Anda di halaman 1dari 17

MUHAMMAD AMRIN HAKIM

AKP 6A

BARANG MILIK NEGARA

1. Jelaskan siklus pengadaan barang/jasa pemerintah


2. Jelaskan prinsip-prinsip pengadaan barang/jasa pemerintah
3. Jelaskan kebijakan, peraturan perundangan terkait pengadaan barang /jasa
peerintah
4. Jelaskan para pihak terkait pengadaan barang/jasa teramsuk tugas ULP dalam
pengelolaan dan koordinasi pengadaan barang/jasa pemerintah
5. Jelaskan etika pengadaan pada pengadaan barang/jasa pemerintah
6. Jelaskan prinsip-prinsip pengendalian & pengawasan pengendalian barang/jasa
pemerintah
7. Jelaskan penyimpangan yang biasa terjadi dalam pengadaan barang/jasa
pemerintah

Jawaban :

1. Siklus pengadaan barang milik negara dan Jasa Pemerintah serta Peraturan LKPP
No. 7 tahun 2018 tentang Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa dan
Peraturan LKPP No. 9 tahun 2018 tentang Pedoman Pelaksanaan PBJ, siklus
pengadaan dibagi menjadi beberapa tahapan yaitu:

1. Perencanaan
2. Persiapan
a. Persiapan Pengadaan
b. Persiapan Pemilihan
3. Pelaksanaan
a. Pelaksanaan Pemilihan
b. Pelaksanaan Kontrak
4. Serah Terima Pekerjaan
 Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa
Perencanaan pengadaan disusun oleh PPK dan ditetapkan oleh PA/KPA yang meliputi
identifikasi kebutuhan, penetapan barang/jasa, cara, jadwal dan anggaran Pengadaan
Barang/Jasa. Pengadaan Barang/Jasa dilaksanakan dengan cara Swakelola dan/atau
Penyedia. Pedoman Perencanaan Pengadaan Barang/Jasa diatur dalam Peraturan
Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah tentang Pedoman Perencanaan
Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pedoman pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa
melalui Penyedia meliputi kegiatan Persiapan Pengadaan Barang/Jasa, Persiapan
Pemilihan Penyedia, Pelaksanaan Pemilihan Penyedia, Pelaksanaan Kontrak dan Serah
Terima hasil pekerjaan.
 Persiapan Pengadaan
Persiapan Pengadaan dapat dilaksanakan setelah RKA-K/L disetujui oleh DPR atau
RKA Perangkat Daerah disetujui oleh DPRD. Untuk Pengadaan Barang/Jasa yang
kontraknya harus ditandatangani pada awal tahun, persiapan pengadaan dan/atau
pemilihan Penyedia dapat dilaksanakan setelah  penetapan Pagu Anggaran K/L atau
persetujuan RKA Perangkat Daerah sesuai ketentuan peraturan perundangundangan.
Persiapan Pengadaan dilakukan oleh PPK meliputi:
o Penetapan spesifikasi teknis/Kerangka Acuan Kerja (KAK)
o Penetapan HPS
o Penetapan rancangan kontrak; dan/atau
o Penetapan uang muka, jaminan uang muka, jaminan pelaksanaan, jaminan
pemeliharaan, sertifikat garansi, dan/atau penyesuaian harga
Disamping itu PPK melakukan identifikasi apakah barang/jasa yang akan diadakan
termasuk dalam kategori barang/jasa yang akan diadakan melalui pengadaan
langsung, E-purchasing, atau termasuk pengadaan khusus. Yang termasuk pengadaan
khusus, yaitu:
a. Pengadaan Barang/Jasa dalam rangka Penanganan Keadaan Darurat
b. Pengadaan Barang/Jasa di Luar Negeri
c. Pengadaan Barang/Jasa yang masuk dalam Pengecualian
d. Penelitian, atau
e. Tender/Seleksi Internasional dan Dana Pinjaman Luar Negeri atau Hibah Luar
Negeri
Sedangkan, pedoman pelaksanaan pengadaan barang/jasa yang termasuk dalam
pengadaan khusus diatur di dalam peraturan tersendiri.
 Persiapan Pemilihan
Persiapan pemilihan Penyedia oleh Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan dilaksanakan
setelah Pokja Pemilihan/Pejabat Pengadaan menerima permintaan pemilihan Penyedia
dari PPK yang dilampiri dokumen persiapan Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia
yang disampaikan oleh PPK kepada Kepala UKPBJ/Pejabat Pengadaan. Persiapan
Pengadaan Barang/Jasa melalui Penyedia yang dilakukan oleh Pokja Pemilihan/Pejabat
Pengadaan meliputi:
a. Penetapan metode pemilihan Penyedia
b. Penetapan metode Kualifikasi
c. Penetapan metode evaluasi penawaran
d. Penetapan metode penyampaian dokumen penawaran
e. Penetapan jadwal pemilihan, dan
f. Penyusunan Dokumen Pemilihan
 Pelaksanaan Pemilihan
Pelaksanaan pemilihan Penyedia dilakukan oleh PPK dan Pokja Pemilihan/Pejabat
Pengadaan sesuai metode pemilihan, dengan ketentuan:
o PPK melaksanakan E-purchasing dengan nilai pagu paling sedikit di atas
Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah)
o Pejabat Pengadaan melaksanakan: 1) E-purchasing dengan nilai pagu paling
banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah); dan 2) Pengadaan Langsung dan
Penunjukan Langsung untuk pengadaan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa
Lainnya dengan nilai HPS paling banyak Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah); atau Jasa Konsultansi yang bernilai paling banyak Rp100.000.000,00
(seratus juta rupiah)
o Pokja Pemilihan  melaksanakan Tender/Seleksi, Tender Cepat, dan Penunjukan
Langsung
o Pelaku pelaksanaan pengadaan khusus diatur lebih lanjut dalam Peraturan LKPP
terkait Pengadaan Khusus
 Pelaksanaan Kontrak
Pelaksanaan Kontrak dilaksanakan oleh para pihak sesuai ketentuan yang termuat dalam
Kontrak dan peraturan perundang-undangan.
 Serah Terima Hasil Pekerjaan
Serah Terima hasil pekerjaaan dilaksanakan setelah pekerjaan selesai 100% (seratus
persen) sesuai ketentuan yang termuat dalam Kontrak, Penyedia mengajukan
permintaan secara tertulis kepada Pejabat Penandatangan Kontrak untuk Serah Terima
barang/jasa. Pejabat Penandatangan Kontrak melakukan pemeriksaan terhadap
barang/jasa yang diserahkan. Pejabat Penandatangan Kontrak dan Penyedia
menandatangani Berita Acara Serah Terima.
2. prinsip-prinsip pengadaan barang milik negara Penerapan ketujuh prinsip
dalam Pengadaan Barang dan Jasa diharapkan dapat membuat pengadaan barang/
jasa dapat berjalan seperti yang diharapkan serta dapat memberi manfaat yang
maksimal bagi semua pihak. Pada bagian penjelasan pasal 5 atas Perpres 54 tahun
2010 telah dijelaskan maksud masing-masing tujuh prinsip tersebut. Uraian di
bawah dimaksudkan untuk lebih memperjelas hal tersebut, yaitu:
a. Efisien.
Efisiensi pengadaan diukur terhadap seberapa besar upaya yang dilakukan
untuk memperoleh Barang/Jasa dengan spesifikasi yang sudah ditetapkan.
Upaya yang dimaksud mencakup dana dan daya yang dikeluarkan untuk
memperoleh Barang/Jasa. Semakin kecil upaya yang diperlukan maka dapat
dikatakan bahwa proses pengadaan semakin efisien.
b. Efektif.
Efektifitas pengadaan diukur terhadap seberapa jauh Barang/Jasa yang diperoleh
dari proses pengadaan dapat mencapai spesifikasi yang sudah ditetapkan
c. Transparan.
Bagaimana proses pengadaan Barang/Jasa dilakukan dapat diketahui secara luas.
Proses yang dimaksud meliputi dasar hukum, ketentuanketentuan, tata cara,
mekanisme, aturan main, sepsifikasi barang/jasa, dan semua hal yang terkait
dengan bagaimana proses pengadaan barang/jasa dilakukan. Dapat diketahui
secara luas berarti semua informasi tentang proses tersebut mudah diperoleh dan
mudah diakses oleh masyarakat umum, terutama Penyedia Barang/Jasa yang
berminat.
d. Terbuka.
Berarti Pengadaan Barang/Jasa dapat diikuti oleh semua Penyedia Barang/Jasa
yang memenuhi persyaratan/kriteria yang ditetapkan sesuai ketentuan yang
berlaku.Setiap penyedia yang memenuhi syarat dapat dengan mudah
mendapatkan informasi tentang prosedur yang jelas untuk mengikuti
lelang/seleksi.
e. Bersaing.
Proses pengadaan barang dapat menciptakan iklim atau suasana persaingan yang
sehat di antara para penyedia barang/jasa, tidak ada intervensi yang dapat
mengganggu mekanisme pasar, sehingga dapat menarik minat sebanyak
mungkin penyedia barang/jasa untuk mengikuti lelang/seleksi yang pada
gilirannya dapat diharapkan untuk dapat memperoleh barang/jasa dengan
kualitas yang maksimal.
f. Adil/tidak diskriminatif.
Berarti proses pengadaan dapat memberikan perlakuan yang sama bagi semua
calon Penyedia Barang/Jasa dan tidak mengarah untuk memberi keuntungan
kepada pihak tertentu, kecuali diatur dalam peraturan ini. Sebagai contoh bahwa
dalam peraturan ini mengatur agar melibatkan sebanyak mungkin Usaha Kecil,
Usaha Menengah dan Koperasi Kecil.Disamping itu juga mengutamakan
produksi dalam negeri.
g. Akuntabel.
Berarti harus sesuai dengan aturan dan ketentuan yang terkait dengan Pengadaan
Barang/Jasa sehingga dapat dipertanggungjawabkan.

Apabila prinsip-prinsip tersebut dapat dilaksanakan, dapat dipastikan akan diperoleh


barang/jasa yang sesuai dengan spesifikasinya dengan kualitas yang maksimal serta
biaya pengadaan yang minimal. Disamping itu dari sisi penyedia barang/jasa akan
terjadi persaingan yang sehat dan pada gilirannya akan terdorong untuk semakin
meningkatnya kualitas dan kemampuan penyedia barang/jasa.

3. Kegiatan pengadaan barang/jasa pemerintah ketentuannya selama ini diatur dalam


Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 Tentang Perubahan Kedua Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah jo. Peraturan Presiden Nomor 35 Tahun 2011 Tentang Perubahan Atas
Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah
juncto Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 Tentang Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah (Selanjutnya disebut Perpres Pengadaan Barang/Jasa
Pemerintah).Dalam Pasal 1 angka 1 Peraturan Presiden No. 54 Tahun 2010 tentang
Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah (Perpres 54 Tahun 2010) menerangkan
secara lebih jelas, bahwa PBJP merupakan kegiatan untuk memperoleh barang/jasa
oleh kementerian/lembaga/satuan kerja perangkat daerah/institusi (selanjutnya
disebut K/L/D/I) lainnya yang prosesnya dimulai dari perencanaan kebutuhan
sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk memperoleh barang/jasa. Selain
itu, ruang lingkup PBJP yang diatur dalam Pasal 2 Perpres No. 54 Tahun
2010.Kegiatan pengadaan barang/jasa Pemerintah memerlukan proses panjang
yang dimulai dari perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan
dalam rangka memperoleh Barang/Jasa. Untuk mendapatkan barang/jasa yang
dibutuhkan, Pengguna barang/jasa Pemerintah yang diawali dengan proses
perencanaan kebutuhan sampai diselesaikannya seluruh kegiatan untuk
memperoleh barang/jasa sesuai kebutuhannya melalui Pelaksana kegiatan
pengadaan barang/jasa Pemerintah menentukan dan menetapkan pihak Penyedia
barang/jasa Pemerintah, yaitu Badan Usaha atau Orang perseorangan yang
menyediakan Barang/Pekerjaan Konstruksi/Jasa Konsultansi/Jasa Lainnya dan
Penyedia melalui Swakelola, khusus untuk kegiatan pengadaan barang/jasa yang
pekerjaannya direncanakan, dikerjakan, dan/atau diawasi sendiri oleh K/L/D/I
sebagai penanggung jawab anggaran, instansi pemerintah lain dan/atau kelompok
masyarakat (vide: Pasal 1 angka 12 dan 20 Perpres No. 70 Tahun 2012).
Pengadaan barang dan jasa merupakan salah satu bagian penting dalam
pelaksanaan pembangunan nasional baik pembangunan fisik maupun non-fisik dan
sekaligus menentukan keberhasilan daya serap APBN dalam mencapai target
pembangunan nasional. Di dalam proses pelaksanaan barang dan jasa Pemerintah (serta
merta penggunaan APBN/APBD) maka landasan bekerja pengelola keuangan Negara,
meliputi :
 UU RI Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara;
 UU RI Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara;
 UU RI Nomor 15 Tahun 2004 tentang Pemeriksaan Pengelolaan dan
Tanggung Keuangan Negara;
Dalam konteks pengelolaan dan tanggung jawab keuangan Negara ini, relevan
untuk diperhatikan mengenai, pertama, pengertian tentang Keuangan Negara, kedua,
juga terkait dengan pengertian “kerugian keuangan negara”. Dalam hal pertama, telah
ditentukan dalam UU RI Nomor 17 tentang Keuangan Negara, yaitu hak dan kewajiban
Negara untuk antara lain memungut pajak, kewajiban Negara tugas layanan umum
pemerintahan Negara dan membayar tagihan pihak ketiga; penerimaan/pengeluaran
Negara/Daerah, dankekayaan Negara, termasuk kekayaan yang dipisahkan pada
perusahaan Negara/perusahaan daerah. Namun dalam praktik perkembangan hukum
berkaitan dengan keuangan Negara sebagaimana telah ditentukan dalam UU Keuangan
Negara, terdapat dua perkembangan penting yaitu pertama, terbitnya, Fatwa Mahkamah
Agung RI Nomor WKMA/Yud/20/VIII/2006 Tanggal 16 Agustus 2006 yang
menyatakan bahwa piutang Negara yang berasal dari Bank Umum Milik Negara
(BUMN) berdasarkan UU RI Nomor 19 Tahun 2003 tentang BUMN tidak lagi
mengikat secara hukum. Fatwa MARI tersebut juga menyatakan bahwa aturan Pasal 2
huruf g UU RI Nomor 17 Tahun 2003 mengenai kekayaan Negara yang dikelola sendiri
atau oleh pihak lain, antara lain berupa piutang, termasuk kekayaan yang dipisahkan
pada perusahaan Negara/perusahaan daerah, juga tidak mempunyai kekuatan mengikat
secara hukum. Kedua, Putusan MKRI Nomor 77-PUU-IX/2011 Tanggal 25 September
2011, pada pokoknya menyatakan bahwa frasa “badan-badan yang baik secara langsung
atau tidak langsung dikuasai Negara,..sebagaimana dimaksud pada Pasal 8
UndangUndang No.49 Prp Tahun 1960 tentang Panitia Urusan Piutang Negara, tidak
mempunyai kekuatan hukum mengikat. MKRI Juga telah menyatakan bahwa piutang
bank BUMN setelah berlakunya UU RI Nomor 40 Tahun 2007 tentang Perseoran
Terbatas, adalah bukan lagi piutang Negara yang harus dilimpahkan penyelesaiannya ke
Panitia Urusan Piutang Negara.
November 20, 2014.
Dalam hal kedua, mengenai pengertian kerugian keuangan negara telah
ditentukan dalam UU RI Nomor1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara, yaitu:
kekurangan uang, surat berharga, dan barang yang nyata dan pasti jumlahnya sebagai
akibat perbuatan melawan hukum baik sengaja maupun lalai. Merujuk definisi kerugian
Negara/Daerah dalam Pasal 1 angka 22 UU Perbendaharaan Negara jelas bahwa setelah
berlakunya undang-undang ini Tanggal 14 Januari 2004, pengertian kerugian keuangan
Negara/Daerah tidak dapat ditafsirkan lain selain apa yang telah ditegaskan dalam
ketentuan tersebut; tafsir hukum kerugian yang akan timbul atau potensi kerugian
Negara tidak dapat dibenarkan lagi. Sejalan dengan asas lex posteriori derogate lege
priori, maka tafsir kerugian Negara/daerah yang sah adalah berdasarkan UU
Perbendaharaan Negara, bukan yang tercantum dalam ketentuan Pasal 2 dan Pasal 3
UU RI Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah UU RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana ,.

4. Pihak yang terkait dalam pengadaan barang milik negara adalah sebagai berikut :
 PA (Pengguna Anggaran)
PA adalah pejabat pemegang kewenangan penggunaan anggaran Kementerian
Negara/Lembaga/Perangkat Daerah (Pasal 1 ayat 7). Pengertian PA ini sama dengan
pengertian Pengguna Anggaran dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 2004 tentang
Perbendaharaan Negara Sama dengan Perpres sebelumnya, Perpres No. 16/2018 ini
juga tidak menjelaskan secara rinci siapa saja yang memiliki kewenangan sebagai PA,
sehingga penentuan PA dalam PBJ ini dikembalikan pada ketentuan dalam UU
Perbendaharaan Negara.
UU Pembendaharaan Negara menentuakan bahwa PA untuk Kementerian adalah
Menteri dari masing-masing Kementerian, sedangkan untuk Lembaga maka yang
menjadi PA adalah pimpinan lembaga. Adapun PA perangkat daerah adalah Kepala
Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD).

 KPA (Kuasa Pengguna Anggaran)


KPA dalam Pepres No. 16/2018 terdiri atas dua jenis yakni KPA pada pelaksanaan
APBN dan KPA pada pelaksanaan APBD. KPA pada pelaksanaan APBN merupakan
pejabat yang memperoleh kuasa dari PA untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan
tanggung jawab penggunaan anggaran pada Kementerian Negara/Lembaga yang
bersangkutan (Pasal 1 ayat 8). Sedangkan KPA pada pelaksanaan APBD merupakan
pejabat yang diberi kuasa untuk melaksanakan sebagian tugas dan fungsi perangkat
daerah (Pasal 1 ayat 9). Kewenangan untuk mendelegasikan sebagian tugas pelaksanaan
anggaran kepada KPA  adalah PA sehingga penentuan siapa yang menjadi KPA tidak
dibatasi oleh Perpres No.16/2018.

 PPK (Pejabat Pembuat Komitmen)


PPK merupakan pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk mengambil
keputusan dan/atau melakukan tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran
anggaran belanja negara/anggaran belanja daerah (Pasal 1 ayat 10).

 Pejabat Pengadaan
Pejabat administrasi/pejabat fungsional/personel yang bertugas melaksanakan
pengadaan langsung, penunjukan langsung, dan/atau E-purchasing (Pasal 1 ayat 13)

 Unit Kerja Pengadaan Barang/Jasa (UKPBJ)


UKBJ merupakan unit kerja di Kementerian/Lembaga/Pemerintah Daerah yang menjadi
pusat keunggulan PBJ (Pasal 1 ayat 11). Unit ini merupakan gabungan dari fungsi Unit
Layanan Pengadaan (ULP) serta Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE) yang
disertai dengan fungsi pendukung lainnya .

 Pokja Pemilihan (Kelompok Kerja Pemilihan)


Pokja Pemilihan merupakan sumber daya manusia yang ditetapkan oleh pimpinan
UKPBJ untuk mengelola pemilihan penyedia (Pasal 1 ayat 12). Sebelumnya Pokja
Pemilihan ini dikenal dengan nama Pokja ULP.

 Agen Pengadaan
Agen Pengadaan merupakan hal yang baru diatur oleh Perpres No. 16/2018. Dalam
peraturan ini, Agen Pengadaan didefinisikan sebagai UKPBJ atau Pelaku Usaha yang
melaksanakan sebagian atau seluruh pekerjaan yang telah diberi kepercayaan

 PjPHP/PPHP (Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan/Panitia Pemeriksa Hasil


Pekerjaan)
Organ ini juga mengalami perubahan istilah, definisi dan perubahan pengaturan yang
berdampak pada berubahnya tugas yang diemban. Panitia Pemeriksa Hasil Pekerjaan
(PPHP) sebelumnya diatur dengan menggunakan istilah Panitia Penerima Hasil
Pekerjaan. Adapun Pejabat Pemeriksa Hasil Pekerjaan (PjPHP) sebelumnya
menggunakan istilah Pejabat Penerima Hasil Pekerjaan .
Dalam Perpres No.16/2018 ini, PjPHP diatur sebagai pejabat administrasi/pejabat
fungsional/personel yang bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan PBJ
konstruksi/jasa lainnya dengan nilai paling banyak sebesar Rp200 juta dan Jasa
Konsultansi yang bernilai maksimal Rp100 juta. Sedangkan PPHP adalah tim yang
bertugas memeriksa administrasi hasil pekerjaan PBJ Konstruksi/Jasa lainnya dengan
paling rendah Rp200 juta dan Jasa Konsultansi dengan nilai paling rendah sebesar
Rp100 juta.

5. Etika dalam pengadaan barang milik negara berikut penjelasannya :


Pengadaan barang/jasa harus dilakukan dengan menjunjung tinggi etika
pengadaan.Pengamalan terhadap etika pengadaan diharapkan dapat membuat pengadaan
barang/jasa berlangsung dengan baik. Etika pengadaan barang/jasa meliputi:
a. Melaksanakan tugas secara tertib, disertai rasa tanggung jawab untuk mencapai
sasaran, kelancaran dan ketepatan tercapainya tujuan Pengadaan Barang/Jasa;
b. Bekerja secara profesional dan mandiri, serta menjaga kerahasiaan Dokumen
Pengadaan Barang/Jasa yang menurut sifatnya harus dirahasiakan untuk
mencegah terjadinya penyimpangan dalam Pengadaan Barang/ Jasa;
c. Tidak saling mempengaruhi baik langsung maupun tidak langsung yang
berakibat terjadinya persaingan tidak sehat;
d. Menerima dan bertanggung jawab atas segala keputusan yang ditetapkan sesuai
dengan kesepakatan tertulis para pihak;
e. Menghindari dan mencegah terjadinya pertentangan kepentingan para pihak
yang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dalam proses
Pengadaan Barang/Jasa;
f. Menghindari dan mencegah terjadinya pemborosan dan kebocoran keuangan
negara dalam Pengadaan Barang/Jasa;
g. Menghindari dan mencegah penyalahgunaan wewenang dan/atau kolusi dengan
tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan atau pihak lain yang secara langsung
atau tidak langsung merugikan negara; dan h. Tidak menerima, tidak
menawarkan atau tidak menjanjikan untuk memberi atau menerima hadiah,
imbalan, komisi, rabat dan berupa apa saja dari atau kepada siapapun yang
diketahui atau patut diduga berkaitan dengan Pengadaan Barang/Jasa
Para pihak tidak boleh memiliki peran ganda atau terafiliasi dalam proses pengadaan
demi menjamin perilaku konsisten para pihak dalam melakukan pengadaan. Peran
ganda misalnya:
a. Dalam suatu Badan Usaha, seorang anggota Direksi atau Dewan Komisaris
merangkap sebagai anggota Direksi atau Dewan Komisaris pada Badan Usaha
lainnya yang menjadi peserta pada Pelelangan/Seleksi yang sama
b. Dalam Pekerjaan Konstruksi, konsultan perencana bertindak sebagai pelaksana
pekerjaan atau konsultan pengawas pekerjaan yang direncanakannya, kecuali
dalam pelaksanaan Kontrak Terima Jadi (turn key contract) dan Kontrak
Pengadaan Pekerjaan Terintegrasi.
c. Pengurus koperasi pegawai dalam suatu K/L/D/I atau anak perusahaan pada
BUMN/BUMD yang mengikuti Pengadaan Barang/Jasa dan bersaing dengan
perusahaan lainnya, merangkap sebagai anggota ULP/Pejabat Pengadaan atau
pejabat yang berwenang menentukan pemenang Pelelangan/ Seleksi.
Yang dimaksud dengan afiliasi adalah keterkaitan hubungan, baik antar Penyedia
Barang/Jasa, maupun antara Penyedia Barang/Jasa dengan PPK dan/atau anggota
ULP/Pejabat Pengadaan, antara lain meliputi:
a. Hubungan keluarga karena perkawinan dan keturunan sampai dengan derajat
kedua, baik secara horizontal maupun vertical
b. PPK/Pejabat Pengadaan baik langsung maupun tidak langsung mengendalikan
atau menjalankan perusahaan Penyedia Barang/Jasa
c. hubungan antara 2 (dua) perusahaan yang dikendalikan, baik langsung maupun
tidak langsung oleh pihak yang sama yaitu lebih dari 50% (lima puluh
perseratus) pemegang saham dan/atau salah satu pengurusnya sama.
Para pihak dalam proses pengadaan harus memegang teguh etika pengadaan seperti
yang diuraikan di atas. Pelanggaran terhadap salah satu atau lebih etika dapat dipastikan
akan melanggar prinsip-prinsip pengadaan. Sebagai contoh apabila melanggar etika
ketertiban, yaitu bekerja dengan tidak tertib akan melanggar prinsip akuntabel dan atau
efisien dan atau efektif. Demikian juga bila melanggar etika profesionalitas, yaitu
bekerja secara profesional dan mandiri serta menjaga kerahasiaan akan melanggar
prinsip bersaing dan atau tidak diskriminatif dan atau akuntabel dan atau transparan.
Semakin banyak etika yang dilanggar dapat semakin dipastikan bahwa tujuan
pengaturan proses pengadaan barang/jasa melalui Perpres 54/200 ini menjadi tidak
tercapai, yaitu :
a. Pengadaan barang/jasa menjadi tidak efisien dan efektif
b. Persaingan menjadi tidak terbuka dan tidak kompetitif
c. Ketersediaan barang/jasa yang terjangkau dan berkualitas menjadi tidak tercapai.
d. Meningkatnya kapasitas dan kemampuan penyedia karena adanya persaingan
yang sehat menjadi sulit tercapai.
e. Pada gilirannya kualitas pelayanan publik akan sulit ditingkatkan.

6. Prinsip prinsip pengendalian & pengawasan, adapun penjelasan nya sebagai


berikut:
Setiap kali suatu proses pengadaan menghasilkan dokumen tertentu maka ULP/Pejabat
Pengadaan dan PPK harus membuat salinan dan mengarsipkannya sesegera mungkin,
untuk kepentingan klarifikasi, verifikasi, pemeriksaan, dan kegiatan lain yang terkait
dengan proses pengadaan. Berdasarkan Perpres 54 Tahun 2010, PPK harus menyimpan
dan menjaga keutuhan seluruh dokumen pelaksanaan pengadaan barang/jasa.
Ada tiga sistem penyimpanan dokumen yang dapat dipertimbangkan oleh suatu
organisasi yaitu penyimpanan terpusat (sentralisasi), penyimpanan desentralisasi dan
kombinasi kedua sistem (Quible: 2001). Pemilihan sistem tersebut harus
mempertimbangkan faktor jumlah dan status kantor yang harus dilayani oleh jasa
penyimpanan dokumen, seperti seberapa efektif letak kantor pusat dengan kantor
cabang yang dimiliki oleh organisasi; berapa jumlah kantor cabang yang dimiliki;
apakah tersedia sistem telekomunikasi dan sistem penyampaian dokumen yang dapat
diandalkan; ketersediaan tenaga pengelola dokumen, serta permintaan dokumen dari
pemakai maupun sistem yang paling bagus memenuhi kebutuhan organisasi, subunit,
dan personilnya.
A. Sistem Sentralisasi
Pada sistem sentralisasi, semua dokumen disimpan di pusat penyimpanan.Unit
bawahannya yang ingin menggunakan dokumen dapat menghubungi untuk
mendapatkan dan menggunakan sesuai dengan keperluan yang dimaksud. Ada
beberapa manfaat penggunaan sistem sentralisasi, antara lain:
a. Mencegah Duplikasi, dengan sistem pengawasan yang terpusat, setiap
dokumen yang berkaitan dengan subjek tertentu akan disimpan pada ruangan
penyimpanan dan peminjam atau pengguna akan terekam dengan baik,
termasuk waktu peminjaman hingga durasi peminjaman. Apabila berbagai
tebusan akan dibuat untuk keperluan subjek atau susunan tersebut telah
tersimpan dan dapat diklasifikasikan sebagai dokumen 2 inaktif, hanya satu
dokumen saja yang disimpan sedangkan kertas lain (tembusan) dapat
dimusnahkan.
b. Layanan yang lebih baik Penggunaan sistem ini memerlukan tenaga khusus
yang terlatih, sehingga diharapkan layanan yang diberikan akan lebih baik
diban- dingkan dibebankan secara mandiri kepada masing–masing
karyawan yang bekerja dengan dokumen. Dapat dibayangkan apabila
seorang stenografer diminta untuk memberkaskan atau menjajarkan
dokumen, maka besar sekali kemungkinan akan terjadi kesalahan karena
memang bukan tugas atau keahliannya.
c. Adanya keseragaman Semua dokumen yang terpusat, pengelolaan dan
penyimpanannya akan dilakukan secara seragam serta memudahkan
pengawasannya.
d. Menghemat waktu Keberadaan tempat penyimpanan dan penemuan kembali
dokumen pada satu tempat menjadikan pemakai akan menghemat waktu bila
mencari informasi. Pemakai tidak perlu mendatangi bagianbagian lain hanya
untuk mencari informasi atau dokumen yang dibutuhkan.
e. Menghemat ruangan, peralatan, dan alat tulis kantor Penggunaan sistem ini
akan meminimalisir jumlah keberadaan duplikasi dokumen beserta
perlengkapan penyimpanannya (folder, filing cabinet dan lain-lain). Hal
tersebut menyebabkan ruang yang digunakan juga semakin sempit dan
efisien yang tentunya akan menghemat penggunaan ruang kantor.
B. Sistem Desentralisasi
Sistem ini menyerahkan pengelolaan dan penyimpanan dokumen pada masing–masing
unit. Ada beberapa keuntungan dari penggunaan sistem ini, antara lain :
a. Dekat dengan pemakai, sehingga penggunaan dokumen di dalam
organisasi dapat langsung diawasi, dan di sisi lain dapat langsung
memakainya tanpa kehilangan waktu maupun tenaga untuk
mendapatkannya.
b. Sistem ini sangat cocok bila informasi rahasia yang berkaitan dengan
sebuah bagian, disimpan dibagian yang bersangkutan
c. Sistem ini juga akan menghemat waktu dan tenaga dalam pengangkutan
berkas, karena setiap berkas yang relevan dengan sebuah bagian akan
disimpan di bagian yang bersangkutan
Beberapa kerugian desentralisasi adalah:
a. Pengawas relatif lebih sulit untuk dilakukan, karena letak dokumen yang
tersebar di masingmasing bagian dan sangat lazim apabila masing-masing akan
menerapkan standar penyimpanan yang berbeda-beda
b. Karena banyak duplikasi atas dokumen yang sama, hal itu mengakibatkan
terjadinya duplikasi ruangan, perlengkapan, dan alat tulis kantor yang
menjadinya kurang efisien
c. Karena proporsi pekerjaan untuk menyimpan dokumen hanya menjadi salah satu
fungsi dari tenaga administrasi, kegiatan ini akan mengakibatkan layanan yang
diterima kurang memuaskan
d. Sistem ini akan mengalami kesulitan pemberkasan berkaitan dengan dokumen
yang relevan dan berkaitan dengan dua bagian atau lebih
e. Tidak ada keseragaman dalam hal pemberkasan dan peralatan
f. Masing-masing bagian akan menyimpan dokumennya sendiri sehingga dokumen
yang sama tersebar di berbagai tempat
C. Sistem Kombinasi
Pada setiap kominasi, masing–masing bagian menyimpan dokumennya sendiri di bawah
kontrol sistem terpusat.Dokumen yang disimpan apda masing–masing bagian lazimnya
adalah dokumen menyangkut personalia, gaji, kredit, keuangan, dan catatan
penjualan.Pada sistem kombinasi, tanggung jawab sistem berada di pundak Manajer
Dokumen atau petugas yang secara operasional sistem kearsipan.Sistem ini lazimnya
dipakai oleh perusahaan yang memiliki dan mengoperasikan perusahaan seligus anak
perusahaannya.Sistem kombinasi memiliki keuntungan sebagai berikut :
a. Adanya sistem penyimpanan dan temu balik yang seragam.
b. Menekan seminimum mungkin kesalahan pemberkasan serta dokumen yang
hilang.
c. Menekan duplikasi dokumen.
d. Memungkinkan pengadaan dokumen yang terpusat dengan imbas efisiensi
biaya yang lebih mudah.
e. Memudahkan kontrol gerak dokumen sesuai dengan jadwal retensi dan
pemusnahan.
Disisi lain, sistem ini memiliki kerugianKarena dokumen yang bertautan tidak
ditemapatkan di tempat yang sama akan menyebabkan sulitnya penggunaan
dokumen yang dimaksud, kemudiaan kurang luwes karena keseragaman di seluruh
unit belum ada atau tidak ada. Dan juga ada masalah yang berasal dari sistem
sentralisasi dan desentralisasi akan dibawa kesistem kombinasi, walaupun dapat
diminimalisir apabila pengelolaanya dilakukan secara dan tepat.
Dilihat dari cara kerja penyimpanannya yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait,
maka sistem penyimpanan arsip dapat dilakukan seperti;
a. Sistem Hastawi (manual) Sistem ini digunakan untuk mengendalikan
dokumen sebelum masuk ke berkas ataupun untuk surat menyurat yang
belum masuk berkas tertentu. Sistem ini mencakup: a. Pemakaian buku
agenda yang mencatat dokumen yang dipinjam dan disusun berdasarkan
tanggal peminjaman atau tanggal dokumen yang dikeluarkan dari rak
penyimpanan. b. Pemakaian kartu kendali yang akan dipasangkan pada
masing-masing dokumen yang dipinjam. Kartu ini disusun menurut nama
dokumen atau menurut nomor yang digunakan. c. Pemakaian kartu keluar
diletakkan di tempat dokumen bila dokumen itu dipinjam seorang pengguna.
Apabila dokumen tertentu dipinjam, maka sebagai pengganti dokumen akan
diberi kartu.
b. Sistem Barcoding Sistem ini dilakukan dengan memberikan tanda berupa
garis atau balok secara vertikal pada berkas atau dokumen. Setiap lokasi atau
berkas memperoleh sandi balok yang unik, dan untuk membacanya
digunakan barcode scanner. Alat baca sandi balok jinjing (portable barcode
reader) dapat digunakan untuk melaksanakan sensor berkas atau audit
berkas. Manajer dokumen dapat memeriksa setiap ruangan dengan portable
barcode reader yang dapat memindai sandi balok pemakai atau lokasi, dan
informasi kemudian dikirim ke sistem pelacakan otomatis, sehinga
pemantauan gerakan dokumen lebih aktual.
Sangat lazim ditemui sebuah organisasi mengalami berkas yang hilang atau salah
tempat dikarenakan staf menyerahkan kepada orang lain tanpa mencatatnya pada buku
peminjaman. Dengan melakukan sensus barcode, berkas akan dapat dilacak di manapun
berkas itu berada. Keuntungan lain dari sistem ini adalah mudah di upgrade ketika
sistem lama tidak dapat memenuhi kebutuhan organisasi

7. Penyimpangan terjadi di pengadaan barang milik negara yaitu sebagai berikut :

1. Pengadaan barang fiktif


2. Harga pengadaan barang di-mark–up
3. Pajak/PNBP sehubungan dengan pengadaan barang tidak
dipungut dan/atau tidak disetorkan
4. Kuantitas/ volume hasil pengadaan barang dikurangi
5. Kualitas hasil pengadaan barang direndahkan
6. Keterlambatan penyelesaian pekerjaan pengadaan barang
7. Hasil pengadaan barang tidak bermanfaat /tidak dimanfaatkan
(misalnya berlebihan, tidak sesuai kebutuhan, kualitas rendah,
rusak);
8. Pelanggaran ketentuan/ peraturan pengadaan barang yang
berindikasi praktik KKN

Anda mungkin juga menyukai