dan situasi baru, mengenal
adanya perbedaan antara fakta dan pendapat, serta mengembangkan kemampuan dalam membuat
judgment secar objektif.

c) Manakala guru menginginkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah serta membuat
tantangan intelektual siswa.

d) Jika guru ingin mendorong siswa untuk lebih bertanggung jawab dalam belajarnya.

e) Jika guru inginagar siswa memahami hubungan anatar apa yang dipelajari dengan kenyataan dalam
kehidupan nya (hubungan antar teori dengan kenyataan. )

B. Hakikat Masalah dalam SPBM

Antara strategi pembelajaran inkuiri (SPI) dan strategi pembelajaran berbasis masalah (SPBM) memiliki
perbedaan. Perbedaan tersebut terletak pada jenis masalah serta tujuan yang ingin di capai.

Berbeda dengan SPI, masalah dalam SPBM adalah masalah yang bersifat terbuka. Artinya jawaban dari
masalah tersebut belum pasti. Setiap siswa bahkan guru dapat mengembangkan kemungkinan jawaban.
Denagn demikian, SPBM memberikan kesempatan kepada siswa untuk berekplorasi mengumpulkan dan
menganalisis data secar lengkap untuk memecahkan masalah yang dihadapi. Tujuan yang ingin dicapai
oleh SPBM adalah kemampuan siswa untuk berpikir kritis, analitis, sistematis dan logis untuk
menemukan alternatif pemecahan masalah melalui eksplorasi data secara empiris dalam rangka
menumbuhkan sikap ilmiah.
Hakikat masalah dalam SPBM adalah gap atau kesenjangan antara situasi nyata dan kondisi yang
diharapkan, atau antar kenyataan yang terjadi dengan apa yang diharapkan. Kesenjangan tersebut bisa
dirasakan dari adanya keresahan, keluhan dan kerisauan atau kecemasan. Oleh karena itu, maka materi
pelajaran atau topik tidak terbatas pada materi pelajaran yang bersumber dari buku saja, akan tetapi
juga dapat juga bersumber dari peristiwa-peristiwa tertentu sesuai denagn kurikulum yang berlaku.
Dibawah ini diberikan kriteria pemilihan bahan pelajaran SPBM.

1. Bahan pelajaran harus mengandung isu-isu yang mengandung konflik (conflict issue) yang bisa
bersumber dari berita, rekaman video, dan yang lainnya.

2. Bahan yang dipilih adalah bahan yang bersifat familiar (akrab) dengan siswa, sehingga setiap siswa
dapat mengikutinya dengan baik.

3. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang berhubungan dengan kepentingan orang banyak
(universal), sehingga terasa manfaatnya.

4. Bahan yang dipilih merupakan bahan yang mendukung tujuan atau kompetensi yang harus dimiliki
oleh siswa sesuai dengan kurikulum berlaku.

5. Bahan yang dipilih sesuai dengan minat siswa sehingga setiap siswa merasa perlu untuk
mempelajarinya.

C. Pendekatan Belajar Berbasis Masalah

Belajar Berbasis masalah adalah salah satu bentuk pembelajaran ynag berlandaskan para paradiqma
konstruktivisme, yang berorientasi pada proses belajar siswa(student-centerned-learning). PBL (problem
Based Learning) merupakan model pembelajaran yang sangat popular dalam dunia kedokteran sejak
1970-an. PBL berfokus pada penyajian suatu permasalahan (nyata atau simulasi) kepada siswa,
kemudian siswa dimintai mencari pemecahannya melalui serangkaian penelitian dan investigasi
berdasarkan teori, konsep, prinsip yang dipeljarinya dari berbagai bidang ilmu (multiple perspective).
Permasalahan menjadi focus, stimulus, dan pemandu proses belajar. Sementara, guru menjadi fasilitator
dan pembimbing. PBL mempuanyai banyak variasi, diantaranya terdapat 5 bentuk belajar berbasis
masalah, yaitu:

1. Permasalahan sebagai pemandu: masalah menjadi acuan kongkret yang harus menjadi perhatian
pemelajar. Bacaan diberikan sejalan dengan masalah. Masalah menjadi kerangka berfikir pemelajar
dalam mengerjakan tugas.

2. Permasalahan sebagai kesatuan dan alat evaluasi: masalah disajikan setelah tugas-tugas dan
penjelasan diberikan. Tujuannya diberikan kesempatan bagi pemelajar untuk menerapkan
pengetahuannya untuk memecahkan masalah.

3. Permasalahan sebagai contoh: masalah dijadikan contoh dan bagian dari bahan belajar. Masalah
digunakan untuk menggambarkan teori, konsep dan prinsip dan dibahas antara pemelajar dan guru.
4. Permasalahan sebagai fasilitasi proses belajar: masalah dijadikan alat untuk melatih pemelajar
bernalar dan berfikir kritis.

5. Permasalahan sebagai stimulus belajar: masalah merangsang pemelajar untuk mengembangkan


keterampilan mengumpulkan dan menganalisis data yang berkaitan dengan masalah dan keterampilan
metakognitif.

Definisi pendekatan belajar berbasis masalah adalah suatu lingkungan belajar di mana masalah
mengendalikan proses belajar mengajar. Hal ini berarti sebelum pelajar belajar, mereka diberikan
umpan berupa masalah. Masalah diajukan agar pelajar mengetahui bahwa mereka memecahkan
masalah tersebut.

Pendekatan ini juga mencakup keduanya itu yaitu sebagai sebuah kurikulum dan sebuah proses.
Kurikulum pemelajaran berbasis masalah terdiri atas masalah-masalah yang dirancang dan dipilih
dengan teliti, yang menuntut kemahiran pembelajar dalam critical knowledge, problem solving
proficiency, self-directed learning strategis dan team participation skills. Dalam prosenya, pendekatan
belajar berbasis masalah ini meniru pendekatan system yang biasa digunakan untuk memecahkan
masalah atau menemukan tantangan-tantangan yang dihadapi dalam hidup dan karir (Borrows dan
Kelson). Para ahli lainnya mengemukakan bahwa, pendekatan berbasis masalah adalah suatu
pendekatan untuk membentk struktur kurikulum yang melibatkan pelajar menghadapi masalah dengan
latihan yang memberikan stimulus untuk belajar (Boud dan Feletti). Pendekatan ini juga merupakan
suatu pengajaran yang menantang pelajar untuk “learn to learn”, bekerjasama dalam sebuah group
untuk mencari solusi dari masalah-masalah yang nyata didunia ini. Masalah-masalah ini digunakan untuk
menarik rasa keingintahuan pelajar dan menginisiasikan pokok-pokok perkara. Metode ini
mempersiapkan pelajar untuk berfikir kritis dan analitis, serta untuk menemukan san menggunakan
sumber-sumber belajar.

Terdapat sejumlah tujuan dari problem based learning ini. Berdasarkan Barrows, Tamblyn (1980) dan
Engel (1977), problem based learning dapat meningkatkan kedisiplinan dan kesuksesan dalam hal (1)
adaptasi dan partisipasi dalam suatu perubahan, (2) aplikasi dari pemecahan masalah dalm situasi yang
baru atau yang akan dating, (3) pemikiran yang kreatif dan kritis, (4) adopsi data holistic untuk masalah-
masalah dan situasi-situasi, (5) apresiasi dari beagam cara pandang, (6) kolaborasi tim yang sukses, (7)
identifikasi dalam mempelajari kelemahan dan kekuatan, (8) kemajuan mengarahkan diri sendiri, (9)
kemampuan komunikasi yang efektif, (10) uraian dasar-dasar atau argumentasi pengetahuan, (11)
kemampuan dalam kepemimpinan, dan (12) pemanfaatan sumber-sumber yang bervariasi dan relevan.
[4]

D. Tahapan- tahapan SPBM

Banyak ahli yang menjelaskan bentuk penerapan SPBM. John Dewey seorang 6 langkah SPBM yang
kemudian dia namakan metode pemecahan masalah (problem solving), yaitu :

a. Merumuskan masalah yaitu langkah siswa menentukan masalah yang akan dipecahkan.
b. Menganalisis masalah, yaitu langkah siswa meninjau masalah secar kritis dari berbagai sudut
pandang.

c. Merumuskan hipotesis yaitu langkah siswa merumuskan berbagai kemungkinan pemecahan sesuai
dengan pengetahuan yang dimilikinya.

d. Mengumpulkan data, yaitu langkah siswa mencari dan menggambarkan informasi yang diperlukan
untuk pemecahan masalah.

e. Pengujian hipotesis, yaitu langkah siswa mengambil atau merumuskan kesimpulan sesuai dengan
penerimaan dan penolakan hipotesis yang diajukan.

f. Merumuskan rekomendasi pemecahan masalah yang dapat dilakukan sesuia rumusan hasil
pengujian hipotesis dan rumusan kesimpulan.

Sesuai dengan tujuan SPBM adalah untuk menumbuhkan sikap ilmiah, dari beberapa bentuk SPBM yang
dikemukakan para ahli, maka secara umum SPBM bisa dilakukan dengan langkah-langkah :

1. Menyadari Masalah

Implemanatsi SPBM adalah harus dimulai dengan kesadaran adanya masalah yang harus di pecakan.
Pada tahapan ini guru membimbing siswa pada kesadaran adanya kesenjanagn atau gap yang dirasakan
oleh manusia atau lingkungan sosial. Kemampuan yang harus dicapai oleh siswa pada tahapan ini adalah
siswa dapat menentukan atau menangkap kesenjangan yang terjadi dari berbagai fenomena yang ada.
Mungkin pada tahap ini siswa dapat menemukan lebih dari satu, akan tetapi guru dapat mendorong
siswa agar menentukan satu atau dua kesenjangan yang pantas untuk dikaji baik melalui kelompok kecil
atau bahkan individual.

2. Merumuskan Masalah

Bahan pelajaran dalam bentuk topik yang dapat dicari dari kesenjangan, slanjutnya difokuskan pada
masalah apa yang pantas untuk dikaji. Rumusan masalah sangat penting, sebab selanjutnya akan
berhubungan dengan kejelasan dan kesamaan persepsi tentang masalah dan berkaitan dengan data-
data apa yang harus dikumpulkan untuk menyelesaikannya. Kemampuan yang diharapkan dari siswa
dalam langkah ini adalah siswa dapat menentukan prioritas masalah. Siswa dapat memanfaatkan
pengetahuanya untuk mengkaji, memerinci, dan menganalisis masalah sehingga pada akhirnya muncul
rumusan masalah yang jelas, spesifik, dan dapat dipecahkan.

3. Merumuskan Hipotesis

Sebagai proses berpikir ilmiah yang merupakan perpaduan dari berpikir deduktif dan induktif, maka
merumuskan hipotesis merupakan langkah penting yang tidak boleh ditinggalkan.

4. Mengumpulkan Data
Yaitu sebagai proses berpikir empiris, keberadaan data dalam proses berpikir ilmiah merupakan hal yang
sangat penting. Sebab, menentukan cara menyelesaikan masalah sesuai dengan hipotesis yang diajukan
harus diajukan sesuai dengan data yang ada. Kemampuan yang diharapkan pada tahap ini adalah
kecakapan siswa untuk mengumpulkan dan memilah data, kemudian memetakan dan menyajikan dalam
berbagai tampilan sehingga mudah dipahami.

5. Menguji hipotesis

Berdasarkan data yang dikumplkan, akhirnya siswa mengumpulkan hipotesis mana yang diterima dan
mana yang ditolak kemampuan yang diharapkan dari siswa dalam tahapan ini adalah kecakapan
menelaah data dan sekaligus membahasnya untuk melihat hubungannya dengan masalah yang dikaji.
Disamping itu, diharapkan siswa dapat mengambil keputusan dan mengambil kesimpulan.

6. Menentukan pilihan penyelesaian

Merupakan akhir dari proses SPBM. Kemampuan diharapkan dari tahapan ini adalah kecakapan memilih
alternatif penyelesaian yang memungkinkan dapat dilakukan serta dapat memperhitungkan
kemungkinan yang akan terjadi sehubungan dengan alternatif yang dipilihnya, termasuk
memperhitungkan akibat yang akan terjadi pada pilihannya.

E. Keunggulan dan kelemahan SPBM

1. Keunggulan

Sebagai suatu strategi pembelajaran, SPBM memiliki beberapa keunggulan diantaranya.

1. Pemecahan masalah (problem solving) merupaka teknik yang cukup bagus untuk lebih memahami
isi pelajaran.

2. Pemecahan masalah (problem solving) dapat menantang kemampuan siswa serta dapat
memberikan kepuasan untuk menemukan pengetahuan baru bagi siswa.

3. Pemecahan masalah (roblem solving) dapat meningkatkan aktifitas pembelajaran siswa.

4. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa bagaiman mentransfer pengetahuan
mereka untuk memahami masalah dalam kehidupan masalah.

5. Pemecahan masalah (problem solving) dapat membantu siswa untuk mengembangkan pengetahuan
barunya dan bertanggungjawab dalam pembelajaran yang mereka lakukan. Disamping itu, pemecahan
masalah itu juga dapat mendorong untuk melakukan evaluasi sendiri baik terhadap hasil maupun proses
belajarnya.

6. Melalui pemecahan masalah (problem solving) bisa memperlihatkan kepada siswa bahwa setiap
mata pelajaran (matematika,ipa, sejarah dan lain sebagainya) pada dasarnya merupakan cara berfikir,
dan sesuatu yang harus dimengerti oleh siswa, bukan hanya sekedar belajar dari guru atau dari buku-
buku saja.

7. Pemeccahan masalah (problem solving) dianggap lebih menyenangkan dan disukai siswa.

8. Pemecahan masalah(problem solving) dapat mengembangkan kemampuan siswa untuk berfikir


kritis dan mengembangkan kemampuan mereka untuk menyesuaikan dengan pengetahuan baru.

9. Pemecahan masalah (problem solving) dapat memberikan kesempatan pada siswa untuk
mengaplikasikan pengetahuan yang mereka miliki dalam dunia nyata.

10. Pemecahan masalah (problem solving) dapat mengembangkan minat siswa untuk secara terus
menerus belajar sekalipun belajar pada pendidikan formal telah berakhir.

2. Kelemahan

Disamping keunggulan, SPBM juga memiliki kelemahan, diantaranya:

1. Mana kala siswa tidak memiliki minat atau tidak mempunyai kepercayaan bahwa masalah yang
dipelajari sulit untuk dipecahkan, maka mereka akan merasa enggan untuk mencoba.

2. Keberhasilan strategi pembelajaran melalui problem solving membutuhkan cukup waktu untuk
persiapan.

3. Tanpa pemahaman maka mereka berusaha untuk memecahkan masalah yang sedang dipelajari,
maka mereka tidak akan belajar apa yang mereka ingin pelajari.[5]

F. Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Problem-Based Intruction (PBI) memusatkan pada masalah kehidupannya yang bermakna bagi siswa,
peran guru menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog.

Beberapa tahapan yang perlu guru lalui dalam pembelajaran berbasis masalah adalah :

Ø Guru menjelaskan tujuan pembelajaran. Menjelaskan logistik yang dibutuhkan. Memotivasi siswa
terlibat dalam aktivitas pemecahan masalah yang dipilih.

Ø Guru membantu siswa mendefinisikan dan mengorganisasikan tugas belajar yang berhubungan
dengan masalah tersebut ( menetapkan topik,tugas jadwal, dan lain-lain).

Ø Guru mendorong siswa untuk mengumpulkan informasi yang sesuai, melaksanakan eksperimen
untukmendapatkan penjelasan dan pemecahan masalah,pengumpulan data, hipotesis, pemcahan
masalah.

Ø Guru membantu siswa dalam merencanakan dan menyiapkan karya yang sesuai seperti laporan dan
membantu mereka berbagi tugas denagn temannya.
Ø Guru membantu siswa untuk melakukan refleksi atau evaluasi terhadap penyelidikan mereka dan
proses-proses yang mereka gunakan.

G. Tujuan dan langkah-langkah Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) bertujuan membantu siswa mengembangkan
keterampilan berpikir dan keterampilan pemecahan masalah, belajar peranan orang dewasa yang
otentik dan menjadi pelajar yang mandiri.

1. Ciri-ciri utama pembelajaran berbasis masalah meliputi :

Menurut Arends, berbagai pengembangan pengajaran berdasarkan masalah telah memberikan model
pengajaran itu memiliki karakteristik sebagai berikut:

a) Pengajuan pertanyaan atau masalah. Bukannya mengorganisasikan di sekitar prinsip-prinsip atau


keterampilan akademik tertentu, pembelajaran berbasis masalah mengorganisasikan pengajaran
disekitar pertanyaan dan masalah yang dua-duanya secara sosial penting dan secara pribadi bermakna
untuk siswa.

b) Berfokus pada keterkaitan antar disiplin. Meskipun pembelajaran berbasis masalah ungkin berpusat
pada mata pelajaran tertentu (IPA, matematika , ilmu-ilmu sosial), masalah yang akan diselidiki telah
dipilih benar-benar nyata agar dalam pemecahannya, siswa meninjau masalah itu dari banyak mata
pelajaran.

c) Penyelidikan autentik. Pembelajaran berbasis masalah mengharuskan siswa melakukan penyelidikan


autentik untuk mencari penyelesaian nyata terhadap masalah nyata. Mereka harus menganalisis dan
mendefinisikan masalah, mengembangkan hipotesis, dan membuat ramalan, mengumpul dan
menganalisa informasi, melakukan eksperimen (jika diperlukan), membuat inferensi, dan merumuskan
kesimpulan. Sudah barang tentu, metode penyelidikan yang digunakan, bergantung kepada masalah
yang sedang dipelajari.

d) Menghasilkan produk dan memamerkannya. Pembelajaran berbasis masalah menuntut siswa untuk
menghasilkan produk tertentu dalam bentuk karya nyata atau artifak dan peragaan yang menjelaskan
atau mewakili bentuk penyelesaian masalah yang mereka temukan.

e) Kolaborasi. Pembelajaran berbasis masalah dicirikan oleh siswa yang bekerja sama satu dengan yang
lainnya, paling sering secara berpasangan atau dalam kelompok kecil. Bekerja sama memberikan
motivasi untuk secara berkelanjutan terlibat dalam tugas-tugas kompleks dan memperbanyak peluang
untuk berbagi inkuiri dan dialog dan untuk mengembangkan keterampilan sosial dan keterampilan
berpikir.

H. Manfaat Pembelajaran Berbasis Masalah

Pembelajaran berbasis masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi sebanyak-
banyaknya kepada siswa. Pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk membantu siswa
mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan intelektual;belajar
berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan meeka dalam pengalaman nyata atau simulasi dan
menjadi pebelajar yang otonom dan mandiri.

Menurut sudjana, manfaat khusus yang diperoleh dari metode dewey adalah metode pemecahan
masalah. Tugas guru adalah membantu para siswa merumuskan tugas-tugas, dan bukan menyajikan
tugas-tugas pelajaran. Objek pelajaran tidak dipelajari dari buku, tetapi masalah yang ada disekitarnya.

I. Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah

Menurut Boud dan Felleti pembelajaran berbasis masalah (problem based learning) adalah suatu
pendekatan untuk membelajarkan siswa untuk mengembangkan keterampilan berpikir dan
keterampilan memecahkan masalah, belajar peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar
yang mandiri. Pembelajaran berbasis masalah tidak di rancang untuk membantu guru memberikan
informasi sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan
untuk membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah, dan keterampilan
intelektualnya, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata
atau simulasi dan menjadi pembelajaran yan mandiri.

1. Pelaksanaan pembelajaran berbasis masalah

a) Tugas perencanaan. Pembelajaran berbasis masalah memerlukan banyak perencanaan seperti


halnya model-model pembelajaran yang berpusat pada siswa lainnya.

b) Penetapan tujuan. Pertama mendeskripsikan bagaimana pembelajaran berbasis masalah


direncanakan untuk membantu tercapainya tujuan-tujuan tertentu misalnya keterampilan menyelidiki,
memahami peran orang dewasa dan membantu siswa menjadi pebelajar yang mandiri.

c) Merancang situasi masalah. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru memberikan kebebasan
siswa untuk memilih masalah yang akan diselidiki, karena cara ini meningkatkan motivasi siswa.
Masalah sebaiknya otentik, mengandung teka-teki dan tidak terdefinisikan secara ketat, memungkinkan
kerja sama, bermakna dan konsisten dengan tujuan kurikulum.

d) Organisasi sumber daya dan rencana logistik. Dalam pembelajaran berbasis masalah guru
mengorganisasikan sumber daya dan merencanakan keperluan untuk keperluan penyelidikan siswa
karena dalam model pembelajaran ini dimungkinkan siswa bekerja dengan beragam material dan
peralatan, pelaksanaan dapat dilakukan didalam maupun di luar kelas.

2. Tugas interaktif

a) Orientasi siswa pada masalah. Siswa perlu memeahami bahwa pemeblajaran berbasis masalah
adalah kegiatan penyeidikan terhadap masalah-masalah yang penting dan untuk menjadi pelajar yang
mandiri. Oleh karena itu cara yang baik dalam menyajikan masalah adalah dengan menggunakan
kejadian-kejadian yang mencengangkan dan menimbulkan misteri sehingga merangsang untuk
memecahkan masalah tersebut.
b) Mengorganisasikan siswa untuk belajar. Dalam pembelajarn berbasis masalah siswa memerlukan
bantuan guru untuk merencanakan penyelidikan dan tugas-tugas pelaporan. Mengorganisasikan siswa
ke dalam kelompok belajar kooperatif juga berlaku untuk mengorganisasikan siswa kedalam kelompok
pembelajaran berbasis masalah.

c) Membantu penyelidikan mandiri dan kelompok. (1) guru membantu siswa dalam pegumpulan
informasi dari berbagai sumber, siswa diberi pertanyaan dan membuat siswa memikirkan masalah dan
jenis informasi yang dibutuhkan untuk pemecahan masalah sehingga siswa diajarkan menjadi penyelidik
yang katif dan dapat menggunakan metode yang sesuai untuk memecahkan masalah tersebut. (2) guru
mendorong pertukaran ide secara bebas dan penerimaan sepenuhnya ide-ide tersebut. (3) puncak
kegiatan pembelajaran berbasis masalah adalah penciptaan dan peragaan seperti poster, videotape dan
lain sebagainya.

3. Analisis dalam evaluasi proses pemecahan masalah.

Tugas guru pada tahp akhir pembelajaran berbasis masalah adalah membantu siswa menganalisis dan
mengevaluasi proses berpikir mereka sendiri dan keterampilan penyelidikan yang mereka gunakan.[6]

J. Metode Pembelajaran Berbasis Masalah (PBL, problem-based learning)

Metode ini erat kaitanya dengan pendekatan kontekstual. Banyak ahli yang mneyebutnya sebagai
metode pembelajaran, tetapi ada pula sementara ahli yang menyebutnya sebagai model pembelajaran.
Konsep pembelajaran sendiri berasal dari konsep Joyce dan Weil, namun justru banyak berkembang
karena dukungan dari Charles I. Arends. Perbedaan pokok antara metode pembelajaran dengan model
pembelajaran sendiri berasal dari konsep joyce pokok antara metode penbelajaran dengan model
pembelajaran adalah pada model pembelajatan sintaks nya relatif sudah tertentu langka-langkah nya,
seuai dengan yang di tetapkan oleh ahli yang mengungkapkan nya. Dalam pengertian metode
pembelajaran , guru masih diberikan keleluasaan dalam bervariasi. Perlu penekanan pada kata relatif
tersebut karaena ternyata suatu model pembelajaran tertentu akan berbeda sintaks nya jika ahli yang
menyampaikanya juga berbeda. Jadi sintaks nya sangat bergantung pada sumber yang digunakan
berdasarkan pendapat Arends, pada esensi pembelajaran berbasis masalah adalah model pembelajaran
yang berlandaskan konstruktivisme dan mengakomodasi kan keterlibatan siswa dalam belajar serta
terlibat dalam pemecahan maslah yang kontekstual. Untuk memperoleh informasi dan mengembangkan
kosep-konsep sains siswa belajar tentnag bagaimana membangun kerangka masalah, mencermati,
mengumpulkan data dan mengorganisasikan masalah, menyusun fakta, menganalisis data dan
menyusun argumentasi terkait pemecahan masalah, kemudiaan memecahkan masalah baiksecara
individual maupun dalam kelompok.

Dalam hubungan ini Arends merengutip hasil penelitian para ahli Vanderbilt, Krajck dan Czerniak, salvin
dan lain-lain menyimpulkan ada lima gambaran umum menjadi identifikasi pembelajaran berbasis
masalah yaitu:
1. Dikembangkan dari pertanyaan atau masalah. Dari pada mengorganisasikan pembelajaran di
seputar prinsip-prinsip atau kecakapan akademik tertentu, PBL mengorganisasikan pengajaran pada
sejumlah pertanyaan atau masalah yang penting, yang baik secara sosial dan personal bermakna bagi
siswa. Pendekatan mengaitkan pembelajaran dengan situasi kehidupan nyata.

2. Fokusnya anatar disiplin. Walau PBL dapat di terapkan memusat untuk membahas subjek tertentu
dalalm (sans, matemtika, sejarah atau lainya), tetapi dipilih pembahasan masalah akatual yang dapat di
investigasi dari berbagai sudut disiplin ilmu. Contohnya masalah pencemaran lingkungan yang timbul
dilaut timur akibat pencemaran oleh perusahaan pengeboran minyak milik australia.dapat di investigasi
dan dijelaskan dari aspek ekonomi, biologi, sosiologi, kimia, hubungan antar negara, dan sebagainya.

3. Penyelidikan otentik. Istilah otentik selalu dikaitkan denagan masalah yang timbul di kehidupan
nyata, yang lngsung dapat diamati oleh karena itu, masalah yang timbul juga harus di carikan
penyelesaian secara nyata. Para siswa harus menganalisis dan mendefinisiskan masalahnya,
mengembangkan hipotesis dan membuata predeksi, mengumppulkan dan menganalisis informasi bila
perlu melaksanakan eksperimen, membuat inferensi dan menarik simpulan.

4. Menghasilkan artefak, baik berupa laporan, makalah, model fisik, sebuah video, suatu program
computer, naskah drama dan lain-lain

5. Ada kaloborasi. Implementasi PBL. Ditandaaai oleh adanya kerja sama antar siswa satu sama lain,
biasanya dalam pasangan siswa atau kelompok kecil siswa. Bekerja sama akan memberikan motivasi
untuk terlibat secara berkelanjutan dalam tugas-tugas yang kompleks, meningkatkan kesempatan untuk
saling bertukar pikiran dan mengembangkan inkuiri, serta melakukan dialog untuk mengembangkan
kecakapan sosial (dikemabngkan dari Arends, 2009: 387).

PBI atau PBL baru dapat berkembang jika terbangun suatu situasi kelas yang efektif. Combs (1976)
seperti yang diungkap oleh North Central Regional Educational Library (2006) menyatakan bahwa
minimal ada tiga karakteristik yang harus dipenuhi agar terbangun situasi kelas yang efektif dalam PBL.,
yaitu sebagai berikut:

1. Atmosfer kelas harus dafat memfasilitasi suatu eksplorasi makna. Para pebelajar harus merasa aman
dan merasa di terima. Merekaa memerlukan pemahaman baik tentang resiko maupun penghargaan
yang akan di perolehnya dari pencarian pengetahuan dan pemahaman. Situasi kelas harus mampu
menyediakan kesempatan bagi mereka untuk terlibat, saling, beriteraksi, dan sosialisasi.

2. Pebelajar harus sering diberi kesempatan untuk mengkonfrontasikan infotrmasi baru dengan
pengalaman nya selama proses mencari makna. Namun kesemptan semacam itu janganlah timbul dari
dominasi guru selam pembelajaran, tetapi harus timbul dari banyaknya kesempatan suswa untuk
menghadapi tantangan-tantangan baru berdasarkan pengala,manmasa lalaunya.

3. Makna baru tersebut harus di peroleh melalui proses penemuan secara personal.

Berkaitan dengan filsofi seperti diata berkembanglah apa yang disebut problem-based learning.
Problem-based learning ( pembelajaran berbasis masalah) atau sering disebut PBI (problem based
instruiction) merupakan suatu tipe penelolaan kelas yang diperlukan untuk mendukung pendekatan
konstruktivisme dalam pengajaran dan belajar.

Dalam sumber yang sama, savoie dan hughes (1994) mengungkap perlunya suatu proses yang dapat
digunakan untuk mendesain pengalaman pembelajaran berbasis masalah bagi siswa. Kegiatan-kegiatan
tersebut di bawah ini diperlukan untuk menunjukan proses tersebut, yaitu sebagai berikut.

a. Indentifikasikan suatu masalah yang cocok bagi para siswa

b. Kaitkan masalah tersebut dengan konteks dunia siswa sehingga mereka dapat menghadirkan suatu
kesempatan otentik.

c. Organisasikan pokok bahasan disekitar masalah, jangn berlandaskan bidang studi.

d. Berilah para siswa tanggung jawab untuk dapat mendefinisikan sendiri pengalaman belajar mereka
serta membuat perencanaan dalam menyelesaikan masalah.

e. Dorong timbulnya kaloborasi dengan membentuk kelompok pembelajaan.

f. Berikan dukungan kepada semua siswa untuk mendemonstrasikan hasil-hasil pembelajaran merek
misalnya dalam bentuk suatu karya atau kinerja tertentu.

Biasanya sintaks dalam PBL/PBI meliputi:

a. Orientasi siswa kepada masalah.

b. Mendefinisikan masalah dan mengorganisaikan siswa untuk belajar

c. Memandu investigasi mandiri maupun investigasi kelompok

d. Mengembangkan dan mempresentasikan karya

e. Refleksi dan penilaian

Secara umum dapat dikemukakan bahwa kekuatan dan penerapan metode PBL/PBI ini antara lain:

a. Siswa akan tebiasa menghadapi masalah (problem posing) dan merasa tertantang untuk
menyelesaikana masalah, tidak hanya terkait dengan pembelajaran dalam kelas, tetapi juga menghadapi
masalah yang ada dalam kehidupan sehari-hari (real –word) .

b. Memupuk solidaritas sosial dengan terbiasa berdiskusi dengan teman-teman sekelompok


kemudian berdiskusi dengan teman-teman sekelompok kemudian berdiskusi dengan teman sekelasnya

c. Makin mengakrabkan guru denga siswa

d. Karena ada kemungkinansuatu masalah harus di selesaikan siswa melalui eksperimen hal ini juga
akan membiasakan siswa dalam menerapkan metode eksperimen.
Sementara itu kelemahan dari penerapan metode ini antara lain:

a. Tidak banyak guru yang mampu mengantarkan siswa kepada pemecahan masalah .

b. Seringkali memerlukan biaya mahal dan waktu yang panjang

c. Aktivita siswa yang dilaksanakan di luar sekolah sulit dipantau guru.[7]

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

Beberapa bahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan bahwa dari beberapa ahli diantaranya
Menurut Jodion Siburian, dkk Muslimin I dalam Boud dan Felleti, Bern dan Eriction. hampir sama
menjelaskan bahwa SPBM merupakan salah satu model pembelajaran yang berasosiasi dengan
pembelajaran kontekstual. Pembelajaran dihadapkan pada suatu masalah, yang kemudian dengan
melalui pemecahan masalah, melalui masalah tersebut siswa belajar keterampil-keterampilan yang lebih
mendasar.

Hanya saja Muslimin I dalam Boud dan Felleti (2000:7), Bern dan Eriction (2001: 5) menambahkan
bahwa SPMB juga memberikan keterampilan berfikir dan keterampilan memecahkan masalah, belajar
peranan orang dewasa yang otentik serta menjadi pelajar mandiri.

Pembelajaran berdasarkan masalah tidak dirancang untuk membantu guru memberikan informasi yang
sebanyak-banyaknya kepada siswa, akan tetapi pembelajaran berbasis masalah dikembangkan untuk
membantu siswa mengembangkan kemampuan berpikir, pemecahan masalah dan keterampilan
intelektual, belajar berbagai peran orang dewasa melalui pelibatan mereka dalam pengalaman nyata
dan menjadi pembelajaran yang mandiri.

Kemudian Bern dan Eriction SPBM merupakan strategi pembelajaran yang melibatkan siswa dalam
memecahkan masalah dengan mengintegrasikan berbagai konsep dan keterampilan dari berbagai
disiplin ilmu. Strategi ini meliputi mengumpulkan dan menyatukan informasi, dan mempersentasikan
penemuan.
Jika dilihat dari aspek psikologi belajar SPMB bersandarkan kepada psikologi kognitif yang berangkat dari
asumsi bahwa belajar adalah proses perubahan tingkah laku berkat adanya pengalaman. Artinya,
perkembangan siswa tidak hanya terjadi pada aspek kognitif, tetapi juga aspek afektif dan psikomotor
melalui pernghayatan secara internal akan problema yang dihadapi.

Kemudian jika di lihat dari aspek fisilofis tentang fungsi sekolah sebagai arena atau wadah untuk
mempersipakan anak didik agar dapat hidup di masyarakat, maka SPBM merupakan strategi yang
memungkinkan dan sangat penting unuk dikembangkan. Hal ini sebabkan pada kenyataannya manusia
akan dihadapkan kepada masalah. SPBM inilah diharapkan dapat memberikan latihan dan kemampuan
setiap individu untuk dapat menyelesaikan masalah yang dihadapinya.

Selain itu, dilihat dari konteks perbaikan kualitas pendidikan, maka SPBM merupakan salah satu strategi
pembelajaran yang dapat digunakan untuk memperbaiki sistem pembelajaran.

Jiak kita perhatikan terdapat 3 ciri utama dari SPBM. Pertama, SPBM merupakan rangkaian aktivitas
pembelajaran, artinya dalam implementasi SPBM ada sejumlah kegiatan yang harus dilakukan siswa.
SPBM tidak diharapkan siswa hanya sekedar mendengarkan, mencatat, kemudian menghafal materi
pelajaran, akan tetapi melalui SPBM siswa aktif berfikir, berkomunikasi, mencari dan mengolah data dan
akhirnya menyimpulkan. Kedua, aktivitas pembelajran diarahkan untuk menyelesaikan masalah. Ketiga,
pemecahan masalah dilakukan dengan menggunakan pendekatan berpikir secara ilmiah. Berpikir
dengan menggunakan metode ilmiah adalah proses berpikir deduktif dan induktif.

Kemudian dalam makalah ini juga terdapat Tahapan- tahapan pelaksanaan SPBM, Keunggulan dan
kelemahannya, Model Pembelajarannya, langkah-langkah Pembelajarannya, Manfaatnya, serta
Langkah-langkah Model Pembelajaran Berbasis Masalah.

DAFTAR PUSTKAKA

Eveline Siregar dkk, Teori Belajar dan Pembalajaran, Ghalia Indonesia: Bogor, 2010.

Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual konsep dan aplikasi, Revika Aditama: Bandung, cet-3,
2013.

Mohammad Jauhar, Implementasi PAIKEM, Prestasi Pustakaray, 2011, Jakarta.

Nanang Hanafiah dan Cucu Suhada, Konsep Strategi Pembelajaran. Cet ketiga. Bandung: PT Refika
Aditama, 2012.
Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Cet kedua Jakarta: PT Reneka Cipta,
2002

Warsono, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen Bandung; PT Remaja Rosdakarya. 2013.

Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, Jakarta: Preneda Sanjaya,
2011.

[1]Syaiful Bahri Djamarah dan Aswan Zain, Strategi Belajar Mengajar. Cet kedua (Jakarta: PT Reneka
Cipta, 2002). Hlm. 1-2.

[2]Nanang Hanafiah dan Cucu Suhada, Konsep Strategi Pembelajaran. Cet ketiga. (Bandung: PT Refika
Aditama, 2012) Hlm. 20.

[3] Kokom Komalasari, Pembelajaran Kontekstual konsep dan aplikasi, Revika Aditama: Bandung, cet-3,
2013, hal. 59

[4]Eveline Siregar dkk, Teori Belajar dan Pembalajaran, Ghalia Indonesia: Bogor, 2010, hal. 120-121

[5] Wina Sanjaya, Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan, (Jakarta: Preneda
Sanjaya, 2011). Hlm. 214-221.

[6] Mohammad Jauhar, Implementasi PAIKEM, Prestasi Pustakaray, 2011, Jakarta. Hlm 86-91.

[7]Warsono, Pembelajaran Aktif Teori dan Asesmen Bandung; PT Remaja Rosdakarya. 2013 hal 147

Anda mungkin juga menyukai