Anda di halaman 1dari 35

LAPORAN KELOMPOK

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny “H” DENGAN


MASALAH GANGGUAN RASA NYAMAN NYERI
DI RUANG BEDAH KELAS I (TULIP) RS TK II
PELAMONIA MAKASSAR

Oleh :
Kelompok 2

CI LAHAN CI INSTITUSI

(............................................) (Andi Amalia


Wildani, S.Kep.,Ns M.Kep)
NIP/NIDN NIP/NIDN : 0905019103

PROGRAM STUDI NERS

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES)

NANI HASANUDDIN MAKASSAR


2020
BAB I
(LAPORAN PENDAHULUAN)
1.1 Pengkajian
FORMAT PENGKAJIAN

DATA UMUM PASIAEN


Nama : Ny H No Medical record :
Umur : 49 tahun 650250
Jenis Kelamin : Perempuan Diagnosa medis :
Agama : Islam Kolelitiasis
Suku : Bugis Tanggal pengkajian :
Penddidikan : S1 21/02/2020
Pekerjaan : Guru Tanggal Masuk :
Status Pernikahan : Menikah 20/02/2020
Alamat : Jl Dr Lemena

INFORMAN KELUARGA
Nama : Tn D
Umur : 52
Jenis Kelamin : Laki laki
Hubungan dengan Pasien : Suami
RIWAYAT KESAHATAN
Keluhan Utama : Nyeri pada luka post op

Riwayat Keluhan Utama :


 P :Post Op Laparatomi
 Q : Nyeri seperti tertusuk tusuk
 R : Abdomen post op
 S : Skala nyeri 4
 T : Pada saat bergerak

Riwata Penyakit/ gejala yang pernah dialami :


Pernah dirawat dengan penyakit yang sama 2
minggu yang lalu

√ Tidak pernah Opname 󠇈pernah opname


dengan sakit

Pernah Operasi: √tidak 󠇈ya

Riwayat kesehatan sekarang : Pasien dirawat


dengan post op laparatomi kolelitiasis

Riwayat alergi : √ tidak 󠇈ya


Riwayat medikasi:
pernah mendapat pengobatan: 󠇈tidak √ya :
yaitu
kesadaran: √composmentis 󠇈 somnolen 󠇈apatis
󠇈tidak 󠇈 soporos 󠇈koma
GCS : 15
E: 4 M:5 V:6

KEBUTUHAN DASAR
1. Nutrisi
 TB: 155 cm BB: 60 kg IMT: kg/cm
 Kebiasaan makan : 3 x/hari,( tidak
teratur )
 Keluhan saat ini : klien hanya makan 2
sendok dan tidak menghabiskan
makanannya mual 7x dan muntah 4x
󠇈Tidak nafsu makan
√ mual
√ muntah
󠇈 sukar / sakit menelan
󠇈 nyeri ulu hati / salah serna yang
berhubungan dengan …..
󠇈 sakit gigi
Di sembuhkan dengan …..
 Konjungtiva : Tidak anemis
 Skelera : tidak ikterik
 Pembesaran tyroid : tidak ada
 Hernia / massa : Tidak ada
 Holitosis : Tidak ada
 Kondisi gigi /gusi : Bersih
 Penampilan lidah: Bersih
 Bising usus : 15 x/menit
󠇈 makan per NGT/parenteral/infus
Di mulai tgl: 17-02-2020
Jenis cairan : RL 20 tpm
Di pasang di : ditangan kanan
 Porsi makan yang di habiskan : 2
sendok
 Makanan yang di sukai : nasi, sayur,
ikan,
 Diet : cair
 Data lain: tidak ada
2. Cairan
 Kebiasaan minum : 2.000 ± cc/hari
Jenis : Air mineral
Turgor kulit: Baik
 warna : Sawo matang
 CRT : < 2detik
 Mata cekung √tidak 󠇈ya : ka/ki
 edema √tidak 󠇈ya ka/ki
 distensi vena jugularis : tidak terdapat
distensi
 asites: √tidak 󠇈ya
 spider naevi √tidak 󠇈ya
 penggunaan kateter : Ya
 data lain : tidak ada
3. eliminasi
 BAB:1x/hari
 Warna : kuning
 Konsistensi: lunak
 Bau : tidak
 BAK:4-5x/hari
 Wana : kuning
 Bau : amis
 Tampilan : jernih
 Volume: tidak dkaji
 Penggunaan kateter: tidak

4. Oksigenasi
 Bentuk dada : Normal chest
 Bunyi napas : Vesikuler
 Respirasi √TAK 󠇈disepnea 󠇈ronchi
󠇈 stridor 󠇈 whezing 󠇈 batuk
󠇈 hemoptisis 󠇈 sputum
󠇈 pernapasan cuping hidung 󠇈
󠇈 penggunaan otot-otot aksesoris
 Jenis pernafasan : melalui hidung
 Fremitus : Merata diseluruh lapang paru
 Sputum: -
󠇈 kental 󠇈 encer
󠇈 merah 󠇈putih
󠇈 hijau 󠇈 kuning
 Sirkulasi oksigenasi √ TAK
󠇈 pusing 󠇈 sianosis
󠇈 akral 󠇈dingin 󠇈cullubing finger

 dada: √ TAK
󠇈retraksi dada 󠇈 berdebar-debar
󠇈deviasi trachea
󠇈 bunyi jantung
󠇈murmur 󠇈gallop
 data lain

5. istirahat dan tidur


 kebiasaan tidur : 󠇈malam (jam:22.00s/s
02.00)
󠇈siang (jam12.00s/d
13.00)
 lama tidur : malam 4.jam siang :1 jam
 kebiasaan tidur : Tidak teratur
 factor yang mempengaruhi : nyeri pada
daerah operasi
 cara mengatasi : tidak ada
 data lain
6. Personal Hygine
 kebiasaan mandi
 sebelum masuk RS : 2xsehari
 setelah masuk RS : 1x sehari
 kebiasaan mencuci rambut
 sebelum masuk RS : 3x seminggu
 setelah masuk RS : tidak pernah
 kebiasaan memotong kuku
 sebelum masuk RS : 1x seminggu
 setelah masuk RS : tidak pernah
 kebiasaan mengganti baju
 sebelum masuk RS : 2x sehari
 setelah masuk RS : 1x sehari
7. Aktivitas Latihan
 Aktivitas waktu luang : Istirahat
 Aktivitas / Hoby : IRT dan Olahraga
 Kesulitan bergerak : 󠇈Tidak 󠇈Ya
 Kekuatan otot :

5
5
5
5

 Tonus otot

5
5
5
5

 Postur : Baik
 Tremor : Tidak ada
 Rentang gerak (ROM)
Ekstremitas atas kanan
(√ )Fleksi (√ )Ekstensi (√)Abduksi
(√)Adduksi
(√ ) Supinasi (√ )Pronasi (√ )
Sirkumduksi
Ekstremitas atas kiri
(√ )Fleksi (√ )Ekstensi (√ )Abduksi
(√)Adduksi
(√) Supinasi (√)Pronasi (√)Sirkumduksi

Ekstremitas bawah kanan


(√ )Fleksi (√ )Ekstensi (√ )Abduksi
(√)Adduksi
(√) Supinasi (√)Pronasi (√)Sirkumduksi
Ekstremitas bawah kiri
(√)Fleksi (√ )Ekstensi (√ )Abduksi (√ )
Adduksi
(√) Supinasi (√ )Pronasi (√ )
Sirkumduksi

 Keluhan saat ini : Tidak ada

 penggunaan alat bantu : Tidak ada


 pelaksanaan aktifitas :Parsial
 jenis aktivitas yang perlu bantu :
Berpindah tempat
Terapi
- RL 20tp,
- Ranitidine /12jam/IV
- Neurobion /12jam/IV
- Santagesik / 12jam/IV

Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan USG

 Ukuran dan echotexture normal. Tidak


tampak dilatasi bile duct
intrahepatik/vaskuler. Tidak tampak
massa
 Dinding tidak menebal, tampak batu
ukuran 1,36 cm
 Ukuran dan echotexture dalam batas
normal, tidak tampak dilatasi duktus
pankretikus. Tidak tampak massa
 Kesan : Cholelithiasis
Tabel 1.2 Analisa Data
ANALISA DATA

No Analisa data Diagnosa keperawatan


1 Data subjektif :
 Pasien mengeluh nyeri
 P : Post Op Laparatomi
 Q : Nyeri Seperti Tertusuk
tusuk
Nyeri akut berhubungan
 R : Abdomen Post Op
dengan kondisi
 S : Skala Nyeri 4
pembedahan
 T : Pada Saat Bergerak
Data Objektif
 Pasien Tampak Meringis
 Pasien Nampak gelisah

2 Data Subjektif :
 Klien mengatakan nyeri pada
luka operasi laparatomi di
Resiko infeksi ditandai
bagian abdomen
dengan efek prosedur
Data objektif
invasif
 Nampak ada luka operasi
dibagian abdomen
 Nampak verban agak basah
3 Data Subjektif
 Pasien mengatakan kesulitan
tidur karena nyeri pada bagian
operasinya
 Pasien mengatakan ketidak Gangguan pola tidur
puasan setelah tidur berhubungan dengan nyeri
 Pasien mengatakan sering
terjaga dimalam hari
Data Objektif :
 Pasien nampak lemah
1.2 Diagnosis keperawatan
1.2.1 Nyeri akut b.d kondisi pembedahan
1.2.2 Risiko infeksi ditandai dengan efek prosedur invasif
1.2.3 Gangguan pola tidur b.d nyeri
1.3 Rencana asuhan Keperawatan

RENCANA ASUHAN KEPERAWATAN

Inisial klien :Ny H

No RM : 650250

Ruangan : Bedah kelas 1

Rencana tindakan keperawatan


N Diagnosa Tujuan dan Intervensi
o keperawa Kriteria hasil
tan
1. Nyeri Tingkat nyeri Managemen nyeri
akut b.d Menurun 1. Identifikasi skala nyeri
kondisi 2. Identifikasi respon nyeri nonverbal
pembeda Kriteria hasil : 3. Berikan teknik nonfarmakologi
han 1. Keluhan untuk mengurangi nyeri
nyeri Pemberian analgetik
menurun 1. Identifikasi karakteristik nyeri
2. Meringis (Pencetus, pereda, kualitas, lokasi,
menurun intensitas, frekuensi dan durasi)
3. Sikap 2. Identifikasi riwayat alergi obat
protektif 3. Monitor efektifitas analgesic
menurun 4. Pertimbangkan penggunaan inpus
kontinu, atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar dalam
serum

2. Kontrol resiko
Meningkat Pencegahan infeksi
Risiko 1. Monitor tanda dan gejala infeksi
infeksi Kriteria hasil lokal dan sistemik
ditandai 1. Kemampu 2. Batasi jumlah pengunjung
dengan an 3. Cuci tangan sebelum dan sesudah
efek mencari kontak dengan pasien
prosedur informasi 4. Menjelaskan tanda dan gejala
invasif tentang infeksi
faktor
resiko
2. Kemampu
an
mengident
ifikasi
faktor
resiko
3. Kemampu
an
melakuka
n strategi
kotrol
resiko

3.

Dukungan tidur
Ganggua 1. Identifikasi faktor pengganggu
n pola tidur
tidur b.d 2. Modifikasi lingkungan
nyeri pola tidur (Pencahayaan, kebisingan, suhu,
membaik matras, dan tempat tidur)
3. Tetapkan jadwal tidur rutim
Kriteria hasil 4. Batasi waktu tidur siang
1. Keluhan 5. Fasilitasi menghilangkan stress
sulit tidur sebelum tidur
2. Keluhan
sering
terjaga
3. Keluhan
tidak puas
tidur
4. Keluhan
pola tidur
berubah
1.4 Implementasi keperawatan

IMPLEMENTASI DAN EVALUASI KEPERAWATAN

Nama : Ny H No Medical
Record :650250
Umur : 49 Diagnosa
Medis : Kolelitiasis
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang rawat
: Bedah kelas 1
Tanggal/ Diagnosa Implementasi Evaluasi
Pukul Keperawatan
22/02/2020 Nyeri akut b.d Managemen nyeri S : Pasien mengatakan masih nyeri
kondisi pembedahan 1. Mengidentifikasi skala nyeri dan kesulitan bergerak dari tidurnya
H : Skala nyeri 4
2. Mengidentifikasi respon nyeri O : Klien nampak lemah
nonverbal
A : Masalah nyeri belum teratasi
H : Klien nampak meringis jika
nyeri muncul P : Lanjutkan intervensi
3. Memberikan teknik nonfarmakologi
untuk mengurangi nyeri 1. Mengidentifikasi skala nyeri
H : Mengajarkan tehnik relaksasi 2. Mengidentifikasi respon nyeri
napas dalam nonverbal
Pemberian analgetik 3. Memberikan teknik
1. Mengidentifikasi karakteristik nyeri nonfarmakologi untuk
(Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, mengurangi nyeri
intensitas, frekuensi dan durasi)
4. Mengidentifikasi karakteristik
H : Nyeri abdomen ketika
nyeri
bergerak, kualitas sedang,
5. Mengidentifikasi riwayat
intensitas sering jika bergerak)
alergi obat
2. Mengidentifikasi riwayat alergi
obat 6. Memonitor efektifitas
H : Tidak ada riwayat alergi obat alagesik
3. Memonitor efektifitas analgesik 7. Mempertimbangkan
H : Analgesik efektif meredakan penggunaan inpus kontinu
nyeri atau bolus oploid untuk
4. Mempertimbangkan penggunaan mempertahankan kadar
inpus kontinu, atau bolus oploid serum
untuk mempertahankan kadar
dalam serum
H : Pasien terpasang infuse RL

Risiko infeksi Pencegahan infeksi S : Pasien mengatakan tidak ada


ditandai dengan efek 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi kemerahan dan bengkak pada
prosedur invasif lokal dan sistemik luka
H : Tidak ada tanda tanda infeksi
lokal dan sistemik O : Pasien nampak lemah
2. Membatasi jumlah pengunjung
H : Pasien dan keluarga mengerti A : Resiko infeksi belum teratasi
3. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien P : Lanjutkan intervensi
H : Perawat mencuci tangan 1. Memonitor tanda dan
sebelum dan setelah kontak gejala infeksi lokal
dengan pasien 2. Membatasi jumlah
4. Menjelaskan tanda dan gejala pengunjung
infeksi 3. Mencuci tangan sebelum
H : Pasien dan keluarga mengerti dan sesudah kontak
dengan pasien
4. Menjelaskan tanda dan
gejala infeksi
Gangguan pola tidur Dukungan tidur S : Pasien megatakan sering terjaga
b.d nyeri 1. Mengidentifikasi faktor dimalam hari
pengganggu tidur O : Pasien nampak mengantuk
H : Nyeri A : Masalah Gangguan pola tidur
2. Memodifikasi lingkungan belum teratasi
(Pencahayaan, kebisingan, suhu, P : Lanjutkan intervensi
matras, dan tempat tidur) 1. Identifikasi faktor
H : Telah dilakukan pengganggu tidur
2. Mofifikasi lingkungan
3. Menetapkan jadwal tidur rutin
3. Menetapkan jadwal rutin tidur
H : Pasien menyetujui untuk tidur 4. Membatasi waktu tidur siang
lebih awal pukul 21.00 5. Memfasilitasi menghilangkan
4. Membatasi waktu tidur siang stress sebelum tidur
H : telah di batasi
5. Memfasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur
H : Mengajarkan tehnik relaksasi

Nama : Ny H No Medical
Record : 650250
Umur : 49 Diagnosa
Medis : kolelitiasis
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang rawat
: bedah kelas 1
Tanggal/ Diagnosa Implementasi Evaluasi
Pukul Keperawatan
23/02/2020 Nyeri akut b.d Managemen nyeri S : Pasien mengatakan sudah dapat
kondisi pembedahan 4. Mengidentifikasi skala nyeri bangun dari tidurnya
H:Skala nyeri : 4
5. Mengidentifikasi respon nyeri O : Klien nampak lemah
nonverbal
A : Masalah nyeri terkontrol
H: Pasien nampak meringis
6. Memberikan teknik nonfarmakologi P : Lanjutkan intervensi
untuk mengurangi nyeri
H: pasien napas dalam jika nyeri 1. Mengidentifikasi skala nyeri
Pemberian analgetik 2. Mengidentifikasi respon nyeri
8. Mengidentifikasi karakteristik nyeri nonverbal
(Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, 3. Memberikan teknik
intensitas, frekuensi dan durasi) nonfarmakologi untuk
H: mengurangi nyeri
9. Mengidentifikasi riwayat alergi 4. Mengidentifikasi karakteristik
obat nyeri
10. Memonitor efektifitas 5. Mengidentifikasi riwayat
analgesic alergi obat
11. Mempertimbangkan 6. Memonitor efektifitas
penggunaan inpus kontinu, atau alagesik
bolus oploid untuk 7. Mempertimbangkan
mempertahankan kadar dalam
penggunaan inpus kontinu
serum
atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar
serum
Risiko infeksi Pencegahan infeksi S : Pasien mengatakan tidak ada
ditandai dengan efek 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi kemerahan dan bengkak pada
prosedur invasif lokal dan sistemik luka
H : Tidak ada tanda tanda infeksi
lokal dan sistemik O : Pasien nampak lemah
2. Membatasi jumlah pengunjung
H : Telah dilakukan A : Resiko infeksi belum teratasi
3. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien P : Lanjutkan intervensi
H : Perawat mencuci tangan 1. Memonitor tanda dan
sebelum dan setelah tindakan gejala infeksi lokal
4. Menjelaskan tanda dan gejala 2. Membatasi jumlah
infeksi pengunjung
H : Pasien telah mengerti 3. Mencuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien
4. Menjelaskan tanda dan
gejala infeksi
Gangguan pola tidur Dukungan tidur S : Pasien megatakan sering terjaga
b.d nyeri 1. Mengidentifikasi faktor dimalam hari
pengganggu tidur O : Pasien nampak mengantuk
H :Faktor pengganggu tidur akibat A : Masalah Gangguan pola tidur
belum teratasi
nyeri
P : Lanjutkan intervensi
2. Memodifikasi lingkungan 1. Identifikasi faktor
(Pencahayaan, kebisingan, suhu, pengganggu tidur
matras, dan tempat tidur) 2. Mofifikasi lingkungan
H : Telah dilakukan 3. Menetapkan jadwal rutin tidur
3. Menetapkan jadwal tidur rutin 4. Membatasi waktu tidur siang
H: Pasien komitemn tidur lebih 5. Memfasilitasi menghilangkan
awal yaitu pukul 22.00 stress sebelum tidur
4. Membatasi waktu tidur siang
H : waktu batasan tidur siang
hanya 1 jam
5. Memfasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur
H: Pasien atur napas dalam 30
menit sebelum tidur dibantu pijat
ringan pada daerah ektremitas

Nama : Ny H No Medical
Record : 650250
Umur : 49 Diagnosa
Medis : kolelitiasis
Jenis Kelamin : Perempuan Ruang rawat
: bedah kelas 1
Tanggal/ Diagnosa Implementasi Evaluasi
Pukul Keperawatan
24/02/2020 Nyeri akut b.d Managemen nyeri S : Pasien mengatakan sudah dapat
kondisi pembedahan 1. Mengidentifikasi skala nyeri bangun dari tidurnya
H:Skala nyeri : 4
2. Mengidentifikasi respon nyeri O : Klien nampak baik
nonverbal
A : Masalah nyeri terkontrol
H: Pasien nampak meringis
3. Memberikan teknik nonfarmakologi P : Lanjutkan intervensi
untuk mengurangi nyeri
H: pasien napas dalam jika nyeri 1. Mengidentifikasi skala nyeri
Pemberian analgetik 2. Mengidentifikasi respon nyeri
4. Mengidentifikasi karakteristik nyeri nonverbal
(Pencetus, pereda, kualitas, lokasi, 3. Memberikan teknik
intensitas, frekuensi dan durasi) nonfarmakologi untuk
H: mengurangi nyeri
5. Mengidentifikasi riwayat alergi
4. Mengidentifikasi karakteristik
obat
nyeri
6. Memonitor efektifitas analgesic
5. Mengidentifikasi riwayat
7. Mempertimbangkan penggunaan
alergi obat
inpus kontinu, atau bolus oploid
untuk mempertahankan kadar 6. Memonitor efektifitas
dalam serum alagesik
7. Mempertimbangkan
penggunaan inpus kontinu
atau bolus oploid untuk
mempertahankan kadar
serum
Risiko infeksi Pencegahan infeksi S : Pasien mengatakan tidak ada
ditandai dengan efek 1. Memonitor tanda dan gejala infeksi kemerahan dan bengkak pada
prosedur invasif lokal dan sistemik luka
H : Tidak ada tanda tanda infeksi
lokal dan sistemik O : Pasien nampak lemah
2. Membatasi jumlah pengunjung
H : Telah dilakukan A : Resiko infeksi terkontrol
3. Mencuci tangan sebelum dan
sesudah kontak dengan pasien P : Lanjutkan intervensi
H : Perawat mencuci tangan 1. Memonitor tanda dan
sebelum dan setelah tindakan gejala infeksi lokal
4. Menjelaskan tanda dan gejala 2. Membatasi jumlah
infeksi pengunjung
H : Pasien telah mengerti 3. Mencuci tangan sebelum
dan sesudah kontak
dengan pasien
4. Menjelaskan tanda dan
gejala infeksi
Gangguan pola tidur Dukungan tidur S : Pasien mengatakan tidurnya
b.d nyeri 1. Mengidentifikasi faktor mala mini nyenyak
pengganggu tidur O : Pasien nampak baik
H :Faktor pengganggu tidur akibat A : Masalah Gangguan pola tidur
teratasi
nyeri
P : Lanjutkan intervensi
2. Memodifikasi lingkungan 1. Identifikasi faktor
(Pencahayaan, kebisingan, suhu, pengganggu tidur
matras, dan tempat tidur) 2. Mofifikasi lingkungan
H : Telah dilakukan 3. Menetapkan jadwal rutin tidur
3. Menetapkan jadwal tidur rutin 4. Membatasi waktu tidur siang
H: Pasien komitemn tidur lebih 5. Memfasilitasi menghilangkan
awal yaitu pukul 22.00 stress sebelum tidur
4. Membatasi waktu tidur siang
H : waktu batasan tidur siang
hanya 1 jam
5. Memfasilitasi menghilangkan
stress sebelum tidur
H: Pasien atur napas dalam 30
menit sebelum tidur dibantu pijat
ringan pada daerah ektremitas
BAB 2

(TINJAUAN PUSTAKA)

2.1 Konsep Penyakit / Kasus


2.1.1 Definisi Kasus
Kolelitiasis adalah batu empedu yang terletak pada
saluran empedu yang disebabkan oleh faktor metabolik antara
lain terdapat garam-garam empedu, pigmen empedu dan
kolestrol, serta timbulnya peradangan pada kandung empedu.
Kolelitiasis adalah adanya batu yang terdapat didalam
kandung empedu atau saluran empedu (duktus koledokus) atau
keduanya (Muttaqin dan Sari, 2011). Batu empedu bisa
terdapat pada kantung empedu, saluran empedu ekstra
hepatik, atau saluran empedu intra hepatik. Bila terletak di
dalam kantung empedu saja disebut kolesistolitiasis, dan yang
terletak di dalam saluran empedu ekstra hepatik (duktus
koleduktus) disebut koledokolitiasis, sedang bila terdapat di
dalam saluran empedu intra hepatik disebelah proksimal
duktus hepatikus kanan dan kiri disebut hepatolitiasis.
Kolesistolitiasis dan koledokolitiasis disebut dengan kolelitiasis. 
2.1.2 Etiologi
Batu di dalam kandung empedu. Sebagian besar batu tersusun
dari pigmen-pigmen empedu dan kolesterol, selain itu juga tersusun oleh
bilirubin, kalsium dan protein.
Macam-macam batu yang terbentuk antara lain:
1. Batu empedu kolesterol, terjadi karena : kenaikan sekresi
kolesterol danpenurunan produksi empedu.
Faktor lain yang berperan dalam pembentukan batu:
 Infeksi kandung empedu
 Usia yang bertambah
 Obesitas
 Wanita
 Kurang makan sayur
 Obat-obat untuk menurunkan kadar serum kolesterol.
2. Batu pigmen empedu , ada dua macam;
 Batu pigmen hitam : terbentuk di dalam kandung empedu dan
disertaihemolisis kronik/sirosis hati tanpa infeksi
 Batu pigmen coklat : bentuk lebih besar , berlapis-lapis,
ditemukandisepanjang saluran empedu, disertai bendungan dan
infeksi 3.
3. Batu saluran empedu
Sering dihubungkan dengan divertikula duodenum didaerah
vateri. Ada dugaan bahwa kelainan anatomi atau pengisian divertikula
oleh makananakan menyebabkan obstruksi intermiten duktus koledokus
dan bendunganini memudahkan timbulnya infeksi dan pembentukan batu.
2.1.3 Patofisiologi
Batu empedu hampir selalu dibentuk dalam kandung empedu
dan jarang pada saluran empedu lainnya.
a. Faktor predisposisi yang penting adalah :
Perubahan metabolisme yang disebabkan oleh perubahan
susunan empedu
b. Statis empedu
c. Infeksi kandung empedu
Perubahan susunan empedu mungkin merupakan faktor
yang paling penting pada pembentukan batu empedu.
Kolesterol yang berlebihan akan mengendap dalam
kandung empedu. .Stasis empedu dalam kandung
empedu dapat mengakibatkan supersaturasi progresif,
perubahan susunan kimia dan pengendapan unsur
tersebut. Gangguan kontraksi kandung empedu dapat
menyebabkan stasis.Faktor hormonal khususnya selama
kehamilan dapat dikaitkan dengan perlambatan
pengosongan kandung empedu dan merupakan insiden
yang tinggi pada kelompok ini. Infeksi bakteri dalam
saluran empedu dapat memegang peranan sebagian
pada pembentukan batu dengan meningkatkan
deskuamasi seluler dan pembentukan mukus. Mukus
meningkatkan viskositas dan unsur seluler sebagai pusat
presipitasi.Infeksi lebih sering sebagai akibat
pembentukan batu empedu dibanding infeksi yang
menyebabkan pembentukan batu.

2.1.4 Perjalanan Batu


Batu empedu asimtomatik dapat ditemukan secara kebetulan pada
pembentukan foto polos abdomen dengan maksud lain. Batu baru akan
memberikan keluhan bila bermigrasi ke leher kandung empedu (duktus sistikus)
atau ke duktus koledokus. Migrasi keduktus sistikus akan menyebabkan
obstruksi yang dapat menimbulkan iritasi zat kimia dan infeksi. Tergantung
beratnya efek yang timbul, akan memberikan gambaran klinis kolesistitis akut
atau kronik.
Batu yang bermigrasi ke duktus koledokus dapat lewat ke doudenum atau
tetap tinggal diduktus yang dapat menimbulkan ikterus obstruktif.
2.1.5 Gejala Klinis
Penderita batu saluran empedu sering mempunyai gejala-gejala kronis dan akut.

GEJALA AKUT GEJALA KRONIS


TANDA : TANDA:
 Epigastrium kanan terasa nyeri dan  Biasanya tak tampak gambaran pada
spasme abdomen
 Usaha inspirasi dalam waktu diraba  Kadang terdapat nyeri di kwadran kanan
pada kwadran kanan atas atas
 Kandung empedu membesar dan nyeri
 Ikterus ringan

GEJALA: GEJALA:
 Rasa nyeri (kolik empedu) yang  Rasa nyeri (kolik empedu), Tempat :
 Menetap abdomen bagian atas (mid epigastrium),
 Mual dan muntah                    Sifat : terpusat di epigastrium menyebar

 Febris (38,5C) ke arah skapula kanan


 Nausea dan muntah
 Intoleransi dengan makanan berlemak
 Flatulensi
 Eruktasi (bersendawa)

2.1.6 Pemeriksaan penunjang


a. Laboratorium : lekositosis, bilirubinemia ringan, peningkatan alkali
posfatase.
b.  Foto polos abdomen : Ditemukan adanya udara /gas di dalam batang
saluran empedu atau didalam lumen atau dinding vesika biliaris bersifat
abnormal. Adanya massa jaringan lunak yang mengiddentasi duodenum atau
fleksura koli dextra menggambarkan vesika biliaris yang terdistensi
c. USG: dapat mendeteksi kalkuli dalam kandung empedu atau duktus
koledokus yang mengalami dilatasi, USG mendeteksi batu empedu dengan
akurasi 95%.
d. Koleskintografi / Pencitraan Radionuklida: preparat radioaktif disuntikkan
secara intravena. Pemeriksaan ini lebih mahal dari USG, waktu lebih lama,
membuat pasien terpajar sinar radiasi, tidak dapat mendeteksi batu empedu.
e. Kolesistografi: alat ini digunakan jika USG tidak ada / hasil USG
meragukan.
2.1.7 Penatalaksanaan medis terbaru
2.1.4.1 Non Pembedahan (farmakoterapi, diet)
a. Penatalaksanaan pendukung dan Diet adalah: istirahat, cairan infus,
NGT, analgetik dan antibiotik, diet cair rendah lemak, buah yang
masak, nasi, ketela, kentang yang dilumatkan, sayur non gas, kopi
dan teh.
b. Untuk makanan yang perlu dihindari sayur mengandung gas, telur,
krim, daging babi, gorengan, keju, bumbu masak berlemak, alkohol.
c. Farmakoterapi asam ursedeoksikolat (urdafalk) dan kenodeoksiolat
(chenodiol, chenofalk) digunakan untuk melarutkan batu empedu
radiolusen yang berukuran kecil dan terutama tersusun dari
kolesterol. Jarang ada efek sampingnya dan dapat diberikan dengan
dosis kecil untuk mendapatkan efek yang sama. Mekanisme
kerjanya menghambat sintesis kolesterol dalam hati dan sekresinya
sehingga terjadi disaturasi getah empedu. Batu yang sudah ada
dikurangi besarnya, yang kecil akan larut dan batu yang baru
dicegah pembentukannya. Diperlukan waktu terapi 6 – 12 bulan
untuk melarutkan batu.
d. Pelarutan batu empedu tanpa pembedahan : dengan cara
menginfuskan suatu bahan pelarut (manooktanoin / metil tersier
butil eter ) kedalam kandung empedu. Melalui selang / kateter yang
dipasang perkuatan langsung kedalam kandung empedu, melalui
drain yang dimasukkan melalui T-Tube untuk melarutkan batu yang
belum dikeluarkan pada saat pembedahan, melalui endoskopi
ERCP, atau kateter bilier transnasal.
e. Ektracorporeal shock-wave lithotripsy (ESWL). Metode ini
menggunakan gelombang kejut berulang yang diarahkan pada batu
empedu dalam kandung empedu atau duktus koledokus untuk
memecah batu menjadi sejumlah fragmen. Gelombang kejut tersebut
dihasilkan oleh media cairan oleh percikan listrik yaitu piezoelektrik
atau muatan elektromagnetik. Energi disalurkan kedalam tubuh
lewat rendaman air atau kantong berisi cairan. Setelah batu pecah
secara bertahap, pecahannya akan bergerak  perlahan secara
spontan  dari kandung empedu atau duktus koledokus dan
dikeluarkan melalui endoskop atau dilarutkan dengan pelarut atau
asam empedu peroral.
2.1.4.2 Pembedahan
Intervensi bedah dan sistem drainase.
a. Kolesistektomi : dilakukan pada sebagian besar kolesistitis kronis /
akut. Sebuah drain ditempatkan dalam kandung empedu dan
dibiarkan menjulur keluar  lewat luka operasi untuk mengalirkan
darah, cairan serosanguinus, dan getah empedu kedalam kassa
absorben.
b. Minikolesistektomi : mengeluarkan kandung empedu lewat luka
insisi selebar 4 cm, bisa dipasang drain juga, beaya lebih ringan,
waktu singkat.
c. Kolesistektomi laparaskopi (endoskopi): dilakukan lewat luka
insisi yang kecil  atau luka tusukan melalui dinding
abdomen pada umbilikus.

2.2 Konsep tindakan keperawatan yang diberikan


2.2.1 Pengkajian
1. Identitas
a. Identitas Klien
1) Nama
2) Umur
3) Jenis kelamin
4) Agama
5) Alamat
6) Pekerjaan
7) Pendapatan
8) Pendidikan
b. Identitas Penanggung Jawab
1) Nama
2) Jenis kelamin
3) Pekerjaan
4) Hubungan dengan klien
5) Agama

2.2.2 Riwayat Kesehatan


a. Keluhan utama : Keluhan yang dirasakan saat ini.
b. Riwayat Kesehatan Dahulu : Riwayat kesehatan klien
terdahulu mungkin pernah mengalami penyakit lain.
c. Riwayat Kesehatan Sekaranag : Riwayat kesehatan klien saat
ini.
d. Riwayat Kesehatan Keluarga : Keluarga klien apakah ada yang
menderita penyakit yang sama.
2.2.3 Pengkajian Keperawatan
1) Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan.
Tanda : geilsah.
2) Sirkulasi
Gejala/Tanda : takikardia, berkeringat.
3) Eliminasi
Gejala : perubahan warna urine & feses.
Tanda : distensi abdomen, teraba massa pada kuadran kanan
atas, urine gelap, pekat, feses warna tanah liat, steatorea.
4) Makanan/Cairan
Gejala : anoreksia, mual/muntah, tidak toleran terhadap
lemak & makanan pembentukan gas, regurgitasi berulang,
nyeri epigastrium, tidak dapat makan, flatus, dyspepsia.
Tanda : kegemukan, adanya penurunan berat badan.
5) Nyeri/Kenyamanan
Gejala : nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke
punggung atau bahu kanan, kolik epigastrium tengah
sehubungan dengan makan, nyeri mulai tiba-tiba & biasanya
memuncak dalam 30 menit.
Tanda : nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran kanan
atas ditekan, tanda Murphy positif.
6) Pernapasan
Tanda : peningkatan frekuensi pernapasan, penapasan
tertekan ditandai oleh napas pendek, dangkal.
7) Keamanan
Tanda : demam, menggigil, ikterik, dan kulit berkeringat &
gatal (pruritus), kecendrungan perdarahan (kekurangan vit.
K).
8) Penyuluhan dan Pembelajaran
Gejala : kecenderungan keluarga untuk terjadi batu empedu,
adanya kehamilan/melahirkan ; riwayat DM, penyakit
inflamasi usus, diskrasias darah.

2.2.4 Diagnosa Keperawatan


1. Nyeri Akut b/d agen injuri fisik
2. Ketidakseimbangan Nutrisi Kurang dari kebutuhan tubuh b/d
ketidakmampuan pemasukan nutrisi, faktor biologis
3. Gangguan pola tidur b/d kecemasan
4. Ansietas b/d rencana operasi
5. Risiko infeksi b/d imunitas tubuh menurun, terpasangnya alat invasif.
BAB 3
(ANALISIS)
3.1 Analisis tindakan keperawatan yang diberikan dengan konsep dan
penelitian terkait
3.1.1 Diagnosa nyeri
Laparatomi merupakan pembedahan abdomen,
membuka selaput abdomen dengan operasi yang dilakukan
untuk memeriksa organ-organ abdomen dan membantu
diagnosis masalah termasuk penyembuhan penyakit –penyakit
pada bagian abdomen. Pembedahan itu memberikan efek nyeri
pada pasien sehingga memerlukan penanganan khusus.
(JAKHKJ 2019)
Ny H Post Laparatomi dengan diagnosa kolelitiasis
operasi pada hari jumat 20/02/2020. Hasil pengkajian
menunjukkan bahwa klien mengalami kesakitan pada luka post
operasi. Hal ini sesuai dengan teori dari rempengan (2014)
nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut,
penyakit atau intervensi bedah dan memiliki awitan yang cepat
dengan intensitas yang bervariasi. Nyeri akut berhenti dengan
sendirinya ( self-limiting) dan akhirnya menghilang dengan atau
tanpa pengobatan setelah keadaan pulih dan area yang terjadi
kerusakan. Nyeri ini biasanya disebabkan trauma bedah atau
inflamasi. Pada pengkajian tentang riwayat keluarga diperoleh
data bahwa di keluarga pasien tidak memiliki riwayat penyakit
keluarga yang berhubungan dengan pasien saat ini.
Dari hasil analisa data yang diperoleh pada pasien saat
ini diperoleh bahwa masalah keperawatan utama yang di
temukan pada pasien adalah Nyeri akut berhubungan dengan
kondisi pembedahan. Sesuai dengan teori yang di kemukakan
oleh sari (2012) bahwa nyeri merupakan hal yang membuat
pasien merasa tidak nyaman karena kesakitan. Oleh sebab itu
diagnosa prioritas utama yang pada Ny H yaitu nyeri akut
berhubungan dengan kondisi pembedahan.
3.1.2 Resiko infeksi
Risiko untuk terjadinya infeksi pada tempat operasi dipengaruhi
oleh sejumlah faktor, meliputi jenis pembedahan, lama operasi,
teknik operasi, komorbiditas, dan derajat kontaminasi pada
tempat operasi.
Faktor – faktor yang disebut intrinsik misalnya kerentanan
terhadap infeksi akibat supresi imun dan beberapa faktor
ekstrinsik seperti intervensi yang invasif yang beresiko tinggi.

3.1.3 Gangguan pola tidur


Tidur merupakan kebutuhan dasar manusia, proses universal
yang umum pada semua orang (Maslow, 1970 dalam Kozier
1995). Tidur dikarakteristikkan dengan aktifitas fisik minimal,
tingkat variabel ketidaksadaran, perubahan proses fisiologik
tubuh, dan penurunan respons stimulus eksternal (Kozier, et al,
1995). Fungsi tidur umumnya adalah untuk sintesis pemulihan
dan perilaku, waktu perbaikan tubuh dan otak (Kozier, et al,
1995). Ada 3 bentuk insomnia, yaitu: kesulitan untuk mulai
tidur (initial insomnia), kesulitan untuk tetap tidur karena sering
terbangun (intermittent atau maintenance Insomnia), dan
terbangun lebih awal/ prematur awakening (terminal insomnia)
Insomnia dapat disebabkan ketidaknyamanan fisik tetapi lebih
sering akibat overstimulasi mental (Kozier, 1995). Kesulitan
tidur (insomnia) pasca operasi umumnya disebabkan oleh
kedua hal tersebut, yaitu karena nyeri yang termasuk dalam
ketidaknyamanan fisik dan juga cemas terhadap
perkembangan kesehatannya setelah operasi yang termasuk
dalam overstimulasi mental. Nyeri merupakan reaksi atau
respon-respon pada tubuh pasien baik yang terjadi dari
rangsangan fisik maupun mental. Sumber-sumber nyeri antara
lain berasal dari cutaneous/superficial yang meliputi struktur
permukaan kulit dan jaringan subkutan, deep somatic yang
meliputi tulang, otot, syaraf, dan jaringan-jaringan yang
menyokong strukturnya, dan visceral yang meliputi organ-
organ yang berada dalam rongga tubuh (Ignatavicius, D.,
1991). Nyeri pada pasien pasca operasi bersumber dari ketiga
tempat tersebut. Dari penelitian yang dilakukan oleh Tuti
Nuraini (2003) menyatakan bahwa penyebab gangguan pola
tidur pada pasien 2-11 hari pasca operasi menyatakan bahwa
nyeri berada pada tingkat pertama penyebab gangguan pola
tidur yang paling tinggi. Maka dari itu diagnose ketiga yang
dapat diangkat yaitu gangguan pola tidur sebagai akibat dari
nyeri.
3.2 Tindakan keperawatan
3.2.1 Anjurkan pasien untuk melakukan teknik relaksasi nafas dalam.
Konsep penelitian terakit yaitu Menurut (Yowanda, n.d.) dikutip
(Potter & Perry, 2006) teknik relaksasi merupakan kebebasan
mental dan fisik dari ketegangan dan stress. Teknik relaksasi
memberikan individu kontrol diri ketika terjadi rasa tidak
nyaman atau nyeri, stress fisik dan emosi pada nyeri.Teknik
relaksasi dapat digunakan. saat individu dalam keadaan sehat
atau sakit. Teknik relaksasi dan imajinasi salah satu teknik yang
digunakan dalam menurunkan nyeri pada pasien, dalam
penelitian ini khususnya pada pasien pasca bedah. Teknik
relaksasi meliputi meditasi, yoga, Zen, teknik imajinasi, dan
latihan relaksasi progresif (Yowanda, n.d.) dikutip dari (Potter &
Perry, 2006).
3.2.2 Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat. Konsep penelitian terkait yaitu
antibiotik merupakan salah satu golongan obat yang sering
digunakan dalam proses pembedahan dan penangananya,
memiliki resiko relatif besar, dapat menyebabkan resistensi bila
tidak digunakan secara tepat, dan berinterkasi dengan obat lain
sehingga dapat menimbulkan resiko kesehatan yang signifikan.
Oleh karena itu, antibiotik perlu selalu dievaluasi penggunaanya
untuk membantu memastikan antibiotik diberikan secara tepat,
aman, dan efektif (Nurlela, 2017).
3.2.3 Dukung istirahat/ tidur yang adekuat untuk membantu
penurunan nyeri. Konsep penelitian terkait yaitu (Zahroh, 2012)
dikutip dari (Robert 2007), mengemukakan sebagian besar
orang dapat istirahat sewaktu mereka bebas dari gangguan
ketidaknyamanan. Jika seorang pasien mengalami nyeri otomatis
kebutuhan istirahat tidur pasien tidak terpenuhi, sehingga kita
sebagai perawat harus bisa memilah-milah untuk melakukan
tidakan keperawatan yang cocok saat pasien mengalami nyeri
pada saat istirahat.
3.2.4 Gunakan teknik aseptic selama merawat luka. Konsep penelitian
terkait yaitu Teknik aseptic/antiseptik didasarkan pada
pengandaian bahwa infeksi berasal dari luar, yang kemudian
masuk ke dalam tubuh. Untuk mencegahnya terjadinya infeksi,
harus dipastikan bahwa setiap prosedur yang dikerjakan
sedemikian rupa agar bakteri tidak masuk. Prosedur dikerjakan
di daerah steril dimana semua bakteri telah dimusnahkan,
termasuk bakteri yang berada di kulit penderita. Semua
instrument, benang, serta cairan yang dipakai di amankan
terlebih dahulu. Tangan ahli bedah harus dibersihkan dari
bakteri dan ditutupi dengan sarung tangan karet (Pitoyo, Dtn, &
Isnandar, 2018) dikutip dari (Buerk, 2006).
3.2.5 Kaji tanda dan gejala terjadinya infeksi pada luka. Konsep
penelitian terkait yaitu
- Adanya cairan luka berupa pus.
- Nyeri, eritema yang menyebar yang merupakan indikasi
selulitis.
- Demam (lebih dari 38oC untuk NPS), nyeri, edema dan batas
eritema yang meluas.
- Cairan jernih atau eksudat dari luka,
- Disertai selulitis (Alsen & Sihombing, 2014).
3.2.6 Pastikan perawatan analgesic bagi pasien dilakukan dengan
pemantauan yang ketat. Konsep penelitian terkait yaitu Konsep
penelitian terkait yaitu antibiotik merupakan salah satu golongan
obat yang sering digunakan dalam proses pembedahan dan
penangananya, memiliki resiko relatif besar, dapat
menyebabkan resistensi bila tidak digunakan secara tepat, dan
berinterkasi dengan obat lain sehingga dapat menimbulkan
resiko kesehatan yang signifikan. Oleh karena itu, antibiotik
perlu selalu dievaluasi penggunaanya untuk membantu
memastikan antibiotik diberikan secara tepat, aman, dan efektif
(Nurlela, 2017).
3.3 Alternatif pemecahan masalah
Managemen nyeri dan kolaborasi pemberian antibiotik dilakukan
untuk menurunkan respon nyeri. Managemen nyeri salah satunya
mengajarkan tehnik nonfarmakologi di harapkan mampu
menurunkan nyeri misalnya mengajarkan tehnik distraksi, relaksasi
napas dalam dan kompres panas dingin.
BAB 4

(KESIMPULAN DAN SARAN)

4.1 Kesimpulan
Dari asuhan keperawatan yang telah dilakukan dapat disimpulkan
bahwa Nyeri akut merupakan point utama masalah keperawatan dari
pasien post operasi. Disusul diagnose resiko infeksi yang menjadi
ancaman dari pasien post operasi selain itu masalah yang timbul dari
masalah utama yaitu masalah gangguan pola tidur menjadi masalah
ke tiga akibat dari nyeri.

4.2 Saran
4.2.1 Bagi pasien
Bagi pasien diharapkan mampu bekerja sama dengan petugas
kesehatan agar terciptanya asuahan keperawatan yang
komprehensif.
4.2.2 Bagi Petugas pelayanan kesehatan
Peran petugas kesehatan khususnya perawat sebagai educator
dan motivator untuk selalu menanamkan afirmasi positif
terhadap penurunan nyeri dan risiko infeksi serta gangguan
pola tidur pada pasien post op laparatomi dengan diagnosa
kolilitiasis dari hari peratama sampai dengan hari ke tiga
sehingga mencegah komplikasi dari tindakan pembedahan dan
mempersingkat hari rawat pasien
DAFTAR PUSTAKA

Amadea, r. a. (2019). BENIGN PROSTATIC HYPERPLASIA (BPH). palu.

Cheryl m. wagner, g. j. (2016). Nursing interventions clasification (NIC). Singapore.

Elizabeth swanson, S. m. (2016). Nursing Outcomes Classification (NOC). singapore.

Herdman, T. (2015-2017). Diagnosa keperawatan definisi dan klasifikasi. jakarta: buku


kedokteran EGC.

Nurarif, a. h. (2015). APLIKASI ASUHAN KEPERAWATAN BERDASARKAN DIAGNOSA


MEDIS DAN NANDA (NORT AMERICAN NURSING DIAGNOSIS ASSOCIATION)
NIC-NOC. jogjakarta: mediaction jogja.

PPNI, T. p. (2018). Standar intervensi keperawatan indonesia defini dan tindakan


keperawatan,edisi 1. jakarta: Persatuan perawatan nasional indonesia.

Anda mungkin juga menyukai