Anda di halaman 1dari 7

LAPORAN PENDAHULUAN IMOBILISASI PADA USIA LANJUT

A. Definisi
Imobilisasi didefinisikan sebagai keadaan tidak bergerak/tirah baring selama 3
hari atau lebih, dengan gerak anatomic tubuh menghilang akibat perubahan fungsi
fisiologik. Didalam praktik medic, istilah imobilisasi digunakan untuk
menggambarkan sebuah sindrom degernerasi fisiologis yang merupakan akibat
menurunnya aktivitas atau deconditioning.
B. Gejala dan Penyebab
1. Rasa Lemah, seringkali disebabkan oleh:
Malnutrisi, gangguan elektrolit, tidak digunakannya otot, anemia, gangguan
neurologis, atau miopati.
2. Rasa Kaku disebabkan oleh :
Osteoarthritis, penyakit Parkinson, artritis reumathoid, gout, dan obat obatan anti
psikotik.
3. Rasa Nyeri disebabkan oleh :
1) Kelainan tulang (Osteoporosis, osteomalacia, Paget’s disease, metastase
kanker tulang, trauma)
2) Kelainan sendi ( Osteoartritis , Arthritis rheumatoid, gout)
3) Kelainan Otot ( Polimialgia, pseudoclaudication)
4. Ketidakseimbangan disebabkan oleh:
1) Kelemahan,
faktor neurologis ( Stroke, kehilangan reflek tubuh, neuropati karena DM,
malnutrisi, gangguan vestibular)
2) Hipotensi orthostatic
3) Obat obatan ( Diuretik, Anti hipertensi, Neuroleptik, antidepresan)
4) Gangguan fungsi kognitif

5. Komplikasi Imobilisasi
1) Trombosis: salah satu gangguan vaskular perifer yang penyebabnya bersifat
multifactorial. Kondisi imobilisasi akan menyebabkan terjadinya akumulasi
leukosit teraktivasi dan akumulasi Trombosit yang teraktivasi. Kondisi
tersebut menyebabkan gangguan pada sel-sel endotel dan juga memudahkan
terjadinya trombosis.

1
2) Kelemahan otot: imobilisasi lama akan mengakibatkan atrofi otot dengan
penurunan ukuran dan kekuatan otot. Penurunan kekuatan otot diperkirakan
1-2 persen sehari. Kelemahan otot pada pasien dengan imobilisasi seringkali
terjadi dan berkaitan dengan penurunan fungsional, kelemahan, dan jatuh.
3) Kontraktur otot dan sendi: pasien yang mengalami tirah baring lama beresiko
mengalami kontraktur karena sendi-sendi tidak digerakkan. Akibatnya timbul
rasa nyeri yang menyebabkan seseorang semakin tidak mau menggerakkan
sendi yang kontraktur tersebut.
4) Osteoporosis: timbul sebagai akibat tidak keseimbangan antara resorpsi
tulang dan pembentukan tulang.
5) Ulkus dekubitus: pasien imobilisasi tidak bergerak pada malam hari karena
tidak adanya gerakan pasif maupun aktif. Faktor resiko timbulnya ulkus
dekubitus ialah semua jenis penyakit dan kodisi yang menyebabkan seseorang
terbatas aktivitasnya.
6) Infeksi saluran kemih: aliran urin juga terganggu akibat tirah baring yang
kemudian menyebabkan infeksi saluran kemih lebih mudah terjadi.
Inkontinensia urin juga sering terjadi pada usia lanjut yang mengalami
imobilisasi.
7) Gangguan nutrisi: imobilisasi akan mempengaruhi sistem metabolic dan
endokrin yang akibatnya akan terjadi perubahan terhadap metabilosme zat
gizi.
8) Konstipasi dan skibala merupakan masalah utama pada usia lanjut dengan
imobilisasi, karena akan menurunkan waktu tinggal feses di kolon.

6. Upaya pencegahan komplikasi


Pencegahan timbulnya komplikasi dapat dilakukan dengan memberikan
penatalaksanaan yang tepat terhadap imobilisasi. Penatalaksanaan yang dapat
dilakukan meliputi penatalaksanaan farmakologik dan Non farmakologik
1. Non Farmakologis
Penatalaksanaan non farmakologis memegang peran penting dalam mencegah
terjadinya komplikasi akibat imobilisasi. Berbagai upaya yang dapat dilakukan
adalah dengan beberapa terapi fisik dan latihan jasmani secara teratur. Pada
pasien yang mengalami tirah baring total, perubahan posisi secara teratur dan
latihan di tempat tidur dapat mencegah terjadinya kelemahan dan kontraktur

2
otot serta kontraktur sendi. Selain itu mobilisasi dini berupa turun dari tempat
tidur, berpindah dari tempat tidur ke kursi dan latian fungsional dapat dilakukan
secara bertahap. Latihan isometric secara teratur 10-20% dari tekanan maksimal
selama beberapa kali dalam sehari dapat dilakukan untuk mempertahankan
kekuatan isometric. Untuk mencegah terjadinya kontraktur otot dapat dilakukan
latihan gerakan pasif sebanyak satu atau dua kali sehari selama 20 menit.
Untuk mencegah terjadinya decubitus, hala yang harus dilakukan adalah
menghilangkan penyebab terjadinya ulkus yaitu bekas tekanan pada kulit.
Untuk itu dapat dilakukan perubahan posisi lateral 30 derajat, penggunaan kasur
anti decubitus atau menggunakan bantal berongga. Pada pasien dengan kursi
roda dapat dilakuakan reposisi setiap jam atau diistirahatkan dari duduk.
Melatih pergerakan dengan memiringkan pasien ke kiri dan ke kanan serta
mencegah terjadinya gesekan juga mencegah decubitus. Pemberian minyk
setelah mandi atau mengompol dapt dilakukan untuk mencegah maserasi.
Program latihan jasmani yang dilakukan harus disesuaikan dengan kondisi
pasien, berdasarkan ada tidaknya penyakit, status iobilisasinya, tingkat aktivitas,
dan latihannya. Pasien yang baru sembuh dari penyakit akut tetapi masih belum
banyak bergerak harus menghindari latihan jasmani yang berat secara tiba tiba.
Kontrol tekanan darah secara teratur dan pengguanan obat obatan yang
menyebabkan penurunan tekanan darah serta mobilisasi dini perlu dilakukan
untuk mencegah hipotensi. Latihan kekuatan otot serta kontraksi abdomen dan
otot pada kaki menyebabkan aliran darah balik vena lebih efisien. Khusus untuk
mencegah terjadinya thrombosis, dapat dilakukan kompresi intermitten pada
tungkai bawah Teknik tersebut meingkatkan aliran darah dari vena kaki dan
menstimulasi aktivitas fibrinolitik. Kompresi intermitten bebas dari efek
samping tapi merupakan kontra indikasi pada pasien dengan vascular perifer.
Monitor asupan cairan dan makanan yang mengandung serat, perlu untuk
mencegah terjadinya konstipasi dan malnutrisi pada pasien imobilisasi.
Pemberian vitamin dan mineral penting untuk pasien yang mengalami
hipokinesis.
2. Farmakologis
Penatalaksanaan farmakologis yang diberikan sebagai salah satu upaya
pencegahan komplikasi akibat imobilisasi, terutama pencegahan terhadap
terjadinya thrombosis. Pemberian antikoagulan dapat diberi pada pasien

3
geriatric dengan imobilisasi. Low dose heparin merupakan profilaksis yang
aman untuk pasien geriatric dengan imobilisasi dan resiko thrombosis non
pembedahan terutama stroke. Namun pemberian antikoagulan pada pasien
geriatric perlu dilakukan dengan penuh pertimbangan. Penurunan faal organ
ginjaldan hati serta adanya interaksi obat terutama antara warfarin dengan
beberapa obat analgetik atau NSAID merupakan hal yang harus amat
diperhatikan.
C. Faktor-Faktor yang Menyebabkan atau Turut Berperan Terhadap Imobilitas 
1. Penurunan fungsi musculoskeletal
Otot-otot (atrofi, distrofi, atau cedera), tulang (infeksi, fraktur, tumor,
osteoporosis, atau osteomalasia), sendi (athritis dan tumor), atau kombinasi
struktur (kanker dan obat-obatan).
2. Perubahan fungsi neurologis
Infeksi, tumor, trauma, obat-obatan, penyakit vaskular (mis, stroke), penyakit
demelinasi, penyakit degeneratif (ex: penyakit parkinson), gangguan metabolik
(mis, hiperglikemia), gangguan nutrisi.  
3. Nyeri
Penyebabnya multipel dan bervariasi seperti penyakit kronis dan trauma.
4. Defisit perseptual
Kelebihan atau kekurangan masukan persepsi sensori.
5. Berkurangnya kemampuan kognitif
Gangguan proses kognitif, seperti demensia berat jauh.
6. Jatuh
Efek fisik: cedera atau fraktur.
Efek psikologis: sindrom setelah jatuh.
7. Perubahan hubungan sosial
Faktor-faktor aktual (mis, kehilangan pasangan, pindah jauh dari keluarga atau
teman-teman), faktor-faktor persepsi (mis, perubahan pola pikir seperti depresi).
8. Aspek psikologis
Ketidakberdayaan dalam belajar.
D. Program Terapeutik
Program penanganan medis memiliki pengaruh yang kuat terhadap kualitas
dan kuantitas pergerakan pasien.

4
Faktor-faktor mekanisme mencegah atau menghambat pergerakan tubuh atau
bagian tubuh dengan penggunaan peralatan eksternal (misalnya gips dan traksi) atau
alat-alat (misalnya yang dihubungkan dengan pemberian cairan intravena,
pengisapan gaster, kateter urine, dan pemberian oksigen).
Sebagai intervensi dianjurkan istirahat dapat menurunkan kebutuhan
metabolik, kebutuhan oksigen dan beban kerja jantung. Selain itu istirahat
memberikan kesempatan pada sistem muskuloskeletal untuk relaksasi
menghilangkan nyeri, mencegah iritasi yang berlebihan dari jaringan yang cedera,
dan meminimalkan efek gravitasi. Secara fisiologis, suplai oksigen yang tidak
adekuat mengganggu pemeliharaan fungsi sel untuk meningkatkan aktivitas. Secara
psikologis, depresi menurunkan energi yang tersedia.
E. Dampak Masalah pada Lansia
Lansia sangat rentan terhadap konsekuensi fisiologis dan psikologis dari
imobilitas, perubahan yang berhubungan dengan usia disertai dengan penyakit kronis
menjadi predisposisi bagi lansia untuk mengalami komplikasi-komplikasi ini
imobilitas mempengaruhi tubuh yang telah terpengaruh sebelumnya.
Kompetensi fisik seseorang lansia mungkin berada atau dekat dengan tingkat
ambang batas untuk aktivitas mobilitas tertentu. Perubahan lebih lanjut atau
kehilangan dari imobilitas dapat membuat seseorang menjadi tergantung. Semakin
besar jumlah penyebab imobilitas, semakin besar potensial untuk mengalami efek-
efek akibat imobilitas.
Keuntungan latihan secara teratur untuk lansia termasuk memperlambat proses
penuaan, memperpanjang usia. Fungsi kardiovaskular yang lebih baik dan
peningkatan perasaan sejahtera.
F.  Penatalaksanaan 
a. Pencegahan Primer
Sebagai suatu proses yang berlangsung sepanjang kehidupan mobilitas dan
aktivitas bergantungan pada fungsi sistem muskuloskeletal, kardiovaskular dan
pulmonal, walaupun latihan tidak akan mengubah rangkaian proses penuaan
normal, hal tersebut dapat mencegah efek imobilitas yang merusak dan gaya hidup
kurang gerak. Program latihan juga dihubungkan dengan peningkatan mood atau
tingkat ketegangan ansietas dan depresi.
Hambatan terhadap latihan : Berbagai hambatan mempengaruhi partisipasi
lansia dalam latihan secara teratur. Hambatan lingkungan termasuk kuranganya

5
tempat yang aman untuk latihan dan kondisi iklim yang tidak mendukung. Sikap
budaya adalah hambatan lain untuk melakukan latihan. Model peran yang kurang
gerak, gangguan citra tubuh, dan ketakutan akan kegagalan atau ketidaksetujuan
semuanya turut berperan terhadap kegagalan lansia untuk berpartisipasi dalam
latihan yang teratur.
b. Pencegahan Sekunder
Pencegahan sekunder memfokuskan pada pemeliharaan fungsi dan pencegahan
komplikasi, disgnosa keperawatan yang dihubungkan dengan pencegahan sekunder
adalah: gangguan mobilitas fisik.
c. Pencegahan Tersier
Upaya-upaya rehabilitatif untuk memaksimalkan mobilitas bagi lansia melibatkan
upaya multidisiplin yang terdiri dari perawat, dokter, ahli fisioterapi dan terapi
okupasi seseorang ahli gizi, aktivis sosial, dan keluarga serta teman-teman.

6
7

Anda mungkin juga menyukai