Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH PARASITOLOGI

“CACING SCHISTOSOMA JAPONICIUM”

Dosen : Dr, Dra. Tjipto Rini, M.kes

DISUSUN OLEH :

ALFIA FEBRIYANA (P21345119010)

Kelas : I D3A Kesehatan Lingkungan

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTERIAN KESEHATAN JAKARTA II


JURUSAN KESEHATAN LINGKUNGAN
Jl. Hang Jebat III No. 4 No. 8 RT.4 RW.8, Kebayoran baru, Kota Jakarta Selatan, Daerah
Khusus Ibukota Jakarta 12120

1
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI................................................................................................................2
BAB I PEMBAHASAN...............................................................................................3
1.1 SCHISTOSOMA JAPONICIUM......................................................................3
1.2 HOSPES DAN NAMA PENYAKITNYA......................................................3
1.3 MORFOLOGI ................................................................................................3
1.4 SIKLUS HIDUP .............................................................................................5
1.5 EPIDEMOLOGI .............................................................................................7
1.6 PATOLOGI DAN GEJALA KLINIS ............................................................8
1.7 DIAGNOSIS ..................................................................................................8
1.8 PENGOBATAN .............................................................................................9
1.9 CARA PENCEGAHAN..................................................................................9
DAFTAR PUSTAKA................................................................................................11

2
PEMBAHASAN

1.1 Schistosoma Japonicum


Schistosoma japonicum adalah satu-satunya kebetulan manusia darah yang terjadi di
China. Ini adalah penyebab schistosomiasis japonica, penyakit yang masih tetap
merupakan masalah kesehatan yang signifikan terutama di daerah danau dan
rawa..Schistosomiasis adalah infeksi yang disebabkan terutama oleh tiga spesies
schistosome; Schistosoma mansoni, Schistosoma japonicum dan Schistosoma
haematobiumS. japonicum yang paling menular dari tiga spesies Infeksi oleh
schistosomes diikuti oleh demam Katayama akut. Sejarah rekening penyakit
Katayama tanggal kembali ke penemuan S.Japonicum in Japan in 1904.Japonicum di
Jepang pada tahun 1904. Penyakit ini dinamai setelah daerah yang secara endemik,
kabupaten Katayama, Hiroshima, Jepang . Jika tidak diobati, maka akan berkembang
menjadi kondisi kronis yang ditandai oleh penyakit hepatosplenic dan perkembangan
fisik dan kognitif terganggu. japonicum muncul di 60% dari semua penyakit saraf di
schistosomes karena migrasi telur schistosome ke otak.

1.2 Hospes dan Nama Penyakit


Hospes utama pada Schistosoma joponicum ini adalah manusia dan beberapa jenis
hewan seperti tikus, babi hutan, sapi dan anjing hutan. Hospes perantara dari cacing
ini adalah keong air. Habitat keong air yang berada di danau, ladang, dan sawah yang
tidak terpakai lagi, parit diantara sawah dan didaerah hutan perbatasan bukit serta
didaerah dataran rendah.
Manusia merupakan hospes definitive dari Schistosoma joponicum sedangkan babi,
anjing, sapi, kucing dan rodensia merupakan hospes reservoir. Hospes ini
memerlukan hospes perantara seperti siput air tawar.
Parasite ini menyebabkan penyakit yaitu Oriental schistomiasis, Schistosomiasi
japonica dan penyakit Katayama atau demam keong.

1.3 Morfologi
 Cacing dewasa menyerupai Schistosoma mansoni dan Schistosoma
haemotobium. Namun pada Schistosoma joponicum tidak memiliki
integumentary tuberculation.
 Cacing jantan memiliki panjang 12-20 mm, diameter 0,5-0,55 mm, integument
ditutupi dengan duri-duri yang sangat halus dan lancip, lebih menonjol pada
daerah batil isap dan kanalis ginekoporik, memiliki 6-8 buah testis.

3
Gambar 1. Morfologi Schistosoma joponicum

 Cacing betina memilik panjang ± 26mm dan dengan diameter ± 0,3mm.

letak ovarium yaitu pada pertengahan tubuh, kelenjar vitellaria terbatas

didaerah lateral ¼ bagian posterior tubuh. Uterus merupakan saluran yang

panjang dan berisi 50-100 butir telur.

 Telurnya memiliki lapisan hialin, subsperis atau oval jika dilihat dari

lateral, dekat salah satu kutub terdapat daerah melekuk tempat tumbuh

semacam duri rudimenter (tombol); berukuran (70-100) x (50-65) m. telur

cacing ini diletakkan dengan memusatkan pada vena kecil pada

submukosa maupun mukosa organ yang berdekatan. Tempat telur

Schistosoma joponicum biasa ada percabangan vena mesenterika superior

yang mengalirkan darah dari usus halus.

 Telur-telur jenis Schistosoma joponicum lebih besar dan lebih bulat

dibanding dengan jenis lainnya, berukuran 70-100 mm dan lebarnya 55-64

mm. Kerangka di telur Shistosoma joponicum lebih kecil dan kurang

mencolok jika dibandingkan dengan spesies lainnya.

4
Gambar 2. Telur Schistosoma joponicum

1.4 Siklus Hidup

Gambar 3. Siklus hidup Schistosoma joponicum

5
Schistosoma hidup terutama didalam vena mesenterika superior, dimana

tempat ini cacing betina akan menonjolkan tubuhnya dari yang jantan atau

meninggalkan yang jantan untuk bertelur didalam venula-venula mesenterika kecil

pada dinding usus. Telur berbentuk oval hingga bulat dan memerlukan waktu

beberapa hari untuk berkembang menjadi mirasidium matang didalam kerangka telur.

Massa telur menyebabkan adanya penekanan pada dinding venula yang tipis, yang

biasanya dilemahkan oleh sekresi dari kelenjar histolitik mirasidium yang masih

berada didalam kulit telur. Dinding itu kemudian sobek, dan telur menembus lumen

usus yang kemudian keluar dari tubuh. Pada infeksi berat, beribu-ribu cacing

ditemukan pada pembuluh darah. Selanjutnya jika kontak dengan siput sesuai, larva

menembus jaringan lunak dalam 5-7 minggu, membentuk generasi pertama dan kedua

dari sporokista. Pada perkembangan selanjutnya dibetuk serkaria yang bercabang.

Serkaria ini dikeluarkan jika siput berada pada atau dibawah permukaan air. Dalam

waktu 24 jam, serkaria menembus kulit. Tertembusnya kulit ini sebagai hasil kerja

dari kelenjar penetrasi yang menghasilkan enzim proteolitik, menuju aliran kapiler, ke

dalam sirkulasi vena menuju jantung kanan dan paru-paru, terbawa sampai ke jantung

kiri menuju sirkulasi sistemik. Tidak sepenuhnya rute perjalanan ini diambil oleh

Schistosoma muda pada migrasi mereka dari paru-paru ke hati. Schistosoma merayap

melawan aliran darah sepanjang arteri pulmonalis, jantung kanan dan vena cava

menuju kehati melalui vena hepatica. Infeksi dapat berlangsung dalam jangka waktu

yang tidak terbatas. Menetasnya telur berlangsung didalam air walaupun dipengaruhi

kadar garam, pH, suhu dan aspek penting lainnya. Migrasi Schistosoma joponicum

dimulai dari masuknya cacing tersebut kedalam pembuluh darah kecil, kemudian ke

jantung dan sistem peredaran darah. Cacing yang sedang bermigrasi jarang

6
menimbulkan kerusakan atau gejala, tetapi kadang menimbulkan reaksi hebat pada

tubuh penderita.

1.5 Epidemologi

Schistosoma joponicum merupakan salah satu dari trematoda darah pada manusia

yang ditemukan di daerah Cina yang mana merupakan penyebab Schistomiasis

japonica yang merupakan salah satu penyakit yang terutama terjadi didaerah danau

dan rawa. Schistomiasis merupakan infeksi yang disebabkan oleh cacing Schistosoma

sp. Schistosoma joponium memiliki sifat yang paling menular diantara spesies

Schistosoma lainnya. Infeksi oleh cacing Schistosoma diikuti demam Katayama akut.

Penyakit ini sangat endemik didaerah Katayama, Jepang.

Gambar 4. Epidemologi Schistosoma joponicum

Apabila tidak diobati, maka penyakit ini akan berkembang menjadi penyakit

kronis yang ditandai dengan penyakit hepatosclemic dan perkembangan fisik yang

terganggu. Tingkat keparahan dari Schistosoma joponicum muncul dalam 60%

dari semua peyakit syaraf karena migrasi telur ke otak.

Strain bersifat geographical. Di Indonesia, khususnya di pulau Sulawesi,

dengan keadaan endemik tinggi terdapat didaerah danau Lundu. Pada tahun 1971,

7
dari pemeriksaan tinja didapatkan infeksi schistosoma joponicum sebanyak 53%

dari 126 penduduk pada usia antara 7-70 tahun.

1.6 Patologi dan Gejala klinis

Setelah parasit memasuki tubuh inang dan memproduksi telur, parasit

menggunakan system kekebalan inang (granuloma) untuk transportasi telur ke dalam

usus. Telur merangsang pembentukan granuloma disekitar mereka. Granuloma yang

terdiri dari sel motil membawa telur kedalam lumen usus. Ketika didalam lumen, sel

granuloma meninggalkan telur untuk dibuang dalam feses. Sayangnya sekitar 2/3 dari

telur tidak dikeluarkan, sebaliknya mereka berkembang diusus. Hal ini dapat

menyebabkan terjadinya fibrosis. Pada kasus yang kronis, Schistosoma joponicum

merupakan pathogen dari sebagian besar spesies schistosoma yang menghasilkan

3000 telur per hari diamana jumlah telur yang dikeluarkan ini sepuluh kali lebih besar

dari schistosoma mansoni.

Sebagai penyakit kronis, parasit ini dapat menyebabkan demam katayama,

fibrosis hati, sirosis hati, hipertensi hati portal, spinomegali dan ascites. Beberapa

telur mungkin masuk ke dalam paru-paru, system syaraf dan organ lain dimana

mereka dapat mempengaruhi kesehatan individu yang terinfeksi.

1.7 Diagnosis

Identifikasi telur dalam feses atau urin merupakan metode yang paling praktis

untuk diagnosis. Pemeriksaan feses harus dilakukan ketika orang tersebut dicurigai

terinfeksi Schistosoma mansoni ataupun Shistosoma joponicum dan pemeriksaan urin

dilakukan bila ada kecurigaan terinfeki Schistosoma haemotobium. Feses dapat

mengandung telur dari semua spesies Schistosoma.

Pemeriksaan dapat dilakukan pada pap sederhana (pap untuk 1 sampai 2 mg

feses). Telur dapat ditularkan dalam jumlah yag sangat kecil. Dimana pendeteksian

8
akan ditingkatkan dengan pemeriksaan ulang atau melakukan prosedur konsentrasi

(seperti formalin – teknik etil asetat). Selain itu, untuk melakukan survei dilapangan,

volume pengeluaran telur dapat diukur dengan metode Kato-Katz yang mana

memerlukan 20-50 mg feses. Telur dapat ditemukan dalam urin yang terinfeksi

Schistosoma haemotobium (waktu yang disarankan untuk pengumpulan urin yaitu

pada waktu siang hari maupun sore hari). Selain itu, diperlukan adanya tindakan

setrifugasi untuk melakukan pemeriksaan sedimen. Ukuran telur Schistosoma yang

kecil, memerlukan adanya diagnosa teknik. Dimana sebagian besar diperlukan untuk

menguji Schistomiasis kronis tanpa telur.

Tes dengan metode ELISA dapat juga dilakukan untuk menguji antibodi

spesifik untuk Schistosoma. Hasil positif menunjukkan infeksi saat ini atau terakhir

(dalam dua tahun terakhir). Pemeriksaan ultrasonografi (USG) dapat dilakukan untuk

menilai sejauh mana morbiditas hati dan limfa terkait.

1.8 Pengobatan

Pengobatan dapat dilakukan dengan memberikan prazikuantel. Selain itu dapat

juga digunakan natrium antimony tartrat. Obat lainnya tidak memberikan hasil yang

memuaskan karena sebenarnya tidak ada obat khusus untuk parasit ini. Obat-obat

tersebut akan menyebabkan cacing dewasa terlepas dari pembuluh darah, sehingga

akan tersapu kedalam hati oleh sirkulasi portal.

1.9 Cara Pencegahan

Untuk pencegahannya kontrol infeksi Schistosoma joponicum memerlukan

beberapa upaya pencegahan penting yang terdiri dari pendidikan, menghilangkan

penyakit dari orang yang terinfeksi, pengendalian vektor dan memberikan vaksin

pelindung. Pendidikan dapat menjadi cara yang sangat efektif, tetapi sulit dengan

kurangnya sumber daya. Dilakukan juga untuk meminta orang untuk mengubah

9
kebiasaan, tradisi dan prilaku dapat menjadi tugas yang sulit. Kotoran manusia harus

dibuang secara hieginis. Kotoran manusia didalam air bila dibertemu dengan hospes

intermediet berupa siput Oncomelania merupakan penyebab utama untuk

kelangsungan hidup cacing Schistosoma. Maka sisa kotoran manusia tidak boleh

digunakan untuk nightsoiling (pemupukan tanaman dengan kotoran manusia). Untuk

menghindari infeksi, individu harus menghindari kontak dengan air yang

terkontaminasi oleh kotoran manusia maupun hewan.

Sesaat sebelum masuk kedaerah air yang berpotensi terinfeksi, salep

Cercaricial dapat dioleskan pada kulit. Barrier krim dengan basis dimenthicone

disarankan untuk perlindungan tinggi selama minimal 48 jam.

10
DAFTAR PUSAKA

https://www.cdc.gov/parasites/schistosomiasis/diagnosis.html

https://www.academia.edu/4092737/TREMATODA_DARAH_SCHISTOSOMA

Penuntun Praktis Parasitologi Kedokteran; Edisi ke-2 Disusun Oleh : dr. Bariah Ideham, M.S., Sp.Park
dan drh. Suhintam Pusarawati, M.Kes

Paniker ’s Textbook of Medical Parasitology; Edisi ke-7 Ck Jayaram Paniker MD

11

Anda mungkin juga menyukai