Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
DOSEN PEMBIMBING
Kasyful Anwar S.E.,M.Si.Ak.
DISUSUN OLEH
Alvin Setiano (1900312310014)
Beatric Claudya Nakakasan (1900312320104)
Dhea Anggraini Putri (1900312320008)
Dina Amelia (1900312320107)
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
Objek Pajak adalah Suatu transaksi (Biasanya sumber pendapatan) Yang menurut peraturan
Perpajakan tergolong sebagai transaksi yang harus dikenai pajak Mengenai apa yang dapat
dijadikan objek pajak banyak sekali macamnya. Pada prinsipnya segala sesuatu yang ada dalam
masyarakat dapat dijadikan sasaran atau objek pajak, baik keadaan, perbuatan, maupun peristiwa
.Misalnya :
a. Keadaan : kekayaan seseorang pada saat tertentu; memiliki kendaraan bermotor, radio,
televise.
b. Perbuatan : melakukan penyerahan barang karena perjanjian, mendirikan rumah atau
gedung.
c. Peristiwa : kematian, keuntungan yang diperoleh secara mendadak.
I. Macam – macam Objek Pajak
1. Objek Pajak Penghasilan (PPh)
Objek PPh adalah penghasilan itu sendiri. Penghasilan sebagai objek pajak PPh diartikan secara
luas yaitu setiap tambahan kemampuan ekonomis yang diterima atau diperoleh wajib pajak baik
yang berasal dari Indonesia maupun dari luar Indonesia yang dapat dipakai untuk konsumsi atau
untuk menambah kekayaan wajib pajak dengan nama dan dalam bentuk apapun. Menurut
ketentuan UU No.7 Tahun 1983 yang telah diperbaharui oleh UU No.36 Tahun 2008 pasal 4
ayat 1 yang termasuk dalam penghasilan adalah :
a. Penggantian atau imbalan berkenaan dengan pekerjaan atau jasa yang diterima atau
diperoleh termasuk gaji, upah, tunjangan, honorarium, komisi, bonus, gratifikasi, uang
pensiun, atau imbalan dalam bentuk lainnya kecuali ditentukan lain dalam undang-
undang ini,
b. Hadiah dari undian atau pekerjaan atau kegiatan, dan penghargaan,
c. Laba usaha,
d. Keuntungan karena penjualan atau karena pengalihan harta,
e. Penerimaan kembali pembayaran pajak yang telah dibebankan sebagai biaya dan
pembayaran tambahan pengembalian pajak,
f. Bunga termasuk premium, diskonto, dan imbalan karena jaminan pengembalian utang.
g. Dividen, dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk dividen daari asuransi kepada
pemegang polis, dan pembagian sisa hasil usaha koperasi,
h. Royalty atau imbalan atas penggunaan hak,
i. Sewa dan penghasilan lain sehubungan dengan penggunaan harta,
j. Penerimaan atau perolehan pembayaran berkala.
k. Keuntungan karena pembebasan utang, kecuali sampai dengan jumlah tertentu yang
ditetapkan dengan peraturan pemerintah,
l. Keuntungan selisih kurs mata uang asing,
m. Selisih lebih karena penilaian kembali aset.
n. Premi asuransi,
o. Iuran yang diterima atau diperoleh perkumpulan dari anggotanya yang terdiri dari wajib
pajak yang menjalankan usaha atau pekerjaan bebas,
p. Tambahan kekayaan netto yang berasal dari penghasilan yang belum dikenakan pajak,
q. Penghasilan dari usaha berbasis syariah,
r. Imbalan bunga sebagaimana dimaksud dalam undang-undang yang mengtur mengenai
ketentuan umum dan tata cara perpajakan,
s. Surplus Bank Indonesia.
Objek pajak PPN sesuai dengan pasal 4 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah
terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 adalah :
a. Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha
dengan syarat :
Barang berwujud atau tidak berwujud yang diserahkan merupakan barang kena
pajak.
Penyerahan dilakukan di dalam daerah pabean.
Penyerahan dilakukan dalam rangka kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor barang kena pajak
c. Penyeraan barang kena pajak yang dilakuka di dalam daerah pabean oleh pengusaha
dalam syarat :
Jasa yang diserahkan merupakan jasa kena pajak
Penyerahan yang dilakukan harus di dalam daerah pabean
Penyerahan yang dilakukan harus dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
d. Pemanfaatan barang kena pajak tidak brwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah
pabean
e. Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
f. Ekspor barang kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
g. Objek PPN sesuai dengan pasal 16 c UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telaha diuah
terakhir dengan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, kegiatan membangun sendiri yang
dilakukan tidak di dalam lingkungan perusahaan atau pekerjaannya, oleh orang pribadi
atau badan, baik yang hasilnya akan digunakan sendiri atau pihak lain.
h. Objek PPN berdasar pasal 16 D UU No. 8 tahun 1984 yang sebagaimana telah diubah
terakhir degan UU No. 18 tahun 2000 yaitu, penyerahan aktiva oleh pengusaha kena
pajak yang menurut tujuan semula tidak untuk diperjualbelikan sepanjang PPN yang
dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Menurut pasal 5 UU No. 8 tahun 1984 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 18
tahun 2000 yang termasuk objek PPn BM adalah
a. Penyerahan barang kena pajak yang tergolong mewah yang dilakukan oleh penguasaha
yang mengasilkan barang kena pajak yang tergolong mewah tersebut di dalam daerah
pabean dalam kegiatan usaha atau pekerjaannya.
b. Impor barang yang kena pajak yang tergolong mewah.
Dalam Pajak Bumi dan Bangunan yang menjadi objek pajak adalah bumi dan/atau
bangunan. Pengertian bumi disini adalah permukaan bumi yang meliputi tanah dan perairan
pedalaman, serta laut wilayah Indonesia, dan tubuh bumi yang ada di bawahnya. Sementara
itu, bangunan adalah konstruksi teknik yang ditananm atau dilekatkan secara tetap pada tansh
atau perairan. Termasuk dalam bangunan yang dapat dikenakan pajak adala : Bangunan
tempat tinggal (rumah), gedung kantor, hotel, pabrik, jalan lingkungan pabrik dan
emplasemennya, kolam renang, tempat penampungan/kilang minyak, air, dan gas, juga pipa
minyak, fasilitas lain yang memberikan manfaat. Sedangkan objek pajak yang tidak
dikenakan Pajak Bumi dan Bangunan adalah objek pajak yang :
a. Digunakan semata-mata untuk melayani kepentingan umum di bidang ibadah, social,
kesehatan, pendidikan dan kebudayaan nasional, yang tidak dimaksudkan untuk
memperoleh keuntungan
b. Digunakan untuk kuburan, peninggalan purbakala, atau yang sejenis dengan itu
c. Merupakan hutan lindung, hutan suaka alam, hutan wisata, taman nasional, tanah
penggembalaan yang dikuasai oleh desa, dan tanah Negara yang belum dibebani suatu
hak
d. Digunakan oleh perwakilan diplomatik, konsulat berdasarkan asas perlakuan timbal
balik
e. Digunakan oleh badan atau perwakilan organisasi internasional yang ditentukan oleh
Menteri Keuangan
5. Objek pajak Bea Perolehan Hak Atas Tanah dan Bangunan (BPHTB)
Yang menjadi objek pajak BPHTB adalah perolehan hak atas tanah dan atau bangunan,
yang meliputi :
a. Pemindahan hak karena : Jual beli, tukar menukar, hibah, hibah wasiat, waris,
pemasukan dalam perseroan atau badan hukum lainnya, pemisahan hak yang
mengakibatkan peralihan, penunjukan pembeli dalam lelang, pelaksanaan putusan
hakim yang mempunyai kekuatan hukum tetap, penggabungan usaha, peleburan
usaha, pemekaran usaha, hadiah
b. Pemberian hak baru karena : kelanjutan pelepasan hak dan di luar pelepasan hak.
Adapun yang dimaksud hak atas tanah diantaranya adalah : hak milik, hak guna
usaha, hak guna bangunan,hak pakai, hak milik atas satuan rumah susun, hak
pengelolaan.
TARIF TETAP/REGRESIF
Tarif tetap adalah tarif pemungutan pajak yang besar nominalnya tetap tanpa memerhatikan
jumlah yang dijadikan dasar pengenaan pajak. Tarif ini diterapkan dalam UU No. 13 Tahun 1985
tentang Bea Meterai (BM). Dengan adanya PP No. 24 Tahun 2000, tarif yang digunakan adalah
Bea Meterai dengan nilai nominal sebesar Rp3.000,00 dan Rp6.000,00.
TARIF PROPORSIONAL
Tarif proporsional adalah tarif pajak yang merupakan persentase yang tetap, tetapi jumlah pajak
yang terutang akan berubah secara sebanding dengan dasar pengenaan pajaknya. Tarif ini
diterapkan dalam UU No. 18 Tahun 2000 (UU PPN dan PPnBM) yang menggunakan tarif
proporsional sebesar 10%.
Toko Samson menjual kulkas sebanyak 20 kulkas dengan harga satuannya sebesar Rp6.000.000.
Lalu, berapakah PPN terutang toko Samson yang wajib disetorkan?
Jawab:
Total DPP atas penjualan 20 kulkas: 20 x Rp6.000.000 = Rp120.000.000
Jadi, PPN terutang yang wajib disetorkan Toko Samson adalah sebesar Rp12.000.000.
TARIF PROGRESIF
Tarif progresif adalah tarif pemungutan pajak yang persentasenya semakin besar bila jumlah
yang dijadikan dasar pengenaan pajak juga semakin besar. Menurut kenaikan persentase tarifnya,
tarif progresif dapat dibagi menjadi 3, yaitu:
Tarif pajak Progresif Progresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik
dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, dan kenaikan
presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali naik.
Tarif pajak Progresif Proporsional adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik
dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun
kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu tetap.
Tarif pajak Progresif Degresif adalah tarif pemungutan pajak dengan persentase yang naik
dengan semakin besarnya jumlah yang digunakan sebagai dasar pengenaan pajak, namun
kenaikan presentase untuk setiap jumlah tertentu setiap kali menurun.
Contoh tarif pajak progresif adalah tarif untuk Pajak Penghasilan Orang Pribadi berdasarkan
Pasal 17 ayat (1) huruf A Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008. Tabel 7.1 Tarif Pajak Orang
Pribadi berdasarkan Pasal 17 ayat (1) huruf A
0-Rp50.000.000,00 tarif 5 %
>Rp50.000.000,00-Rp250.000.000,00 tarif 15 %
>Rp250.000.000,00-Rp500.000.000,00 tarif 25 %
>Rp500.000.000,00 tarif 30 %
Dengan demikian, tarif pajak menurut pasal 17 Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2008, pajak
penghasilan wajib pajak orang pribadi dalam negeri tersebut termasuk tarif progresif degresif.
TARIF DEGRESIF
Tarif degresif adalah tarif pajak yang prentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan pajaknya
semakin meningkat. Jumlah pajak yang terutang akan berubah sesuai dengan perubahan tarif dan
perubahan dasar pengenaan pajaknya.
1. Tarif degresif-proporsional
2. Tarif degresif-progresif
3. Tarif degresif-degresif
Jenis pajak ini merupakan tarif pajak yang persentasenya semakin menurun, jika dasar
pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan dari tarifnya sama besar.
Berikut ini contoh penerapan tarif pajak degresif-proporsional karena adanya penurunan Dasar
Pengenaan Tarif Pajak:
Yang dimaksud dengan tarif pajak degresif-degresif adalah tarif pajak yang persentasenya
semakin kecil, jika dasar pengenaan pajaknya meningkat dan besarnya penurunan tarif semakin
kecil.
Jenis tarif ini merupakan tarif pajak yang persentasenya semakin kecil jika dasar pengenaan
pajaknya meningkat. Tidak hanya itu besarnya penurunan tarifnya juga semakin besar.
Contoh:
http://rumahmakalalah.blogspot.com/2016/05/subjek-dan-objek-pajak.html
https://dokterpajak.com/subjek-pajak-penghasilan-dan-non-subjek-pajak
https://www.pajak.go.id/id/subjek-pajak-pph-badan
https://www.online-pajak.com/subjek-pajak
https://www.online-pajak.com/subjek-pajak-penghasilan
http://kelompok6hukumpajak.blogspot.com/2013/07/makalah-subjek-dan-objek-pajak.html
https://www.online-pajak.com/pajak-degresif