Anda di halaman 1dari 11

Paper Neurologi

TROMBOLISIS PADA STROKE ISKEMI


FASE HIPERAKUT

Oleh:
AYU ARIVA HAQ
160100030

Pembimbing
dr. Chairil Amin Batubara, M.Ked(Neu), Sp.S

PROGRAM PENDIDIKAN PROFESI DOKTER


DEPARTEMEN NEUROLOGI
RUMAH SAKIT UMUM PUSAT HAJI ADAM MALIK
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2020
i

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis ucapkan atas kehadirat Allah SWT karena atas
berkat, rahmat dan karunia-Nya sehingga penulis diberikan kesehatan dan
kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah ini yang berjudul “Trombolisis
pada stroke iskemi fase hiperakut”. Penulisan makalah ini adalah salah satu syarat
untuk menyelesaikan Kepaniteraan Klinik Senior Program Pendidikan Profesi
Dokter di Departemen Neurologi, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera
Utara.

Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada dr.
Chairil Amin Batubara, M.Ked(Neu), Sp.S selaku pembimbing yang telah
memberikan arahan dalam penyelesaian makalah ini. Dengan demikian
diharapkan makalah ini dapat memberikan kontribusi positif dalam sistem
pelayanan kesehatan secara optimal.

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan. Untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran dari pembaca
demi perbaikan dalam penulisan makalah selanjutnya.

Medan, 15 Maret 2020

Ayu Ariva Haq


160100030
ii

DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR.......................................................................................i

DAFTAR ISI......................................................................................................ii

BAB 1 PENDAHULUAN.................................................................................1
1.1 Latar Belakang ...................................................................................1
1.2 Tujuan ................................................................................................2
1.3 Manfaat ..............................................................................................2

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA........................................................................3


2.1 Klasifikasi Nyeri Kepala.....................................................................3
2.1.1 Nyeri Kepala Primer.................................................................4
2.2.2 Nyeri Kepala Sekunder.............................................................5
2.2 Definisi Tension -Type Headache......................................................4
2.3 Epidemiologi Tension -Type Headache..............................................4
2.4 Klasifikasi Tension -Type Headache..................................................4
2.4.1 Infrequent episode tension-type headache...............................4
2.4.2 Frequent episode tension-type headache.................................4
2.4.3 Chronic tension-type headache................................................4
2.4.4 Probable tension-type headache..............................................4
2.5 Etiologi Tension -Type Headache......................................................4
2.6 Diagnosis Tension -Type Headache...................................................4
2.6.1 Anamnesis.................................................................................5
2.6.2 Pemeriksaan Fisik......................................................................5
2.6.3 Pemeriksaan Penunjang.............................................................5
2.7 Tatalaksana Tension -Type Headache................................................4
2.8 Diagnosis Banding Tension -Type Headache.....................................4
2.9 Pencegahan dan Edukasi Tension -Type Headache............................4
2.10 Prognosis Tension -Type Headache..................................................4

BAB 3 KESIMPULAN.....................................................................................12

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................13
1

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan suatu kondisi gangguan fungsi sistem saraf pusat baik
fokal maupun global yang cepat dan bertahan lebih dari 24 jam dengan risiko
yang fatal hingga kematian serta merupakan penyebab kecacatan utama pada
populasi dewasa. Insidens stroke pada negara maju telah mengalami penurunan
hingga 42% selama 4 dekade, namun di negara berkembang (pendapatan rendah
hingga menengah) justru meningkat lebih dari 100%.
Stroke iskemik masih merupakan kelompok terbanyak dibandingkan stroke
perdarahan. Di Amerika Serikat, stroke iskemik bertanggung jawab untuk 80-85%
kasus stroke. Penyebab dari stroke iskemik adalah adanya sumbatan pada
pembuluh darah di otak sehingga terjadi gangguan suplai darah ke otak yang
dapat menyebabkan kematian/ iskemik saraf otak, dimana apabila tidak dilakukan
penatalaksanaan yang cepat dan tepat dapat berdampak pada kematian saraf otak
secara permanen.
Sehingga tujuan penatalaksanaan stroke iskemik adalah untuk
mengembalikan aliran darah pada otak yang tersumbat dengan cepat dan tepat,
mengurangi angka kematian, mencegah terjadinya sumbatan ulang pada masa
mendatang. Hingga saat ini, trombolisis intravena dengan alteplase adalah satu-
satunya terapi yang diakui di dunia untuk tatalaksana kasus stroke iskemik akut.
Sayangnya, studi penggunaan alteplase pada pasien stroke iskemik akut di
Indonesia masih belum banyak. Keterbatasan sumber daya baik dalam hal
ketersediaan fasilitas dan keterbatasan biaya, serta keterlambatan pasien tiba di
rumah sakit merupakan beberapa faktor yang menyebabkan penggunaan alteplase
masih sangat jarang di Indonesia.

1.2 Tujuan
Tujuan dari pembuatan paper ini adalah untuk menguraikan teori-teori
tentang trombolisis pada stroke iskemik fase hiperakut. Penyusunan paper ini
sekaligus untuk memenuhi persyaratan pelaksanaan kegiatan Program Pendidikan
Profesi Dokter (P3D) di Departemen Neurologi Fakultas Kedokteran Universitas
Sumatera Utara.

1.3 Manfaat
Paper ini diharapkan dapat mengembangkan pengetahuan penulis serta
pembaca khususnya peserta P3D untuk lebih memahami dan mengenal tentang
sindrom piriformis.
2

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Terapi Trombolisis


Sejarah trombolisis dimulai pada tahun 1933 ketika Tillet dan Garner di Johns
Hopkins Medical School menemukan bahwa filtrasi kaldu kultur Streptokokus
grup A beta- hemolitikus dapat melarutkan gumpalan darah, kemudian dinamai
streptokinase. Pada tahun 1958 streptokinase pertama kali digunakan pada pasien
infark miokard akut dan telah mengubah fokus terapi pada infark miokard akut.
Pada tahun 1980-an dikembangkan tissue plasminogen activator (tPA), agen
trombolitk yang ditemukan secara alami pada sel endotelial vaskular yang terlibat
dalam keseimbangan antara trombolisis dan trombogenesis. Pada tempat trombus,
ikatan antara tPA dan plasminogen pada permukaan fibrin menginduksi
perubahan konformasi yang mengubah plasminogen menjadi plasmin dan
melarutkan gumpalan darah.7
Agen trombolisis dapat dibagi menjadi 2 kategori, yaitu spesifik-fibrin dan
non-spesifik-fibrin. Agen spesifik-fibrin termasuk alteplase (tPA), reteplase
(recombinant plasminogen activator [R-PA]), dan tenecteplase. Agen non-
spesifik-fibrin termasuk streptokinase yang diindikasikan untuk infark miokard
akut, emboli paru akut, trombosis vena dalam, dan trombosis arteri. Jenis obat
yang tersedia di Indonesia hingga saat ini hanya alteplase. Saat ini streptokinase
kurang diminati sebagai trombolitik dibandingkan alteplase (tPA) karena
menyebabkan banyak fibrigenolisis.7,8
Terapi tPA Intravena pada stroke iskemik bekerja memecah trombus dengan
mengaktivasi plasminogen yang terikat pada fibrin. Sebagian besar stroke iskemik
disebabkan adanya sumbatan arteri serebri oleh trombus. Pengalaman pemberian
agen trombolitik pada infark miokard akut, emboli paru, dan penyakit trombotik
lainnya cukup berhasil, begitu juga pada stroke.
Pemberian tPA intravena diajukan pada tahun 1996 oleh National Institute of
Neurological Disorders and Stroke (NINDS) dengan indikasi pemberian dalam 3
jam sejak timbul gejala jika tidak ada perdarahan otak. Pasien yang diterapi
dengan tPA 3-4,5 jam setelah onset stroke memiliki keluaran yang lebih baik
setelah 90 hari dibandingkan pemberian plasebo. Namun, Food and Drug
Administration (FDA) hanya menyetujui penggunaan tPA tidak lebih dari 3 jam
sejak onset gejala.9,10 Kriteria pasien yang dapat menggunakan obat ini
berdasarkan rentang waktu dari onset gejala stroke dapat dilihat pada tabel 1.
3

Tabel 1. Kriteria inklusi dan eksklusi penggunaan tPA intravena pada stroke
iskemik akut

Kriteria Inklusi
Diagnosis stroke iskemik dengan defisit neurologis yang dapat dinilai
Onset gejala < 3 jam (ECAS III < 4,5 jam)
Usia > 18 tahun
Kriteria Eksklusi
Cedera kepala atau stroke sebelumnya dalam 3 bulan
Gejala yang mengarah ke perdarahan subaraknoid
Pungsi arteri di tempat yang tidak dapat dikompresi
Riwayat perdarahan intrakranial
Tekanan darah sistolik >185 mmHg atau diastolik >110 mmHg yang tidak respons
dengan antihipertensi
Ada bukti perdarahan aktif
Hitung trombosit <100.000/mm3
Mendapat heparin dalam 48 jam, dengan hasil aPTT di atas batas nilai normal
Menggunakan antikoagulan, dengan INR > 1,47 atau PT > 15 s
Gula darah <50 mg/dL
CT dengan bukti infark multilobar (hipodensitas lebih dari sepertiga hemisfer
serebri)
Kriteria Eksklusi Relatif
Stroke minor atau dengan perbaikan yang cepat
Kejang saat onset stroke
Pembedahan besar atau trauma serius dalam 14 hari
Perdarahan saluran cerna atau traktus urinarius dalam 21 hari
Infark miokard akut dalam 3 bulan

Tabel 2. Penatalaksanaan stroke iskemik akut dengan tPA intravena

Infus tPA 0,9 mg/kg (maksimum dosis 90 mg) dalam 60 menit, dengan 10%
dosis total diberikan sebagai bolus IV inisial dalam 1 menit
Masukkan pasien ke perawatan intensif atau stroke unit untuk monitoring
Jika terdapat nyeri kepala hebat, hipertensi akut, mual atau muntah, atau
perburukan pada pemeriksaan neurologis, hentikan infus (jika tPA masih
sedang diberikan) dan lakukan CT scan segera.
Periksa tekanan darah dan lakukan penilaian neurologis setiap 15 menit
selama dan setelah infus tPA selama 2 jam, selanjutnya setiap 30 menit
selama 6 jam, selanjutnya setiap jam selama 24 jam.
Naikkan frekuensi pemeriksaan tekanan darah jika tekanan darah sistolik
>180 mmHg atau jika tekanan darah diastolik >105 mmHg; berikan medikasi
antihipertensi untuk mempertahankan
tekanan darah (Tabel 3).
Tunda pemasangan pipa nasogastrik, kateter urin, atau kateter tekanan intra-
4

arteri.
Lakukan CT scan atau MRI 24 jam setelah pemberian tPA IV sebelum
pemberian antikoagulan dan antiplatelet.

Tabel 3. Manajemen hipertensi pada stroke iskemik akut yang mendapat tPA
intravena

Pilihan Obat Tekanan Darah


Pasien dapat menerima rtPA namun Apabila tekanan darah tidak tercapai
tekanan darah > 185/110 mmHg, ≤ 185/110 mmHg, maka jangan
maka pilihan terapi: berikan rtPA
-Labetalol 10-20 mg IV selama 1-2
menit
dapat diulang 1 kali, atau
- Nikardipin 5 mg/jam IV, titrasi
sampai
2,5 mg/jam tiap 5-15 menit,
maksimum
15 mg/jam; setelah tercapai target
maka
dapat disesuaikan sesuai nilai tekanan
darah.
Pasien sudah mendapat rtPA, namun Tekanan darah selama dan setelah
tekanan darah sistolik >180-230 rtPA ≤ 180/105 mmHg, monitor tiap
mmHg atau diastolik >105-120 15 menit selama 2 jam dari
mmHg, maka pilihan terapi: - dimulainya rtPA, lalu tiap 30 menit
Labetalol 10 mg IV, kemudian infus selama 6 jam dan kemudian tiap jam
IV kontinu 2-8 mg/menit, atau selama 16 jam
- Nikardipin 5 mg/jam IV, titrasi
sampai 2,5 mg/jam tiap 5-15 menit,
maksimum 15 mg/jam.

2.2 Efek Samping Terapi Trombolitik


5

Komplikasi utama terapi trombolitik adalah perdarahan. Perdarahan


intrakranial dapat timbul pada 7% - 8% pasien. Pasien stroke berat lebih mungkin
mengalami komplikasi perdarahan, tapi tidak ada bukti bahwa grup ini tidak
mendapat manfaat dari trombolitik intravena. Pasien usia lebih tua tidak
mengalami peningkatan risiko perdarahan, walaupun hasil keluaran lebih buruk
dan mortalitas lebih tinggi. Apabila terjadi pendarahan dilakukan pemeriksaan Hb,
Ht, trombosit, fibrinogen, PT/INR, aPTT dan persiapan transfuse PCR,FFP,
kriopresipitat,trombisit bila perlu. Strategi ini dapat mempertahankan perbaikan
klinis dalam jangka panjang (90 hari-1 tahun).
Komplikasi lain termasuk angioedema wajah pada 1% sampai 5% pasien.
Pada kebanyakan kasus, gejala tersebut ringan dan cepat membaik, namun dapat
membahayakan jika angioedema yang terjadi menutupi jalan napas.
Penatalaksanaan dengan glukokortikoid dan antihistamin.7,9

2.3 Agen Trombolitik Lain


Agen trombolitik intravena lain termasuk reteplase, urokinase, anistreplase,
dan stafilokinase belum diuji secara intensif. Desmoteplase adalah agen
trombolitik lain yang didapat dari saliva kelelawar telah menjalani uji klinis.
Namun, penelitian fase III, Desmoteplase in Acute Ischemic Stroke (DIAS-3)
menunjukkan tidak ada perbedaan kelompok desmoteplase dibandingkan plasebo
berdasarkan pengukuran modified Rankin Scale (mRS) setelah 3 bulan terapi.
Tenecteplase adalah tPA yang dimodifikasi dengan waktu paruh lebih lama
dan lebih spesifik terhadap fibrin daripada alteplase, dan tampak menjanjikan
dengan kemampuan reperfusi lebih baik dan komplikasi perdarahan lebih sedikit.
Namun hingga saat ini penggunaan tenecteplase masih dalam study yang di
bandingkan dengan alteplase.
6

BAB 3

KESIMPULAN

Tension-type Headache (TTH) adalah nyeri kepala bilateral yang menekan,


mengikat, tidak berdenyut, tidak dipengaruhi dan tidak diperburuk oleh aktivitas fi
sik, bersifat ringan hingga sedang, tidak disertai/minimal mual dan/atau muntah,
serta disertai fotofobia/fonofobia. Prevalensi bervariasi antara 11- 93%, cenderung
lebih sering pada wanita. Etiopatofisiologi TTH adalah multifaktorial. Diagnostik
klinis ditegakkan berdasarkan kriteria International Classifi cation of Headache
7

Disorders (ICHD). Pemeriksaan fisik dapat menjumpai pericranial tenderness,


yang dicatat dengan Total Tenderness Score. Pemeriksaan penunjang dilakukan
sesuai indikasi dan bila perlu. Penegakan diagnosis mempertimbangkan aspek
diagnosis banding dan komorbiditas. Penatalaksanaan meliputi farmakologis dan
nonfarmakologis. Pencegahan dengan medikamentosa dan berpola hidup sehat-
seimbang. Prognosis pada pasien Tension-type headache baik.
13

DAFTAR PUSTAKA

1. Arifputera, A. dan Tiara, A., 2014. Kapita Selekta Kedokteran, Jakarta :


Media Aesculapius.
2. El-Sherbiny NA, Masoud M, Shalaby NM, Shehata HS. 2015. Prevalence of
primary headache disorders in Fayoum Governate, Egypt. The Journal of
Headache and Pain. 16: 85.
3. Emergency department factsheet, 2008. Tension Headache. A Victorian
Government Iniatiative.
4. Fumal A, Schoenen J. 2008. Tension type headache:current research nd
clinical management. Lancet neurol;7(1):70-83.
5. Green, W.M., 2007. Headache & Facial Pain. In: Current Diagnosis &
Treatment Neurology. USA. 64- 65.
6. Hauser SL dan Josephson SA. (eds.). 2013. Harrison’s Neurology in Clinical
Medicine. California: McGraw-Hill Education
7. Headache Classification Committee of the International Headache Society.
2013. The international classification of headache disorders, 3rd edition.
Cephalalgia. 33: 629-808.
8. PERDOSSI. Acuan Praktik Klinis Neurologi. PERDOSSI 2016:12-15
9. Setiawan, J, C., Henry, A, S., Tuti, W, A, S., 2013. Hubungan Antara Gejala
Gangguan Depresi dan Tension-type Headache (TTH): Studi Eksploratif.
MKB, 45(1), pp. 28-34.
10. Sjahrir, Hasan. 2008. Nyeri Kepala dan Vertigo. Jogjakarta: Pustaka
Cendekia Press

Anda mungkin juga menyukai