Anda di halaman 1dari 5

1) Pemeriksaan abduksi ibu jari.

2) Pemeriksaan otot ekstensor digitorum (C7, 8, saraf radialis).

3) Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian atas (C5-C8).

4) Pemeriksaan otot pektoralis mayor bagian bawah (C5-C8).

5) Pemeriksaan otot latisimus dorsi (C5_C8, saraf subskapularis).

6) Pemeriksaan otot seratus anterior (C5-C7, saraf torakalis).

7) Pemeriksaan otot deltoid (C5, C5, saraf aksilaris).

8) Pemeriksaan otot biseps (C5, C6, saraf muskulokutaneus).

9) Pemeriksaan otot triseps ( C6C8, saraf radialis)

Anggota gerak bawah, yaitu:

1) Pemeriksaan otot kuadriseps femoris (L2-L4, saraf femolaris).

2) Pemeriksaan otot aduktor (L2-L4, saraf abturatorius).

3) Pemeriksaan otot kelompok “hamstring” (L4, L5, S1, S2, saraf siatika).

4) Pemeriksaan gastrocnemius (L5, S1, S2, saraf tibialis).

5) Pemeriksaan otot fleksor digitorium longus (S1, S2, saraf tibialis).

7. Gerakan involunter

a. gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu
dikeluarkan aktivitas oleh suatu mukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang
kehilangan control akibat lesi pada nucleus pengontrolnya. Susunan ekstrapimidal ini
mencakup korteks ekstrapiramidalis, nucleus kaudatur, globus pallidus, putamen, corpus
luysi, substansia nigra, nucleus ruber, nucleus ventrolateralis thalami substansia
retikularis dan serebelu.
b. Tremor saat istirahat: disebut juga tremor striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum
(nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan-lintasan penghubungnya)
misalnya kerusakan substansia nigra pada sindrom Parkinson.

c. Tremor saat bergerak (insensional) : disebut juga teromor serebellar, disebabkan


gangguan mekanisme “feedback” oleh serebellum terhadap aktivitas kortes piramidalis
dan ekstrapimidal hingga timbul kekacauan gerakan volunteer.

d. Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif,
cepat berganti sifat dan arah gerakan cecara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu
tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum, subtansia nigra dan corpus
subthalamicus.

e. Athetose : gerakan involunter pada ektremitas, teritama lengan atau tangan atau tangan
yang agak lambat menunjukkan pada gerakan melilit-lilit, torsi ekstensi atau torsi fleksi
pada sendi bahu, siku dan pegelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi
lesi di nucleus kaudatus.

f. Ballismus : gerakan involunter otot proksimal ekstremitas dan paravertebral, hingga


menyerupai gerakan seorang yang melemparkan cakram. Gerakan ini dihubungkan
dengan lesi di corpus sebthalamicus, corpus luysi, area prerubral dan bekas porel.

g. Fasikulasi : kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang
masig sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontsaksi Nampak
sebagai keduten-keduten dibawah kulit. Keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung
lebih lama dari fasikulasi.

h. Myokloni : gerakan involunter yang bangkit tiba-tiba cepat, berlangsung sejenak,


aritmatik, dapat timbul sekali saja atau berkali-kali ditiup bagian otot skelet dan pada
setiap waktu, waktu bergerak maupun waktu istirahat.

8. Fungsi koordinasi

1. Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang
paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motoric dari korteks, basal ganglia,
vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan-lintasan
yang mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat
mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “Cerebellar sign”.

Macam_macam pemeriksaan “Cerebllar sign”:

1. Test telunjuk hidung

2. Test jari-jari tangan

3. Test tumit-lutut

4. Test diadokinesia berupa: pronasi-supinasi, tapping jari tangan.

5. Test fenomena rebound

6. Test mempertahankan sikap

7. Test nistagmus

8. Test disgrafia

9. Test Romberg

2. Test romberg positif : baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup, pasien
akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan kestabilan (bergoyang-goyang).

3. Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala jalan
yang khas yang disebut “celebellar gait”.

4. Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunteer dengan tangan, lengan atau tungkai
dengan halus. Gerakannya kaku dan terpatah-patah. Gait dan station.

5. Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasien memugkinkan untuk itu. Harus
diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan interprestasu hasil pemeriksaan pada
orang-orang tua atau penyandang cacat non neurologis. Pada saat pasien berdiri dan
berjalan perhatikan postur, keseimbangan, ayunan tangan, dan gerkana kaki dan mintalah
pasie untuk melakukan.

6. Jalan diatas tumit.

7. Jalam diatas jari kaki.

8. Tandem walking.

9. Jalan lurus lalu putar.

10. Jalan mundur.

11. Hopping.

12. Berdiri dengan satu kaki

Macam-macam Gait:

1. Hemiplegik gait : gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi.

2. Spastik (scissors gait) : gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya spastik
paraparese.

3. Tabetic gait : gaya jalan pada pasien tabes dorsalis.

4. Steppage gait : gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis n.
peroneus.

5. Waddling gait : gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan, khas
untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.

6. Parkinsonian gait : gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai
berefleksi seidikir pada sendi lutut dan panggul. Langakh dilakukan setengah diseret
dengan jangkauan yang pendek-pendek.

Anda mungkin juga menyukai