Anda di halaman 1dari 19

MAKALAH

SUBJEK,OBJEK,DAN TARIF PAJAK

DOSEN PEMBIMBING
Kasyful Anwar S.E.,M.Si.Ak.
DISUSUN OLEH
Alvin Setiano (1900312310014)
Beatric Claudya Nakakasan (1900312320104)
Dhea Anggraini Putri (1900312320008)
Dina Amelia (1900312320107)

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
D3 PERPAJAKAN
KATA PENGANTAR
Puji syukur Alhamdulillah kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena telah
melimpahkan rahmat-Nya berupa kesempatan dan pengetahuan sehingga makalah ini bisa selesai
pada waktunya.
Terimakasih juga kami ucapkan kepada teman-teman sekalian yang telah memberikan ide-idenya
sehingga makalah ini bisa disusun dengan baik dan rapi.
Kami berharap semoga makalah ini bisa menambah pengetahuan para pembaca. Namun terlepas
dari itu, kami memahami bahwa makalah ini masih jauh dari kata sempurna, sehingga kami
sangat mengharapkan kritik serta saran yang bersifat membangun dan terciptanya makalah
selanjutnya yang lebih baik lagi.

Banjarmasin, 5 September 2019


BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Penghasilan negara adalah berasal dari rakyatnya melalui pungutan pajak, dan atau dari hasil
kekayaan alam yang ada dalam negara itu (natural resources). Dua sumber itu merupakan sumber
terpenting yang memberikan penghasilan kepada negara. Penghasilan itu untuk membiayai
kepentingan umum yang akhirnya juga mencakup kepentingan pribadi individu seperti kesehatan
masyarakat, pendidikan, kesejahteraan dan sebagainya. Jadi, dimana ada kepentingan
masyarakat, disana timbul pungutan pajak sehingga pajak adalah senyawa dengan kepentingan
umum. Pada mulanya pajak belum merupakan suatu pungutan, tetapi hanya merupakan
pemberian sukarela oleh rakyat kepada raja dalam memelihara kepentingan negara, seperti
menjaga keamanan negara, menyediakan jalan umum, membayar gaji pegawai dan lain-lain.
Bagi penduduk yang tidak melakukan  penyetoran maka ia diwajibkan melakukan pekerjaan-
pekerjaan untuk kepentingan umum untuk beberapa hari lamanya dalam satu tahun. Pungutan
pajak mengurangi penghasilan atau kekayaan individu tetapi sebaliknya merupakan penghasilan
masyarakat yang kemudian di kembalikan lagi kepada masyarakat, melaui pengeluaran-
pengeluaran rutin dan pengeluaran  pembangunan yang akhirnya kembali lagi kepada seluruh
masyarakat yang  bermanfaat bagi rakyat, baik yang membayar maupun tidak.

B. Rumusan Masalah

Adapun rumusan masalah yaitu :


1. 1.Apa yang di maksud dengan subjek pajak?
2. 2.Apa itu Objek pajak?
3. 3Apa itu Tarif Pajak?

C. Tujuan

Adapun tujuan kami membuat makalah ini:


1. Agar mengetahui maksud subjek dan bagian bagian subjek pajak.
2. Agar mengetahui apa saja yang ada di objek pajak
3. Agar mengetahui apa yang dimaksud dengan tariff pajak.
BAB II
SUBJEK PAJAK

1. PENGERTIAN SUBJEK PAJAK


Subjek pajak adalah orang pribadi atau badan yang ditetapkan oleh peraturan perundang -
undangan yang berlaku.
2. YANG MENJADI SUBJEK PAJAK
Yang menjadi subjek pajak sesuai dengan UU PPh No.36 Tahun 2008 adalah :
a. Orang pribadi
Orang pribadi maksudnya adalah :
- WNI / WNA yang berdomisili di Indonesia lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 1
thn.
- WNA yang mempunyai niat untuk tinggal atau menetap di Indonesia
- WNI / WNA tidak wajib membayar pajak apabila penghasilannya di bawah
Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP) senilai Rp.54 juta/tahun
b. Badan
Subjek pajak penghasilan badan meliputi semua perusahaan yang melakukan aktivitas
usaha di Indonesia.
Subjek pajak penghasilan badan tidak dikenakan pajak apabila :
- Pembentukannya berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan.
- Pembiayaannya bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN)
atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD).
- Penerimaannya dimasukkan dalam anggaran pemerintah pusat atau pemerintah
daerah.
- Pembukaannya diperiksa oleh aparat pengawasan fungsional negara.
c. Bentuk Usaha Tetap
Bentuk Usaha Tetap (BUT) adalah aset berupa tanah,gedung,mesin,peralatan,gudang dan
komputer yang dimiliki atau disewa.
Subjek Bentuk Usaha Tetap ini dapat berupa pabrik, bengkel, pertambangan, penggalian
sumber alam, dll.
3. JENIS-JENIS SUBJEK PAJAK
a. Subjek Pajak Dalam Negeri
Subjek pajak dalam negeri adalah subjek pajak yang secara fisik memang berada atau
bertempat tinggal atau berkedudukan di Indonesia. Dapat berupa orang perorangan,
badan dan warisan yang belum dibagi.
b. Subjek Pajak Luar Negeri
Subjek pajak luar negeri mencakup orang pribadi dan Badan usaha tetap.
Subjek pajak luar negeri orang pribadi yang tidak bertempat tinggal di Indonesia, orang
pribadi yang berada di Indonesia tapi tidak lebih dari 183 hari dalam jangka waktu 12
bulan dan badan usaha tetap yang tidak didirikan di Indonesia namun menjalankan usaha
atau melakukan kegiatan bisnis di Indonesia.
4. PERBEDAAN SUBJEK PAJAK LUAR NEGERI DAN DALAM NEGERI
a. Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak atas penghasilan baik yang diterima atau
diperoleh dari Indonesia maupun dari luar Indonesia. Sedangkan subjek pajak luar negeri
dikenai pajak hanya atas penghasilan yang berasal dari sumber penghasilan di Indonesia.
b. Subjek pajak dalam negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan neto dengan tarif
umum. Sedangkan subjek pajak luar negeri dikenai pajak berdasarkan penghasilan bruto
dengan tarif pajak sepadan alias tarif tunggal terhadap semua objek pajak berapa pun
nilainya.
c. Subjek pajak dalam negeri wajib menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT )
Pajak Penghasilan sebagai sarana untuk menetapkan pajak yang terutang dalam suatu
tahun pajak. Sedangkan subjek pajak luar negeri tidak menyampaikan SPT Pajak
Penghasilan karena kewajiban pajaknya dipenuhi melalui pemotongan pajak yang
bersifat final.
5. YANG TIDAK TERMASUK SUBJEK PAJAK
1. Kantor perwakilan negara asing
2. Pejabat-pejabat perwakilan diplomatik dan pejabat-pejabat lain dari negara asing.
3. Organisasi Internasional dengan syarat :
- Indonesia merupakan anggota organisasi tersebut
- Tidak menjalankan usaha atau kegiatan lain untuk memperoleh penghasilan dari
Indonesia selain memberikan pinjaman kepada pemerintah yang dananya berasal dari
iuran para anggota.
6. BERAKHIRNYA KEWAJIBAN PAJAK SUBJEKTIF
a. Orang Pribadi
Berakhirnya kewajiban pajak subjektif orang pribadi antara lain :
1. Pada saat ia meninggal dunia atau meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya
2. Pada saat orang tersebut tidak lagi menjalankan usaha atau tidak melakukan
kegiatan di Indonesia
3. Pada saat orang tersebut tidak lagi menjalankan usahanya di Indonesia
4. Pada saat orang tersebut tidak lagi menerima atau memperoleh penghasilan di
Indonesia.
b. Badan
Berakhirnya kewajiban pajak subjektif badan antara lain :
1. Pada saat badan tersebut dibubarkan atau tidak lagi bertempat kedudukan di
Indonesia.
2. Bagi badan yang tidak didirikan atau tidak bertempat kedudukan di Indonesia ,
maka kewajiban pajak subjektifnya berakhir pada saat badan tersebut tidak lagi
menerima atau mempeoleh penghasilan di Indonesia.
c. Warisan yang belum terbagi
Berakhirnya kewajiban pajak warisan yang belum terbagi adalah pada saat
warisan tersebut selesai dibagikan kepada para ahli warisnya masing-masing dan
akan secara otomatis kewajiban pajaknya beralih ke para ahli warisnya.
CATATAN :

1. Subjek Pajak PPh pasal 21


Subyek PPh 21 adalah penerima penghasilan yang dipotong oleh:
a. Pemberi kerja yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayaran lain
sebagai imbalan sehubungan dengan pekerjaan yang dilakukan oeh pegawai atau bukan
pegawai
b. Bendahara pemerintah yang membayar gaji, upah, honorarium tunjangan dan pembayara
lain sehubungan dengan pekerjaan, jasa atau kegiatan.
c. Dana pensiun atau badan lain yang membayarkan uang pension dan pembayaran lain
dengan nama apapun dalam rangka pensiun.
d. Badan yang membayar honorarium atau pembayaran lain sebagai imbalan sehubungan
dengan jasa termasuk jasa tenaga ahli yang melakukan pekerjaan bebas
e. Penyelenggara kegiatan yang melakukan pembayaran sehubungan dengan pelaksanan
suatu kegiatan
2. Subyek Pajak Pertambahan Nilai dan Pajak atas Penjualan Barang Mewah (PPN-PPnBM)
a. Subyek Pajak Pertambahan Nilai (PPN)
Subyek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP). Pengusaha Kena Pajak adalah
pengusaha yang melakukan melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP)
dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP).
b. Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah (PPnBM)
Subyek Pajak Penjualan atas Barang Mewah adalah PKP yang menghasilkan BKP
yang tergolong mewah dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya dan
pengusaha yang mengimpor barang yang tergolong mewah.
3. Subyek Pajak Bumi dan Bangunan
Subyek PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai hak atas bumi dan/atau,
memperoleh manfaat atas bumi dan /atau, memiliki atau menguasai bangunan; dan/atau
memperoleh manfaat atas bangunan.
4. Subyek Bea Perolehan Hak atas Tanah dan Bangunan
Subyek pajak BPHTB adalah orang pribadi atau badan yang memperoleh hak atas Tanah
dan/atau Bangunan.
BAB III
OBJEK PAJAK

A. Pengertian Objek Pajak

Objek Pajak adalah Suatu transaksi (Biasanya sumber pendapatan) Yang menurut peraturan
Perpajakan tergolong sebagai transaksi yang harus dikenai pajak Mengenai apa yang dapat
dijadikan objek pajak banyak sekali macamnya. Pada  prinsipnya segala sesuatu yang ada dalam
masyarakat dapat dijadikan sasaran atau objek pajak, baik keadaan, perbuatan, maupun peristiwa
.Misalnya :
a. Keadaan : kekayaan seseorang pada saat tertentu; memiliki kendaraan  bermotor, radio,
televise.
b. Perbuatan : melakukan penyerahan barang karena perjanjian, mendirikan rumah atau
gedung.
c. Peristiwa : kematian, keuntungan yang diperoleh secara mendadak.
 
I. Macam – macam Objek Pajak
 
1. Objek Pajak Penghasilan (PPh)

Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri. Penghasilan sebagai objek pajak PPh diartikan secara
luas yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun. Menurut
ketentuan UU No.7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui oleh UU  No.36 Tahun 2008 pasal 4
ayat 1 yang termasuk dalam penghasilan adalah :

a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-
undang ini,
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan,
c. Laba usaha,  
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta,
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai  biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak,
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan  pengembalian utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen daari asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi,
h. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak,
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah,
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing,
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aset.
n. Premi asuransi,
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib
pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak,
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah,
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengtur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
s. Surplus Bank Indonesia.

2. Objek pajak PPN (Pajak pertambahan nilai)

Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 adalah :
a. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
dengan syarat :
 Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena
pajak.
 Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean.
 Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau  pekerjaannya.
b. Impor barang kena pajak
c. Penyeraan barang kena pajak yang dilakuka di dalam daerah pabean oleh pengusaha
dalam syarat :
 Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak
 Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean
 Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha atau  pekerjaannya.
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak brwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah  pabean.
f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
g. Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telaha diuah
terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak di dalam lingkungan  perusahaan atau pekerjaannya, oleh orang pribadi
atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau pihak lain.
h. Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang sebagaimana telah diubah
terakhir degan UU No. 18 tahun 2000 yaitu,  penyerahan aktiva oleh pengusaha kena
pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang
dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.

3. Objek pajak PPn-BM (Pajak Penjualan atas barang mewah)

Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18
tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah
a. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh penguasaha
yang mengasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah
pabean dalam kegiatan usaha atau  pekerjaannya.
b. Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.

4. Objek Pajak Bumi dan Bangunan

Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak adalah  bumi dan/atau
bangunan. Pengertian bumi disini adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan
pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sementara
itu, bangunan adalah konstruksi teknik yang ditananm atau dilekatkan secara tetap pada tansh
atau perairan. Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak adala : Bangunan
tempat tinggal (rumah), gedung kantor, hotel, pabrik, jalan lingkungan pabrik dan
emplasemennya, kolam renang, tempat  penampungan/kilang minyak, air, dan gas, juga pipa
minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat. Sedangkan objek pajak yang tidak
dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, social,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan  
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah  Negara yang belum dibebani suatu
hak
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas  perlakuan timbal
balik
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan

5. Objek pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan,
yang meliputi :
a. Pemindahan hak karena : Jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris,
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan
hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan
usaha, pemekaran usaha, hadiah
b. Pemberian hak baru karena : kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak.
Adapun yang dimaksud hak atas tanah diantaranya adalah : hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan,hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, hak
pengelolaan.

6. Objek pajak Bea Materai Dokumen

yang dikenakan bea materai adalah :


a. Surat perjanjian dan surat-surat lainnya yang dibuat dengan tujuan untuk digunakan
sebagai alat pembuktian mengenai perbuatan,kenyataan, atau keadaan yang bersifat
perdata
b. Akta-akta notaris termasuk salinannya
c. Akta-akta yang dibuat oleh pejabat pembuat akta tanah termasuk rangkap-rangkapnya
d. Surat yang memuat jumlah uang, yaitu :
 Yang menyebutkan penerimaan uang
 Yang menyarankan pembukuan uang atau penyimpanan uang dalam rekening
bank
 Yang berisi pemberitahuan saldo rekening di bank
 Yang berisi pengakuan bahwa utang uang seluruhnya atau sebagian telah
dilunasi atau diperhitungkan,
e. Surat berharga seperti wesel, promes, aksep, dan cek,
f. Dokumen yang akan digunakan sebagai alat pembuktian di muka pengadilan, yaitu
surat-surat biasa dan surat-surat kerumahtanggaan, dan surat-surat yang semula tidak
dikenakan bea materai berdasarkan tujuannnya jika digunakan untuk tujuan lain atau
digunakan oleh orang lain, lain dari maksud semula.
Sedangkan yang tidak dikenakan Bea Materai adalah dokumen yang berupa:
a. Surat penyimpanan barang
b. Konosemen
c. Surat angkutan penumpang dan barang
d. Keterangan pemindahan
e. Bukti untuk pengiriman dan penerimaan barang
f. Surat pengiriman barang untuk dijual atas tanggungan pengiriman
g. Segala bentuk ijazah
h. Tanda terima gaji, uang tunggu, pension, uang tunjangan, dan pembayaran lainnya
yang ada kaitannya dengan hubungan kerja serta surat-surat yang diserahkan untuk
mendapatkan pembayaran tersebut.

II. Yang Bukan termasuk Objek Pajak


Berdasarkan pasal 4 ayat (3) Undang – undang Pph, penghasilan yang tidak termasuk objek
pajak adalah :
1. Bantuan atau sumbangan, harta hibah yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis
keturunan sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan
atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang
ditetapkan oleh menteri keuangan.
2. Warisan
3. Harta termasuk setoran tunai yang diterima oleh badan sebagai pengganti saham atau
penyertaan modal tunai.
4. Penggantian atau imbalan sehubungan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diproleh dalam bentuk natura atau kenikmatan wajib pajak atau pemerintah.
5. Pembayaran dari perusahaan asuransi kepada orang pribadi sehubungan dengan asuransi
keehatan, kecelakaan, jiwa, dwiguna dan beasiswa.
6. Dividen atau bagian laba yang diperoleh perseroan terbatas sebagai wajib pajak dalam
negeri, koperasi, yayasan atau organisasi sejenis, BUMN atau BUMD dari penyertaan
modal pada badan usaha yang didirikan dan bertempat kedudukan di Indonesia.
7. Iuran yang diterima atau diperoleh dana pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh
menteri keuangan
8. Bagian laba yang diperoleh anggota perseroan komanditer yang modalnya tidak terbagi
atas saham – saham, persekutuan, perkumpulan, firma dan kongsi.
9. Bunga obligasi yang diterima atau diperoleh perusahaan reksa dana.
10. Penghasilan yang diterima atau diperoleh perusahaan modal ventura berupa bagian laba
dari badan pasangan usaha yang didirikan dan menjalankan usaha atau kegiatannya di
indonesia, dengan syarat badan pasangan usaha tersebut:
a. Merupakan perusahaan kecil, menengah atau menjalankan kegiatan dalam sektor
usaha yang ditetapkan menteri keuangan
b. Sahamnya tidak diperdagangkan di bursa efek Jakarta.
BAB IV
TARIF PAJAK
Tarif pajak merupakan dasar pengenaan pajak atas objek pajak yang menjadi tanggung jawab
wajib pajak. Biasanya tarif pajak berupa persentase (%) yang sudah ditentukan oleh pemerintah.
Ada berbagai jenis tarif pajak dan setiap jenis pajak pun memiliki nilai tarif pajak yang berbeda-
beda. Dasar pengenaan pajak merupakan nilai dalam bentuk uang yang dijadikan dasar untuk
menghitung pajak terutang.

Secara struktural, tarif pajak dibagi menjadi 4 jenis, antara lain:

1. Tarif Tetap atau regresif (a fixed tax rate).


2. Tarif Proporsional atau sebanding (a proportional tax rate).
3. Tarif Progresif (a progressive tax rate).
4. Tarif Degresif (a degressive tax rate)

TARIF TETAP/REGRESIF

Tarif tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memerhatikan
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini diterapkan dalam UU No. 13 Tahun 1985
tentang Bea Meterai (BM). Dengan adanya PP No. 24 Tahun 2000, tarif yang digunakan adalah
Bea Meterai dengan nilai nominal sebesar Rp3.000,00 dan Rp6.000,00.

TARIF PROPORSIONAL

Tarif proporsional adalah tarif pajak yang merupakan persentase yang tetap, tetapi jumlah pajak
yang terutang akan berubah secara sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Tarif ini
diterapkan dalam UU No. 18 Tahun 2000 (UU PPN dan PPnBM) yang menggunakan tarif
proporsional sebesar 10%.

Contoh: Tarif PPN 10%

Toko Samson menjual kulkas sebanyak 20 kulkas dengan harga satuannya sebesar Rp6.000.000.
Lalu, berapakah PPN terutang toko Samson yang wajib disetorkan?

Jawab:
Total DPP atas penjualan 20 kulkas: 20 x Rp6.000.000 = Rp120.000.000

PPN = 10% x Rp120.000.000 = Rp12.000.000

Jadi, PPN terutang yang wajib disetorkan Toko Samson adalah sebesar Rp12.000.000.

TARIF PROGRESIF

Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar. Menurut kenaikan persentase tarifnya,
tarif progresif dapat dibagi menjadi 3, yaitu:

A. Tarif pajak Progresif Progresif

Tarif pajak Progresif Progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik
dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan
presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.

B. Tarif pajak Progresif Proporsional

Tarif pajak Progresif Proporsional adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik
dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun
kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu tetap.

C. Tarif pajak Progresif Degresif

Tarif pajak Progresif Degresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik
dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun
kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali menurun.

Contoh tarif pajak progresif adalah tarif untuk Pajak Penghasilan Orang Pribadi berdasarkan
Pasal 17 ayat (1) huruf A Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Tabel 7.1 Tarif Pajak Orang
Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf A

0-Rp50.000.000,00 tarif 5 %

>Rp50.000.000,00-Rp250.000.000,00 tarif 15 %

>Rp250.000.000,00-Rp500.000.000,00 tarif 25 %
>Rp500.000.000,00 tarif 30 %

Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, pajak
penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri tersebut termasuk tarif progresif degresif.

TARIF DEGRESIF

Tarif degresif adalah tarif pajak yang prentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya
semakin meningkat. Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan
perubahan dasar pengenaan pajaknya.

Tarif degresif ini dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

1. Tarif degresif-proporsional
2. Tarif degresif-progresif
3. Tarif degresif-degresif

Tarif Pajak Degresif-Proporsional

Jenis pajak ini merupakan tarif pajak yang persentasenya semakin menurun, jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya sama besar.

Berikut ini contoh penerapan tarif pajak degresif-proporsional karena adanya penurunan Dasar
Pengenaan Tarif Pajak:

Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Penurunan Tarif Jumlah Pajak

Rp10.000.000 25% – Rp2.500.000

Rp20.000.000 20% 5% Rp4.000.000

Rp30.000.000 15% 5% Rp4.500.000

Rp40.000.000 10% 5% Rp4.000.000


Tarif Pajak Degresif-Degresif

Yang dimaksud dengan tarif pajak degresif-degresif adalah tarif pajak yang persentasenya
semakin kecil, jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan tarif semakin
kecil.

Contoh penerapan tarif degresif-degresif adalah sebagai berikut:

Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Penurunan Tarif Jumlah Pajak

Rp10.000.000 25% – Rp2.500.000

Rp20.000.000 20% 5% Rp4.000.000

Rp30.000.000 15% 5% Rp4.500.000

Rp40.000.000 10% 5% Rp4.000.000

Tarif Pajak Degresif-Progresif

Jenis tarif ini merupakan tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat. Tidak hanya itu besarnya penurunan tarifnya juga semakin besar.

Contoh:

Dasar Pengenaan Pajak Tarif Pajak Penurunan Tarif Jumlah Pajak

Rp10.000.000 40% – Rp4.000.000

Rp20.000.000 35% 5% Rp5.000.000

Rp30.000.000 25% 10% Rp4.500.000

Rp40.000.000 10% 15% Rp4.000.000


DAFTAR PUSTAKA

http://rumahmakalalah.blogspot.com/2016/05/subjek-dan-objek-pajak.html

https://dokterpajak.com/subjek-pajak-penghasilan-dan-non-subjek-pajak

https://www.pajak.go.id/id/subjek-pajak-pph-badan

https://www.online-pajak.com/subjek-pajak

https://www.online-pajak.com/subjek-pajak-penghasilan

http://kelompok6hukumpajak.blogspot.com/2013/07/makalah-subjek-dan-objek-pajak.html

https://www.online-pajak.com/pajak-degresif

Anda mungkin juga menyukai