Anda di halaman 1dari 28

BAB I

PENDAHULUAN

A.        LATAR BELAKANG
Keperawatan merupakan salah satu profesi yang berkecimpung untuk kesejahteraan
manusia yaitu dengan memberikan bantuan kepada individu yang sehat maupun yang sakit
untuk dapat menjalankan fungsi hidup sehari-harinya. Salah satu yang mengatur hubungan
antara perawat pasien adalah etika. Istilah etika dan moral sering digunakan secara
bergantian. Sehingga perawat perlu mengetahui dan memahami tentang etik itu sendiri
termasuk didalamnya prinsip etik dan kode etik.
Hubungan antara perawat dengan pasien atau tim medis yang lain tidaklah selalu
bebas dari masalah. Perawat profesional harus menghadapi tanggung jawab etik dan
konflik yang mungkin meraka alami sebagai akibat dari hubungan mereka dalam praktik
profesional. Kemajuan dalam bidang kedokteran, hak klien, perubahan sosial dan hukum
telah berperan dalam peningkatan perhatian terhadap etik. Standart perilaku perawat
ditetapkan dalam kode etik yang disusun oleh asosiasi keperawatan internasional,
nasional, dan negara bagian atau provinsi. Perawat harus mampu menerapkan prinsip etik
dalam pengambilan keputusan dan mencakup nilai dan keyakinan dari klien, profesi,
perawat, dan semua pihak yang terlibat. Perawat memiliki tanggung jawab untuk
melindungi hak klien dengan bertindak sebagai advokat klien. Para perawat juga harus
tahu berbagai konsep hukum yang berkaitan dengan praktik keperawatan karena mereka
mempunyai akuntabilitas terhadap keputusan dan tindakan profesional yang mereka
lakukan (Ismaini, 2001)
Dalam berjalannya proses semua profesi termasuk profesi keperawatan didalamnya
tidak lepas dari suatu permasalahan yang membutuhkan berbagai alternative jawaban yang
belum tentu jawaban-jawaban tersebut bersifat memuaskan semua pihak. Hal itulah yang
sering dikatakan sebagai sebuah dilema etik. Dalam dunia keperawatan sering kali
dijumpai banyak adanya  kasus  dilemma  etik  sehingga seorang  perawat  harus  benar-
benar tahu  tentang etik dan dilema etik serta cara penyelesaian dilema etik supaya
didapatkan keputusan yang terbaik. Oleh karena itu penulis menyusun suatu makalah
tentang etik dan dilema etik supaya bisa dipahami oleh para mahasiswa yang nantinya
akan berguna ketika bekerja di klinik atau institusi yang lain.
B.  TUJUAN
1.    Tujuan Umum
Mahasiswa mampu mengetahui konsep tentang etik dan dilema etik khususnya
dibidang keperawatan
2.    Tujuan Khusus
a. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami definisi etik
b. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami tipe-tipe etika
c. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami teori etik
d. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami prinsip-prinsip etik
e. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami dilema etik dan cara
penyelesainnya
f. Mahasiswa mampu mengetahui dan memahami contoh kasus dilema etik dan
penyelesaiannya.
BAB II
TINJUAN TEORI

I. ETIKA KEPERAWATAN
A.   DEFINISI ETIK
Etik adalah norma-norma yang menentukan baik-buruknya tingkah laku manusia,
baik secara sendirian maupun bersama-sama dan mengatur hidup ke arah tujuannya (Pastur
scalia, 1971). Etika juga berasal dari bahasa yunani, yaitu Ethos, yang menurut Araskar dan
David (1978) berarti ”kebiasaaan”. ”model prilaku” atau standar yang diharapkan dan kriteria
tertentu untuk suatu tindakan. Penggunaan istilah etika sekarang ini banyak diartikan sebagai
motif atau dorongan yang mempengaruhi prilaku. (Mimin. 2002).
Dari pengertian di atas, etika adalah ilmu tentang kesusilaan yang menentukan
bagaimana sepatutnya manusia hidup di dalam masyarakat yang menyangkut aturan-aturan
atau prinsip-prinsip yang menentukan tingkah laku yang benar, yaitu : baik dan buruk serta
kewajiban dan tanggung jawab
Etik juga dapat digunakan untuk mendeskripsikan suatu pola atau cara hidup,
sehingga etik merefleksikan sifat, prinsip dan standar seseorang yang mempengaruhi perilaku
profesional. Berdasarkan uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa etik merupakan istilah yang
digunakan untuk merefleksikan bagaimana seharusnya manusia berperilaku, apa yang
seharusnya dilakukan seseorang terhadap orang lain. Sehingga juga dapat disimpulkan bahwa
etika mengandung 3 pengertian pokok yaitu : nilai-nilai atau norma moral yang menjadi
pegangan seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah laku, kumpulan azas atau
nilai moral, misalnya kode etik dan ilmu tentang yang baik atau yang buruk (Ismaini, 2001)
B. TIPE-TIPE ETIKA
1.  Bioetik
Bioetika merupakan studi filosofi yang mempelajari tentang kontroversi dalam etik,
menyangkut masalah biologi dan pengobatan. Lebih lanjut, bioetika difokuskan pada
pertanyaan etik yang muncul tentang hubungan antara ilmu kehidupan, bioteknologi,
pengobatan, politik, hukum, dan theology. Pada lingkup yang lebih sempit, bioetik
merupakan evaluasi etika pada moralitas treatment atau inovasi teknologi, dan waktu
pelaksanaan pengobatan pada manusia. Pada lingkup yang lebih luas, bioetik mengevaluasi
pada semua tindakan moral yang mungkin membantu atau bahkan membahayakan
kemampuan organisme terhadap perasaan takut dan nyeri, yang meliputi semua tindakan
yang berhubungan dengan pengobatan dan biologi
2.   Clinical ethics/Etik klinik
Etik klinik merupakan bagian dari bioetik yang lebih memperhatikan pada masalah
etik selama pemberian pelayanan pada klien. Contoh clinical ethics : adanya persetujuan atau
penolakan, dan bagaimana seseorang sebaiknya merespon permintaan medis yang kurang
bermanfaat (sia-sia).
3.    Nursing ethics/Etik Perawatan
Bagian dari bioetik, yang merupakan studi formal tentang isu etik dan dikembangkan
dalam tindakan keperawatan serta dianalisis untuk mendapatkan keputusan etik. Etika
keperawatan dapat diartikan sebagai filsafat yang mengarahkan tanggung jawab moral yang
mendasari pelaksanaan praktek keperawatan.  Inti falsafah keperawatan adalah hak dan
martabat manusia, sedangkan fokus etika keperawatan adalah sifat manusia yang unik (k2-
nurse, 2009).

C.  TEORI ETIK
Dalam etika masih dijumpai banyak teori yang mencoba untuk menjelaskan suatu
tindakan, sifat, atau objek perilaku yang sama dari sudut pandang atau perspektif yang
berlainan. Beberapa teori etik adalah sebagai berikut :
1. Utilitarisme
Sesuai dengan namanya Utilitarisme berasal dari kata utility dengan bahasa
latinnya utilis yang artinya “bermanfaat”. Teori ini menekankan pada perbuatan yang
menghasilkan manfaat, tentu bukan sembarang manfaat tetapi manfaat yang banyak
memberikan kebahagiaan kepada banyak orang. Teori ini sebelum melakukan perbuatan
harus sudah memikirkan konsekuensinya terlebih dahulu.
2. Deontologi
Deontology berasal dari kata deon dari bahasa yunani yang artinya kewajiban. Teori ini
menekankan pada pelaksanaan kewajiban. Suatu perbuatan akan baik jika didasari atas
pelaksanaan kewajiban, jadi selama melakukan kewajiban sudah melakukan kebaikan. Teori
ini tidak terpatok pada konsekuensi perbuatan dengan kata lain teori ini melaksanakan
terlebih dahulu tanpa memikirkan akibatnya. (Aprilins, 2010)
D. PRINSIP-PRINSIP ETIK
1.    Otonomi (Autonomy)
Prinsip otonomi didasarkan pada keyakinan bahwa individu mampu berpikir logis dan
mampu membuat keputusan sendiri. Orang dewasa dianggap kompeten dan memiliki
kekuatan membuat sendiri, memilih dan memiliki berbagai keputusan atau pilihan yang harus
dihargai oleh orang lain. Otonomi merupakan hak kemandirian dan kebebasan individu yang
menuntut pembedaan diri. Praktek profesional merefleksikan otonomi saat perawat
menghargai hak-hak klien dalam membuat keputusan tentang perawatan dirinya.
2.    Berbuat baik (Beneficience)
Beneficience berarti, hanya melakukan sesuatu yang baik. Kebaikan, memerlukan
pencegahan dari kesalahan atau kejahatan, penghapusan kesalahan atau kejahatan dan
peningkatan kebaikan oleh diri dan orang lain. Terkadang, dalam situasi pelayanan kesehatan,
terjadi konflik antara prinsip ini dengan otonomi
3.    Keadilan (Justice)
Prinsip keadilan dibutuhkan untuk terpai yang sama dan adil terhadap orang lain yang
menjunjung prinsip-prinsip moral, legal dan kemanusiaan. Nilai ini direfleksikan dalam
prkatek profesional ketika perawat bekerja untuk terapi yang benar sesuai hukum, standar
praktek dan keyakinan yang benar untuk memperoleh kualitas pelayanan kesehatan.
4.    Tidak merugikan (Nonmaleficience)
     Prinsip ini berarti tidak menimbulkan bahaya/cedera fisik dan psikologis pada klien.
5.    Kejujuran (Veracity)
Prinsip veracity berarti penuh dengan kebenaran. Nilai ini diperlukan oleh pemberi
pelayanan kesehatan untuk menyampaikan kebenaran pada setiap klien dan untuk
meyakinkan bahwa klien sangat mengerti. Prinsip veracity berhubungan dengan kemampuan
seseorang untuk mengatakan kebenaran. Informasi harus ada agar menjadi akurat,
komprensensif, dan objektif untuk memfasilitasi pemahaman dan penerimaan materi yang
ada, dan mengatakan yang sebenarnya kepada klien tentang segala sesuatu yang berhubungan
dengan keadaan dirinya selama menjalani perawatan.
6.    Menepati janji (Fidelity)
Prinsip fidelity dibutuhkan individu untuk menghargai janji dan komitmennya terhadap
orang lain. Perawat setia pada komitmennya dan menepati janji serta menyimpan rahasia
klien. Ketaatan, kesetiaan, adalah kewajiban seseorang perawat untuk mempertahankan
komitmen yang dibuatnya kepada pasien.
7.    Karahasiaan (Confidentiality)
Aturan dalam prinsip kerahasiaan adalah informasi tentang klien harus dijaga privasinya.
Segala sesuatu yang terdapat dalam dokumen catatan kesehatan klien hanya boleh dibaca
dalam rangka pengobatan klien. Tidak ada seorangpun dapat memperoleh informasi tersebut
kecuali jika diijinkan oleh klien dengan bukti persetujuan.  (Geoffry hunt. 1994)

E. DEFINISI DAN KODE ETIK KEPERAWATAN


Etik keperawatan adalah norma-norma yang di anut oleh perawat dalam bertingkah laku
dengan pasien, keluarga, kolega, atau tenaga kesehatan lainnya di suatu pelayanan
keperawatan yang bersifat professional. Perilaku etik akan dibentuk oleh nilai-nilai dari
pasien, perawat dan interaksi sosial dalam lingkungan. Tujuan dari etika
keperawatan adalah :
1.   Mengidentifikasi, mengorganisasikan, memeriksa dan membenarkan tindakan-tindakan
kemanusiaan dengan menerapkan prinsip-prinsip tertentu
2.  Menegaskan tentang kewajiban-kewajiban yang diemban oleh perawat dan mencari
informasi mengenai dampak-dampak dari keputusan perawat.
Sedangkan Kode etik keperawatan merupakan suatu pernyataan komprehensif dari
profesi yang memberikan tuntutan bagi anggotanya dalam melaksanakan praktek
keperawatan, baik yang berhubungan dengan pasien, keluarga masyarakat, teman sejawat,
diri sendiri dan tim kesehatan lain. Pada dasarnya, tujuan kode etik keperawatan adalah upaya
agar perawat, dalam menjalankan setiap tugas dan fungsinya, dapat menghargai dan
menghormati martabat manusia. Tujuan kode etik keperawatan tersebut adalah :
1.  Merupakan dasar dalam mengatur hubungan antar perawat, klien atau pasien, teman
sebaya, masyarakat, dan unsur profesi, baik dalam profesi keperawatan maupun dengan
profesi lain di luar profesi keperawatan.
2.  Merupakan standar untuk mengatasi masalah yang silakukan oleh praktisi keperawatan
yang tidak mengindahkan dedikasi moral dalam pelaksanaan tugasnya.
3.  Untuk mempertahankan bila praktisi yang dalam menjalankan tugasnya diperlakukan
secara tidak adil oleh institusi maupun masyarakat.
4.  Merupakan dasar dalam menyusun kurikulum pendidikan kepoerawatan agar dapat
menghasilkan lulusan yang berorientasi pada sikap profesional keperawatan.
5.  Memberikan pemahaman kepada masyarakat pemakai / pengguna tenaga keperawatan
akan pentingnya sikap profesional dalam melaksanakan tugas praktek keperawatan.
( PPNI, 2000 )
F. DILEMA ETIK
Dilema etik adalah situasi yang dihadapi seseorang dimana keputusan mengenai perilaku
yang layak harus di buat. (Arens dan Loebbecke, 1991: 77). Untuk itu diperlukan
pengambilan keputusan untuk menghadapi dilema etika tersebut. Enam pendekatan dapat
dilakukan orang yang sedang menghadapi dilema tersebut, yaitu:
1.    Mendapatkan fakta-fakta yang relevan
2.    Menentukan isu-isu etika dari fakta-fakta
3.    Menentukan siap dan bagaimana orang atau kelompok yang dipengaruhi dilemma
4.    Menentukan alternatif yang tersedia dalam memecahkan dilema
5.    Menentukan konsekwensi yang mungkin dari setiap alternative
6.    Menetapkan tindakan yang tepat.

Dengan menerapkan enam pendekatan tersebut maka dapat meminimalisasi atau


menghindari rasionalisasi perilaku etis yang meliputi: (1) semua orang melakukannya, (2)
jika legal maka disana terdapat keetisan dan (3) kemungkinan ketahuan dan konsekwensinya.
Pada dilema etik ini sukar untuk menentukan yang benar atau salah dan dapat
menimbulkan stress pada perawat karena dia tahu apa yang harus dilakukan, tetapi banyak
rintangan untuk melakukannya. Dilema etik biasa timbul akibat nilai-nilai perawat, klien atau
lingkungan tidak lagi menjadi kohesif sehingga timbul pertentangan dalam mengambil
keputusan. Menurut Thompson & Thompson (1981 ) dilema etik merupakan suatu masalah
yang sulit dimana tidak ada alternatif yang memuaskan atau situasi dimana alternatif yang
memuaskan atau tidak memuaskan sebanding. Kerangka pemecahan dilema etik banyak
diutarakan oleh para ahli dan pada dasarnya menggunakan kerangka proses
keperawatan / Pemecahan masalah secara ilmiah, antara lain:
1. Model Pemecahan masalah ( Megan, 1989 )
a.    Mengkaji situasi
b.    Mendiagnosa masalah etik moral
c.     Membuat tujuan dan rencana pemecahan
d.    Melaksanakan rencana
e.     Mengevaluasi hasil
2.   Kerangka pemecahan dilema etik (kozier & erb, 2004 )
a.    Mengembangkan data dasar.
 Siapa yang terlibat dalam situasi tersebut dan bagaimana keterlibatannya
 Apa tindakan yang diusulkan
 Apa maksud dari tindakan yang diusulkan
 Apa konsekuensi-konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang
diusulkan.
b. Mengidentifikasi konflik yang terjadi berdasarkan situasi tersebut
c.  Membuat tindakan alternatif tentang rangkaian tindakan yang direncanakan dan
mempertimbangkan hasil akhir atau konsekuensi tindakan tersebut
d.  Menentukan siapa yang terlibat dalam masalah tersebut dan siapa pengambil keputusan
yang tepat
e.  Mengidentifikasi kewajiban perawat
f.  Membuat keputusan
3.   Model Murphy dan Murphy
a.    Mengidentifikasi masalah kesehatan
b.    Mengidentifikasi masalah etik
c.     Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
d.    Mengidentifikasi peran perawat
e.    Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan
f.     Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan
g.    Memberi keputusan
h.    Mempertimbangkan bagaimanan keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah
umum untuk perawatan klien
i.      Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan
informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.
4.   Langkah-langkah menurut Purtilo dan Cassel ( 1981)
a.       Mengumpulkan data yang relevan
b.      Mengidentifikasi dilema
c.       Memutuskan apa yang harus dilakukan
d.      Melengkapi tindakan
5.   Langkah-langkah menurut Thompson & Thompson ( 1981)
a.    Meninjau situasi untuk menentukan masalah kesehatan, keputusan yang diperlukan,
komponen etis dan petunjuk individual.
b.    Mengumpulkan informasi tambahan untuk mengklasifikasi situasi
c.    Mengidentifikasi Issue etik
d.   Menentukan posisi moral pribadi dan professional
e.    Mengidentifikasi posisi moral dari petunjuk individual yang terkait.
f.    Mengidentifikasi konflik nilai yang ada

II. INFORMED CONSENT


A. Definisi
Persetujuan yang diberikan oleh pasien atau keluarga terdekat, setelah
mendapat penjelasan secara lengkap mengenai tindakan kedokteran atau kedokteran
gigi yang akan dilakukan terhadap pasien.(Peraturan Menteri Kesehatan No. 290
Tahun 2008)
Pernyataan sepihak pasien atau yang sah mewakilinya, yang isinya berupa
persetujuan atas rencana tindakan kedokteran atau kedokteran gigi yang diajukan oleh
dokter atau dokter gigi, setelah menerima informasi yang cukup untuk dapat membuat
persetujuan atau penolakan.(Konsil Kedokteran Indonesia)
Pernyataan sepihak oleh pasien, atau dalam hal pasien tidak berkompeten oleh
orang yang berhak mewakilinya, yang isinya berupa persetujuan kepada dokter untuk
melakukan suatu tindakan medis sesudah orang tersebut diberi informasi secukupnya
mengenai tindakan medis yang akan dilakukan (Sofyan Dahlan).
Apabila dicermati pada definisi dari Permenkes, dan KKI, maka dapat
disimpulkan bahwa persetujuan oleh keluarga terdekat atau yang sah mewakilinya
adalah merupakan sebuah pernyataan alternatif (menggunakan kata “atau”), padahal
sebenarnya tidak demikian. Persetujuan oleh keluarga tersebut seharusnya bersifat
kondisional, artinya berlaku hanya apabila ada persyaratan tertentu, yaitu apabila
pasien tidak berkompeten (belum dewasa, atau tidak sehat akal), sehingga definisi dari
Sofwan Dahlan rasanya lebih tepat.
Sedangkan arti “berkompeten” adalah bahwa pasien tersebut mampu untuk
melakukan perbuatan hukum (dalam hal ini membuat pernyataan yang berakibat
hukum).
Kriteria seseorang disebut berkompeten adalah :
 Telah dewasa yaitu berumur 21 tahun atau lebih ( menurut hukum perdata), atau
belum 21 tahun tetapi sudah pernah menikah, dan
 Sehat akalnya, yaitu tidak terganggu kesadaran fisiknya, mampu berkomunikasi
secara wajar, tidak mengalami kemunduran perkembangan (retardasi) mental, dan
tidak mengalami penyakit mental sehingga mampu membuat keputusan secara bebas.
Konsil Kedokteran Indonesia memberi patokan umur kompetensi adalah 18
tahun, yaitu mengacu pada UU Perlindungan anak, namun Permenkes 290 tahun 2008
mengacu pada ketentuan hukum perdata.
Informasi yang diberikan harus memiliki kualitas dan kuantitas yang cukup bagi
pasien yang awam di bidang medis, untuk dijadikan landasan/ dasar untuk membuat
keputusan yang dapat dipertanggungjawabkan berupa persetujuan ataupun penolakan
tindakan medis yang diusulkan dokter.
B. LATAR BELAKANG DIPERLUKAN INFORMED CONSENT
Perlunya informed consent dilatarbelakangi oleh hal-hal dibawah ini ( Sofwan
Dahlan, 2000) :
 Tindakan medis merupakan upaya yang penuh dengan ketidak-pastian, dan
hasilnyapun tidak dapat diperhitungkan secara matematis.
 Hampir semua tindakan medis memiliki risiko, yang bisa terjadi dan bisa juga
tidak terjadi.
 Tindakan medis tertentu sering diikuti oleh akibat ikutan yang sifatnya tidak
menyenangkan bagi pasien. Sebagai contoh, operasi pengangkatan rahim pasti
akan diikuti oleh kemandulan.
 Semua risiko tersebut jika benar-benar terjadi akan ditanggung dan dirasakan
sendiri oleh pasien, sehingga sangatlah logis bila pasien sendirilah yang paling
utama untuk dimintai persetujuannya.
 Risiko yang terjadi ataupun akibat ikutannya sangat mungkin sulit atau bahkan
tidak dapat diperbaiki.
 Semakin kuatnya pengaruh pola hidup konsumerisme, walaupun harus diingat
bahwa otonomi pasien dibatasi oleh otonomi profesi.
C. FUNGSI INFORMED CONSENT
Pada hakekatnya informed consent berfungsi sebagai :
 Bagi pasien, merupakan media untuk menentukan sikap atas tindakan medis yang
mengandung risiko atau akibat ikutan.
 Bagi petugas kesehatan, merupakan sarana untuk mendapatkan legitimasi
(pembenaran, atau pengesahan) atas tindakan medis yang dilakukan terhadap
pasien, karena tanpa informed consent maka tindakan medis dapat berubah
menjadi perbuatan melawan hukum. Dengan informed consent maka dokter
terbebas dari tanggungjawab atas terjadinya risiko atau akibat ikutan, karena telah
diinformasikan didepan, sedangkan apabila tanpa informed consent maka risiko
dan akibat ikutan menjadi tanggungjawab dokter.
Meskipun demikian, jangan disalah artikan bahwa informed consent dapat
melepaskan dokter dari tanggungjawab hukum atas terjadinya malpraktik, sebab
malpraktik adalah masalah lain yang erat kaitannya dengan mutu tindakan medis yang
tidak sesuai dengan standar profesi.

D. TINDAKAN MEDIS YANG MEMERLUKAN INFORMED CONSENT


Mengacu pada UU No. 29 Tahun 2004 tentang Praktik Kedokteran, dan
Peraturan Menteri Kesehatan No. 290 Tahun 2008, maka semua tindakan
medis/kedokteran harus mendapatkan persetujuan dari pasien, jadi sifatnya adalah
non-selective. Hanya disebutkan bahwa tindakan medis yang berisiko tinggi harus
mendapatkan informed consent secara tertulis ( written consent).
Pada keadaan emergensi atau penyelamatan jiwa maka tidak diperlukan
informed consent. Dalam konteks praktik dilapangan informed consent tetap
merupakan hal yang penting, namun tidak boleh menjadi penghalang bagi tindakan
penyelamatan jiwa.
Sedangkan pada kasus pasien anak-anak, tindakan medis tetap dapat dilakukan
oleh dokter walaupun tanpa persetujuan orang tua dengan syarat :
 Tindakan medis yang akan dilakukan harus merupakan tindakan medis terapeutik,
bukan eksperimental.
 Tanpa tindakan medis tersebut, anak akan mati, dan
 Tindakan medis tersebut memberikan harapan atau peluang pada anak untuk
hidup normal, sehat dan bermanfaat.
E. PENANGGUNG JAWAB PEMBERI INFORMASI, ISI DAN CARA PEMBERIAN
MATERI
Harus dipahami sungguh-sungguh, bahwa :
 Tanggung jawab memberikan informasi sebenarnya berada pada dokter yang
akan melakukan tindakan medis, karena hanya dia sendiri yang tahu persis
tentang masalah kesehatan pasien, hal-hal yang berkaitan dengan tindakan medis
tersebut, dan tahu jawabannya apabila pasien bertanya.
 Tanggungjawab tersebut memang dapat didelegasikan kepada dokter lain,
perawat, atau bidan, hanya saja apabila terjadi kesalahan dalam memberikan
informasi oleh yang diberi delegasi, maka tanggungjawabnya tetap pada dokter
yang memberikan delegasi.
Oleh karena itu, hendaknya para dokter hanya mendelegasikan jika sangat
terpaksa. Dan itupun hanya kepada tenaga kesehatan yang tahu betul tentang problem
kesehatan pasien, sehingga dapat memberikan jawaban yang tepat apabila ada
pertanyaan dari pasien.
Dibeberapa negara maju, tanggung jawab memberikan informasi ini
merupakan tanggung jawab yang tidak boleh didelegasikan. ( non-delegable-duty)
Materi/isi informasi yang harus disampaikan :
a. Diagnosis dan tata cara tindakan medis/kedokteran tersebut
b. Tujuan tindakan medis/kedokteran yang akan dilakukan
c. Alternatif tindakan lain, dan risikonya
d. Risiko dan komplikasi yang mungkin terjadi
e. Prognosis terhadap tindakan yang akan dilakukan
f. (perkiraan biaya)
Cara menyampaikan informasi :
Informasi cukup disampaikan secara lisan, supaya bisa terjalin komunikasi
dua arah (tanya-jawab). Bisa ditambah dengan alat bantu, brosur, atau menggunakan
media informasi lain. Menggunakan bahasa yang sesuai dengan kondisi pasien,
sehingga mudah dipahami oleh pasien. Sebelum penjelasan ditutup, buka sesi tanya-
jawab, dan pastikan pemahaman pasien dengan mengajukan beberapa pertanyaan.
Penjelasan yang diberikan tersebut, dicatat dalam berkas rekam medis pasien, dengan
mencantumkan, tanggal,waktu, dan nama yang menerima informasi, disertai
tandatangannya.
Dalam hal pasien menolak untuk menerima informasi, maka dokter dapat
memberikan informasi tersebut kepada keluarga terdekat dengan didampingi oleh
seorang tenaga kesehatan lain sebagai saksi (Permenkes 290 th 2008).
F. SIAPA YANG BERHAK MENERIMA INFORMED CONSENT
Hak untuk memberikan informed consent adalah sebagai berikut :
 Untuk pasien dewasa dan sehat akal adalah pasien yang bersangkutan
 Untuk pasien anak-anak adalah keluarga terdekat atau walinya
 Untuk pasien tidak sehat akal (walau ia sudah dewasa) adalah keluarga atau wali,
atau kuratornya
 Untuk pasien yang sudah menikah adalah pasien yang bersangkutan, kecuali
untuk tindakan medis tertentu harus disertai persetujuan pasangannya, yaitu untuk
tindakan yang mempunyai pengaruh bukan saja terhadap pasien, namun juga
terhadap pasangannya sebagai satu kesatuan yang utuh, dan akibatnya
irreversible, Sebagai contoh adalah operasi tubectomi atau vasectomi, dalam hal
operasi tersebut, maka bukan saja si istri atau si suami saja yang tidak akan
mempunyai keturunan, tetapi adalah keduanya sebagai suatu pasangan.
Pengecualian ini tidak berlaku untuk tindakan yang sifatnya terapetik karena
penyakit pasien. Sebagai contoh adalah operasi mengangkat rahim karena kanker
rahim, maka pasien tidak perlu minta persetujuan suaminya untuk memberikan
informed consent.
G. CARA PEMBERIAN INFORMED CONSENT
Informed consent dapat diberikan oleh pasien atau keluarganya jika pasien tidak
berkompeten melalui tiga macam cara, yaitu :
 Terucap ( oral consent)
 Tersurat ( written consent)
 Tersirat ( implied consent)
Semua cara tersebut sah, hanya saja untuk tindakan medis berisiko tinggi, harus
diberikan secara tersurat/tertulis.
Untuk informed consent yang tidak tertulis, dibatasi untuk tindakan-tindakan medis
yang :
 Risikonya kecil
 Ada saksi ( misalnya perawat, bidan, dll) yang melihat proses pemberian
informasi.
 Dicatat dalam rekam medis pasien dengan mencantumkan tanggal, waktu, dan
nama penerima informasi serta saksi.
H. SYARAT SAH DAN PEMBATALAN INFORMED CONSENT
Syarat sahnya informed consent :
 Voluntary ( suka rela, tanpa unsur paksaan)
 Unequivocal ( dengan jelas dan tegas)
 Conscious ( dengan kesadaran )
 Naturally ( sesuai kewajaran )
Voluntary maknanya bahwa pernyataan tersebut harus bebas dari tiga F, yaitu force
(paksaan), fear ( rasa takut) dan fraud ( diperdaya). Sedangkan Naturally maknanya
sesuai kewajaran disrtai iktikad baik, serta isinya tidak mengenai hal-hal tang dilarang
oleh hukum. Oleh sebab itu tidak dibenarkan adanya kalimat yang menyatakan bahwa
....”pasien tidak berhak menuntut atau menggugat jika terjadi sesuatu yang
merugikannya”.
Pembatalan informed consent :
Informed consent dapat dibatalkan :
 Oleh pasien sendiri sepanjang tindakan medis tersebut belum dilakukan, atau
secara medis tidak mungkin lagi untuk dibatalkan
 Dalam hal informed consent diberikan oleh wali atau keluarga terdekatnya,
maka sepatutnya pembatalan tersebut adalah oleh anggota keluarga yang
bersangkutan, atau oleh anggota keluarga lainnya yang mempunyai kedudukan
hukum lebih berhak untuk bertindak sebagai wali.
Dalam hukum perdata, suami atau isteri dari pasien lebih berhak dari pada anak atau
orang tuanya.
BAB III
NASKAH PERKEMIHAN

Tn. Y.(45) dan Ny. N (43) pada hari minggu datang membawa anaknya An. B (14)
ke RSUD dengan keadaan mengkhawatirkan. Tn. Y. mengatakan bahwa anaknya pada saat
berkemih keluar kencing berwarna merah secara terus-menerus. Keadaan ini sudah sering
dialamai oleh An. B. Sebelumnya An. B. memang mempunyai riwayat penyakit batu ginjal.
Setelah dirawat dan mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut An. B. didiagnosa mengalami
komplikasi yaitu gagal ginjal kronis di kedua ginjal. Tidak hanya itu An. B. juga mengalami
CA ginjal kiri, dimana ginjal An. B harus dilakukan pengangkatan sehingga CA tidak
melebar ke area yang lebih luas. Pada saat itu tindakan ini adalah satu-satunya tindakan yang
dapat dilakukan dengan segera menyelamatkan nyawa An. B.. Tetapi, permasalahannya tidak
hanya pada pengangkatan ginjal. Yang menjadi masalah adalah An. B. juga mengalami gagal
ginjal kanan dan kiri sehingga meskipun CA ginjal An.B. diangkat dan teratasi akan percuma
karena ginjal sebelah kanan telah mengalami kegagalan sehingga sangat tidak memungkinkan
bagi Tn. Y. bisa melanjutkan hidup hanya dengan satu ginjal. Selain terapi hemodialisa yang
rutin dua kali setiap minggu karena kondisi ginjal sebelah kanan yang juga mengalami
penurunan fungsi. Disaat yang bersamaan ada klien lain yang meninggal dunia dan sebelum
meninggal klien tersebut bersedia mendonorkan kedua ginjalnya ke Tn. Y. Pihak keluarga
tersebut bersedia untuk mengizinkan anggota keluarganya mendonorkan ginjalnya kepada
An.B.
Kedua orang tua An.B. sangat berterima kasih pada klien dan keluarga yang bersedia
mendonorkan ginjalnya tersebut kepada anak mereka. Tetapi, Tn Y. tidak bersedia menerima
donor ginjal tersebut karena Tn. Y adalah seorang muslim yang fanatik dimana meyakini
bahwa menerima donor organ terlebih lagi dari orang yang telah meninggal dunia adalah
perbuatan dosa. Tn. Y. mengatakan hal tersebut sama saja melanggar kehormatan dan
penganiayaan terhadap jenazah.
Sesuai sabda Rasulullah SAW: “Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan
memecahkan tulang orang hidup.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban)

PENYELESAIAN KASUS
Kasus diatas dilema etik bagi perawat dimana dilema etik didefinisikan sebagai
suatu masalah yang melibatkan dua atau lebih landasan moral suatu tindakan tetapi tidak
dapat dilakukan keduanya. Ini merupakan kondisi dimana setiap alternative tindakan
memiliki landasan moral dan prinsip. Pada kasus dilema etik ini sukar untuk menentukan
yang benar atau salah dan dapat menibulkan kebingungan pada tim medis yang dalam
konteks kasus ini khususnya pada perawat karena dia yang tahu harus bagaimana
tindakannya, tetapi banyak rintangannya untuk melakukannya.
Sesuai langkah-langkah kerangka pemecahan etik yang dikemukakan oleh Murphy
dan Murphy:
a. Mengidentifikasi masalah kesehatan
Pada kasus di atas dapat disimpulkan bahwa ginjal An. B tersisa satu sebelah kanan
dan juga tidak berfungsi dengan baik sehingga perlu dilakukan transplantasi ginjal.
Pada An. B yang telah memiliki riwayat GGK sebelumnya, sudah rutin melakukan
hemodialisa seminggu dua kali.
Pada kasus transplantasi ginjal dokter wajib memberikan pemberitahuan terhadap
donor maupun penerima organ transplantasi berkaitan dengan tujuan, prosedur sifat
operasi, akibat, dan kemungkinan-kemungkinan yang dapat terjadi.
Karena pada kasus di atas pendonor telah setuju untuk mendonorkan ginjalnya dan
keluarga tidak keberatan, maka selanjutnya adalah dokter memberitahukan tentang
prosedur transplantasi organ terhadap calon penerima organ
Tahapan Transplantasi:
 Pre operatif
Persiapan pra-operatif untuk calon resepien bertujuan untuk : menilai
kemampuan menjalani operasi besar, menilai kemampuan menerima obat
imunosupresi untuk jangka waktu yang lama,  menilai status vaskular
anastosmosis, menilai traktus urinarius bagian bawah, menghilangkan semua
sumber infeksi, menilai dan mempersiapkan unsur psikis.
Persiapan pra-operatif untuk calon donor : menilai kerelaan ( tak ada
unsur paksaan atau jual beli ), menilai kemampuan untuk nefrektomi, menilai
akibat jangka panjang ginjaltunggal, menilai kemungkinaan
anastosmosis,menilai kecocokan golongan darah, HLA dan crossmatch.
Obat-obat imunosupresi
Untuk mencegah terjadinya rejeksi kepada pasien yang mengalami
transplantasi ginjal diberikan obat-obat imunosupresi. Ada beberapa macam
obat imunosupresi yangtersedia pada umumnya dikelompokan menjadi :
Obat imunosupresi konvensional : siklosporin-A, kortikosteroid,
azatioprin,antibodi monoklonal OKT-3,antibodi poliklonal ALG ( anti
Lymphocte Globulin ), ATG ( Anti Thympocyte Globulin ).
Obat imunosupresi baru yaitu tacrolimus dan mycophenolate mofetil.
Efek samping tacrolimus hampir sama engan siklosporin, infeksi yang timbul
biasanya CMV ( cytomegali virus ), ATG ( anti thympocyte globulin ), ALG
( anti lympocyte globulin ), MMF( micophinolatemofetil ).
 Proses Transplantasi ginjal
Ginjal yang rusak diangkat. Kelenjar adrenal dibiarkan ditempatnya arteri
dan vena renal diikat. Ginjal transplan diletakan difosa iliaka. Arteri renal
dari donor dijahit ke arteri iliaka dan vena renal dijahit kevena iliaka. Ureter
ginjal donor dijahit ke kandung kemih atau vesika urinari. Setelah
terhubung, ginjal akan dialiri darah yang akan dibersihkan. Urine biasanya
langsung diproduksi. Tetapi beberapa keadaan, urine diproduksi bahkan
setelah beberapa minggu.Ginjal lama akan dibiarkan di tempatnya. Tetapi
jika ginjal tersebut menyebabkan infeksi atau menimbulkan penyakit darah
tinggi, maka harus diangkat.
 Pasca Transplantasi
Tujuan perawatan setelah transplantasi ginjal adalah untuk mempertahankan
homeostatis sampai ginjal transplan dapat berfungsi dengan baik.
a.    Terapi imunosupresif, kelangsungan ginjal transplan bergantung pada
kemampuan tubuh untuk menyekat respons imun terhadap ginjal transplan.
Untuk mengurangi dan mengatasi mekanisme pertahanan tubuh, medikasi
imunosupresif seperti Azathioprine (Imuran), kortikosteroid (prednisole),
siklosporin., dan OKT-3 (antibodi monoklonal) dapat diberikan secara
bertahap selama beberapa minggu.
b.    Rejeksi tandur, rejeksi transplan ginjal dan kegagalan dapat terjadi
dalam waktu 24jam (hiperakut), dalam 3 sampai 14hari (akut), atau setelah
beberapa tahun pertamasetelah transplantasi. Ultrasound dapat digunakan
untuk mendeteksi pembesaran ginjal, sedangkan biopsi renal dan tekni
radiografik digunakan untuk mengevaluasi rejeksi transplan, jika transpla
ditolak maka pasien kaan kembali menjalani dialisis. Ginjal yang ditolak
tersebut dapat diangkat kembali atau tidak bergantung kapan penolakan
tersebut terjadi dan risiko infeksi jika ginjal dibiarkan di tempat.
Besarnya risiko infeksi dan rejeksi, maka melakukan pengkajian terkait tanda
dan gejala rejeksi transplan seperti oliguri, edema, peningktan tekanan darah,
pertambahan berat badan, bengkak atau nyeri tekan diseluruh ginjal
transplan. Hasil tes kimia darah (BUN dan kreatinin) dan hitung leukosit
serta trombosit dipantau dengan ketat, karena imunosupresi akan menekan
pembentukan leukosit dan trombosit. Pasien dipantau ketat akan adanya
infeksi karena mengalami kegagalan penyembuhan atau infeksi akibat terapi
imunosupresif dan komplikasi gagal ginjal.
Indikasi Transplantasi Ginjal
 Usia 13-60 tahun
 Tidak mengidap penyakit berat, keganasan, TBC, hepatitis, Jantung
 Harus dapat menerima terapi imunosupresif dalam waktu yang lama dan
harus patuh minum obat
 Sudah mendapat HD yang teratur sebelumnya
 Mau melakukan pemeriksaan pasca transplantasi ginjal.
Kontraindikasi Transplantasi Ginjal:
 Pasien yang berumur lebih dari 70 tahun. Karena pada usia tersebut sudah
sering ditemukan gangguan-gangguan pada organ-organ lain yang akan
mempengaruhi proses pembedahan, karena pada usia tersebut ginjal sudah
mengalami penurunan fungsi.
 terdapat resiko tinggi pada pasien dengan kanker yang disertai penyebaran
(metastasis)
 Penyakit lanjut yang sulit diobati
 Obesitas
 ginjal kanan
 pembuluh darah ginjal multiple
 Infeksi akut : tuberkolosis, infeksi saluran kemih, hepatitis akut.
 Infeksi kronik, bronkietaksis.

b. Mengidentifikasi masalah etik


Ayah An. B tidak menyetujui pelaksanaan tindakan transplantasi ginjal pada
anaknya karena keyakinan yang dianutnya. Merujuk pada prinsip etik otonomi maka,
keputusan tentang pemilihan tindakan medis sepenuhnya ada pada klien, dalam hal ini
orang tua An. B. Namun, di sisi lain sesuai prinsip etik nomaleficince (tidak
merugikan) yang mengharuskan perawat untuk menjaga keselamatan pasien, maka
terjadi dilemma etik dalam kasus di atas. Apabila tidak dilakukan tindakan sesuai
anjuran medis maka kondisi anak akan terus memburuk dan dapat mengakibatkan
kematian.
c. Siapa yang terlibat dalam pengambilan keputusan
 Tn Y (Kepala keluarga)
 Ny N (Ibu anak B)
 An. B (Perlu dilibatkan tentang kondisi medis dan tindakan medis yang akan
dilakukan untuk memutuskan tindakan medis selanjutnya)
 Dokter (Sebagai pembuat keputusan medis untuk pasien)
 Pemuka agama (sebagai penengah dan orang yang mengerti tentang hukum
agama)
d. Mengidentifikasi peran perawat
Sesuai kasus di atas peran perawat adalah sebagai fasilitator antara klien sebagai
penerima layanan kesehatan dan dokter sebagai pemberi layanan kesehatan agar terjadi
kesepahaman antara klien dan dokter. Bisa juga perawat dalam kasus di atas yang
berhubungan dengan keyakinan, memfasilitasi Klien/keluarga untuk berkonsultasi
dengan orang yang lebih berkompeten.
Sebagai konsultan perawat harus mampu menjawab semua pertanyaan
klien/keluarga tentang kondisi penyakit, tindakan yang akan dilakukan dan sebagainya.
e. Mempertimbangkan berbagai alternatif-alternatif yang mungkin dilaksanakan
Pada kasus di atas, alternative lain tidak memungkinkan karena fungsi ginjal sesuai
pengukuran fungsi ginjal dengan rumus Cockroft-Gault didapatkan <10%.
Sehingga transplantasi merupakan pilihan tindakan satu-satunya yang bisa
dilakukan.
Kelebihan dilakukan transplantasi ginjal:
 Ginjal baru akan bekerja sama seperti halnya ginjal normal
 Penderita akan merasa lebih sehat dan lebih normal

 Penderita tidak perlu melakukan dialysis

 Penderita mempunyai usia harapan hidup yang lebih besar


Kekurangan transplantasi ginjal:
 Butuh proses pembedahan besar
 Proses untuk mendapatkan ginjal lebih lama atau sulit.
 Tubuh bisa menolak ginjal yang didonorkan.
 Penderita harus rutin minum obat imunosupresan yang mempunyai banyak efek
samping.
Jika tidak dilakukan Transplantasi ginjal:
 Harapan hidup berkurang
 Keadaan pasien akan semakin memburuk
f. Mempertimbangkan besar kecilnya konsekuensi untuk setiap alternatif keputusan
Sekitar 90 persen ginjal hasil transplantasi tetap berfungsi setelah satu tahun, dan
sekitar 3 persen sampai 5 persen ginjal hasil transplantasi tidak lagi berfungsi setelah
satu tahun. Transplantasi ginjal selalu memiliki risiko penolakan oleh tubuh, sehingga
sangat penting bagi pasien yang menerima donor ginjal untuk mengonsumsi semua
obat-obatan yang diberikan dokter untuk mengendalikannya. Secara keseluruhan, ginjal
yang didapat dari donor hidup memiliki tingkat keberlangsungan hidup yang lebih baik
daripada ginjal yang diperoleh dari donor jenazah.
Efek samping transplantasi:
 Perdarahan dan infeksi
 Terjadi penolakan organ transplantasi namun dapat diatasi dengan konsumsi
obat-obatan tertentu
 Meningkatkan resiko terkena hipertensi
 Kemungkinan lemas dan tidak bisa beraktivitas berat
Apabila tidak dilakukan dilakukan transplantasi ginjal, maka pada akhirnya akan
memperburuk keadaan dan menyebabkan kematian.
g. Pemberi keputusan
Tn. Y. Sebagai kepala keluarga adalah pengambil keputusan dalam kasus An. B. di
atas
h. Mempertimbangkan bagaimana keputusan tersebut hingga sesuai dengan falsafah
umum untuk perawatan klien
Falsafah Keperawatan menurut Jean Watson (Caring). Caring adalah suatu ilmu
pengetahuan yang mencakup suatu hal berperikemanusiaan, orientasi ilmu pengetahuan
manusia ke proses kepedulian pada manusia, peristiwa, dan pengalaman. Ilmu
pengetahuan caring meliputi seni dan umat manusia seperti halnya ilmu pengetahuan.
Perilaku caring meliputi mendengarkan penuh perhatian, penghiburan, kejujuran,
kesabaran, tanggung jawab, menyediakan informasi sehingga pasien dapat membuat
suatu keputusan.
Sesuai teori di atas perawat berusaha agar klien dapat mengambil keputusan dengan
tepat, melalui tukar pendapat yang baik dan tidak memaksakan pendapat. Memberi
masukan dan pengertian sesuai dengan ilmu keperawatan. Memfasilitasi Klien untuk
bertukar pikiran dengan orang yang ahli di bidangnya sehingga klien dapat
memutuskan pilihan pengobatan dengan tepat.
i. Analisa situasi hingga hasil aktual dari keputusan telah tampak dan menggunakan
informasi tersebut untuk membantu membuat keputusan berikutnya.
Pada kasus di atas Tn. Y. memiliki keyakinan yang bertolak belakang dengan
keputusan medis yang diusulkan oleh dokter sehingga diperlukan sharing ilmu dan
pendapat oleh ahli keagamaan sesuai keyakinan Tn. Y. Sesuai sabda Rasulullah SAW:
“Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan memecahkan tulang orang hidup.”
(H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu Hibban).
Hukum Mendonorkan organ tubuh dari manusia yang sudah meninggal 
Pendapat pertama,Hukumnya Haram 
Dalil pendapat pertama :
Kesucian tubuh manusia ;setiap bentuk agresi atas tubuh manusia merupakan
hal yang terlarang,karena ada beberapa perintah Al-Qur’an dan Hadist Yang
melarang.Diantara hadist yang terkenal “Mematahkan tulang mayat seseorang
sama berdosanya dan melanggarnya dengan mematahkan tulang orang tersebut
ketika ia masih hidup” 
Tubuh manusia adalah amanah; Hidup,diri,dan tubuh manusia pada dasarnya
bukanlah milik manusia tapi merupakan amanah dari Allah yang harus
dijaga,karena itu manusia tidak memiliki hak untuk mendonorkan nya kepada
orang lain.
Tubuh manusia tidak boleh diperlakukan sebagai benda material semata;
transplantasi dilakukan dengan memotong organ tubuh seseorang untuk
diletakkan (dicangkokkan) pada tubuh orang lain,padahal tubuh manusia
bukanlah benda material semata yang dapat dipotong dan dipindah-pindahkan

Pendapat kedua, Hukumnya Boleh 


Dalil pendapat kedua : 
Transplantasi merupakan salah satu jenis pengobatan,sedangkan pengobatan
merupakan hal yang disuruh dan disyari’atkan dalam islam.
Terdapat dua hal yang mudlarat dalam masalah ini yaitu antar memotong
bagian tubuh yang suci dan dijaga dan antara menyelamatkan kehidupan yang
membutuhkan kepada organ tubuh mayat tersebut.Namun kemudlaratan yang
terbesar adalah kemudlaratan untuk menyelamatkan kehidupan manusia.Maka
dipilihlah sesuatu yang kemudlaratannya terbesar untuk dihilangkan yaitu
memotong organ mayat untuk menyelamatkan kehidupan manusia.
Qiyas atas maslahat membuka perut mayat wanita yang hamil yang lewat 6
bulan yang disangka kuat hidup anaknya. Qiyas atas boleh membuka perut
mayat jika di dalam perutnya terdapat harta orang lain.
Terdapat dua Hal kemaslahatan yaitu antara maslahah menjaga kesucian
mayat dan antara maslahah menyelamatkan nyawa manusia yang sakit dengan
transplantasi organ mayat tersebut. 
Namun pendapat yang membolehkan transplantasi organ mayat ini memiliki
syarat-syarat yaitu :
 Ada persetujuan/izin dari pemilik organ asli (atau wasiat ) atau dari ahli
warisnya (sesuai tingkatan ahli waris),tanpa paksaan.
 Si resipien ( yang menerima donor ) telah mengetahui persis segala
implikasi pencangkokan
 Pencangkokan dilakukan oleh yang ahli dalam ilmu pencangkokan
tersebut Tidak boleh menuntut ganti pendonoran organ dengan harta (uang dan
sebagainya) Organ tidak diperoleh melalui proses transaksi jual beli karena tidak
sah menjual belikan organ tubuh manusia
 Seseorang muslim hanya boleh menerima organ dari muslim lainnya
kecuali dalam keadaan mendesak (tidak ada muslim yang cocok organnya atau
tidak bersedia di dinorkan dengan beberapa alasan). 
Beberapa lembaga fatwa islam saat ini lebih dominan berpandangan
mendukung bolehnya transplantasi organ tubuh seperti Akademi Fiqh Islam
(lembaga dibawah liga islam dunia di Arab Saudi),aKademi fiqh Islam India,dan
Darul Ifta’ (Lembaga otonom seperti MUI di Mesir Yang diketuai Syaikh dari
Universitas Al-Azhar.Namun tentunya mesti diingat bahwa proses transplantasi
harus melewati syarat-syarat diatas.Wallahu A’lam Bish-Shawab
ROLE PLAY ETIK KEPERAWATAN
KASUS : DILEMA ETIK
ANGGOTA KELOMPOK :
1. Narator : Bu Nina
2. Pasien : Pak Alfred
3. Keluarga pasien
Ayah : Pak Mail
Ibu : Simpliana R.
4. Dokter : Bu Liana
5. Perawat 1 : Dwiko
6. Perawat 2 : Synthia
7. Perawat 3 : Firda

Naskah Role play


Scene Pertama
Di Ruang rawat inap anak RSUD xxx dilakukan visite dr. Spesialis anak dan perawat ke
ruangan An. B. Anak B. telah dirawat di RS selama 3 hari dengan keluhan utama kencing
darah. Telah dilakukan test lab dan USG pada An B. dengan hasil USG, ukuran ginjal 7cm
dan hasil lab keluar hari ini. Riwayat Anak B. ginjal kiri sudah diangkat karena CA dan ginjal
kanan mengalami GGK.
Dr. Anak : “halo, bagaimana kabarnya?”
An. B : “ya, gini-gini aja dok.”
Dr. Anak : (sambil memeriksa keadaan pasien) “gimana istirahatnya semalam?
Nyenyak tidak? Ada keluhan lain?”
An. B : “Saya tidak bisa tidur Dok, badan saya sakit semua, napas saya juga agak
sesak.”
Tn. Y. : “Bagaimana perkembangan anak saya dok?”
Dr. Anak : “Saya belum lihat hasil labnya, nanti kalau saya sudah lihat hasil labnya
kita bicarakan lagi.”
Tn. Y. : “iya Dokter, ditunggu.”
Perawat dan dr. Anak kembali ke ruang perawat
Dengan Hasil pemriksaan Lab an. B. sbb:
PEMERIKSAAN NILAI NORMAL SATUAN HASIL
Px darah
Kreatinin 0,4 – 1,2 Mg/Dl 4,03
Ureum 16,6 – 48,5 Mg/Dl 147,70
SGOT 5 - 40 u/l 60
SGPT 5 – 40 u/l 60
GFR 90 - 120 Ml/menit 10
HB 13 - 16 Gr/dl 7
Na serum 135 – 147 Mcg/l 160
BGA/PH 7,35 – 7,45 4,2
Kalium 3,55 – 5,55 Mcg/l 7,3
Protein 4 – 5,2 Gr/dl 2,4
Px Urine
Volume 250 cc/24 jam
warna merahkeruh
Clearance 117 - 120 Ml/menit
creatinine
protein negatif +4
Hematuri negatif +
Didapat perhitungan fungsi ginjal dengan cara Cockcroft-Gault=
(140 – umur) x berat badan = 13,02
72 x creatinin darah
Perawat ruangan : “Ini hasil lab An. B, dengan hasil creatinin tinggi dan GFR rendah.”
Dr. Anak : “iya, Saya lihat dulu.”
“Baik Sus, tolong panggilkan keluarga An. B ya”
Perawat : “Ok dok”

Perawat : “Permisi Pak Y. Njenengan diaturi dr. A untuk bincang-bincang di ruang


perawat.”
Tn. Y : “Oh, iya Sus saya kesana sekarang.”

Di ruang Perawat terlibat percakapan antara dokter anak, Tn. Y, dan perawat
Perawat : “Selamat pagi Dok, ini, Tn Y, ayah an. B sudah datang”
Tn. Y : “Selamat pagi Dok,”
Dr. Anak : “Selamat pagi, silakan duduk”
Tn. Y : “ Iya, dok terima kasih’
Dr. Anak : “jadi begini pak, terkait kondisi anak Bapak, seperti kita tahu ginjal inan.
Bapak sekarang tinggal satu dan menurut hasil pemeriksaan lab, MRI, dan
USG kondisi ginjal anak Bapak yang satunya juga sudah rusak. Sesuai
hasil perhitungan fungsi ginjal didapatkan hasil fungsi ginjal anak bapak
sebesar 13,02%. Secara teori fungsi ginjal kurang dari 15% , maka
biasanya ginjal sudah tidak mampu mensupport tugas dan fungsi yang
diembannya, walaupun mungkin sudah diberikan terapi konservatif
dengan obat-obatan dan pengaturan makanan yang ketat. Menurut hasil
pemeriksaan juga kondisi ginjal anak bapak sudah mencapai stadium 5
ditnadai GFR <15. Untuk menanganinya satu-satunya jalan adalah
dengan terapi penggantian ginjal/transplantasi ginjal.”
Tn. Y : “apakah tidak ada tindakan lain dok?”
Dr. Anak : “Seperti yang sudah saya jelaskan tadi, dengan fungsi ginjal anak Bapak
yang sudah rusak dan telah memasuki kondisi staium 5 maka, pemberian
obat-obatan sudah tidak efektif lagi bahkan akan memperberat kerja badan
Anak Bapak. Penatalaksanaan hemodialisa juga tidak efektif karena HD
harus dilakukan teratur setiap 2-3 hari sekali, HD tidak dapat diakukan
pada pasienyang tidak kooperatif dan pasien dengan hemodinamik sistem
sirkulasi yang tidak stabil misal tekanan darah mudah turun tiba-tiba ke
level yang berbahaya selama proses HD.
Tn. Y. : “Saya mengerti Dok kondisi anak saya, tetapi sesuai dengan kepercayaan
yang saya anut ada sebuah hadist yang bunyinya seperti ini, Sesuai sabda
Rasulullah SAW: “Memecahkan tulang mayat itu sama saja dengan
memecahkan tulang orang hidup.” (H.R. Ahmad, Abu Dawud, dan Ibnu
Hibban). Sesuai hadist tersebut jadi saya masih belum bisa menerima jika
harus transplantasi ginjal,”
Dokter : “ Baiklah, Pak, Seperti yang sudah saya jelaskan tadi solusi satu2 hanya
itu. Jadi saya kasih kesempatan buat bapak dan keluarga untuk mengambil
keputusan yang bijak untuk kesehatan anak bapak, Baiklah, sus. Saya
tunggu hasilnya besok.
Perawat : Baik, Dok,,,nanti saya coba bicara lagi dgn keluarga pasien.
Dokter pergi meninggalkan ruangan....

Hari kedua...
Perawat memanggil keluarga pasien ke ruangannya.
Perawat : “Pagi, bapak, ibu?” , kemarin kitakan sudah dengar penjelasan panjang
dan lebar tentang solusi pengobatan anak bapak, Bagaimana pak, apakah
bapak dan ibu sudah pikirkan dan ambil keputusan yang tepat untuk anak
bapak dan ibu.
Tn. Y. : “keputusan saya masih sama pak, karena hal ini adalah keyakinan yang
saya anut.”
Perawat : “Boleh saya menyampaikan pendapat sebagai sesama saudara seiman?”
Tn. Y. : “Silakan pak, saya terbuka dengan tukar pendapat kok.”
Perawat : “Terima kasih pak, menurut berbagai sumber yang saya pelajari, hukum
transplantasi memang ada yang mengharamkan dan ada juga yang
memperbolehkan, Transplantasi organ hukumnya  mubah dan
dapat berubah hukumnya sesuai  dengan situasi  dan
kondisi yang dihadapi. Transplantasi ini  dapat di qiyaskan
dengan donor darah dengan  illat bahwa donor darah dan
organ tubuh dapat dipindahkan tempatnya, keduannya
suci dan tidak dapat diperjual belikan. Tentu saja setelah
perpindahan  itu terjadi maka tanggungjawab atas organ
itu menjadi tanggungan orang yang menyandangnya.
Kaidah-kaidah hukum wajib dijunjung dalam melakukan
trasnplantasi ini antaranya :
Tidak boleh menghilangkan bahaya dengan menimbulkan
bahaya lainnya artinya:
a. Organ tidak boleh diambil dari orang yang masih memerlukannnya
b. Sumber  organ harus memiliki kepemilikan yang penuh atas organ
yang diberikannnya, berakal, baligh, ridho dan ikhlas dan tidak
mudharat bagi dirinya
c. Tindakan transplantasi mengandung kemungkinan sukses yang lebih
besar dari kemungkinan gagal
d. Organ manusia tidak boleh diperjualbelikan sebab manusia hanya
memperoleh hak memanfaatkan dan tidak sampai memiliki secara
mutlak.
“Mungkin itu pak yang bisa saya sharing dengan
Bapak”
Tn. Y : “Terima kasih Pak, sharing dari Bapak akan saya pikirkan
lagi”
Perawat : “Iya Pak, kalau Bapak masih ragu, mungkin bapak ada
guru spiritual yang Bapak percayai, Bapak silakan
menghubungi beliau.”
Tn. Y. : “Iya Pak, terima kasih”
Perawat : “Baik bapak, saya permisi dulu.”

Hari Ketiga
Perawat : “Assalamu’alaikum Bapak, bagaimana kabarnya?”
Tn. Y. : “Wa’alaikum salam, Alhamdulillah saya dan istri baik. Setelah kemarin
kita bebincang-bincangi, saya dan istri merasa dilema sekali dengan
keputusan dokter dan omongan yang Bapak sampaikan. setelah itu,
semalaman saya merenung dan bertukar pikiran sama ustadz kepercayan
keluarga kami, pikiran saya mulai terbuka. Sesuai yang Bapak utarakan,
ternyata juga sama dengan apa yang ustadz kami sampaikan. Sehingga,
kami memutuskan setuju untuk menerima anjuran tindakan medis
transplantasi organ pada anak kami.”
Perawat : “Alhamdulillah jika seperti itu, segera saya sampaikan kepada dokter
tentang hal ini. Informasi selanjutnya akan kami beritahukan kemudian”
Tn. Y : “Baiklah Pak, Kami menunggu informasi selanjutnya.”

Anda mungkin juga menyukai