Anda di halaman 1dari 17

ANAK TUNAGRAHITA

“Disusun untuk memenuhi salah satu tugas mata kuliah PABK

Dosen Pengampu : Dr. ASNI ILHAM, S.Pd, M.Pd”

Oleh :

Kelompok 6

Kelas 3C

1. Alfikri Ismail Suwarno


2. Magfira Makuta
3. Risma L.M Lung

PENDIDIKAN GURU SEKOLAH DASAR

FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN

UNIVERSITAS NEGERI GORONTALO

TAHUN 2019
BAB 1

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pemahaman masyarakat umum mengenai anak berkebutuhan khusus masih sangat minim,
kebanyakan mereka menganggap bahwa anak berkebutuhan khusus merupakan anak yang
tidak memiliki kemampuan apapun. Salah satu cara mereka adalah anak tumagarahita. Anank
tunagrahita adalah kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata yang ditandai
oleh keterbatasan intelegensi dan tidak cakapan dalam nteraksi sosial. Anak tuna grahita atau
dikenal juga dengan istilah terbelakang mental karena keterbatasan kecerdasannya sukar
untuk mengikuti program pendidikan disekolah biasa secara klasikal.

Namun walaupun begitu anak tuna grahita juga memiliki hak yang sama dengan anak normal
lainnya. Salah satu hak itu adalah mendapatkan pendidikan. Karena selain memiliki hambata
intelektual, mereka juga masih memilikipotensi yang dapat dikembangkan sesuai dengan
kapasitas yang dimiliki oleh mereka dan sesuai dengan kebutuhan mereka. Hal tersebut diatur
dalam UUD 45 pasal 31 ayat 1, yang menyatakan bahwa “tiap-tiap warga Negara berhak
mendapatkan pendidikan”. Hal tersebut lebih diperjelaas lagi dalam UU No.20 tahun 2003
tentang Sistem Pendidikan Nasional pada pasal 5 ayat 2, dan pasal 33 ayat 1, menyatkan
bahwa warga Negara yang memiliki kelainan fisik, emsinal, mental, dan atau sosial berhak
memperoleh pendidikkan khusus. Oleh karena itu sangat diperlukan pendidikan khusus bagi
anak tunagrahita.

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian Anak Tunagrahita ?
2. Apa saja Karakteristik anak Tunagrahita ?
3. Apa saja klasifikasi anak Tunagrahita ?
4. Apa Etologi Anak Tunagrahita ?
5. Apa saja Defisit Anak Tunagrahita ?
6. Apa dampak Anak Tunagrahita ?
7. Apa saja Interverensi atau pendidikan anak Tunagrahita ?
8. Apa strategi penyusunan Kurikulum Pendidikan anak Tunagrahita ?
9. Apa saja jenis-jenis implasi pendidikan / terapi yang dibutuhkan anak Tunagrahita ?
10. Apa peran bimbingan konseling bagi anak tunagrahita ?

C. Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Anak Tunagrahita
2. Mengetahui Klasifikasi Anak Tunagrahita
3. Mengetahui Karakteristik Anak Tunagrahita
4. Mengtahui Etologi Anak Tungrahita
5. Mengetahuia Defisit Anak Tunagrahita
6. Mengetahuia Dampak Anak Tunagrahita
7. Mengetahui Interverensi Atau Pendidikan Anak Tunagrahita
8. Mengetahui Strategi Penyusunan Kurikulum Pendidikan Anak Tunagrahita
9. Mengetahui Jenis-jenis Implasi Pendidikan/Terapi Yang dibutuhkan Anak Tunagrahita
10. Mengetahui Peran Bimbingan Konseling Anak Tunagrahita
BAB II

PEMBAHASAN

A. Pengertian Anak Tunagrahita


Tunagrahita adalah suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibaawah rata-rata dan
ditandai oleh keterbatasan intelegnsi dan ketidakcakapan dalam komunikasi sosial. Anak
berkebutuhan khusus ini juga sering dikenal dengan istilah terbelakangan mental karena
keterbatasan kecerdasannya.akhirnya anak berkebutuhan khusus tunagrahita ini sukar
untuk mengikuti pendidikan di sekolah biasa.
Istilah anak berkelainan mental subnormal dalam beberapa inteferensi disebut pula
dengan keterbelakangan mental, lemah ingatan, mental subnormal, tunagrahita. Semua
makna dari istilah tersebut sama, yakni menunjuk pada seorang dikatakan berkelainan
mental subnormal atau tunagrahita, jika iya memiliki tingkat kecerdasan yang sedemikian
rendah (dibawah normal) sehingga untuk meniti tugas perkembangannya memerlukan
bantuan atau layanan secara spesifik, termaksud dalam program pendidikanya (Bratanata,
1979).
Rendahnya kapabilitas mental pada anak tunagrahita akan mempengaruh terhadap
kemampuannya untuk menjalankan fungsi-fungsi sosial. Handesche memberikan batasan
bahwa anak tunagrahita adalah anak yang tidak cukup daya pikirnya, tidak dapat hidup
dengan kekuatan sendiri di tempat sederhana dalam masyarakat. Edgar doll berpendapat
seseorang dikatakan tunagrahita apabila:
1. Secara sosial tidak cakap
2. Secara mental dibawah normal
3. Kecerdasannya terhambat sejak lahir atau pada usia muda
4. Kematanganya terhambat (krik, 1970).

Anak tunagrahita adalah anak yang memiliki IQ 70 kebawa jumlah penyandang


tunagrahita adalah 2,3% atau 1,92% anak usia sekolah menyandang tunagrahita dengan
perbandingan laki-laki 60% dan perempuan 40% atau 3:21 pada data pokok sekolah luar
biasa terlihat dari kelompok usia sekolah,jumlah penduduk indonesia yang menyandang
kelainan adalah 48.100.548 orang, jadi estimasi jumlah penduduk di indonesia yang
menyandang tunagrahita adalah 2% X48.100.548 orang = 962.011 orang.

Berdasarkan pengertian diatas, dapat kita katakan bahwa anak tunagrahita adalah
suatu kondisi anak yang kecerdasannya jauh dibawah rata-rata dan ditandai oleh
keterbatasan intelegensi serta ketidak cakapan terhadap komunitasi sosial. Anak
tunagrahita juga sering dikenal dengan istilah keterbelakangan mental disebabkan
keterbatasan kecerdasannya yang mengakibatkan anak tunagrahita ini sulit untuk
mengikuti pendidikan disekolah biasa. Oleh karena itu, anak tunagrahita ini sangat
membutuhkan pelayanan yang sesuai dengan kebutuhan anak tersebut. Tunagrahita bukan
merupakan anak yang mengalami penyakit,melainkan anak yang memeliki kelainan
karana penyimpangan, baik dari segi fisik,mental,intelektual,emosi,sikap, maupun perilaku
secara segnifikan. Tunagrahita merupakan kondisi perkembangan kecerdasan seorang
anak yang mengalami hambatan sehingga ia tidak mencapai tahap perkembangannya
secara optimal.

B. Klasifikasi anak tunagrahita


Seorang pekerja sosial dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita berdasarkan
perilakunya pada orang lain sehingga untuk berat ringannya ketunagrahitaan dilihat dari
tinkat penyesuainnya, seperti tidak bergantung, semi bergantung, atau sama sekali
bergantung dengan orang lain. Seorang konselor mengaklasifikasikan anak tunagrahita
dalam hal ini pada aspek penguatan keluarga dalam bentuk perhatian serta pengasuhan
yang mampu membuat si anak berkembang secara optimal dalam memilih sebuah
lingkungan yang tepat agar mampu mengoptimalkan kemampuan anak tunagrahita.
Seornag psikolog dalam mengklasifikasikan anak tunagrahita mengarah kepada aspek
indeks mental intelegansinya, indikasinya dapat dilihat dalam hasil teks kecerdasan seperti
IQ 25-50 dikategorikan imbesil, IQ 50-75 dikategorikan debil atau moron.

Dari penelitian tersebut dapat dikelompokan menjadi anak tunagrahita mampu didik,
anak tunagrahita mampu latih dan tunagrahita mampu rawat.
1. Anak tunagrahita mampu didik IQ 68-52 adalah anak tunagrhita yang tidak mampu
mengikuti pada program sekolah biasa, tetapi ia masi memiliki kemampuan yang dapat
dikembangkan memalui pendidikan walaupun hasilnya tidak maksimal. Kemampuan
yang dapat dikembangkan pada anak tunagrahita mampu didik, antara lain:
a). Membaca, menulis, mengejar dan menghitung
b). Menyesuaikan diri dan tidak mengantungkan diri pada orang lain.
c). Keterampilan sederhana untuk kepentingan kerja dikemudian hari.
2. anak tunagrahita mampu latih IQ 51-56 adalah anak tunagrahita yang memiliki
kecerdasan sedemikian rendahnya sehingga tidak mungkin untuk mengikuti program
yang diperuntukan bagi anak tunagrahita mampu didik. Oleh kerana itu beberapa
kemampuan anak tunagrahita mampu latih yang perlu diberdayakan yaitu:

a. belajara mengurus diri sendiri, misalanya makan, pakain, tidur, atau mandi sendiri.

b. belajar menyesuaikan dilingkungan rumah atau sekitarnya

c. Mempelajari kegunaan ekonomi dirumah, dibengkel kerja, atau lembaga khusus.

3. anak tunagrahita mempu rawat IQ 39-25 adalah anak tunagrahita yang memilki
kecerdasan sangat rendah sehingga ia tidak mampu mengurus diri sendiri atau sosialisasi.
Untuk mengurus kebutuhan diri sendiri sangant membutuhkan orang lain. Dengan kata
lain anak tunagrahita mampu rawat adalah tunagrhita yang membutuhkan perawatan
sepenuhnya sepanjang hidupnya, karena ia tidak mampu terus hidup tanpa bantuan orang
lain ( patton, 1991).

Penilaian yang laindari klasifikasi anak tunagrahita yang dalam hal ini dituturkan
oleh sklala binet dan sklala weschler. Dalam skala tersebut dijelaskan bahwa ada tiga hal
sebagai berikut.

1. Tunagrahita ringan
Tunagrahita ringan disebut juga maron atau debil. Menurut skala binet, kelompok ini
memiliki IQ antara 68-52, sedangkan menurut skala weschler (WISC) memiliki IQ
antara 69-55. Anak tunagrahita ringan masih dapat belajar membaca, menulis, dan
berhitung sederhana. Dengan bimbingan dan didikan yang baik, akan dapat
memperoleh penghasilan untuk dirinya sendiri.
2. Tungrahita sedang
Tunagrahita sedang disebut juga imbesil, kelompok ini memiliki IQ 51-36 pada skala
binet dan 54-40 menurut skala weschler(WISC). Anak tunagrahita sedang sangat sulit
untuk belajar secara akademik, seperti belajar menulis, membaca dan berhitung,
secara sosial, misalnya menulis namanya sendiri. (makan, minum, mandi, memakai
baju).
Berikut ini adalah pengklasifikasian anak tungrahita untuk keperluan
pembelajaran
Menurut american Association on mental Retardation dalam spesial education in
ontario School.
 Educhable
 Terainable

Terperosok kedalam tingkah laku yang kurang baik. Mereka cenderung bergaul atau bermain
bersama anak yang lebih mudah darinya.

Kehidupan penghayatan terbatas. Mereka juga tidak mampu menyatakan rasa bangga atau
kagum. Mereka mempunyai kepribadian yang kurang dinamis. Mudah goyah, kurang
menawan, dan tidak berpandangan luas. Mereka juga mudah tersugesti atau di pengaruhi
sehingga jarang dari mereka mudah terperosok ke hal-hal yang tidak baik, seperti
mencuri,merusak dan pelanggaran seksual.

Namun,tidak demikian jika anak berkebutuhan khusus tunagrahita ini mendapatkan


layanan yang baik dan perlakuan baik serta lingkungan kondusif, maka mereka menunjukan
ketekunan dan rasa empati serta simpati.

Anak berkebutuhan khusus yang dalam hal ini kita kupas adalah anak tunagrahita yang
nyatanya disability anak tunagrahita semakin meluas dan bervariasi, karena alasan sebagai
berikut.

a. Penyakit-penyakit yang di alami semasa kanak-kanak, remaja dan dewasa sebagai


akibat kerusakan otaknya.
b. Kurangnya love and care selama masa kanak-kanak sehingga menyebabkan gangguan
penyesuain diri yang di sosialisasikan dengan berbagai problem tingka laku yang
diperhatikan
c. Traffic accidents atau industrial accident selama masa kanak-kanak, remaja, dewasa,
yang dialami

a) Anak tunagrahita dengan sekolahnya


Berdasarkan hasil wawancara, maka tujuan praktis pendidikan anak tunagrahita
disekolah luar biasa bagian C adalah agar anak-anak ini bisa gembira mencapai rasa aman
dan ketenangan. Dan pada usia 17 tahun. Jadi pada usia pada 18-19 tahun meraka diharapkan
mampu:

1. Menampilankan harga diri


a. Mengenal diri sendiri
b. Tidak tergantung pada orang lain
2. Melakukan hubungan sosial
a. Dapat bergaul
b. Dapat menerima respon masyarakat
3. Dari segi ekonomi
a. Mampu bekerja untuk membantu diri dalam kegiatan produksi
4. Memperhatikan tanggung jawab
a. Dapat berpartisipasi dengan masyarakat
b. Menimal tidak dapat menggangu kehidupan masyarakat

b) Tujuan pendidikanya
1. Dapat berdiri sendiri
a. Mempertahankan satu macam pekerjaan tertentu
b. Dapat menggunakan atau megatur penghasilan secara fungsional
c. Mereka ini dapat melebur pada masyarakat, kerja secara terbuka
2. Berdiri sendiri dengan pengawasan
a. Pertahankan satu macam perkerjaan
b. Tidak dapat mengatur/menggunakan penghsilanya
c. Mereka dapat bekerja di bengkel kerja
3. Menolong diri sendiri
a. Secara fundamental
b. Tidak menggangu
c. Mereka dapat tinggal dalam keluarga atau instansi
c) Anak tunagrahita dalam masyarakat
Kelas khusus atau sekolah khusus anak tunagrahita tidak menghasilkan
keuntungan akademis apapun bilamana kurang diberikan latihan untuk sosialisai
namun masyarakat secara keseluruhan menaru harapan rendah pada anak-anak ini
dan sekaligus menghambat kemajuan meraka. Kebanyakan studi menujukan
bahwa bilamana anak tunagrahita gagal dalam pekerjaan,hal ini bukan karena
ketidakmampuan meraka menghasilkan atau menyelesaikan suatu tugas, tetapi
interkasi sosial di antar meraka.
d) Anak tunagrahita dan penyesuain sosial
Komponen penyesuain sosial mencakup penyesuain dalm aktivitas sehidupan
sehari-hari (sebagai contoh: merawat diri sendiri, menata di dalam rumah dan
keterampilan untuk hidup sendiri), penyesuain di dalam keluarga (meliputi:
komunikasi, kontribusi, dan partisipasi dalam keluarga), penyesuain dalam
pekerjaan (meliputi: sikap terhadap tipe pekerjaan dan penyesuain dalam
pekerjaan). Dan penyesuain dalam kehidupan senggang dan kehidupan sosial
mereka (mencakup : partisipasi dalam aktivitas kelompok, mempunyai teman dan
mengikuti kehidupan sosial).

G. INTERVENSI ATAU PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA

Pada dasarnya tujuan pendidikan yang hendak dicapai oleh anak tunagrahita tidak
berbeda dengan tujuan pendidikana pada umunya, sebab anak tunagrahita itu sendiri lahir
ditengah tengah masyarakat, namun tujuan itu bukannnya yang eksklusif karena diperlukan
penyesuaian tertentu dengan tingkatan kemampuan mereka, tujuan yang terletak dil luar
jangkauan kemampuan anak tunagrahita, sebaliknya tujuan yang baik bagi anak normal
merupakan hal yang biasa dan tidak perlu mendapatkan perhatian khusus, dalam pendidikan
anak tunagrahita mungkin perlu mendapatkan tekanan khusus, misalnya dirumuskan lebih
terperinci.

1. Kebutuhan pendidikan
Sama halnya dengan anak normal, anak tunagrahita membutuhkan pendidikan.
Pendidikan dapat membantu pertumbuhan dan perkembangan sesuai dengan potensi
yang dimiliki anak tunagrahita tersebut, secara dalam pendidikan , anak tunagrahita
membutuhkan hal hal seperti berikut :

a. Jenis mata pelajaran


Anak tunagrahita mengalami kesulitan dalam mempelajari hal hal akademik
berdasarkan berat ringannya ketunagrahitaan, oleh karena itu dalam penentuan
materi pembelajaran lebih banyak diarahkan pada pembelajaran ketrampilan, hal
ini dapat dilihat pada perimbangan bobot mata pelajaran bagi anak tuna grahita
bahwa tingka SMALB bobot pelajaran ketrampilan berkisar 70% dan sisanya
adalah pembelajaran yang bersifat akademik dan apresiasi
b. Waktu belajar
Anak tunagrahita membutuhkan pengulangan mempelajari sesuatu. Selain itu,
mereka membutuhkan contoh-contoh kongkrit serta alat membantu agar mereka
memperoleh tanggapan dari bahan yang akan dipelajari, kebutuhan waktu dalam
belajar dan pengulangan yang tergantung pada berat dan ringannya
ketunagrahitaan.
c. Kemampuan bina diri
Kajian bina diri bagi anak tunagrahita dibutuhkan agar dapat mengantarkan anak
untuk tidak bergantung pada orang lain. Jika persoalan ini anak normal dapat
belajar melalui pemangkatan, tetapi sebaliknya anak tunagrahita harus diajarkan
secara rutin dan terencana, hal ini terutama bagi anak tunagrahita kebawah.
Pelajaran bina diri bagi anak tunagrahita ringan diharapkan dapat melakukan
kegiatan ini bagi orang lain disamping bagi dirinya tetapi bagi tuna grahita sedang
dan berat diharapkan dapat melakukan kegiatan terutama baginya.
2. Kebutuhan sosail emosi
Tunagrahita sebagi individu pada umumnya membutuhkan sosailisasi, namun untuk
mewujudkan kebutuhan itu mereka mengalami kesulitan dan kelainannya, dan respon
lingkunga yang kurang memahami keneradaa anak tunagrahita, mereka mengalami
kesulitan membersihkan diri, memasuki dunia remaja mencari kerja, tidak memahami
arti remaja, sementara kebutuhan seksual berkembang secara normal, masalah
masalah tersebut akan berkembang menjadi gangguan emosiaonal termasuk
keluarganya, oleh karena itu, diperlukan bantuan dari para ahli terkait baik untuk anak
sendiri maupun untuk orang tua dan keluarganya agar menerima keadaaan anaknya
dan membantu anaknya mengembangkan potensi yang dimiliki anaknya.
3. Kebutuhan fisik kesehatan

Kebutuhan fisik dan kesehatan erat kaitannya dengan derajat ketunagrahitaan, bagi
tunagrahita sedang dan berat kemungkinan mereka mengalami gangguan fisik dan
ketidakmampuan dalam memelihara diri sendiri sehingga cenderung mengalami sakit.
Pendidikan anak tungrahita selama mengikuti pendidikan khusus yang dikelompokan
dalam klasifikasi tunagrahita ringan di SLB/C dan tuna grahita di SLB/CI. Berkaitan
dengan hak setiap anak untuk memperoleh pendidikan yang sama dengan yang sesuai
dengan keinginan serta kebutuhannya.

a. Kelas transisi
Kelas transisi merupakan kelas bagi anak tunagrahita yang berada disekola reguler
sebagia persiapan dan pengenalan pengajaran dengan acuan kurikulum SD dengan
modifikasi sesuai kebutuhan anak.
b. Sekolah khusus ( Sekola Luar Biasa bagia C dan CI)
Layanan pendidikan untuk anak tunagrahita yang diberikan pada sekolah luar
biasa , kegiatan belajar mengajar sepanjang hari di kelas khusus. Untuk anak
tunagrahita ringan dapat bersekolah di SLB-C, sedangkan tunagrahita sedan dapat
bersekolah di SLB-CI
c. Pendidikan terpadu
Anak tunagrahita belajar bersama sama dengan anak reguler di kelas yang sama
dengan bimbingan guru reguler pada sekolah reguler. Jika anak tunagrahita
mempunyai kesulitan akan medapatkan bimbingan dari guru pembimbing (PABK)
d. Program Sekolah Rumah
Program sekolah rumah ini diperuntukan bagi anak tunagrahita yang tidak mampu
mengikuti pendidikan disekolah khusus karena keterbatasannya, misalnya sakit.
e. Pendidikan inklusif
Untuk memfasilitasi terjadinya integrasi dengan lingkungan umum, pendidikan
inklusif menyarankan agar siswa yang mengalami keterbatsan mental diberikan
kurikulum yang dapat menekan kemampuan-kemampuan praktis sesuai dengan
tingkat usia kronologisnya, bukan usia mental seperti yang dahulu digunakan.
f. Panti (Griya) rehabilitasi
Panti ini diperuntukan bagi anak tunagrahita pada tingkat berat, yang mempunyai
kemampuan pada tingkat sedang dan rendah, pada umumnya memiliki kelainan,
seperti menglihatan, pendengaran atau motoric.
H. STRATEGI PENYUSUNAN KURIKULUM PENDIDIKAN ANAK TUNAGRAHITA

Strategi penyusunan kurikulum pendidikan anak tunagrahita adalah sebagai berikut :

1. Bagi anak tunagrahita ringan


a. Pada dasarnya isi kurikulum sama dengan anak-anak normal. Namun, secara
kualitatif sedikit lebih rendah dari pada anak-anak normal
b. Dapat ditambahkan dengan berbagai latihan keterampilan
2. Bagi anak tunagrahita menengah
a. Isi kurikulum baik kunatitas maupun kualitasnya lebih renda dari pada anak-anak
normal
b. Bobot latihan keterampilan di sarankan lebih banyak
3. Bagi anak tunagrahita berat
a. Orientasi isi pengajaran pada lingkungan didekatnya
b. Penekanan pada latihan keterampilan, seperti :
1. Latihan gerak tertentu
2. Latihan mengenal warna
3. Latihan mengenal bunyi
4. Latihan mengurus diri
5. Latihan membuat mainan dan sebagainya

Terapi terintegrasi karena anak tunagraita berat mengalami multiple disability


(kecacatan majemuk) sehingga perlu layanan berbagai macam profesional seperti terapi
bicara, ahli fisioterapi dan terapis okupasional.

1. JENIS-JENIS IMPLASI PENDIDIKAN/TERAPI YANG DIBUTUHKAN ANAK


TUNAGRAHITA
Jenis-jenis implikasi pendidikan serta terapi bagi anak berkebutuhan khusus tunagrahita
yang dibutuhkan adalah sebagai berikut :
1. Fisioterapi
Fisioterapi adalah suatu terapi awal yang diperlukan oleh anak tunagrahita karena
tunagrahita terlahir dengan tonus yang lemah. Terapi awal ini berguna untuk
menguatkan otot-otot mereka sehingga kelemahanya dapat diatasi dengan latihan-
latihan penguatan otot
2. Terapi wicara
Terapi wicara adalah suatu terapi yang diperlukan untuk anak tunagrahita atau anak
bermasalah dengan keterlambatan bicara. Deteksi dini diperlukan untuk mengetahui
seaawall

mungkin gangguan kemempuan berkomunikasi. Sebagai dasar untuk memberikan pelayanan


terapi wicara

3. Terapi Okupasi

Terapi ini diberikan untuk dasar anak dalam kemandirian kognitif/pemahaman dan
kemempuan sensorik dan motoriknya. Kemandirian diberikan karena pada dasarnya anak
bermasalah bergantung pada orang lain atau bahkan terlalu acuh sehingga beraktivitas
komunikasi dan mempedulikan orang lain. Terapi ini membantu anak mengembangkan
kekuatan dan koordinasi dengan atau tanpa menggunakan alat.

4. Terapi Remedial

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguang akademis skill jadi bahan-
bahan dari sekolah bisa dijadikan acuan program.

5. Terapi Kognitif

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan kognitif dan perseptual
misalnya anak yang tidak berkonsentrasi anak yang mengalami gangguan pemahaman dan
lain-lain.

6. Terapi Sensori Integrasi

Terapi ini diberikan bagi anak yang mengalami gangguan pengintegrasian sensori
misalnya sensori visual, sensori taktil, sensori pendengaran, sensori keseimbangan,
pengintegrasian antara otak kanan dan otak kiri dan lain-lain.

Anak diajarkan berperilaku umum dengan pemberiansistem reward dan punishment.


Bila anak melakukan apa yang diperintahkan dengan benar maka diberikan pujian.
Sebaliknya anak dapat hukuman jika anak melakukan hal yang tidak benar. Dengan perintah
sederhana dan yang mudah dimengerti anak.
7. Terapi Snoezelen

Snoezelen adalah aktivitas terapi yang dilakukan untuk mempengaruhi CNS melalui
pemebrian stimulasi pada sistem sensori primer, seperti visual, auditori, takril, taste dan smel
serta sistem seperti festibular dan propriceptive dengan tujuan untuk mencapai relaksasi dan
atau aktiviatas. Snoezelen merupakan metode terapi multisensori. Terapi ini diberikan pada
anak yang mengalami gangguan perkembangan motorik, misalnya anak yang mengalami
keterlambatan berjalan dan berbicara.

J. PERAN BIMBINGAN KONSELING BAGI ANAK TUNAGRAHITA

Peran bimbingan konseling bagi anak berkebutuhan khusus tunagrahita adalah sebagai
berikut.

1. Bimbingan dan konseling sebagai layanan


Bimbingan konseling sebagai layanan sedikitnya memerlukan 4 pendekatan
(pendektan krisis, remedial, pencegahan dan perkembangan). Pendekatan perkembangan
dipandang sebagai pendekatan yang komprehensif sehingga disebut pendektan komprehensif.
Sebagai layanan yang memiliki pendekatan komprehensif, maka ada beberapa komponen
didalamnya, yaitu asumsi dasar dan kebutuhan dasar, teori bimbingan perkembangan,
kurikulum dn tujuan bimbingan perkembangan, prinsip-prinsip bimbingan perkembangan,
program bimbingan dan konseling, serta kebutuhan acuan yuridis dan model nasional untuk
memperoleh standar layanan juga untuk melindungi layanan bimbingan dan konseling
sebagai profesi.

Kegiatan secara mandiri tanpa peran bantuan dari lingkungan. Ketergantungan yang lama
akan berakibat pada ketidak mandirian.

Bimbingan dan konseling di SLB kebanyakan dilakukan guru kelas disamping


menjalankan proses belajar mengajar. Sementara keberadaan petugas khusus yang
menangani masalah bimbinan dan konseling menurutnya masih belum tersedia. Layanan
bimbingan dan konseling dilakukan oleh guru kelas secara sederhana dan sejalan dengan
tugasnya sebagai tenaga pengajar disekolah.

Banyak permasalahan yang butuh penanganan bimbingan dan konseling sehingga


tidak bisa diabaikan begitu saja, terutama yang berkenaan dengan masalah peningkatan
kemandirian siswa dalam kehidupan sehari-hari guru dibimbing untuk membimbing
ATGS agar mampu mengerjakan aktivitas sehari-hari secara mendiri tanpa bantuan orang
lain. Kemandirian ATGS dalam kehidupan sehari-hari disekolah, seperti kegiatan makan
dan minum, berpakaian, interaksi, berbicara, aktivitas bermain, mengikuti pelajaran
akademik, berbelanja, meyampaikan keinginan dan sebagainya. Disekolah maupun
dirumah ATGS masih banyak mendapatkan bantuan atau interverensi dari orang-orang di
lingkungan terdekat. Lingkungan terdekat itu adalah orang tua, saudara, kakek atau nenek
orang lain lingkungan rumah. Sementara itu disekolah mereka lebih banyak di bantu guru,
kakak kelas atau teman. Akibat ATGS tidak mampu berbuat lebih banyak untuk
kemandiriannya.

Guru dituntut untuk menyikapi kemandirian ATGS yang rendah dengan


mengembangkan layanan bimbingan disekolah dengan memberdayakan lingkungan agar
jangkauan bimbingan lebih luas salah satu program yang dapat dilakukan agar
memberdayakan lingkungan terdekat ATGS dengan demikian membingan terbuka lebih
luas dengan memperpanjang jangkauan bimbingan yang dapat dilakukan secara langsung.
Kegiatan bimbingan dengan memperluas jangkauan.
BAB III

PENUTUP

A. kesimpulan
Hakikat dari anak tunagrahita adalah anak yang mengalami hambatan dan
keterbelakangan mental jauh dari rata-rata yang ditandai oleh keterbatasan intelegensi dan
ketidakcakapan dalam interaksi sosial sehingga untuk meneliti tugas perkembangan
memerlukan bantuan atau layanan secara spesifik, termasuk dalam program
pendidikannya.

Ada berbagai macam layanan yang dapat diberikan bagi anak tunagrahita, diantaranya
yaitu:

o Kelas transisi
o Sekolah khusus (sekolah luar biasa bagian C dan C1/SLB-C,C1)
o Pendidikan terpadu
o Progam sekolah dirumah
o Pendidikan inklusif
o Panti (Griya) rehabilitasi

Di indonesia pendidikan khusus yang ditujukan bagi anak tunagrahita sudah banyak
tersedia diberbagai tempat. Terutama sekolah-sekolah inklusif yang mulai digencarkan mulai
tahun 2001 dan saat ini telah dilakukan di seluruh indonesia.

B. Saran
Masyarakat sebaiknya diberi penyuluhan mengenai sekolah inklusif dan program layanan
pendidikan bagi anak berkebutuhan khusus, sehingga orang tua yang memilki anak
berkebutuhan khusus dapat memberikan anaknya terapi. Jadi anak yang memerlukan
pendidikan khusus seperti anak tunagrahita dapat mendapatkan pendidikan yang layak
seperti anak pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Delphie, Bandi, 2006. Pembelajaran Anak Tunagrahita. Bandung: PT Refika Aditama.

Delphie, Bandi, 2006. Pembelajaran Anak Berkebutuhan Khusus. Bandung: PT Refika


Aditama.

Efendi, mohammad, 2006. Pengantar Psikopedagogik Anak Berkelainan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Rochyadi, Endang. 2005. Pengembangan Program Pembelajaran Individual Bagi Anak


Tunagrahita. Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional.

Anda mungkin juga menyukai