Anda di halaman 1dari 9

REGISTRASI OBAT

Obat merupakan kebutuhan yang menunjang kesehatan manusia. Sejarah


obat mungkin sudah ada sejak manusia ada seiring dengan perkembangan
teknologi maka pemastian mutu produk obat meningkat dengan peraturan-
peraturan yang ketat. Pengawasan terhadap obat yang makin lama harus terus
berkembang dengan seiring perkembangan obat itu sendiri. Maka sejak perang
dunia II sejak ditemukannya obat dan pengobatan yang makin manjur maka para
pemangku kebijakan akan lebih selektif pula membuat regulasi obat mulai dari
pembuatan berdasarkan Good Manufacturing Practice maupun regulasi
peredarannya. Negara yang tidak memiliki regulasi yang kuat akan lebih banyak
menyebabkan kematian pasien akibat obat.
Mengapa obat perlu diatur? Karena obat-obatan bukanlah produk
konsumen biasa. Bahkan konsumen yang sejatinya adalah pembeli sekaligus
pengguna menjadi hanya sebagai pengguna saja sedangkan keputusan
pembeliannya dilakukan oleh tenaga medis yang berwenang karena obat memiliki
resiko dengan penggunaan yang kurang tepat. Bahkan pembuat, penyalur dan
penjual obat pun harus memiliki kualifikasi dan kompetensi tertentu untuk dapat
menjual obat ini. Penggunaan obat yang tidak efektif dapat menyebabkan
kegagalan terapi, resistensi bakteri terhadap obat, juga akan merusak kepercayaan
terhadap obat, sistem kesehatan, profesional kesehatan ataupun produsen farmasi.
Oleh karena itu pemerintah perlu membangun pengaturan yang berlaku nasional
tentang obat untuk memastikan dalam hal pembuatan, perdagangan, dan
penggunaan obat akan berjalan efektif. Oleh karenanya agar dapat diawasi dengan
baik maka obat-obatan yang beredar harus memiliki izin edar dari instansi terkait
untuk memudahkan pengawasan sekaligus menjamin obat dalam keadaan layak
dan bermanfaat dengan menekan efek merugikan sebesar mungkin.
Izin Edar adalah izin untuk Obat dan Makanan yang diproduksi oleh
produsen dan/atau diimpor oleh importir Obat dan Makanan yang akan diedarkan
di wilayah Negara Republik Indonesia berdasarkan penilaian terhadap keamanan,
mutu, dan kemanfaatan. Semua produk obat yang dibuat, dipasarkan, dan
digunakan di wilayah suatu negara harus terdaftar pada lembaga yang memiliki
kewenangan agar semua produk farmasi yang dipasarkan memenuhi kriteria
dari keamanan, khasiat dan mutu.
Obat-obat yang sudah lolos registrasi biasa disebut dengan beberapa
sebutan misalnya obat inovator yaitu obat yang baru ditemukan untuk mengobati
penyakit tertentu, obat generik yaitu obat dengan nama yang sama dengan
kandungan aktifnya sesuai dengan International Nonproprietary Name (INN).
Mengapa obat harus di daftarkan? Pertama, mengeluarkan norma dan
standar yang diperlukan untuk membuat obat dengan metode yang sesuai agar
memiliki khasiat, keamanan dan mutu. Kedua, mendukung pengembangan
kapasitas yang mengarah pada implementasi peraturan obat di tingkat nasional
dan harmonisasi di tingkat regional dan global. Ketiga, pada produk esensial,
memastikan kualitas, keamanan dan kemanjuran obat yang bernilai kesehatan
tinggi. Keempat, pembuat kebijakan memainkan peran penting dalam
memfasilitasi peraturan dan informasi yang telah dikembangkan.
A. Obat
Obat adalah suatu bahan atau campuran bahan untuk dipergunakan dalam
menentukan diagnosis, mencegah, mengurangi, menghilangkan, menyembuhkan
penyakit atau gejala penyakit, luka atau kelainan badaniah atau rohaniah pada
manusia atau hewan termasuk untuk memperelok tubuh atau bagian tubuh
manusia.
Penggolongan obat menurut undang-undang dikelompokkan menjadi:
a. Obat bebas: Obat bebas adalah obat yang dapat dibeli secara bebas dan
tidak membahayakan si pemakai dalam batas dosis yang dianjurkan;
diberi tanda lingkaran bulat berwarna hijau dengan garis tepi hitam.
b. Obat bebas terbatas (daftar W = waarschuwing = peringatan): Obat bebas
terbatas adalah obat keras yang dapat diserahkan tanpa resep dokter dalam
bungkus aslinya dari produsen atau pabrik obat itu, kemudian diberi tanda
lingkaran bulat berwarna biru dengan garis tepi hitam serta diberi tanda
peringatan (P No.1 sampai P No.6).
c. Obat keras (daftar G = geverlijk = berbahaya): Obat keras adalah semua
obat yang memiliki takaran dosis minimum (DM), diberi tanda khusus
lingkaran bulat merah garis tepi hitam dan huruf K menyentuh garis
tepinya, semua obat baru kecuali ada ketetapan pemerintah bahwa obat itu
tidak membahayakan, dan semua sediaan parenteral/injeksi/infus
intravena.
d. Psikotropika: Psikotropika adalah obat yang memengaruhi proses mental,
meransang atau menenangkan, mengubah pikiran/perasaan/kelakuan
seseorang; contohnya golongan barbital/luminal, diazepam, dan ekstasi.
e. Narkotik: Narkotik adalah obat yang diperlukan dalam bidang pengobatan
dan IPTEK serta dapat menimbulkan ketergantungan dan ketagihan/adiksi
yang sanga merugikan individu apabila digunakan tanpa pembatasan dan
pengawasan dokter; contohnya kodein, metadon, petidin, morfin, dan
opium.

B. Registrasi obat Indonesia


Sesuai dengan peraturan Badan POM no 24 tahun 2017, registrasi obat
adalah prosedur pendaftaran dan evaluasi Obat untuk mendapatkan persetujuan.
Persetujuan yang dimaksudkan adalah persetujuan untuk produk obat dapat
diedarkan di wilayah Indonesia. Pelaksanaan dan pengajuan ini dilakukan dan
ditujukan kepada Badan POM selaku pemangku kebijakan. Obat yang mendapat
Izin Edar harus memenuhi kriteria berikut:
a. khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui
uji nonklinik dan uji klinik atau bukti-bukti lain sesuai dengan status
perkembangan ilmu pengetahuan.
b. mutu yang memenuhi syarat sesuai dengan standar yang ditetapkan,
termasuk proses produksi sesuai dengan CPOB dan dilengkapi dengan
bukti yang sahih
c. Informasi Produk dan Label berisi informasi lengkap, objektif dan tidak
menyesatkan yang dapat menjamin penggunaan Obat secara tepat, rasional
dan aman.
Selain harus memenuhi kriteria sebagaimana dimaksud diatas, Obat juga harus
memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. khusus untuk Psikotropika baru, harus memiliki keunggulan dibandingkan
dengan Obat yang telah disetujui beredar di Indonesia
b. khusus Obat program kesehatan nasional, harus sesuai dengan persyaratan
yang ditetapkan oleh instansi pemerintah penyelenggara program
kesehatan nasional.

C. Badan Pengawas Obat dan Makanan


Berdasarkan pasal 3 pada Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017
tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, BPOM mempunyai fungsi:

1. Dalam melaksanakan tugas pengawasan Obat dan Makanan, BPOM


menyelenggarakan fungsi :
a. penyusunan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan;
b. pelaksanaan kebijakan nasional di bidang pengawasan Obat dan
Makanan;
c. penyusunan dan penetapan norma, standar, prosedur, dan kriteria di
bidang Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama Beredar;
d. pelaksanaan Pengawasan Sebelum Beredar dan Pengawasan Selama
Beredar;
e. koordinasi pelaksanaan pengawasan Obat dan Makanan dengan instansi
pemerintah pusat dan daerah;
f. pemberian bimbingan teknis dan supervisi di bidang pengawasan Obat
dan Makanan;
g. pelaksanaan penindakan terhadap pelanggaran ketentuan peraturan
perundang-undangan di bidang pengawasan Obat dan Makanan;
h. koordinasi pelaksanaan tugas, pembinaan, dan pemberian dukungan
administrasi kepada seluruh unsur organisasi di lingkungan BPOM;
i. pengelolaan barang milik/kekayaan negara yang menjadi tanggung jawab
BPOM;
j. pengawasan atas pelaksanaan tugas di lingkungan BPOM; dan
k. pelaksanaan dukungan yang bersifat substantif kepada seluruh unsur
organisasi di lingkungan BPOM.

2. Pengawasan Sebelum Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah


pengawasan Obat dan Makanan sebelum beredar sebagai tindakan
pencegahan untuk menjamin Obat dan Makanan yang beredar memenuhi
standar dan persyaratan keamanan, khasiat/manfaat, dan mutu produk yang
ditetapkan.

3. Pengawasan Selama Beredar sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah


pengawasan Obat dan Makanan selama beredar untuk memastikan Obat dan
Makanan yang beredar memenuhi standar dan persyaratan keamanan, khasiat/
manfaat, dan mutu produk yang ditetapkan serta tindakan penegakan hukum.

D. Registrasi obat masa depan


Pada perkembangan teknologi dan modernisasi maka berkembang pula
pola pengobatan, jaminan kesehatan atau obat itu sendiri. Oleh karena itu
pemangku kebijakan harus dapat menyesuaikan diri dengan perkembangan itu
sendiri. Dalam tulisan ini beberapa harapan yang ingin diungkapkan terkait
dengan registrasi obat pada masa mendatang.
1. Pemanfaatan teknologi
Pada era sekarang ini banyak yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan
teknologi terutama teknologi digital dan pemanfaatan internet sebagai sarana yang
memadai untuk kepentingan bisnis, atau untuk kepentingan lain. Revolusi industri
4.0 diharuskan seluruh lapisan masyarakat bisa memanfaatkan teknologi internet
ini dengan sebaik-baiknya. Oleh karena itu BPOM selaku badan yang
berwewenang mengawasi peredaran obat terutama lembaga yang berwenang
menerbitkan izin edar agar memanfaatkan teknologi ini. Namun hal ini telah
dilaksanakan dengan baik oleh BPOM misalnya dalam pemberkasan registrasi
tidak perlu menunggu namun dapat dipantau secara online. Selain itu untuk
menyimpan file registrasi yang menumpuk dilakukan digitalisasi dokumen. Hal
ini dapat ditingkatkan dengan baik guna menjadikan pelayanan registrasi yang
mudah, murah, tanpa birokrasi yang terlalu panjang namun tidak mengurangi
esensi yang ada.

2. Waktu tunggu
Para auditor di BPOM yang memiliki kualifikasi untuk mengecek berkas
registrasi membutuhkan waktu untuk memastikan dokumen yang dikirimkan akan
mencerminkan khasiat, keamanan dan mutu sediaan obat yang didaftarkan. Hal ini
pula yang menjadi keluhan para industri farmasi untuk memperoleh izin edar
sangat lama apalagi jika dokumen yang dikirimkan butuh kelengkapan data. Agar
mengurangi waktu tunggu mungkin BPOM dapat memberdayakan auditor diluar
lingkungan BPOM untuk membantu dalam melakukan review berkas registrasi.
Atau memanfaatkan teknologi yang ada yang memungkinkan pemberkasan
dilakukan online dengan template tertentu yang apabila ada persyaratan dasar
belum terpenuhi data tersebut otomatis tidak terkirim sehingga tugas auditor
semakin fokus pada pemeriksaan berkas yang telah lengkap dan siap dan
diharapkan akan mengurangi waktu tunggu pelayanan registrasi obat.
3. Post market surveilance
Tugas BPOM yang bertujuan melindungi masyarakat dari peredaran obat
yang sub standar atau yang kurang bermutu mengharuskan pemantauan pre
market hingga post market. Untuk pemantauan post market seharusnya dibentuk
tim khusus baik dari pusat maupun balai yang dapat diberdayakan untuk secara
berkala melakukan pemantauan keamanan dan kemanfaatan obat disekitar
wilayah kerjanya sampai melihat secara langsung penggunaan obat kepada pasien.
4. Sinergi
Pada pelaksanaan tugasnya melakukan pemantauan dan registrasi obat,
diharapkan BPOM dapat menjalin hubungan kerjasama dengan pemangku
kebijakan lain, kepolisian yang saling terintegrasi guna melaksanakan
perlindungan kepada masyarakat secara menyeluruh. Misalnya, meskipun izin
industri kecil dari makanan dikeluarkan oleh dinas kesehatan sebaiknya
disambungkan pula dengan BPOM untuk memastikan peredaran, maupun
pengiklanan tidak melebihi batas. Pada pemberian izin juga perlu di sinkronkan
dengan kementrian kesehatan sehingga data obat yang mungkin akan digunakan
untuk keperluan jaminan kesehatan dapat segera dipilih.

5. Stimulasi perkembangan industri


Pada era jaminan sosial ini perkembangan industri farmasi sangat lambat bahkan
beberapa yang d\tidak mampu bersaing akhirnya mati. Pada sisi registrasi
diberlakukan penyeleksian yang ketat terkait keamanan dan kemanfaatan namun
setelah beredar atau masuk dalam e-katalog BPJS harga yang dibandrol tidak
sesuai. Hal ini seolah menjadi sebab utama industri farmasi tidak tumbuh atau
dianggap dimatikan oleh pemerintah. Harga pisang goreng lebiha mahal dari
harga Parasetamol per buahnya. Tentu seharusnya ada sinergisme yang tisak serta
merta menentukan harga obat namun dikaji secara mendalam dan memikirkan
kondisi yang ada serta kemampuan industri untuk tumbuh. Bagaimana mungkin
Indonesia mampu mengembangkan produk baru jika sektor industri dari obat-obat
mee too tidak mendapatkan tempat yang layak. Alasan politik, gengsi para
pemangku kebijakan seharusnya diturunkan untuk bersama-sama membuat sistem
yang tepat agar JKN tetap berjalan namun tidak mematikan perkembangan
Industri Farmasi.
TUGAS MATA KULIAH
REGULASI DAN ETIKA FARMASI

Disusun Oleh :
Bayu Dwi Handono (5418220008)

PROGRAM PASCASARJANA
FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS PANCASILA

Anda mungkin juga menyukai