Anda di halaman 1dari 22

PERAN PEMERINTAH DALAM INDUSTRIAN PERASURANSIAN DI

INDONESIA

Rafi’ Fadhil Permana – 8111417200

Fakultas Hukum, Universitas Negeri Semarang

Abstrak
Asuransi sendiri, merupakan salah satu lini bisnis yang ada di Indonesia. Asuransi
sendiri dilakukan oleh para pemegang polis dan perusahaan perasuransian yang ada di
Indonesia. Dengan berkembangnya Industry Perasuransian di Indonesia sendiri, maka
banyak perusahaan yang berminat untuk melakukan ekspansi bisnisnya di Indonesia.
pemerintah sebagai pihak yang menguasai hajat hidup orang di Indonesia sendiri, memiliki
peranan andil juga dalam perkembagan industry perasuransian di Indonesia. beberapa
peranan tersebut diantaranya adalah sebagai pihak yang membuat peraturan-peraturan
dalam industry perasuransian yang dimana bertujuan untuk memberikan kepastian hukum
terhadap pelaksanaan industry perasuransian di Indonesia. Dengan adanya peranan
pemerintah dalam memberikan kepastiannya dalam terlibat pada perkembangan bisnis
asuransi di Indonesia sendiri, diharapkan dapat memberikan sumbagan untuk meningkatkan
serta mengembangkan asuransi di Indonesia. Jurnal ini sendiri, bertujuan untuk mencari
tahu bagaimana pemerintah Indonesia dalam berperan dalam industry perasuransian serta
sejauh mana peranannya dalam industry perasuransian di Indonesia.

Kata Kunci : Peranan Pemerintah, Industri Perasuransian, asuransi

PENDAHULUAN
Asuransi merupakan salah satu lini bisnis yang dimana perusahaan tersebut bergerak
dibidang jasa yang dimana perusahaan asuransi bertujuan untuk memberikan perlindungan
terhadap jiwa dan atau barang-barang yang telah diasuransikan yang dimana untuk
memindahkan suatu resiko yang dimana tidak menentu di masa depan. Asuransi sendiri
merupakan salah satu lini bisnis yang dimana perjanjian tersebut terjadi antara 2 (dua) pihak
yang dimana para pihak dalam asuransi sendiri adalah pemegang polis selaku konsumen dan
Perusahaan Asuransi yang dimana merupakan pihak yang memberikan perlindungan jaminan
yang diperjanjikan oleh mereka yang disepakati melalui penerbitan polis sebagai bukti dari
adanya perjanjian antara para pihak tersebut. Asuransi sendiri, memiliki beberapa manfaat
yang dimana manfaat tersebut sangat menguntungkan bagi pemengang polis / konsumen
asuransi yang dimana, manfaat dari adanya asuransi sendiri diantaranya :

1. Kepastian Masa Depan

1
Dengan adanya asuransi sendiri, para pemegang polis / konsumen asuransi akan
merasa beban mereka akan berkurang karena adanya pertanggungan resiko untuk masa depan
yang tidak pasti sendiri di masa depan. Dengan mengikuti program asuransi sendiri, para
pemegang polis akan dijamin / ditanggung resiko-resiko yang tidak pasti di masa depan yang
dimana dicover oleh perusahaan asuransi selaku pihak yang menanggung resiko tersebut.

2. Sebagai Investasi

Dengan mengikuti asuransi sendiri, kita akan memiliki kewajiban sebagai pemegang
polis untuk membayarkan premi setiap bulannya yang dimana besaranya telah disepakati
ketika melakukan akat perjanjian antara pemegang polis dan perusahaan asuransi. Dengan
membayarkan premi setiap bulannya, maka pemegang polis sendiri juga menabung untuk
investasi di masa depannya. Investasi sendiri yang dimaksud, contohnya adalah pada saat
masa pensiun pemegang polis. Pemengang polis yang telah memasuki masa pensiun akan
mendapatkan biaya pensiunnya yang telah ia bayarkan sebelum memasuki masa pensiun,
sehingga pemegang polis pada masa pensiun tersebut, akan menikmati hasil investasi /
tabungan yang ia dapatkan dari mengikuti program asuransi pensiun.

3, Mengurangi / meminimalisir kerugian

Dengan mengikuti program asuransi sendiri, maka pemegang polis sendiri akan
ditanggung oleh perusahaan asuransi, sehingga ketika ia mengalami suatu musibah yang
dimana tidak pasti dimasa depan, kerugian yang ia tanggung akan dibagi juga dengan
perusahaan asuransi yang ia ikuti sehingga, jumlah kerugian yang ia tanggung tidak besar
dengan tidak ikut program asuransi.

Dengan besarnya manfaat dari mengikuti asuransi sendiri, tentu itu akan menarik minat
masyarakat untuk ikut sebagai pemegang polis suatu asuransi. Di Indonesia sendiri, tedapat
berbagai perusahaan perasuransian baik itu perusahaan nasional maupun perusahaan
internasional yang ikut dalam perindustrian perasuransian di Indonesia. Dengan pelbagai
macam produk-produk asuransi yang ditawarkan sendiri, tentu ini akan menarik minat
masyarakat Indonesia, ditambah dengan penduduk Indonesia yang mencapat 260 Juta lebih,
tentu industry ini cukup menjanjikan di Indonesia. Adanya berbagai macam perusahaan
perusahaan perasuransian yang melakukan bisnis perasuransian di Indonesia sendiri, maka

2
pemerintah sebagai regulator dari suatu negara sendiri, harus juga berperan dalam segala
sektor yang ada di Indonesia, khususnya pada sektor industry perasuransian di Indonesia.

RUMUSAN MASALAH
1. Mengapa peran pemerintah diperlukan dalam perindustrian perasuransian di Indonesia ?
2. Bagaimana pemerintah melaksanakan perannya dalam perindustrian perasuransian di
Indonesia ?

PEMBAHASAN
Mengenal Asuransi
Asuransi sendiri, dalam Bahasa inggris disebut dengan ‘’ insurance’’, sedangkan pada
bahasa Belanda sendiri, asuransi memiliki arti Verzekering atau Assurantie. Asuransi sendiri,
memiliki beberapa definisi mengenai pengertiannya itu sendiri. Menurut Santoso
Poedkosoebroto sendiri mengatakan bahwa Asuransi pada umumnya adalah suatu perjanjian
timbal balik, dalam mana pihak penanggung dengan menerima premi mengikatkan diri untuk
memberikan pembayaran pada pengambil asuransi atau orang yang ditunjuk karena
terjadinya suatu peristiwa yang belum pasti, yang disebut di dalam perjanjian, baik karena
pengambilan asuransi atau tertunjuk menderita kerugian yang disebabkan oleh peristiwa tadi,
maupun karena peristiwa tadi mengenai hidup kesehatan atau validituit seorang tertanggung1.

Sedangkan menurut Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian sendiri,


menjelaskan bahwa Asuransi sendiri adalah perjanjian yang dimana terjadi antara dua pihak,
yaitu perusahaan asuransi dan pemegang polis yang dimana memberikan penggantian kepada
pemegang polis karena terjadi kerugian, kerusakan, kehilangan keuntunngan yang disebabkan
karena suatu peristiwa yang tidak pasti oleh perusahaan asuransi yang dimana mendapatkan
imbalan berupa premi yang dibayarkan oleh pemegang polis untuk mengalihkan resiko
kepada perusahaan perasuransian / tertanggung.

Dari pengertian diatas, dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa Asuransi sendiri merupakan
suatu perjanjian antara pemegang polis dan perusahaan perasuransian untuk mengalihkan
resiko / kerugian yang tidak pasti di masa depan pemegang polis kepada perusahaan

1
Santoso Poedjosoebroto, Beberapa Aspek Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia, cet. II, Alumni, Bandung,
1976, hlm. 82

3
perasuransian yang dimana dengan membayarkan premi kepada pihak tertanggung /
perusahaan perasuransian.

Dalam asuransi sendiri, terdapat unsut-unsur yang melekat pada suatu perasurasian, yang
dimana unsur-unsur tersebut diantaranya adalah2 :

1. Penanggung dan Tertanggung sebagai para pihak.

2. Premi, yaitu sejumlah uang yang harus dibayar Tertanggung kepada Penanggung

3. Peristiwa tertentu, yaitu peristiwa yang belum tentu terjadi.

4. Ganti rugi, perjanjian asuransi memang diadakan untuk memberikan ganti rugi, namun
ganti rugi hanya dikenal dalam Asuransi Kerugian.

Asuransi sendiri, ada beberapa jenisnya, yang dimana diantaranya meliputi :

A. Bedasarkan Sifatnya

1) Asuransi Sukarela

Asuransi sukarela ini sendiri, merupakan salah satu jenis asuransi yang dimana pada
pembentukannya dibentuk secara bebas dan tanpa adanya suatu paksaan yang dilakukaan
oleh para pihak yang dimana para pihak itu adalah penanggung dan tertanggung serta pada
pembuatan perjanjian ini sendiri, dilakukannya secara sukarela oleh para pihak yang terlibat
dalam perjanjian asuransi ini sendir.

2) Asuransi Wajib

Asuransi Wajib sendiri merupakan salah satu jenis asuransi yang dimana terdapat
paksaan yang dimana diharuskan pemegang polis / tertanggung untuk berpartisipasi pada
asuransi ini sendiri. asuransi ini sendiri, umumnya dibuat oleh Pemerintah yang dimana
asuransi ini sendiri merupakan asuransi social yang dimana dibentuk untuk memberikan
pelayanan kepada masyarakat dari negara untuk mereka.

2. Bedasarkan Jenis Usaha

Bedasarkan jenis usahanya, asuransi terbagi menjadi tiga (3) jenisnya yang dimana
diantaranya adalah :

a) Asuransi Jiwa

2
Sunarmi. Pemegang Polis Asuransi Dan Kedudukan Hukumnya, Jurnal Ilmu Hukum. Vol 3(1): hal. 5-6

4
Asuransi ini merupakan salah satu jenis asuransi yang ada di Indonesia, asuransi ini
merupakan asuransi yang memeberikan perlindungan terhadap keselamatan jiwa seseorang.
pada asuransi ini sendiri, contohnya adalah asuransi kecelakaan,

b) Asuransi Social

Asuransi social merupakan jenis suransi yang ada di Indonesia. Asuransi ini sendiri
merupakan asuransi yang melindungi keselamatan masyarakat umum. umumnya asuransi ini
sendiri, dibentuk oleh pemerintah untuk memberikan pelayanan dibidang kesehatan dan
keselamatan pada masyarakat yang dimana telah diatur didalam Undang-Undang.

c) Asuransi Kerugian

Asuransi ini, merupakan salah satu jenis asuransi yang ada di Indonesia. asuransi ini
sendiri merupakan asuransi yang dimana pada perlindungannya sendiri, memeberikan
perlindungan terhadap harta kekayaan. Pada asuransi ini sendiri, memberikan perlindungan
terhadap barang-barang yang telah diasuransikan tersebut, serta akan menggantikan barang
yang telah diasruansiakan apabila barang tersebut rusak atau hilang pada masa perlindungan
asurani. contoh dari asuransi ini sendiri adalah asuransi perlindungan kebakaran, asuransi
perjalanan barang.

Pada sahnya suatu perjanjian asuransi sendiri, harus memenuhi ketentuan pada pasal 1320
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata) yang dimana syarat sahnya suatu
perjanjian sendiri adalah :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu pokok persoalan tertentu

4. Suatu sebab yang tidak terlarang

bilamana, dalam perjanjian asuransi antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi /
penanggung tidak memenuhi ketentuan yang terdapat dalam pasal 1320 KUH Perdata itu
sendiri, maka suatu perjanjian asuransi tersebut dapat batal demi hukum karena cacat hukum
yang dimana tidak memenuhi ketentuan yang berlaku pada pasal tersebut.

5
Pentingnya Peranan Pemerintah dalam Industri Perasuransian

Dalam berkembangnya sektor industry bidang perasuransian di Indonesia sendiri,


perkembangannya tersebut tidak lepas juga dari penanan pemerintah. Peranan pemerintah
dalam sektor asuransi sendiri, juga menjadikan salah satu factor berkembanganya industry
tersebut di Indonesia. Ada beberapa pernanan pemerintah dalam memajukan industry
perasuransian sendiri di Indonesia, salah satunya adalah sebagai regulator. Regulator yang
dimaksud pada penjelasan ini sendiri, maksudnya adalah bahwa pemerintah merupakan pihak
yang dimana yang membuat suatu peraturan yang dimana bertujuan untuk mengatur
perjalanan industry perasuransian di Indonesia. Adanya regulasi-regulasi yang dimana diatur
dan dibuat oleh pemerintah sendiri, bertujuan untuk mengatur jalannya industry
perasuransian serta untuk memberikan kepastian hukum yang diberikan oleh para pihak yang
terlibat dalam industry perasuransian sendiri. Peranan pemerintah sebagai regulator sendiri,
sangat dibutuhkan karena apabila suatu sektor yang dimana beroperasi di Indonesia, tidak ada
regulasi yang mengatur tentangnya itu sendiri, maka akan menyebabkan ketidakpastian
hukum apabila terjadi sebuah pelanggaran. Selain itu, tidak adanya aturan yang dimana
mengatur tentang industry perasuransian, akan menyebabkan ketidakpastian hak dan
kewajiban dari para pihak yang berkecimpung di Industri ini sendiri. Maka dari itulah,
peranan pemerintah sebagai regulator pada industry perasuransian dibutuhkan di Indonesia
untuk keberlangsungan industry ini berkembang di Indonesia.

Selain sebagai pihak regulator yang dimana yang merupakan pihak yang membuat /
membentuk regulasi pada Industri ini di Indonesia, pemerintah sendiri, juga berperan sebagai
pemain dalam industry ini sendiri, dimana pemerintah dalam peranan ini sendiri, membentuk
badan usaha yang dimana berada dibawah Kementrian Badan Usaha Milik Negara (BUMN)
di bidang perasuransian. Adanya Badan Usaha milik negara ini berpartisipasi sebagai pemain
dalam industry ini, bertujuan untuk membentuk iklim yang sehat pada persaingan di bidang
asuransi antara perusahaan negara dengan perusahaan swasta yang ada di Indonesia sendiri
dan bisa juga menjadi tempat pemerintah untuk mencari profit yang dimana akan digunakan
untuk biaya pembagunan di Indonesia. Selain membentuk badan usaha untuk mencari profit
yang akan digunakan untuk pembangunan perekonomian Indonesia, pemerintah sendiri, juga
membentuk badan asuransi yang bergerak di bidang asuransi social yang dimana
pembentukan asuransi social ini sendiri, bertujuan untuk memberikan pelayanan kepada

6
warga negaranya di bidang kesehatan yang dimana pembentukan badan asuransi di bidang
social ini sendiri yang dibentuk oleh Pemerintah, didasari pada pasal 34 Ayat (3) Undang-
Undang Dasar tahun 1945 yang dimana berbunyi :

3) Negara bertanggung jawab atas penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas
pelayanan umum yang layak.****)

Selain membentuk suatu badan usaha yang ditujukan untuk meramaikan dan
menciptakan persaingan di bidang Asuransi ini sendiri, pemerintah juga membentuk badan-
badan yang dimana dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan yang timbul pada industry
asuransi yang ada di Indonesia. selain membentuk peraturan-peraturan tentang perindustrian
asuransi, badan usaha di bidang asuransi.

Dalam Jurnal ini sendiri, akan membahas bagaimana pengaplikasian peranan


pemerintah dalam Perindustrian perasuransian di Indonesia.

Peranan Pemerintah Sebagai Pembentuk Peraturan pada Perindustrian Perasuransian

Pada Peran ini sendiri, pemerintah merupakan pihak yang dimana yang membuat
suatu peraturan yang dimana peraturan-peraturan di bidang hukum tersebut berdampak pada
kehidupan masyarakat. Menurut Philipus M. Hadjono, pembentukan peraturan
perundangundangan harus dilakukan berdasarkan asas-asas pembentukan peraturan
perundang-undangan yang baik3. Peraturan perundang-undangan tertulis ini sendiri,
diharapkan bahwa dalam pelaksanaannya akan memberikan kepastian hukum kepada suatu
bidang kehidupan. Secara umum tujuan pembentukan perundang-undangan adalah mengatur
dan menata kehidupan dalam suatu negara supaya masyarakat yang diatur oleh hukum itu
memperoleh kepastian, kemanfaatan dan keadilan didalam kehidupan bernegara dan
bermasyarakat4.

Dasar dari peranan pemerintah sebagai regulator pada perundang-undangan sendiri, terdapat
didalam pasal 1 ayat (3) Undang-Undang Dasar 1945, yang dimana padal UUD 1945 pasal 1
ayat (3) menjelaskan

(3) ‘’Indonesia adalah Negara Hukum’’


3
Philipus M. Hadjon, Dalam Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-undangan yang baik,
gagasan terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan berkelanjutan, Rajawali Press, 2009, hlm. 14.
4
Jalaluddin. Hakikat Dan Fungsi Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Batu Uji Kritis Terhadap Gagasan
Pembentukan PERDA yang Baik. Hlm. 2

7
Menurut Aristoteles berpendapat bahwa pengertian negara hukum itu timbul dari polis
yang mempunyai wilayah negara kecil, seperti kota dan berpenduduk sedikit, tidak seperti
negara-negara sekarang ini yang mempunyai wilayah luas dan berpenduduk banyak (vlakte
staat). Dalam polis itu segala urusan negara dilakukan dengan musyawarah (ecclesia), dimana
seluruh warga negaranya ikut serta dalam urusan penyelenggaraan negara5.

Pada Pembentukan Peraturan oleh Pemerintah di industry perasuransian di Indonesia


sendiri, pemerintah telah membentuk beberapa Peraturan-peraturan yang pembentukannya
sendiri dibentuk untuk memberikan kepastian hukum, serta mengatur bagaimana sektor
asuransi ini sendiri berjalan di Indonesai. peraturan-peraturan tersebut diantaranya meliputi :

1) Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD)

Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (wetboek van kophandel), merupakan undang-undang


yang merupakan hukum warisan Belanda ketika menjajah Indonesia pada masanya. kitab ini
sendiri, masih digunakan hingga saat ini. Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (KUHD) ini
sendiri, merupakan salah satu sumber hukum dari pengaturan tentang asuransi di Indonesia.
Pengaturan mengenai asuransi pada Buku KUHD ini sendiri, terdapat dalam BAB IX tentang
Asuransi Atau Pertanggungan Pada Umumnya yang dimana terdapat dalam pasal 246- 286
Kitab Undang-Undang Hukum Dangang.

Penggunaan Kitab Undang-Undang Hukum Dagang pada Asuransi sendiri, digunakan pada
saat belum adanya Undang-Undang yang mengatur tentang Asuransi di Indonesia, sehingga
KUHD digunakan sebagai sumber hukum untuk mengatur tentang berjalannya asuransi di
Indonesia pada saat itu. KUHD ini sendiri, penggunaanya juga masih digunakan sebagai
sumber hukum dalam pembentukan peraturan mengenai asuransi di Indonesia.

2) Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

Undanng-Undang ini sendiri, merupakan Undang-Undang yang dimana berisi tentang


pengaturan mengenai asuransi di Indonesia. Undang-Undang ini sendiri merupakan Undang-
Undang yang digunakan untuk menggantikan Undang-Undang tentang asuransi yang telah
lama, yaitu pada Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 Tentang Usaha Perasuransian.

selain untuk mengganti Undang-Undang No. 2 Tahun 1992 yang perlu diganti karena
tidak sesuai dengan keadaan saat ini, Undang-Undang ini sendiri dibentuk untuk memberikan
5
Moh. Kusnardi, Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta : Sinar Bakti, 1987),h. 153

8
perlindungan dan menciptakan industry perasuransian yang sehat, amanah serta kompetitif
serta untuk melindungi pemegang polis / konsumen, perusahaan asuransi dan pihak-pihak
yang terlibat dalam perindustrian perasuransian.

Pada Undang-Undang ini sendiri, mengatur tentang perusahaan perasuransian yang


ada di Indonesia, yang dimana di Indonesia perusahaan perasurasian itu sendiri meliputi
perusahaan asuransi, perusahaan asuransi syariah, perusahaan reasuransi, perusahaan
reasuransi syariah, perusahaan pialang asuransi, perusahaan pialang reasuransi, dan
perusahaan penilai kerugian asuransi.

Pada Undang-Undang ini juga, mengatur mengenai hal-hal mengenai : (1) Ruang Lingkup
Usaha Perasuransian, (2) Bentuk dan kepemilikan pada perushaan perasuransian, (3)
Perizinan Usaha (4) Penyelenggaraan Usaha Asuransi di Indonesia (5) Tata Kelola Usaha
Perasuransia dan Usaha Bersama (7) Program-program asuransi yang wajib (8) Pengaturan
mengenai kepemilikan, penggabungan dan peleburan pada perusahaan perasuransian di
Indonesia, (9) Perlindungan kepada Pemegang polis, Tertanggung dan / atau peserta pada
perindustrian perasuransian, (10) Profesi Penyedia Jasa perasuransian (11) Pengaturan dan
Pengawasan pada perindustrian perasuransian di Indonesia, (12) Sanksi-sanksi Administrasi
dan PIdana terhadap pelanggaran ketentuan-ketentuan yang berlaku dalam Undang-Undang
No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian.

Jika dilihat dari pengaturan yang diatur dalam undang-undang ini sendiri, telah
mengatur mengenai bagaimana berjalannya perindustrian perasuransian di Indonesia.
pembentukan Undang-Undang ini ditujukan untuk memberikan kepastian hukum kepada para
pihak yang ada pada industry perasuransian di Indonesia.

3) Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 2018 Tentang Kepemilikan Asing


Pada Perusahaan Perasuransian

Peraturan Pemerintah ini sendiri, merupakan salah satu peraturan yang dibuat untuk
mengatur mengenai kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian di Indonesia.
Kepemilikan asing disini sendiri maksudnya adalah usaha perasurasian yang dimana pada
kepemilikannya sendiri, dimiiliki oleh Warga Negara Asing (WNA) atau Badan Hukum
asing.

9
pada Peraturan Pemerintah ini sendiri, mengatur mengenai : (1) Batasan Kepemilikan
Asing, (2) Ruang Lingkup pada kepemilikan Asing (3) Pengawasan dan Pelaoran pada
kepemilikan asing pada perusahaan perasuransian di Indonesia. (4) Sanksi Administratif.

pada Undang-Undang ini sendiri, menjelaskan mengenai Badan Hukum yang


memiliki Perusahaan Perasuransian di Indonesia, wajib memenuhi kriteria yang dimana
diantaranya adalah :

a. merupakan Perusahaan Perasuransian yang memiliki usaha sejenis atau merupakan


perusahaan induk yang salah satu anak perusahaannya bergerak di bidang usaha
perasuransian yang sejenis;

b. memiliki ekuitas paling sedikit 5 (lima) kali dari besarnya penyertaan iangsung
pada Perusahaan Perasuransian pada saat pendirian dan pada saat perubahan
kepemilikan Perusahaan Perasuransian; dan

c. memenuhi persyaratan lain yang ditetapkan oleh OJK.

Pada keterangan Peraturan pemerintah ini, kepemilikan perusahaan perasuransian oleh Warga
Negara Asing atau badan hukum asing, hanya dapat dilakukan melalui bursa efek. pada
peraturan pemerintah ini, Perusahaan Perasuransian di Indonesia hanya dapat dimiliki oleh
Warga Negara Indonesia baik itu secara langsung maupun tidak langsung.

Selain itu, mengenai batas kepemilikan yang dapat dimiliki oleh badan hukum asing/ warga
negara asing sendiri, pada Peraturan Pemerintah sendiri, diatur didalam pasal 5 yang dimana
berbunyi

‘’(1)Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian dilarang melebihi 80olo


(delapan puluh persen) dari modal disetor Perusahaan Perasuransian. (2) Batasan
Kepemilikan Asing pada Perusahaan Perasuransian sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
tidak berlaku bagi Perusahaan Perasuransian yang merupakan perseroan terbuka’’.

Dijelaskan, pada Peraturan Pemerintah ini, batas kepemilikan oleh asing pada
perusahaan perasuransian sendiri ditetap tidak melebihi dari 80 (delapan puluh) persen.
pengecualian sendiri, ditetapkan apabila perusahaan perasuransian itu sendiri, telah
merupakan perusahaan perseroan terbuka atau perusahaan yang telah go public.

4) Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUH Perdata)

10
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata sendiri, juga merupakan salah satu sumber
hukum yang tedapat dalam Asuransi, yang dimana penggunaan Kitab Undang-Undang
Hukum Perdata (KUH Perdata) sebagai sumber hukum asuransi sendiri, diambil pada pasal
1320 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata. Pada Pasal 1320 KUH Perdata sendiri, pasal
tersebut berisi mengenai mengatur bagaimana syarat sahnya suatu perjanjian dalam hukum
perdata. pada perjanjian asuransi antara pemegang polis dan penangung ( perusahaan asuransi
) sendiri, mengikuti aturan perdata, yang dikarenakan suatu perjanjian sendiri, bersifat
keperdataan yang dimana perjanjian itu hanya mengikat terhadap pihak-pihak yang tercantum
dalam perjanjian itu sendiri.

pada pasal 1320 KUH Perdata sendiri, menjelaskan bahwa dalam suatu perjanjian
yang sah sendiri, harus :

1. Kesepakatan mereka yang mengikatkan dirinya

2. Kecakapan untuk membuat suatu perikatan

3. Suatu pokok persoalan tertentu

4. Suatu sebab yang tidak terlarang

Dalam suatu perjanjian, yang bersifat keperdataan sendiri, ketentuan ini merupakan
syarat awal untuk terjadinya suatu perjanjian yang syah dimata hukum. apabila dalam suatu
perjanjian itu sendiri, tidak memenuhi ketentuan pada pasal 1320 KUH Perdata yang telah
dijelaskan itu sendiri, maka perjanjian tersebut dapat dibatalkan demi hukum karena tidak
memenuhi ketentuan Undang-Undang yang berlaku.

5) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ( POJK ) Nomor. 69/POJK.05/2016


Tentang Penyelenggaraan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah,
Perusahaan Reasuransi, Dan Perusahaan Reasuransi Syariah

Peraturan OJK ini sendiri, merupakan salah satu sumber hukum dalam hukum
asuransi. Otoritas Jasa Keuangan sendiri (OJK) merupakan salah satu Lembaga negara yang
dibentuk oleh pemerintah dalam bidang keuangan dan perbankan. Pembuatan Peraturan OJK
ini sendiri, bertujuan untuk melakukan pelaksanaan pada Undang-Undang No. 40 Tahun
2014 Tentang Perasuransian.

Peraturan OJK ini sendiri berisi tentang penyelenggaraan perusahaan asuransi,


perusahaan asuransi Syariah, Reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

11
6) Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ( POJK ) Nomor. 67/POJK.05/2016
Tentang Perizinan Usaha Dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan
Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi Dan Perusahaan Reasuransi Syariah

Peraturan OJK ini sendiri, merupakan peraturan yang dimana didalamnya berisi
mengenai persyaratan dalam mendirikan suatu Perusahaan Asuranisi, asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi dan Perusahaan Reasuransi Syariah.

Pengunaan peraturan OJK ini sendiri, bertujuan untuk mencatat dan mendata
perusahaan asuransi, asuransi Syariah, perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi
Syariah yang terdaftar secara legal di Indonesia, serta bertujuan untuk memberikan kepastian
hukum terhadap perjalanan perindustrian perasuransian di Indonesia.

Persyaratan-persyaratan tersebut dibentuk bertujuan untuk menyeleksi perusahaan


asuransi yang ada di Indonesia yang dapat berjalanan secara legal sehingga, perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi Syariah , perusahaan reasuransi, perusahaan reasuransi Syariah
yang tidak terdaftar sendiri, tidak dapat menjalankan operasional bisnisnya di Indonesia.
selain itu, pembentukan peraturan ini sendiri juga dituju untuk mempermudah melakukan
pengawasan terhadap perusahaan asuransi, perusahaan asuransi Syariah, perusahaan
reasuransi serta perusahaan resauransi yang ada dan melakukan bisnis di bidang asuransinya
di Indonesia dan memberikan kepastian pada calon pemegang polis mengenai keamanan
melakukan kegiatan asuransi di Indonesia.

Penjelasan diatas sendiri, merupakan peraturan-peraturan yang dimana dibuat oleh


pemerintah sebagai pihak regulator atau fasilitator dalam perindustrian perasuransian di
Indonesia.

Peran Pemerintah dalam Perindustrian Perasuransian Pada Pembentukan Badan


Asuransi di Indonesia

Maksud dari judul diatas sendiri, setelah membentuk peraturan-peraturan yang


mengatur mengenai bagaimana melakukan bisnis pada perindustrian perasuransian di
Indonesia sendiri, terhadap peraturan-peraturan yang telah dibuat tersebut sendiri, perlu
adanya pihak yang melaksanakan peraturan-peraturan tersebut, sehingga peraturan-peraturan

12
tersebut dapat diaplikasikan dalam masyarakat. Maka dari itu, perlunya dibentuk
Lembaga/badan yang dimana dibuat untuk mengaplikasikan peraturan-peraturan tersebut.
bedasarkan dari beberapa sumber sendiri, beberapa Lembaga/ badan yang dibentuk oleh
pemerinth dalam rangka untuk pelaksana dalam peraturan yang telah dibuat itu sendiri
diantaranya adalah :

1. Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

Otoritas Jasa Keuangan (OJK), merupakan salah satu Lembaga yang dimana dibentuk
untuk melakukan pelaksanaan yang telah dibentuk oleh pemerintah. Otoritas Jasa Keuangan
(OJK) sendiri dibentuk berdasarkan pada Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan (UU OJK).

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menurut Undang-Undang No. 21 Tahun 2011 Tentang
Otoritas Jasa Keuangan, OJK sendiri merupakan lembaga yang independen dan bebas dari
campur tangan pihak lain, yang mempunyai fungsi, tugas, dan wewenang pengaturan,
pengawasan, pemeriksaan, dan penyidikan dalam kegiatan di sektor Perbankan, Pasar Modal,
Perasuransian, Dana Pensiun, Lembaga Pembiayaan, dan Lembaga Jasa Keuangan Lainnya.

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sendiri dibentuk dengan tujuan agar keseluruhan
kegiatan di dalam sektor jasa keuangan:

a. terselenggara secara teratur, adil, transparan, dan akuntabel;

b. mewujudkan sistem keuangan yang tumbuh secara berkelanjutan dan stabil

c. melindungi kepentingan Konsumen dan masyarakat.

Untuk melaksanakan tugasnya sendiri, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diberikan wewenang
untuk :

A. Dalam melaksanakan tugas pengaturan

a. menetapkan peraturan pelaksanaan Undang-Undang

b. menetapkan peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan

c. menetapkan peraturan dan keputusan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)

d. menetapkan peraturan mengenai pengawasan di sektor jasa keuangan;

e. menetapkan kebijakan mengenai pelaksanaan tugas OJK

13
f. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan perintah tertulis terhadap Lembaga
Jasa Keuangan dan pihak tertentu;

g. menetapkan peraturan mengenai tata cara penetapan pengelola statuter pada Lembaga Jasa
Keuangan;

h. menetapkan struktur organisasi dan infrastruktur, serta mengelola, memelihara, dan


menatausahakan kekayaan dan kewajiban; dan

i. menetapkan peraturan mengenai tata cara pengenaan sanksi sesuai dengan ketentuan
peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan

B. Dalam Tugas Pengawasan

a. menetapkan kebijakan operasional pengawasan terhadap kegiatan jasa keuangan

b. mengawasi pelaksanaan tugas pengawasan yang dilaksanakan oleh Kepala Eksekutif

c. melakukan pengawasan, pemeriksaan, penyidikan, perlindungan Konsumen, dan tindakan


lain terhadap Lembaga Jasa Keuangan, pelaku, dan/atau penunjang kegiatan jasa keuangan
sebagaimana dimaksud dalam peraturan perundang-undangan di sektor jasa keuangan

d. memberikan perintah tertulis kepada Lembaga Jasa Keuangan dan/atau pihak tertentu;

e. melakukan penunjukan pengelola statuter; f. menetapkan penggunaan pengelola statuter;

g. menetapkan sanksi administratif terhadap pihak yang melakukan pelanggaran terhadap


peraturan perundangundangan di sektor jasa keuangan; dan

h. memberikan dan/atau mencabut:

1. izin usaha;

2. izin orang perseorangan;

3. efektifnya pernyataan pendaftaran;

4. surat tanda terdaftar;

5. persetujuan melakukan kegiatan usaha;

6. pengesahan;

7. persetujuan atau penetapan pembubaran;

14
8. penetapan lain

Dalam mengatur di Bidang Perindustrian Perasuransian sendiri, Otoritas Jasa Keuangan


diberikan amanah dalam Peraturan yang dimana diatur dalam:

1) Undang-Undang No. 40 Tahun 2014

Dalam Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian sendiri, Otoritas


diberikan tugas dan wewenag untuk melakukan pengelolaan pada sektor asuransi di
Indonesia. beberapa diantaranya adalah untuk memberikan izin pendirian usaha perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi Syariah, perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi
Syariah yang ada di Indonesia, menyetujui dan mencabut izin usaha usaha perusahaan
asuransi, perusahaan asuransi Syariah, perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi
Syariah yang ada di Indonesia, membentuk peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK)
mengenai pengaturannya dalam perusahaan asuransi, perusahaan asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi Syariah yang ada di Indonesia serta untuk
melakukan penyelidikan, pemeriksaan dan pengawasan terhadap usaha perusahaan asuransi,
perusahaan asuransi Syariah, perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi Syariah yang
ada di Indonesia.

Selain melakukan tugas-tugas diatas, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) juga berwenang
dalam pengajuan kepailitan terhadap usaha perusahaan asuransi, perusahaan asuransi Syariah,
perusahaan reasuransi dan perusahaan reasuransi Syariah yang ada di Indonesia. Berlakunya
OJK berdampak pula pada kewenangan pengajuan permohonan pernyataan pailit yang diatur
dalam Undang – Undang No.37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban
Pembayaran Utang yang sebelumnya ada pada Menteri Keuangan kini beralih kepada OJK,
yang dimana Sebagai pihak yang dapat mengajukan permohonan pernyataan pailit, OJK
membutuhkan alasan yuridis untuk pengajuannya 6. yang dimana kewenangan tersebut diatur
dalam pasal 51 Undang-Undang No. 40 Tahun 2014.

2. Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI)

Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) merupakan salah satu Lembaga yang
dibentuk untuk menyelesaikan permasalahan / sengketa yang tejadi pada bidang asuransi di

6
Muhammad Alfi, dkk. Kewenagan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perkara Kepailitan Perusahaan Asuransi.
Jurnal Diponegoro Law Journal. Vol. 6(1): 2017. Hlm. 5

15
Indonesia. Badan Mediasi Asuransi Indonesia (BMAI) sendiri, berdiri pada tanggal 12 Mei
2006 yang dimana dibentuk bedasarkan Surat Keputusan Bersama (SKB) yang dimana
ditandatangani oleh 4 ( empat ) Menteri pada masa itu yang dimana 4 (empat) Menteri
tersebut adalah Menteri Koordinator Bidang Perekonomian, Gubernur Bank Indonesia (BI) ,
Menteri Keuangan (Menkeu) dan Menteri Negara Badan Usaha Milik Negara (BUMN).
Pembentukannya sendiri, diprakarsai oleh Federasi Asosiasi Perasurasian Indonesia (FAPI),
Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI).

BMAI adalah sebuah badan hukum yang berbentuk Perhimpunan yang bersifat independen
dan imparsial. BMAI memberikan pelayanan untuk penyelesaian sengketa klaim (tuntutan
ganti rugi atau manfaat) Asuransi antara Anggotanya yaitu Perusahaan Asuransi dan
Tertanggung atau Pemegang Polis7. Pembentukannya Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi
Indonesia (BMAI) ini sendiri, bertujuan untuk menyelesaikan sengeketa yang terjadi antara
Tertanggung dan/atau Pemegang Polis dan Penanggung (Perusahaan Asuransi). Pengaturan
dan prosedur dalam mediasi di Badan Mediasi dan Arbitrase Indonesia sendiri (BMAI)
sendiri, didasari pada Surat Keputusan (SK) No. 008/SK-BMAI/11.2014.

Pada penyelesaian sengeketa asuransi melalui Lembaga BMAI ini sendiri, nilai tuntutan ganti
rugi yang dipersengketakan oleh pemegang polis dengan penanggung ( perusahaan asuransi)
sendiri tidak boleh melebihi dari Rp. 750.000.000,00 ( tujuh ratus lima puluh juta rupiah ) per
klaim untuk asuransi kerugian / umum dan Rp. 500.000.000,00 ( lima ratus juta rupiah) per
klaim untuk asuransi pada jaminan social yang dipersengketakan antara pemegang polis
dengan perusahaan perasuransian ( penanggung ).

Pada penyelesaian sengeketa asuransian yang diselesaikan melalui Badan Mediasi dan
Arbitrase Indonesia (BMAI) sendiri, terdapat beberapa sengketa yang dimana tidak dapat
diselesaikan melalui Lembaga BMAI sendiri, bedasarkan pasal 5 No. 008/SK-BMAI/11.2014
. BMAI sendiri, sengeketa yang dimana tidak dapat diselesaikan melalui Badan Mediasi dan
Arbitrase Indonesia sendiri, diantaranya :

1)Keputusan yang dibuat atas dasar pertimbangan komersial;

2) Kebijakan harga dan kebijakan lainnya, seperti suku premi, biaya dan kurs valuta asing;

7
Badan Mediasa dan Arbitrase Indonesia (BMAI). peraturan dan Prosedur Mediasi. Hlm. 7

16
3) Kasus yang sedang dalam proses investigasi oleh pihak yang berwajib, termasuk
kasuskasus dengan tuduhan adanya penipuan atau tindakan kriminal dan kasus tersebut telah
dilaporkan kepada yang berwajib untuk dilakukan investigasi;

4) Sengketa yang telah lebih dari 6 (enam) bulan sejak Anggota memberikan surat Penolakan
Final;

5) Sengketa yang sebelumnya telah diselesaikan secara langsung antara Pemohon dengan
Anggota;

6) Sengketa yang belum mendapat Penolakan Final dari Anggota.

dalam fungsinya sendiri, Badan Mediasi dan Arbitrase Indonesia (BMAI) ini sendiri akan
melakukan :

a)bertindak sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam Peraturan dan Prosedur Mediasi
BMAI;

b) mematuhi Peraturan dan Prosedur Mediasi yang ditetapkan oleh Pengawas BMAI;

c) memberikan pelayanan atas semua Sengketa yang diajukan sesuai ketentuan Pasal 4
Peraturan dan Prosedur Mediasi ini;

d) melakukan investigasi dan Mediasi atas Sengketa dengan tujuan untuk mendapatkan suatu
penyelesaian;

e) melakukan Ajudikasi atas Sengketa, bilamana tidak tercapai kesepakatan melalui Mediasi,
dengan tunduk pada ketentuan Pasal 17,

f) melakukan Arbitrase atas Sengketa dengan nilai yang dipersengketakan melebihi


wewenang BMAI sesuai ketentuan Peraturan dan Prosedur Mediasi dan Ajudikasi BMAI.

g) tidak memberikan informasi umum tentang Anggota (selain bilamana dianggap wajar
terkait dengan proses penyelesaian Sengketa) dan informasi atas perjanjian dari Anggota
tersebut atau jasa pelayanan, serta tidak memberikan saran-saran hukum, akuntansi dan
saran-saran profesional lainnya.

Penjelasan diatas dapat ditemukan dalam pasal 7 ayat (2) Surat Keputusan No. 008/SK-
BMAI/11.2014. Penyelesaian perselisihan melalui Badan Mediasi dan Arbitrase Indonesia
(BMAI) ini sendiri, terdapat 3 (tiga) cara yang dimana diantaranya :
17
1. Mediasi. Mediasi akan dilakukan pada langkah awal dalam rangka untuk
menyelesaikan sengeketa yang terjadi yang ada pada klaim asuransi yang terjadi
antara pemengang polis dengan perusahaan asuransi dengan cara damai. penyelesaian
ini sendiri, dilakukan oleh mediator sebagai pihak penengah dalam penyelesaian
perselisihan yang terjadi antara pemegang polis dengan perusahaan asuransi.

2. Ajudikasi, penyelesaian ini dilakukan apabila dalam proses mediasi menemukan


jalan buntu dalam penyelesaiannya. penyelesaian ini sendiri, akan dilakukan oleh
Majelis Ajudikasi yang dimana Majelis tersebut ditunjuk langsung oleh Badan
Mediasi dan Arbitrase Indonesia (BMAI).

3. Arbitrase, Penyelesaian melalui arbitrase sendiri, merupakan penyelesaian cara


final apabila penyelesaian melalui 2 (dua) cara tersebut tidak menemukan jalan damai.
Penyelesaian sengketa / perselisihan asuransi ini sendiri, akan dilakukan oleh Arbiter
Tunggal atau Majelis yang dimana, pada keputusan yang dibuat oleh Arbiter Tunggal
atau Majelis ini, bersifat Final dan mengikat, sehingga tidak ada upaya hukum yang
lain apabila salah satu pihak tidak setuju dengan keputusan yang dibuat.

Penjelasan diatas sendiri, merupakan peranan pemerintah dalam perannya untuk mewujudkan
industry perasuransian di Indonesia yang baik, yang dimana melalui pembentukan suatu
badan/ Lembaga untuk mengatur dan megawasi jalannya perasuransian di Indonesia.

Peranan Pemerintah Dalam industrian Perasuransian Sebagai Pemain (Player)

Pemerintah sendiri, dalam industry perasuransian di Indonesia sendiri, tidak hanya


bergerak sebagai regulator atau fasilitator dalam industry perasuransian di Indoensia, akan
tetapi pemerintah juga berperan / berpartisipasi dalam kegiatan ini sebagai pemain ( Player )
di Indonesia sendiri. Partisipasi pemerintah dalam industry ini sendiri, diwujudkan melalui
pembentukan Badan Usaha Milik Negara (BUMN), yang dimana modalnya berasal dari
pemerintah, yang dimana pembentukannya untuk mencari profit dari bisnis lini asuransi yang
berkembang di Indonesia. Contoh dari Badan Usaha Milik Negara pada bidang asuransi ini
sendiri, diantaranya adalah PT. Asuransi Jasa Indonesia (Jasindo) (PERSERO), PT. Asuransi
Jiwasraya (PERSERO) dan PT. AJB Bumiputera 1912 .

18
Pembentukan perusahaan milik negara dibidang asuransi sendiri, tidak serta merta bertujuan
utama untuk mencari profit melalui bisnis ini sendiri, melainkan juga untuk mencari sumber
tambahan untuk biaya pembangunan di Indonesia, serta untuk mencegah adanya monopoli
pasar di bidang asuransi di Indonesia dan menciptakan persaingan antara perusahaan negara
dengan perusahaan swasta, sehingga industry perasuransian di Indonesia dapat berkembang.

Tidak hanya di bidang Badan Usaha Milik Negara (BUMN) pemerintah berperan
dalam perindustrai perasuransian umum di Indonesia, melainkan juga pada asuransi social,
yang dimana bentuk dari perusahaan asuransi di bidang social ini sendiri, dibentuk melalui
Badan Penyelenggara Jaminan Kesehatan (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sendiri, merupakan Badan Usaha


Negara yang dimana dibentuk untuk memberikan pelayanan di bidang kesehatan kepada
semua elemen masyarakat di Indonesia. harapannya sendiri, adanya asuransi social yang
dibentuk oleh pemerintah ini sendiri, masyarakat dapat menikmati pelayanan dibidang
kesehatan yang diberikan pemerintah dengan biaya yang terjangkau setiap masyarakat. BPJS
sendiri, bergerak dibidang Jaminan Sosial. Jam8inan Sosial adalah salah satu bentuk
perlindungan sosial untuk menjamin seluruh rakyat agar dapat memenuhi kebutuhan dasar
hidupnya yang layak.

Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) ini sendiri, didirikan berdasarkan


Undang-Undang No. 24 Tahun 2011 Tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial, yang
dimana didasarkan pada Undang-Undang No. 40 Tahun 2004 Tentang Sistem Jaminan Sosial
Nasional. Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) sendiri, dalam pembentukannya
dibagi menjadi 2 (dua) usaha, yang dimana adalah Badan Penyelenggara Jaminan Sosial
(BPJS) Kesehatan dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan. BPJS
Kesehatan sendiri, menyelenggarakan program pemerintah untk melaksanakan program
perlindungan jaminan social kepada masyarakat dibidang kesehatan, yang dimana maksudnya
adalah , memberikan jaminan kesehatan yang dapat dijangkau oleh setiap masyarakat baik
yang mampu maupun tidak mampu. Sedangkan pada BPJS Ketenagakerjaan, dibentuk
bertujuan untuk memberikan perlindungan terhadap tenaga kerja yang ada di Indonesia.

8
https://bpjs-kesehatan.go.id/bpjs/dmdocuments/eac4e7a830f58b4ade926754f74b6caf.pdf hlm.1

19
KESIMPULAN

Dari Penjambaran Jurnal diatas, dapat disimpulkan bahwa peranan pemerintah dalam
industry perasuransian sangatlah penting, karena dengan adanya peranan dari pemerintah,
maka industry perasuransian dapat berjalan dan berkembang. peranan pemerintah sendiri
dapat dilihat dalam rangka memajukan perindustrian perasuransian yang dimana melalui
pembentukan peraturan-peraturan untuk memberikan kepastian hukum terhadap industry
perasuransian di Indonesia, membentuk badan/ Lembaga yang bertugas untuk mengawasi
jalannya asuransi di Indonesia serta sebagai pemain dalam Industry perasuransian di
Indonesia untuk meningkatkan perkembangan industry asuransi di Indonesia.

KRITIK DAN SARAN

Karena Keterbatasan sumber sendiri, tentu penulisan jurnal ini masih kurang
sempurna. Adanya Kritik dan Saran sendiri, merupakan suatu penghargaan yang diberikan
kepada pembaca kepada penulis karena penulis dapat melakukan koreksi mengenai penulisan
jurnal-jurnal kedepan.

DAFTAR PUSTAKA

Alfi,, Muhammad dkk. Kewenagan Otoritas Jasa Keuangan Dalam Perkara Kepailitan

Perusahaan Asuransi. Jurnal Diponegoro Law Journal. Vol. 6(1): 2017

Badan Mediasa dan Arbitrase Indonesia (BMAI). peraturan dan Prosedur Mediasi.

Hadjon, Philipus M, Dalam Yuliandri, Asas-asas Pembentukan Peraturan Perundang-

undangan yang baik, gagasan terhadap pembentukan peraturan perundang-undangan

berkelanjutan, Rajawali Press, 2009

Jalaluddin. Hakikat Dan Fungsi Peraturan Perundang-Undangan Sebagai Batu Uji Kritis

Terhadap Gagasan Pembentukan PERDA yang Baik.

Kusnardi, Moh., Hukum Tata Negara Indonesia (Jakarta : Sinar Bakti, 1987)

20
Poedjosoebroto, Santoso, Beberapa Aspek Hukum Pertanggungan Jiwa di Indonesia, cet. II,

Alumni, Bandung, 1976,

Sunarmi. Pemegang Polis Asuransi Dan Kedudukan Hukumnya, Jurnal Ilmu Hukum. Vol 3

(1)

UNDANG-UNDANG / PERATURAN

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM DAGANG (KUHD)

KITAB UNDANG-UNDANG HUKUM PERDATA (KUHD)

Undang-Undang No. 40 Tahun 2014 Tentang Perasuransian

Peraturan Pemerintah (PP) No. 14 Tahun 2018 Tentang Kepemilikan Asing Pada Perusahaan

Perasuransian

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ( POJK ) Nomor. 69/POJK.05/2016 Tentang

Penyelenggaraan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan Reasuransi,

Dan Perusahaan Reasuransi Syariah

Peraturan Otoritas Jasa Keuangan ( POJK ) Nomor. 67/POJK.05/2016 Tentang Perizinan

Usaha Dan Kelembagaan Perusahaan Asuransi, Perusahaan Asuransi Syariah, Perusahaan

Reasuransi Dan Perusahaan Reasuransi Syariah

Surat Keputusan ( SK ) No. 008/SK-BMAI/11.2014 Tentang Peraturan dan Prosedur Mediasi

21
22

Anda mungkin juga menyukai