3) Pemeriksaan otot kelompok “hamstring” (L4, L5, S1, S2, saraf siatika).
7. Gerakan involunter
a. gerakan involunter ditimbulkan oleh gejala pelepasan yang bersifat positif, yaitu
dikeluarkan aktivitas oleh suatu mukleus tertentu dalam susunan ekstrapiramidalis yang
kehilangan control akibat lesi pada nucleus pengontrolnya. Susunan ekstrapimidal ini
mencakup korteks ekstrapiramidalis, nucleus kaudatur, globus pallidus, putamen, corpus
luysi, substansia nigra, nucleus ruber, nucleus ventrolateralis thalami substansia
retikularis dan serebelu.
b. Tremor saat istirahat: disebut juga tremor striatal, disebabkan lesi pada corpus striatum
(nucleus kaudatus, putamen, globus pallidus dan lintasan-lintasan penghubungnya)
misalnya kerusakan substansia nigra pada sindrom Parkinson.
d. Khorea : gerakan involunter pada ekstremitas, biasanya lengan atau tangan, eksplosif,
cepat berganti sifat dan arah gerakan cecara tidak teratur, yang hanya terhenti pada waktu
tidur. Khorea disebabkan oleh lesi di corpus striataum, subtansia nigra dan corpus
subthalamicus.
e. Athetose : gerakan involunter pada ektremitas, teritama lengan atau tangan atau tangan
yang agak lambat menunjukkan pada gerakan melilit-lilit, torsi ekstensi atau torsi fleksi
pada sendi bahu, siku dan pegelangan tangan. Gerakan ini dianggap sebagai manifestasi
lesi di nucleus kaudatus.
g. Fasikulasi : kontrasi abnormal yang halus dan spontan pada sisa serabut otot yang
masig sehat pada otot yang mengalami kerusakan motor neuron. Kontsaksi Nampak
sebagai keduten-keduten dibawah kulit. Keduten tidak secepat fasikulasi dan berlangsung
lebih lama dari fasikulasi.
8. Fungsi koordinasi
1. Tujuan pemeriksaan ini untuk menilai aktivitas serebelum. Serebelum adalah pusat yang
paling penting untuk mengintegrasikan aktivitas motoric dari korteks, basal ganglia,
vertibular apparatus dan korda spinalis. Lesi organ akhir sensorik dan lintasan-lintasan
yang mengirimkan informasi ke serebelum serta lesi pada serebelum dapat
mengakibatkan gangguan fungsi koordinasi atau sering disebut “Cerebellar sign”.
3. Test tumit-lutut
7. Test nistagmus
8. Test disgrafia
9. Test Romberg
2. Test romberg positif : baik dengan mata terbuka maupun dengan mata tertutup, pasien
akan jatuh kesisi lesi setelah beberapa saat kehilangan kestabilan (bergoyang-goyang).
3. Pasien sulit berjalan pada garis lurus pada tandem walking, dan menunjukkan gejala jalan
yang khas yang disebut “celebellar gait”.
4. Pasien tidak dapat melakukan gerakan volunteer dengan tangan, lengan atau tungkai
dengan halus. Gerakannya kaku dan terpatah-patah. Gait dan station.
5. Pemeriksaan ini hanya dilakukan bila keadaan pasien memugkinkan untuk itu. Harus
diperhitungkan adanya kemungkinan kesalahan interprestasu hasil pemeriksaan pada
orang-orang tua atau penyandang cacat non neurologis. Pada saat pasien berdiri dan
berjalan perhatikan postur, keseimbangan, ayunan tangan, dan gerkana kaki dan mintalah
pasie untuk melakukan.
8. Tandem walking.
11. Hopping.
Macam-macam Gait:
1. Hemiplegik gait : gaya jalan dengan kaki yang lumpuh digerakkan secara sirkumduksi.
2. Spastik (scissors gait) : gaya jalan dengan sirkumduksi kedua tungkai, misalnya spastik
paraparese.
4. Steppage gait : gaya jalan seperti ayam jago, pada paraparese flaccid atau paralisis n.
peroneus.
5. Waddling gait : gaya berjalan dengan pantat dan pinggang bergoyang berlebihan, khas
untuk kelemahan otot tungkai proksimal, misalnya otot gluteus.
6. Parkinsonian gait : gaya berjalan dengan sikap tubuh agak membungkuk, kedua tungkai
berefleksi seidikir pada sendi lutut dan panggul. Langakh dilakukan setengah diseret
dengan jangkauan yang pendek-pendek.