Anda di halaman 1dari 5

Infeksi nosokomial adalah infeksi yang didapat seorang penderita yang sedang

menjalani perawatan rumah sakit. Sumber infeksi nosokomial dapat terjadi pada tindakan non
invasif yaitu terjadi kontak antara pasien yang sedang menderita penyakit infeksi menularkan
penyakit yang di derita terhadap keluarga pasien. Perantara yang dapat menyebabkan
terjadinya infeksi nosokomial di rumah sakit ialah faktor mikroorganisme, faktor pengobatan,
faktor lingkungan, faktor tuan rumah.

Infeksi nosokomial bisa menyebabkan pasien terkena bermacam-macam penyakit dengan


gejala yang berbeda-beda. Beberapa penyakit yang paling sering terjadi akibat infeksi
nosokomial adalah:

 Infeksi aliran darah primer (IADP).


 Pneumonia.
 Infeksi saluran kemih (ISK).
 Infeksi luka operasi (ILO).

Pencegahan Infeksi Nosokomial

Langkah-langkah pencegahan infeksi nosokomial menjadi tanggung jawab seluruh orang


yang ada di rumah sakit termasuk petugas kesehatan, pasien dan orang yang berkunjung.
Beberapa langkah yang dapat dilakukan untuk mencegah penyebaran infeksi ini adalah:

 Cuci tangan. Tangan merupakan media yang paling baik bagi kuman untuk
berpindah. Oleh karena itu penting bagi seluruh orang yang berada di rumah sakit
untuk mencuci tangan dengan cara dan waktu yang tepat. Terdapat lima saat yang
penting untuk melakukan cuci tangan:
o Sebelum memegang pasien.
o Sebelum melakukan prosedur kepada pasien.
o Setelah terpapar dengan cairan tubuh (misalnya darah, urin, atau feses).
o Setelah menyentuh pasien.
o Setelah menyentuh barang-barang di sekitar pasien.
 Menjaga kebersihan lingkungan rumah sakit. Kebersihan lingkungan rumah sakit
dilakukan dengan cara membersihkan lingkungan rumah sakit dengan menggunakan
cairan pembersih atau disinfektan dengan frekuensi 2-3 kali per hari untuk lantai dan
2 minggu sekali untuk dinding.
 Penggunaan alat dan prosedur. Menggunakan alat atau selang yang menempel pada
tubuh seperti alat bantu napas atau kateter urine, serta melakukan tindakan medis
lainnya sesuai dengan indikasi (tepat guna).
 Penempatan pasien di ruang isolasi. Pasien dengan daya tahan tubuh yang rendah
atau pasien yang berpotensi untuk menularkan penyakit diharuskan untuk
ditempatkan di ruang isolasi.
 Mengikuti Standar Operasional Prosedur (SOP). Bagi staf rumah sakit penting
untuk mengikuti SOP setiap melakukan tindakan seperti menggunakan pelindung
standar seperti sarung tangan, masker, atau perlengkapan lain yang dianjurkan.
Penyebab Infeksi Nosokomial

Patogen yang menyebabkan infeksi nosokomial adalah bakteri, virus,parasit, dan jamur.
Mikroorganisme ini bervariasi tergantung pada pasien yang berbeda, fasilitas medis dan
bahkan perbedaan lingkungan di mana menerima perawatan. Berikut ini dijelaskan beberapa
penyebab infeksi nosokomial:

1. Bakteri

Bakteri adalah patogen paling umum yang menjadi penyebab infeksi nosokomial. Beberapa
bakteri alami dalam tubuh pasien dapat menyebabkan infeksi ketika sistem kekebalan tubuh
rentan menurun. Bakteri ini di antaranya:

 Acinetobacter adalah jenis bakteri patogen yang menyebabkan infeksi di ruang ICU. Bakteri
ini terdapat di tanah dan air, yang menyebabkan kasus infeksi sekitar 80%.
 Bacteroides fragilis terdapat di saluran usus dan usus besar, yang menyebabkan infeksi
ketika bersatu dengan bakteri lain.
 Clostridium difficile memicu peradangan usus besar yang kemudian menyebabkan diare dan
kolitis. Ini berhubungan dengan antibiotik, terutama karena pembersihan bakteri
menguntungkan bakteri patogen.

2. Virus

Selain bakteri, virus juga menjadi penyebab infeksi nosokomial. Pengamatan sederhana dapat
mengungkapkan bahwa 5% dari infeksi nosokomial adalah karena virus. Infeksi dapat
ditularkan melalui mulut, tangan, saluran pernapasan dan saluran fekal-oral.

Penyakit kronis seperti hepatitis dapat disebabkan oleh virus. Fasilitas layanan kesehatan
umumnya dapat menularkan virus hepatitis kepada pasien dan pekerja. Sementara hepatitis B
dan C biasanya ditularkan melalui prosedur injeksi yang tidak aman. Virus lainnya termasuk
influenza, rotavirus, HIV, dan virus herpes-simpleks.

Faktor Risiko Infeksi Nosokomial

Faktor-faktor risiko yang menentukan infeksi nosokomial tergantung pada lingkungan di


mana perawatan dilakukan, kerentanan dan kondisi pasien, dan kurangnya kesadaran akan
infeksi yang terjadi di antara staf dan penyedia layanan kesehatan.

1. Lingkungan

Kebersihan yang buruk dan pembuangan limbah yang tidak memadai dari pengelolaan
perawatan kesehatan berisiko terjadinya infeksi nosokomial.

2. Kerentanan

Kerentanan berkaitan erat dengan menurunnya daya tahan tubuhi pada pasien, dirawat dalam
waktu yang lama di unit perawatan intensif, dan penggunaan antibiotik yang lama.
3. Ketidaksadaran akan pengendalian infeksi

Teknik injeksi yang tidak tepat, pengetahuan yang buruk tentang tindakan pengendalian
infeksi dasar, penggunaan perangkat invasif (kateter) yang tidak tepat, dan kurangnya
kebijakan pengendalian.

Di negara-negara berpenghasilan rendah, faktor-faktor risiko ini terkait dengan kemiskinan,


kurangnya biaya, pengaturan perawatan kesehatan yang kurang dan ketersediaan peralatan
yang tidak memadai.

4. Penggunaan Antibiotik yang Berlebihan

Penggunaan antibiotik yang berlebihan juga memicu terjadinya infeksi nosokomial dengan
meningkatkan munculnya organisme resisten antibiotik yang akhirnya menyebabkan infeksi
sulit diobati,  pilihan pengobatan dengan antibiotik menjadi terbatas dan dapat
memperpanjang waktu rawat inap pasien.

Gejala Infeksi Nosokomial

Gejala infeksi nosokomial akan bervariasi berdasarkan jenisnya. Jenis infeksi nosokoimial
yang paling umum di antaranya infeksi saluran kemih (ISK), infeksi luka bedah, infeksi
aliran darah, dan Pneumonia. Gejala-gejala infeksi ini termasuk:

1. Keluar cairan dari luka


2. Demam
3. Batuk
4. Sesak napas
5. Sensasi terbakar saat buang air kecil atau kesulitan buang air kecil
6. Sakit kepala
7. Mual
8. Muntah
9. Diare

Orang yang mengalami gejala baru selama perawatan juga mungkin mengalami rasa sakit dan
iritasi pada area yang terinfeksi.

Diagnosis Infeksi Nosokomial

Dokter dapat mendiagnosis infeksi nosokomial dengan mengamati gejalanya. Peradangan


ruam di area infeksi juga bisa menjadi indikasi. Infeksi sebelum pasien menginap di rumah
sakit yang menjadi kompleks tidak dihitung sebagai infeksi nosokomial. Tetapi pasien harus
tetap memberi tahu dokter jika muncul gejala baru selama menjalani perawatan di rumah
sakit.

Mungkin pasien juga diminta untuk melakukan tes darah dan urine untuk mengidentifikasi
infeksi nosokomial.
Pengobatan Infeksi Nosokomial

Perawatan untuk infeksi ini tergantung pada jenis infeksi nosokomial. Dokter mungkin akan
merekomendasikan antibiotik, pengobatan bedah invasif, dan perawatan luka, atau bahkan
bed rest. Antibiotik digunakan untuk mengobati sebagian infeksi, terkadang pasien mungkin
memerlukan pembedahan.

1. Antibiotik
Oral adalah obat yang cara pemberiannya melalui mulut. Untuk cara pemberian obat
iniOral, adalah rute pemberian yang paling umum dan paling banyak dipakai, karena
ekonomis, paling nyaman dan aman.
Oral merupakan suatu tindakan untuk membantu proses penyembuhan dengan cara
memberikan obat-obatan  sesuai dengan program pengobatan dari dokter. Obat dapat juga
diabsorpsi melalui rongga mulut (sublingual atau bukal) seperti tablet ISDN.. Kelemahan dari
pemberian obat secara oral adalah efek yang tibul biasanya lambat, tidak efektif jika
pengguna sering muntah-muntah, diare, tidak sabar, tidak kooperatif, kurang disukai jika
rasanya pahit (rasa jadi tidak enak).

Perawatan untuk infeksi ini tergantung pada jenis infeksi nosokomial. Dokter
mungkin akan merekomendasikan antibiotik, pengobatan bedah invasif, dan perawatan luka,
atau bahkan bed rest. Antibiotik digunakan untuk mengobati sebagian infeksi, terkadang
pasien mungkin memerlukan pembedahan.

Waktu yang dibutuhkan untuk mengonsumsi antibiotik bervariasi untuk mengobati


infeksi luka bedah, tetapi biasanya selama 1 minggu. Penderita infeksi nosokomial mungkin
mulai menggunakan antibiotik yang dimasukkan melalui pembuluh darah dan kemudian
diganti dengan pil. Disarankan untuk mengonsumsi semua antibiotik yang diresepkan,
bahkan jika merasa lebih baik.

Jika keluar cairan dari luka, mungkin akan dilakukan tes untuk mengetahui antibiotik yang
cocok dan terbaik. Beberapa luka terinfeksi methicillin-resistant Staphylococcus aureus
(MRSA) yang kebal terhadap methicillin, resisten terhadap antibiotik yang biasa digunakan.
Infeksi MRSA akan membutuhkan antibiotik khusus untuk mengobatinya.

2. Pembedahan Invasif

Terkadang, dokter bedah akan melakukan prosedur untuk membersihkan luka. Dokter dapat
menangani kondisi ini di ruang operasi, di ruang perawatan atau di klinik. Dokter akan
melakukan prosedur berikut:

 Membuka luka misalnya dengan melepas jahitan.


 Melakukan tes cairan yang keluar dari luka  atau jaringan pada luka untuk mengetahui
apakah ada infeksi dan untuk menentukan obat antibiotik apa yang paling baik.
 Membersihkan luka dengan menghilangkan jaringan yang mati atau terinfeksi dalam luka.
 Membilas luka dengan air garam (larutan garam).
 Menguras kantong nanah (abses), jika ada.
 Membalut luka dengan perban.

3. Perawatan Luka

Luka bedah mungkin perlu dibersihkan dan perban diganti secara teratur. Anda juga dapat
melakukannya sendiri, atau dibantu oleh perawat. Jika Anda tetap melakukannya sendiri,
berikut caranya:

 Cuci tangan Anda dengan bersih menggunakan sabun


 Lepaskan perban lama. Tips melepaskan perban lebih mudah adalah membasahinya.
 Bersihkan lukanya.
 Balut luka dengan perban yang baru dan bersih.

Guna membantu luka bedah cepat sembuh, Anda mungkin membutuhkan terapi luka tekanan
negatif atau dikenal dengan balutan vacuum-assisted closure (VAC), yang dapat
meningkatkan aliran darah pada luka dan membantu penyembuhan. VAC terdiri dari:

 Pompa vakum, potongan busa agar sesuai dengan luka, dan tabung vakum.
 Perban yang bening ditempel di bagian atas luka.
 Potongan busa dapat diganti setiap 2 hingga 3 hari.

Pengobatan ini mungkin butuh berhari-hari, berminggu-minggu, atau bahkan berbulan-bulan


untuk membersihkan luka, bersih dari infeksi, dan akhirnya sembuh.

Jika luka terbuka tidak kunjung sembuh dengan sendirinya, mungkin memerlukan operasi
cangkok kulit atau otot untuk menutup luka. Jika cangkok otot diperlukan, dokter bedah
dapat mengambil sebagian otot dari pantat, bahu, atau dada bagian atas untuk menutupi luka.

Selain itu, dokter akan melepaskan perangkat medis seperti kateter secepatnya sesuai
kebutuhan medis. Sementara untuk membantu proses penyembuhan alami, dokter akan
menganjurkan pola makan sehat, asupan cairan yang cukup, dan istirahat.

Anda mungkin juga menyukai