KELOMPOK 1
BIOLOGI F 2017
2020
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar belakang
Kultur Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi
bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam
wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri
& bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utamanya adalah perbanyakan tanaman
dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman, menggunakan media buatan yang
dilakukan di tempat steril.
Teknik kultur jaringan saat ini telah berkembang menjadi teknik
perkembangbiakan tanaman yang sangat penting pada berbagai spesies tanaman. Teknik
kultur jaringan selain perbanyakan mikro umumnya memerlukan pelaksanaan yang lebih
canggih tapi memberi keuntungan yang lebih besar di masa depan. Beberapa teknik
sudah menjadi alat berharga untuk mengeliminai penyakit dan perbaikan tanaman. Kultur
jaringan tanaman mencakup kultur sel, kultur jaringan, kultur organ, proses proliferasi,
diferensiasi dan regenerasi, medium kultur dan faktor pertumbuhan lain, perbanyakan
klonal, teknik sanitasi tanaman, serta penyelamatan plasma nutfah.
Kultur kalus merupakan pemeliharaan bagian kecil tanaman dalam lingkungan
buatan yang steril dan kondisi yang terkontrol. Kalus adalah suatu kumpulan sel
amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan yang berproliferasi secara terus menerus dan
tidak terorganisasi sehingga memberikan penampilan sebagai massa sel yang bentuknya
tidak teratur. Induksi tunas hampir sama dengan induksi kalus, tetapi hanya berbeda
medianya. Untuk itu kita akan mengetahui bagaimana induksi kalus dan induksi tunas
dilakukan.
B. Tujuan
1. Mengetahui cara menghasilkan kalus dari bagian tanaman (eksplan) yang
ditumbuhkan pada media kultur jaringan
2. Memperoleh tanaman secara vegetatif yang mempunyai sifat sama dengan induknya
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kacang Buncis Hitam
Buncis merupakan salah satu jenis tanaman sayuran polong yang memiliki banyak
kegunaan. Sebagai bahan sayuran, polong buncis dapat dikonsumsi dalam keadaan muda
atau dikonsumsi bijinya. Buncis bukan tanaman asli Indonesia, tetapi berasal dari
meksiko selatan dan Amerika Tengah. Buncis yang dibudidayakan oleh masyarakat di
Indonesia memiliki banyak jenis. Dari ragam varietas tersebut, tanaman buncis secara
garis besar dibagi dalam dua tipe, yaitu buncis tipe membelit atau merambat dan buncis
tipe tegak atau tidak merambat (Cahyono, 2007).
Adapun taksonomi tanaman kacang buncis hitam adalah sebagai berikut:
Kingdom : Plantae
Divisi : Spermatophyta
Sub Divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Ordo : Rosales
Famili : Leguminoseae
Sub Famili : Papilionoideae
Genus : Phaseolus
Spesies : Phaseolus vulgaris
B. Kultur Jaringan
Kultur Jaringan adalah teknik perbanyakan tanaman dengan cara mengisolasi
bagian tanaman seperti daun, mata tunas, serta menumbuhkan bagian-bagian tersebut
dalam media buatan secara aseptik yang kaya nutrisi dan zat pengatur tumbuh dalam
wadah tertutup yang tembus cahaya sehingga bagian tanaman dapat memperbanyak diri
& bergenerasi menjadi tanaman lengkap. Prinsip utamanya adalah perbanyakan tanaman
dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman, menggunakan media buatan yang
dilakukan di tempat steril. Teknik kultur jaringan pada saat ini telah berkembang menjadi
teknik perkembangbiakan tanaman yang sangat penting pada berbagai spesies tanaman
(Rahardjo P.C., 1989)
Kultur jaringan tanaman pertama kali berhasil dilakukan ole White pada tahun
1934. Pada tahun 1939, Whiter melaporkan keberhasilannya dalam membuat kultur kalus
dari wortel dan tembakau. Pada tahun 1957, tulisan penting Skoog dan Miller
dipublikasikan dimana mereka menyatakan bahwa interkasi kuantitatif antara auksin dan
sitokinin menentukan tipe pertumbuhan dan morfogenik yang akan terjadi. Penelitian
mereka pada tembakau mengindikasikan bahwa perbandingan auksin dan sitokinin yang
tinggi akan menginduksi pengakaran, sedangkan rasio sebaliknya akan menginduksi
pembentukan tunas. Akan tetapi pola respon ini tidak berlaku universal (Gunawan, L.W.,
1987)
Temuan penting lainnya adalah hasil penelitian Morel tentang perbanyakan anggrek
melalui kultur jaringan pada tahun 1960, dan penggunaan yang meluas media kultur
dengan konsentrasi garam mineral yang tinggi, dikembangkan oleh Murashige dan Skoog
tahun 1962.
Teknik kultur jaringan selain perbanyakan mikro umumnya memerlukan
pelaksanaan yang lebih canggih tapi memberi keuntungan yang lebih besar di masa
depan. Beberapa teknik sudah menjadi alat berharga untuk mengeliminai penyakit dan
perbaikan tanaman, termasuk ‘rekayasa genetika’. Kultur jaringan tanaman mencakup :
kultur sel, kultur jaringan, kultur organ, proses proliferasi, diferensiasi dan regenerasi,
medium kultur dan faktor pertumbuhan lain, perbanyakan klonal, teknik sanitasi tanaman,
serta penyelamatan plasma nutfah. (Gunawan, L.W., 1987)
C. Kultur Kalus
Tanaman dapat diperbanyak secara vegetatif menggunakan teknik kultur in vitro
dengan teknik kultur kalus atau kultur sel. Kultur kalus merupakan pemeliharaan bagian
kecil tanaman dalam lingkungan buatan yang steril dan kondisi yang terkontrol. Kalus
adalah suatu kumpulan sel amorphous yang terjadi dari sel-sel jaringan yang
berproliferasi secara terus menerus dan tidak terorganisasi sehingga memberikan
penampilan sebagai massa sel yang bentuknya tidak teratur. Proliferasi jaringan ini dapat
dilakukan secara tidak terbatas dengan cara melakukan subkultur sepotong kecil jaringan
kalus pada medium yang segar dengan interval waktu yang teratur.
Penelitian pembentukan kalus pada jaringan terluka pertama kali dilakukan oleh
Sinnott pada tahun 1960. Pembentukan kalus pada jaringan luka dipacu oleh zat pengatur
tumbuh auksin dan sitokinin endogen. Secara in vivo, kalus pada umumnya terbentuk
pada bekas-bekas luka akibat serangan infeksi mikro organisme seperti Agrobacterium
tumefaciens, gigitan atau tusukan serangga dan nematoda. Kalus juga dapat terbentuk
sebagai akibat stress. Kalus yang diakibatkan oleh hasil dari infeksi bakteri
Agrobacterium tumefaciens disebut tumor.
Kalus adalah jaringan meristematik yang merupakan wujud dari dediferensiasi.
Dalam kultur jaringan menginduksi terbentuknya kalus merupakan langkah yang penting.
Setelah terbentuknya kalus baru diberikan perlakuan/rangsangan untuk berdiferensiasi
membentuk akar atau tunas (Siti D.H. Hoesen, 2008)
Tujuan kultur kalus adalah untuk memperoleh kalus dari eksplan yang diisolasi dan
ditumbuhkan dalam lingkungan terkendali. Kalus diharapkan dapat memperbanyak
dirinya (massa selnya) secara terus menerus.
Jika suatu eksplan ditanam pada medium yang sesuai, dalam waktu 2-4 minggu,
tergantung spesiesnya, akan terbentuk massa kalus yaitu massa amorf yang tersusun atas
sel-sel parenkim berdinding sel tipis yang berkembang dari hasil proliferasi sel-sel
jaringan induk. Kalus dapat disubkultur dengan cara mengambil sebagian kalus dan
memindahkannya pada medium baru. Dengan sistem induksi yang tepat, kalus dapat
berkembang menjadi tanaman yang utuh (plantlet).
Kultur kalus dapat dikembangkan dengan menggunakan eksplan yang berasal dari
berbagai sumber, misalnya tunas muda, daun, ujung akar, buah, dan bagian bunga. Kalus
dihasilkan dari lapisan luar sel-sel korteks pada eksplan melalui pembelahan sel-sel
berulang. Kultur kalus tumbuh berkembang lebih lambat dibanding kultur yang berasal
dari suspensi sel. Kalus terbentuk melalui tiga tahapan, yaitu induksi, pembelahan sel,
dan diferensiasi. Pembentukan kalus ditentukan sumber eksplan, komposisi nutrisi pada
medium dan faktor lingkungan.eksplan yang berasal dari jaringan meristem berkembang
lebih cepat dibanding jaringan dari sel-sel berdinding tipis dan mengandung lignin. Untuk
memelihara kalus, maka perlu dilakukan subkultur secara berkala, misalnya setiap 30
hari.
Eksplan terbaik untuk induksi kalus adalah jaringan bagian-bagian semai (seedling)
yang dikecambahkan secara in vitro, jaringan yang mengandung parenkim tidak hijau,
seperti parenkim empulur, mempunya respon yang lebih baik dibandingkan dengan sel-
sel daun yang mengandung kloroplas. Ukuran eksplan juga penting untuk diperhatikan,
idealnya ukuran eksplan yang dikehendaki adalah yang kecil tetapi mempunyai
kemampuan yang tinggi untuk membelah, hal ini dimaksudkan agar diperoleh sel-sel
yang relatif homogen.
Sel yang berasal dari tanaman apapun dapat dibiakkan atau dikulturkan secara
aseptic pada atau dalam medium hara. Kultur biasanya dimulai dengan menanamkan satu
iris jaringan steril pada medium hara yang dipadatkan dengan agar. Dalam waktu 2-3
minggu akan berbentuk kalus. Kalus semacam ini dapat disubkulturkan dengan
memindahkan potongan kecil pada medium agar segar. Proses terbentuknya kalus sampai
terjadi diferensiasi berbeda-beda tergantung macam dan bagian tanaman yang dipakai
untuk eksplan, bahan kimia atau hormon yang terkandung pada media kultur.
Dalam perbanyakan mikro, produksi kalus biasanya dihindari karena dapat
menimbulkan variasi dan, terutama pada zona perakaran, mengakibatkan diskontinyuitas
dengan sitem berkas pengangkut utama. Kadang-kadang eksplan menghasilkan kalus,
bukan tunas baru, khususnya jika diberikan hormon dengan konsentrasi tinggi pada
media. Dalam hal lain, kalus sengaja diinduksi karena potensinya untuk produksi massal
plantlet baru. Faktor pembatasnya adalah sulitnya menginduksi inisiasi tunas baru,
terutama pada tanaman berkayu dan tingginya kejadian mutasi somatik.
Potensi terbesar penggunaan kultur kalus adalah dimana sel–sel kalus dapat
dipisahkan dan diinduksi untuk berdiferensiasi menjadi embrio somatic. Secara
morphologi, embryo ini mirip dengan yang ada pada biji, tapi tidak seperti embrio biji,
mereka secara genetik bersifat identik dengan tanaman tetua, jadi, segregasi seksual
materi genetik tidak terjadi. Karena 1 milimeter kalus berisi ribuan sel, masing–masing
memiliki kemampuan untuk membentuk embrio, sehingga kecepatan multiplikasi sangat
tinggi.
Kultur kalus dapat dilakukan pada media cair dan embrio berkembang sebagai
individu terpisah, sehingga penanganan kultur relatif mudah.
Pada umumnya kemampuan pembentukkan kalus dari jaringan tergantung juga dari:
1. Umur fisiologi dari jaringan waktu diisolasi.
2. Musim pada waktu bahan tanaman diisolasi.
3. Bagian tanaman yang dipakai.
4. Jenis tanaman.
Kalus dari eksplan yang berasal dari satu macam tipe sel akan mengandung sel-sel
yang seragam pula, misalnya sel-sel parenkim floem dari wortel. Eksplan batang, akar
dan daun sel-sel penyusunnya sangat heterogen, kalus yang terbentuk dari eksplan
tersebut sel-selnya juga sangat heterogen dan terdiri dari bermacam-macam tipe sel
misalnya sel-sel meristematik (ditengah), sel-sel yang parenchymatous, sel-sel yang
mengandung vakuola, sel-sel raksasa, sel-sel seperti trakeid dan sebagainya, heterogenitas
ini mencerminkan asal dari eksplannya. Sel-sel yang heterogen dari jaringan yang
kompleks menunjukkan pertumbuhan yang berbeda. Dengan mengubah komposisi media,
terjadi seleksi sel-sel yang mempunyai sifat khusus. Media seleksi dapat didasarkan pada
unsur-unsur hara atau zat pengatur tumbuh yang ditambahkan kedalam media. Selain dari
eksplannya, sel-sel yang heterogen pada kalus juga dapat disebabkan karena masa kultur
yang terlalu lama melalui serangkaian subkultur yang berulang-ulang.
E. Sterilisasi
Sterilisasi merupakan upaya yang dilakukan untuk menghilangkan semua
mikroorganisme (bakteri, jamur, parasit, dan virus) termasuk endospora bakteri dari
benda-benda mati atau instrument yang menempel (Sursilah, 2010). Autoclave dapat
digunakan untuk sterilisasi dengan menggunakan uap bertekanan tinggi. Temperature
tinggi dicapai ketika uap berada dalam tekanan tinggi, seperti 121 oC pada 108 kPa (15psi)
yang akan membunuh mikroorgnasime dalam jangka pendek dibandingan menggunakan
panas pada tekanan atmosffer biasa (James, 2008). Sterilisasi memiliki banyak cara,
menurut Syamsuni (2004) diantaranya sebagai berikut:
1. Sterilisasi uap
Merupakan proses sterilisasi thermal yang menggunakan uap jenuh dibawah
tekanan selama 15 menit pada suhu 121oC, berlangsung di suatu bejana yang disebut
autoklaf, dan merupakan proses sterilisasi paling banyak dilakukan.
2. Sterilisasi panas kering
Sterilisasi cara ini menggunakan suatu siklus oven modern yang dilengkapi udara
yang dipanaskan dan disaring. Pada rentang suhu khas yang dapat diterima di dalam
bejana sterilisasi kosong adalah lebih kurang 15oC, jika alat sterilisasi beroperasi pada
suhu tidak kurang dari 250oC.
3. Sterilisasi gas
Pemilihan dalam menggunakan sterilisasi gas ini sebagai alternatif dari sterilisasi
termal, jika bahan yang akan disterilkan tidak tahan 11 terhadap suhu tinggi pada
sterilisasi uap atau panas kering. Proses sterilisasinya berlangsung di dalam
bejanamemiliki tekanan tertentu yang didesain seperti pada autoklaf dengan modifikasi
tertentu. Salah satu keterbatasan utama dari proses sterilisasi dengan gas etilen oksida
adalah terbatasnya kemampuan gas tersebut untuk berdifusi sampai ke daerah yang paling
dalam dari produk yang disterilkan.
4. Sterilisasi dengan radiasi ion
Terdapat 2 jenis radiasi ion yang digunakan yaitu disintegrasi radioaktif dari
radioisotop (radiasi gamma) dan radiasi berkas elektron. Pada kedua jenis ini, dosis yang
menghasilkan derajat jaminan sterilitas yang diperlukan harus ditetapkan sedemikian rupa
hingga dalam rentang satuan dosis minimum dan maksimum, sifat bahan yang disterilkan
dapat diterima. Cara ini dilakukan jika bahan yang disterilkan tidak tahan terhadap
sterilisasi panas dan khawatir tentang keamanan etilen oksida. Keunggulan sterilisasi ini
adalah reaktivitas kimia rendah, residu rendah yang dapat diukur serta variabel yang
dikendalikan lebih sedikit.
5. Sterilisasi dengan penyaringan
Sterilisasi larutan yang labil terhadap panas sering dilakukan dengan penyaringan
menggunakan bahan yang dapat menahan mikroba, hingga mikroba yang dikandungnya
dapat dipisahkan secara fisika. Efektivitas penyaring media atau penyaring subtrat
tergantung pada ukuran pori matriks, daya adsorpsi bakteri dari matriks dan mekanisme
pengayakan.
6. Sterilisasi aseptic
Proses aseptic untuk mencegah masuknya mikroba hidup ke dalam komponen steril
atau komponen yang melewati proses antara yang mengakibatkan produk setengah jadi
atau produk ruahan atau komponennya bebas dari mikroba hidup. Menurut Lesmana
(2017), proses sterilisasi eksplan dapat dilakukan dengan cara berikut:
a. Sterilisasi alat penabur (LAFC)
Sebelum menggunakan LAF, sebaiknya disterilkan dengan cara bagian dalam LAF
disemprot menggunakan hand sprayer yang berisi alkohol 70% kemudian dilap
dengan tisu. Selanjutnya menyalakan lampu UV dan dibiarkan menyala selama 1-2
jam.
b. Sterilisasi alat dan medium
Sterilisasikan dilakukan dengan cara teknik sterilisasi pemanasan basah, yaitu dengan
menggunakan autoklaf dengan suhu 121°C tekanan 1 atm selama 20-30 menit untuk
medium dan 15 menit untuk alat.
c. Sterilisasi eksplan
Sterilisasi dilakukan secara mekanis dan kimiami. Teknik sterilisasi kimiami dengan
cara merendam dengan detergen/bayclin, setelah itu direndam dengan alkohol 70%
(Rahayu, 2016).
BAB III
METODE
A. Alat dan Bahan
1. Alat : Clean Bench/ Laminar Air Flow (LAF), Petridish steril, pinset pandang dan
pinset kecil, Salpel steril, Erlenmeyer kosong steril, lampu spiritus, hot plate,
magnetic stirrer, timbangan analitik
2. Bahan : Alkohol 70%, larutan formalin 10% 100 ml aquadest, larutan klooks 10%
ditambah tween 20 sebayak 2 tetes, larutan PVP 50 mg, akuadest steril, Media MS0,
Eksplan : biji buncis hitam.
B. Cara Kerja
1. Perhitungan pembuatan media MSO (700 ml)
40
a. Makronuutrient = x 700 = 28 ml
1000
5
b. Besi = x 700 = 3,5 ml
1000
2,5
c. Unsur Mikro = x 700 = 1,75 ml
1000
20
d. Vitamin = x 700 = 14 ml
1000
10 0
e. Myoinositol = x 700 = 70 ml
1000
20
f. Sukrosa = x 700 = 14 gr
1000
g. Akuadest = hingga volume mencapai 1000 ml
7
h. Agar = x 700 = 4,9 gr
1000
4. Induksi Kalus
Pada praktikum induksi kalus, mula-mula alat dan bahan yang diperlukan disiapkan
dan disterilkan terlebih dahulu dengan alcohol 70% apabila akan dimasukkan dalam
Laminar Air Flow (LAF). Pengerjaan dilakukan dalam LAF secara aseptic.
Dalam praktikum ini digunakan tanaman hasil kultur biji dari praktikum
sebelumnya. Tanaman hasil kultur biji tersebut dikeluarkan dari botol gelas dan
diletakkan dalam petridish. Bagian diantara hipokotil dan epikotil tanaman biji buncis
hitam hasil kultur dipotong sepanjang 1 cm dengan bantuan millimeter block yang
diletakkan di bawah petridish. Eksplan yang didapatkan kemudian ditanam pada media
MS+2,4 D yang sudah dibuat pada praktikum sebelumnya. Setiap media berisi masing-
masing 3 buah eksplan. Media yang sudah ditanami eksplan kemudian diwrap dan
disimpan pada rak khusus yang sudah disediakan. Eksplan yang sudah ditanam
kemudian dicek secara berkala untuk antisipasi apabila terjadi kontaminasi.
5. Induksi Tunas
Prosedur pengerjaan praktikum induksi tunas sebenarnya hampir sama dengan
praktikum induksi kalus hanya saja media yang digunakan yang berbeda. Pada praktikum
induksi tunas, mula-mula alat dan bahan yang diperlukan disiapkan dan disterilkan
terlebih dahulu dengan alcohol 70% apabila akan dimasukkan dalam Laminar Air Flow
(LAF). Pengerjaan dilakukan dalam LAF secara aseptic.
Dalam praktikum ini digunakan tanaman hasil kultur biji dari praktikum
sebelumnya, yaitu tanaman kacang panjang. Tanaman hasil kultur biji tersebut
dikeluarkan dari botol gelas dan diletakkan dalam petridish. Bagian diantara hipokotil dan
epikotil tanaman biji buncis hitam hasil kultur dipotong sepanjang 1 cm dengan bantuan
millimeter block yang diletakkan di bawah petridish. Eksplan yang didapatkan kemudian
ditanam pada media MS+BAP yang sudah dibuat pada praktikum sebelumnya. Setiap
botol kaca yang berisi media diisi dengan eksplan masing-masing sebanyak 3 buah.
Media yang sudah ditanami eksplan kemudian diwrap. Selanjutnya botol yag berisi
eksplan yang sudah ditanam, disimpan pada rak khusus yang sudah disediakan. Eksplan
yang sudah ditanam kemudian dicek secara berkala untuk antisipasi apabila terjadi
kontaminasi.
BAB IV
A. Hasil
Tabel Hasil Pengamatan Pertumbuhan Biji Kacang Buncis Hitam
Ulangan 1
1. Akar sudah
tumbuh sangat
jelas dan panjang,
berwarna putih
Batang berwarna
ungu,
pertumbuhan
batang sangat
pesat hingga
menyentuh bagian
tutup jar
Biji mengalami
Ulangan 2
pertumbuhan
epigeal, dimana
epikotil keluar
dari biji karena
pemanjangan
hipokotil.
Terdapat kulit biji
yang sudah lepas
Tidak terjadi
kontaminasi
B. Pembahasan
Pada praktikum mengenai 2 percobaan yaitu induksi tunas dan induksi kalus. Bahan
yang digunakan untuk praktikum kali ini adalah biji kacang buncis hitam dengan media
yang digunakan adalah media MS 0.
Cara yang dilakukan untuk proses seedling adalah memilih benih kacang buncis
hitam sebanyak 4 biji. Menanam benih kedalam botol yang berisi medium MS 0 dengan
bantuan pinset lurus, hal ini dilakukan agar mendapat induk kacang buncis hitam yang
baik juga karena kacang buncis hitam ditanam mulai dari biji yang memiliki endosperm
sebagai cadangan makanan sehingga tidak memerlukan penambahan hormon tertentu.
Setelah 1 minggu penanaman benih kacang buncis hitam, pertumbuhan dan
perkembangan biji sangat baik sehingga praktikan memperoleh tumbuhan kacang buncis
hitam dengan terlihatnya bentuk akar dan batang maka eksplan tersebut sudah siap untuk
dilakukan penyebaran atau disebut juga dengan seedling. Artinya bahwa, setelah kacang
buncis hitam tersebut di tanam beberapa hari pada medium kosong hasilnya adalah
kacang tersebut mampu tumbuh. Ini menunjukkan bahwa akar mampu tumbuh tanpa
menimbulkan kesulitan yang berarti menandakan kacang buncis hitam mampu tumbuh
tanpa hormon eksogen. Proses berikutnya sudah dapat dilakukan yaitu penaburan atau
penanaman.
Cara melakukan penaburan atau penanaman yaitu pertama-tama menstrerilkan meja
Clean Bench atau LAF dengan menggunakan alkohol 70% dan mengelapnya dengan
menggunakan tisu. Memasukkan alat dan bahan yang akan digunakan ke dalam Clean
Bench, sebelumnya disterilkan terlebih dahulu dengan membasahi bagian luarnya
menggunakan alkohol 70%. Mensterilkan tangan dengan menggunakan alkohol 70%.
Mengeluarkan seeding kacang buncis hitam dari dalam botol dan meletakkan kedalam
petridish dan botol media agar dengan menggunakan pinset lurus. Memotong bagian-
bagian tanaman tersebut dengan menggunakan scalpel pada bagian pada tanaman induk
yaitu pada nodia (batang atas, batang bawah) tepatnya pada hipokotil dan epikotilnya.
Memasukkan bagian-bagian tanaman tersebut masing-masing pada medium agar MS
yang telah ditambahkan hormon BAP untuk induksi tunas. Penambahan hormon
dilakukan selain karena hormon BAP yang berfungsi dalam pertumbuhan tanaman
dengan meningkatkan aktivitas pembelahan sel dan menginduksi pertumbuhan tunas,
penambahan hormon ini juga dilakukan karena yang ditanam pada proses ini adalah
bagian-bagian jaringan atau organ. BAP atau sitokinin sintetik cenderung menginduksi
pertumbuhan tunas. Untuk multiplikasi yang diinginkan, sitokinin digunakan sedikit dan
tanpa auksin. Sedangkan untuk induksi kalus dimasukkan pada medium agar MS yang
telah ditambahkan hormon 2,4-D. Penambahan 2,4-D dalam media akan merangsang
pembelahan dan pembesaran sel pada eksplan sehingga memacu pembentukan dan
pertumbuhan kalus serta meningkatkan senyawa kimia alami flavonoid (Rahayu et al.,
2003). Langkah berikutnya adalah menutup dengan menggunakan plastik untuk induksi
kalus dan kemudian di wrap dengan wrap dan diikat dengan karet.
Baik induksi tunas maupun kalus belum teramati karena keadaan yang tidak
memungkinkan, namun secara teoritis pada induksi tunas apabila dalam pengamatan
yaitu 3 hari sekali didapatkan hasil berupa terilhat atau tampak pembengkakan pada
kambium atau tampak tunas, maka induksi tunas dapat dikatakan berhasil, namun apabila
didapatkan hasil berupa tidak terlihat adanya pembengkakan/ pengembangan pada
kambium maka pertumbuhan dikatakan kurang optimal. Hal ini dapat terjadi, karena
tunas tidak mendapatkan nutrisi dengan baik contohnya apabila kekurangan glukosa.
Karena gula memiliki kandungan karbohidrat. Menurut Wetherell (1982), sumber karbon
dan sumber energi harus ada dalam media kultur. Karbohidrat adalah salah satu senyawa
organik sebagai sumber karbon yang ada dalam media kultur jaringan. Karbohidrat
sangat dibutuhkan untuk memacu pertumbuhan sel dan berperan dalam metabolisme sel.
Sumber karbon dalam media kultur adalah glukosa, fruktosa, galaktosa dan sukrosa.
Sukrosa dan glukosa dengan konsentrasi 2-4% merupakan sumber karbon yang paling
cocok diberikan dalam media kultur (Wetter dan Constabel, 1991). Menurut Dodds dan
Roberts (1995), jumlah sukrosa dan glukosa yang sering ditambahkan dalam media
adalah 20.000-30.000 mg/l. Pemberian variasi konsentrasi sukrosa yang lebih ataupun
kurang dari kadar normal (20-30 g/l) dalam media dapat menimbulkan stres pada
biosintesis metabolit sekunder dan juga menyebabkan perubahan tekanan osmotik
(Manuhara, 1995).
Begitu juga dengan induksi kalus dari eksplan batang kacang buncis hitam apabila
dalam pengamatan 3 hari sekali didapatkan hasil berupa belum tumbuh kalus pada media
tersebut maka, hal ini menunjukkan bahwa belum terjadi proses organogenesis dimana
kalus belum tumbuh dan belum terjadi diferensiasi untuk menjadi tanaman baru yang
ditandai tumbuhnya akar dan daun. Hartmann et al. (1990) menyatakan bahwa
organogenesis merupakan proses yang menginduksi pembentukan jaringan dari sel atau
kalus menjadi tunas, tunas adventif atau akar hingga akhirnya menjadi tanaman lengkap
yang sempurna . Menurut Kresnawati, (2006), warna kalus dari suatu eksplan
dipengaruhi oleh zat pengatur tumbuh. Warna kalus yang bermacam-macam diakibatkan
oleh adanya pigmentasi cahaya dan asal eksplan. Pigmentasi bisa merata keseluruh
permukaan kalus atau hanya sebagian saja, bisa dilihat adanya perbedaan warna dalam
satu kalus yaitu putih, hijau, coklat, putih kecoklatan, dan putih kehijauan. Warna putih
kehijauan memungkinkan warna paling cerah dengan kandungan klorofil lebih sedikit.
Warna hijau pada kalus akibat efek sitokinin dalam pembentukan klorofil (Widyawati,
2010).
Baik pada induksi tunas maupun induksi kalus dapat dikatakan berhasil apabila
kondisi media kultur setelah ditanam dengan eksplan tidak tejadi kontaminasi
mikroorganisme. Kontaminasi mikroorganisme ini dapat terjadi disebabkan oleh berbagai
hal seperti, kesalahan praktikan dimana praktikan kurang berhati-hati dan teliti pada saat
sterilisasi atau pada saat induksi, selain itu juga akibat adanya celah pada cawan petri
yang belum sepenuhnya tertutup oleh plastik wrap sehingga udara yang mengandung
miroorganisme dapat masuk kedalam media dan menyebabkan kontaminasi.
Adapun faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan pada teknik kultur jaringan
adalah sebagai berikut:
a) Seleksi bahan eksplan yang cocok merupakan faktor penting yang menentukan
keberhasilan program kultur jaringan. Untuk memulai sistem kultur jaringan yang baru
dengan spesies atau kultivar tanaman yang baru pula, seringkali menghendaki analisis
yang sistematis terhadap potensi eksplan dari setiap tipe jaringan. Kondisi fisiologis dari
suatu tanaman bervariasi secara alami, sejalan dengan pertumbuhan tanaman yang
melewai fase-fase yang berbeda dan perubahan kondisi lingkungan. Kondisi fisiologi
eksplan memiliki peranan penting bagi keberhasilan kultur jaringan.
b) Sterilisasi bahan eksplan
Beberapa sumber kontaminasi mikroorgnisme pada sistem kultur jaringan adalah
sebagai berikut:
1. Medium sebagai akibat proses strerilisasi yang tidak sempurna.
2. Lingkungan kerja dan pelaksanaan penanaman yang kurang hati-hati dan kurang
teliti. Secara internal (kontaminasi terbawa di dalam jaringan). Secara eksternal
(kontaminasi berada di permukaan eksplan) akibat prosedur sterilisasi yang kurang
sempurna.
3. Dari serangga atau hewan kecil yang berhasil masuk ke dalam botol kultur setelah
diletakkan di dalam ruang kultur atau ruang stok.
c) Lingkungan kultur merupakan hasil intraksi antara bahan tanam, wadah kultur,
dan lingkungan eksternal ruang kultur, memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap
suatu sisitem kultur jaringan. Secara teoritis, semua variabel di dalam setiap waah kultur
pada ruang kultur yang sama adalah seragam. Sebagai konsekuensinya, hal yang sama
terjadi pada wadah–wadah kultur pada ruangan kultur yang lain. Sejumlah faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap pertumbuhan dan perkembangan kultur adalah
suhu, cahaya, karbondioksida, oksigen, etilen, dan kelembaban.
1. Suhu
Read menyatakan bahwa faktor suhu berpengaruh secara langsung terhadap
perkembangan sel dan jaringan, pembentukan organ tanaman dan berkaitan erat dengan
siklus perkembangan tanaman yang berada di bawah pengaruh enzim. Peranan suhu lebih
kritis pada kultur in vitro dibandingkan dengan kultun secara in vivo. Hal ini dikarenakan
sifat jaringan yang peka dan kurangnya mekanisme perlindungan terhadap jaringan
tersebut.
2. Cahaya
Cahaya terutama panjang gelombang, kerapatan flux, dan fotoperiodisasi sangat
penting artinya bagi pertumbuhan dan morfogenesis tanaman kultur in vitro. Meskipun
demikian faktor cahaya tidak terlalu penting pada fotosintesis in vitro.
3. Karbondioksida
Memilih penutup wadah kultur hendaknya dipertimbangkan secara hati-hati karena
akan berpengaruh terhadap karbondioksida, uap air, dan konsentrasi gas etilen. Ruang
udara di dalam kultur dapat memperlihatkan pengaruh yang nyata terhadap regenerasi
pucuk sebagaimana dibuktikan pada praktikum kali ini. Oleh karena itu, memilih tutup
wadah kultur yang memungkinkan terjadinya pertukaran udara dengan kehilangan
kelembaban seminimal mungkin, akan sangat bermanfaat dalam optimisasi regenerasi
pada berbagai sistem mikropropagasi.
4. Oksigen
Oksigen dibutuhkan jaringan yang dikulturan secara in vitro sebagaimana pada
kultur secara in vivo. Oksigen merupakan salah satu faktor pembatas bagi pembelahan
dan pertumbuhan sel-sel pada jaringan yang dikulturkan secara in vitro. Akan tetapi
sedikit sekali ditemukan laporan yang mengungkapkan keterlibatan oksigen di dalam
kultur secara in vitro.
BAB V
PENUTUP
A. KESIMPULAN
1. Cara menghasilkan kalus pada praktikum ini digunakan biji buncis hitam yang
ditumbuhkan pada media MS 0. Pada proses penyiapan bijinya, biji harus dicuci
berurangkali menggunakan deterjen dan fungisida yang kemudian dibilas
menggunakan aquadest steril. Proses induksi kalus ini harus dilakukan pada kondisi
yang benar benar steril di LAF
2. Pada praktikum ini, ntuk memperoleh tanaman secara vegetative yang mempunyai
sifat sama dengan induknya dilakukan dengan cara Memotong bagian-bagian tanaman
buncis biji hitam yang diinginkan untuk dijadikan eksplan dengan menggunakan
scalpel pada bagian pada tanaman induk yaitu pada nodia (batang atas, batang bawah)
tepatnya pada hipokotil dan epikotilnya. Memasukkan bagian-bagian tanaman tersebut
masing-masing pada medium agar MS yang telah ditambahkan hormon BAP untuk
induksi tunas. Hasil dari induksi tunas ini akan menghasilkan jenis tanaman yang sama
persis dengan induknya.
B. SARAN
1. Lebih memperhatikan kembali kesterilan peralatan (termasuk jas laboratorium) yang
digunakan ketika mengkultur, terutama saat berada di LAF.
2. Melakukan langkah-langkah dalam mengkultur dengan lebih hati-hati untuk
menghindari kontaminasi.
3. Melakukan pemilihan biji yang baik sebelum dikulturkan.
DAFTAR PUSTAKA
Aziz L.M. Siregar, Chan Lai Keng, dan Boey Peng Lim, 2006, Pertumbuhan dan
Akumulasi Alkaloid dalam Kalus dan Suspensi Sel Eurycoma longifolia Jack,
Jurnal Ilmiah Pertanian Kultura, Vol. 41, No. 1, Hal. 19-27.
Cahyono. 2007. Teknik Budidaya dan Analisis Usaha Tani Kacang Buncis. Yogyakarta :
Kanisius.
Diklorofenoksiasetat (2,4-D) terhadap Pembentukan dan Pertumbuhan Kalus
Dodds & Roberts, 1983. “Production in Culture Optimization”. In Ramawat, K. G. and
Merillon,J. M. (Eds). Biotechnology Secondary Metabolites. Science Publisher,
Inc. NewHampshire. p: 193-218.
Gunawan, L.W., 1987. Teknik Kultur Jaringan. Bogor : PAN ITB.
Gunawan, L.W., 1987.Teknik Kultur Jaringan. Laboratorium Kultur Jaringan PAU
Bioteknologi IPB : Bogor.
Hartmann HT, Kester DE, Davis-Jr FT. 1990.Plant Propagation Principles and
Practices.
Hayati. 1: 1-7.
Heddy, S., 1986. Hormon Tumbuhan. Jakarta : Penerbit Rajawali.
Heddy, S., 1986. Hormon Tumbuhan. Rajawali Press : Jakarta.
Rahardjo P.C., 1989. Kultur Jaringan. Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern.
Jakarta : Penebar Swadaya.
Rahardjo P.C., 1989.Kultur Jaringan. Teknik Perbanyakan Tanaman Secara Modern.
Penebar Swadaya : Jakarta.
Rahayu, 2016. Modul Praktek Kultur Jaringan Tanaman. Surakarta : UMS.
Rahayu, Bekti Solichatun, dan Endang Anggarwulan. 2003. “Pengaruh Asam 2,4
Rukmana. 1998. Bertanam Buncis. Yogyakarta : Kanisius.
serta Kandungan Flavonoid Kultur Kalus Acalypha indicaL”.Biofarmasi 1(1)
Siti D.H. Hoesen, Witjaksono dan L.A Sukamto, 2008. Induksi Kalus dan Organogenesis
Kultur InVitro Dendrobium lineale Rolfe, Berita Biologi, Vol. 9, No. 3, Hal.
333-341.
Sudarmadji, 2003. Penggunaan Benzil Amino Purine Pada Pertumbuhan Kalus Kapas
Secara In Vitro, Buletin Teknik Pertanian, Vol. 8, No. 1, Hal. 8-10.
Sulistyati, M., dan Dameria H.,. Pengaruh Konsentrasi Aluminium Dalam Media Seleksi
Kultur Kalus Padi Pada Pertumbuhan Kalus, Pusat Aplikasi Isotop dan Radiasi,
Batan.
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Vinkristin Kalus Daun Catharanthus roseus(L.) G. Don”. Berkala Penelitian
Wattimena, G. A., L. W. Gunawan , N.S Matjik., E. Sjamsudin, N. M.A. Wiendi, dan A.
Eniawati., 2004. Bioteknologi Tanaman. Tim Laboratorium Kultur Jaringan
Tanaman. Bogor : IPB.
Wetter, L. R. and Constabel, F. 1991. Metode Kultur Jaringan Tanaman (diterjemahkan
oleh
Widyawati, Geningsih. 2010.”Pengaruh Variasi Konsentrasi NAA dan BAP Terhadap
Induksi
LAMPIRAN