PENDAHULUAN
Gagal ginjal terminal (GGT) merupakan titik akhir dari gangguan faal ginjal yang bersifat
irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mengangkut sampah metabolik tubuh atau
melakukan fungsi regulernya yang mengakibatkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis yang tidak
dapat diatasi lagi dengan tindakan konservatif, sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal
(Smeltzer& Bare, 2002). Berdasarkan estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari
500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup
bergantung pada cuci darah. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang memiliki prevalensi
gagal ginjal yang terus meningkat, dan jumlah orang dengan gagal ginjal yang di rawat dengan dialisis
dan transplantasi diproyeksikan meningkat dari 340.000 di tahun 1999 dan 651.000 dalam tahun 2010
(Smeltzer& Bare, 2004). Grafik menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang Amerika menjalani
hemodialisis karena gangguan ginjal kronis. Artinya, 1140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien
dialisis (Smeltzer& Bare, 2004). Sementara itu, di Indonesia, saat ini terdapat sekitar 70.000 penderita
gagal ginjal kronik yang memerlukan cuci darah (Siswono, 2008). Data yang diterima dari RSUD Dr.
Soetomo Surabaya pada tahun 2004 - 2006, diperkirakan tiap tahun ada 2000 pasien baru dengan kasus
gagal ginjal. Sedangkan Data kunjungan pasien rawat jalan (poliklinik) BLUD. RSUD PROF. DR. W. Z.
JOHANNES KUPANG jumlah kunjungan poliklinik hemodialisis pada tahun 2010 berjumlah 1440 orang,
tahun 2011 berjumlah 3653 orang, tahun 2012 berjumlah 3151 orang, tahun 2013 berjumlah 1835
orang. Dari data tersebut didapat bahwa sekitar 60-70 % dari pasien tersebut berobat dalam kondisi
sudah masuk tahap gagal ginjal terminal sehingga pasien harus bergantung pada mesin cuci darah
(hemodialisis) seumur hidup. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti untuk menggantikan
sebagian kerja atau fungsi ginjal dalam mengeluarkan sisa hasil metabolisme dan kelebihan cairan serta
zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh. Klien memerlukan terapi hemodialisis yang kronis, sebab terapi ini
diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan kerja uremia (Smeltzer
& Bare, 2004).
Pasien yang menjalani hemodialisa (HD) mengalami berbagai masalah yang timbul akibat tidak
berfungsinya ginjal. Hal tersebut muncul setiap waktu sampai akhir kehidupan. Hal ini menjadi stresor
fisik yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupan pasien yang meliputi bio, psiko, sosio, spiritual.
Kelemahan fisik yang dirasakan seperti mual, muntah, nyeri, lemah otot, oedema adalah sebagian dari
manifestasi klinik dari pasien yang menjalani hemodialisa. Ketidak berdayaan serta kurangnya
penerimaan diri pasien menjadi salah satu faktor yang mampu mengarahkan pasien pada tingkat stres,
cemas bahkan depresi.
Pasien dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak
dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya. Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan klien. Perubahan dalam kehidupan, merupakan
salah satu pemicu terjadinya kecemasan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zakarias Nalle (2013) mengenai “Tingkat
Kecemasan Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. DR. W. Z. Johannes
Kupang” pada 18 responden, yang mengalami kecemasan dari aspek fisiologis adalah 16 responden
dengan kecemasan sedang (89%), 2 responden dengan kecemasan berat (11%) sedangkan kecemasan
sedang (0%) kecemasan fisiologis yang timbul seperti merasa terganggu sakit kepala, nyeri leher dan
nyeri otot, tidak dapat istrahat dengan tenang, Sulit beristrahat pada malam hari, jantung yang
berdebar-debar pada saat memulai dan sesudah hemodialisis. Dan sebagian responden yang mengalami
kecemasan dari aspek psikologis adalah 14 responden dengan kecemasan ringan (78%), 3 responden
dengan kecemasan sedang (16,5%), 1 responden dengan kecemasan berat (5,5%) kecemasan pisikologis
yang timbul seperti karena mengalami firasat buruk pada saat memulai dan sesudah menjalani
hemodialisis. Hasil penelitian Kumar (2003) di India tingkat kecemasan pada pasien yang dihemodialisis
adalah 78,3 %. Hasil penelitian tim perawat hemodialisa RSUD Moewardi Surakarta (2007)
memperlihatkan bahwa 30% pasien hemodialisis mengalami kecemasan ringan, 40%, mengalami
kecemasan sedang dan 30% pasien mengalami kecemasan berat. kecemasan pada pasien hemodialisis
ini berasal dari keterbatasan aktifitas fisik, perubahan konsep diri, status ekonomi, dan tingkat
ketergantungan (Smeltzer& Bare, 2004).
Dengan mencermati adanya keterkaitan antara kondisi stres dengan progresivitas penyakit maka
perlunya suatu lingkungan yang kondusif selama proses pengobatan yaitu dengan cara meningkatkan
dukungan sosial keluarga pada pasien hemodialisa dukungan social tersebut dapat diberikan melalui
dukungan emosional misalnya lewat ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang
nasehat/saran, dan petunjuk., dukungan material contohnya bantuan langsung baik barang maupun jasa
yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah, dan dukungan penghargaan bisa dilakukan lewat
ungkapan hormat/ penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan
gagasan atau perasan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain. Dukungan seperti
ini sangat membantu setelah mengalami stres dan penting untuk mengurangi gangguan psikologik.
Tersedianya dukungan sosial sangat diperlukan sehubungan dengan rasa keputusasaan dan depresi
Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin meneliti tentang Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisis Di Ruangan Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z
Johannes Kupang.
Adakah pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan pasien hemodialisis Di Ruangan
Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z Johannes Kupang?
Untuk mengetahui pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan pasien hemodialisis Di
Ruangan Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z Johannes Kupang.
1. Mengidentifikasi dukungan keluarga yang diterima pasien hemodialisis Di Ruangan Hemodialisa RSUD
Prof. DR. .W. .Z Johannes Kupang.
2. Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien hemodialisis Di Ruangan Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z
Johannes Kupang.
3. Menganalisis pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan pasien hemodialisis Di Ruangan
Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z Johannes Kupang.
Dapat menambah khasanah kepustakaan mengenai pengaruh Dukungan Social Keluarga Terhadap
Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisis Di ruangan Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z Johannes Kupang,
Dan dapat digunakan sebagai data awal bagi peneliti yang akan datang untuk melakukan penelitian lebih
lanjut
4. Bagi Peneliti
Dapat menambah wawasan keilmuan dan menambah pengalaman peneliti dalam melaksanakan
penelitian, serta dapat di jadikan dasar untuk selanjutnya.
BAB II
TINJAUAN TEORI
Dukungan social adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang
lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tau bahwa ada orang lain yang memperhatikan,
menghargai dan mencintainya (Friedman, Harlilawati, 2013). Gottlieb 1983 dikutip oleh Nursalam 2009)
mendefinisikan dukungan social sebagai informasi atau nasehat verbal dan atau non verbal, bantuan
nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban social atau berupa kehadiran dan mempunyai
Sedangkan menurut (Friedman, Harlilawati, 2013) dukungan social keluarga adalah sebagai
suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan sosial. Menurut Caplan (dikutip oleh Ferry
Effendi dkk 2009) menerangkan bahwa keluarga memiliki delapan fungsi suportif, termaksuk
didalamnya dukungan informasional (keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator/
penyebar informasi tentang dunia) dukungan penilaian / appraisal (keluarga bertindak sebagai sebuah
bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan
validator identitas anggota); dukungan instrumental (keluarga) merupakan sebuah sumber pertolongan
praktis dan konkrit); dukungan emosional (keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk
istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadaps emosi). (Nurdin, 2009, online. http : //
Jadi, keluarga memainkan sebuah peran yang sangat penting dalam menentukan perilaku
anggota keluarganya yang sakit, bersifat mendukung selama masa penyembuhan dan pemulihan.
Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan program penyembuhan dan pemulihan
Menururt Nursalam (2009) membedakan empat jenis atau dimensi dukungan keluarga :
harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan seseorang akan hal dimiliki dan dicintai. Dukungan
emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan
dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa
berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan
semangat.
Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya
memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang
apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan
tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan
stressor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan masalahnya
dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan feed back (Sheiley, 1995). Pada dukungan
Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan
material berupa bantuan nyata (instrumental support material support), suatu kondisi dimana benda
atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung,
seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari,
menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit ataupun mengalami
depresi yang dapat membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh
individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber untuk
Terjadi lewat ungkapan hormat/ penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau
persetujuan dengan gagasan atau perasan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang
lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi
koping individu dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-
Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial memiliki beberapa komponen yang berbeda-beda.
Mengutip pendapat Weiss yang ditulis dalam sebuah artikel, yang mengemukakan adanya 6 komponen
dukungan sosial yang disebut sebagai The Social Provision Scale, dimana masing-masing komponen
dapat berdiri sendiri namun satu sama lain saling berhubungan. Komponen-komponen tersebut adalah :
1. Kerekatan Emosional (Emotional Attachment), dimana dukungan social semacam ini menimbulkan rasa
aman bagi yang menerima. Sumber dukungan semacam ini diperoleh dari pasangan hidup, anggota
2. Integrasi Sosial (Social Integration), dimana dukungan social semacam ini memungkinkan penerima
untuk memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok untuk berbagi minat, perhatian serta melakukan
3. Adanya Pengakuan (Reanssurance of Worth), pada dukungan social ini penerima memperoleh
pengakuan atas kemampuan dan keahlian serta mendapat penghargaan dari orang lain.
4. Ketergantungan Yang Dapat Diandalkan (Reliable Reliance), dalam dukungan social ini penerima
5. Bimbingan (Guidance), dukungan social berupa hubungan kerja atau hubungan sosial yang
memungkinkan penerima untuk memperoleh informasi atau saran yang diperlukan dalam memenuhi
6. Kesempatan Untuk Mengasuh (Opportunity for Nurturance), dimana dukungan social semacam ini
memungkinkan penerima untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk
oktober 2014
Dukungan social sendiri memiliki hubungan dengan kesehatan. hal ini pun telah diakui oleh para
ahli, menurut Gottieb (1983) dikutip oleh Nursalam 2007 : 29) pengaruh dukungan social pada stress
sebagai variable penegah dalam perilaku kesehatan dan hasil kesehatan. ada dua teori pokok yang
Menurut hipotesis penyangga dukungan social mempengaruhi kessehatan dan melindungi orang
itu dari efek negative dari strees berat. Hipotesis efek langsung berpendapat bahwa dukungan sosial itu
bermanfaat bagi kesehatan dan kesejateraan, tidak peduli banyaknya stress yang dialami orang-orang
menurut hipotesis ini efek dukungan sosial yang positif sebanding dibawah intensitas stres tinggi dan
rendah. Contohnya adalah orang-orang engan dukungan sosial tinggi dapat memiliki penghargaan diri
yang lebih tinggi, yang pada akhirnya membuat mereka tidak mudah diserang strees. Keberadaan
dukungan social yang sangat kuat dapat membantu menurunkan kecemasan disamping itu pengaruh
positif dari dukungan keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang
Dalam pandangan psikoanalitik kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian “ id dan super ego”. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif. Super
ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang.
Sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai mediator dari ikatan id dan super ego. Berfungsi
memperingatkan ego tentang bahaya (calvin & Lindzey, dukutip oleh Dr. Supratiknya, 2009)
Kecemasan terjadi dari ketakutan dan penolakan interpersonal. Hal ini dihubungkan dengan trauma
pada masa pertumbuhan seperti kehilangan atau perpisahan yang menyebabkan seseorang tidak
berdaya. Individu yang mempunyai harga diri yang rendah, biasanya sangat mudah untuk mengalami
kecemasan hebat.
Gangguan cemas dapat terjadi dan timbul secara nyata dalam keluarga . biasanya tumpang tindih antara
gangguan cemas dan depresi.
Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin. Reseptor
ini mungkin membantu mengatur kecemasan.
Menurut kusnadi (2014) kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Pengalaman kecemasan seseorang tidak
sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Namun demikian secara umum ancaman
besar yang dapat menimbulkan kecemasan dikategori menjadi 2, yaitu :
1) Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidak mampuan fisiologis yang akan datang atau
menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.
2) Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan indentitas, harga diri dan fungsi sosial
yang terintegrasi seseorang
2.2.4 Kecemasan ditinjau dari aspek psikologis dan fisiologis Menurut kategori Hamilton Anxietas Rating
Scale (HARS)
a. Kecemasan ditinjau dari aspek psikologis Menurut kategori Hamilton Anxietas Rating Scale (HARS)
Nursalam, (2011).
1. Perasaan Cemas terdiri dari
Cemas, Takut pikiran sendiri, Mudah tersinggung, Firasat buruk.
Lesu, Tidur tidak tenang, Gemetar, Gelisah, Mudah terkejut, Mudah menangis, Merasa tegang.
3. Ketakutan Pada :
Gelap, Ditinggal sendiri, Orang Asing, Binatang besar, Keramaian lalu lintas, Kerumunan orang banyak.
Kehilangan minat, Sedih, Bangun dini hari, Berkurangnya kesenangan pada hobi, Perasaan berubah – ubah
sepanjang hari.
b. Kecemasan ditinjau dari aspek fisiologis Menurut Hamilton Anxietas Rating Scale (HARS) Nursalam,
(2011).
Sukar memulai tidur, Terbangun pada malam hari, Tidak puas, bangun lesu, Sering mimpi buruk, Mimpi
menakutkan.
Nyeri otot kaki, Kedutan otot, Gigi gemertak, Suara tidak stabil.
Gelisah, Penglihatan kabur, Muka merah dan pucat, Merasa lemas, Perasaan di tusuk – tusuk.
Tachicardi, Berdebar – debar, Nyeri dada, Denyut nadi mengeras, Rasa lemas seperti mau pingsan, Detak
jantung hilang sekejap.
Rasa tertekan di dada, Perasaan tercekik, Merasa napas pendek atau sesak, Sering menarik napas
panjang.
Sulit menelan, Mual, muntah, Konstipasi, Perut melilit, Defekasi lembek, Gangguan pemcernaan, Nyeri
lambung sebelum dan sesudah makan, Rasa panas di perut, Berat badan menurun, Perut terasa panas
atau kembung.
Muka kering, Mudah berkeringat, Sering pusing atau sakit kepala, Bulu roma berdiri.
Gelisah, Tidak tenang, Jari gemetar, Mengerutkan dahi atau kening, Muka tegang, Tonus otot
meningkat, Napas pendek dan cepat, Muka merah.
c) Dapat mengatakan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa mendatang, menggunakan belajar, dapat
menvalidasi secara konsepsual, merumuskan makna.
Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan
yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu
yang terarah. Manifestasi yang terjadi padatingkat iniyaitu kelelahan meningkat, kecepatan
denyutjantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume
tinggi lahan persepsi menyempit mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi
menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah
tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah, dan menangis.
a) Persepsi agak menyempit, secara selektif tidak perhatian tetapi dapat mengarakan perhatian.
d) Dapat gagal untuk mengenali sesuatu apa yang terjadi pada situasi, akan mengalami beberapa kesulitan
dalam beradaptasi dan menganalisa
g) Tremor,gemetar.
Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi, individu cenderung memikirkan pada hal-
hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain individu, tidak mampu berpikiran berat lagi dan
membutukan banyak pengarang. Hal-hal dibawah ini sering di jumpai pada seseorang dengan
kecemasan berat yaitu:
a) Persepsi sangat berkurang atau berfokus pada hal-hal detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih, bahkan
ketika di instrusikan untuk melakukannya.
b) Belajar sangat terganggu, sangat mudah memberikan perhatian, Tidak mampu untuk memahami situasi
saat ini.
c) Memandang pengalaman saat ini dengan arti masalah lalu, hampir tidak mampu untuk menangani
situasi saat ini.
3 Panik
Tingkat panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan terror. Panik melibatkan
disorganisasi kepribadian, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Manifestasi yang muncul terdiri dari:
a. Napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, dan koordinasi motorik rendah.
b. Lapang persepsi sangat sempit, dan tidak dapat berfikir logis.
c. Mengamuk- amuk dan marah- marah, ketakutan, berteriak- teriak, menarik diri dari hubungan
interpersonal, kehilangan kendali atau kontrol diri dan persepsi kacau.
a) Kardiovaskuler
Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi
menurun, syock dan lain-lain.
b) Respirasi.
Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.
c) kulit.
Perasaan panas atau dingin pada kulit muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada
muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.
Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, naused, diare.
e) Neuromuskuler
Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan
lambat.
a) Perilaku.
Gelisa, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.
b) Kognitif
Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran
diri yang berlebihan, khawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan
lain-lain.
c) Afektif
Tidak sabar, tegang, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.
Kecemasan terjadi akibat dari reaksi saraf otonomi yang berlebihan dengan naiknya sistem tonus saraf
simpatis.
2. Psikologis
Ditinjau dari aspek psikoanalisa, kecemasan dapat muncul akibat implus-implus bawah sadar (misalnya :
sex, ancaman) yang masuk kealam sadar. Mekanisme pembelaan ego yang tidak sepenuhnya berhasil
juga dapat menimbulkan kecemasan yang mengambang, Reaksi pergeseran yang dapat mengakibatkan
reaksi fobia. Kecemasan merupakan peringatan yang bersifat subyektif atas adanya bahaya yang tidak
dikenali sumbernya.
3. Sosial
Kecemasan yang timbul akibat hubungan interpersonal dimana individu menerima suatu keadan yang
menurutnya tidak disukai oleh orang lain yang berusaha memberikan penilaian atas opininya (kusnadi,
2014).
Hemodialisis adalah suatu prosedur dimana kotoran di buang dari darah melalui ginjal buatan
(mesin hemodialisa). Prosedur ini digunakan untuk mengatasi keadaan dimana ginjal tidak sanggup
membuang kotoran tubuh (Brunner & Suddarth, 2002) Hemodialisis merupakan salah satu alat terapi
pengganti untuk menggantikan sebagian kerja atau fungsi ginjal dalam mengeluarkan sisa hasil
metabolisme dan kelebihan cairan serta zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh seperti seperti hidrogen,
urea, air, kalium, kreatinin, natrium, asam urat, serta zat-zat lain melalui membran semipermeabel
sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses Difusis, Osmosis dan
ultrafiltrasi (Nurdin, 2009, online. http : // anur hospital, com/web/index, php?.option com. Diakses 16
oktober 2014).
Hemodialisis merupakan suatu proses pengobatan yang kompleks dan dapat menyebabkan
perilaku maladaptif karena klien dengan hemodialisa harus menghadapi suatu penyakit yang harus
berlangsung seumur hidup dan melemahkan secara kronik, membutuhkan ketergantungan pada suatu
mesin yang pelaksanaannya rumit dan membutuhkan banyak waktu. Reaksi psikologis dan emosional
yang biasanya dialami klien adalah masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan,
dorongan seksual yang menghilang, kecemasan dan ketakutan terhadap kematian. Kecemasan sering
terjadi pada klien gagal ginjal kronik ketika memulai hemodialisa, maupun beberapa bulan setelah
menjalaninya. Hal ini disebabkan karena ketidaknyamanan yang berhubungan dengan prosedur
tindakan invasif seperti penusukan jarum hemodialisa, ketidak pastian tentang berapa lama dialisis akan
diperlukan sepanjang hidupnya, serta kesadaran dari klien bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan
dan harus mengubah gaya hidup (Brunnert & Suddart, 2002).
Perilaku koping seperti mengingkari, marah, pasif atau agresif umum dijumpai pada pasien.
Upaya koping mungkin efektif atau tidak dalam mengatasi cemas yang mengakibatkan ansietas. Jika
perilaku koping efektif, energi dibebaskan dan diarahkan langsung pada penyembuhan. Jika upaya
koping gagal atau tak efektif maka keadaan tegang meningkat sehingga terjadi peningkatan kebutuhan
energi lalu sumber penyakit nampak lebih besar.
Dukungan social adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang
lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tau bahwa ada orang lain yang memperhatikan,
menghargai dan mencintainya (Friedman, Harlilawati, 2013). Gottlieb 1983 dikutip oleh Nursalam 2007)
mendefinisikan dukungan social sebagai informasi atau nasehat verbal dan atau non verbal, bantuan
nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban social atau berupa kehadiran dan mempunyai
manfaat emosional atau berpengaruh pada perilaku penerimanya. Keberadaan dukungan social yang
sangat kuat memainkan peran penting dapat membantu menurunkan kecemasan, baik itu kecemasan
secara psikologis maupun kecemasan secara fisiologis.
Dukungan sosial keluarga yang sangat besar diperlukan untuk menurunkan efek dari gangguan
psikologis yang berat berupa Gelisa, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri,
menghindar. gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, bingung, lapangan persepsi menurun,
kesadaran diri yang berlebihan, khawatir yang berlebihan, takut kecelakaan, takut mati tidak sabar,
tegang, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain. Kemunculan dukungan keluarga diharapkan
mampu meningkatkan rasa percaya didri klien sehingga mampu mengurangi kesemasan. Selain itu
dukungan keluarga juga dapat menurunkan efek dari Respon Fisiologis terhadap Kecemasan
diantaranya yaitu : Menimbulkan perasaan tenang sehingga membantu menurunkan tekanan darah,
denyut jantung kembali normal, tekanan nadi menurun, tidak terjadi syock. Respirasi kembali
normal,suhu tubuh kembali normal, tidak berkeringat pada muka. Pada Gastro intestinal tidak terjadi
anoreksia, tidak mengalami diare. Secara Neuromuskuler Reflek mormal, tidak terjadi insomnia, tremor,
kejang, dan gerakan normal. Dukungan keluarga yang sangat kuat dan Mekanisme koping yang adaptif
sangat diperlukan untuk mengatasi stres yang muncul. disamping itu pengaruh positif dari dukungan
keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan strees
terutama pada pasien hemodialisa yang harus menghadapi suatu penyakit yang berlangsung seumur
hidup dan melemahkan secara kronik.
Dukungan emosional
Dukungan penghargaan
Dukungan material
Kerangka Konseptual
Pada pasien gagal ginjal terminal yang yang menjalani terapi hemodialisis mengalami kecemasan baik
secara pisikologis maupun fisiologis dikarenakan proses hemodialisis yang harus dijalani seumur hidup.
Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan suatu lingkungan yang kondusif selama proses terapi
yaitu dengan cara meningkatkan dukungan sosial keluarga pada pasien hemodialisa dukungan social
tersebut dapat diberikan melalui dukungan emosional, dukungan informasional (kognitif), dukungan
material dan dukungan penghargaan. dukungan social keluarga yang kuat dapat menimbulkan perasaan
H1 : Ada Pengaruh Dukungan Social Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisis Di Ruangan
Hemodialisa RSUD Prof. DR. W. Z Johannes Kupang.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 85 orang. Untuk menentukan besarnya sampel digunakan
rumus.
Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = tingkat signifikasi(0,01)
dengan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh jumlah sampel:
Dibulatkan menjadi 85.
3.4 Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi
(Nursalam, 2011). Pada penelitian ini cara pengambilan sampel menggunakan metode Non Random
(Non probability Sampling)dengan teknik accidental sampling, yaitu pengambilan kasus atau responden
yang kebetulan ada atau tersedia (Notoadmojo,2010)dimana responden diambil ketika berada di ruang
hemodialisa. Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan
pengambilan sampel perlu tentukan kriteria inklusi maupun kriteria ekslusi. (Notoatmodjo, 2010).
Adapun Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini adalah
1. Kriteria inklusi
a. Semua pasien yang mengikuti terapi Di Ruangan Hemodialisa
b. Kesadaran komposmentis
c. Tidak sedang mengalami gangguan jiwa
d. Bersedia diteliti
Defenisi
Variabel Parameter Alatukur Skala Skor
operasional
Variable Suatu dukungan Menemani saat Kuesioner Ordinal a. Dukungan
Independen yang diberikan hemodialisa, keluarga baik
keluarga berupa 25-36
informasi atau memberikan b. Dukungan
Dukungan
nasehat, bantuan semangat, keluarga cukup
keluarga
nyata, atau 13-24
memberikan
tindakan yang c. Dukungan
mempunyai informasi keluarga
manfaat nyata kurang
bagi status 1-12
emosional atau d. Tidak ada
perilaku dukungan
penerimanya keluarga
0
Defenisi
Variabel Parameter Alat ukur Skala Skor
operasional
a. kuesioner A : Data pribadi yang terdiri atas: Umur, Jenis kelamin, Suku, Pendidikan terakhir, Pekerjaan,
hubungan keluarga, lamanya terapi hemodialisa yang telah dijalani.
b. kuesioner B : Untuk mengukur dukungan soaial keluarga, peneliti menggunakan alat ukur kuesioner
pada keluarga yang dikaitkan dengan 4 bentuk dukungan yaitu 4 pertanyaan dukungan emosional dan
dukungan penghargaan, 4 pertanyaan dukungan informasional (kognitif), dan 4 pertanyaan dukungan
material. Penelitian ini dibuat menggunakan skala likert untuk menilai respon penilaian pasien
terhadap dukungan keluarga (sosial) yaitu : 3 = selalu, 2 = sering, 1= kadang-kadang, 0 = Tidak pernah
(Nursalam, 2011). menilai dukungan keluarga terhadap pasien seperti:
2. Keluarga selalu memberi pujian dan dampingan kepada saya selama sakit.
3. Keluarga tetap mencintai dan memperhatikan keadaan saya selama saya sakit.
4. Keluarga dan tetangga memaklumi bahwa sakit yang saya alami sebagai suatu musibah.
5. Keluarga selalu menyedikan waktu dan fasilitas jika saya memerlukan untuk keperluan pengobatan.
6. Keluarga sangat berperan aktif dalam setiap pengobatan dan perawatan henodialisis.
8. Keluarga selalu berusaha untuk mencarikan kekurangan sarana dan peralatan perawtan yang saya
perlukan selama terapi hemodialisis
9. Keluarga selalu memberitahu tentang hasil pemeriksaan dan pengobatan dari dokter yang merawat
kepada saya.
10. Keluarga selalu mengingatkan saya untuk selalu kontrol kesehatan, makan makanan yang bergizi serta
istirahat yang cukup.
11. Keluarga selalu mengingatkan kepada saya tentang perilaku-perilaku yang dapat memperburuk penyakit
saya.
12. Keluarga selalu menjelaskan kepada saya setiap saya bertanya hal-hal yang tidak jelas tentang penyakit
saya.
(Instrument Penelitian Yang Digunakan Adalah Instrument Baku Dan Diambil Dari Buku Nursalam 2011)
a. Editing
Data yang telah terkumpul dalam daftar pertanyaan atau kuesioner perlu dibaca sekalilagi dan
diperbaiki, jika terdapat hal-hal yang salah atau meragukan untuk memperbaiki kualitas data. Hal-hal
yang perlu diperhatikandalam editing yaitu kelengkapan data, kesempurnaan data kejelasan data untuk
dibaca, konsisten data untuk dibaca, keseragaman data dan kesesuaian data.
b. Coding.
Tahap perhitungan skor diawali dengan memberi kode untuk kuesioner tingkat kecemasan untuk
memudahkan analisa. Skor dukungan keluarga dilakukan dengan menjumlahkan angka-angka yang
merupakan jawaban dari pertanyaan dalam kuesioner.
c. Tabulating
Tahap tabulasi yang dilakukan yaitu memasukan data ke dalam tabel-tabel, dan mengatur angka-
angka sehingga dapat dihitung dalam kasus dalam berbagai kategori. Setelah data terkumpul dalam
tabel, dilaksanakan pengolahan dengan menghitung skor yang tertinggi dan skor terendah untuk
menentukan distribusi frekuensi.
f. Cleaning
Analisis ini digunakan untuk mendapatkan hubungan antara variabel bebas (dukungan keluarga) dan
variabel terikat (tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa). Uji stastistik yang digunakan adalah uji
regresi linear sederhana dengan taraf signifikasi p£ 0,05 berarti ada pengaruh yang bermakna antara
dua variable yang diukur yaitu ada pengaruh dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien
hemodialisa. Bila p£ 0,05, maka H1 diterima Ho ditolak, dan bila p> 0,05 maka H1 ditolak dan Ho
diterima.
Persamaan model regresi dinyataakan dalam rumusan sebagai berikut:
Y = a + bX1
Keterangan:
Y = Variabel dependen
X = Variabel independen
a, b =Konstanta-konstanta regresi