Anda di halaman 1dari 30

TERAPI KOMPLEMENTER DALAM KEPERAWATAN

KOMUNITAS (FOKUS, PERAN PERAWAT DAN TEHNIK)

DOSEN PENGAMPUH : ELMIANA BONGGA LINGGI, Ns, M.Kes

DISUSUN OLEH :

KELOMPOK III

Dian Novita Sari C1914201239 Venny Sulu C1914201260


Gresensia Ressa C1914201242 Delfianus Rober C1914201262
Marini Vanessa C1914201247 Maria Rosalia Y. Gosal C1914201270
Novia Anastasya C1914201251 Maria Anjelina Tuku C1914201270
Nurnisa Ramadhani C1914201252 Maria Resky Lopak C1914201215
Ridha Apriati Nengrum C1914201255

(S1 KHUSUS KELAS A)

PROGRAM SARJANA KEPERAWATAN


TINGKAT 3 SEMESTER 6 TAHUN AJARAN 2019/2020
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN STELLA MARIS
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa, atas rahmat
dan karunianya sehingga kami dapat menyelesaikan pembuatan makalah
Keperawatan komunitas tentang “Terapi Komplementer dalam Keperawatan
Komunitas (Fokus, Peran dan Tehnik)”. Makalah ini dibuat dan disusun oleh
kelompok dengan tujuan memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Komunitas.
Selain itu makalah ini diharapkan dapat menambah wawasan dan pengetahuan
kami khususnya dan pembaca pada umumnya tentang peran perawat serta teknik
dalam terapi komplementer pada Keperawatan Komunitas.
Kami menyadari bahwa Makalah ini masih kurang dari sempurna. Oleh
karena itu, kami mengharapkan kritik serta saran dari pembaca, sebagai perbaikan
bagi kami dalam penyusunan makalah selanjutnya.
Akhir kata kami sebagai penyusun berharap, agar makalah ini nantinya
dapat bermanfaat bagi kita semua.

Makassar, Maret 2020

Kelompok III

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...............................................................................................i
DAFTAR ISI.............................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang............................................................................................1
B. Rumusan Masalah ......................................................................................2
C. Tujuan Penulisan.........................................................................................3
D. Manfaat Penulisan.......................................................................................3
BAB II PEMBAHASAN
A. Fokus Terapi Komplementer......................................................................4
B. Peran Perawat..............................................................................................7
1. Peran Perawat dalam Keperawatan yang Etis......................................7
2. Peran Perawat dalam Pendidikan, Riset dan Praktik Komplementer
.............................................................................................................10
C. Tehnik Terapi Komplementer....................................................................13
1. Meditasi.................................................................................................14
2. Akupresur..............................................................................................15
3. Terapi Masase.......................................................................................18
4. Yoga......................................................................................................19
5. Bekam....................................................................................................19
6. Terapi Benson.......................................................................................20
7. Hipnoterapi............................................................................................21
8. Food Combining....................................................................................22
D. Penggunaan Terapi Komplementer dalam Keperawatan di Indonesia......24
1. Jamu......................................................................................................25
2. Pijat........................................................................................................25

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan................................................................................................26
B. Saran ..........................................................................................................26

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perkembangan keperawatan komplementer mendapat perhatian
diberbagai negara belakangan ini. Keperawatan komplementer menjadi terapi
pelengkap dan alternatif sebagai bagian yang penting dalam pelayanan
kesehatan berbagai negara sejak tahun 1990-an termasuk Eropa dn Amerika.
Hal ini dapat dilihat dari berbagai perkembangan dan tulisan yang ada pada
masa tersebut. Kondisi ini juga terjadi di Indonesia sebagai salah satu negara
di Asia yang memiliki budaya tradisional dalam pengobatan. Salah satu yang
terkenal adalah jamu. Jamu tersebut digunakan dalam pengobatan sebagai
salah satu cara mengatasi berbagai masalah kesehatan masyarakat. Saat ini
jamu dikombinasi dengan pengobatan konvesional (dikenal dengan
pengobatan barat atau modern). Seseorang yang menggunakan kombinasi ini
saling melengkapi dikenal dengan istilah terapi atau pengobatan
komplementer.
Perkembangan keperawatan komplementer awalnya dimulai dari
perbedaan pandangan antara klien dengan perawat atau tenaga kesehatan lain
di pelayanan kesehatan terhadap sistem pelayanan kesehatan yang diberikan.
Perbedaan ini dapat dijembatani dengan konsep tradisional tentang cara
pandang yang utuh dari Rogers dalam memandang seseorang (Hitchcock,
Schubert, Thomas, 1999). Hal ini membuat seorang perawat dalam
memberikan pelayaanan selain menggunakan pendekatan biomedis, untuk
promosi kesehatan, pemeliharaan kesehatan dan penyembuhan juga
memperhatikan kesatuan tubuh, pikiran dan jiwa yang sesuai dengan
keyakinan dan nilai indidvidu tersebut sebagai aplikasi dari prinsip holistik
dalam cara pandang yang utuh tersebut. Manajer pelayanan kesehatan
meyakini pemberian terapi komplementer meningkatkan kapasitas pelyanan
kesehatan secara holistik dengan mengisi kesenjangan terapetik dalam praktik
kesehatan (Singer & Adams, 2014). Sistem pelyanan yang diberikan secara

1
utuh ini salah satu bentuknya memberi kesempatan klien menggunakan cara
tradisional dalam praktik keperawatan. Keyakinan dan pemberian pelayanan
yang diberikan oleh perawat ini selanjutnya sering disebut dengan
keperawatan komplementer.
Perawat yang mengguanakan tindakan komplementer dalam
pelayanan dikenal dengan memberikan terapi komplementer atau alternatif.
Adapun beberapa istilah selain penggunaan kata komplementer menurut
Kramlich (2014) adalah alternatif, tradisional dan internatif. National Center
Complementary And Integratif Health (NCCIH, 2016) menjelaskan istilah
terapi alternatif merupakan cara utama dalam pengobatan yang menggantikan
obat konvesional misalnya klien hanya memilih pengobatan herbal dalam
mengatasi penyakitnya. Istilah tradisional merupakan sistem penyembuhan
secara kultural yang telah digunakan selama ribuan tahun yang melibatkan
pendekatan konvesional dan komplementer mlalui promosi kesehatan
(Kramilich, 2014; NCCIH, 2016).
Dari uraian dan data tersebut maka penting bagi kita untuk
mengetahui tentang keperawatn komplmenter. Maka dengan itu kelompok
tertarik untuk membahas tentang “Fokus, peran dan tehnik perawat dalam
terapi komplementer”.

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam masalah ini yaitu:
1. Apa saja yang menjadi fokus terapi komplementer dalam keperawatan?
2. Bagaimana peran perawat dalam keperawatan yang etis?
3. Bagaimana peran perawat dalam pendidikan, riset dan praktik terapi
komplementer?
4. Apa saja teknik terapi komplementer yang digunakan dalam
keperawatan komunitas?
5. Apa saja terapi komplmenter yang umum digunakan di Indonesia?

2
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan dalam makalah ini yaitu:
1. Untuk mengetahui dan memahami berbagai fokus terapi komplementer
dalam keperawatan.
2. Untuk mengetahui dan memahami peran perawat dalam keperawatan
yang etis.
3. Untuk mengetahui dan memahami peran perawat dalam pendidikan,
riset dan praktik terapi komplementer.
4. Untuk mengetahui dan memahami teknik terapi komplementer yang
digunakan dalam keperawatan komunitas.
5. Untuk mengetahui dan memahami terapi komplementer yang umum
digunakan di Indonesia

D. Manfaat Penulisan
Adapun manfaat penulisan yaitu:
1. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami berbagai
fokus terapi komplementer dalam keperawatan.
2. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami peran
perawat dalam keperawatan yang etis.
3. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami peran
perawat dalam pendidikan, riset dan praktik terapi komplementer.
4. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami teknik
terapi komplementer yang digunakan dalam keperawatan komunitas.
5. Mahasiswa diharapkan mampu mengetahui dan memahami terapi
komplmenter yang umum digunakan di Indonesia

3
BAB II

PEMBAHASAN

A. Fokus Terapi Komplementer


Perawat penting mengenal terapi komplementer, karena masyarakat
termasuk di Indonesia masih banyak yang menggunakan terapi tradisional.
Menurut pengalaman penulis selama praktik keperawatan di masyarakat lebih
banyak melakukan tindakan awal dengan cara tradisional sebelum pergi ke
pelayanan kesehatan, sehingga perlu pengetahuan yang cukup untuk
membantu masyarakat dalam memberi informasi berbagai jenis pilih
tindakan. Klien dapat memilih tindakan yang tepat sesuai dengan masalah
yang dialaminya. Perawat yang menguasai terapi komplementer juga dapat
memberikan tindakan sesuai kebutuhan klien. Hal ini sesuai dengan tujuan
penyelenggaraan terapi komplementer dan alternative yaitu memberi
perlindungan kepada klien, mempertahankan dan meningkatkan mutu
pelayanan kesehatan serta memberi kepastian hukum kepada masyarakat dan
tenaga pengobatannya (Permenkes RI No. 1109, 2007). Kondisi saat ini
sudah banyak perawat yang mengenal dan kompeten melakukan terapi
komplementer di Indonesia.
Perawat yang melakukan tindakan terapi komplementer perlu
diintergrasikan ke dalam Asuhan keperawatan klien sebagai pelengkap
tindakan keperawatan kepada klien. Hal ini didasari oleh Undang-undang
Keperawatan No. 38 tahun 2014 pasal 30 yang menjelaskan tentang tugas dan
wewenang perawat dalam penatalaksanaan tindakan komplementer dan
alternatif. Perawat juga harus mengaplikasikan prinsip keperawatan selama
melaksanakan terapi komplementer.
Prinsip keperawatan yang perlu diaplikasikan dalam melaksanakan
terapi komplementer dan alternatif adalah holistik, komprehensif, dan
kontinum. Prinsip holistik pada terapi komplementer sesuai dengan
pendekatan perawat yang mengacu pada kebutuhan biologis, psikologis,
sosial, kultural dan spiritual (Berman, et al 2015; Potter, Perry, Stockert &

4
Hall, 2013). Artinya perawat dalam melaksanakan terapi komplementer perlu
berorientasi pada pemenuhan kebutuhan bio-psiko-sosial kultular dan
spiritual klien. Perawat dapat menggunakan prinsip ini karena mengakui
adanya kemampuan alami dalam pemulihan tubuh dengan menggabungkan
berbagai intervensi sebagai komplementer termasuk memberikan terapi
musik, life review, relaksasi, healing touch, dan guided imaginery (imajinasi
tertuntun) karena terapi tersebut menyesuaikan kondisi dan kemampuan klien,
non invasif yang ekonomis, dan non farmakologi (Potter, Perry, Stockert &
Hall). Pandangan yang memenuhi semua aspek ini dapat diterapkan dalam
berbagai level pencegahan.
Level pencegahan terdiri dari primer, sekunder dan tersier (Edelman
& Mandle, 2010). Terapi komplementer dapat dilaksanakan di semua level
pencegahan tersebut misalnya seseorang yang ingin lebih sehat dengan
komsumsi suplemen nutrisi, pencegahan sekunder misalnya menggunakan
herbal untuk menyembuhkan penyakitnya dan contoh tersier menggunakan
masase untuk membantu anggota gerak yang lumpuh untuk meningkatkan
fungsi dan mempertahankan tubuhnya. Terapi komplementer mengajarkan
individu untuk mengubah perilaku seseorang untuk memperbaiki respon fisik
terhadap stress dan peningkatan tanda masalah fisik seperti kekakuan otot,
ketidaknyamanan pada perut, nyeri atau gangguan tidur (Potter, Perry,
Stockert & Hall, 2013). Penerapan terapi komplementer dalam semua level
ini sesuai dengan prinsip komprehensif dalam keperawatan (Potter, Perry,
Stockert & Hall). Terapi komplementer untuk semua level pencegahan
tersebut juga memperhatikan sistem klien.
Klien sebagai individu yang memiliki sistem yang saling terkait di
dalam tubuh dan lingkungannya. Gangguan yang ada pada diri seseorang
akan mempengaruhi sistem klien sebagai individu, keluarga ataupun anggota
masyarakat (Stanhope & Lancaster, 2014). Misalnya klien dengan gangguan
psikososial akan berdampak pada diri dan keluarganya. Menurut Stozier &
Carpenter (2008), terapi komplementer melakukan pendekatan psikoterapi
yang dianggap sebagai bagian dari sistem yang melengkapi untuk proses

5
penyembuhan selain pengobatan konvensional. Terapi komplementer juga
dapat digunakan dalam membantu kllien untuk memenuhi kebutuhan
psikososial tersebut. Sebagai contoh terapi relaksasi yang dipadukan dengan
hipnotis dapat membantu kondisi rileks pada klien, keluarga ataupun
kelompok dengan masalah psikososial tersebut. Artinya terapi komplementer
dapat digunakan diberbagai level pencegahan dengan memperhatikan sistem
yang ada pada klien.
Intervensi keperawatan melalui pencegahan di berbagai level ini dapat
dilakukan dalam keadaan sehat dan sakit, diberikan disemua tingkat
pelayanan kesehatan. Prinsip kontinum dilakukan pada klien dalam keadaan
sehat dan sakit hingga sehat kembali yang dirawat di rumah ataupun di rumah
sakit hingga kembali ke rumah (Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Terapi
komplementer ini dapat diterapkan pada klien dalam keadaan sahat dan sakit
yang ada dirawat di rumah ataupun di pelayanan kesehatan secara mandiri
ataupun kolaborasi, artinya memenuhi prinsip kontinum. Pelayanan kesehatan
yang diberikan hendaknya dilakukan secara intergrasi untuk mendapatkan
hasil terbaik untuk klien.
Pelayanan kesehatan terintegrasi menekankan petingnya hubungan
antara terapis atau praktisi dengan klien, fokus pada individu secara
menyeluruh, menginformasikan berdasarkan bukti, dan menggunakan
pendekatan terepeutik yang tepat, pelayanan kesehatan professional dan lintas
disiplin sehingga mencapai kesehatan yang optimal (Kreitzer et al, 2009
dalam Potter, Perry, Stockert & Hall, 2013). Pemberian terapi yang
berkelanjutan baik di rumah ataupun di pelayanan kesehatan secara
konvensional maupun komplementer diharapkan dapat memberikan
intervensi terbaik untuk kebutuhan klien (Stanhope & Lancaster, 2014).
Artinya terapi komplementer dapat diberikan diberbagai level layanan sesuai
dengan kebutuhan dan ketersediaannya, hal ini menunjukkan bahwa terapi
komplementer apabila di berikan pada seseorang telah sesuai dengan prinsip
dan konsep keperawatan.

6
B. Peran Perawat
1. Peran Perawat dalam Keperawatan yang Etis
Perawat berperan penting dalam memaksimalkan penggunaan
terapi komplementer yang mendukung perawatan secara holistic. Perawat
memiliki peran secara utuh dalam memberikan terapi komplementer
(Lindquist, Synder, dan Tracy, 2014). Salah satu dari 17 upaya kesehatan
yang komprehensif di Indonesia menurut Undang-Undang no. 36 tahun
2009 adalah pelayanan kesehatan tradisional. Pelayanan kesehatan ini
mendapat perhatian dari pemerintah karena prestasi penggunaannya oleh
masyarakat cukup tinggi. Berdasarkan data Riskesdas tahun 2013 proporsi
rumah tangga yang memanfaatkan pelayanan kesehatan ini sebesar 30,4
%. Bentuk perhatian pemerintah khususnya Kementerian kesehatan RI
melalui pembentukan Direktorat Bina Pelayanan kesehatan tradisional,
alternative dan komplementer melalui permenkes 1144 tahu 2010.
Pembinaan yang dilakukan oleh direktorat ini tentunya terhadap semua
pelayanan dan tenaga kesehatan yang ada di masyarakat yang
menggunakan terapi ini.
Pelayanan kesehatan tradisional yang digunakan oleh masyarakat
77,8% berupa ketrampilan tanpa alat, sedangkan ramuan sebesar 49%
(Riskesdas, 2013). Hasil observasi penulis sejak tahun 2005 sampai saat
ini, masyarakat umumnya menggunakan obat tradisional tersebut
digabungkan dengan pengobatan modern yang didapat dari pelayanan
kesehatan ataupun membeli di toko obat. Hal ini dibuktikan dari survey
tahun 2014 bahwa 61,05% masyarakat mengobati sendiri (BPS, 2016).
Menggabungkan obat tadisional dan mengobati sendiri tentunya perlu
mendapat perhatian khusus dari tenaga kesehatan termasuk perawat untuk
menghindari hal yang tidak diinginkan.
Perawat berperan penting dalam mengoptimalkan pengguunaan
terapi tradisional dan komplementer yang mendkung perawatan secara
holistic. Perawat memiliki peran secara utuh dalam melakukan terapi

7
komplementer (Lindquist, Snyder, dan Tracy, 2014). Peran yang di
lakukan perawat diharapkan dapat membantu masyarakat memilih
pengobatan tradisional dan komplementer yang masuk akal dan
menghindar dampak yang tidak diinginkan.
Menurut College of nurse of Ontario (CN), 2014), beberapa terapi
komplementer yang tidak memiliki dasar ilmiahnya dan tidak jelas
prosesnya, sering menimbulkan pertanyaan. Beberapa terapi dapat
menyebabkan dilema etik untuk perawat, terutama jika terjadi konflik
antara nilaiyang dimiliki perawat dengan klien. Perawat harus menghargai
nilai etik dari pilihan klien. Perawat merupakan partner (Mitra) dalam
proses pengambilan keputusan dan bertanggung jawab dalam mengkaji
kelayakan semua tindakan sebelum dilakukan selama terapi
komplementer. Intervensi yang dilakukan harus didasari oleh
akuntabilitas professional.
Akuntabilitas didemontrasikan melalui proses pengambilan
keputusan, tercermin dalam kompetensi, dan integritas. Perawat juga
harus memahami tanggung jawab dalam memutuskan terapi yang sesuai
dengan status kesehatan klien dan secara kompeten melakukan terapi.
Perawat melaksanakan praktik sesuai standar praktik yang diakui dan
public dapat melihat perawat dalam memberikan perawatan yang aman
dan sesuai etik.
Peran perawat dalam terapi komplementer dai salah satu jurnal
mengatakan bahwa peran perawat yaitu memberikan asuhan keperawatan
komprehensif yang tidak hanya mengkaji fisik aatau biologic, namun
juga psikologik, social, dan spiritual, sehingga kecemasan yang
mempengaruhi psikososial klien dapat diantisipasi (Shari, Suryani dan
Emaliyawati, 2014). Terapi untuk mengatasi kecemasan dalam ranah
keperawatan klinis selain farmakologi adalah nin farmakologi
menggunakan terapi komplementer. Perawat sebagai pemberi asuhan
keperawatan, memberikan terapi komplementer sebagai salah satu
intervensi yang dapat diberikan selain memberi obat konvesional sebagai

8
peran kolaboratif. Penggunaan terapi komplementer diranah kritis dapat
diberikan namun efeknya membutuhkan waktu, tetap dapat
dipertimbangkan pemberiannya karena intervensi ini menggunakan
pendekatan holistic dalam melengkapi kebutuhan klien, daam hal fisik,
psikologis, social, kultural dan spiritual.
Perawat di Indonesia dalam memberikan intervensi keperawatan
komplementer dilindungi oleh undang-undang (UU). Tugas tersebut
terdapat dalam UU No. 38 tahun 2014 pasal 30 yang menjelaskan tentang
tugas dan wewenang perawat dalam memberi asuhan keperawatan di
bidang upaya kesehatan masyarakat adalah melakukan penatalaksanaan
keperawatan komplementer dan alternative. Perawat yang melakukan
terapi tersebut tentunya mengintegrasikannya kedalam asuhan
keperawatan. Tindakan tersebut tidak dapat diterima apabila terpisah dari
asuhan keperawatan karena seorang perawat daam melakukan terapi
sebagai bagian dari tindakan keperawatan yang tidak boleh terpisah dari
proses dalam assuhan keperawatan.
Intervensi keperawatan berupa terapi komplementer perlu
memperhatikan kode etik keperawatan. Persatuan perawat Nasional
Indonesia telah menetapkan diantaranya bahwa perawat dalam
memberikan pelayanan senantiasa memelihara nilai budaya, adat istiadat
dan lingkungannya (PPNI, 2000). Umumnya masyarakat yang
menggunakan komplementer banyak dipengaruhi oleh nilai budaya, adat
isitiadat dan ingkungan tempat tinggalnya, sehingga hal ini sesuai dengan
kode etik keperawatan. Intervensi ini juga harus memberikan aspek
manfaat dan menghindari dampak buruk (maleficience) pada klien.
Perawat harus menerapkan informed consent sebelum melakukan
terapi komplementer dan juga mengacu pada prinsip beneficience
(kemanfaatan) yang di dasari hasil kajian dan evaluasi respons terhadap
terapi yang dilakukan sebelumnya (Norton, 2007).

9
2. Peran Perawat dalam Pendidikan, Riset da Praktik Komplementer
Perkembangan penggunaan terapi komplementer oleh masyarakat
saat ini menimbulkan perhatian khusus, perawat dituntut memliki peranan
terutama dalam praktik keperawatan, pendidikan dan penelitian. Perawat
memiliki asumsi bahwa peran tersebut agar klien dapat memilih dan
menggunakan teraopi tersebut sesuai dengan aturanya. Kondisi ini
menuntut adanya panduan penggunaan berbagai terapi yang berdasarkan
bukti untuk digunakan, maka peran pendidikan dan riset keperawatan
menjadi penti ng dalam memenuhi tuntutan ini.
Beberapa terapi komplementer telah diintegrasikan kedalam
praktik keperawatan dari masa ke masa, perluasan ruang lingkup dan
terapi ini merupakan sebuah kebutuhan bahwa perawat melakukan
pengembangan panduan untuk digunakan dalam pelayanan. Kunci untuk
mendapatkan ketrampilan terapi komplementer seorang perawat
membutuhkan pendidikan lanjutan atau khusus (synder&Lindquist 2010).
Pendidikan tersebut dapat dilakukan secara mandiri di institusi yang
terakreditasi. Adapun pelatihan terapi komplementer yang diketahui
penulis telah diakui oleh badan PPSDM (Pusat Pembangunan Sumber
Daya Manusia) kesehatan RI yang telah dikembangkan adalah akupuntur
dan akupresur untuk tenaga kesehatan.
Meningkatnya ketertarikan dalam terapi komplementer, banyak
institusi termasuk sekolah kedokteran dan keperawatan menggabungkan
antara terapi komplementer dan terapi alternative dalam konten kurikulum
pendidikan (synder & Lindquist 2010). Kondisi ini di Indonesia dapat
dilihat dari institusi pendidikan kesehatan dan keperawatan yang
memasukkan terapi komplementer dalam kurikulum pendidikannya.
Pengakuan lembaga pendidikan daoat diperolah melalui lembaga
pendidikan formal yang diakui pemerintah. Misalnya institusi pendidikan
paska sarjana herbal dan akupuntur telah dibuka di beberapa Universitas
di Indonesia. Perawat yang telah menyelesaikan studi lanjutannya dapat
memberikan terapi komplementer, sebelum melakukan praktik

10
keperawatan yang bersangkutan terlebih dahulu menguasai keterampilan
dasar yang sudah diakui oleh organisasi profesi perawat (PPNI).
Perawat yang telah mendapatkan pengakuan dari organisasi profesi
atau lembaga tersertifikasi dapat melakukan intervensi terapi
komplementer untuk praktik ataupun penelitian. Penelitian yang
dilakukan perawat tetap harus menggunakan pertimbangan etik dan
standar yang sesuai dengan batasan yang berlaku. Perawat yang terlibat
aktif dalam penelitian terapi komplementer, salah satu diantara ketua atau
anggota tim interdisplin harus memiliki kemampuan atau sertifikat
tersebut (synder &Lindquist 2010). Adanya anggota peneliti yang
menjadi syarat dalam mendapatkan izin dari komite untuk melaksanakan
penelitian tersebut
Fenomena saat ini di institusi pendidikan, banyak mahasiswa
keperawatan yang mengajukan usulan penelitian terapi komplementer.
Contohnya penelitian tentang pengaruh terapi akupresur, kualitas tidur
dan kecemasan lansia dengan hipertensi, terapi komplementer, mengatasi
hipertensi dan penelitian lainnya (Efryanthi, suarana & suari, 2015);
fitriani, Nursasi & Widyatuti, 2015; Hikayati, flora, & purwanto, 2014).
Banyaknya skripsi dan tesis yang dilakukan oleh mahasiswa dalam
menjawab kebutuhan masyarakat terhadap terapi komplementer. Hal ini
menjadi tantangan untuk praktisi dan akademi untuk melakukan
keinginan masyarakat terhadap efektivitas terapi komplementer (Ping,
2015)
Kebutuhan masyarakat menjadi tantangan perawat dalam
memberikan pelayanan kesehatan professional yang didasari bukti yang
cukup untuk mendukung penggunaan terapi dalam intervensi keperawatan
(synder & Lindquist, 2010) penggunaan terapi komplementer akan terus
menerus meningkat. Aspek yag menarik dari terapi komplementer yakni
dapat digunakan dalam praktik pencegahan, pengobatan dan pemulihan
kesehatan.

11
Perawat dalam memberikan terapi komplementer dalam asuhan
keperawatan dilakukan sesuai langkah proses keperawatan. Hal ini sesuai
undang-undang yang berlaku di Indonesia tentag tugas dan wewenang
perawat dalam penatalaksanaan tindakan komplementer, dan alternative.
Proses keperawatan penting digunakan bertujuan untuk mengidentifikasi,
mencegah, mengatasi masalah aktual atau potensial dalam status
kesehatan (Berman et al, 2013). Proses keperawatan berfokus pada lim
alangkah utama, pengakjian, diagnosis, perencanaan, pelaksanaan dan
evaluasi (Potter, Perry, stockert & Hall, 2013). Proses ini membantu
perawat untuk memahami klien, dengan memperlakukannya secara
holistik. Saat melakukan tindakan terapi komplementer yang perlu
diindentifikais tidak hanya kesehatan emosional dan mental serta fisik
klien, tetapi juga latar belakang klien seperti, nilai-nilai, keyakinan, etnis,
agama, dan budaya; serta mengidentifikasi berbagai factor ini penting
untuk ksehatan klien.
Perawat menggunakan proses keperawatan dengan
mempertimbangkan klien menjadi mampu mengenali kesehatannya
sendiri dan meghormati pengalaman subjektifnya yang relavan dalam
mmlihara kesehatan atau pendamping dalam pemulihan. Dalam metode
kesehatan holistic klien dilibatkan dalam dalam proses pemulihan dan
juga pemeliharaan kesehatan (Edelman dan Mandle, 2010). Artinya
seorang perawat melakukan intervensi komplementer harus menggunakan
pendekatan proses keperawatan, jika tidak demikian maka praktik yang
dilakukan indentik dengan pengobat tradisional (batra).
Sejalan dengan perkembagan internasional keperawatan
berdasarkan Nursing Internasional Clasification (NIC), terapi
komplementer merupakan tindakan yang membutuhkan keahlian khusus
dikelompokkan dalam level edukusi perawatan lanjut (Bulechek, Butcher,
Dochterman, & Cherryl, 2013), sehingga perawat yang memberikan terapi
komplementer membutuhkan pendidikan khusus atau lanjutan.

12
Kebutuhan praktik keperawatan lanjut dalam memberikan terapi
komplementer yang terintegrasi antara intervensi konvensional dengan
tradisional dapat memunculkan dilemma terhadap penghargaan imbalan
jasaa (Gaydos, 2001). Kondisi dapat menimbulkan keengganan perawat
dalam melakukan intervensi terapi komplementer dalam praktik sehari-
hari, yang disebabkan kurang pengakuan terhadap kemampuan dalam
membentu kesembuhan klien. Namun sejauh ini perkembagan terapi
komplementer semakin terlihat di Indonesia karena adanya keburuhan dan
tuntutan dari masyarakat. Hal ini disambut oleh perawat dan tenaga
kesehatan lainnya dengan munculnya berbagai kajian, seminar, pelatihan,
organisasi, pembukaan sekolah atau pendidikan lanjut yang dapat diikuti
oleh individu yang tertarik untuk pembangunan diri. Dukungan
pemerintah dan oraganisasi profesi semakin kuat untuk mengembangkan
berbagai jenis terapi komplementer yang sesuai dengan nilai budaya dan
didukung oleh hasil-hasil penelitian sangat diharapkan.

C. Tehnik Terapi Komplementer


Perkembangan terapi komplementer di Indonesia ramai di bahas
melalui seminar, workshop ataupun platihan sebagai salah satu cara
menjawab kebutuhan pengembangan sesuai amanah undang-undang yang
meniadikan terapi komplementer sebagai salah satu intervensi yang dapat
digunakan dalam keperawatan. Adapun Florence Nightingale sebagai perintis
keperawatan juga mengakui kekuatan penyembuhan melalui terapi
komplementer diantaranya melalui terapi musik (Snyder & Lindquist, 2010).
Hal ini menunjukkan berbagai teknik terapi perlu diketahu oleh perawat.
Terapi komplementer setiap jenisnya memiliki teknik tertentu. Berikut
ini dijelaskan beberapa teknik Lima tipe berikut sesuai klasifikasi NCCAM
tahun 2012 yaitu: pikiran dan tubuh (mind body therapies); manipulasi dan
sistem tubuh; dan terapi energi (Lindquist, Snyder, & Tracy, 2014).
Klasifkasi terapi pikiran dan tubuh (mind body therapies), contohnya seni,
imagery, journaling (menulis jurnal/ sebuah dari yang berbentuk formal),

13
biofeedback, humor, dan tai-chi. Alternatif sistem pemeliharaan kesehatan
contohnya pengobatan tradisional cina, ayuvedia (pengobatan india), dan
curanderismo (pengobatan asli Amerika). Terapi biologis yaitu natural dan
praktik biologikal dan hasil-hasilnya misalnya herbal, terapi diet, pengobatan
orthomolekular (suplemen nutrisi dan makanan). Terapi energi misalnya
reiki, healing touch dan magnet. Di bawah ini akan dibahas beberapa teknik
sesuai klasifikasi tersebut. Perawat yang akan melakukan tindakan dari semua
teknik hendaknya menggunakan tahapan komunikasi yang telah dipelajari
mencakup Tahap pertama pra interaksi, tahap kedua orientasi, tahap ketiga
kerja dan tahap keempat terminasi. Selain itu, tahap tindakan septik dan
aseptik selalu dilakukan untuk keamanan klien dan dirinya. Adapun setiap
tindakan dilakukan melalui persiapan diri, alat, klien dan lingkungan.
Persiapan yang sesuai akan mendapatkan hasil yang optimal, demikian pula
setiap tindakan hendaknya dievaluasi sampai diyakini bahwa tidak ada
keluhan dari efek terapi. Berikut ini beberapa teknik terapi yang banyak
digunakan, antara lain:
1. Meditasi
Meditasi adalah suatu teknik yang memungkinkan seseorang
mampu menggunakan kesadaran dan pengalamannya sehingga membuat
seseorang lebih sadar akan dirinya (Snyder & Lindquist). Meditasi dapat
menjadikan seseorang santai, menurun konsumsi oksigen, mengurangi
frekuensi pernapasan dan denyut jantung. Hal ini menjadikan tubuh
merasa rileks, pikiran lebih tenang, meningkatkan kesejahteraan fisik dan
emosional dengan kondisi lingkungan tenang, posisi yang nyaman dan
kadangkala menggunakan sebuah alat pengukuran mental seperti mantra
(Fontaine, 2005; Mantle & Tiran, 2009).
Meditasi merupakan sarana seseorang untuk fokus terhadap suatu
objek. Terapi ini menggunakan sikap tubuh yang spesifik. Memfokuskan
perhatian atau sikap terbuka terhadap gangguan. Indikasi meditasi
dilakukan pada saat stress, Cemas, denyut jantung dan tekanan darah
meningkat. Kontra indikasi melakukan meditasi adalah klien yang kurang

14
mampu menyimpan emosi dan kurang mampu menganalisis sebab akibat
yang kompleks. Cara melakukan meditasi ada berbagai macam teknik,
proses sederhana yang dapat dilakukan misalnya melatih napas klien.
Tahap pertama diawali dengan persiapan: ruangan yakni tempat yang
tenang dan waktu yang diaggap paling sesuai oleh klien; gunakan pakaian
yang longgar dan nyaman; serta dapat menggunakan musik (misalnva
musik klasik). Tahap kedua menyiapkan posisi yang nyaman, misalnya
dengan mengambil posisi duduk atau berbaring asalkan tulang belakang
tetap terjaga dalam posisi lurus. Tahap ketiga memulai meditasi dengan
mata ditutup atau dibuka, fokus pada keluar masuknya napas terutama
gunakan pernapasan perut, rasakan sensasinya, tahap ini dilakukan
dengan hati ikhlas sehingga tercapai tujuan untuk mengatasi masalah.
Langkah ini dapat dilakukan bertahap sesuai proses yang dilalui dan
kemampuan yang didasari dari evaluasi setiap kali tindakan. Meditasi
yang sukses biasanya membutuhkan latihan setidaknya satu kali perhari
selama 10-20 menit (Snyder & Lindquis, 2010). Tahap keempat yakni
melakukan evaluasi sesuai dengan masalah yang dirasakan misalnya
kemampuan merubah diri, fisik lebih segar dan bugar, perasaan lebih
menerima keadaan.
2. Akupresur
Jenis terapi ini termasuk dalam salah satu pengobatan tradisional
cina yang dikenal dengan traditional chinese medicine disingkat dengan
TCM (Mantle & Tiran,2009). Tindakannya melibatkan stimulasi dari
titik-titik spesifik pada tubuh. Akupresur menggunakan jari atau alat
(kayu,magnet) yang ditekan pada titik-titik spesifik pada tubuh.
Akupresur menggunakan jari atau alat (kayu,magnet) yang ditekan pada
titik di permukaan kulit tersebut sedangkan pada akupunktur
menggunakan jarum yang kemudian dimanipulasi dengan tangan atau
stimulasi elektrik. Titik saraf tubuh merupakan titik berat dari pengobatan
akupunktur dan akupresur. Pada titik tertentu seperti kedua telapak tangan
merupakan titik bagi jantung,paru,mata,kelenjar tiroid, hati,pancreas dan

15
sinus (fengge,2012). Fungsi dari terapi akupunktur dan akupresur adalah
untuk meregenerasi sel-sel tubuh yang mengalami penurunan kualitas
serta membentuk system pertahanan kualitas serta membentuk system
pertahanan dalam tubuh sehingga dapat bermanfaat pada proses
pencegahan,penyembuhan,pemulihan dari penyakit serta meningkatkan
daya tahan tubuh (fengge).
Akupresur dan akupunktur memiliki komponen dasar yang dikenal
dengan Ci Sie (energy vital), system meridian dan titik akupresur. Ci
diartikan sebagai sari makanan, sedangkan Sie diartikan sebagai darah
sehingga jika merujuk pada arti tersebut, Ci Sie sering diartikan sebagai
energi vital (Snyder & lindquis,2010). Komponen selanjutnya adalah
system meridian yang menjadi saluran energy vital yang beredar
keseluruh bagian tubuh. System meridian berfungsi untuk
menghubungkan bagian tubuh satu dengan yang lainnya, hubungan yang
terbentuk adalah hubungan dua arah antar organ tersebut. Selain itu
system meridien juga berfungsi sebagai penghubung titik akupresur
dengan organ dan menghubungkan jaringan tubuh dengan panca indera.
Saluran yang terhubung tersebut dapat berfungsi sebagai penyampaian
infomasi ketika terjadi gangguan fungsi organ. Pada system meridien
yang terhubung pada seluruh tubuh, terdapat titik-titik akupresur
disepanjang saluran tersebut. Titik akupresur dibagi menjadi tiga yaitu
titik akupresur umum yang dijumpai di sepanjang saluran meridien, titik
akupresur istimewa yaitu, titik yang tidak menenti disepanjang ataupun
diluar jalur meridien yang terakhir adalah titik nyeri yaitu titik yang
berada pada daerah keluhan (fengge,2012).
Akupresur dan akupunktur merupakan terapi yang memiliki efek
samping minimal, namun terapi ini tidak dapat dilakukan pada bagian
tubuh yang mengalami bengkak, patah atau retak tulang serta kulit
terbakar (sukanta,2008). Pemijatan pada titik akupresur dilakukan setelah
menemukan titik meridien yang tepat yang ditandai timbulnya rasa nyeri.
Durasi dan kuantitas tekanan ditentukan berdasarkan jenis pijatan. Pijatan

16
yang ditujukan untuk penguatkan (yang) dilakukan sebanyak 30 kali
tekanan pada masing-masing titik dan dilakukan pemutaran pijatan searah
jarum jam. Sedangkan pemijatan yang berfungsi untuk melemahkan (Yin)
dapat dilakukan sebanyak 30-50 kali tekanan dan cara pemijatan
dilakukan berlawanan arah jarum jam (sukanta,2008; Fengge, 2012).
Artinya pemberian pijatan tergantung kebutuhan, misalnya kondisi tubuh
demam; maka pijatan yang diberikan adalah pelemahan (yin) karena
kondisi demam adalah situasi yang (kuat) bertujuan untuk diturunkan.
Proses terapi akupunktur atau akupresur membutuhkan
pemeriksaan, sehingga penting tersedia ruangan yang nyaman dan
memenuhi privacy klien. Pemeriksaan dilakukan melalui pengamatan
pada bagian tubuh klien, misalnya mengalami pembengkakan, luka
ataupun perubahan warna kulit. Setelah pengamatan kasat mata dilakukan
terapis juga harus memperhatikan adanya bau, cek kondisi lidah, palpasi
abdomen, titik tubuh yang akan dilakukan tindakan, dan palpasi nadi di
area radial pergelangan tangan (Snyder & Lindquis, 2010). Konfirmasi
perlu dilakukan untuk memastikan hasil pengamatan,maka dari itu terapis
perlu dilakukan wawancara mengenai sebab penyakit, riwayat penyakit,
keluhan, riwayat pengobatan, pola makan, kebiasaan buang air besar dan
kecil serta kebiasaan tidur. Setelah pemeriksaan dilakukan menentukan
titik-titik yang akan dipijat atau ditusuk sesuai dengan masalah dan
kebutuhan klien, selama tindakan observasi respon klien untuk
mengantisipasi tindakan yang diperlukan misalnya tanda-tanda shock
(keluar keringat dingin, pucat, lemas, mual, dan pusing), kejang otot
(kram,kaku,otot), dan bengkak apabila ada tanda-tanda tersebut maka
hentikan pijitan, tenangkan dan istirahatkan. Evaluasi hasil tindakan yang
telah diberikan.
Terapi akupresur dapat dilakukan secara mandiri dengan memijat
bagian tubuh sendiri. Hal ini berguna untuk mengatasi keluahan gangguan
kesehatan akibat aktivitas kerja, seperti sakit kepala, sakit leher atau
tengkuk, mata lelah, nyeri bahu, nyeri peregangan tangan, nyeri pinggang,

17
nyeri lutut dan keluhan psikis yang ditimbulkan dari stress kerja. Bagian
tubuh yang dapat digunakan untuk memijat titik akupresur adalah jari-jari
tangan. Jika menggunakan alat makan alat tersebut harus dipilih yang
memiliki ujung tumpul. Sebelum memulai pijatan pada titik tertentu
sebaiknya dilakukan relaksasi dengan cara memijat secara lembut area
seperti tengkuk, bahu, lengan, tangan, pinggang paha, dan kaki
menggunakan jari-jari telapak tangan, selanjutnya pijatan pada titik
tertentu dapat dilakukan .
3. Terapi Masase
Teknik ini dengan cara menekan, mengusap, dan memanipulasi
otot dan jaringan lunak lainnya pada tubuh. Pengertian massase telah
mengalami proses penyempurnaan berdasarkan ilmu-ilmu mengenai
tubuh manusia serta gerakan-gerakan tangan yang bersifat mekanis
terhadap tubuh manusia yang dilakukan dengan berbagai teknik (Synder
& Lindquist, 2010). Massase dapat berfungsi sebagai salah satu terapi
untuk meredakan berbagai keluhan fisik seperti rasa kembung,
menghilangkannyeri dan meredakan stres serta kelelahan fisik. Massase
membantu mengurangi ketegangan otot dengan menstimulasi sirkulasi
darah dalam tubuh, relaksasi, mengurangi nyeri, sedangkan pada bayi
melancarkan sirkulasi sehingga efektif meningkatkan berat badan (Synder
& Lindquist; Mantle & Tiran, 2009). Tindakan massase untuk dewasa dan
anak-anak caranya berbeda-beda.
Teknik massase ada berbagai macam cara gerakan. Misalnya
menggunakan cara mengusap, friction (gerakan melingkar kecil-kecil
menggunakan jari dengan penekanan), meremas, mencincang, memukul,
dan menggetar (vibrasi) merupakan gerakan dasar (Mantle & Tiran, 2009,
Kementerian Kesehatan RI, 2014). Setiap cara gerakan memiliki ritme
dan teknik sesuai dengan tujuan dan area tubuh tertentu. Hal yang perlu
diperhatikan adalah hindari tindakan pada daerah yang ada
pembengkakan, infeksi kulit, mengalami penyakit pembuluh darah
(seperti arterisklerosis, hemophilia, thrombosis), hamil muda, sambungan

18
pada patah tulang yang baru sembuh dan penyakit lain yang sekitarnya
berdampak apabila mendapatkan pijatan (Snyder & Lindquist, 2010).
Bahan yang digunakan sebagai pelumas dapat digunakan apabila
diperlukan, penting pengkajian awal untuk menghindari masalah baru.
4. Yoga
Yoga merupakan suatu sarana untuk mencapai suatu tingkat
aktivitas untuk pikiran dan jiwa agar berfungsi bersama secara harmonis
(Shindu, 2013). Yoga merupakan salah satu terapi yang memiliki dasar
pengetahuan mengenai seni pernapasan, anatomi tubuh manusia,
pengetahuan tentang cara mengatur napas disertai gerakan anggota badan,
cara melatih konsentrasi dan kedamaian pikiran.
Teknik ini mengkombinasikan postur fisik, teknik napas dalam dan
meditasi atau relaksasi. Yoga bermacam-macam tergantung aliran yang
ada (Synder & Lindquist, 2010, Kinasih, 2010). Yoga mengkombinasikan
postur, pernapasan dan meditasi ataupun relaksasi, maka untuk mampu
melakukan dengan benar dengan menggunakan buku-buku panduan yang
ada, mengikuti kelas yoga, ataupun video. Latihan yoga harus
memperhatikan kemampuan dan keterbatasan individu seperti factor usia,
jenis kelamin, kondisi kesehatan, kondisi fisik dan emosional. Jenis yoga
yang direkomendasikan adalah mild yoga. Mild yoga adalah jenis yoga
yang dikhususkan untuk wanita yang sedang berada pada tahap
kehamilan., menstruasi,lansia, dan manepouse yang bertujuan untuk
mencapai keseimbangan kondisi mental dan fisil yang sehat (Synder &
Linquist, 2010).
5. Bekam
Bekam dikenal dari masa kuno, cina dan timur tengah sebagai
salah satu teknik pengobatan tertua didunia. Pengertian bekam adalah
melakukan suction pada bagian tertentu (local) dengan menggunakan
cups pada area yang telah dipilih pada tubuh. Setelah beberapa menit, cup
akan dipindahkan dan dilakukan penyayatan kecil dengan menggunakan
scalpel. Suction kedua menggunakan cup pada bagian tersebut akan

19
mengeluarkan darah dari dalam tubuh dengan kuantitas kecil yang
berfungsi untuk mengeluarkan racun dari tubuh (El Syaded, Mahmoud, &
Nabo, 2013)
Tujuan utama dari terapi ini adalah untuk mempercepat aliran
darah dan membantu mengeluarkan darah yang sudah tidak memiliki
manfaat bagi tubuh. Bekam juga berguna untuk mengeluarkan racun dari
sirkulasi kulit dan kompartemen interstisial (Kim et al, 2012). Pada klien
terapi bekam terdapat hubungan dari kulit dengan organ internal lainnya
seperti system peredaran limpa dan system imun.
Terdapat dua tipe utama dari bekam yaitu kering (dry cupping)
yaitu dengan melakukan suction pada kulit secara langsung dilakukan
penyedotan oleh vakum pada cup. Area pemasangan vakum diletakkan
cup di atas area kongesti atau titik akupuntur (Mantle & Tiran, 2009).
Bekam basah (wet cupping) pada area tersebut di insisi pada bagian
superfisial kulit, lebih aman apabila menggunakan lancet, sehingga darah
dapat keluar pada bagian kulit yang dilakukan penyedotan oleh vakum.
Kedua tipe tersebut sangat dianjurkan meningkatkan intake air terlebih
dahulu sebelum tindakan. Bekam kering selalu digunakan sebelum bekam
basah. Pengamatan penulis yang harus diperhatikan dalam tindakan saat
melakukan tarikan vakum secukupnya saja karean beresiko terjadinya
bulae akibat tarikan yang terlalu kuat. Hal lain yang harus di perhatikan
adalah tindakan septik dan antiseptic selama interval bekam basah.
6. Terapi Benson
Terapi ini dikenal dengan respons relaksasi, yaitu kondisi fisiologis
dan psikologis yang melawan stress (Dusek & Benson, 2009). Benson dan
Proctor mendefinisikan teknik relaksasi benson adalah upaya
pengembangan metode relaksasi pernapasan dengan melibatkan
keyakinan klien mengenai kondisi kesehatannya sehingga dapat
membantu menciptakan lingkungan internal dan membantu klien
mencapai kondisi kesehatan dan kesejahteraan yang lebih tinggi
(Purwanto, 2006). Respons relaksasi adalah salah satu teknik meditasi

20
sederhana untuk mengatasi tekanan dan meraih ketenangan hidup. Teknik
relaksasi benson merupakan teknik latihan napas yang bertujuan untuk
mengurangi stress.
Teknik relaksasi Benson menggabungkan antara meditasi dengan
relaksasi napas dalam. Tujuan kombinasi tersebut adalah untuk
meningkatkan vertilisasi alveoli, memelihara pertukaran gas, mencegah
atelektasi paru, meningkatkan efisiensi batuk, mengurangi stress fisik
maupun emosional serta membantu keluhan sulit tidur. Hal yang perlu di
perhatikan selama intervensi kondisi lingkungan yang terang agar tercapai
efek optimal, kemampuan fisik, memungkinkan tindakan. Evaluasi
tindakan paska latihan adalah tercapainya tujuan, klien mampu mengikuti
tindakan sesuai arahan pemandu.
7. Hipnoterapi
Teknik terapi ini digunakan untuk membantu orang lain dalam
menciptakan kemungkinan hidupnya lebih berarti melalui cara
mengekspresikan diri dalam berbagai hal (Stanley, 2014). Hypnosis
secara tradisional dianggap sebagai kesadaran yang berubah, mirip
dengan keadaan yang dialami saat mendengarkan music, menonton tv,
melamun atau berkonsentrasi pada tugas (Mantle & Tiran, 2009). Kamus
besar bahasa Indonesia hypnosis adalah keadaan seperti tidur karena
sugesti, pada saraf permulaan orang tersebut berada dibawah pengaruh
orang yang mensugestinya, tetapi pada saraf berikutnya menjadi tidak
sadar sama sekali. Keadaan hipnosisi dikaitkan dengan adanya
peningkatan sugesti, memfasilitasi interaksi antara terapis dan subjek
yang memungkinkan praktisi membuat sugesti untuk memfasilitasi
seseorang agar mengubah cara berfikir, perasaan atau raksi terhadap
peristiwa atau situasi tertentu (Mantle & Tiran, 2009). Contohnya klien
lansia yang diberi sugesti tidur sehat dapat membantu meningkatkan
kualitas tidurnya (Haryanto, 2016).
McCann (2008) menjelaskan hypnosis sebagai suatu bentuk
komunikasi dengan klien untuk terlibat dalam menyerap proses terapi dan

21
perubahan. Kondisi hypnosis adalah sala satu dari “penyerapan terfokus”,
agar klien lebih mudah dalam mempertibangkan dan memodifikasi
pandangan subjektif dirinya. Syarat dalam melakukan hipnosisi di
antaranya membuat mata lelah dan memejamkan mata, munculnya
relaksasi, terbentuknya kepercayaan dan hubung emosional yang baik
dengan terapis di ikuti dengan sugesti yang diformat baik melalui kata-
kata ataupun ekologis (gerakan), dilakukan berulang dan melibatkan
emosionalnya serta membawa hati klien kepada sugesti (Elias, 2009).
Proses pemberian pesan merubah diri dalam keadaan relaksasi, namun
pada klien psikosis akut tindakan ini merupakan kontraindikasi (Mantle &
Tiran). Perawat dapat membantu klien melakukan terapi ini misalnya
klien yang ingin menghentikan kebiasaan buruk seperti adiktif pada
nikotin, makanan, obat-obatan, alcohol dan kebiasaan lainnya (Elias).
Hipnosis dapat dilakukan dengan bantuan maupun secara mandiri.
Setelah teridentifikasi permasalahan dasar dan keinginan untuk mengatasi
masalah melalui pengkajian yang mendalam. Menurut elias (2009), secara
ringkas teknik hypnosis dilakukan melalui syarat : melelahkan mata dan
memejamkan mata, relaksasi, kepercayaan dan hubungan emosional yang
baik, sugestu linguistic dan ekologis yang diformat dengan baik,
pengulangan dan membawa hati kepada sugesti. Komplikasi hypnosis
umumnya bersifat sementara misalnya terjadi lelah, gelisah, bingung,
pusing dan mual. Kontra indikasi hypnosis adalah gangguan psikiatri,
trauma psikologis yang mendalam, dan epilepsy. Hal yang harus di
perhatikan secara tindakan adalah kondisi lingkungan yang tenang,
memperhatikan klien. Evaluasi tindakan klien terhadap proses pra
induksi, kategori klien tergantung mudah atau tidak dilakukan sugesti,
ketepatan dan ketepatan waktu memasukkan induksi akan mempengaruhi
hasil tindakan dalam mencapai tujuan.
8. Food Combining
Food Combining adalah pola makan yang diselaraskan dengan
mekanisme alamiah tubuh manusia. Artinya cara ini menggunakan pola

22
makan yang benar sesuai dengan siklus pencernaan sehingga mengatur
waktu makan dan kombinasi makanan yang serasi (Gunawan, 1999).
Tujuan dilaksanakannya food combining adalah untuk mempermudah
pekerjaan system pencernaan sehingga pemakaian energy tubuh lebih
efisien dan tubuh menjadi sehat serta membentuk berat badan dan tinggi
badan yang ideal.
Prinsip food combining sebenarnya tidak berbeda dengan pola
makan gizi seimbang, hanya saja menyesuaikan dengan siklus pencernaan
tubuh manusia. Siklus tersebut terbagi dalam tiga periode yaitu siklus
pencernaanm siklus penyerapan dan siklus pembuangan (gunawan).
Penjelasan gunawan lebih lanjut bahwa siklus pencernaan berlangsung
pada pukul 12.00 – 20.00 waktu ini merupakan saat yang tepat untuk
mengkonsumsi makanan padat karena periode ini tubuh mencerna
makanan secara aktif. Siklus penyerapan dimulai pada pukul 20.00 –
04.00 WIB. Sebagian besar zat makanan yang telah dicerna dibagikan ke
seluruh tubuh. Pada saat ini sebaiknya jangan banyak melakukan aktifitas
dan tidak makan lagi, karena sel-sel tubuh yang rusak diganti pada
periode ini. Siklus pembuangan merupakan siklus terakhir yang terjadi
pada pukul 04.00 – 12.00 WIB. Energy sangat banyak dikeluarkan pada
periode ini. Sebaiknya menghindari makan makanan padat pada periode
ini dan cukup dengan meminum segelas jus. Ketiga periode tersebut
bukan hanya memperhatikan jam waktu makan, tetapi juga keseimbangan
asam dan basa (nilai pH makanan) yang dimakan. Berdasarkan periode
makan yang ada dan prinsip keseimbangan asam basa, maka dalam
melakukan food combining harus dipersiapkan pengelompokan makanan
yaitu makanan pembentuk asam, makanan ini berbentuk protein hewani
seperti daging, lemak, minyak, produk susu, biji-bijian, kacang tanah dan
makanan mengandung ragi serta alcohol. Berikut adalah makanan
pembentuk basa bisa dikonsumsi melalui buah-buahan, sayuran, kentang
yang direbus dengan kulitnya, susu mentah, kedelai, taoge, kacang-
kacangan (kecuali kacang tanah).

23
Penyusunan menu dengan metode food combining adalah
menyusun menu dengan serasi, mengatur makanan yang cocok (lebang,
2014). Sebaiknya makanan pembentuk asam basa dimakan sekaligus
sehingga akan tercapai makanan yang sifatnya netral. Semua kelompok
makanan yang ada pada tahapan persiapan dapat dimakan secara
bersamaan, kecuali kelompok pati dan protein tidak boleh dimakan secara
bersamaan melakukan kombinasi unsur protein dan lemak, unsur lemak
berguna melambatkan laju pencernaan sehingga protein cukup waktu
untuk berinteraksi dengan asam lambung. Protein mengandung lemak
sehingga jika dikombinasi dengan lemak maka makanan akan lebih lama
berada dalam lambung asam dapat melarutkan lemak dan enzim pengurai
lemak membutuhkan pH asam. Menambahkan asam pada makanan
berkadar lemak tinggi menyebabkan pH sangat asam dan menghambat
protein pencernaan. Contoh manfaat dari penggunaan metode ini
membantu menurunkan massa lemak, insulin, kolestrol total
(Golay, et all, 2000; Weickert, 2012).

D. Penggunaan Terapi Komplementer dalam Keperawatan di Indonesia


Perkembangan terapi komplementer di Indonesia mengalami
kemajuan pesat. Hal ini ditunjukkan dengan adanya institusi pendidikan
tinggi yang ikut mengembangkan berbagai jenis terapi. Misalnya telah
dibukanya paska sarjana akupuntur dan herbal. Perkembangan lain adapula
yang menjadikan salah satu kompetensi profesi tertentu sehingga dimasukkan
ke dalam kurikulum pendidikan misalnya di kedokteran, keperawatan,
kefarmasian dan fisioterapi. Perkembanga keilmuan ini sejalan dengan
pemanfaatan berbagai jenis terapi yang ada di masyarakat. Perkembangan
ilmu yang ada juga didukung mulai munculnya organisasi yang mewadahi
peminat keilmuan komplementervyang bertujuan memberikan intervensi
yang holistik.
Penggunaan terapi komplementer di Indonesia berbeda-beda
tergantung dari minat, kebutuhan, ketersediaan, dan keinginan klien ataupun

24
keluarganya. Pengetahuan masyarakat di Indonesia tentang tindakan
tradisional bervariasi sehingga dalam menggunakan terapi komplementer
berbeda-beda. Disamping itu pemanfaatannya tergantung dari jenis penyakit
yang diderita, paling umum dan sudah membudaya adalah pemanfaatan
produk alami yang dikenal dengan jamu. Istilah ini berasal dari bahasa Jawa
dipakai di seluruh Indonesia (WHO,2010). Jenis terapi komplementer
tradisional lainnya adalah pijat, yang berkembang saat ini dipraktekkan dalam
pelayanan SPA adalah pijat Jawa dan Bali sedangkan shiatsu, tuina, lomi-
lomi, Swedish, akupresur, refleksi termasuk yang berasal dari negara lain
(Kementerian Kesehatan RI, 2014). Hal ini menunjukkan jamu dan pijat
termasuk pengobatan atau pelayanan tradisional khas Indonesia.
1. Jamu
Tahun 1988 merupakan awal dimulainya program pengembangan
potensi obat tradisonal sebagai alternatif pelayanan kesehatan (Chaudhury
&Rafei, 2001). Obat tradisional Indonesia dikenal dengan istilah jamu
(WHO, 2010). Perkembangan jamu saat ini dikelola secara tradisional dan
modern, beberapa pabrik jamu di Indonesia bahkan sudah sampai
dimancanegara. Jamu tradisional yang dikelola secara manual dapat
ditemukan di masyarakat Indonesia dengan membuat sendiri dan masih
banyak ditemukan yang dijual keliling kampung misalnya jamu gendong
(Wulandari dan Azrianingsih, 2014). Perkembangan jamu dikelola secara
modern sudah semakin maju dengan adanya pabrik yang diproduksi
secara masal da nada yang telah menggunakan resep dokter.

2. Pijat
Tindakan pijat memiliki prinsip yang hampir sama dengan masase,
penekanan pada bagian ini adalah, banyaknya jenis pijat yang ada di
Indonesia tergantung wilayah tempat tinggal masyarakat. Istilah yang
banyak beredar dimasyarakat pijat bermacam-macam, misalnya pijat dan
urut. Pijat memiliki tujuan untuk rileks, melemaskan otot dan
memperlancar peredaran darah.

25
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
Terapi komplementer merupakan pelengkap dalam intervensi
keperawatan. Setiap individu akan berusaha untuk mendapatkan pelayanan
kesehatan sesuai keinginan dan kemampuan dirinya. Perawat sebagai
professional kesehatan yang kompeten akan berusaha mengembangkan
kemampuan terhadapi keilmuan yang menunjang dalam praktik keperawatan,
melakukan atau menggunakan sebagai hasil penelitian yang membahas terapi
komplementer.
Jenis terapi komplementer begitu banyak, penggunaannya dipilih sesuai
dan tidak bertentangan dengan pengobatan konfensional yang telah
digunakan klien. Perawat perlu mengetahui tehnik yang ada, untuk dapat
mempersiapkan klien yang akan mendapatkan tindakan komplementer dan
membantu memberikan intervensi yang sesuai kebutuhannya. Prinsip
perlindungan dan keamanan serta kenyamanan tindakan untuk perawat dan
klien harus diperhatikan, misalnya tindakan antiseptik, komunikasikan terapi,
tempat yang tenang dan nyaman sesuai kebutuhan serta mengikuti langkah
yang tepat sesuai tahapan intervensi dan dilakukan untuk melengkapi
tindakan keperawatan dalam asuhan keperawatan.

B. Saran
Perawat dalam memenuhi kebutuhan tersebut membutuhkan pengetahuan
dan ketrampilan untuk dapat memberikan intervensi pada klien. Tindakan
yang dilakukan perawat harus menjadi bagian dari asuhan keperawatan serta
memperhatikan prinsip holistik, komprehensif, dan kontinum. Apabila
perawat mampu memahami dan melaksanakan konsep tersebut, diharapkan
pelayanan kesehatan terbaik untuk klien dapat diberikan karena masyarakat
Indonesia saat ini banyak yang sangat mempercayai kombinasi terapi
tradisional dan konvensional dalam pemenuhan kesehatannya.

26
DAFTAR PUSTAKA

Setiawan Agus. 2019. Keperawatan Kesehatan Komunitas dan Keluarga 1st


Indonesia edition. Singapore : Elsevier

27

Anda mungkin juga menyukai