Anda di halaman 1dari 49

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kesehatan merupakan salah satu indikator kesejahteraan penduduk


sekaligus indikator keberhasilan program pembangunan. Pembangunan
kesehatan nasional diarahkan untuk meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya dapat terwujud.pembangunan kesehatan
pada periode 2015-2019 adalah program Indonesia Sehat dengan sasaran
meningkatkan derajat kesehatan dan status gizi masayarakat melalui upaya
kesehatan dan pemberdayaan masyarakat yang didukung dengan perlindungan
finansial dan pemerataan pelayanan kesehatan.

Terselenggarannya pelayanan kesehatan yang lebih bermutu dan merata


untuk seluruh masyarakat merupakan keinginan yang menjadi landasan
pelaksanaan pembangunan kesehatan di Indonesia, pembangunan kesehatan di
Indonesia selama beberapa dekade yang lalu harus diakui relatif berhasil
terutama pembangunan infrastruktur layanan kesehatan yang telah menyentuh
sebagian besar wilayah kecamatan dan pedesaan .namun keberhasilan yang
sudah dicapai belum dapat menuntaskan problem kesehatan masyarakat secara
menyeluruh bahkan sebaliknya tantangan sektor kesehatan cenderung semakin
meningkat.

Transisi epidemiologis yang ditandai dengan semakin berkembangnya


penyakit menular yang belum dapat diatasi sepenuhnya ( seperti TBC
,AIDS,ISPA,Dll).hal ini merupakan sebagian tantangan kesehatan di masa
depan, tantangan lainnya yang harus di tanggulangin antara lain adalah
meningkatnya masalah kesehatan kerja kesehatan lingkungan masalah obat-
obatan dan perubahan dalam bidang ekonomi ,ekonomi kependudukan,
pendidikan sosial budaya dan dampak globalisasi yang akan memberikan
pengaruh terhadap perkembangan keadaan kesehatan masyarakat

1
Berdasarkan Penjelasan diatas sangat diperlukan upaya agar masalah
kesehatan di masa depan dapat ditanggulangi sehingga mencapai kualitas
kesehatan masyarakat yang diinginkan.

1.2 Tujuan Umum

Mahasiswa mampu menguraikan program-program kesehatan atau kebijakan


dalam menanggulangi masalah kesehatan utama di Indonesia.

1.3 Tujuan Khusus


1. Untuk mengetahui konsep pembangunan kesehatan di Indonesia
2. Untuk mengetahui sistem pelayanan kesehatan dan kebijakan era otonomi
daerah
3. Untuk mengetahui program pemberantasan penyakit menular dan
penyehatan lingkungan pemukiman
4. Untuk mengetahui program pembinaa kesehatan di indonesia

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Konsep Pembangunan Kesehatan

Masyarakat adalah sekumpulan manusia yang saling bergaul, atau dengan


istilah lain saling berinteraksi. Kesatuan hidup manusia berinteraksi menurut
suatu system adat istiadat tertentu yang bersifat kontinu dan terikat oleh suatu
rasa identitas Bersama. Sehat adalah suatu keadaan yang lengkap, meliputi:
kesejahteraan fisik, mental, dan social, bukan hanya bebas dari penyakit dan
kecacatan/kelemahan.
2.1.1 Ciri-Ciri Masyarakat Sehat
Ciri-ciri masyarakat sehat adalah sebagai berikut.
1. Adanya peningkatan kemampuan dari masyarakat untuk hidup
sehat.
2. Mampu mengatasi masalah kesehatan sederhana melalui upaya
peningkatan kesehatan ( health promotion), pencegahan penyakit
(healt prevention), penyembuhan penyakit (curative), dan
pemulihan kesehatan (health rehabilitation) terutama untuk ibu
dan anak.
3. Berupaya selalu meningkatkan kesehatan lingkungan, terutama
penyediaan sanitasi dasar yang di kembangkan dan di manfaatkan
oleh masyarakat untuk meningkatkan mutu lingkungan hidup.
4. Selalu meningkatkan status gizi masyarakat berkaitan dengan
peningkatan status social ekonomi masyarakat.
5. Berupaya selalu menurunkan angka kesakitan dan kematian daru
berbagai sebab dan penyakit.

3
2.1.2 Indikator Yang Berhubungan Dengan Derajat Kesehatan
Masyarakat

10 indikator menurut Sistem Kesehatan Nasional ( yang diambil dari


12 indikator menurut H.L. Blum)

1. Life span, yaitu lamanya usia harapan untuk hidup dari masyarakat,
atau dapat juga di pandang sebagi derajat kematian masyarakat yang
bukan karena mati tua.
2. Disease or infirmity, yaitu keadaan sakit atau cacat secara fisiologis
dan anatomis dari masyarakat.
3. Discomfort or illness, yaitu keluhan sakit dari masyarakat tentang
keadaan somatic, kejiwaan, maupun social dari dirinya.
4. Disability on incapacity, yaitu ketidakmampuan seseorang dalam
masyarakat untuk melakukan pekerjaan dan menjalankan peran
socialnya karena sakit.
5. Participation in health care, yaitu kemampuan dan kemauan
masyarakat untuk berpartisipasi dalam menjaga dirinya agar selalu
dalam keadaan sehat.
6. Health behavior, yaitu perilaku nyata dari anggota masyarakat yang
secara langsung berkaitan dengan kesehatan.
7. Ecologic behavior, yaitu perilaku masyarakat terhadap lingkingan
hidupnya, terhadap spesies lain, sumber daya alam dan ekosistem.
8. Social behavior, yaitu perilaku anggota masyarakat terhadap
sesama, keluarga, komunitas, dan bangsanya.
9. Interpersonal relationship, yaitu kualitas komunikasi anggota
masyarakat terhadap sesamanya.
10. Reserve or positive health, yaitu daya tahan anggota masyarakat
terhadap penyakit, atau kapasitas anggota masyarakat dalam
menghadapi tekanan-tekanan somatik, kejiwaan, dan social.
11. External satisfaction, yaitu rasa kepuasan anggota masyarakat
terhadap lingkungan sosialnya, meliputi: rumah, sekolah, pekerjaan,
rekreasi, transportasi, dan sarana pelayanan kesehatan yang ada.

4
12. Internal satisfaction, yaitu kepuasan anggota masyarakat terhadap
seluruh aspek kehidupan dirinya sendiri.
2.1.3 Strategi Dan Program Pembangunan Kesehatan Di Indonesia
Strategi pembangunan kesehatan untuk mewujudkan Indonesia Sehat
tahun 2010 adalah sebagai berikut.
1. Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Program pembangunan nasional harus memberikan konstribusi yang
positif terhadap kesehatan, minimal terhadap dua hal, antara lain:
a. Pembentukan lingkungan sehat
b. Pembentukan perilaku sehat
Demi terselenggaranya program pembangunan berwawasan
kesehatan, perlu dilaksanakan beberapa kegiatan seperti sosialisasi,
orientasi, kampanye, dan pelatihan kesehatan, sehingga semua pihak
yang terkait dapat memahami dan mampu melaksanakan program
tersebut.
2. Profesionalisme
Dilaksanakan melalui penerapan kemajuan ilmu pengetahuan dan
tegnologi serta melalui penerapan nilai-nilai moral dan etika.
Pengembangan sumber daya manusia (SDM) juga mempunyai peranan
yang sangat penting. Pelayanan kesehatan professional tidak akan
terwujud apabila tidak didukung oleh tenaga pelaksana yang mengikuti
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, serta tanpa didukung
oleh peneran nilai-nilai moral dan etika profesi yang tinggi. Demi
terwujudnya strategi profesionalisme, akan dilaksanakan penentuan
standar kompetensi bagi tenaga kesehatan, pelatihan berdasarkan
kompetensi, akreditasi dan legislasi tenaga kesehatan, serta kegiatan
peningkatan kualitas sector lainnya.

3. Jaminan Pemeliharaan Kesehatan Masyarakat (JPKM)


JPKM adalah wujud nyata dari peran serta masyarakat untuk
memenuhi pembiayaan kesehatannya secara mandiri, yang apabila
berhasil dilaksanakan akan mempunyai peranan yang besar pula dalam

5
mempercepat pemerataan dan keterjangkauan pelayanan kesehatan.
Agar strategi ini dapat berjalan dengan baik, perlu dilaksanakan
sosialisasi, orientasi, kampanye, dan pelatihan untuk semua pihak yang
terkait, sehingga konsep dan program JPKM dapat dipahami.

2.2 Sistem Pelayanan Kesehatan


Kesehatan menurut WHO, 1947 adalah suatu keadaan sejahtera yang
lengkap yang lengkap, memuat: kesejahteraan fisik, mental, dan sosial.
Bukan semata-mata bebas dari penyakit dan / atau kelemahan. Sementara
Pelayanan merupakan kegiatan yang dinamis berupa membantu,
menyediakan dan memproses, serta membantu orang lain.
Sementara sistem kesehatan adalah kumpulan berbagai faktor yang
kompleks dan saling terkait yang diperlukan dalam suatu negara, yang
diperlukan untuk memenuhi kebutuhan dan memulihkan kesehatan,
keluarga, kelompok, atau masyarakat setiap saat diperlukan (WHO, 1984).
Dan Pelayanan kesehatan adalah setiap upaya yang diadakan sendiri atau
bersama-sama dalam suatu organisasi untuk meningkatkan dan
meningkatkan kesehatan, mencegah dan menyembuhkan penyakit, serta
memulihkan kesehatan masyarakat, keluarga, kelompok, atau masyarakat.
Untuk negara Indonesia, pengertian sistem kesehatan yang dikenal
dengan istilah Sistem Kesehatan Nasional (SKN), yaitu suatu bagian tatanan
yang meningkatkan upaya bangsa Indonesia untuk meningkatkan
kemampuan mencapai derajat kesehatan yang optimal sebagai perwujudan
bantuan umum seperti yang diperlukan dalam Pembukaan Undang-Undang
Dasar 1945.

2.2.1 Prinsip Pelayanan Prima di Bidang Kesehatan


1. Mengutamakan layanan pelanggan
Prosedur pelayanan disusun demi kenyamanan dan kemudahan
pelanggan, bukan untuk memperlancar pekerjaan kita sendiri. Jika
melayani kita memiliki pelanggan eksternal dan internal, maka harus
ada prosedur yang berbeda, dan terpisah untuk semua. Jika
pelayanan kita juga memiliki pelanggan tak langsung, maka harus

6
dipersiapkan jenis-jenis layanan yang sesuai untuk semua dan
utamakan pelanggan tak langsung.
2. Sistem yang efektif
Proses pelayanan perlu dilihat sebagai sistem yang nyata (hard
system). yaitu tatanan yang memadukan hasil-hasil kerja dari
berbagai unit dalam organisasi. Perpaduan ini harus terlihat sebagai
proses pelayanan yang berlangsung dengan tertib dan efisien di mata
para pelanggan.
3. Melayani dengan hati nurani (soft system)
Dalam transaksi tatap muka dengan pelanggan, yang diutamakan
adalah keaslian sikap dan kebijakan yang sesuai dengan hati nurani,
yang dibuat-buat sangat mudah dikenali pelanggan dan
memperburuk citra pribadi pelayan. Keaslian nyata hanya dapat
muncul pada pribadi yang sudah matang.
4. Perbaikan berkelanjutan
Pelanggan pada dasarnya juga belajar mengenali kebutuhan
dirinya dari proses pelayanan. Semakin baik kualitas pelayanan,
akan menghasilkan pelanggan yang semakin sulit untuk dipuaskan,
karena tuntutanya juga semakin tinggi, kebutuhannya juga semakin
meluas dan beragam, maka semakin banyak pula penyedia layanan
yang perlu ditingkatkan.
5. Memberdayakan pelanggan
Menawarkan jenis-jenis layanan yang dapat digunakan sebagai
sumber daya atau perangkat tambahan oleh pelanggan untuk
menyelesaikan persoalan hidupnya sehari-hari.

2.2.2 Syarat Pokok Pelayanan Kesehatan


Suatu pelayanan kesehatan dikatakan baik apabila:
1. Tersedia (available) dan berkesinambungan (continous)
Artinya semua jenis layanan kesehatan yang diperlukan oleh
masyarakat, juga dapat ditemukan, serta keberadaannya dalam
masyarakat adalah pada setiap saat di butuhkan.

7
2. Dapat diterima (acceptable) dan bersifat wajar (appropriate)
Artinya pelayanan kesehatan tersebut tidak bertentangan dengan
keyakinan dan kepercayaan masyarakat. Pelayanan kesehatan yang
bertentangan dengan adat istiadat, budaya, keyakinan, dan
kepercayaan masyarakat, serta tidak masuk akal, bukanlah suatu
pelayanan kesehatan yang baik.
3. Mudah dicapai (accesible)
Ketercapaian yang diperlukan di sini terutama dari sudut lokasi,
Dengan demikian, untuk dapat mewujudkan layanan kesehatan yang
baik, maka pengaturan distribusi layanan kesehatan menjadi sangat
penting. Pelayanan kesehatan yang terlalu terkonsentrasi di daerah
perkotaan saja, dan sementara itu tidak ditemukan di daerah
pedesaan, bukanlah pelayanan kesehatan yang baik.
4. Mudah dijangkau (affordable)
Keterjangkauan yang dimaksud adalah terutama dari sudut
biaya. Untuk dapat mewujudkan kehidupan yang seperti ini harus
dapat diupayakan sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Pelayanan
kesehatan yang mahal hanya mungkin dinikmati oleh sebagian kecil
masyarakat saja yang menerima pelayanan kesehatan yang baik.
5. Bermutu (quality)
Mutu yang dimaksud di sini adalah yang menunjuk pada tingkat
kesempurnaan pelayanan kesehatan yang diselenggarakan, yang di
satu pihak tata cara penyelenggaraannya sesuai dengan kode etik dan
standar yang telah ditetapkan.

2.2.3 Jenis Pelayanan Kesehatan


Menurut pendapat Hodgetts dan Cascio (1983) ada dua macam jenis
pelayanan kesehatan.
1.Pelayanan Kesehatan Masyarakat
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan
kesehatan masyarakat (public health services) ditandai dengan cara
pengorganisasian yang secara keseluruhan bersama-sama dalam satu

8
organisasi. Tujuan utamanya adalah untuk memelihara dan
meningkatkan kesehatan serta mencegah penyakit, dan sasarannya
adalah untuk kelompok dan masyarakat.
2. Pelayanan Kedokteran
Pelayanan kesehatan yang termasuk dalam kelompok pelayanan
kedokteran (medical services) ditandai dengan cara pengorganisasian
yang dapat melakukan sendiri (solo practice) atau secara bersama-
sama dalam satu organisasi (istitution) yang bertujuan untuk
menyembuhkan penyakit dan pemulihan kesehatan, serta tujuan
yang diperlukan untuk perseorangan dan keluarga.
2.2.4 Kebijakan Kesehatan Era Otonomi Daerah
Indikator kesehatan merupakan bagian dari parameter pelayanan publik.
Ada lima iau strategis indikator kesehatan:
1. Aksesibilitas layanan.
Isu strategis : mudah, murah,dan merata. Program/Kebijakan :
a. Pengobatan gratis untuk rawat jalan dan rawat inap untuk
keluarga miskin
b. Pemanfaatan teknologi informasi untuk mempermudah,
mempercepat , dan efektivitas layanan
c. Kesehatan ibu dan anak (KIA), contoh revitalisasi posyandu,
ambulans untuk ibu melahirkan.
d. Puskesmas dengan spesifikasi
2. Ketercukupan SDM, sarana, dan prasarana kesehatan.
Isu strategis : upaya pemerintah daerah dalam menyediakan tenaga
kesehatan bagi masyarakat, baik tenaga medis maupun paramedis.
Atau, upaya pemerintah daerah dalam menyediakan sarana dan
prasarana kesehatan. Program/Kebijakan :
a. Pembangunan ruang rawat inap di RSUD
b. Meningkatkan status puskesmas menjadi RSUD tipe D
c. Dokter spesialis di puskesmas
d. Ikatan dinas bagi tenaga kesehatan yang disekolahkan oleh
Pemda

9
e. Kerja sama dengan tenaga kesehatan nonformal seperti dukun
bayi
3. Komitmen anggaran Pemda dalam anggaran dan belanja daerah
(APBD). Isu strategis : komitmen pemerintah daerah dalam
mengalokasikan anggaran publik (non gaji) bagi sektor kesehatan.
Program/Kebijakan : Alokasi anggaran belanja publik
4. Sistem perlindungan.
Isu strategis : pemerintah memberikan perlindungan dalam layanan
kesehatan, sehingga kesehatan masyarakat lebih terjamin.
Program/Kebijakan :
a. Jaminan Pemeliharaan Asuransi Kesehatan (JPKM)
b. Pelayanan Askeskin
c. Kerja sama dengan PT Jamsostek
5. Partisipasi masyarakat dalam pemberian penyelenggaraan kesehatan
Isu strategis : upaya pemerintah daerah dalam melibatkan
masyarakat dalam membuat kebijakan kesehatan.
Program/Kebijakan : Kontrak layanan (citizens charter) antara
penyedia dan pengguna layanan kesehatan
2.3 Pemberatasan Penyakit Menular
Penyakit Menular adalah Penyakit yang risiko menularkan kepada
orang dan menyebabkan keadaan darurat di seluruh Negara atau bahkan di
seluruh dunia. Penyakit menular memerlukan upaya umum dan
terorgananisir untuk pencegahan dan pengendalian mereka berisiko atau
tertular.
Pemberatasan penyakit menular sebagai program pengurangan insiden
penyakit di seluruh dunia menjadi nol sebagai fungsi upaya yang disengaja
dilakukan, tanpa memerlukan tindakan pengendalian lebih lanjut (Dowdle,
1999) . Pemberatasan dimungkinkan dalam mondisi tertentu. Adapun
kriteria untuk menilai pemberatasan penyakit dicatumkan dalam.

10
2.3.1 Kriteria Penilaian Pemberatasan Penyakit

1. Hanya satu orang ; tidak ada orang lain yang terpapar


2. Diagnosis dini; manifestasi klinisnya jelas
3. Durasi dan intesistas infeksinya terbatas
4. Adanya kekebalan alami seumur hidup setelah terpapar infeksi
5. Tranmisi bersifat musiman
6. Adanya ketersediaan vaksin, tindakan kuratif atau keduanya
7. Kejadian rata rata angka kesakitan dan kematian secara global yang
minimal
8. Efektifitas biaya kampanye dan pemeberantasan
9. Integritas pemberatasan dengan variable kesehatan masyarakat
10. Pemberatasan lebih utam a daripada tindakan pengendalian saja

2.3.2 Program Pemberantasan Penyakit Menular


Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk
menurunkan angka kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit
menular dan tidak menular. Penyakit menular yang diprioritaskan dalam
program ini adalah: malaria, demam berdarah dengue, tuberkulosis paru,
HIV/ AIDS, diare, polio, filaria, kusta, pneumonia, dan penyakit-
penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, termasuk penyakit
karantina dan risiko masalah kesehatan masyarakat yang memperoleh
perhatian dunia internasional (public health risk of international
concern).
Adapun Kebijakan Pelaksanaannya yaitu:
1. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk
mendorong peran, membangun komitmen, dan menjadi bagian
integral pembangunan kesehatan dalam mewujudkan manusia
Indonesia yang sehat dan produktif terutama bagi masyarakat
rentan dan miskin hingga ke desa.
2. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diselenggarakan melalui
penatalaksanaan kasus secara cepat dan tepat, imunisasi,

11
peningkatan perilaku hidup bersih dan sehat, serta pengendalian
faktor risiko baik di perkotaan dan di perdesaan.
3. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk
mengembangkan dan memperkuat jejaring surveilans epidemiologi
dengan fokus pemantauan wilayah setempat dan kewaspadaan dini,
guna mengantisipasi ancaman penyebaran penyakit antar daerah
maupun antar negara yang melibatkan masyarakat hingga ke desa.
4. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk
mengembangkan sentra rujukan penyakit, sentra pelatihan
penanggulangan penyakit, sentra regional untuk kesiapsiagaan
penanggulangan KLB/ wabah.
5. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk
memantapkan jejaring lintas program, lintas sektor, serta kemitraan
dengan masyarakat termasuk swasta untuk percepatan program
pencegahan dan pemberantasan penyakit menular melalui
pertukaran informasi, pelatihan, pemanfaatan teknologi tepat guna,
dan pemanfaatan sumberdaya lainnya.
6. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk
dilakukan melalui penyusunan, review, sosialisasi, dan advokasi
produk hukum penyelenggaraan program pencegahan dan
pemberantasan penyakit di tingkat pusat hingga desa.
7. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk
meningkatkan profesionalisme sumberdaya manusia di bidang
pencegahan dan pemberantasan penyakit sehingga mampu
menggerakkan dan meningkatkan partisipasi masyarakat secara
berjenjang hingga ke desa.
8. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk
meningkatkan cakupan, jangkauan, dan pemerataan pelayanan
penatalaksanaan kasus penyakit secara berkualitas hingga ke desa.

12
Adapun langkah-langkah pemberantasan penyakit menular yaitu :

a) Mengumpulkan dan menganalisa data tentang penyakit.


b) Melaporkan penyakit menular.
c) Menyelidiki di lapangan untuk mengetahui benar atau tidaknya
laporan yang masuk untuk menemukan kasus-kasus lagi dan untuk
mengetahui sumber penularan.
d) Menyembuhkan penderita hingga ia tidak lagi menjadi sumber
infeksi.
e) Pemberantasan vektor (pembawa penyakit)
f) Pendidikan kesehatan.

Cara-cara pencegahan penyakit menular secara umum, yaitu :

a) Mempertinggi nilai kesehatan.


Ditempuh dengan cara usaha kesehatan (hygiene) perorangan dan
usaha kesehatan lingkungan (sanitasi).
b) Memberi vaksinasi/imunisasi
Merupakan usaha untuk pengebalan tubuh. Ada dua macam, yaitu :
Pengebalan aktif, yaitu dengan cara memasukkan vaksin ( bibit
penyakit yang telah dilemahkan), sehingga tubuh akan dipaksa
membuat antibodi. Contohnya pemberian vaksin BCG, DPT,
campak, dan hepatitis.
Pengebalan pasif, yaitu memasukkan serum yang mengandung
antibodi. Contohnya pemberian ATS (Anti Tetanus Serum).
c) Pemeriksaan kesehatan berkal
Merupakan upaya mencegah munculnya atau menyebarnya suatu
penyakit, sehingga munculnya wabah dapat dideteksi sedini
mungkin. Dengan cara ini juga, masyarakat bisa mendapatkan
pengarahan rutin tentang perawatan kesehatan, penanganan suatu
penyakit, usaha mempertinggi nilai kesehatan, dan mendapat
vaksinasi.

13
2.3.3. Pemberantasan Penyakit Menular

1. Ispa
Penyakit saluran pernafasan atas atau bawah biasanya menular yang
dapat menimbulkan berbagai spektrum penyakit yang berkisar dari
penyakit tanpa gejala atau infeksi ringan sampai penyakit yang parah
dan mematikan tergantung pada patogen penyebabnya nya., faktor
lingkungan dan faktor penjamu.Timbulnya gejala biasanya tepat yaitu
dalam waktu beberapa jam berapa hari gejalanya meliputi demam batuk
dan sering nyeri tenggorokan pilek sesak nafas mengi atau kesulitan
bernafas.
a. Pencegahan dan pengendalian infeksi
1) Kewaspadaan standar adalah tingkat pencegahan dasar
pengendalian infeksi dalam pelayanan kesehatan dan harus
dilakukan secara rutin di semua fasilitas pelayanan kesehatan
saat memberikan pelayanan kesehatan kepada semua pasien
kewaspadaan standar meliputi kebersihan tangan penggunaan
alat pelindung diri untuk menghindari kontak langsung dengan
darah cairan tubuh sekret dan kulit yang tidak utuh pencegahan
luka tusukan jarum dan pembersihan dan inspeksi lingkungan
dan peralatan
2) Saat merawat pasien yang menderita infeksi saluran pernafasan
akut kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi droplet
harus dilakukan .
3) Pada pasien anak yang menderita ISPA bila gejala dan tanda-
tanda klinis menunjukkan kemungkinan diagnosa selama Puncak
musim virus tertentu seperti croup dan para influenza bronkiolitis
akut dan kewaspadaan standar dan kewaspadaan transmisi
kontak dan droplet harus dilaksanakan.
4) Langkah perlindungan tambahan mungkin diperlukan saat
memberikan pelayanan kepada pasien yang terinfeksi beberapa
patogen yang spesifik bila memperlihatkan gejala yang

14
menunjukkan ISPA yang disebabkan oleh suatu patogen yang
baru yang dapat menimbulkan epidemi atau pandemi.
b. Pengendalian sumber infeksi
Cara mengurangi emisi droplet saat pasien ISPA batuk atau
bersin seperti menutup mulut dan hidung dengan tangan atau
dengan cara lain( Misalnya menggunakan tisu , masker kain ,atau
masker bedah,) untuk mengurangi penyebaran droplet dari pasien
yang terinfeksi atau terkolonisasi pembersihan tangan harus
dilakukan segera setelah kontak dengan sekresi pernafasan.

2. TB Paru
Tuberkulosis adalah suatu penyakit menular yang disebabkan oleh
kuman Mycobacterium tuberculosis. Terdapat beberapa spesies
Mycobacterium, antara lain: M. tuberculosis, M. africanum, M. bovis,
M. Leprae dsb.
Gejala utama pasien TBC paru yaitu batuk berdahak selama 2
minggu atau lebih. Batuk dapat diikuti dengan gejala tambahan yaitu
dahak bercampur darah, batuk darah, sesak nafas, badan lemas, nafsu
makan menurun, berat badan menurun, malaise, berkeringat malam hari
tanpa kegiatan fisik, demam meriang lebih dari satu bulan.

a. Pengendalian Tuberkulosis Di Indonesia

1) Pengendalian TB di Indonesia dilaksanakan sesuai dengan azas


desentralisasi dalam kerangka otonomi dengan Kabupaten/kota
sebagai titik berat manajemen program, yang meliputi:
perencanaan, pelaksanaan, monitoring dan evaluasi serta
menjamin ketersediaan sumber daya (dana, tenaga, sarana dan
prasarana).

15
2) Pengendalian TB dilaksanakan dengan menggunakan strategi
DOTS dan memperhatikan strategi Global Stop TB partnership
3) Penguatan kebijakan ditujukan untuk meningkatkan komitmen
daerah terhadap program pengendalian TB.
4) Penguatan strategi DOTS dan pengembangannya ditujukan
terhadap peningkatan mutu pelayanan, kemudahan akses untuk
penemuan dan pengobatan sehingga mampu memutuskan rantai
penularan dan mencegah terjadinya MDR-TB.
5) Penemuan dan pengobatan dalam rangka pengendalian TB
dilaksanakan oleh seluruh Fasilitas Pelayanan Kesehatan
(Fasyankes), meliputi Puskesmas, Rumah Sakit Pemerintah
Balai/Klinik Pengobatan, Dokter Praktek Swasta (DPS) dan
fasilitas kesehatan lainnya.
6) Pengendalian TB dilaksanakan melalui penggalangan kerja sama
dan kemitraan diantara sektor pemerintah, non pemerintah,
swasta dan masyarakat dalam wujud Gerakan Terpadu Nasional
Pengendalian TB (Gerdunas TB).
7) Peningkatan kemampuan laboratorium diberbagai tingkat
pelayanan ditujukan untuk peningkatan mutu dan akses layanan.
8) Obat Anti Tuberkulosis (OAT) untuk pengendalian TB diberikan
secara cuma-cuma dan dikelola dengan manajemen logistk yang
efektif demi menjamin ketersediaannya.
9) Ketersediaan tenaga yang kompeten dalam jumlah yang
memadai untuk meningkatkan dan mempertahankan kinerja
program. Pengendalian TB lebih diprioritaskan kepada kelompok
miskin dan kelompok rentan lainnya terhadap TB.
10) Pasien TB tidak dijauhkan dari keluarga, masyarakat dan
pekerjaannya.
11) Memperhatikan komitmen internasional yang termuat dalam
MDGs

16
b. Pencegahan dan pengendalian faktor risiko TBC dilakukan dengan
cara
Membudayakan perilaku hidup bersih dan sehat;
Membudayakan perilaku etika berbatuk; Melakukan pemeliharaan
dan perbaikan kualitas perumahan dan lingkungannya sesuai dengan
standar rumah sehat; Peningkatan daya tahan tubuh; Penanganan
penyakit penyerta TBC; Penerapan pencegahan dan pengendalian
infeksi TBC di Fasilitas Pelayanan Kesehatan, dan di luar Fasilitas
Pelayanan Kesehatan.

3. HIV
a. Pengendalian HIV-AIDS dan IMS
1) Meningkatnya presentase penduduk usia 15-24 tahun yang
memiliki pengetahuan komprehensif tentang HIV-AIDS dari
65% menjadi 95%
2) Meningkatnya pengguna kondom pada kelompok risiko tinggi
dari 25% menjadi 65%;
3) Dan meningkatnya presentase Rumah Sakit Pemerintah yang
menyelenggarakan pelayanan rujukan bagi ODHA menjadi
100%
4) Upaya pencegahan dan pengendalian HIV -AIDS bertujuan
untuk mewujudkan target Three Zero pada 2030, antara lain
tidak ada lagi penularan infeksi baru HIV, tidak ada lagi
kematian akibat AIDS, dan tidak ada lagi stigma dan
diskriminasi pada orang dengan HIV/AIDS (ODHA).

Upaya yang terus dilakukan Pemerintah pada 2017 telah


dicanangkan strategi Fast Track 90-90-90 yang meliputi percepatan
pencapaian 90% orang mengetahui status HIV melalui tes atau deteksi
dini; 90% dari ODHA yang mengetahui status HIV memulai terapi
ARV, dan 90% ODHA dalam terapi ARV berhasil menekan jumlah

17
virusnya sehingga mengurangi kemungkinan penularan HIV, serta
tidak ada lagi stigma dan diskriminasi ODHA.
Dalam rangka mencapai target tersebut, Kementerian Kesehatan
menerapkan strategi akselerasi Suluh, Temukan, Obati dan
Pertahankan (STOP). Suluh dilaksanakan melalui edukasi hendak
dicapai 90% masyarakat paham HIV, Temukan dilakukan melalui
percepatan tes dini akan dicapai 90% ODHA tahu statusnya, Obati
dilakukan untuk mencapai 90% ODHA segera mendapat terapi ARV,
Pertahankan yakni 90% ODHA yang ART tidak terdeteksi virusnya.
Selain itu, Kemenkes melakukan akselerasi ARV, dengan target
pada tahun 2020 sebanyak 258.340 ODHA yang mendapat terapi
ARV.
Saat ini baru 50% (17 provinsi) yang telah mencapai target
ODHA on ART yaitu: Aceh, Jambi, Sumsel, Bengkulu, Lampung,
Babel, Jabar, Banten, Bali, NTB, NTT, Kalbar, Kalsel, Kaltim,
Kalteng, Sulut dan Gorontalo.

4. Stunting
Stunting(kerdil) adalah kondisi dimana balita memiliki panjang atau tinggi
badan yang kurang jika dibandingkan dengan umur .kondisi ini diukur
dengan panjang atau tinggi badan yang lebih dari -2 standar deviasi
median standar pertumbuhan anak dari WHO.

a. Pengendalian Stunting di Indonesia


Salah satu program prioritas berdasarkan peraturan Menteri
Kesehatan Nomor 39 tahun 2016 tentang pedoman penyelenggaraan
program Indonesia sehat dengan pendekatan keluarga upaya yang
dilakukan untuk menurunkan prevalensi stunting di antaranya sebagai
berikut :

1) Ibu hamil dan Bersalin


• Intervensi pada 1000 hari pertama kehidupan

18
• Mengupayakan jaminan mutu terpadu
• Meningkatkan persalinan di Fasilitas Kesehatan
• Menyelenggarakan program pemberian makanan tinggi kalori
protein dan mikronutrien
• Deteksi dini penyakit menular dan tidak menular pemberantasan
kecacingan
• Meningkatkan transformasi kartu menuju sehat ke dalam KIA
• Menyelenggarakan konseling inisiasi menyusui Dini dan ASI
eksklusif
• Penyuluhan dan penyuluhan dan pelayanan KB
2) Balita
• Pemantauan pertumbuhan balita
• menyelenggaraka kegiatan pemberian makanan tambahan PMT
untuk balita
• Menyelenggarakan stimulasi Dini perkembangan anak
• Memberikan pelayanan kesehatan yang optimal
3) Anak usia sekolah
• Melakukan revitalisasi usaha kesehatan sekolah UKS
• Menguatkan kelembagaan tim Pembina UKS
• Menyelenggarakan program gizi anak sekolah
• Memberlakukan sekolah sebagai kawasan bebas rokok dan
narkoba
4) Remaja
• Meningkatkan penyuluhan untuk perilaku hidup bersih dan sehat
PHBS pola gizi seimbang tidak merokok dan mengonsumsi
narkoba
• Pendidikan kesehatan reproduksi
5) Dewasa muda
• Penyuluhan dan pelayanan Keluarga Berencana
• mDeteksi dini penyakit menular dan tidak menular
• eningkatkan penyuluhan untuk PHBS pola gizi seimbang tidak
merokok atau mengkonsumsi narkoba.

19
5. Corona Virus
Coronavirus (CoV) adalah keluarga besar virus yang menyebabkan
penyakit mulai dari gejala ringan sampai berat.

a. Pencegahan Dan Pengendalian Infeksi

Mengingat terbatasnya informasi penularan 2019-nCoV yang sampai


saat ini belum diketahui maka strategi PPI digunakan untuk mencegah
atau membatasi penularan infeksi dengan menerapkan kewaspadaan
kontak, droplet dan airborne.

1) Pengendalian administratif

Kegiatan ini merupakan prioritas pertama dari strategi PPI,


meliputi penyediaan kebijakan infrastruktur dan prosedur dalam
mencegah, mendeteksi, dan mengendalikan infeksi selama perawatan
kesehatan. Kegiatan akan efektif bila dilakukan mulai dari antisipasi
alur pasien sejak saat pertama kali datang sampai keluar dari sarana
pelayanan.

Pengendalian administratif dan kebijakan-kebijakan yang


diterapkan meliputi penyediaan infrastruktur dan kegiatan PPI yang
berkesinambungan, pembekalan pengetahuan petugas kesehatan,
mencegah kepadatan pengunjung di ruang tunggu, menyediakan ruang
tunggu khusus untuk orang sakit dan penempatan pasien rawat inap,
mengorganisir pelayanan kesehatan agar persedian perbekalan
digunakan dengan benar, prosedur–prosedur dan kebijakan semua
aspek kesehatan kerja dengan penekanan pada surveilans ISPA
diantara petugas kesehatan dan pentingnya segera mencari pelayanan
medis, dan pemantauan kepatuhan disertai dengan mekanisme
perbaikan yang diperlukan.

20
Langkah penting dalam pengendalian administratif, meliputi
identifikasi dini pasie dengan ISPA/ILI baik ringan maupun berat,
diikuti dengan penerapan tindakan pencegahan yang cepat dan tepat,
serta pelaksanaan pengendalian sumber infeksi. Untuk identifikasi
awal semua pasien ISPA digunakan triase klinis. Pasien ISPA yang
diidentifikasi harus ditempatkan di area terpisah dari pasien lain, dan
segera lakukan kewaspadaan tambahan. Aspek klinis dan
epidemiologi pasien harus segera dievaluasi dan penyelidikan harus
dilengkapi dengan evaluasi laboratorium.
2) Pengendalian lingkungan

Kegiatan ini dilakukan termasuk di infrastruktur sarana pelayanan


kesehatan dasar dan di rumah tangga yang merawat pasien dengan
gejala ringan dan tidak membutuhkan perawatan di RS. Kegiatan
pengendalian ini ditujukan untuk memastikan bahwa ventilasi
lingkungan cukup memadai di semua area didalam fasilitas pelayanan
kesehatan serta di rumah tangga, serta kebersihan lingkungan yang
memadai. Harus dijaga jarak minimal 1 meter antara setiap pasien dan
pasien lain, termasuk dengan petugas kesehatan (bila tidak
menggunakan APD). Kedua kegiatan pengendalian ini dapat
membantu mengurangi penyebaran beberapa patogen selama
pemberian pelayanan kesehatan.
3) Alat Pelindung Diri

Penggunaan secara rasional dan konsisten APD, kebersihan


tangan akan membantu mengurangi penyebaran infeksi. Oleh
karena itu jangan mengandalkannya sebagai strategi utama
pencegahan. Bila tidak ada langkah pengendalian administratif dan
rekayasa teknis yang efektif, maka APD hanya memiliki manfaat
yang terbatas.

21
APD yang digunakan merujuk pada Pedoman Teknis
Pengendalian Infeksi sesuai dengan kewaspadaan kontak, droplet,
dan airborne.

b. Kewaspadaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi


1) Kewaspadaan Standar
Kewaspadaan standar harus selalu diterapkan di semua fasilitas
pelayanan kesehatan dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
aman bagi semua pasien dan mengurangi risiko infeksi lebih lanjut.
Kewaspadaan standar meliputi kebersihan tangan dan penggunaan
APD untuk menghindari kontak langsung dengan sekret (termasuk
sekret pernapasan), darah, cairan tubuh, dan kulit pasien yang
terluka. Disamping itu juga mencakup: pencegahan luka akibat
benda tajam dan jarum suntik, pengelolaan limbah yang aman,
pembersihan, desinfeksi dan sterilisasi linen dan peralatan
perawatan pasien, dan pembersihan dan desinfeksi lingkungan.
Orang dengan gejala sakit saluran pernapasan harus disarankan
untuk menerapkan kebersihan/etika batuk.

Petugas kesehatan harus menerapkan “5 momen kebersihan tangan”,


yaitu:

sebelum menyentuh pasien, sebelum melakukan prosedur kebersihan atau


aseptik, setelah berisiko terpajan cairan tubuh, setelah bersentuhan dengan
pasien, dan setelah bersentuhan dengan lingkungan pasien, termasuk
permukaan atau barang-barang yang tercemar.
• Kebersihan tangan mencakup mencuci tangan dengan sabun
dan air atau menggunakan antiseptik berbasis alkohol.
• Cuci tangan dengan sabun dan air ketika terlihat kotor.
• Penggunaan APD tidak menghilangkan kebutuhan untuk
kebersihan tangan. Kebersihan tangan juga diperlukan ketika
menggunakan dan terutama ketika melepas APD.

22
Pada perawatan rutin pasien, penggunaan APD harus berpedoman
pada penilaian risiko/antisipasi kontak dengan darah, cairan tubuh, sekresi
dan kulit yang terluka. Ketika melakukan prosedur yang berisiko terjadi
percikan ke wajah dan/atau badan, maka pemakaian APD harus ditambah
dengan,
• Pelindung wajah dengan cara memakai masker bedah dan
pelindung mata/ eye-visor/ kacamata, atau pelindung wajah,
dan
• Gaun dan sarung tangan bersih.

Pastikan bahwa prosedur-prosedur kebersihan dan desinfeksi diikuti


secara benar dan konsisten. Membersihkan permukaan-permukaan
lingkungan dengan air dan deterjen serta memakai disinfektan yang biasa
digunakan (seperti hipoklorit) merupakan prosedur yang efektif dan
memadai. Pengelolaan laundry, peralatan makan dan limbah medis sesuai
dengan prosedur rutin.

c. Kewaspadaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Tambahan


Ketika Merawat Pasien ISPA
Tambahan pada kewaspadaan standar, bahwa semua individu
termasuk pengunjung dan petugas kesehatan yang melakukan kontak
dengan pasien harus:
• Memakai masker bedah ketika berada dekat (yaitu dalam
waktu kurang lebih 1 meter) dan waktu memasuki ruangan
pasien.
• Membersihkan tangan sebelum dan sesudah bersentuhan
dengan pasien dan lingkungannya dan segera setelah melepas
masker bedah.

23
d. Kewaspadaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi pada
Prosedur/ Tindakan Medik yang Menimbulkan Aerosol

Suatu prosedur/tindakan yang menimbulkan aerosol


didefinisikan sebagai tindakan medis yang dapat menghasilkan
aerosol dalam berbagai ukuran, termasuk partikel kecil (<5 mkm).
Tindakan kewaspadaan harus dilakukan saat melakukan prosedur
yang menghasilkan aerosol dan mungkin berhubungan dengan
peningkatan risiko penularan infeksi, khususnya, intubasi trakea.

Tindakan kewaspadaan saat melakukan prosedur medis


yang menimbulkan aerosol:
• Memakai respirator partikulat (N95) ketika mengenakan
respirator partikulat disposable, periksa selalu sealnya.
• Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung
wajah).
• Memakai gaun lengan panjang dan sarung tangan bersih, tidak
steril, (beberapa prosedur ini membutuhkan sarung tangan
steril).
• Memakai celemek kedap air untuk beberapa prosedur dengan
volume cairan yang tinggi diperkirakan mungkin dapat
menembus gaun.
• Melakukan prosedur di ruang berventilasi cukup, yaitu di
sarana-sarana yang dilengkapi ventilasi mekanik, minimal
terjadi 6 sampai 12 kali pertukaran udara setiap jam dan
setidaknya 60 liter/ detik/ pasien di sarana–sarana dengan
ventilasi alamiah.
• Membatasi jumlah orang yang berada di ruang pasien sesuai
jumlah minimum yang diperlukan untuk memberi dukungan
perawatan pasien.
• Membersihkan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungan nya dan setelah pelepasan APD.

24
e. Kewaspadaan Pencegahan dan Pengendalian Infeksi Ketika
Merawat Pasien dalam Pengawasan dan Kasus Konfirmasi
2019-nCoV

Batasi jumlah petugas kesehatan, anggota keluarga dan


pengunjung yang melakukan kontak dengan pasien dalam
pengawasan atau konfirmasi terinfeksi 2019nCoV.
• Tunjuk tim petugas kesehatan terampil khusus yang akan
memberi perawatan kepada pasien terutama kasus probabel
dan konfirmasi untuk menjaga kesinambungan pencegahan
dan pengendalian serta mengurangi peluang ketidakpatuhan
menjalankannya yang dapat mengakibatkan tidak adekuatnya
perlindungan terhadap pajanan.

Selain kewaspadaan standar, semua petugas kesehatan, ketika


melakukan kontak dekat (dalam jarak kurang dari 1 meter) dengan pasien
atau setelah memasuki ruangan pasien probabel atau konfirmasi terinfeksi
harus selalu:
• Memakai masker N95
• Memakai pelindung mata (yaitu kacamata atau pelindung
wajah)
• Memakai gaun lengan panjang, dan sarung tangan bersih, tidak
steril, (beberapa prosedur mungkin memerlukan sarung tangan
steril)
• Membersihkan tangan sebelum dan sesudah kontak dengan
pasien dan lingkungannya dan segera setelah melepas APD

Jika memungkinkan, gunakan peralatan sekali pakai atau yang


dikhususkan untuk pasien tertentu (misalnya stetoskop, manset tekanan
darah dan termometer). Jika peralatan harus digunakan untuk lebih dari
satu pasien, maka sebelum dan sesudah digunakan peralatan harus
dibersihkan dan disinfeksi. Petugas kesehatan harus menahan diri agar

25
tidak menyentuh/menggosok–gosok mata, hidung atau mulut dengan
sarung tangan yang berpotensi tercemar atau dengan tangan telanjang.

Tempatkan pasien dalam pengawasan, probabel atau konfirmasi


terinfeksi 2019nCoV di ruangan/kamar dengan ventilasi yang memadai
dengan kewaspadaan penularan airborne, jika mungkin kamar yang
digunakan untuk isolasi (yaitu satu kamar per pasien) terletak di area yang
terpisah dari tempat perawatan pasien lainnya. Bila tidak tersedia kamar
untuk satu orang, tempatkan pasien-pasien dengan diagnosis yang sama di
kamar yang sama. Jika hal ini tidak mungkin dilakukan, tempatkan tempat
tidur pasien terpisah jarak minimal 1 meter.

Selain itu, untuk pasien dalam pengawasan, probabel atau


konfirmasi terinfeksi 2019-nCoV perlu dilakukan hal-hal sebagai berikut:
• Hindari membawa dan memindahkan pasien keluar dari
ruangan atau daerah isolasi kecuali diperlukan secara medis.
Hal ini dapat dilakukan dengan mudah bila menggunakan
peralatan X-ray dan peralatan diagnostik portabel penting
lainnya. Jika diperlukan membawa pasien, gunakan rute yang
dapat meminimalisir pajanan terhadap petugas, pasien lain dan
pengunjung.
• Memberi tahu daerah/unit penerima agar dapat menyiapkan
kewaspadaan pengendalian infeksi sebelum kedatangan
pasien.
• Bersihkan dan disinfeksi permukaan peralatan (misalnya
tempat tidur) yang bersentuhan dengan pasien setelah
digunakan.
• Pastikan bahwa petugas kesehatan yang
membawa/mengangkut pasien harus memakai APD yang
sesuai dengan antisipasi potensi pajanan dan membersihkan
tangan sesudah melakukannya.

26
f. Durasi Tindakan Isolasi untuk Pasien dalam Pengawasan dan
Kasus Konfirmasi 2019-nCoV

Lamanya masa infeksius 2019-nCoV masih belum diketahui.


Disamping kewaspadaan standar yang harus senantiasa dilakukan,
kewaspadaan isolasi juga harus dilakukan terhadap pasien dalam
pengawasan dan konfirmasi 2019-nCoV sampai hasil pemeriksaan
laboratorium rujukan negatif.

g. Perawatan di Rumah (Isolasi Diri) Orang dalam Pemantauan


Mengingat bukti saat ini yang masih sangat terbatas
mengenai infeksi 2019-nCoV dan pola penularannya maka dalam
pengawasan 2019-nCoV dilakukan dan dipantau di rumah sakit.
Namun, untuk kasus dalam pemantauan diberikan perawatan di
rumah (isolasi diri) dengan tetap memperhatikan kemungkinan
terjadinya perburukan. Bila gejala klinis mengalami perburukan
maka segera memeriksakan diri ke fasyankes.
Pemantauan kasus dalam pemantauan ini dilakukan oleh
petugas kesehatan layanan primer dengan berkoordinasi dengan
dinas kesehatan setempat. Petugas melakukan pemantauan
kesehatan terkini melalui telepon namun idealnya dengan
melakukan kunjungan secara berkala (harian). Pasien diberikan
edukasi untuk menerapkan Perilaku Hidup Bersih Sehat (PHBS)
meliputi:
• Melakukan kebersihan tangan rutin, terutama sebelum memegang
mulut, hidung dan mata; serta setelah memegang instalasi publik.
• Mencuci tangan dengan air dan sabun cair serta bilas setidaknya
20 detik. Cuci dengan air dan keringkan dengan handuk atau
kertas sekali pakai. Jika tidak ada fasilitas cuci tangan, dapat
menggunakan alkohol 70-80% handrub.
• Menutup mulut dan hidung dengan tissue ketika bersin atau
batuk.

27
• Ketika memiliki gejala saluran napas, gunakan masker dan
berobat ke fasyankes.

h. Perawatan Terhadap Tatalaksana Kontak


Penularan 2019-nCoV dari manusia ke manusia saat ini
sudah terkonfirmasi oleh WHO namun bukti epidemiologinya
masih terbatas maka dilakukan pemantauan kontak untuk
mewaspadai munculnya gejala yang sama. Orang-orang termasuk
petugas kesehatan yang mungkin terpajan dengan pasien dalam
pengawasan atau konfirmasi infeksi 2019-nCoV harus disarankan
untuk memantau kesehatannya selama 14 hari sejak pajanan
terakhir dan segera mencari pengobatan bila timbul gejala terutama
demam, batuk diserta gejala gangguan pernapasan lainnya.
Selama proses 14 hari pemantauan, harus selalu proaktif
berkomunikasi dengan petugas kesehatan. Petugas kesehatan
melakukan pemantauan kesehatan terkini melalui telepon namun
idealnya dengan melakukan kunjungan secara berkala (harian).
Bila selama dalam masa pemantauan, petugas kesehatan
menemukan kasus kontak mengalami sesuai definisi dalam
pengawasan 2019-nCoV maka disarankan untuk mengunjungi
fasyankes terdekat.
Petugas sebaiknya memberi saran-saran mengenai kemana
mencari pertolongan bila kontak mengalami sakit, moda
transportasi apa yang sebaiknya digunakan, kapan dan kemana unit
tujuan di sarana kesehatan yang telah ditunjuk serta kewaspadaan
apa yang dilakukan dalam pencegahan dan pengendalian infeksi.
Fasyankes yang akan menerima harus diberitahu bahwa
akan datang kontak yang mempunyai gejala infeksi 2019-nCoV.
Ketika melakukan perjalanan menuju sarana pelayanan rujukan,
pasien harus menggunakan APD lengkap. Sebaiknya menghindari
menggunakan transportasi umum. Jika kontak yang sakit
menggunakan mobil sendiri, bila mungkin bukalah jendelanya.

28
Kontak sakit disarankan untuk melakukan kebersihan
pernapasan serta sedapat mungkin berdiri atau duduk jauh (> 1
meter) dari orang lain ketika sedang transit dan berada di sarana
kesehatan. Kontak sakit dan petugas yang merawat harus
melakukan kebersihan tangan secara benar. Setiap permukaan
peralatan yang menjadi kotor oleh sekret pernapasan atau cairan
tubuh ketika dibawa, harus dibersihkan dengan menggunakan
pembersih rumah tangga atau larutan pembersih.

2.4 Penyehatan Lingkungan


Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu
lingkungan hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan
kewilayahan untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan
kesehatan. Adapun kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
1. Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air
minum dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan
sarana yang dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan
Lingkungan yang ditandatangani oleh Bappenas, Departemen
Kesehatan, Departemen Dalam Negeri serta Departemen Pekerjaan
Umum sangat cukup signifikan terhadap penyelenggaraan kegiatan
penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di daerah. Strategi
pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan tanggap
kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran
masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan,
pengembangan kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta
evaluasi pada semua tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola
pendekatan kegiatan penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.
2. Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
a) Pengawasan Institusi Pendidikan
Kondisi kesehatan lingkungan pada sekolah dititik beratkan
pada aspek hygiene, sarana sanitasi di sekolah yang erat kaitannya

29
dengan kondisi fisik bangunan sekolah. Kegiatan yang dilakukan
untuk meningkatkan kesehatan lingkungan di sekolah adalah :
• Pengendalian faktor risiko lingkungan di sekolah
• Pembinaan kesehatan lingkungan di sekolah dan Pondok
Pesantren
• Sosialisasi dan advokasi Kepmenkes 1429/2006 tentang
pedoman Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di
Sekolah
• Penilaian lomba sekolah sehat
b) Rumah Sehat
Pada tahun 2006, cakupan rumah sehat mencapai 69%. Kegiatan
yang dilakukan: menyusun persyaratan kualitas udara di dalam
rumah serta menyusun petunjuk pelaksanaan monitoring kualitas
udara di dalam rumah. Untuk menciptakan rumah sehat maka
diperlukan perhatian terhadap beberapa aspek yang sangat
berpengaruh, antara lain:
• Sirkulasi udara yang baik.
• Penerangan yang cukup.
• Air bersih terpenuhi.
• Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak
menimbulkan pencemaran.
• Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak
lembab serta tidak terpengaruh pencemaran seperti bau,
rembesan air kotor maupun udara kotor.
c) Pengawasan Tempat-tempat Umum
Pengawasan tempat-tempat umum perlu dilakukan karena
tempat berkumpulnya manusia, yang bisa menjadi sumber
penularan berbagai penyakit. Aspek yang dinilai antara lain
:Kondisi bangunan meliputi langit-langit, dinding, lantai, ventilasi,
pencahayaan, dll dan Sarana sanitasi meliputi sarana air bersih,
sarana pembuangan kotoran, sarana pembuagan air limbah, dan
sarana pembuangan sampah.

30
3. Pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan
Faktor risiko lingkungan dan perilaku masyarakat merupakan satu
kesatuan yang memiliki hubungan timbal balik yang berpengaruh
terhadap gangguan kesehatan masyarakat dan kesehatan lingkungan.
fokus pelaksanaan yang perlu dilakukan baik melalui fasilitasi kepada
para pengelola program, advokasi dan sosialisasi kepada para
pengambil keputasan daerah adalah sebagai berikut: AMDAL / ADKL.

2.5 Program Pembinaan Gizi Masyarakat


Program pembinaan kesehatan komunitas adalah untuk membimbing
masyarakat untuk lebih mandiri dalam bidang kesehatan. Seperti :
1. Edukasi Gizi
Tujuan edukasi gizi ialah mengubah pengetahuan, sikap dan perilaku
masyarakat mengacu padaPedoman Gizi Seimbang (PGS) dan sesuai
dengan risiko/masalah gizi. Sasaran nya kelompok dan masyarakat di
wilayah kerja Puskesmas. Lokasi edukasi gizi yaitu Posyandu, Pusling,
Institusi Pendidikan, Kegiatan Keagamaan, KelasIbu, Kelas Balita,
Upaya Kesehatan Kerja (UKK), dll.
2. Konseling Asi Ekslusif
Tujuan untuk meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku keluarga
sehingga bayi baru lahir segera diberikan Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
dan meneruskan ASIEksklusif sampai bayi berusia 6 bulan. Sejak usia 6
bulan disamping meneruskan ASI mulai diperkenalkan Makanan
Pendamping ASI (MP-ASI), selanjutnya tetapmeneruskan ASI dan MP-
ASI sesuai kelompok usia sampai usia 24 bulan. Sasarannya yaitu ibu
hamil dan keluarga/ibu yang mempunyai anak usia 0-24 bulan.

3. Konseling Gizi melalui Pos pembinaan Terpadu Penyakit tidak menular


Tujuan kegiatan ini ialah mencegah dan mengendalikan factor risiko
PTM berbasis masyarakat sesuai dengan sumber daya dan kebiasaan
masyrakat agar masyarakat dapat mawas diri (awareness) terhadap factor

31
risiko PTM. Sasaran: masyarakat sehat, berisiko dan penyandang PTM
berusia > 15 tahun.

4. Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat (PGBM)


Pemulihan gizi berbasis masyarakat merupakan upaya yang dilakukan
masyarakat untuk mengatasi masalah gizi yang dihadapi dengan
dibantuoleh tenaga gizi puskesmas dan tenaga kesehatan lainnya.Pendirian
PGBM tergantung kepada besaran masalah gizi di daerah.Dalam
pelaksanaan PGBM dapat merujuk kepada besaran masalah gizi di
daerah.Dalam pelaksanaan PGBM dapat merujuk buku pedoman
pelayanan gizi buruk Kementerian Kesehatan 2011. Tujuan kegiatan ini
adalah untuk meningkatkan status gizi balita. Sasaran kegiatan ini adalah
balita BGM dan balita gizi buruk tanpa komplikasi. Target dalam kegiatan
Pemulihan Gizi Berbasis Masyarakat adalah Semua Balita Gizi Buruk
mendapatkan penanganan dan perawatan melalui program Pemulihan Gizi
Berbasis Masyarakat sehingga dapat meningkatkan kondisi kesehatan dan
status gizi balita.
2.6 Program Pengembangan Kota Sehat
Kota sehat adalah suatu kondisi dari suatu wilayah yang bersih, nyaman,
aman dan sehat untuk dihuni penduduknya dengan mengoptimalkan potensi
ekonomi masyarakat yang saling mendukung melalui koordinasi forum
kecamatan dan difasilitasi oleh sector terkait dan sinkron dengan perencanaan
masing – masing desa. Contoh Program Pengembangan kota sehat di kota
salatiga ialah :
1. Program greenschool atau sekolah hijau merupakan pengembangan dari
program kota sehat dengan melibatkan dinas pendidikan yang berupa
pengmbangan kurikulum dan pembuatan kebijakan yang berkaitan dengan
pendidikan lingkungan sekolah.
Selain itu Dinkes kota juga bekerjasama dengan Dinas Pengelola
Lingkungan Hidup (DPLH) melakukan pembagian tanaman dan
ditambahkan larangan merokok.

32
2. Program pengendalian merokok ditempat kerja yang telah dilakukan
sosialisasi program dengan lintas sector, perusahaan swasta, kelurahan dan
kecamatan, di pindok pesantren dan surat edaran SKPD tentang
pengendalian merokok.
3. Program keluarga mandiri kelola sampah merupakan program unggulan
yang sudah disosialisasikan sampai tingkat RT/RW, program ini juga
membuat tempat percontohan pengelolaan sampah rumah tangga, dan
bekerjasama dengan kantor lingkungan hidup meberikan stimulant berupa
tempat sampah dan grobag sampah.
4. Program konservasi air dan penghijauan. Melalui program ini melakukan
kegiatan penanaman pohon di, seminar air dan urbanisasi, sepeda sehat
kampanye Go Green, uji kemurnian air minum dalam kemasan yang
dikonsumsi masyarakat serta penandatanganan perjanjian kesepahaman
kerjasama dalam pemeliharaan lingkungan hidup, penanaman pohon.
5. Program pemberantasan sarang nyamuk (PSN) dengan melakukan
sosialisasi di masyarakat sampai ketingkat RT/RW, kegiatan PSN
bersama, dan penandatanganan perjanjian kesepahaman kerjasama untuk
mewujudkan kota salatiga bebas jentik.
2.7 Konsep Puskesmas
Puskesmas (Pusat Kesehatan Masyarakat) adalah suatu unit pelaksana fungsional
yang berfungsi sebagai pusat pembanguanan kesehatan, pusat pembinaan partisipasi
masyarakat di bidang kesehatan, serta pusat pelayanan kesehatan tingkat pertama yang
menyelenggarakan kegiatannya secara menyeluruh, terpadu,dan berkesinambungan pada
saat masyarakat yang bertempat menunggu dalam suatu wilayah tertentu.
Menurut Kementerian Kesehatan RI (2014) Puskesmas adalah Fasyankes yang
menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan upaya kesehatan perseorangan
tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya promotif dan preventif, untuk
mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-tingginya di wilayah
kerjanya.
2.7.1 Fungsi Puskesmas
Fungsi utama puskesmas, antara lain:
1. Sebagai pusat pembangunan kesehatan masyarakat di wilayahnya;

33
2. Membina peran serta masyarakat di wilayah kerjanya dalam rangka
meningkatkan kemampuan untuk hidup sehat;
3. Memberikan pelayanan kesehatan secara menyeluruh dan terpadu
kepada masyarakat di wilayah kerjanya

Sementara proses dalam pelaksanaan fungsinya dilakukan dengan cara:

1. Merangsang masyarakat, termasuk pihak swasta untuk melakukan


kegiatan dalam rangka menolong diri sendiri;
2. memberikan petunjuk kepada masyarakat tentang bagaimana
menggali dan menggunakan sumber daya yang ada secara efektif
dan efisien;
3. memberi bantuan, baik bantuan teknis materi, rujukan medis, juga
rujukan kesehatan kepada masyarakat;
4. memberi pelayanan kesehatan kepada masyarakat;
5. bekerja sama dengan sektor-sektor yang diperlukan dalam
melaksanakan program puskesmas.

2.7.2 Visi Dan Misi Puskesmas

Gambaran masyarakat Indonesia di masa depan yang ingin dicapai


melalui penmbangunan pusat kesehatan adalah sebagai berikut.

1. Masyarakat yang hidup dalam lingkungan dan perilaku hidup


sehat.
2. Memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan kesehatan
yang bermutu secara adil dan merata.
3. Memiliki derajat kesehatan yang setinggi-tingginya di seluruh
wilayah Republik Indonesia.

34
Misi puskesmas sebagai pusat pengembangan kesehatan yang dapat
dilakukan melalui berbagai upaya , antara lain sebagai berikut.

1. Memperluas jangkauan pelayanan kesehatan hingga ke desa-


desa.
2. Meningkatkan mutu pelayanan kesehatan.
3. Mengadakan peralatan dan obat-obatan yang disesuaikan
dengan kebutuhan masyarakat.
4. Mengembangkan Pembangunan Kesehatan Masyarakat Desa
(PKMD).

2.7.3 Strategi Puskesmas

Strategi puskesmas untuk mewujudkan pembangunan kesehatan antara


lain :

1. Pelayanan kesehatan yang bersifat menyeluruh (comprehensive


health care service)
2. Pelayanan kesehatan yang menerapkan pendekatan yang
menyeluruh (holistic approach)
2.7.4 Sasaran Dan Mekanisme Pelayanan Keperawatan Kesehatan
Masyarakat Di Puskesmas
1. Keluarga yang belum terjangkau pelayanan kesehatan.
2. Keluarga dengan risiko tinggi.
3. Keluarga dengan kasus tindak lanjut keperawatan.
4. Pembinaan kelompok khusus (sesuai prioritas daerah)
5. Pembinaan desa atau masyarakat bermasalah (sesuai dengan
prioritas daerah)

2.7.5 Pelayanan Puskesmas

1. Pelayanan di Dalam Gedung


a. Penerimaan pelanggan di loket pendaftaran.

35
b. Proses seleksi kasus prioritas. Pelayanan medis yang diberikan
terdiri dari:
1) Asuhan keperawatan, dari proses seleksi akan diketahui
sasaran prioritas dan nonprioritas-sasaran prioritas yang perlu
ditindaklanjuti termasuk rujukan ke rumah sakit atau rujukan
ke puskesmas dengan ruang rawat inap,
2) Tindak lanjut pelayanan kesehatan dapat berupa asuhan
keperawatan keluarga, kelompok, dan masyarakat.
3) Penyampaian informasi klien yang perlu ditindak lanjuti
asuhan keperawatan di rumah.

2. Pelayanan di Luar Gedung


a. Mempelajari informasi mengenai data kesenjangan pelayanan
kesehatan dan menampung informasi yang didapat dari
masyarakat.
b. Seleksi untuk mendapatkan sasaran prioritas, yaitu: individu,
keluarga, kelompok, dan masyarakat.
c. Menyampaikan informasi sasaran prioritas.
d. Pelaksanaan asuhan keperawatan terhadap sasaran Prioritas.
2.7.5 Kegiatan Pokok Puskesmas
Berdasarkan Buku Pedoman Kerja Puskesmas yang terbaru, berisi 20
upaya dasar kesehatan yang dapat dilakukan oleh puskesmas. Namun,
pelaksanaannya sangat tergantung pada faktor tenaga prasarana dan
prasarana, biaya yang tersedia, serta kemampuan manajemen dari setiap-
puskesmas. Kegiatan pokok puskesmas antara lain sebagai berikut.
1. Upaya Kesehatan Ibu dan Anak (KIA)
a. Pemeliharaan kesehatan ibu hamil; melahirkan dan menyusui;
serta bayi, anak balita, dan anak prasekolah,
b. Memberikan pendidikan kesehatan tentang makanan guna
mencegah gizi buruk.
c. Imunisasi.

36
d. Pemberian pendidikan kesehatan tentang perkembangan anak dan
cara menstimulasinya.
e. Pengobatan untuk ibu, bayi, anak balita, serta pra sekolah yang
menderita berbagai penyakit ringan, dan lain-lain.
2. Upaya Keluarga Berencana (KB)
a. Mengadakan kursus Keluarga Berencana untuk para ibu dan calon
ibu yang mengunjungi KIA.
b. Mengadakan kursus Keluarga Berencana kepada dukun yang akan
bekerja sebagai penggerak calon peserta Keluarga Berencana.
c. Memberikan pendidikan kesehatan mengenai cara pemasangan
IUD, cara penggunaan pil, kondom, dan alat kontrasepsi lainnya.
3. Upaya perbaikan gizi.
a. Mengenali penderita-penderita kekurangan gizi
b. Mengembangkan program perbaikan gizi.
c. Memberikan pendidikan gizi kepada masyarakat.
4. Upaya kesehatan Lingkungan
a. Penyehatan air bersih.
b. Penyehatan pembuangan kotoran.
c. Penyehatan Lingkungan perumahan.
d. Penyehatan limbah.
e. Pengawasan sanitasi tempat umum.
f. Penyehatan makanan dan minuman.
g. Pelaksanaan peraturan perundangan.
5. Upaya mengevaluasi dan memberantas penyakit menular.
a. Mengumpulkan dan menganalisis data penyakit.
b. Melaporkan kasus penyakit menular.
c. Menyelidiki benar atau tidaknya laporan yang masuk.
d. Melakukan tindakan permulaan untuk mencegah penyebaran
penyakit menular.
e. Menyembuhkan penderita, sehingga tidak lagi menjadi sumber
infeksi.
f. Pemberian imunisasi.

37
g. Pemberantasan vektor
h. Pendidikan kesehatan bagi masyarakat.
6. Upaya Pengobatan
a. Melaksanakan diagnosis sedini mungkin melalui:
 Mendapatkan riwayat penyakit
 Mengadakan pemeriksaan fisik
 Mengadakan pemeriksaan laboratorium
 Membuat diagnosis
b. Melaksanakan tindakan pengobatan
c. Melakukan upaya rujukan
7. Upaya penyuluhan kesehatan masyarakat
a. Kegiatan penyuluhan kesehatan dilakukan oleh petugas di klinik,
rumah, dan kelompok- kelompok masyarakat.
b. Di tingkat puskesmas tidak ada petugas penyuluhan khusus, tetapi
di tingkat kabupaten terdapat tenaga-tenaga koordinator
penyuluhan kesehatan.
8. Usaha Kesehatan Sekolah (UKS)
9. Kesehatan olahraga
10. Perawatan kesehatan masyarakat
11. Usaha kesehatan kerja
12. Kesehatan gigi dan mulut
13. Usaha kesehatan jiwa
14. Kesehatan mata
15. Laboratorium (diupayakan tidak lagi sederhana)
16. Pencatatan dan Pelaporan Sistem Informasi Kesehatan
17. Kesehatan usia lanjut
18. Pembinaan perawatan tradisional
2.7.6 Peran Puskesmas
Dalam konteks otonomi daerah seperti saat ini, puskesmas memiliki
peran yang sangat penting sebagai pelaksana teknis. Puskesmas dituntut
memiliki kemampuan manajerial yang baik dan wawasan jauh ke depan
untuk meningkatkan kualitas pelayanan kesehatan. Peran tersebut

38
ditunjukkan dalam bentuk ikut serta menentukan kebijakan daerah melalui
sistem perencanaan yang matang dan realitas, tata laksana kegiatan-
kegiatan yang rapi, serta memiliki sistem evaluasi dan pemantauan yang
akurat. Selain itu, puskesmas juga dituntut dapat berpartisipasi dalam
pengembangan teknologi informasi yang terkait dengan upaya
peningkatan pelayanan kesehatan yang lengkap dan terintegrasi.

2.7.7 Wilayah Kerja Puskesmas

Wilayah kerja puskesmas mencakup satu kecamatan atau sebagian


dari kecamatan. Faktor kepadatan penduduk, luas wilayah geografis, dan
kondisi infrastruktur lainnya merupakan bahan pertimbangan dalam
menentukan wilayah kerja puskesmas. Puskesmas merupakan perangkat
Pemerintah Daerah Tingkat I1, sehingga pembagian wilayah kerja
puskesmas ditetapkan oleh Bupati setelah mendengarkan saran teknis dari
Kantor Wilayah Departemen Kesehatan Provinsi. Di kota besar, wilayah
kerja puskesmas hanya dapat satu kelurahan dan puskesmas di ibukota
kecamatan menjadi puskesmas rujukan yang bekerja sebaga pusat rujukan
yang berfungsi sebagai pusat rujukan. Selain itu, puskesmas di kecamatan
juga memiliki fungsi koordinasi. Jumlah penduduk yang diundang oleh
puskesmas rata-rata 30.000 penduduk.
2.7.7 Fasilitas Penunjang
Dalam rangka melengkapi pelayanan kesehatan yang diberikan,
puskesmas perlu ditunjang dengan unit pelayanan kesehatan yang lebih
mudah, antara lain sebagai berikut.
1. Puskesmas Pembantu
Puskesmas Pembantu yang lebih sering dikenal sebagai Pustu atau
Pusban adalah unit pelayanan kesehatan yang sederhana yang
menunjang dan membantu pelaksanaan kegiatan-kegiatan puskesmas di
wilayah-wilayah yang lebih kecil. Puskesmas Pembantu merupakan

39
bagian integral dari puskesmas. Setiap puskesmas memiliki beberapa
Puskesmas Pembantu di dalam wilayah tersebut. Namun, ada beberapa
puskesmas yang tidak memiliki Puskesmas Pembantu, puskesmas
khusus di daerah perkotaan.
2. Puskesmas Keliling
Puskesmas Keliling merupakan unit pelayanan kesehatan yang
dilengkapi dengan kendaraan roda empat atau perahu motor, peralatan
kesehatan, peralatankomunikasi, serta kontribusi tenaga yang
disediakan dari puskesmas. Puskesmas Keliling membantu menunjang
dan membantu puskesmas dalam wilayah yang belum terjangkau oleh
pelayanan kesehatan. Kegiatan Puskesmas Keliling antara lain:
a. memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat di
daerah yang dipilih atau daerah yang sulit dijangkau oleh
pelayanan puskesmas;
b. melakukan penyelidikan tentang Kejadian Luar Biasa
(KLB),
c. dapat digunakan sebagai alat transportasi, misalnya dalam
rangka rujukan kasus darurat;
d. melakukan penyuluhan kesehatan dengan menggunakan alat
audiovisual.
3. Bidan Desa
Bidan Desa Di setiap desa yang belum memiliki fasilitas
pelayanan kesehatan, Bidan Desa yang disediakan untuk tempat
tinggal di desa tersebut untuk menyediakan pelayanan kesehatan.
Bidan Desa bertanggung jawab langsung kepada Kepala
Puskesmas. Wilayah kerja Bidan Desa adalah satu desa dengan
jumlah penduduk rata-rata 3.000 jiwa. Tugas utama Bidan Desa
meningkatkan peran serta masyarakat dalam bidang kesehatan
melalui pembinaan posyandu dan pembinaan kelompok dasawarsa,
serta nurtolongan persalinan di rumah penduduk. Dalam
perkembangannya, batasan-batasan di atas semakin lolosseiring
dengan diberlakukannya Undang-Undang Otonomi Daerah yang

40
lebih mengedepankan desentralisasi. Dengan otonomi, setiap
Daerah Tingkat II memiliki peluang untu !: mengembangkan
puskesmas sesuai Rencana Strategis (Renstra) Kesehatan Daerah
dan Rencana Pengembangan Jangka Menengah Daerah (RPJMD)
Bidang Kesehatan, sesuai dengan situasi dan wilayah Daerah II.

2.7.8 Pelayanan Kesehatan Menyeluruh


Pelayanan kesehatan yang diberikan puskesmas adalah pelayanan
kesehatan yang menyeluruh. Yaitu meliputi pelayanan:
1. pengobatan (kuratif);
2. pencegahan (preventif);
3. peningkatan kesehatan (promotif)
4. pemulihan kesehatan (rehabilitatif)
2.7.9 Kedudukan Puskesmas
1. Kedudukan dalam bidang administrasi
Puskesmas merupakan perangkat Pemerintah Daerah Tingkat II dan
bertanggung jawab langsung, baik teknis maupun administrasi kepada
Kepala Dinas Kesehatan Dati II.
2. Kedudukan dalam hierarki pelayanan kesehatan
Dalam urutan hierarki pelayanan kesehatan sesuai dengan Sistem
Kesehatan Nasional (SKN), maka puskesmas berkedudukan pada
tingkat fasilitas kesehatan pertama. Apa yang dimaksud dengan
pelayanan kesehatan Tingkat pertama adalah fasilitas, sedangkan
dalam hal pengembangan kesehatan, puskesmas dapat meningkatkan
dan mengembangkan diri ke arah modernisasi sistem pelayanan
kesehatan di semua lini, baik promatif, preventif dan rehabilitasi sesuai
sesuai rencana strategi pembangunan daerah di bidang kesehatan.

41
2.8 Keperawatan Kesehatan Masyarakat Sebagai Upaya Kesehatan
Masyarakat
Keperawatan kesehatan masyarakat (Perkesmas) merupakan suatu
kegiatan pelayanan yang harus dilaksanakan oleh Puskesmas bersama
dengan kegiatan pokok yang lain: manajemen Puskesmas, pelayanan
kefarmasian, dan pelayanan laboratorium. Hal ini sesuai dengan Peraturan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 75 Tahun 2014 Tentang Pusat
Kesehatan Masyarakat (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

2.8.1 Tujuan

Menurut Kementerian Keschatan (2006a) tujuan umum dari


pelayanan Perkesmas adalah meningkatkan kemandirian masyarakat
untuk memperbaiki masalah kesehatan khusus masalah keperawatan
kesehatan untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang optimal.
Sedang tujuan khususnya adalah:

1. Meningkatkan pengetahuan, sikap dan perilaku individu, keluarga,


kelompok dan masyarakat tentang kesehatan
2. Meningkatkan penemuan dini kasus-kasus prioritas
3. Meningkatkan penanganan keperawatan kasus prioritas di Puskesmas
4. Meningkatkan penanganan kasus prioritas yang mendapatkan tindak
lanjut keperawatan di rumah
5. Meningkatkan akses keluarga miskin mendapat pelayanan kesehatan /
keperawatan kesehatan masyarakat
6. Meningkatkan pembinaan keperawatan kelompok remaja-kasus
7. Memperluas daerah binaan keperawatan di masyarakat

2.8.2 Lingkup Pelayanan

Lingkup pelayanan kesehatan yang disediakan untuk masyarakat


meliputi Upaya Kesehatan Perorangan (UKP) maupun Upaya Kesehatan
Masyarakat (UKM). Pelayanan kesehatan yang diberikan lebih
difokuskan pada promotif dan preventif tanpa mengabaikan kuratif dan

42
rehabilitatif. Upaya preventif meliputi pencegahan tingkat pertama
(primary prevention), pencegahan tingkat kedua (secondary prevention)
serta pencegahan tingkat tiga (tertiary prevention) Kementerian
Kesehatan (2006).

2.8.3 Sasaran

Sasaran keperawatan kesehatan masyarakat adalah individu,


keluarga, kelompok, masyarakat yang memiliki masalah kesehatan akibat
faktor ketidaktahuan, ketidakmauan maupun ketidakmampuan untuk
menyelesaikan masalah kesehatannya. Prioritas sasaran adalah yang
mempunyai masalah kesehatan terkait dengan masalah kesehatan prioritas
daerah, terutama:

1. Belum kontak dengan sarana pelayanan kesehatan Puskesmas serta


jaringannya
2. Sudah memanfaatkan sarana pelayanan kesehatan tetapi
memerlukan tindak lanjut keperawatan di rumah.
Sasaran terdiri dari:
1. Sasaran individu
Sasaran prioritas individu adalah balita gizi buruk, ibu
hamil-risiko tinggi, usia lanjut, penderita penyakit menular
(antara lain TB paru, kusta, malaria, demam berdarah.
Diare, pneumonia dan hepatitis), dan penderita penyakit
tidak menular (diabetes mellitus, PPOK, hipertensi,
penyakit jantung koroner, stroke, kanker dan lain-lain).
2. Sasaran keluarga
Sasaran keluarga adalah keluarga yang rentan terhadap
masalha kesehatan (vulnarable group) atau resiko tinggi
(high risk group), dengan prioritas kepada:
a. Keluarga miskin belum memiliki kontak dengan
saran pelayanan kesehatan (Puskesmas dan

43
jaringannya) dan belum memiliki kartu Indonesia
sehat atau BPJS Kesehatan.
b. Keluarga miskin telah memanfaatkan fasilitas
pelayanan kesehataan, memiliki masalah
kesehatan terkait dengan pertumbuhan dan
perkembanqan balita, kesehatan reproduksi,
penyakit menular dan penyakit tidak menular.
c. Keluarga tidak termasuk miskin yang memiliki
masalah kesehatan prioritas serta belum
memanfaatkan fasilitas pelayanan kesehatan.
3. Sararan kelompok
Sasaran kelompok adalah kelompok masyarakat khusus
yang rentan terhadap tehadap timbulnya masalah kesehatan
yang baik terikat maupun tidak terikat dalam suatu institusi.
a. Kelompok masyarakat khusus tidak terikat dalam
suatu institusi antara lainnya: posyandu, kelompok
balita, kelompok ibu hamil. Kelompok usia
lanjut, kelompok penderita penyakit tertentu,
kelompok pekerja informal.
b. Kelompok masyarakat khusus terikat dalam suatu
institusi antara lain sekolah, pesantren, panti
asuhan, panti sosial tresna werdha, rumah tahanan
(rutan), lembaga pemasyarakatan (lapas).
4. Sasaran masyarakat
Sasaran masyarakat adalah masyarakat yang rentan
atau memiliki risiko tinggi terhadap timbulnya masalah
kesehatan, diprioritaskan pada:
a. Masyarakat di suatu wilayah (RT, RW,
Kelurahan) yang memiliki:
• Jumlah bayi meninggal lebih tinggi di
bandingkan daerah lain

44
• Jumlah penderita penyakit tertentu lebih tinggi
dari daerah lain.
• Cakupan pelayanan kesehatan lebih rendah
dari daerah lain.
b. Masyarakat di daerah endemis penyakit menular
seperti (malaria, diare, demam berdarah, dll).
c. Masyarakat di lokasi barak pengungsian, akibat
bencana atau akibat lainnya.
d. Masyarakat di daerah dengan kondisi geografis
sulit di antara lain daerah yang terpencil,
kepulauan dan daerah perbatasan.
e. Masyarakat di daerah pemukiman baru dengan
transportasi sulit seperti daerah transmigrasi.
2.8.4 Strategi Penyelenggaraan
Perkesmas sebagai bentuk pelayanan yang harus dilaksanakan oleh
Puskesmas untuk itu perlu strategi penyelenggaraan pelayanan Perkesmas.
Strategi penyelenggaraan pelayanan Perkesmas dapat dilaksanakan dalam
bentuk pelayanan Perkesmas dalam upaya kesehatan masyarakat tingkat
pertama dan pelayanan Perkesmas dalam upaya kesehatan perseorangan
Kesehatan RI, 2014).
Pelayanan Perkesmas dalam Kesehatan Masyarakat Tingkat Pertama.
Penyelenggaraan pelayanan Perkesmas dalam upaya kesehatan masyarakat
tingkat pertama yang mendukung kesehatan masyarakat dan upaya
kesehatan masyarakat pembangunan. Upaya kesehatan masyarakat
esensial meliputi: a) pelayanan promosi kesehatan b) pelayanan kesehatan
lingkungan; c) pelayanan kesehatan ibu, anak, dan keluarga perencanaan;
d) pelayanan gizi; dan e) pelayanan pencegahan dan pengendalian
penyakit. Upaya kesehatan masyarakat pengembangan merupakan upaya
kesehatan masyarakat yang kegiatannya memerlukan upaya yang bersifat
inovatif dan / atau bersifat ekstensifikasi dan intensifikasi pelayanan,
disesuaikan dengan prioritas masalah kesehatan, kekhususan wilayah kerja

45
dan potensi sumber daya yang tersedia di masing-masing Puskesmas
(Kementerian Kesehatan RI, 2014)
Dalam penyelenggaraan Perkesmas yang diperlukan adanya
keterpaduan dalam pelayanan yang meliputi: sasaran, kegiatan, tenaga,
biaya atau sumber daya lainnya. Diharapkan pelayanan kesehatan bagi
masyarakat lebih bermutu karena diberikan secara utuh (holistik),
komprehensif, terpadu, dan berkesinambungan. Sasaran prioritas
Perkesmas adalah sasaran yang sesuai kesepakatan daerah dan ditetapkan
oleh Dinas Kesehatan Kabupaten kota.
Pelayanan Perkesmas dalam upaya kesehatan perseorangan tingkat
pertama. Penyelenggaraan pelayanan Perkesmas dalam upaya kesehatan
perseorangan tingkat pertama yang dilakukan pada klien: a) rawat jalan;
b) pelayanan gawat darurat; c) pelayanan satu hari; d) perawatan di
rumah dan / atau; e) rawat inap berdasarkan pertimbangan kebutuhan
pelayanan kesehatan (Kementerian Kesehatan RI, 2014). dilakukan
terhadap klien yang memiliki masalah kesehatan menjadi prioritas dalam
pelayanan Perkesmas di wilayah kerja Puskesmas dan memerlukan tindak
lanjut penanganan masalah kesehatan yang dihadapi. Diharapkan melalui
tindak lanjut penanganan masalah prioritas yang ditemukan pada upaya
kesehatan perseorangan tingkat pertama maka masalah kesehatan yang
menjadi sasaran prioritas Perkesmas akan mencapai target sasaran yang
tepat, sehingga diharapkan akan memberikan dampak terhadap kesehatan
klien sebagai individu, keluarga, kelompok dan masyarakat guna
mendukung pencapaian target pembangunan kesehatan di wilayah tersebut
yang ditetapkan melalui indikator Standar Pelayanan Minimal (SPM)
Kabupaten / Kota di wilayah tersebut (Kementerian Kesehatan RI, 2014).

46
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Dalam upaya meningkatkan status derajad kesehatan pada


masyarakat indonesia dimasa sekarang ini,perlu upaya mengenal masalah
kesehatan,mengenal program -program kebijakan pemerintah dalam
mengatasi masalah kesehatan seperti pemberlakuan JPKM (JAMINAN
PELAYANAN KESEHATAN MASYARAKAT) ,pelayanan kesehatan
profesional,Germas(gerakan masyarakat sehat yang memberikan
kontribusi yang positif terhadap kesehatan melalui pembentukan
lingkungan sehat,pembentukan perilaku sehat.dalam hal ini penyakit
menular dan cara pemberantasanya harus dipahami segenap pihak untuk
mencegah angka kesakitan di indonesia,penyehatan lingkungan tidak
hanya dilakukan oleh tenaga kesehatan melainkan pula peran serta
masyarakar sangatlah penting.

47
Daftar Pustaka

Alamsyah, Dedi. 2013. Pemberdayaan Gizi Teori dan Aplikasi. Yogyakarta: Nuha
Medika

Budijanto, Didik. 2018. Cegah Stunting, Itu Penting. Jakarta: Kementrian Kesehatan
RI

Efendi,fery&Makfudli. 2009. keperawatan kesehatan komunitas,teori dan praktek


dalam keperawatan. Jakarta:Salemba Medika

Mubarak,W.I&chayatin,NC.2009. Ilmu Keperawatan Komunitas Pengantar dan


Teori. Jakarta :Salemba medika

Notoatmodjo soekidjo.(2014).kesehatan masyarakat ilmu&seni.Jakarta: Rineka cipta

Profil Kabupaten/Kota Sehat http://digilib-ampl.net/detail/detail.php (diunduh tanggal


01 Maret 2020)

Sugihartono,Anung. 2010. Pedoman Kesiapsiagaan Menghadapai Infeksi Novel


CoronaVirus (2019-nCoV). Jakarta: Kementrian Kesehatan RI

https://www.academia.edu/31610011/BUKU_SAKU_PERMENKES_NO._75_TAH
UN_2014_TENTANG_PUSKESMAS (di unduh tanggal 29 Febuari 2020)

https://www.kemkes.go.id/article/view/19112900001/hari-hiv-aids-sedunia-
penanganan-diperkuat-di-daerah.html di unduh tanggal 8 Maret 2020)

48
file:///C:/Users/user/Downloads/DEPKES-Pedoman-Nasional-Penanggulangan-TBC-
2011-Dokternida.com.pdf (di unduh tanggal 8 Maret 20220)

49

Anda mungkin juga menyukai