Anda di halaman 1dari 25

BAB 1

PENDAHULUAN

1.1  Latar Belakang

Gagal ginjal terminal (GGT) merupakan titik akhir dari gangguan faal ginjal yang bersifat
irreversible, dimana kemampuan tubuh gagal untuk mengangkut sampah metabolik tubuh atau
melakukan fungsi regulernya yang mengakibatkan terjadinya sejumlah perubahan fisiologis yang tidak
dapat diatasi lagi dengan tindakan konservatif, sehingga membutuhkan terapi pengganti ginjal
(Smeltzer& Bare, 2002). Berdasarkan estimasi Badan Kesehatan Dunia (WHO), secara global lebih dari
500 juta orang mengalami penyakit gagal ginjal kronik. Sekitar 1,5 juta orang harus menjalani hidup
bergantung pada cuci darah. Amerika Serikat merupakan salah satu negara yang memiliki prevalensi
gagal ginjal yang terus meningkat, dan jumlah orang dengan gagal ginjal yang di rawat dengan dialisis
dan transplantasi diproyeksikan meningkat dari 340.000 di tahun 1999 dan 651.000 dalam tahun 2010
(Smeltzer& Bare, 2004). Grafik menunjukkan bahwa setiap tahun 200.000 orang Amerika menjalani
hemodialisis karena gangguan ginjal kronis. Artinya, 1140 dalam satu juta orang Amerika adalah pasien
dialisis (Smeltzer& Bare, 2004). Sementara itu, di Indonesia, saat ini terdapat sekitar 70.000 penderita
gagal ginjal kronik yang memerlukan cuci darah (Siswono, 2008). Data yang diterima dari RSUD Dr.
Soetomo Surabaya pada tahun 2004 - 2006, diperkirakan tiap tahun ada 2000 pasien baru dengan kasus
gagal ginjal. Sedangkan Data kunjungan pasien rawat jalan (poliklinik) BLUD. RSUD PROF. DR. W. Z.
JOHANNES KUPANG jumlah kunjungan poliklinik hemodialisis pada tahun 2010 berjumlah 1440 orang,
tahun 2011 berjumlah 3653 orang, tahun 2012 berjumlah 3151 orang, tahun 2013 berjumlah 1835
orang. Dari data tersebut didapat bahwa sekitar 60-70 % dari pasien tersebut berobat dalam kondisi
sudah masuk tahap gagal ginjal terminal sehingga pasien harus bergantung pada mesin cuci darah
(hemodialisis) seumur hidup. Hemodialisis merupakan salah satu terapi pengganti untuk menggantikan
sebagian kerja atau fungsi ginjal dalam mengeluarkan sisa hasil metabolisme dan kelebihan cairan serta
zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh. Klien memerlukan terapi hemodialisis yang kronis, sebab terapi ini
diperlukan untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya dan mengendalikan kerja uremia (Smeltzer
& Bare, 2004).
Pasien yang menjalani hemodialisa (HD) mengalami berbagai masalah yang timbul akibat tidak
berfungsinya ginjal. Hal tersebut muncul setiap waktu sampai akhir kehidupan. Hal ini menjadi stresor
fisik yang berpengaruh pada berbagai dimensi kehidupan pasien yang meliputi bio, psiko, sosio, spiritual.
Kelemahan fisik yang dirasakan seperti mual, muntah, nyeri, lemah otot, oedema adalah sebagian dari
manifestasi klinik dari pasien yang menjalani hemodialisa. Ketidak berdayaan serta kurangnya
penerimaan diri pasien menjadi salah satu faktor yang mampu mengarahkan pasien pada tingkat stres,
cemas bahkan depresi.

Pasien dengan hemodialisa jangka panjang sering merasa khawatir akan kondisi sakitnya yang tidak
dapat diramalkan dan gangguan dalam kehidupannya. Penyesuaian diri terhadap kondisi sakit
mengakibatkan terjadinya perubahan dalam kehidupan klien. Perubahan dalam kehidupan, merupakan
salah satu pemicu terjadinya kecemasan.

Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Zakarias Nalle (2013) mengenai “Tingkat
Kecemasan Pasien Yang Menjalani Hemodialisis Di Ruang Hemodialisa RSUD Prof. DR. W. Z. Johannes
Kupang” pada 18 responden, yang mengalami kecemasan dari aspek fisiologis adalah 16 responden
dengan kecemasan sedang (89%), 2 responden dengan kecemasan berat (11%) sedangkan kecemasan
sedang (0%) kecemasan fisiologis yang timbul seperti merasa terganggu sakit kepala, nyeri leher dan
nyeri otot, tidak dapat istrahat dengan tenang, Sulit beristrahat pada malam hari, jantung yang
berdebar-debar pada saat memulai dan sesudah hemodialisis. Dan sebagian responden yang mengalami
kecemasan dari aspek psikologis adalah 14 responden dengan kecemasan ringan (78%), 3 responden
dengan kecemasan sedang (16,5%), 1 responden dengan kecemasan berat (5,5%) kecemasan pisikologis
yang timbul seperti karena mengalami firasat buruk pada saat memulai dan sesudah menjalani
hemodialisis. Hasil penelitian Kumar (2003) di India tingkat kecemasan pada pasien yang dihemodialisis
adalah 78,3 %. Hasil penelitian tim perawat hemodialisa RSUD Moewardi Surakarta (2007)
memperlihatkan bahwa 30% pasien hemodialisis mengalami kecemasan ringan, 40%, mengalami
kecemasan sedang dan 30% pasien mengalami kecemasan berat. kecemasan pada pasien hemodialisis
ini berasal dari keterbatasan aktifitas fisik, perubahan konsep diri, status ekonomi, dan tingkat
ketergantungan (Smeltzer& Bare, 2004).

Dengan mencermati adanya keterkaitan antara kondisi stres dengan progresivitas penyakit maka

perlunya suatu lingkungan yang kondusif selama proses pengobatan yaitu dengan cara meningkatkan

dukungan sosial keluarga pada pasien hemodialisa dukungan social tersebut dapat diberikan melalui

dukungan emosional misalnya lewat ungkapan empati, kepedulian dan perhatian terhadap orang yang

bersangkutan, dukungan informasional (kognitif) contohnya memberi informasi, pengetahuan,

nasehat/saran, dan petunjuk., dukungan material contohnya bantuan langsung baik barang maupun jasa

yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah, dan dukungan penghargaan bisa dilakukan lewat
ungkapan hormat/ penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau persetujuan dengan

gagasan atau perasan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang lain. Dukungan seperti

ini sangat membantu setelah mengalami stres dan penting untuk mengurangi gangguan psikologik.

Tersedianya dukungan sosial sangat diperlukan sehubungan dengan rasa keputusasaan dan depresi

pasien (Nursalam 2007).

Berdasarkan uraian diatas maka peneliti ingin meneliti tentang Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisis Di Ruangan Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z
Johannes Kupang.

1.2 Rumusan Masalah

Permasalahan yang dikemukakan dalam penelitian ini yaitu :

Adakah pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan pasien hemodialisis Di Ruangan
Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z Johannes Kupang?

1.3  Tujuan Penelitian

A.    Tujuan Umum

Untuk mengetahui pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan pasien hemodialisis Di
Ruangan Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z Johannes Kupang.

B.     Tujuan Khusus

1.      Mengidentifikasi dukungan keluarga yang diterima pasien hemodialisis Di Ruangan Hemodialisa RSUD
Prof. DR. .W. .Z Johannes Kupang.

2.      Mengidentifikasi tingkat kecemasan pasien hemodialisis Di Ruangan Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z
Johannes Kupang.

3.      Menganalisis pengaruh dukungan keluarga terhadap tingkat kecemasan pasien hemodialisis Di Ruangan
Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z Johannes Kupang.

1.1.3 Manfaat Hasil Penelitian


1.      Bagi Pasien
Untuk memberikan informasi tentang manfaat dukungan keluarga dalam membantu pasien yang
menjalani hemodialisis, agar dapat meningkatkan kesehatan pasien dalam menjalankan hidup yang
optimal sehingga kualitas hidup pasien dapat meningkat.
2.      Bagi pihak RSUD Prof. DR. W. Z. Johannes Kupang
Hasil penelitian ini memberi informasi sebagai referensi untuk meningkatkan pelayanan dalam usaha
meningkatkan Dukungan Keluarga Terhadap Pasien Yang Menjalani Hemodialisa.
3.      Bagi Institusi Pendidikan

Dapat menambah khasanah kepustakaan mengenai pengaruh Dukungan Social Keluarga Terhadap
Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisis Di ruangan Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z Johannes Kupang,
Dan dapat digunakan sebagai data awal bagi peneliti yang akan datang untuk melakukan penelitian lebih
lanjut

4. Bagi Peneliti

Dapat menambah wawasan keilmuan dan menambah pengalaman peneliti dalam melaksanakan
penelitian, serta dapat di jadikan dasar untuk selanjutnya.

BAB II

TINJAUAN TEORI

2.1 Konsep Dukungan Sosial Keluarga

2.1.1 Definisi Dukungan Sosial Keluarga

Dukungan social adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang

lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tau bahwa ada orang lain yang memperhatikan,

menghargai dan mencintainya (Friedman, Harlilawati, 2013). Gottlieb 1983 dikutip oleh Nursalam 2009)

mendefinisikan dukungan social sebagai informasi atau nasehat verbal dan atau non verbal, bantuan
nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban social atau berupa kehadiran dan mempunyai

manfaat emosional atau berpengaruh pada perilaku penerimanya.

Sedangkan menurut (Friedman, Harlilawati, 2013) dukungan social keluarga adalah sebagai

suatu proses hubungan antara keluarga dan lingkungan sosial. Menurut Caplan (dikutip oleh Ferry

Effendi dkk 2009) menerangkan bahwa keluarga memiliki delapan fungsi suportif, termaksuk

didalamnya dukungan informasional (keluarga berfungsi sebagai sebuah kolektor dan disseminator/

penyebar informasi tentang dunia) dukungan penilaian / appraisal (keluarga bertindak sebagai sebuah

bimbingan umpan balik, membimbing dan menengahi pemecahan masalah dan sebagai sumber dan

validator identitas anggota); dukungan instrumental (keluarga) merupakan sebuah sumber pertolongan

praktis dan konkrit); dukungan emosional (keluarga sebagai sebuah tempat yang aman dan damai untuk

istirahat dan pemulihan serta membantu penguasaan terhadaps emosi). (Nurdin, 2009, online. http : //

Konsep Kecemasan.htm, com/web/index. Diakses 15 oktober 2014

Jadi, keluarga memainkan sebuah peran yang sangat penting dalam menentukan perilaku

anggota keluarganya yang sakit, bersifat mendukung selama masa penyembuhan dan pemulihan.

Apabila dukungan semacam ini tidak ada, maka keberhasilan program penyembuhan dan pemulihan

akan sangat berkurang.

2.1.2 Jenis – Jenis Dukungan sosial Keluarga

Menururt Nursalam (2009) membedakan empat jenis atau dimensi dukungan keluarga :

a.       Dukungan emosional.


Selama depresi berlangsung, individu sering menderita secara emosional, sedih, cemas, dan kehilangan

harga diri. Jika depresi mengurangi perasaan seseorang akan hal dimiliki dan dicintai. Dukungan

emosional memberikan individu perasaan nyaman, merasa dicintai saat mengalami depresi, bantuan

dalam bentuk semangat, empati, rasa percaya, perhatian sehingga individu yang menerimanya merasa

berharga. Pada dukungan emosional ini keluarga menyediakan tempat istirahat dan memberikan

semangat.

b.      Dukungan informasional (kognitif).

Jenis dukungan ini meliputi jaringan komunikasi dan tanggung jawab bersama, termasuk di dalamnya

memberikan solusi dari masalah, memberikan nasehat, pengarahan, saran, atau umpan balik tentang

apa yang dilakukan oleh seseorang. Keluarga dapat menyediakan informasi dengan menyarankan

tentang dokter, terapi yang baik bagi dirinya, dan tindakan spesifik bagi individu untuk melawan

stressor. Individu yang mengalami depresi dapat keluar dari masalahnya dan memecahkan masalahnya

dengan dukungan dari keluarga dengan menyediakan feed back (Sheiley, 1995). Pada dukungan

informasi ini keluarga sebagai penghimpun informasi dan pemberi informasi.

c.       Dukungan material.

Dukungan ini meliputi penyediaan dukungan jasmaniah seperti pelayanan, bantuan finansial dan

material berupa bantuan nyata (instrumental support material support), suatu kondisi dimana benda

atau jasa akan membantu memecahkan masalah praktis, termasuk di dalamnya bantuan langsung,

seperti saat seseorang memberi atau meminjamkan uang, membantu pekerjaan sehari-hari,

menyampaikan pesan, menyediakan transportasi, menjaga dan merawat saat sakit ataupun mengalami

depresi yang dapat membantu memecahkan masalah. Dukungan nyata paling efektif bila dihargai oleh

individu dan mengurangi depresi individu. Pada dukungan nyata keluarga sebagai sumber untuk

mencapai tujuan praktis dan tujuan nyata.


d.      Dukungan penghargaan

Terjadi lewat ungkapan hormat/ penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau

persetujuan dengan gagasan atau perasan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang

lain, misalnya orang yang kurang mampu. Dukungan keluarga dapat membantu meningkatkan strategi

koping individu dengan strategi-strategi alternatif berdasarkan pengalaman yang berfokus pada aspek-

aspek yang positif.

2.1.3 Komponen – Komponen Dalam Dukungan Sosial

Para ahli berpendapat bahwa dukungan sosial memiliki beberapa komponen yang berbeda-beda.

Mengutip pendapat Weiss yang ditulis dalam sebuah artikel, yang mengemukakan adanya 6 komponen

dukungan sosial yang disebut sebagai The Social Provision Scale, dimana masing-masing komponen

dapat berdiri sendiri namun satu sama lain saling berhubungan. Komponen-komponen tersebut adalah :

1.      Kerekatan Emosional (Emotional Attachment), dimana dukungan social semacam ini menimbulkan rasa

aman bagi yang menerima. Sumber dukungan semacam ini diperoleh dari pasangan hidup, anggota

keluarga atau teman dekat yang memiliki hubungan yang harmonis.

2.      Integrasi Sosial (Social Integration), dimana dukungan social semacam ini memungkinkan penerima

untuk memperoleh perasaan memiliki suatu kelompok untuk berbagi minat, perhatian serta melakukan

kegiatan yang bersifat rekreatif secara bersama-sama.

3.      Adanya Pengakuan (Reanssurance of Worth), pada dukungan social ini penerima memperoleh

pengakuan atas kemampuan dan keahlian serta mendapat penghargaan dari orang lain.
4. Ketergantungan Yang Dapat Diandalkan (Reliable Reliance), dalam dukungan social ini penerima

mendapat jaminan bahwa ada orang yang dapat diandalkan.

5. Bimbingan (Guidance), dukungan social berupa hubungan kerja atau hubungan sosial yang

memungkinkan penerima untuk memperoleh informasi atau saran yang diperlukan dalam memenuhi

kebutuhan atau mengatasi permasalahan yang dihadapi.

6. Kesempatan Untuk Mengasuh (Opportunity for Nurturance), dimana dukungan social semacam ini

memungkinkan penerima untuk memperoleh perasaan bahwa orang lain tergantung padanya untuk

memperoleh kesejahteraan. (Kuntjoro 2002 http: // e-psikologi.htm, com/web/index. Diakses 15

oktober 2014

2.1.4        Hubungan Dukungan Sosial Dengan Kesehatan

Dukungan social sendiri memiliki hubungan dengan kesehatan. hal ini pun telah diakui oleh para

ahli, menurut Gottieb (1983) dikutip oleh Nursalam 2007 : 29) pengaruh dukungan social pada stress

sebagai variable penegah dalam perilaku kesehatan dan hasil kesehatan. ada dua teori pokok yang

diusulkan, yaitu hipotesis penyangga dan hipotesis efek langsung.

Menurut hipotesis penyangga dukungan social mempengaruhi kessehatan dan melindungi orang

itu dari efek negative dari strees berat. Hipotesis efek langsung berpendapat bahwa dukungan sosial itu

bermanfaat bagi kesehatan dan kesejateraan, tidak peduli banyaknya stress yang dialami orang-orang

menurut hipotesis ini efek dukungan sosial yang positif sebanding dibawah intensitas stres tinggi dan

rendah. Contohnya adalah orang-orang engan dukungan sosial tinggi dapat memiliki penghargaan diri

yang lebih tinggi, yang pada akhirnya membuat mereka tidak mudah diserang strees. Keberadaan

dukungan social yang sangat kuat dapat membantu menurunkan kecemasan disamping itu pengaruh
positif dari dukungan keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang

penuh dengan strees

2.2      KONSEP KECEMASAN


2.2.1        Definisi Kecemasan
Kecemasan merupakan suatu reaksi emosional yang timbul oleh penyebab yang tidak jelas dan
tidak spesifik yang dapat menimbulkan perasaan tidak nyaman dan merasa terancam (Stuart &
Sundeen,1998: Gunarsa, 2008). Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan
tidak dapat dibenarkan yang disertai gejala fisiologis.
Dollard & Miller (1950) dikutip oleh Doenges, Dkk (2013). Kecemasan adalah salah satu bentuk
masalah yang muncul saat klien mempunyai mekanisme kopling yang tidak adekuat untuk mengatasi
bahaya yang mungkin dikenali atau tidak dikenali Menurut Kusnadi, (2014) kecemasan merupakan
keadaan dimana individu atau kelompok mengalami perasaan yang sulit (ketakutan) dan aktivasi sistem
saraf otonom dalam berespon terhadap ketidak jelasan, ancaman tidak spesifik.
Kecemasan adalah penjelmaan dari berbagai proses emosi yang bercampur baur, yang muncul
apabila seseorang mendapatkan tekanan-tekanan atau ketegangan (cemas) seperti pertentangan batin
dan perasaan frustrasi. Kecemasan dapat didefininisikan pula sebagai suatu kondisi respon emosional
yang tidak menyenangkan yang muncul dari dalam, bersifat meningkatkan, menakutkan dan
menggelisakan yang dihubungkan dengan adanya ancaman bahaya yang tidak diketahui asalnya oleh
individu.

2.2.2        Faktor predisposisi

Berbagai teori telah dikembangkan untuk menjelaskan asal ansietas :

1.      Teori psikoanalitik

Dalam pandangan psikoanalitik kecemasan merupakan konflik emosional yang terjadi antara dua
elemen kepribadian “ id dan super ego”. Id melambangkan dorongan insting dan impuls primitif. Super
ego mencerminkan hati nurani seseorang dan dikendalikan oleh norma-norma budaya seseorang.
Sedangkan ego atau aku digambarkan sebagai mediator dari ikatan id dan super ego. Berfungsi
memperingatkan ego tentang bahaya (calvin & Lindzey, dukutip oleh Dr. Supratiknya, 2009)

2.      Teori interpersonal

Kecemasan terjadi dari ketakutan dan penolakan interpersonal. Hal ini dihubungkan dengan trauma
pada masa pertumbuhan seperti kehilangan atau perpisahan yang menyebabkan seseorang tidak
berdaya. Individu yang mempunyai harga diri yang rendah, biasanya sangat mudah untuk mengalami
kecemasan hebat.

3.      Teori perilaku


Kecemasan merupakan hasil frustasi segala sesuatu yang mengganggu kemampuan seseorang untuk
mencapai tujuan yang diinginkan. Para ahli perilaku menganggap kecemasan merupakan suatu
dorongan yang dipelajari berdasarkan keinginan untuk menghindari rasa sakit. Pakar teori belajar
meyakini individu yang pada awal kehidupan dihadapkan pada rasa takut yang berlebihan akan
menunjukkan kecemasan yang berat pada kehidupan dewasanya. Sementara para ahli teori konflik
mengatakan bahwa kecemasan sebagai benturan-benturan keinginan yang bertentangan. Mereka
percaya bahwa hubungan timbal balik konflik dan daya kecemasan yang kemudian menimbulkan konflik.

4.      Teori keluarga

Gangguan cemas dapat terjadi dan timbul secara nyata dalam keluarga . biasanya tumpang tindih antara
gangguan cemas dan depresi.

5.      Teori biologi

Kajian biologis menunjukkan bahwa otak mengandung reseptor khusus untuk benzodiazepin. Reseptor
ini mungkin membantu mengatur kecemasan.

6.      Teori kognitif


Kecemasan muncul dikarenakan stimulus yang datang tidak dapat ditanggapi dengan respon yang
sesuai.
2.2.3        Faktor Presipitasi

Menurut kusnadi (2014) kecemasan sangat berkaitan dengan perasaan yang tidak pasti dan tidak
berdaya. Keadaan emosi ini tidak memiliki objek yang spesifik. Pengalaman kecemasan seseorang tidak
sama pada beberapa situasi dan hubungan interpersonal. Namun demikian secara umum ancaman
besar yang dapat menimbulkan kecemasan dikategori menjadi 2, yaitu :

1)  Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidak mampuan fisiologis yang akan datang atau
menurunnya kapasitas untuk melakukan aktivitas hidup sehari-hari.

2)   Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan indentitas, harga diri dan fungsi sosial
yang terintegrasi seseorang

2.2.4        Kecemasan ditinjau dari aspek psikologis dan fisiologis Menurut kategori Hamilton Anxietas Rating
Scale (HARS)
a.          Kecemasan ditinjau dari aspek psikologis Menurut kategori Hamilton Anxietas Rating Scale (HARS)
Nursalam, (2011).
1.      Perasaan Cemas terdiri dari
Cemas, Takut pikiran sendiri, Mudah tersinggung, Firasat buruk.

2.      Ketegangan terdiri dari

Lesu, Tidur tidak tenang, Gemetar, Gelisah, Mudah terkejut, Mudah menangis, Merasa tegang.
3.      Ketakutan Pada :

Gelap, Ditinggal sendiri, Orang Asing, Binatang besar, Keramaian lalu lintas, Kerumunan orang banyak.

4.      Gangguan kecerdasan terdiri dari

Daya ingat buruk, sering bingung, sukar berkontrasi.

5.      Perasaan Depresi

Kehilangan minat, Sedih, Bangun dini hari, Berkurangnya kesenangan pada hobi, Perasaan berubah – ubah
sepanjang hari.

b.         Kecemasan ditinjau dari aspek fisiologis Menurut Hamilton Anxietas Rating Scale (HARS) Nursalam,
(2011).

1.      Gangguan Tidur terdiri dari

Sukar memulai tidur, Terbangun pada malam hari, Tidak puas, bangun lesu, Sering mimpi buruk, Mimpi
menakutkan.

2.      Gangguan somatic

Nyeri otot kaki, Kedutan otot, Gigi gemertak, Suara tidak stabil.

3.      Gangguan Sensorik

Gelisah, Penglihatan kabur, Muka merah dan pucat, Merasa lemas, Perasaan di tusuk – tusuk.

4.      Gangguan kardiovakuler

Tachicardi, Berdebar – debar, Nyeri dada, Denyut nadi mengeras, Rasa lemas seperti mau pingsan, Detak
jantung hilang sekejap.

5.      Gangguan Pernapasan

Rasa tertekan di dada, Perasaan tercekik, Merasa napas pendek atau sesak, Sering menarik napas
panjang.

6.      Gangguan Saluran Pencernaan

Sulit menelan, Mual, muntah, Konstipasi, Perut melilit, Defekasi lembek, Gangguan pemcernaan, Nyeri
lambung sebelum dan sesudah makan, Rasa panas di perut, Berat badan menurun, Perut terasa panas
atau kembung.

7.      Gangguan Urogenital


Sering kencing, Tidak dapat menahan kencing.

8.      Gangguan Vegetatif / Otonom

Muka kering, Mudah berkeringat, Sering pusing atau sakit kepala, Bulu roma berdiri.

9.      Perilaku sewaktu wawancara

Gelisah, Tidak tenang, Jari gemetar, Mengerutkan dahi atau kening, Muka tegang, Tonus otot
meningkat, Napas pendek dan cepat, Muka merah.

2.2.5     Klasifikasi Tingkat Kecemasan.


Kecemasan mempunyai berbagai tingkat, (Kusnadi, 2014) menggolongkan sebagai berikut :

1)      Kecemasan Ringan.

Kecemasan ringan berhubungan dengan ketegangan dalam kehidupan sehari-hari. Pada


tingkat ini lahan persepsi melebar dan individu akan berhati-hati serta waspada. Individu akan terdorong
untuk belajar yang akan menghasilkan pertumbuhan dan kreatifitas. Kecemasan ringan di perlukan
orang agar dapat mengatasi suatu kejadian. Seseorang dengan kecemasan ringan dapat di jumpai
berdasarkan hal-hal sebagai berikut :

a)            Persepsi dan perhatian meningkat, waspada

b)            Mampu mengatasi situasi bermasalah

c)            Dapat mengatakan pengalaman masa lalu, saat ini dan masa mendatang, menggunakan belajar, dapat
menvalidasi secara konsepsual, merumuskan makna.

d)           Ingin tahu, mengulang pertanyaan

e)            Kecenderungan untuk tidur.

2)      Kecemasan Sedang.

Memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada hal yang penting dan mengesampingkan
yang lain, sehingga seseorang mengalami perhatian yang selektif namun dapat melakukan sesuatu
yang terarah. Manifestasi yang terjadi padatingkat iniyaitu kelelahan meningkat, kecepatan
denyutjantung dan pernapasan meningkat, ketegangan otot meningkat, bicara cepat dengan volume
tinggi lahan persepsi menyempit mampu untuk belajar namun tidak optimal, kemampuan konsentrasi
menurun, perhatian selektif dan terfokus pada rangsangan yang tidak menambah ansietas, mudah
tersinggung, tidak sabar, mudah lupa, marah, dan menangis.

a)            Persepsi agak menyempit, secara selektif tidak perhatian tetapi dapat mengarakan perhatian.

b)            Sedikit lebih sulit untuk konsentrasi


c)            Belajar menuntut upaya lebih memandang pengalaman ini dengan masa lalu.

d)           Dapat gagal untuk mengenali sesuatu apa yang terjadi pada situasi, akan mengalami beberapa kesulitan
dalam beradaptasi dan menganalisa

e)            Perubahan suara atau ketinggian suara

f)             Peningkatan frekuensi pernapasan dari jantung

g)            Tremor,gemetar.

3)         Kecemasan Berat.

Kecemasan berat sangat mengurangi lahan persepsi, individu cenderung memikirkan pada hal-
hal yang kecil saja dan mengabaikan hal-hal yang lain individu, tidak mampu berpikiran berat lagi dan
membutukan banyak pengarang. Hal-hal dibawah ini sering di jumpai pada seseorang dengan
kecemasan berat yaitu:

a)            Persepsi sangat berkurang atau berfokus pada hal-hal detail, tidak dapat berkonsentrasi lebih, bahkan
ketika di instrusikan untuk melakukannya.

b)            Belajar sangat terganggu, sangat mudah memberikan perhatian, Tidak mampu untuk memahami situasi
saat ini.

c)            Memandang pengalaman saat ini dengan arti masalah lalu, hampir tidak mampu untuk menangani
situasi saat ini.

d)           Berfungsi secara buruk, komunikasi sulit dipahami.

e)            Hiperventilasi, takhikardi, sakit kepala, pusing, mual.

3            Panik

Tingkat panik berhubungan dengan terperangah, ketakutan dan terror. Panik melibatkan
disorganisasi kepribadian, terjadi peningkatan aktivitas motorik, menurunnya kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi yang menyimpang dan kehilangan pemikiran yang rasional.
Manifestasi yang muncul terdiri dari:

a.       Napas pendek, rasa tercekik dan palpitasi, sakit dada, pucat, hipotensi, dan koordinasi motorik rendah.
b.      Lapang persepsi sangat sempit, dan tidak dapat berfikir logis.
c.       Mengamuk- amuk dan marah- marah, ketakutan, berteriak- teriak, menarik diri dari hubungan
interpersonal, kehilangan kendali atau kontrol diri dan persepsi kacau.

2.2.6           Respon terhadap kecemasan.


Respon kecemasan menurut (Stuart & Sundeen, 1998)
1.         Respon Fisiologis terhadap Kecemasan.

a)            Kardiovaskuler

Peningkatan tekanan darah, palpitasi, jantung berdebar, denyut nadi meningkat, tekanan nadi
menurun, syock dan lain-lain.

b)            Respirasi.

Napas cepat dan dangkal, rasa tertekan pada dada, rasa tercekik.

c)            kulit.

Perasaan panas atau dingin pada kulit muka pucat, berkeringat seluruh tubuh, rasa terbakar pada
muka, telapak tangan berkeringat, gatal-gatal.

d)           Gastro intestinal.

Anoreksia, rasa tidak nyaman pada perut, rasa terbakar di epigastrium, naused, diare.

e)            Neuromuskuler

Reflek meningkat, reaksi kejutan, mata berkedip-kedip, insomnia, tremor, kejang, wajah tegang, gerakan
lambat.

2.         Respon Psikologis Terhadap Kecemasan.

a)            Perilaku.

Gelisa, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri, menghindar.

b)            Kognitif

Gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, bingung, lapangan persepsi menurun, kesadaran
diri yang berlebihan, khawatir yang berlebihan, obyektifitas menurun, takut kecelakaan, takut mati dan
lain-lain.

c)            Afektif

Tidak sabar, tegang, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain.

2.2.7           Faktor-faktor yang mempengaruhi kecemasan

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kecemasan.

1.      Faktor Biologis

Kecemasan terjadi akibat dari reaksi saraf otonomi yang berlebihan dengan naiknya sistem tonus saraf
simpatis.
2.      Psikologis

Ditinjau dari aspek psikoanalisa, kecemasan dapat muncul akibat implus-implus bawah sadar (misalnya :
sex, ancaman) yang masuk kealam sadar. Mekanisme pembelaan ego yang tidak sepenuhnya berhasil
juga dapat menimbulkan kecemasan yang mengambang, Reaksi pergeseran yang dapat mengakibatkan
reaksi fobia. Kecemasan merupakan peringatan yang bersifat subyektif atas adanya bahaya yang tidak
dikenali sumbernya.

3.      Sosial

Kecemasan yang timbul akibat hubungan interpersonal dimana individu menerima suatu keadan yang
menurutnya tidak disukai oleh orang lain yang berusaha memberikan penilaian atas opininya (kusnadi,
2014).

2.3      KONSEP HEMODIALISIS

2.3.1 Defenisi Hemodialisis

Hemodialisis adalah suatu prosedur dimana kotoran di buang dari darah melalui ginjal buatan

(mesin hemodialisa). Prosedur ini digunakan untuk mengatasi keadaan dimana ginjal tidak sanggup

membuang kotoran tubuh (Brunner & Suddarth, 2002) Hemodialisis merupakan salah satu alat terapi

pengganti untuk menggantikan sebagian kerja atau fungsi ginjal dalam mengeluarkan sisa hasil

metabolisme dan kelebihan cairan serta zat-zat yang tidak dibutuhkan tubuh seperti seperti hidrogen,

urea, air, kalium, kreatinin, natrium, asam urat, serta zat-zat lain melalui membran semipermeabel

sebagai pemisah darah dan cairan dialisat pada ginjal buatan dimana terjadi proses Difusis, Osmosis dan

ultrafiltrasi (Nurdin, 2009, online. http : // anur hospital, com/web/index, php?.option com. Diakses 16

oktober 2014).

Hemodialisis merupakan suatu proses pengobatan yang kompleks dan dapat menyebabkan
perilaku maladaptif karena klien dengan hemodialisa harus menghadapi suatu penyakit yang harus
berlangsung seumur hidup dan melemahkan secara kronik, membutuhkan ketergantungan pada suatu
mesin yang pelaksanaannya rumit dan membutuhkan banyak waktu. Reaksi psikologis dan emosional
yang biasanya dialami klien adalah masalah finansial, kesulitan dalam mempertahankan pekerjaan,
dorongan seksual yang menghilang, kecemasan dan ketakutan terhadap kematian. Kecemasan sering
terjadi pada klien gagal ginjal kronik ketika memulai hemodialisa, maupun beberapa bulan setelah
menjalaninya. Hal ini disebabkan karena ketidaknyamanan yang berhubungan dengan prosedur
tindakan invasif seperti penusukan jarum hemodialisa, ketidak pastian tentang berapa lama dialisis akan
diperlukan sepanjang hidupnya, serta kesadaran dari klien bahwa penyakitnya tidak dapat disembuhkan
dan harus mengubah gaya hidup (Brunnert & Suddart, 2002).
Perilaku koping seperti mengingkari, marah, pasif atau agresif umum dijumpai pada pasien.
Upaya koping mungkin efektif atau tidak dalam mengatasi cemas yang mengakibatkan ansietas. Jika
perilaku koping efektif, energi dibebaskan dan diarahkan langsung pada penyembuhan. Jika upaya
koping gagal atau tak efektif maka keadaan tegang meningkat sehingga terjadi peningkatan kebutuhan
energi lalu sumber penyakit nampak lebih besar.

2.3.2        Pengaruh Dukungan Social Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa.

Dukungan social adalah suatu keadaan yang bermanfaat bagi individu yang diperoleh dari orang
lain yang dapat dipercaya, sehingga seseorang akan tau bahwa ada orang lain yang memperhatikan,
menghargai dan mencintainya (Friedman, Harlilawati, 2013). Gottlieb 1983 dikutip oleh Nursalam 2007)
mendefinisikan dukungan social sebagai informasi atau nasehat verbal dan atau non verbal, bantuan
nyata, atau tindakan yang diberikan oleh keakraban social atau berupa kehadiran dan mempunyai
manfaat emosional atau berpengaruh pada perilaku penerimanya. Keberadaan dukungan social yang
sangat kuat memainkan peran penting dapat membantu menurunkan kecemasan, baik itu kecemasan
secara psikologis maupun kecemasan secara fisiologis.

Dukungan sosial keluarga yang sangat besar diperlukan untuk menurunkan efek dari gangguan
psikologis yang berat berupa Gelisa, tremor, gugup, bicara cepat dan tidak ada koordinasi, menarik diri,
menghindar. gangguan perhatian, konsentrasi hilang, mudah lupa, bingung, lapangan persepsi menurun,
kesadaran diri yang berlebihan, khawatir yang berlebihan, takut kecelakaan, takut mati tidak sabar,
tegang, gugup yang luar biasa, sangat gelisah dan lain-lain. Kemunculan dukungan keluarga diharapkan
mampu meningkatkan rasa percaya didri klien sehingga mampu mengurangi kesemasan. Selain itu
dukungan keluarga juga dapat menurunkan efek dari Respon Fisiologis terhadap Kecemasan
diantaranya yaitu : Menimbulkan perasaan tenang sehingga membantu menurunkan tekanan darah,
denyut jantung kembali normal, tekanan nadi menurun, tidak terjadi syock. Respirasi kembali
normal,suhu tubuh kembali normal, tidak berkeringat pada muka. Pada Gastro intestinal tidak terjadi
anoreksia, tidak mengalami diare. Secara Neuromuskuler Reflek mormal, tidak terjadi insomnia, tremor,
kejang, dan gerakan normal. Dukungan keluarga yang sangat kuat dan Mekanisme koping yang adaptif
sangat diperlukan untuk mengatasi stres yang muncul. disamping itu pengaruh positif dari dukungan
keluarga adalah pada penyesuaian terhadap kejadian dalam kehidupan yang penuh dengan strees
terutama pada pasien hemodialisa yang harus menghadapi suatu penyakit yang berlangsung seumur
hidup dan melemahkan secara kronik.

2.3.3        Landasan Teori.


Kecemasan adalah gangguan alam perasaan yang di tandai dengan perasaan ketakutan atau
kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas,
kepribadian masih tetap utuh,perilaku dapat terganngu, tetapi masih dalam batas normal.(kusnadi jaya,
2014). Kecemasan ditandai oleh rasa ketakutan yang difus, tidak menyenangkan dan samar-samar.
Seringkali disertai oleh gejalah otonomik seperti nyeri kepala, berkeringat, hipertensi, gelisah, tremor,
gangguan lambung, diare, takut akan pikiranya sendiri, mudah tersinggung, merasa tegang, tidak
senang, gangguan pola tidur, dan gangguan pola tidur.(kusnadi jaya, 2014).
Kecemasan adalah suatu perasaan takut yang tidak menyenangkan dan tidak dapat dibenarkan
yang disertai gejala psikologis dan fisiologis. Kecemasan pasien dari aspek psikologis terdiri dari :
Perasaan cemas, ketegangan, ketakutan, gangguan kecerdasan, perasaan depresi. Sedangkan
Kecemasan pasien dari aspek fisiologis terdiri dari : Gangguan tidur, gangguan somatic, gangguan
sensorik, gangguan kardiovaskuler, gangguan pernapasan, gangguan saluran pencernaan makanan,
gangguan urogenital, gangguan vegetatif/otonom, dan perilaku sewaktu wawancara. Untuk mengatasi
hal ini, dibutuhkan suatu lingkungan yang kondusif selama proses pengobatan yaitu dengan cara
meningkatkan dukungan sosial keluarga pada pasien hemodialisa dukungan social tersebut dapat
diberikan melalui dukungan emosional misalnya lewat ungkapan empati, kepedulian dan perhatian
terhadap orang yang bersangkutan, dukungan informasional (kognitif) contohnya memberi informasi,
pengetahuan, nasehat/saran, dan petunjuk., dukungan material contohnya bantuan langsung baik
barang maupun jasa yang dapat digunakan untuk mengatasi masalah, dan dukungan penghargaan bisa
dilakukan lewat ungkapan hormat/ penghargaan positif untuk orang lain itu, dorongan maju atau
persetujuan dengan gagasan atau perasan individu, dan perbandingan positif orang itu dengan orang
lain. Dukungan seperti ini sangat membantu setelah mengalami stres dan penting untuk mengurangi
gangguan psikologis maupun fiiologis. (Nursalam 2007).
2.3.4        Kerangka Konseptual

Variable Independent Variable Dependent

Dukungan Social Keluarga

   Dukungan emosional

   Dukungan penghargaan

   Dukungan informasional (kognitif)

   Dukungan material

Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa

 
Kerangka Konseptual

Pengaruh Dukungan Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisis Di Ruangan


Hemodialisa RSUD Prof. DR. .W. .Z Johannes Kupang.

Pada pasien gagal ginjal terminal yang yang menjalani terapi hemodialisis mengalami kecemasan baik

secara pisikologis maupun fisiologis dikarenakan proses hemodialisis yang harus dijalani seumur hidup.

Untuk mengatasi masalah tersebut dibutuhkan suatu lingkungan yang kondusif selama proses terapi

yaitu dengan cara meningkatkan dukungan sosial keluarga pada pasien hemodialisa dukungan social

tersebut dapat diberikan melalui dukungan emosional, dukungan informasional (kognitif), dukungan

material dan dukungan penghargaan. dukungan social keluarga yang kuat dapat menimbulkan perasaan

tenang dan membantu menurunkan kecemeasan.

2.3.5        Hipotesis Penelitian

H1 : Ada Pengaruh Dukungan Social Keluarga Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisis Di Ruangan
Hemodialisa RSUD Prof. DR. W. Z Johannes Kupang.
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1         Jenis dan Rancangan Penelitian


Jenis penelitian ini adalah penelitian kuantitatif, dengan rancangan penelitian cross sectional
yaitu suatu penelitian yang mempelajari dinamika korelasi antara faktor-faktor resiko dengan
efek,dengan cara pendekatan, observasi atau pengumpulan data sekaligus pada suatu saat.Artinya tiap
subjek penelitian hanya diobservasi sekali saja dan pengukuran dilakukan terhadap status karakter atau
variable subjek pada saat pemeriksaan untuk mendapatkan Pengaruh Dukungan Sosial Keluarga
Terhadap Tingkat Kecemasan Pasien Hemodialisa Di Ruangan Hemodialisa RSUD. Prof. DR. W. Z.
Johannes Kupang.

3.2         Waktu dan tempat penelitian


Penelitian ini dilakukan Di Ruangan Hemodialisa RSUD. Prof. DR. W. Z. Johannes Kupang selama 2
minggu.

3.3         Populasi dan Sampel


3.3.1        Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah semua pasien yang menjalani perawatan di ruangan Hemodialisa
RSUD. Prof. DR. W. Z. Johannes Kupang sebanyak 551 orang data tahun 2014 bulan september.

3.3.2        Sampel

Sampel dalam penelitian ini adalah sebanyak 85 orang. Untuk menentukan besarnya sampel digunakan
rumus.

Keterangan:
n = jumlah sampel
N = jumlah populasi
d = tingkat signifikasi(0,01)

dengan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus tersebut, diperoleh jumlah sampel:
Dibulatkan menjadi 85.
3.4         Sampling
Sampling adalah proses menyeleksi porsi dari populasi untuk dapat mewakili populasi
(Nursalam, 2011). Pada penelitian ini cara pengambilan sampel menggunakan metode Non Random
(Non probability Sampling)dengan teknik accidental sampling, yaitu pengambilan kasus atau responden
yang kebetulan ada atau tersedia (Notoadmojo,2010)dimana responden diambil ketika berada di ruang
hemodialisa. Agar karakteristik sampel tidak menyimpang dari populasinya, maka sebelum dilakukan
pengambilan sampel perlu tentukan kriteria inklusi maupun kriteria ekslusi. (Notoatmodjo, 2010).
Adapun Kriteria inklusi dan eksklusi penelitian ini adalah
1.     Kriteria inklusi
a.       Semua pasien yang mengikuti terapi Di Ruangan Hemodialisa
b.      Kesadaran komposmentis
c.       Tidak sedang mengalami gangguan jiwa
d.      Bersedia diteliti

2.      Kriteria eksklusi


a.       Klien yang tidak kooperatif
b.      Menolak untuk diteliti

3.5            Definisi Operasional Variabel


Pengukuran dan penetapan atau pemberian angka terhadap objek atau fenomena menurut aturan
tertentu sebelum variabel diukur perlu dibuat defenisi operasional.

Defenisi
Variabel Parameter Alatukur Skala Skor
operasional
Variable Suatu dukungan Menemani saat Kuesioner Ordinal a.    Dukungan
Independen yang diberikan hemodialisa, keluarga baik
keluarga berupa 25-36
informasi atau memberikan b.    Dukungan
Dukungan
nasehat, bantuan semangat, keluarga cukup
keluarga
nyata, atau 13-24
memberikan
tindakan yang c.    Dukungan
mempunyai informasi keluarga
manfaat nyata kurang
bagi status 1-12
emosional atau d.    Tidak ada
perilaku dukungan
penerimanya keluarga
0

Defenisi
Variabel Parameter Alat ukur Skala Skor
operasional

Variable Respon Peningkatan tekanan Kuesioner Ordinal a.     Tidak ada


dependen emosional darah, palpitasi, kecemasan < 6
Tingkat pasien yang jantung berdebar, b.     Kecemasan
Kecemasan dirasakan ketika denyut nadi ringan 6-14
pasien yang menjalani meningkat Reflek c.     Kecemasan
menjalani hemodialisis meningkat, reaksi sedang 15-27
hemodialisis kejutan, mata d.     Kecemasan
berkedip-kedip, berat 27-56.
insomnia, tremor,
wajah tegang, gerakan
lambat

3.6            Instrument Penelitian


Instrument yang digunakan dalam penelitian ini adalah kuesioner. Jumlah item
pertanyaan secara keseluruhan yaitu 33 pertanyaan.

a.       kuesioner A : Data pribadi yang terdiri atas: Umur, Jenis kelamin, Suku, Pendidikan terakhir, Pekerjaan,
hubungan keluarga, lamanya terapi hemodialisa yang telah dijalani.
b.      kuesioner B : Untuk mengukur dukungan soaial keluarga, peneliti menggunakan alat ukur kuesioner
pada keluarga yang dikaitkan dengan 4 bentuk dukungan yaitu 4 pertanyaan dukungan emosional dan
dukungan penghargaan, 4 pertanyaan dukungan informasional (kognitif), dan 4 pertanyaan dukungan
material. Penelitian ini dibuat menggunakan skala likert untuk menilai respon penilaian pasien
terhadap dukungan keluarga (sosial) yaitu : 3 = selalu, 2 = sering, 1= kadang-kadang, 0 = Tidak pernah
(Nursalam, 2011). menilai dukungan keluarga terhadap pasien seperti:

1.      Keluarga selalu mendampingi saya dalam perawatan hemodialisis.

2.      Keluarga selalu memberi pujian dan dampingan kepada saya selama sakit.

3.      Keluarga tetap mencintai dan memperhatikan keadaan saya selama saya sakit.

4.      Keluarga dan tetangga memaklumi bahwa sakit yang saya alami sebagai suatu musibah.

5.      Keluarga selalu menyedikan waktu dan fasilitas jika saya memerlukan untuk keperluan pengobatan.

6.      Keluarga sangat berperan aktif dalam setiap pengobatan dan perawatan henodialisis.

7.      Keluarga bersedia membiayai biyaya terapi hemodialisis.

8.      Keluarga selalu berusaha untuk mencarikan kekurangan sarana dan peralatan perawtan yang saya
perlukan selama terapi hemodialisis

9.      Keluarga selalu memberitahu tentang hasil pemeriksaan dan pengobatan dari dokter yang merawat
kepada saya.

10.  Keluarga selalu mengingatkan saya untuk selalu kontrol kesehatan, makan makanan yang bergizi serta
istirahat yang cukup.

11.  Keluarga selalu mengingatkan kepada saya tentang perilaku-perilaku yang dapat memperburuk penyakit
saya.

12.  Keluarga selalu menjelaskan kepada saya setiap saya bertanya hal-hal yang tidak jelas tentang penyakit
saya.

Dengan skor sebagai berikut

25 - 36 = Dukungan keluarga baik

13 - 24 = Dukungan keluaraga cukup


1 - 12 = Dukungan keluarga kurang

0 = Tidak ada dukungan keluarga


c.       Sedangkan untuk mengukur tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa digunakan Instrumen
kuesioner berupa HARS (Hamilton anxiety rating scale) yang berupa pengelompokan 14 item pertanyaan
dengan gejala kecemasan seperti : 1. Perasaan cemas, 2. Ketegangan, 3. Ketakutan, 4. Gangguan tidur,
5. Gangguan kecerdasan, 6. Perasaan depresi, 7. Gangguan somatic, 8. Gangguan sensorik, 9. Gangguan
kardiovaskuler, 10. Gangguan pernapasan, 11. Gangguan gastrointesnal, 12. Gangguan urogenetalia, 13.
Gangguan otonom, 14. Perilaku sewaktu wawancara.. Kuesioner dibuat menggunakan skala likert yaitu :
1. tidak sama sekali, 2. jarang, 3. sering, 4. Selalu
dengan skor sebagai berikut :
a.         Skor kurang dari 6 = Tidak ada kecemasan
b.        Skor 6 – 14 = Kecemasan ringan
c.         Skor 15– 27 = Kecemasan sedang
d.        Skor 27 – 56 = Kecemasan berat.

(Instrument Penelitian Yang Digunakan Adalah Instrument Baku Dan Diambil Dari Buku Nursalam 2011)

3.7            Proses Pengumpulan Data


Dalam penelitian ini metode pengumpulan data yang dipilih adalah pengumpulan data primer
yang diuraikan sebagai berikut :
a.    Data Primer
1.         Setelah mendapat permohonan ijin penelitian dari Ketua STIKes Maranatha Kupang dan disetujui oleh
kepala RSUD. Prof. DR. W. Z. Johannes Kupang, Peneliti melakukan penjelasan tentang maksud dan
tujuan kepada responden sebelum melakukan penelitian.
2.      Responden yang terlibat dalam penelitian menandatangani lembar persetujuan menjadi responden. Jika
respon menolak untuk ditelili. Maka peneliti tidak akan memaksa dan tetap menghormati hak – haknya.

3.8            Teknik Pengolahan Data Dan Analisa Data


3.8.1 TeknikPengolahan Data
Setelah data terkumpul melalui kusioner kemudian dilakukan pengolahan data melalui beberapa
tahapan sebagai berikut:

a.    Editing
Data yang telah terkumpul dalam daftar pertanyaan atau kuesioner perlu dibaca sekalilagi dan
diperbaiki, jika terdapat hal-hal yang salah atau meragukan untuk memperbaiki kualitas data. Hal-hal
yang perlu diperhatikandalam editing yaitu kelengkapan data, kesempurnaan data kejelasan data untuk
dibaca, konsisten data untuk dibaca, keseragaman data dan kesesuaian data.

b.   Coding.

Tahap perhitungan skor diawali dengan memberi kode untuk kuesioner tingkat kecemasan untuk
memudahkan analisa. Skor dukungan keluarga dilakukan dengan menjumlahkan angka-angka yang
merupakan jawaban dari pertanyaan dalam kuesioner.

c.       Tabulating

Tahap tabulasi yang dilakukan yaitu memasukan data ke dalam tabel-tabel, dan mengatur angka-
angka sehingga dapat dihitung dalam kasus dalam berbagai kategori. Setelah data terkumpul dalam
tabel, dilaksanakan pengolahan dengan menghitung skor yang tertinggi dan skor terendah untuk
menentukan distribusi frekuensi.

d.      Data Entry (memasukkan data)


Tahap terakhir dalam penelitian ini yaitu pemerosesan data, yang dilakukan oleh peneliti adalah
memasukkan data dari kuesioner kedalam paket program komputer.
e.       Processing

Setelah di edit dan dikoding, diproses melalui komputer.

f.       Cleaning

Membuang data atau pembersihan data yang sudah tidak dipakai

3.8.2        Analisis Data


Analisa data yang akan dipakai dalam penelitian ini adalah analisa Bivariat.
a.       Analisa Univariat
Data yang telah diolah segerah dianalisis. Penelitian ini menggunakan analisa unvariant yang bertujuan
untuk mendeskripsikan karakteristik variabel yang diteliti.
b.      Analisa Bivariat

Analisis ini digunakan untuk mendapatkan hubungan antara variabel bebas (dukungan keluarga) dan
variabel terikat (tingkat kecemasan pada pasien hemodialisa). Uji stastistik yang digunakan adalah uji
regresi linear sederhana dengan taraf signifikasi p£ 0,05 berarti ada pengaruh yang bermakna antara
dua variable yang diukur yaitu ada pengaruh dukungan keluarga dengan tingkat kecemasan pasien
hemodialisa. Bila p£ 0,05, maka H1 diterima Ho ditolak, dan bila p> 0,05 maka H1 ditolak dan Ho
diterima.
Persamaan model regresi dinyataakan dalam rumusan sebagai berikut:

Y = a + bX1

Keterangan:

Y = Variabel dependen

X = Variabel independen

a, b =Konstanta-konstanta regresi

3.9               Etika penelitian


Penelitian dilakukan dengan tetap menjaga kerahasiaan responden dan menghormati hak-hak
responden setelah mendapat persetujuan, baru penelitian dilakukan dengan landasan etika yaitu :
a.       Informed Concent (LembarPersetujuan)
Lembar persetujuan ini diberikan kepada responden yang memenuhi criteria dan sebelumnya diberi
penjelasan tentang tujuan penelitian untuk menandatangani informed consent tersebut
b.      Anonymity atau tanpa nama
Untuk menjaga kerahasiaan responden, peneliti tidak mencantumkan nama pada lembar pengumpulan
data tetapi hanya memberi inisial dengan abjad yang sesuai dengan namanya
c.       Confidentiality atau kerahasiaan

Kerahasiaan informasi yang akan diberikan responden di jamin oleh peneliti.

Diposting oleh anderias lende di 22.28

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Label: anderiaslende ppkn

Lokasi: Oesapa, Kelapa Lima, Kupang, East Nusa Tenggara, Indonesia

Anda mungkin juga menyukai