Anda di halaman 1dari 18

MODEL KEPEMIMPINAN PENDIDIKAN ISLAM: TRANSFORMASIONAL,

VISIONER DAN SITUASIONAL

Muhammad Fadhli
(IAIN Lhokseumawe)
fadhlikhan88@gmail.com

Binti Maunah
(IAIN Tulungagung)
binti_maunah@yahoo.com

Abstrak
Tujuan penulisan artikel ini adalah untuk mengetahui model kepemimpinan yang tepat
untuk diterapkan di lembaga pendidikan. Masalah pendidikan Indonesia saat ini adalah
kualitasnya tidak optimal dan merata. Untuk dapat mewujudkan institusi pendidikan
yang berkualitas, dibutuhkan berbagai bisnis. Ini karena institusi pendidikan memiliki
banyak variabel yang terkait dengannya. Fasilitas dan infrastruktur, kompetensi guru,
kurikulum dan pembelajaran, dukungan dan kepemimpinan masyarakat dan
pemerintah. Metode dan tipe pengumpulan data dalam penelitian ini adalah penelitian
kepustakaan dengan mengumpulkan buku, jurnal dan hasil penelitian sebelumnya yang
mendukung tema penelitian, termasuk literatur tentang kepemimpinan yang mencakup
model kepemimpinan transformasional, visioner dan objektif. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa variabel kepemimpinan adalah variabel yang paling penting dan
mendesak dalam upaya menciptakan/mewujudkan pendidikan yang berkualitas. Oleh
karena itu para pemimpin pendidikan perlu memahami berbagai model kepemimpinan
yang dapat diimplementasikan dan memiliki implikasi untuk meningkatkan kualitas
lembaga pendidikan. Model kepemimpinan pendidikan telah banyak diekspos oleh para
peneliti, tetapi model kepemimpinan transformasional, visioner, dan situasional paling
banyak dipelajari di bidang pendidikan, mulai dari pendidikan dasar hingga
pendidikan tinggi.
Kata Kunci: Model Kepemimpinan, Transformasional, Visioner, Situasional.

Abstract
The purpose of writing this article is to find out the right leadership models to be
implemented in educational institutions. The current problem of Indonesian education is
that quality is not optimal and evenly distributed. To be able to realize a quality
education institution, a variety of businesses are needed. This is because educational
institutions have many variables related to it. Facilities and infrastructures, teacher
competencies, curriculum and learning, community and government support and
leadership. The method and type of data collection in this study is library research by
collecting books, journals and the results of previous studies that support the research
theme, including literature on leadership which includes transformational, visionary
and objective leadership models. The results of this study show that the leadership
variables are the most important and urgent variables in an effort to create/ realize
quality education. Therefore education leaders need to understand various leadership
models that can be implemented and have implications for improving the quality of
educational institutions. Educational leadership models have been widely exposed by
researchers, but the transformational leadership, visionary and situational models are

105
the most studied in the field of education, ranging from basic education to higher
education.
Keywords: Leadership Models, Transformational, Visionary, Situational.

A. Pendahuluan
Kepemimpinan dianggap sebagai variabel yang paling berpengaruh terhadap
maju-mundurnya organisasi, baik organisasi profit maupun non profit. Kepemimpinan
yang memilki kemampuan, kompetensi dan terutama komitmen sangat dibutuhkan
organisasi. Sebelumnya perlu iketahui defenisi dari kepemimpinan. Jika di analisis dari
berbagai buku maupun artikel tentang pengertian kepemimpinan akan ada banyak sekali
para ahli yang memberikan defenisinya masing-masing.
Menurut Robbins dan Coulter kepemimpinan adalah “a process of leading a
group and influencing that group to achieve its goals. It’s what leaders do”1. Kemudian
Williams mendefenisikan kepemimpinan “the process of influencing others to achieve
group or organizational goals”2. Senada, Griffin mendefenisikan kepemimpinan “as a
process, the use of noncoercive influence to shape the group’s or organization’s goals,
motivate behavior toward the achievement of those goals, and help define group or
organizational culture; as a property, the set of characteristics attributed to individuals
who are perceived to be leaders”3.
Dari ketiga defenisi diatas terdapat beberapa komponen penting untuk
memahami kepemimpinan, yaitu: 1) untuk mendfenisikan kepemimpinan para para ahli
sering menggunakan terminologi “pengaruh” sebagai bagian tak terpisahkan dari
kepemimpinan. Penegasan lebih dalam dibuat oleh Griffin bahwa pengaruh yang
dimaksud disini adalah pengaruh non-koersif/ tanpa paksaan., 2) selain itu
kepemimpinan di implementasikan dalam kelompok atau organisasi, 3) akhirnya,
kepemimpinan itu membantu individu dan kelompok/ organisasinya untuk mencapai
tujuan.
Menurut Noonan seorang pemimpin setidaknya harus memilki tiga komponen
utama untuk dapat sukses membangun organisasinya, yaitu: 1) their capacity to lead
and contribute (memiilki kapasitas untuk memimpin dan dapat berkontribusi), 2) their

1
Stephen P. Robbins dan Mary A. Coulter, Management. (London: Pearson Education, 2018),
hal. 555.
2
Chuck Williams, MGMT 9 Principles of Management. (Boston: Cengage Learning, 2017), hal.
289.
3
Ricky W. Griffin, Fundamentals of Management. (Boston: Cengage Learning, 2016), hal. 329.

106
intentions, actions and credibility (memilki tujuan, tindakan dan kredibilitas), dan 3)
their performance and its ef- fects on others, the situation, and the future4 (memilki
kinerja dan efeknya pada orang lain, situasi, dan masa depan).
Peran kepemimpinan sangat penting pada semua jenjang, tipe dan jenis
organisasi. Dalam organisasi/lembaga pendidikan-Islam peran kepemimpinan kepala
sekolah juga sangat diharapkan untuk mampu memperbaiki kualitas pendidikan.
Rosyada menjelaskan untuk meningkatkan mutu pendidikan kepala sekolah dituntut
memilki:
1) kepala sekolah dituntut memiliki kreatifitas, yakni kemampuan untuk
mentransformasikan ide dan imajinasi serta keinginan-keinginan besar menjadi
kenyataan, 2) kepala sekolah sebagai seorang manajer, sangat kompleks, tidak
sekedar mengelola kurikulum dan buku ajar, tapi juga SDM guru, staf tata usaha
dan juga mengelola serta mengembangkan aset dan mengelola keuangan
institusi, 3) kepala sekolah juga harus memiliki kecerdasan personal, yakni bisa
menerima orang lain, menghargai orang lain, dan selalu respek kepada seluruh
gurunya, seluruh orang tua siswa dan bahkan dengan tokoh-tokoh pendidikan di
sekitar sekolahnya, 4) kepala sekolah harus memiliki kecerdasan manajerial,
yakni memiliki ide-ide besar untuk kemajuan sekolahnya, mampu mengorganisir
seluruh stafnya untuk melaksanakan program yang sudah ditetapkan sebagai
rencana kerja tahunan, mampu memberi motivasi kepada seluruh staf akademik
dan staf non akademik, dan selalu menghargai seluruh stafnya itu5.

Namun pada kenyataannya kulaitas dan kompetensi kepala sekolah di Indonesia


masih sangat rendah. Hal ini berdasarkan data uji kompetensi kepala sekolah pada tahun
2015 diperoleh rata-rata hasil nilai uji kompetensi kepala sekolah pun masih di angka
45,92%6. Hasil ini tetunya sangat mengkhawatirkan ditengah pentingnya peran seorang
pemimpin dalam lembaga pendidikan untuk berupaya meningkatkan mutunya. Oleh
karena itu harus ada upaya mengembangkan kapasitas dan kompetensi kepala sekolah
secara sistematis dan terstruktur oleh pihak-pihak terkait seperti Kementarian/ Dinas
pendidikan dan Kemenetarian Agama.
Pada era moderen saat ini banyak teori, jenis maupun model kepemimpinan
muncul dan berkembang. Perkembangan ini terjadi karena adanya kesadaran para

4
Sarah J. Noonan, The Elements of Leadership: What You Should Know. (Maryland dan Oxford:
The Scarecrow Press, 2003), hal. x.
5
Dede Rosyada, “Peran Kepala Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan”, uinjkt
https://www.uinjkt.ac.id/id/peran-kepala-sekolah-dalam-peningkatan-mutu-pendidikan/ (diakes 09
November, 2018).
6
Iradhatie Wurinanda, “Kompetensi Kepala Sekolah Pengaruhi Kinerja Guru”, okezone.
https://news.okezone.com/read/2016/11/01/65/1530196/kompetensi -kepala-sekolah-pengaruhi-
kinerja-guru (diakses 09 November, 2018).

107
pengelola organisasi tentang pentingnya kepemimpinan dalam sebuah organisasi.
Pengkajian dalam bidang kepemimpinan terus dilakukan untu memecahkan dan
mengantisipasi permasalahan-permasalahan baru dalam organisasi.
Bush dan Glover menyatakan setidaknya ada sembilan model kepemimpinan
dalam pendidikan yang menjadi alternatif dan terkadang bersaing, yaitu: instructional
leadership, managerial leadership, transformational leadership, moral leadership,
authentic leadership, distributed leadership, teacher leadership, system leadership,
contingent leadership7.
Selanjutnya menurut penelitian yang dilakukan oleh Dhammika bahwa
kepemimpinan visioner dengan pengembangan anggota organisasi baik pada sektor
swasta (organisasi profit) dan juga sekotor publik (organisasi non profit)8. Penelitian ini
berarti bahwa kepemimpinan visioner juga merupakan hal yang perlu
diimplementasikan dalam lembaga pendidikan.
Kemudia menurut Hawkinson yang melakukan penelitian di Jepang menemukan
“the result is the creation of a new framework based on existing team teaching and
situational leadership models to better understand and improve on working
relationships of team teachers”9. Model kepemimpinan situasional menghasilkan
kerangka kerja baru untuk dapat lebih memperbaiki dan memahami hubungan kerja tim
di kalangan para guru..
Dari berbagai paparan diatas dapat dilihat banyak model-model kepemimpinan
yang ada dan telah di praktikkkan dalam lembaga pendidikan. Namun ada tiga model
kepemimpinan yang paling populer saat ini dan paling sering diimplementasikan, yaitu:
kepemimpinan trasnformasional, kepemimpinan visioner dan kepemimpinan
situasional. Ketiga model ini sering sekali menjadi bahan kajian akademik untuk
kemudia dapat di implementasikan. Namun dirasa perlu untuk diketahui persinggungan
dari ketiga model kepemimpinan tersebut.

7
Tony Bush dan Derek Glover, School Leadership Models: What Do We Know?, School
Leadership & Management. (Volume 34 Number 5, 2014), hal. 553-571. doi:
10.1080/13632434.2014.928680
8
K. A. S. Dhammika. Visionary Leadership and Organizational Citizenship Behavior: An
Assessment of Impact of Sectarian Difference. Proceedings of the First Middle East Conference on
Global Business, Economics, Finance and Banking (ME14 DUBAI Conference) Dubai, 10-12 October
2014 http://globalbizresearch.org/Dubai_Conference/pdf/pdf/D422.pdf (di akses 09 November 2018)
9
Eric Hawkinson. Team Teaching and Situational Leadership Theory: Adapting and Combining
Frameworks for Japanese English Education. US-China Education Review A, (Volume 6, Number 3,
2016), hal. 183-189. doi: 10.17265/2161-623X/2016.03.004

108
B. Metode Penelitian
Metode dan jenis pengumpulan data dalam penelitian ini adalah dengan studi
pustaka (library reseach) dengan mengumpulkan buku-buku, jurnal dan hasil penelitian
terdahulu yang mendukung tema penelitian, diantaranya literatur tentang kepemimpinan
yang mencakup model kepemipinan transformasional, visioner dan situasional. Library
research mengintepretasikan data secara deskripsi analisis. Teknik analisis data
penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif analisis. Tahapan dimulai dengan
melakukan reduksi data dari sumber kepustakaan, kemudian mengorganisasi dan
memaparkan data, melakukan verifikasi kemudian diakhiri dengan menyimpukan data
untuk menjawab rumusan masalah10.

C. Hasil dan Pembahasan


1. Konsep Kepemimpina Transformasional
Burns merupakan pakar pertama yang mengenalkan konsep kepemimpinan
transformasional pada tahun 1978. Kehadiran model kepemimpinan transformasional
ini sebenarnya diawali karena adanya ketidakpuasan terhadapat model kepemimpina
transaksional. Kepemimpinan transaksional dianggap terlalu pragmatis dan tidak
mampu mengembangkan organisasi. sebagaimana Nahavandi menjelaskan
kepemimpinan transaksional hanya didasarkan pada konsep adanya pertukaran (timbal
balik) antara pemimpin dan anggota. Pemimpin memberikan anggota sumber daya dan
imbalan untuk meningkatkan motivasi kerja, produktivitas kerja, dan efektivitas dalam
pekerjaannya11. Konsep ini tentunya kurang tepat di implementasikan pada semua/ jenis
organisasi, terutama pada organisasi nonprofit seperti lembaga pendidikan.
Kepemimpinan transformational hadir untuk merubah, melengkapi dan
memperbaiki model kepemimpinan transaksional. Menurut Avolio dan Bass
kepemimpinan transformasional “motivate others to do more than they originally in-
tended and often even more than they thought possible. Such leaders set more
challenging expectations and typically achieve higher performances”12. Pendapat

10
Masrukhin, Metode Penelitian Kualitatif (Kudus: Media Ilmu Press, 2015), hal. 2.
11
Afsaneh Nahavandi, The Art And Science Of Leadership. (Edinburgh: Pearson, 2015), hal.
210.
12
Bruce J. Avolio and Bernard M. Bass, Developing Potential Across a Full Range of
Leadership: Cases on Transactional and Transformational Leadership. (New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, 2002), hal. 1.

109
Avolio dan Bass bahwa pemimpin transformatif mampu memberikan memotivasi
kepada bawahannya untuk mau dan mampu melakukan pekerjaan dengan lebih baik
dari yang diyakini oleh bawahan sendiri. Pemimpin yang seperti ini membuat harapan
yang lebih menantang dan biasanya akan mencapai kinerja yang lebih tinggi. Para
pemimpin transformatif sejati meningkatkan kedewasaan, moral, mengubah pengikut
mereka menjadi pemimpin. Memotivasi rekan, kolega, pengikut, klien, dan bahkan
atasan mereka untuk mendahulukan kepentingan kelompok dibanding kepentingan
pribadi. Pemimpin transformatif meningkatkan harga diri pengikut dan komitmennya
dengan cara melibatkan pengikut dalam pembuatan keputusan.
Daft menjelaskan kepemimpinan transformasional adalah “characterized by the
ability to bring about significant change in both followers and the organization13. Daft
meyakini bahwwa pemimpin yang transformatif memliki tugas utama membawa
perubahan tidak hanya pada organisasi namun juga pada setiap individu dalam organisi
untuk berkembangan menjadi lebih baik. Kemudian Lussier menyatakan fungsi
kepemimpinan transformasional untuk mengubah status quo dengan mengartikulasikan
kepada anggota organisasi tentang permasalahan dalam sistem organisasi dan kemudian
membuat visi yang mampu meyakinkan tentang kemampuan organisasi14.

2. Konsep Kepemimpinan Visioner


Makna kepemimpinan visioner tentu sangat erat kaitannya dengan istilah “visi”
yang dimiliki oleh organisasi. setiap organisasi yang memilki keinginan untuk maju
harus memilki visi yang baik. Visi yang baik harus di buat bersama dengan seluruh
anggota organisasi dan dipimpin oleh seorang pemimpin. Oleh karena itu pemimpin
dalam organisasi harus memilki visi dan mampu mengkomunikasikannya.
Kepemimpinan visioner memiliki efek positif terhadapat kinerja anggota
organiai, menghasilkan kepercayaan yang tinggi pada pemimpin, komitmen yang tinggi
terhadap pemimpin, dan pencapapain organisasi yang tinggi secara keseluruhan. Oleh
karena itu, dapat diasumsikan bahwa perilaku kepemimpinan visioner akan menciptakan

13
Richard L. Daft, The Leadership Experience (Stamford: Cengage Learning, 2015), hal. 360.
14
Robert N. Lussier, Christopher F. Achua, Leadership: Theory, Application, & Skill
Development. (Ohio: South-Western Cengage Learning, 2010), hal 348.

110
hubungan anggota pemimpin yang aling percaya dan menjadikan komitmen anggota
lebih tinggi15.
Robbins dan Coulter memaknai kepemimpinan visioner sebagai “the ability to
create and articulate a realistic, credible, and attractive vision of the future that
improves upon the present situation”16. Sementara itu William menjelaskan “visionary
leadership creates a positive image of the future that motivates organizational members
and provides direction for future planning and goal setting”17. Conger mendefenisikan
kepemimpinan visioner sebagai “ability to plan or form policy in a far-sighted way”18.
Ketiga defenisi ini memiliki dua komponen utama yaitu: 1) kemampuan mencipta.
Pemimpin yang visioner dituntut memilki kemampuan menciptakan visi-visi yang
sesuai dan membantu organisasi untuk mencapai tujuan yang optimal, 2) berorientasi
masa depan. Pemimpin visioner harus memiliki visi yang berorientasi pada masa depan
organisasi, artinya harus mampu membaca peluang sekaligus ancaman organisasi untuk
masa depan yang gemilang bagi organisasinya.

3. Konsep Kepemimpinan Situalisonal


Teori kepemimpinan situasional dikembangkan oleh Paul Hersey dan Kenneth
Blanchard (1969) berdasarkan teori kepemimpinan situasional yang mereka
kembangkannya tentang perilaku pemimpin. Mereka mengidentifikasi empat perilaku
kepemimpinan, yaitu: telling, selling, participating, and delegating, yang diukur dengan
instrumen LEAD (leadership effectiveness and adaptability description)19. Teori ini
memprediksi bahwa efektivitas kepemimpinan bergantung pada kematangan/
kemmampuan bawahan menyelesaikan tugas dan kematangan psikologisnya.

15
K.A.S Dhammika. Visionary Leadership and Organizational Commitment: The Mediating
Effect of Leader Member Exchange (LMX). Wayamba Journal of Management, (Volume 4 nomor1,
2016), hal. 1–10. doi: http://doi.org/10.4038/wjm.v4i1.7452
16
Stephen P. Robbins and Mary A. Coulter, Management. (London: Pearson Education, 2018),
hal. 566.
17
Chuck Williams, MGMT 9 Principles of Management. (Boston: Cengage Learning, 2017), hal.
305.
18
Jay A. Conger, Transformational And Visionary Leadership. Dalam George R. Goethals,
Georgia J. Sorenson, dan James MacGregor Burns (Ed). Encyclopedia of Leadership. (California: SAGE
Publication, 2004), hal. 1568.
19
Roya Ayman and Erica L. Hartman, Situational And Contingency Approaches To Leadership.
Dalam George R. Goethals, Georgia J. Sorenson, dan James MacGregor Burns (Ed). Encyclopedia of
Leadership. (California: SAGE Publication, 2004), hal. 1433.

111
Kepemimpinan situasional berakar pada teori kepemimpinan yang
dikembangkan Ohio State dan didasarkan pada survei yang dilakukan kepada pemimpin
dan bawahan. Survey ini berfokus pada dua elemen kepemimpinan, yaitu: (1)
consideration or relationship behavior of leaders toward their subordinates, and (2)
initiating structure or task behavior of leaders and how their roles are defined and
structured20. Kepemimpinan situasional mepertimbangkan perilaku hubungan
pemimpin dengan anggota organisasinya dan memilki struktur tugas yang jelas antara
pimpinan dan bawahan sehingga mudah untuk dipahami secara terstruktur.
Teori kepemimpinan situasional merupakan perkembangan yang mutakhir dari
teori kepemimpinan. Teori ini berasumsi bahwa pemimpin yang efektif tergantung pada
taraf kematangan anggota organisasi dan kemampuan pemimpin untuk menyesuaikan
tujuannya21. Kepemimpinan situasional menggunakan moodel dan teori kepemimpinan
tertentu yang didasarkan komptensi dan faktor psikologis pengikutnya. Artinya semakin
baik kompetensi yang dimliki anggota organisasi maka semakin kecil pula pembinaan
melalui struktur tugas. Kematangan tugas bawahan diukur menggunakan faktor-faktor
seperti kemampuan, pendidikan, dan pengalaman, sedangkan kematangan psikologis
bawahan diukur dengan menggunakan faktor-faktor seperti kesediaan, harga diri, dan
motivasi22.
Kepemimpinan situasional ditandai dengan adanya fleksibilitas dalam
menentukan dan menggunakan gaya atau model kepemimpinan yang tepat dieuaikan
dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan organisasi. Dalam kepemimpinan
situasional, seorang pemimpin harus mampu mengidentifikasi dan mengenali
kemmapuan masing-masing individu bawahannya. Pemimpin harus terus meningkatkan
kompetensi bawahan untuk terus berkembang dengan memberi kebebasan dalam
berkreasi dan berinovasi. Pemimpin memberikan fasilitas dalam upaya pengembangan
tersebut.

20
Fenwick W. English (Ed). Encyclopedia of Educational Leadership and Administration
Volume 2. (California: SAGE Publication, 2006), hal. 573.
21
Taty Rosmiati dan Dedy Achmad Kurniady. Kepemimpinan Pendidikan. Dalam Riduwan.
Manajemen Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 138-139.
22
Roya Ayman and Erica L. Hartman. Situational And Contingency Approaches To Leadership.
Dalam George R. Goethals, Georgia J. Sorenson, dan James MacGregor Burns (Ed). Encyclopedia of
Leadership. (California: SAGE Publication, 2004), hal. 1433.

112
4. Analisis Keterkaiatan Antara Kepemimpinan Transformasional Dengan
Kepemimpinan Visioner dan Situasional
Model-model kepemimpinan yang ada saat ini dan yang paling sering menjadi
bahan kajian baik dalam penelitian maupun seminar/pertemuan ilmiah lainnya adalah
transformasional, situasional dan visioner. Namun ketiga model tersebut memilki
perbedaan yang sangat mendasar dan juga memilki banyak peringgungan.
Menurut Northouse kepemimpinan transformasional memilki beberapa
keunggulan, yaitu: 1) kepemimpinan transformasional menjadi model kepemimpinan
yang banyak diteliti dari berbagai perspektif, 2) kepemimpinan transformasional
memiliki daya tarik intuitif karena pemimpin transformnatif mendukung perubahan
organisasi dan anggotanya, 3) kepemimpinan transformasional merupakan sebuah
proses yang terjadi karena adanya hubungan baik antara anggota organisasi dengan
pemimpin, 4) kepemimpinan transformasional memiliki cakupan yang lebih luas dan
melengkapi model kepemimpinan lainnya, 5) kepemimpinan transformasional
menekankan pada kebutuhan, nilai, dan moral anggota organisasi, 6) kepemimpinan
transformasional adalah bentuk kepemimpinan yang efektif23.
Kepemimpinan transformasional saat ini memliki banyak ciri/ karatterisitik yang
menandainya. Namun kepemimpinan transformasional memilki empat karakteristik
utama yang dikenal dengan istilah 4I, yaitu:24
a. Idealized Leadership. Pemimpin yang transformatif memiliki kepribadian yang
menjadikannya sebagai teladan, dikagumi, dihormati, dan dipercaya oleh
anggota organisasi lainnya
b. Inspirational Motivation. Pemimpin transformatif memiliki prilaku yang
memotivasi dan mengilhami dengan meningkatkan semangat kerja tim. Mampu
mengkomunikasikan harapan dan masa depan yang baik kepada anggota
organisasi sekaligu menunjukkan komitmen terhadap tujuan dan visi bersama.
c. Intellectual Stimulation. Pemimpin transformatif memberikan rangsangan agar
anggota organisasi menjadi lebih inovatif dan kreatif dengan teknik dan
pendekatan baru dalam pemecahan masalah serta mampu merangsang

23
Peter G. Northouse, Leadership: Theory and Practice. (USA: SAGE Publications, 2016), hal.
176-177.
24
Bruce J. Avolio and Bernard M. Bass, Developing Potential Across a Full Range of
Leadership: Cases on Transactional and Transformational Leadership. (New Jersey: Lawrence Erlbaum
Associates, 2002), hal. 1-2.

113
kreativitas. Memberikan kesempatan kepada anggota untuk memunculkan ide-
ide baru dan solusi pemecahan masalah yang kreatif.
d. Individualized Consideration. Pemimpin transformatif lebih bertindak sebagai
pembimbing/ mentor untuk perkembangan individu-individu dalam organisasi
sehingga mampu mencapai potensi tertingginya. Cara yang tepat digunakan
biasanya menciptakan peluang untuk terus belajar, pembentukan iklim yang
mendukung, mengakui perbedaan-perbedaan individu ( beberapa karyawan
dimotivasi lebih banyak, beberapa lebih sedikit pengawasannya, dan lain
sebagainya).
Karakterisitik utama dari kepemimpinan transformasional ini bertujuan untuk
menignkatkan tidak hanya kinerja organisasi tetapi juga kinerja individu dalam
organisasi (Gambar 1). Untuk itu pemimpin transformasional harus mampu
mewujudkan karakteritik kepemimpinan transformasional tersebut.

Idealized
Leadership

Inspirational
Motivation Peningkatan
Kepemimpinan Kinerja
Transformasional Organisasi &
Intellectual Kinerja Individu
Stimulation

Individualized
Consideration

Gambar 1. Proses dan Tujuan Kepemimpinan Transformasional

Karakteristik lainnya dari kepemimpinan transformasional dikembangakan oleh


Nahavandi sebagai berikut: 1) meyakinkan dan membangun optimisme untuk pencapain
tujuan dan kemampuan anggota, 2) memiliki visi yang jelas, 3) mendorong kreativitas
melalui pemberdayaan, penghargaan, dan mentoleransi kesalahan yang mi nimal, 4)
membangun harapan yang tinggi dan menciptakan lingkungan (iklim dan budaya) yang
mendukung, 4) menjalin hubungan kepribadian yang lebih dekat dengan anggota25.
Selanjutnya Lussier pemimpin yang transformastif memliki ciri: 1) sebagai agen
perubahan, 2) visioner dan memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi untuk

25
Afsaneh Nahavandi, The Art And Science Of Leadership. (Edinburgh: Pearson, 2015), hal.
214.

114
organisasinya, 3) berani mengambil risiko, tetapi tidak sembrono, 4) mampu
mengartikulasikan nilai organisasi melalui perilakunya, 5) memiliki keterampilan
kognitif yang baik dan pertimbangan matang sebelum membuat keputusan, 6) percaya
pada anggota dan perduli kepekaan terhadap kebutuhan mereka, 7) fleksibel dan terbuka
serta mau belajar dari pengalaman26.
Berdasarkan model kepemimpinan situasional ada beberapa kekuatan yang
dimiliki kepemimpinan situasional, yaitu: 1) para pemimpin dapat lebih menentukan
tingkat kinerja anggota organisasi, 2) memungkinkan para pemimpin untuk secara
efektif mempengaruhi staf berdasarkan gaya dan perilakunya, 3) kepemimpinan
situasional menekankan fleksibilitas kepemimpinan yang memungkinkan para
pemimpin untuk menyesuaikan gaya mereka untuk merespon kebutuhan bawahan, dan
4) organisasi meningkat seiring tingkat perkembangan dan kinerja oleh staf
meningkat27.
Kemudian Lynch dalam penelitiannya menemukan kelebihan kepemimpinan
situasional, yaitu: 1) Pemimpin situasional mampu mendiagnosis kinerja bawahan, 2)
meningkatkan kompetensi dan komitmen pengikut, 3) fleksibel dalam gaya
kepemimpinan dan menjadi mitra bawahan untuk meningkatkan kinerja bawahan, 3)
mampu membawa bawahan berkembang melalui pengembangan iklim dan lingkungan
yang kondusif 28.
Seperti telah dikemukakan sebelumnya, hasil kajian yang dilkukan oleh Hersey
dan Blanchard menemukan empat karakteristik utama dari kepemimpinan situasional,
yaitu:
a. Telling (S1) yaitu perilaku kepemimpinan dengan tugas tinggi dan hubungan
rendah. Gaya ini mempunyai ciri komunikasi satu arah pemimpin yang berperan
dan mengatakan apa, bagaimana, kapan dan dimana tugas harus dilaksanakan.
b. Selling (S2) yaitu perilaku dengan tugas tinggi dan hubungan tinggi.
Kebanyakan pengarahan masih dilakukan oleh pimpinan, tetapi sudah mencoba

26
Robert N. Lussier, Christopher F. Achua, Leadership: Theory, Application, & Skill
Development. (Ohio: South-Western Cengage Learning, 2010), hal. 351.
27
Robert Cote. A Comparison of Leadership Theories in an Organizational Environment.
International Journal of Business Administration. (Volume 8, Number 5, 2017), hal. 28-35.
https://doi.org/10.5430/ijba.v8n5p28
28
Brighide Lynch, Partnering for Performance in Situational Leadership: A Person-Centred
Leadership Approach. International Practice Development Journal. (Volume 5 Nomor 5, 2015), hal. 1-
10.

115
komunikasi dua arah dengan dukungan sosioemosional untuk menawarkan
keputusan.
c. Participating (S3) yaitu perilaku hubungan tinggi dan tugas rendah. Pemimpin
dan pengikut sama-sama memberikan andil dalam mengambil keputusan melalui
komunikasi dua arah dan yang dipimpin cukup mampu dan cukup
berpengalaman untuk melaksanakan tugas
d. Delegating (S4) yaitu perilaku hubungan dan tugas rendah. Gaya ini memberi
kesempatan pada yang dipimpin untuk melaksanakan tugas mereka sendiri
melalui pendelegasian dan supervisi yang bersifat umum. Orang yang dipimpin
adalah orang yang sudah matang dalam melakukan tugas dan matang pula secara
psikologis29.
Sementara itu Daft menjelaskan karakterisitik kepemimpinan situasional ada
empat yaitu:30
a. Directing (S1) mencerminkan kepedulian yang tinggi terhadap tugas namun
kepeduliannya rendah terhadap anggota. Pemimpin mengguraikan tujuan dengan
rinci dan instruksi secara eksplisit tentang bagaimana tugas harus diselesaikan
bawahan.
b. Coaching (S2) didasarkan pada kepedulian yang tinggi untuk hubungan dan
tugas. Dengan pendekatan ini, pemimpin memberikan instruksi tugas dan
dukungan secara pribadi, menjelaskan keputusan, dan memberi anggota
kesempatan untuk mengajukan pertanyaan dan mendapatkan kejelasan tentang
tugas-tugasnya.
c. Supporting (S3) dicirikan oleh hubungan yang tinggi namun perilaku tugas
rendah. Pemimpin mendorong partisipasi, berkonsultasi dengan pengikut, dan
memfasilitasi pengambilan keputusan.
d. Entrusting (S4), mencerminkan kepedulian rendah untuk keduanya yaitu tugas
dan hubungan. Pemimpin memberikan sedikit arahan atau dukungan karena
tanggung jawab penuh untuk keputusan dan implementasinya diserahkan kepada
pengikut.

29
Taty Rosmiati dan Dedy Achmad Kurniady, Kepemimpinan Pendidikan. Dalam Riduwan,
Manajemen Pendidikan. (Bandung: Alfabeta, 2010), hal. 138-139.
30
Richard L. Daft, The Leadership Experience (Stamford: Cengage Learning, 2015), hal. 70.

116
Untuk lebih memahami rincian dari karakterisitik kepemimpinan situasional
dapat dilihat pada Gambar 2 berikut ini:

Kepemimpinan Situasional

Directing Coaching Supporting Entrusting


(S1) (S2) (S3) (S4)

Gambar 2. Tahapan Kepemimpinan Situasonal


Keberhasilan praktik kepemipinan situasional sangat bergantung pada
kompetensi anggota organisasinya. Semakin baik kemampuan anggota organisasi maka
semakin besar pula kemungkinan pencapaian tujuan organisasi terwujud
Model kepemimpinan visioner merupakan salah satu model kepemimpinan yang
cukup populer saat ini. Hal ini dikarenakan model ini memeliki kelebihan-kelebihan
dalam praktiknya. Kirkpatrick mengidentifikasi setidaknya ada delapan kengugulan
kepemimpinan visioner, yaitu:31
a. Role modeling. Pemimpin visioner menjadi contoh bagi anggota organiasi dalam
bekerja menuju visi. Dia juga merupakan simbol dari para anggota organisasi.
b. Empowerment. Pemimpn visioner memliki rasa optimisme dan keyakinan
terhadap kemampuan anggota organisasi dengan cara memberdayakan mereka
untuk bekerja menuju visi. Pemimpin visioner meyakinkan anggota untuk lebih
mengutakan visi bersama daripada agenda pribadi mereka sendiri. Harapan yang
tinggi dari pemimpin akan berkontribusi pada kinerja anggota yang tinggi.
c. Image building, Para pemimpin visioner membangun citra positif diri mereka
bagi para anggota. Pemimpin visioner mencerminkan visi dalam bekerja,
kehidupan pribadi, pakaian, dan sikap.
d. Risk taking, Pemimpin visioner berani megambil risiko, namun dengan hati-hati
dan mengevaluasi semua alternatif-alternatif keputusan. Pengambilan risiko

31
Shelley A. Kirkpatrick, Visionary Leadership Theory. Dalam George R. Goethals, Georgia J.
Sorenson, dan James MacGregor Burns (Ed). Encyclopedia of leadership. (California: SAGE Publication,
2004), hal. 1617.

117
lebih berfungsi untuk mempromosikan perubahan dan inovasi dan untuk
menantang asumsi yang ada.
e. Supporting, Pemimpin visioner yang efektif mendukung anggota dengan
memberi mereka pertimbangan secara kelompok maupun individual sesuai
dengan kebutuhan. Pemimpin memberikan dukungan emosional pada masa-
masa sulit atau ketika para pengikut frustrasi. Selanjutnya, pemimpin melatih
dan menjadi mentor anggota untuk memfasilitasi perkembangan mereka.
f. Adapting, Respon terhadap lingkungan yang berubah adalah perilaku
kepemimpinan visioner yang lain. Pemimpin visioner menampilkan gaya
penyelesaian masalah yang fleksibel atau serbaguna. Mereka efektif dalam
mengumpulkan, memproses, dan mendistribusikan informasi ke organisasi
mereka sehingga pembuatan keputusan yang tepat dapat dilakukan.
g. Intellectually stimulating, Pemimpin visioner harus merangsang pengikut untuk
menantang asumsi dan melihat dunia dengan cara baru. Ide-ide pemimpin
mungkin berbeda dari persepsi anggota tetapi seorang pemimpin visioner dapat
membujuk pengikut untuk mengimplementasikan ide-idenya. Hal ini dapat
dilakukan karena kepercayaan dan komitmen yang tinggi yang ditunjukkan oleh
para pemimpin visioner.
h. Developing the organization. Pemimpin dapat dikatakan visioner jika mampu
menciptakan kondisi organisasi yang memungkinkan anggota untuk mengejar
visi. Merubah struktur organisasi yang bersifat terlalu birokratis dan
menghambat pencapaian visi. Mereka memilih, melatih, dan mengakulturasi
pengikut yang mau dan mampu bekerja menuju visi. Mereka juga
mengembangkan sistem reward dan punishment untuk memotivasi pengikut
menuju pencapaian visi.
Kepemimpinan visioner menjadi tawaran baru dalam konsep kepemimpinan. Di
era perubahan arus global yang semakin tidak menentu dan unpredictable (tidak dapat
diprediksi) dapat menjadi ancaman bagi kelangsungan dan eksistensi organisasi.
pemimpin visioner mampu membaca/ memprediksi kemudian membawa pengembagan
pada organisasi. Gambar 3 berikut ini memudahkan dalam memahami aspek yang harus
dimilki dan dicapai pemimpin visioner.

118
Risk
Supporting
taking
Image
Adapting
building

Empowerm Intellectually
ent stimulating

Role Developing
KEPEMIPINAN
VISIONER the
modeling organization

Gambar 3. Komponen Pembentuk Kepemimpinan Visioner


Karakterisitik Kepemimpinan Visioner

Brown dalam Rasto mengajukan 10 kompetensi kepemimpinan visoner yang


menjadi karakteristik utamanya, yaitu: Visualizing, Futuristic Thinking, Showing
Foresight, Proactive Planning, Creative Thinking, Taking Risks, Process alignment,
Coalition building, Continuous Learning, Embracing Change32. Setiap model
kepemimpinan memilki keunggulannya masing-masing. untuk menjadi seorang
pemimpinn pendidikan yang sukses dan dapat meningkatkan mutu pendidikan secara
komprehensip, harus mampu menguasai berbagai model kepemimpinan. Walalupun
terdapat perbedaa antara model kepemimpinan, namun semua model ini memliki
keterkaitan antara satu dengan lainnya. Misalnya pada aspek mempengaruhi anggota
setiap model memilki kesamaan.

D. Simpulan
Berdasarkan paparan diatas maka dapat disimpulkan bahwa Kepemimpinan
yang transformasional memliki tugas utama membawa perubahan tidak hanya pada
organisasi namun juga pada setiap individu dalam organisi untuk berkembangan
menjadi lebih baik.
Kepemimpinan visioner memiliki dua komponen utama yaitu: 1) kemampuan
mencipta. Pemimpin yang visioner dituntut memilki kemampuan menciptakan visi-visi
yang sesuai dan membantu organisasi untuk mencapai tujuan yang optimal, 2)

32
Rasto, Kepemimpinan Visioner. Manajerial (Volume 2 Nomor 3, 2003), hal. 59-67.

119
berorientasi masa depan. Pemimpin visioner harus memiliki visi yang berorientasi pada
masa depan organisasi, artinya harus mampu membaca peluang sekaligus ancaman
organisasi untuk masa depan yang gemilang bagi organisasinya.
Kepemimpinan situasional ditandai dengan adanya fleksibilitas dalam
menentukan dan menggunakan gaya atau model kepemimpinan yang tepat dieuaikan
dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan organisasi. Dalam kepemimpinan
situasional, seorang pemimpin harus mampu mengidentifikasi dan mengenali
kemmapuan masing-masing individu bawahannya.
Teori dan model-model kepemimpinan akan terus lahir, tumbuh, berkembang
dan kemudian akan muncul teori yang akan menggantikannya. Hal ini bermakna bahwa
tidak ada teori dan model kepemimpinan yang akan terus relevan dipergunakan. Tidak
akan ada satu model kepemimpinan yang dapat dipergunakan atau diimplementasikan
pada semua jenis dan tipe organiasi. Semua bergantung pada situasi dan kondisi
organisasi.

120
DAFTAR PUSTAKA

Avolio, Bruce J. dan Bass, Bernard M. Developing Potential Across a Full Range of
Leadership: Cases on Transactional and Transformational Leadership. New
Jersey: Lawrence Erlbaum Associates, 2002.
Ayman, Roya and Erica L. Hartman, Situational And Contingency Approaches To
Leadership. Dalam George R. Goethals, Georgia J. Sorenson, dan James
MacGregor Burns (Ed). Encyclopedia of Leadership. California: SAGE
Publication, 2004.
Bush, Tony dan Derek Glover, School Leadership Models: What Do We Know?,
School Leadership & Management. (Volume 34 Number 5, 2014), hal. 553-571.
doi: 10.1080/13632434.2014.928680
Conger, Jay A. Transformational And Visionary Leadership. Dalam George R.
Goethals, Georgia J. Sorenson, dan James MacGregor Burns (Ed). Encyclopedia
of Leadership. California: SAGE Publication, 2004
Cote, Robert. A Comparison of Leadership Theories in an Organizational Environment.
International Journal of Business Administration. (Volume 8, Number 5, 2017),
hal. 28-35. https://doi.org/10.5430/ijba.v8n5p28
Daft, Richard L. The Leadership Experience. Stamford: Cengage Learning, 2015.
Dhammika, K. A. S, Visionary Leadership and Organizational Citizenship Behavior: An
Assessment of Impact of Sectarian Difference. Proceedings of the First Middle
East Conference on Global Business, Economics, Finance and Banking (ME14
DUBAI Conference) Dubai, 10-12 October 2014
http://globalbizresearch.org/Dubai_Conference/pdf/pdf/D422.pdf (di akses 09
November 2018)
Dhammika, K.A.S. Visionary Leadership and Organizational Commitment: The
Mediating Effect of Leader Member Exchange (LMX). Wayamba Journal of
Management, (Volume 4 nomor1, 2016), hal. 1–10.
doi: http://doi.org/10.4038/wjm.v4i1.7452
English, Fenwick W. (Ed). Encyclopedia of Educational Leadership and
Administration Volume 2. California: SAGE Publication, 2006.
Griffin, Ricky W. Fundamentals of Management. Boston: Cengage Learning, 2016.
Hawkinson, Eric. Team Teaching and Situational Leadership Theory: Adapting and
Combining Frameworks for Japanese English Education. US-China Education
Review A, (Volume 6, Number 3, 2016), doi: 10.17265/2161-623X/2016.03.004
Idris, S., & Tabrani ZA. (2017). Realitas Konsep Pendidikan Humanisme dalam
Konteks Pendidikan Islam. Jurnal Edukasi: Jurnal Bimbingan Konseling, 3(1),
96–113. https://doi.org/10.22373/je.v3i1.1420
Kirkpatrick, Shelley A. Visionary Leadership Theory. Dalam George R. Goethals,
Georgia J. Sorenson, dan James MacGregor Burns (Ed). Encyclopedia of
leadership. California: SAGE Publication, 2004.

121
Lussier, Robert N. Christopher F. Achua, Leadership: Theory, Application, & Skill
Development. Ohio: South-Western Cengage Learning, 2010.
Lynch, Brighide. Partnering for Performance in Situational Leadership: A Person-
Centred Leadership Approach. International Practice Development Journal.
(Volume 5 Nomor 5, 2015). hal. 1-10.
Masrukhin, Metode Penelitian Kualitatif. Kudus: Media Ilmu Press, 2015.
Nahavandi, Afsaneh. The Art And Science Of Leadership. Edinburgh: Pearson, 2015.
Noonan, Sarah J. The Elements of Leadership: What You Should Know. Maryland dan
Oxford: The Scarecrow Press, 2003.
Northouse, Peter G. Leadership: Theory and Practice. USA: SAGE Publications, 2016.
Rasto, Kepemimpinan Visioner. Manajerial (Volume 2 Nomor 3, 2003), hal. 59-67.
Robbins, Stephen P. and Mary A. Coulter, Management. London: Pearson Education,
2018.
Rosmiati, Taty dan Dedy Achmad Kurniady, Kepemimpinan Pendidikan. Dalam
Riduwan, Manajemen Pendidikan. Bandung: Alfabeta, 2010.
Rosyada, Dede. “Peran Kepala Sekolah dalam Peningkatan Mutu Pendidikan”, uinjkt
https://www.uinjkt.ac.id/id/peran-kepala-sekolah-dalam-peningkatan-mutu-
pendidikan/ (diakes 09 November, 2018).
Tabrani ZA. (2011). Dynamics of Political System of Education Indonesia.
International Journal of Democracy, 17(2), 99–113.
Tabrani ZA. (2012). Future Life of Islamic Education in Indonesia. International
Journal of Democracy, 18(2), 271–284.
Tabrani ZA. (2014). Islamic Studies dalam Pendekatan Multidisipliner (Suatu Kajian
Gradual Menuju Paradigma Global). Jurnal Ilmiah Peuradeun, 2(2), 211–234.
Walidin, W., Idris, S., & Tabrani ZA. (2015). Metodologi Penelitian Kualitatif &
Grounded Theory. Banda Aceh: FTK Ar-Raniry Press.
Williams, Chuck. MGMT 9 Principles of Management. Boston: Cengage Learning,
2017.
Wurinanda, Iradhatie. “Kompetensi Kepala Sekolah Pengaruhi Kinerja Guru”,
okezone.
https://news.okezone.com/read/2016/11/01/65/1530196/kompetensi-kepala-
sekolah-pengaruhi-kinerja-guru (diakses 09 November, 2018).

122

Anda mungkin juga menyukai