Anda di halaman 1dari 95

KEEFEKTIFAN PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN

KOOPERATIF TIPE CIRC (COOPERATIFE INTEGRATED READING

AND COMPOSITION) TERHADAP KEMAMPUAN PEMECAHAN

MASALAH PADA POKOK BAHASAN SEGIEMPAT SISWA KELAS

VII SMP NEGERI 13 SEMARANG TAHUN AJARAN 2006/2007

SKRIPSI

Diajukan Dalam Rangka Penyelesaian Studi Strata I

Untuk Mencapai Gelar Sarjana Pendidikan

Oleh:

Nama : Nurul Inayah

NIM : 4101403032

Jurusan : Matematika

Prodi : Pendidikan Matematika

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS NEGERI SEMARANG

2007
ABSTRAK

Penelitian ini dilatarbelakangi masih rendahnya kemampuan siswa dalam


aspek pemecahan masalah yang diakibatkan karena belum aktifnya siswa di dalam
kegiatan pembelajaran dimana pembelajaran masih didominasi oleh guru. Salah
satu yang ditempuh dengan mengupayakan suatu cara untuk meningkatkan
kemampuan siswa pada aspek pemecahan masalah yaitu dengan pembelajaran
kooperatif tipe CIRC. Dengan pembelajaran kooperatif tipe CIRC, diharapkan
dapat meningkatkan kemampuan pemecahan masalah pada siswa.
Permasalahan dalam penelitian ini adalah apakah penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition) efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah pada pokok
bahasan segiempat bagi siswa kelas VII SMP N 13 Semarang Tahun Ajaran
2006/2007. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keefektifan penerapan
model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and
Composition) terhadap kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan
segiempat bagi siswa kelas VII SMP N 13 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007.
Populasi dalam penelitian ini adalah semua siswa kelas VII SMP N 13
Semarang. Teknik pengambilan sampel digunakan teknik random sampling,
karena populasi homogen. Terpilih siswa kelas VII E sebagai kelas eksperimen
dan siswa kelas VII F sebagai kelas kontrol. Metode pengumpulan data yang
digunakan adalah metode dokumentasi, metode observasi dan metode tes.
Berdasarkan perhitungan uji t diperoleh thitung = 2,0447 dan ttabel = 1,98
untuk α = 5% dan dk = 86. jadi thitung > ttabel. Dengan demikian H0 ditolak. Ini
berarti rata-rata nilai kemampuan pemecahan masalah siswa yang
pembelajarannya dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih baik dari
pada rata-rata siswa yang pembelajarannya dengan metode ekspositori pada pokok
bahasan segiempat siswa kelas VII SMP N 13 Semarang tahun ajaran 2006/2007.
Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa penerapan model
pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih efektif untuk meningkatkan aspek
kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan segiempat siswa kelas VII
SMP N 13 Semarang tahun ajaran 2006/2007 dibanding dengan pembelajaran
dengan metode ekspositori. Disarankan dapat dimanfaatkan sebagai masukan atau
bahan pertimbangan bagi guru khususnya pada mata pelajaran matematika bahwa
pembelajaran kooperatif tipe CIRC perlu dikembengkan dan diterapkan karena
pembelajaran tersebut dapat meningkatkan aspek kemampuan pemecahan
masalah.

ii
PENGESAHAN
Skripsi

Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative


Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah
Pada Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Semarang
Tahun Ajaran 2006/2007”.
Telah dipertahankan dihadapan sidang panitia ujian skripsi jurusan
matematika Fakultas Mmatematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas
Negeri Semarang pada:
Hari:
Tanggal:

Panitia ujian skripsi

Ketua Sekretaris

Drs. Kasmadi Imam S., M.S. Drs. Supriyono, M.Si


NIP. 130781011 NIP.130815345

Pembimbing Utama Ketua Penguji

Drs. Sugiarto Dra. Nurkaromah D., M.Si


NIP. 130686732 NIP. 131876228

Pembimbing Pendamping Anggota Penguji I

Drs. Arief Agoestanto, M.Si Drs. Sugiarto


NIP. 132046855 NIP. 130686732

Anggota Penguji II

Drs. Arief Agoestanto, M.Si


NIP. 132046855

iii
KATA PENGANTAR
Syukur alhamdulillah penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala
limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga skripsi dengan judul ” Keefektifan
Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC (Cooperative Integrated
Reading and Composition) Terhadap Kemampuan Pemecahan Masalah Pada
Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII SMP Negeri 13 Semarang Tahun
Ajaran 2006/2007”, dapat diselesaikan dengan baik. penulisan skripsi ini
merupakn salah satu syarat untuk menyelesaikan studi strata I guna memperoleh
gelar sarjana pendidikan.
Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih kepada:
1. Prof. Dr. Sudijono Sastroatmojo, M.Si, Rektor UNNES
2. Drs. Kasmadi Imam S., M.S., Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Semarang yang telah memberi
izin penelitian
3. Drs. Supriyono, M.Si, Ketua Jurusan Matematika yang telah
memberikan kemudahan administrasi dalam penulisan skripsi ini
4. Drs. H. Sugiarto, Pembimbing I atas bimbingan, arahan, serta motivasi
dalam penyusunan skripsi ini
5. Drs. Arief Agoestanto, M.Si, Pembimbing II atas bimbingan, arahan,
serta motivasi dalam penyusunan skripsi ini
6. Tim penguji skripsi Jurusan Matematika, F.MIPA, UNNES
7. Agus Setyono D., S.Pd, M.M, Kepala SMP N 13 Semarang atas izin dan
bantuan dalam penelitian ini
8. Kuswanti, S.Pd, Guru mata pelajaran matematika SMP N 13 Semarang
yang telah berkenan memberikan bantuan, informasi, motivasi dan
kesempatan untuk penelitian
9. Siswa kelas VII SMP N 13 Semarang tahun pelajaran 2006/2007 atas
partisipasinya dalam penelitian ini
10. Teman-teman mahasiswa pendidikan matematika angkatan 2003 yang
masih seperjuangan atas semangat dan dukungan selama ini

iv
11. serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu baik
secara langsung maupun tidak langsung yang telah memberikan bantuan
dan dukungan demi terselesaikannya skripsi ini
Harapan dari penulis adalah semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat
bagi pembaca. Kritik dan saran yang bersifat membangun atas segala kekurangan
dalam skripsi ini sangat penulis harapkan.

Semarang, Agustus 2007

Penulis

v
MOTTO DAN PERSEMBAHAN

Motto:
Hiasan dunia adalah ibadah dan belajar, maka hiasilah hidupmu dengan ibadah dan
belajar. (Hadist)
Sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan, maka apabila kamu telah
selesai (dari suatu urusan) kerjakanlah dengan sungguh-sungguh (urusan yang lain). (Q.S.
An-Nashr: 6-7)
Pengetahuan tanpa agama adalah lumpuh, agama tanpa ilmu pengetahuan adalah
buta, dan ilmu dan agama adalah wajah yang cantik dan tampan. (Albert Einstein)
Kegagalan biasanya merupakan langkah awal menuju sukses, tetapi sukses itu
sendiri sesungguhnya baru merupakan jalan tak berketentuan menuju puncak sukses.
(Lambert Jeffries)
Jenius adalah 1% inspirasi dan 99% keringat. Tidak ada yang menggantikan kerja
keras. Keberuntungan adalah sesuatu yang terjadi ketika kesempatan bertemu dengan
kesiapan. (Thomas Alfa Edision)
Persembahan:
Dengan segala kerendahan hati terucap syukur alhamdulillah
untuk segala nikmat yang telah diberikan Robb sang pencipta
alam semesta, sehingga dengan ridlo-Nya skripsi ini bisa
terselesaikan. Tulisan ini kupersembahkan teruntuk:
Ibunda dan bapak untuk setiap kasih saying yang tulus
dan doa yang mereka panjatkan untuk kebahagiaan dan
kesuksesanku.
Adik-adik yang telah memberikan semangat.
Mufi, Afid dan Yayu for carring me and support me
with u’r own way. This great friendship, I never forget.
Teman-teman seperjuangan P. Mat ’03 untuk masa-
masa indah selama 4 tahun yang tak terlupakan.
Teman-teman di kost Puripuspita yang manis-manis
untuk kebersamaannya.

vi
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL…………………………………………………………….i
ABSTRAK ……………………………………………………………………....ii
HALAMAN PENGESAHAN…………………………………………………...iii
KATA PENGANTAR...........................................................................................iv
MOTTO DAN PERSEMBAHAN........................................................................vi
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….vii
DAFTAR LAMPIRAN………………………………………………………….ix
DAFTAR TABEL……………………………………………………………….xi
BAB I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah…………………………………………….1
B. Rumusan Masalah…………………………………………………..5
C. Penegasan Istilah……………………………………………………6
D. Tujuan Penelitian……………………………………………………8
E. Manfaat Penelitian…………………………………………………..9
F. Sistematika Penulisan Skripsi……………………………………….9
BAB II. LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS
A. Landasan teori……………………………………………………….12
1. Matematika dan matematika sekolah……………………………12
2. Ranah penilaian matematika di SMP……………………………13
3. Model-model pembelajaran……………………………………...15
4. Pembelajaran kooperatif…………………………………………16
5. Pemecahan masalah……………………………………………...21
6. Model pembelajaran koopertif tipe CIRC…………………….....23
7. Metode ekspositori………………………………………………27
8. Soal cerita……………………………………………………….27
9. Kajian materi pelajaran…………………………………………29
B. Kerangka Berfikir…………………………………………………..51
C. Hipotesis……………………………………………………………53

vii
BAB III. METODE PENELITIAN
A. Populasi dan Sampel………………………………………………...54
B. Variabel Penelitian…………………………………………………..55
C. Desain Penelitian……………………………………………………55
D. Teknik Pengumpulan Data………………………………………….56
E. Instrumen Penelitian………………………………………………...58
F. Analisis Instrumentasi………………………………………………60
G. Metode Analisis Data……………………………………………….64
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Hasil Penelitian……………………………………………………...70
B. Pembahasan………………………………………………………….76
BAB V. PENUTUP
A. Simpulan……………………………………………………………..81
B. Saran…………………………………………………………………82
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………………...83
LAMPIRAN-LAMPIRAN………………………………………………………85

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran halaman
1. Daftar nilai ulangan harian……………………………………………….82
2. Uji normalitas data kelas VII E..................................................................88
3. Uji normalitas data kelas VII F..................................................................90
4. Uji homogenitas.........................................................................................92
5. Uji kesamaan rata-rata populasi.................................................................94
6. Rencana pembelajaran eksperimen 01.......................................................96
7. LKS 01.......................................................................................................100
8. Kartu masalah 1.1 dan 1.2..........................................................................105
9. Jawaban kartu masalah 1.1 dan 1.2............................................................106
10. Kuis 1 dan PR 1..........................................................................................108
11. Jawaban kuis 1 dan PR 1............................................................................109
12. Rencana pembelajaran eksperimen 02.......................................................112
13. LKS 02.......................................................................................................117
14. Kartu masalah2.1 dan 2.2...........................................................................121
15. Jawaban kartu masalah 2.1 dan 2.2............................................................122
16. Kuis 2 dan PR 2..........................................................................................124
17. Jawaban kuis 2 dan PR 2............................................................................125
18. Rencana pembelajaran eksperimen 03.......................................................129
19. LKS 03.......................................................................................................134
20. Kartu masalah 3.1 dan 3.2..........................................................................138
21. Jawaban kartu masalah 3.1 dan 3.2............................................................139
22. Kuis 3 dan PR 3..........................................................................................140
23. Jawaban kuis 3 dan PR 3............................................................................141
24. Rencana pembelajaran eksperimen 04.......................................................144
25. LKS 04.......................................................................................................148
26. Kartu masalah 4.1 dan 4.2..........................................................................152
27. Jawaban kartu masalah 4.1 dan 4.2............................................................153
28. Kuis 4 dan PR 4..........................................................................................154

ix
29. Jawaban kuis 4 dan PR 4............................................................................155
30. Lembar pengamatan pembelajaran kooperatif tipe CIRC untuk guru........157
31. Lembar aktivitas siswa...............................................................................169
32. Rencana pembelajaran kontrol 01..............................................................179
33. Rencana pembelajaran kontrol 02..............................................................187
34. Rencana pembelajaran kontrol 03..............................................................196
35. Rencana pembelajaran kontrol 04..............................................................203
36. Kisi-kisi soal uji coba.................................................................................209
37. Soal uji coba...............................................................................................212
38. Kunci jawaban soal uji coba.......................................................................215
39. Daftar nama siswa kelas uji coba................................................................221
40. Data uji coba...............................................................................................222
41. Hasil analisis uji coba soal..........................................................................223
42. Perhitungan reliabilitas instrumen..............................................................225
43. Perhitungan validitas butir..........................................................................226
44. Perhitungan daya beda soal.........................................................................228
45. Perhitungan tingkat kesukaran....................................................................229
46. Kisi-kisi tes kemampuan pemecahan masalah............................................230
47. Soal tes kemampuan pemecahan masalah...................................................232
48. Kunci jawaban tes........................................................................................234
49. Data hasil tes kemampuan pemecahan masalah..........................................238
50. Uji normalitas data kemampuan pemecahan masalah eksperimen. ...........239
51. Uji normalitas data kemampuan pemecahan masalah kontrol....................240
52. Uji kesamaan dua varians data kemampuan pemecahan masalah...............241
53. Uji perbedaan dua rata-rata kemampuan pemecahan masalah ...................243
54. Estimasi rata-rata kemampuan pemecahan masalah eksperimen................245
55. Estimasi rata-rata kemampuan pemecahan masalah kontrol.......................246
56. Uji ketuntasan kemampuan pemecahan masalah kelompok eksperimen....247
57. Uji ketuntasan kemampuan pemecahan masalah kelompok kontrol...........248
58. Daftar nama kelompok eksperimen.............................................................249
59. Daftar nama kelompok kontrol....................................................................250

x
DAFTAR TABEL

Tabel halaman
1. Tabel nilai chi kuadrat.................................................................................251
2. Daftar kritik uji F α = 25%..........................................................................252
3. Daftar kritik uji t .........................................................................................253
4. Daftar kritik Z dari 0 ke z............................................................................254
5. Daftar kritik r product moment....................................................................255

xi
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Tujuan pendidikan pada hakekatnya adalah suatu proses terus menerus

manusia untuk menanggulangi masalah-masalah yang dihadapi sepanjang

hayat karena itu siswa harus benar-benar dilatih dan dibiasakan berpikir secara

mandiri. Matematika merupakan pengetahuan yang mempunyai peran sangat

besar baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam pengembangan ilmu

pengetahuan lain. Dengan adanya pendidikan matematika disekolah dapat

mempersiapkan anak didik agar menggunakan matematika secara fungsional

dalam kehidupan sehari-hari dan di dalam menghadapi ilmu pengetahuan lain.

Dalam upaya meningkatkan mutu pendidikan dan mencapai sumber daya

manusia yang berkualitas sesuai dengan standar kompetensi yang ditetapkan

secara nasional, perlu dilaksanakan sistem penilaian hasil belajar yang baik dan

terencana. Sistem penilaian tersebut tidak saja dilaksanakan di tingkat nasional,

provinsi maupun kabupaten, namun juga di tingkat sekolah perlu diperhatikan

dan dilaksanakan dengan baik. Adapun untuk mata pelajaran matematika,

penilaian diarahkan untuk mengukur kemampuan, diantaranya: (1).

Pemahaman konsep. Siswa mampu mendefinisikan konsep, mengidentifikasi

dan memberi contoh atau bukan contoh dari konsep; (2). Prosedur. Siswa

mampu mengenali prosedur atau proses menghitung yang benar dan tidak

benar; (3). Komunikasi. Siswa mampu menyatakan dan menafsirkan gagasan


2

matematika secara lisan, tertulis atau mendemonstrasikan; (4). Penalaran.

Siswa mampu memberikan alasan induktif dan deduktif sederhana; (5).

Pemecahan masalah. Siswa mampu memahami masalah, memilih strategi

penyelesaian dan menyelesaikan masalah. Pada penelitian ini penilaian lebih

ditekankan hanya untuk mengukur kemampuan pemcahan masalah. Indikasi

pemecahan masalah dalam pembelajaran matematika adalah agar siswa mampu

memecahkan masalah yang dihadapi dalam kehidupannya. Dengan

mempelajari matematika siswa selalu dihadapkan kepada masalah matematika

yang terstruktur, sistematis dan logis yang dapat membiasakan siswa untuk

mengatasi masalah yang timbul secara mandiri dalam kehidupannya tanpa

harus selalu meminta bantuan kepada orang lain.

Kemampuan pemecahan masalah matematika pada siswa dapat diketahui

melalui soal-soal yang berbentuk uraian, karena pada soal yang berbentuk

uraian kita dapat melihat langkah-langkah yang dilakukan siswa dalam

menyelesaikan suatu permasalahan, sehingga pemahaman siswa dalam

pemecahan masalah dapat terukur. Bentuk lain soal pemecahan masalah yang

difokuskan pada penelitian ini adalah soal cerita. Berdasarkan buku-buku

penunjang pelajaran matematika yang mengacu pada kurikulum, banyak

dijumpai soal-soal yang berbentuk soal cerita hampir pada setiap materi pokok.

Menurut Suyitno (2005:1) soal cerita merupakan soal yang dikaitkan dalam

kehidupan sehari-hari (Contextual Problem). Soal cerita dalam kehidupan

sehari-hari lebih ditekankan kepada penajaman intelektual anak sesuai dengan

kenyataan yang mereka hadapi. Namun kenyataannya banyak siswa yang


3

mengalami kesulitan dalam memahami arti kalimat-kalimat dalam soal cerita,

kurang mampu memisalkan apa yang diketahui dan apa yang ditanyakan,

kurang bisa menghubungkan secara fungsional unsur-unsur yang diketahui

untuk menyelesaikan masalahnya, dan unsur mana yang harus dimisalkan

dengan suatu variabel.

Berdasarkan hasil penelitian dari Istiqomah (2004) bahwa hasil belajar

matematika siswa SMP N 13 Semarang belum seperti yang diharapkan. Seperti

yang terlihat pada hasil ulangan harian pokok bahasan geometri memiliki rata-

rata dibawah 6,5. selain itu salah satu guru pengajar matematika kelas VII

menyatakan bahwa materi geometri khususnya pada aspek pemecahan masalah

untuk tahun 2006 masih belum mencapai nilai ketuntasannya. Hal ini

dikarenakan minat dan motivasi siswa untuk belajar rendah. Mereka terlebih

dahulu merasa takut dengan pelajaran matematika karena matematika dianggap

sulit. Selain itu juga, proses belajar mengajar siswa cenderung pasif. Salah

satu model pembelajaran matematika yang digunakan oleh guru saat mengajar

diantaranya metode ekspositori. Disini aktivitas siswa selama proses

pembelajaran belum memuaskan karena pembelajaran masih didominasi oleh

guru. Oleh karena itu, guru harus mampu mengejawantahkan potensi diri dan

bakat peserta didik sehingga mampu mencari dan menemukan ilmu

pengetahuannya sendiri serta terlatih dalam mengembangkan ide-idenya di

dalam memecahkan masalah. Tugas guru bukan mencurahkan dan menyuapi

peserta didik dengan ilmu pengetahuan, tetapi mereka hanya sebagai motivator,

mediator dan fasilitator pendidikan. Guru harus mampu menyusun suatu


4

rencana pembelajaran yang tidak saja baik tetapi juga mampu memberikan

kesempatan kepada peserta didik untuk mencari, membangun serta

mengaplikasikan pengetahuan dalam kehidupannya.

Untuk mengatasi hal ini, diperlukan suatu model pembelajaran yang tepat,

menarik dan harus efektif sehingga siswa dapat aktif dalam kegiatan

pembelajaran dan dapat menghasilkan apa yang harus dikuasai siswa setelah

proses pembelajaran berlangsung. Ciri-ciri pembelajaran efektif menurut

Suyitno (2005:2) antara lain: (1). Penekanan pada belajar melalui berbuat; (2).

Guru dapat memanfaatkan alat bantu mengajar secara optimal sesuai dengan

kebutuhan siswa; (3). Mengatur kelas menjadi kondusif secara optimal; (4).

Guru menerapkan pola kooperatif, interaktif, termasuk cara belajar kelompok,

dan (5). Guru mendorong siswa untuk menemukan caranya sendiri. Dalam

pembelajaran kooperatif siswa belajar bersama dalam kelompok-kelompok

kecil yang bekerja untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan suatu

tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Selain itu

pembelajaran kooperatif dapat membantu siswa mamahami konsep-konsep

yang sulit serta menumbuhkan kemampuan kerjasama, berpikir kritis dan

mengembangkan sikap sosial siswa. Pembelajaran kooperatif memiliki dampak

yang positif terhadap siswa yang rendah hasil belajarnya, karena siswa yang

rendah hasil belajarnya dapat meningkatkan motivasi, hasil belajar dan

penyimpanan materi pelajaran yang lebih lama. Oleh karena itu, diperlukanlah

model pembelajaran kooperatif yang dapat membantu siswa meningkatkan

sikap positif diantaranya membangun kepercayaan diri terhadap


5

kemampuannya untuk menyelesaikan masalah matematika, dan terjadinya

interaksi dalam kelompok yang dapat melatih siswa untuk menerima siswa lain

yang berkemampuan dan berlatar belakang berbeda. Ada banyak model

pembelajaran cooperative learning dalam pembelajaran matematika yang

memenuhi ciri pembelajaran efektif diantaranya model koperatif tipe CIRC

yang dapat membantu siswa untuk mengasah kemampuan pemecahan masalah

dalam menyelesaikan soal cerita. Sehingga dengan model pembelajaran

tersebut siswa mampu dan terampil menyelesaikan masalah dalam soal cerita

dengan langkah-langkah yang tepat.

Materi segiempat dipilih, karena dalam kehidupan siswa sehari-hari sering

dijumpai kejadian yang berhubungan dengan materi tersebut, misalnya untuk

menentukan luas atau keliling suatu tanah dan bangunan, menghitung besarnya

uang yang dikeluarkan untuk membeli suatu tanah dan lain-lain. Pelaksanaan

pembelajaran matematika di SMP Negeri 13 Semarang untuk materi pokok

geometri selama ini siswa masih kesulitan di dalam memahami dan

memecahkan masalah soal-soal yang memunculkan suatu persoalan yang

kontekstual. Oleh sebab itu, peneliti memandang perlu melakukan penelitian

tentang “Keefektifan Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC

(Cooperative Integrated Reading and Composition) Terhadap Kemampuan

Pemecahan Masalah Pada Pokok Bahasan Segiempat Siswa Kelas VII SMP

Negeri 13 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007”.


6

B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “Apakah penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading and

Composition) efektif terhadap kemampuan pemecahan masalah pada pokok

bahasan segiempat bagi siswa kelas VII SMP N 13 Semarang Tahun Ajaran

2006/2007?”.

C. Penegasan Istilah

Agar diperoleh pengertian yang sama tentang istilah dalam penelitian ini

dan tidak menimbulkan intepretasi yang berbeda dari pembaca maka perlu

adanya penegasan istilah dalam penelitian ini. Penegasam istilah juga

dimaksudkan untuk membatasi ruang lingkup permasalahan sesuai dengan

tujuan dalam penelitian ini, sebagai berikut:

1. Keefektifan

Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, efektif berarti baik hasilnya,

dapat membawa hasil, berhsil guna (Tim penyusun KBBI, 1998:219).

Adapun yang dimaksud dengan keefektifan dalam penelitian ini adalah

keberhasilan atau ketepatgunaan penerapan model pembelajaran kooperatif

tipe CIRC terhadap kemampuan pemecahan masalah siswa yang

pembelajarannya dengan model pembelajaran kooperatif CIRC lebih baik

dibanding dengan model pembelajaran yang sering dilakukan di sekolah

(metode ekspositori).
7

2. Model Pembelajaran Kooperatif

Pembelajaran kooperatif mencakup kelompok kecil siswa yang

bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah, tugas atau

mengerjakan sesuatu untuk mencapai tujuan bersama. Dalam menyelesaikan

tugas kelompok setiap anggota saling bekerjasama dan membantu untuk

memahami suatu bahan pelajaran.

3. Pembelajarn Kooperatif Tipe CIRC

CIRC singkatan dari Coopertive Integrated Reading and Composition.

Kegiatan pokok dalam CIRC untuk menyelesaikan soal pemecahan masalah

meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik, yaitu: (1). Salah satu

anggota atau beberapa kelompok membaca soal, (2). Membuat prediksi atau

menafsirkan isi soal pemecahan masalah, termasuk menuliskan apa yang

diketahui, apa yang ditanyakan dan memisalkan yang ditanyakan dengan

suatu variabel, (3). Saling membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal

pemecahan masalah, (4). Menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah

secara urut, dan (5). Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian

(Suyitno, 2005:4).

4. Keefektifan Model Pembelajaran

Model pembelajaran dikatakan efektif apabila dalam penggunaan

model pembelajaran kooperatif tipe CIRC yang diterapkan pada pokok

bahasan segiempat kelas VII SMP Negeri 13 Semarang hasil belajarnya

pada aspek pemecahan masalah dapat lebih meningkat.


8

5. Kemampuan Pemecahan Masalah

Kemampuan berasal dari kata mampu yang berarti kuasa (bisa,

sanggup) melakukan sesuatu, dengan imbuhan ke-an kata mampu menjadi

kemampuan yaitu kesanggupan atau kecakapan. Adapun kemampuan

pemecahan masalah dalam penelitian ini adalah kemampuan pemecahan

masalah dalam pokok bahasan segiempat yang meliputi: kemampuan siswa

dalam memahami masalah; mengorganisasi data dan memilih informasi

yang relevan; menyajikan masalah matematika dalam berbagai bentuk;

mengembangkan strategi pemecahan masalah; serta membuat dan

menafsirkan model matematika dari suatu masalah.

6. Segiempat

Segiempat merupakan salah satu materi mata pelajaran matematika

yang diajarkan di SMP. Pokok bahasan segiempat dalam penelitian ini

meliputi: persegi panjang, jajargenjang, belah ketupat, dan persegi.

D. Tujuan Penelitian

Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui keefektifan penerapan

model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperative Integrated Reading

and Composition) terhadap kemampuan pemecahan masalah pada pokok

bahasan segiempat bagi siswa kelas VII SMP N 13 Semarang Tahun Ajaran

2006/2007.
9

E. Manfaat Penelitian

1. Manfaat bagi siswa, yaitu:

a. Dengan diterapkannya model pembelajaran kooperatif tipe CIRC dapat

mengasah dan mengembangkan kemampuan berfikir kritis siswa

dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah.

b. Pelaksanaan pembelajaran kooperatif diharapkan dapat

mengembangkan rasa kebersamaan dan kerjasama siswa dengan siswa

lain.

c. Siswa lebih tertantang pada persoalan-persoalan matematika.

2. Manfaat bagi peneliti, yaitu:

a. Sebagai motivasi untuk meningkatkan keterampilan memilih strategi

pembelajaran bervariasi yang dapat memperbaiki sistem pembelajaran

sehingga memberikan layanan terbaik bagi siswa.

b. Guru semakin mantap dalam mempersiapkan diri dalam proses

pembelajaran.

3. Manfaat bagi peneliti, yaitu:

Menambah pengalaman bagi peneliti mengenai pengembangan

pembelajaran tersebut.

F. Sistematika Penulisan Skripsi

Skripsi ini terdiri atas beberapa bagian yang masing-masing diuraikan,

sebagai berikut:
10

1. Bagian Awal

Pada bagian awal skripsi ini berisi: halaman judul, abstrak, halaman

pengesahan, kata pengantar, motto dan persembahan, daftar isi dan daftar

lampiran.

2. Bagian isi merupakan bagian pokok dalam skripsi yang terdiri dari 5 bab,

yaitu:

Bab I : Pendahuluan berisi latarbelakang, permasalahan, penegasan

istilah, tujuan penelitian, manfaat dan sistematika skripsi.

Bab II : Landasan teori dan hipotesis berisi tentang teori-teori yang

membahas dan melandasi permasalahan skripsi serta penjelasan

yang merupakan landasan teoritis yang diterapkan dalam skripsi,

pokok bahasan yang terkait dengan pelaksanaan penelitian,

kerangka berpikir dan hipotesis yang dirumuskan.

Bab III : Metode penelitian berisi tentang populasi dan sampel, variabel

penelitian, desain penelitian, teknik pengumpulan data dan hasil

analisis data.

Bab IV: Laporan hasil penelitian berisi tentang hasil penelitian dan

pembahasannya.

Bab V : Penutup berisi simpulan hasil penelitian dan saran-saran peneliti.


11

3. Bagian Akhir

Bagian akhir skripsi merupakan bagian yang terdiri dari daftar pustaka

yang digunakan sebagai acuan, lampiran-lampiran yang melengkapi uraian

pada bagian isi dan tabel-tabel yang digunakan.


12

BAB II

LANDASAN TEORI DAN HIPOTESIS

A. Landasan Teori

1. Matematika dan matematika sekolah

Pengertian/definisi/batasan tentang matematika amat banyak dan

beragam. Walaupun amat banyak batasan tentang matematika, tetapi

terdapat 4 ciri khas matematika, yaitu:

a. Matematika memiliki objek kajian yang abstrak

b. Matematika mendasarkan diri pada kesepakatan-kesepakatan

c. Sepenuhnya menggunakan pola pikir deduktif

d. Struktur kajian dijiwai oleh kebenaran konsistensi (kebenaran yang

didahului oleh kebenaran-kebenaran sebelumnya)

Menurut Ebbut dan Strakker dalam Suyitno (2007:24), yaitu

matematika yang diajarkan di sekolah-sekolah memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Matematika sebagai kegiatan penelusuran pola dan hubungan.


Implikasinya, siswa perlu dilatih melakukan kegiatan penyelidikan
pola-pola untuk menentukan hubungan, percobaan, membandingkan,
juga siswa perlu dibantu dalam menemukan hubungan antara pengertian
yang satu dengan yang lainnya.
b. Matematika sebagai kreativitas yang memerlukan imajinasi, intuisi dan
penemuan. Implikasinya, siswa perlu didorong inisiatifnya dan diberi
kesempatan untuk berpikir beda.
c. Matematika sebagai kegiatan pemecahan masalah.
Implikasinya, guru perlu menyediakan lingkungan belajar matematika
yang merangsang timbulnya persoalan matematika, membantu siswa
memecahkan persoalan matematika dengan caranya sendiri, dan
membantu siswa mengembangkan kompetensi dan keterampilannya
untuk memecahkan masalah.
13

d. Matematika sebagai alat komunikasi.


Implikasinya, guru perlu mendorong siswanya agar mengenal sifat
matematika, membaca dan menulis matematika, dan mendorong siswa
pula agar menghargai bahasa ibu siswa dalam membicarakan
matematika.

Keempat ciri pelajaran matematika tersebut di atas, akan dipakai

sebagai dasar untuk mengevaluasi hasil belajar siswa pada pelajaran

matematika, khususnya di tingkat SMP.

2. Ranah penilaian matematika di SMP

Aspek yang dinilai dalam matematika dibagi menjadi tiga yaitu

pemahaman konsep, penalaran dan komunikasi, serta pemecahan masalah.

Adapun kriteria dari ketiga aspek tersebut menurut Zulaihah (2006:19),

adalah:

a. Pemahaman konsep

Menilai ranah pemahaman konsep, berarti menilai kompetensi

dalam memahami konsep, melakukan algoritma rutin yang tepat dan

efisien. Indikatornya: menyatakan ulang sebuah konsep;

mengklarifikasikan objek-objek menurut sifat-sifat tertentu; memberi

contoh dan non contoh dari konsep; menyajikan konsep dalam berbagai

bentuk representasi matematis; mengembangkan syarat perlu atau

syarat cukup suatu konsep; menggunakan, memanfaatkan, dan memilih

prosedur atau operasi tertentu; mengaplikasikan konsep atau algoritma

pemecahan masalah.
14

b. Penalaran dan Komunikasi

Menilai ranah penalaran dan komunikasi, berarti menilai

kompetensi dalam melakukan penalaran dan mengkomunikasikan

gagasan matematika (sifatnya rutin maupun non rutin). Indikatornya:

menyajikan pernyataan matematika secara lisan, tertulis, gambar dan

diagram; mengajukan dugaan; melakukan manipulasi matematika;

menari kesimpulan, menyusun bukti, memberikan alasan atau bukti

terhadap kebenaran solusi; menarik kesimpulan dari pernyataan;

memeriksa kesahihan suatu argumen; menemukan pola atau sifat dari

gejala matematis untuk membuat generalisasi.

c. Pemecahan Masalah

Menilai ranah pemecahan masalah, berarti menilai kompetensi

dalam memahami, memilih pendekatan dan strategi pemecahan, serta

menyelesaikan masalah. Indikatornya: menunjukkan pemahaman

masalah; mengorganisasi data dan memilih informasi yang relevan

dalam pemecahan masalah; menyajikan masalah secara matematik

dalam berbagai bentuk; memilih pendekatan dan metode pemecahan

masalah secara tepat; mengembangkan strategi pemecahan masalah;

membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah;

menyelesaikan masalah yang tidak rutin.


15

3. Model-model Pembelajaran

Pembelajaran adalah upaya untuk membelajarkan siswa, secara

implisit terdapat kegiatan memilih, menetapkan, mengembangkan metode

untuk mencapai hasil pengajaran yang diinginkan (Uno, 2006:2).

Model pembelajaran adalah kerangka konseptual yang menuliskan

prosedur yang sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar

untuk mencapai tujuan belajar tertentu, dan berfungsi sebagai pedoman

bagipara perancang pembelajaran dan bagi para pengajar dalam

merencanakan dan melaksanakan aktifitas belajar mengajar (Sugandi,

2004:85).

Pemilihan model dan metode pembelajaran menyangkut strategi

dalam pembelajaran. Strategi pembelajaran adalah perencanaan dan

tindakan yang tepat dan cermat mengenai kegiatan pembelajaran agar

kompetensi dasar dan indikator pembelajarannya dapat tercapai. Pada

prinsipnya strategi pembelajaran sangat terkait dengan pemilihan model dan

metode pembelajaran yang dilakukan guru dalam menyampaikan materi

bahan ajar kepada para siswanya. Model pembelajaran yang dapat

diterapkan oleh para guru sangat beragam. Model-model pembelajaran yang

digunakan oleh guru dalam kegiatan belajar mengajar tersebut menurut

Amin Suyitno (2004:31) antara lain:

a. Model pembelajaran pengajuan soal (Problem Possing)

b. Model pembelajaran dengan pendekatan kontekstual (Contextual

Teaching and Learning-CTL)


16

c. Model pembelajaran PAKEM

d. Model pembelajaran Quantum (Quantum Teaching)

e. Model pembelajaran berbalik (Resiprocal Teaching)

f. Model pembelajaran tutor sebaya dalam kelompok kecil

g. Model pembelajaran Problem Solving

h. Model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning)

Ragam model pembelajaran cooperative learning cukup banyak

seperti STAD (Student Team Achievement Division), TGT (Team

Games Tournament), TAI (Team Assisted Individualization), Jigsaw,

Jigsaw II, CIRC (Cooperative Integrated Reading and Composition),

dan sebagainya.

i. Model pembelajaran RME (Realistic Mathematics Education)

4. Pembelajaran kooperatif

a. Pengertian

Pembelajaran kooperatif mencakup kelompok kecil siswa yang

bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah,

menyelesaikan suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk mencapai

suatu tujuan bersama lainnya (Suherman, 2003:260).

b. Tujuan

Model pembelajaran kooperatif dikembangkan untuk mencapai

tiga tujuan pembelajaran yang penting (Ibrahim, 200:7), yaitu:


17

1). Hasil belajar akademik

Pembelajaran kooperatif bertujuan untuk meningkatkan kinerja

siswa dalam tugas-tugas akademik. Banyak ahli berpendapat

bahwa model ini unggul dalam membantu siswa memahami konsep

yang sulit.

2). Penerimaan terhadap perbedaan individu

Efek penting yang kedua ialah penerimaan yang luas terhadap

orang yang berbeda menurut ras, budaya, kelas sosial, kemampuan

maupun ketidakmampuan.

3). Pengembangan keterampilan sosial

Model pembelajaran kooperatif bertujuan untuk mengajarkan

kepada siswa keterampilan kerjasama dan kolaborasi.

c. Langkah-langkah pembelajaran kooperatif

Terdapat enam fase atau langkah utama dalam pembelajaran

kooperatif menurut Ibrahim (2000:10). Keenam fase pembelajaran

kooperatif dirangkum pada tabel.1 berikut ini.


18

Tabel.1

Langkah-langkah Pembelajaran Kooperatif

FASE KEGIATAN GURU


Fase 1 Guru menyampaikan semua tujuan
Menyampaikan tujuan dan pembelajaran yang ingin dicapai pada
memotivasi siswa. pembelajaran tersebut dan memotivasi
siswa belajar.
Fase 2 Guru menyajikan informasi kepada
Menyajikan informasi siswa baik dengan peragaan
(demonstrasi) atau teks.
Fase 3 Belajar dan membantu setiap kelompok
Mengorganisasikan siswa agar melakukan perubahan yang
ke dalan kelompok- efisien.
kelompok.
Fase 4 Guru membimbing kelompok-
Membantu kerja kelompok kelompok belajar pada saat mereka
dalam belajar mengerjakan tugas.
Fase 5 Guru mengetes materi pelajaran atau
Mengetes materi. kelompok menyajikan hasil-hasil
pekerjaan mereka.
Fase 6 Guru memberikan cara-cara untuk
Memberikan penghargaan. menghargai baik upaya maupun hasil
belajar individu dan kelompok.

Dalam pembelajaran kooperatif tidak hanya mempelajari materi

saja, tetapi siswa juga dapat mempelajari keterampilan khusus yang

disebut keterampilan kooperatif. Keterampilan kooperatif ini berfungsi

untuk melancarkan hubungan kerja dan tugas. Peranan hubungan kerja

dapat dibangun dengan membagi tugas anggota kelompok selama

kegiatan. Keterampilan-keterampilan kooperatif tersebut menurut

Lundgren dalam Perdy Karuru antara lain:

1). Keterampilan Tingkat Awal

(a). Menggunakan kesepakatan yaitu menyamakan pendapat yang

berguna untuk meningkatkan kerja dalam kelompok.


19

(b). Menghargai kontribusi berarti memperhatikan atau mengenal

apa yang dapat dikatakan atau dikerjakan oarang lain.

(c). Mengambil giliran dan berbagi tugas berarti bahwa setiap

anggota kelompok bersedia menggantikan dan bersedia

mengemban tugas/tanggung jawab tertentu dalam kelompok.

(d). Berada dalam kelompok artinya setiap anggota tetap dalam

kelompok kerja selama kegiatan berlangsung.

(e). Berada dalam tugas artinya meneruskan tugas yang menjadi

tanggung jawabnya agar selesai tepat waktu.

(f). Mendorong partisipasi artinya mendorong semua anggota

kelompok untuk memberikan kontribusi terhadap tugas

kelompok.

(g). Menyelesaikan tugas pada waktunya.

(h). Menghormati perbedaan individu.

2). Keterampilan Tingkat Menengah

Keterampilan tingkat menengah meliputi mengungkapkan

ketidaksetujuan dengan cara dapat diterima, mendengarkan dengan

aktif, bertanya, membuat rangkuman, menafsirkan, mengatur dan

mengorganisir serta mengurangi ketegangan.

3). Keterampilan Tingkat Mahir

Keterampilan tingkat mahir meliputi mengelaborasi,

memeriksa dengan cermat, menanyakan kebenaran, menetapkan

tujuan dan berkompromi.


20

Dari penjelasan mengenai pembelajaran kooperatif di atas dapat

disimpulkan bahwa dengan pembelajaran kooperatif dapat melatih

siswa untuk saling bekerjasama dan saling bertukar pengetahuan yang

dimiliki dalam menyelesaikan masalah. Jadi, dengan adanya

pembelajaran kooperatif pada siswa dapat memunculkan rasa percaya

diri, berfikir kritis dan berani mengungkapkan pendapat.

e. Unsur-unsur Dasar Pembelajaran Kooperatif

Unsur-unsur dasar pembelajaran kooperatif adalah sebagai

berikut:

1). Siswa dalam kelompoknya haruslah beranggapan bahwa mereka

“sehidup sepenanggungan bersama.”

2). Siswa harus bertanggung jawab atas segala sesuatu di dalam

kelompoknya, seperti milik mereka sendiri.

3). Siswa haruslah melihat bahwa semua anggota di dalam

kelompoknya memiliki tujuan yang sama.

4). Siswa haruslah membagi tugas dan tanggung jawab yang sama

diantara anggota kelompoknya.

5). Siswa akan dikenakan evaluasi atau diberikan hadiah/penghargaan

yang juga akan dikenakan untuk semua anggota kelompok.

6). Siswa berbagi kepemimpinan dan mereka membutuhkan

keterampilan untuk belajar bersama selama proses belajarnya.

7). Siswa akan diminta mempertanggungjawabkan secara individual

materi yang ditangani dalam kelompok kooperatif.


21

5. Pemecahan Masalah

Salah satu indikasi adanya transfer belajar adalah kemampuan

menggunakan informasi dan keterampilan untuk memecahkan masalah-

masalah. Memecahkan suatu masalah merupakan aktivitas dasar bagi

manusia karena sebagian besar kehidupan kita adalah berhadapan dengan

masalah-masalah. Suatu masalah biasanya memuat suatu situasi yang

mendorong seseorang untuk menyelesaikannya akan tetapi tidak tahu secara

langsung apa yang harus dikerjakan untuk menyelesaikannya. Jika suatu

soal diberikan kepada seorang anak dan anak tersebut langsung mengetahui

cara menyelesaikannya yang benar, maka soal tersebut tidak dapat

dikatakan sebagai masalah.

Suatu soal dipandang sebagai masalah merupakan hal yang sangat

relatif. Suatu soal yang dianggap sebagai masalah bagi seseorang, bagi

orang lain mungkin hanya merupakan hal yang rutin. Dengan demikian guru

perlu teliti dalam menentukan soal yang akan disajikan sebagai pemecahan

masalah. Suatu soal/pertanyaan akan merupakan suatu masalah hanya jika

seseorang tidak mempunyai aturan/hukum tertentu yang segera dapat

dipergunakan untuk menemukan jawaban pertanyaan tersebut. Menurut

Suyitno (2004:35) suatu soal dapat dikatakan sebagai problem bagi siswa

jika dipenuhi syarat-syarat berikut: (1). Siswa memiliki pengetahuan

prasyarat untuk mengerjakan soal tersebut, (2). Diperkirakan, siswa mampu

mengerjakan soal tersebut, (3). Siswa belum tahu algoritma/cara


22

menyelesaikan soal tersebut, (5). Siswa mau dan berkehendak untuk

menyelesaikan soal tersebut.

Penyelesaian masalah diartikan sebagai penggunaan matematika baik

untuk matematika itu sendiri maupun aplikasi matematika dalam kehidupan

sehari-hari dan ilmu pengetahuan yang lain secara kreatif untuk

menyelesaikan masalah-masalah yang belum diketahui penyelesaiannya

ataupun masalah-masalah yang belum kita kenal (Hudojo, 1997:195).

Menurut Polya, dalam pemecahan suatu masalah terdapat empat langkah

yang harus dilakukan yaitu: (1). Memahami masalah, (2). Merencanakan

pemecahannya, (3). Menyelesaikan masalah sesuai rencana langkah kedua,

dan (4). Memeriksa kembali hasil yang diperoleh (Suherman, 2003: 99).

Didalam merencanakan penyelesaian masalah seringkali diperlukan

kreativitas. Sejumlah strategi dapat membantu kita untuk merumuskan suatu

rencana penyelesaian suatu masalah. Wheeler dalam Hudojo (1997:196)

mengemukakan strategi penyelesaian masalah antara lain:

a. Membuat suatu tabel

b. Membuat suatu gambar

c. Menduga, mengetes dan memperbaiki

d. Mencari pola

e. Mengatakan kembali permasalahan

f. Menggunkan penalaran

g. Menggunakan variabel

h. Menggunakan persamaan
23

i. Mencoba menyederhanakan permasalahan

j. Menghilangkan situasi yang tidak mungkin

k. Bekerja mundur

l. Menyusun model

6. Model Pembelajaran Kooperatif Tipe CIRC

CIRC singkatan dari Cooperative Integrated Reading and

Compotition, termasuk salah satu model pembelajaran cooperative learning

yang pada mulanya merupakan pengajaran kooperatif terpadu membaca dan

menulis (Steven dan Slavin dalam Nur, 2000:8) yaitu sebuah program

komprehensif atau luas dan lengkap untuk pengajaran membaca dan

menulis untuk kelas-kelas tinggi sekolah dasar. Namun, CIRC telah

berkembang bukan hanya dipakai pada pelajaran bahasa tetapi juga

pelajaran eksak seperti pelajaran matematika.

Dalam model pembelajaran CIRC, siswa ditempatkan dalam

kelompok-kelompok kecil yang heterogen, yang terdiri atas 4 atau 5 siswa.

Dalam kelompok ini tidak dibedakan atas jenis kelamin, suku/bangsa, atau

tingkat kecerdasan siswa. Jadi, dalam kelompok ini sebaiknya ada siswa

yang pandai, sedang atau lemah, dan masing-masing siswa merasa cocok

satu sama lain. Dengan pembelajaran kooperatif, diharapkan para siswa

dapat meningkatkan cara berfikir kritis, kreatif dan menumbuhkan rasa

sosial yang tinggi.


24

a. Komponen-komponen dalam pembelajaran CIRC

Model pembelajaran CIRC menurut Slavin dalam Suyitno

(2005: 3-4) memiliki delapan komponen. Kedelapan komponen tersebut

antara lain: (1). Teams, yaitu pembentukan kelompok heterogen yang

terdiri atas 4 atau 5 siswa; (2). Placement test, misalnya diperoleh dari

rata-rata nilai ulangan harian sebelumnya atau berdasarkan nilai rapor

agar guru mengetahui kelebihan dan kelemahan siswa pada bidang

tertentu; (3). Student creative, melaksanakan tugas dalam suatu

kelompok dengan menciptakan situasi dimana keberhasilan individu

ditentukan atau dipengaruhi oleh keberhasilan kelompoknya; (4). Team

study, yaitu tahapan tindakan belajar yang harus dilaksanakan oleh

kelompok dan guru memberika bantuan kepada kelompok yang

membutuhkannya; (5). Team scorer and team recognition, yaitu

pemberian skor terhadap hasil kerja kelompok dan memberikan kriteria

penghargaan terhadap kelompok yang berhasil secara cemerlang dan

kelompok yang dipandang kurang berhasil dalam menyelesaikan tugas;

(6). Teaching group, yakni memberikan materi secara singkat dari guru

menjelang pemberian tugas kelompok; (7). Facts test, yaitu pelaksanaan

test atau ulangan berdasarkan fakta yang diperoleh siswa; (8). Whole-

class units, yaitu pemberian rangkuman materi oleh guru di akhir waktu

pembelajaran dengan strategi pemecahan masalah.


25

b. Kegiatan pokok pembelajaran CIRC

Kegiatan pokok dalam CIRC untuk menyelesaikan soal

pemecahan masalah meliputi rangkaian kegiatan bersama yang spesifik,

yaitu: (1). Salah satu anggota atau beberapa kelompok membaca soal,

(2). Membuat prediksi atau menafsirkan isi soal pemecahan masalah,

termasuk menuliskan apa yang diketahui, apa yang ditanyakan dan

memisalkan yang ditanyakan dengan suatu variabel, (3). Saling

membuat ikhtisar/rencana penyelesaian soal pemecahan masalah, (4).

Menuliskan penyelesaian soal pemecahan masalah secara urut, dan (5).

Saling merevisi dan mengedit pekerjaan/penyelesaian (Suyitno,

2005:4).

c. Penerapan model pembelajaran CIRC

Penerapan model pembelajaran CIRC untuk meningkatkan

kemampuan pemecahan masalah dapat ditempuh dengan:

1). Guru menerangkan suatu pokok bahasan matematika kepada siswa,

pada penelitian ini digunakan LKS yang berisi materi yang akan

diajarkan pada setiap pertemuan

2). Guru memberikan latihan soal

3). Guru siap melatih siswa untuk meningkatkan keterampilan

siswanya dalam menyelesaikan soal pemecahan masalah melalui

penerapan model CIRC

4). Guru membentuk kelompok-kelompok belajar siswa yang

heterogen
26

5). Guru mempersiapkan soal pemecahan masalah dalam bentuk kartu

masalah dan membagikannya kepada setiap kelompok

6). Guru memberitahukan agar dalam setiap kelompok terjadi

serangkaian kegiatan bersama yang spesifik

7). Setiap kelompok bekerja berdasarkan kegiatan pokok CIRC. Guru

mengawasi kerja kelompok

8). Ketua kelompok melaporkan keberhasilan atau hambatan

kelompoknya

9). Ketua kelompok harus dapat menetapkan bahwa setiap anggota

telah memahami, dan dapat mengerjakan soal pemecahan masalah

yang diberikan

10). Guru meminta kepada perwakilan kelompok untuk menyajikan

temuannya

11). Guru bertindak sebagai nara sumber atau fasilitator

12). Guru memberikan tugas/PR secara individual

13). Guru membubarkan kelompok dan siswa kembali ke tempat

duduknya

14). Guru mengulang secara klasikal tentang strategi penyelesaian soal

pemecahan masalah

15). Guru memberikan kuis

d. Kekuatan model pembelajaran CIRC

Secara khusus, Slavin dalam Suyitno (2005:6) menyebutkan

kelebihan model pembelajaran CIRC sebagai berikut:


27

1). CIRC amat tepat untuk meningkatkan keterampilan siswa dalam

menyelesaikan soal pemecahan masalah

2). Dominasi guru dalam pembelajaran berkurang

3). Siswa termotivasi pada hasil secara teliti, karena bekerja dalam

kelompok

4). Para siswa dapat memahami makna soal dan saling mengecek

pekerjaannya

5). Membantu siswa yang lemah

6). Meningkatkan hasil belajar khususnya dalam menyelesaikan soal

yang berbentuk pemecahan masalah

7. Metode Ekspositori

Metode ekspositori adalah cara penyampaian pelajaran dari seorang

guru kepada siswa di dalam kelas dengan berbicara diawal pelajaran,

menerangkan materi dan contoh soal serta disertai tanya jawab. Siswa tidak

hanya mendengar dan membuat catatan. Guru bersama siswa berlatih

menyelesaikan soal latihan dan siswa bertanya kalau belum mengerti. Guru

dapat memeriksa pekerjaan siswa sacara individual atau klasikal. Siswa

mengerjakan latihan sendiri atau dapat bertanya temannya, atau disuruh

guru mengerjakan di papan tulis (Suyitno, 2004:4).

8. Soal Cerita

Soal cerita dalam pengajaran matematika sangatlah penting, sebab

diperlukan dalam perkembangan proses berpikir siswa. Kemampuan siswa

yang dibutuhkan untuk menyelesaikan soal cerita tidak hanya kemampuan


28

skill, mungkin algoritma tertentu, tetapi dibutuhkan juga kemampuan yang

lain. Soal cerita adalah soal yang disajikan dalam bentuk cerita pendek

terdiri dari beberapa kalimat. Cerita yang disajikan dapat berupa masalah

dalam kehidupan sehari-hari atau yang lainnya. Panjang pendeknya kalimat

yang digunakan untuk membuat soal cerita biasanya berpengaruh terhadap

tingkat soal tertentu.

Menurut Suyitno (2005:1) soal cerita merupakan soal yang dikaitkan

dalam kehidupan sehari-hari (contextual problem). Menurut Hudojo (2003:

198), langkah-langkah yang harus dilakukan agar siswa terampil

menyelesaikan soal cerita yaitu:

a. Sedapat mungkin siswa membaca soal cerita itu sendiri.

b. Tanyakan kepada siswa beberapa pertanyaan untuk mengetahui apakah

soal cerita itu sudah benar-benar dimengerti. Pertanyaan-pertanyaan itu

misalnya:

1) “Apa yang kau ketahui dari soal itu?”

2) “Apa saja dari soal itu yang kau peroleh?”

3) “Apa yang hendak kau cari?”

4) “Bagaimana kamu akan menyelesaikan soal itu?”

c. Meminta kepada siswa untuk memilih operasi dan jelaskan operasi atau

metode penyelesaian itu dapat dipergunakan untuk menyelesaikan soal

yang dimaksud.

d. Menyelesaikan soal cerita.

e. Diskusikan jawaban yang diperoleh dan interpretasikan hasil tersebut.


29

Kebaikan-kebaikan soal berbentuk uraian menurut Arikunto (2002B:

163) antara lain:

a. Mudah disiapkan dan disusun

b. Tidak memberi banyak kesempatan untuk berspekulasi atau untung-

untungan

c. Mendorong siswa untuk berani mengemukakan pendapat serta

menyusun dalam bentuk kalimat yang bagus

d. Memberi kesempatan kepada siswa untuk mengutarakan maksudnya

dengan gaya bahasa dan caranya sendiri

9. Kajian Materi Pelajaran

I. Mengenal Bangun Segiempat dan Sifat-sifatnya

Materi pelajaran yang akan dibahas adalah segiempat yang terdiri dari

jajar genjang, persegi panjang, belah ketupat, persegi, layang-layang dan

trapesium. Namun, pada penelitian ini hanya akan dibahas mengenai:

1. Jajargenjang

a. Pengertian jajargenjang

Jajargenjang adalah segiempat dengan setiap pasang sisi yang

berhadapan sejajar dan sama panjang (Junaidi, 2004: 260). Jajargenjang

dapat dibentuk dari sebuah segitiga dan bayangannya yang diputar 1800

berpusat pada titik tengah salah satu sisi segitiga.

C D C

Oo diputar 1800 Oo

A B Gambar 1 A B
30

Pada gambar 1, segitiga ABC diputar sejauh 1800 (setengah putaran)

dengan pusat titik O. Titik O terletak di tengah-tengah sisi CB. Segitiga

ABC dan bayangannya membentuk suatu jajargenjang yaitu jajarsenjang

ABDC.

b. Sifat-sifat jajargenjang

1) Sifat I

Kegiatan 1.a.

D C DB A C
Oo Titik O Oo
C D
A B diputar 1800 A B

Gambar 2.a

• AB menempati CD, ditulis AB → CD , sehingga AB = CD.

• Jelas AB dan CD terletak pada satu bidang datar. Apabila diukur

jarak antara AB dan CD sama sehingga jika AB dan CD

diperpanjang tidak akan berpotongan maka AB dan CD sejajar

ditulis AB // CD.

• BC menempati DA, ditulis BC → DA , sehingga BC = DA.

( berarti menempati).

Kegiatan 1.b. (1). Perhatikan gambar 2.b

H G Jajargenjang ABCD

D1 C F dihimpitkan pada BEFC,


2

12
diperoleh:
A B E

Gambar 2.b
31

∠B2 = ∠A
∠B1 + ∠B2 = 180 0
∠B1 + ∠A = 180 0

Jadi, AD // BC.

(2). Perhatikan gambar 2.b.

Jajargenjang ABCD dihimpitkan pada DCGH, diperoleh:

∠D1 = ∠A
∠D1 + ∠D2 = 180 0
∠A + ∠D2 = 180 0

Jadi, AB // DC.

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa AB # DC dan BC # AD.

(#: sama dan sejajar)

Simpulan: Pada setiap jajargenjang, sisi yang berhadapan adalah

sama panjang dan sejajar.

2) Sifat II

Perhatikan jajargenjang ABCD pada gambar 2.

• ∠ABC → ∠CDA sehingga ∠ABC = ∠CDA .

• ∠BAD. → ∠DCB sehingga ∠BAD = ∠DCB.

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan:

Simpulan: Pada setiap jajargenjang, sudut-sudut yang berhadapan

adalah sama besar.


32

3) Sifat III

Perhatikan jajargenjang ABCD pada gambar 3 dimana AB // DC dan

AD // BC. Untuk selanjutnya penulisan sudut dapat diwakili oleh satu

huruf, misalnya ∠ABC dapat ditulis dengan ∠B.

D C

A B
Gambar 3

• AB // CD dan garis AD adalah garis transversal karena memotong

dua atau lebih garis lain yaitu memotong garis AB dan DC

berturut-turut di titik A dan D, maka ∠A + ∠D = 180 (pasangan


0

sudut dalam sepihak).

• AB // CD dan garis BC adalah garis transversal karena memotong

dua atau lebih garis lain yaitu memotong garis AB dan DC

berturut-turut di titik B dan C, maka ∠B + ∠C = 180 (pasangan


0

sudut dalam sepihak).

• AD // BC dan garis AB adalah garis transversal karena memotong

dua atau lebih garis lain yaitu memotong garis AD dan BC

berturut-turut di titik A dan B, maka ∠A + ∠B = 180 (pasangan


0

sudut dalam sepihak).

• Ad // BC dan garis DC adalah garis transversal karena memotong

dua atau lebih garis lain yaitu memotong garis AD dan BC


33

berturut-turut di titik D dan C, maka ∠D + ∠C = 180 (pasangan


0

sudut dalam sepihak).

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan:

Simpulan: Pada setiap jajargenjang, jumlah dua sudut yang

berdekatan adalah 1800.

4) Sifat IV

Perhatikan jajargenjang ABCD, kemudian tarik garis AC seperti yang

terlihat pada gambar 4.

D C

Oo

A B

Gambar 4

1
OB → OD sehingga OB = OD = BD.
2

1
OA → OC sehingga OA = OC = AC .
2

Berdasarkan hal di atas dapat disimpulkan:

Simpulan: Diagonal-diagonal suatu jajargenjang saling membagi

dua sama panjang.


34

2. Persegi Panjang

a. Pengertian Persegi panjang

1) Persegi panjang adalah suatu segiempat yang mempunyai sepasang

sisi sejajar dan keempat sudutnya siku-siku. (Junaidi, 2004: 265).

Gambar 5 menunjukkan sebuah persegi panjang ABCD dengan

unsur-unsur sebagai berikut.

Unsur-unsur persegi
Nama Unsur
panjang
Sisi AB, BC, CD, AD
Sudut siku-siku ∠A, ∠B, ∠C , dan ∠D
Diagonal AC dan BC
Sisi panjang AB dan CD
Ruas garis sebagai lebar AD dan BC

D C

A B

Gambar 5

b. Sifat-sifat Persegi panjang

1) Sifat I

Kegiatan 1.a.

Perhatikan gambar 6(a) diperoleh dengan membalik gambar 6(b)

menurut garis PQ, sehingga:

• A menempati B dan B menempati A, ditulis A ↔ B ,

• C menempati D dan D menempati C, ditulis C ↔ D ,

• AD menempati BC dan BC menempati AD, ditulis AD ↔ BC ,

maka AD = BC.
35

P DC P
D C DC

A Q B AB AB

Gambar 6a 6b

Perhatikan pula gambar 7(a) dan 7(b), jika gambar 7(a) dibalik

menurut garis RS akan diperoleh gambar 7(b). Hal ini jelas bahwa

A ↔ D, B ↔ C , dan AB ↔ DC , maka AB = DC.

Kegiatan 1.b

(1). Perhatikan gambar 6.c


H G
Persegi panjang ABCD
D1 C F
2 dihimpitkan pada BEFC,

12 diperoleh:
A B E
∠B2 = ∠A
Gambar 6.c ∠B1 + ∠B2 = 180 0
∠B1 + ∠A = 180 0

Jadi, AD // BC.

(2). Perhatikan gambar 2.b.

Persegi panjang ABCD dihimpitkan pada DCGH, diperoleh:

∠D1 = ∠A
∠D1 + ∠D2 = 180 0
∠A + ∠D2 = 180 0

Jadi, AB // DC.

Dari uraian di atas disimpulkan bahwa AB # DC dan BC # AD.


36

(#: sama dan sejajar)

Simpulan: Pada suatu persegi panjang sisi-sisi yang berhadapan

sama panjang dan sejajar.

D C DA BC

R S R S

D C
A B A B
Gambar 7a 7b

2) Sifat II

Perhatikan gambar 6(b).

• ∠A menempati ∠B, ∠B menempati ∠A, ditulis ∠A ↔ ∠B.

• ∠C menempati ∠D, ∠C menempati ∠D, ditulis ∠C ↔ ∠D.

• Maka ∠A = ∠B dan ∠C = ∠D.

Perhatikan gambar 7(b).

• ∠A menempati ∠D, ∠D menempati ∠A, ditulis ∠A ↔ ∠D.

• ∠B menempati ∠C , ∠C menempati ∠B, ditulis ∠B ↔ ∠C .

• Maka ∠A = ∠D dan ∠B = ∠C.

Karena ∠A = ∠B, ∠C = ∠D dan ∠A = ∠D, ∠B = ∠C , maka dapat

disimpulakan bahwa: Semua sudut persegi panjang sama besar.

Perhatikan gambar 8. Empat persegi panjang yang kongruen

diletakkan bersisian dan saling bertemu dititik O. Keempat sudut

persegi panjang itu membentuk sudut 3600 (satu putaran penuh).

Besar masing-masing sudut persegi panjang adalah 900.


37

Gambar 8

Simpulan : Sudut-sudut suatu persegi panjang adalah sudut siku-

siku.

3) Sifat III

Perhatikan gambar 9. Gambar 9(b) diperoleh dengan cara membalik

gambar 9(a) menurut garis PQ, sehingga

A ↔ B, C ↔ D, AC ↔ BD , maka AC = BD. Karena AC = BD,

maka dapat disimpulkan bahwa: Diagonal-diagonal persegi panjang

sama panjang.

D P C DC P
DC

A Q B AB AB

Gambar 9a 9b

Kemudian, perhatikan gambar 10. Jika gambar 10(a) diputar

setengah putaran, maka akan kita peroleh gambar 10(b). Dapat kita

lihat bahwa:

• O ↔ O, A ↔ C , OA ↔ OC , maka OA = OC

• O ↔ O, B ↔ D, OB ↔ OD , maka OB = OD

Sehingga dapat disimpulkan:


38

Simpulan : Diagonal-diagonal persegi panjang saling membagi dua

sama panjang. Atau kedua diagonal persegi panjang

saling berpotongan ditengah-tengah.

D C DB AC
Titik O
O Diputar 1800 O

A B AC DB
Gambar 10a 10b

3. Belah Ketupat

a. Pengertian Belah Ketupat

Belah ketupat adalah segiempat dengan sisi yang berhadapan sejajar,

keempat sisinya sama panjang, dan diagonalnya saling tegak lurus dan

berpotongan di tengah-tengah atau jajargenjang yang dua sisinya yang

berurutan sama panjang (Junaidi, 2004: 269). Akibatnya:

1) Belah ketupat keempat sisinya sama panjang

2) Sifat-sifat jajargenjang berlaku untuk belah ketupat

Belah ketupat dapat dibentuk dari segitiga sama kaki dan

bayangannya oleh pencerminan alas segitiga sama kaki tersebut.

Segitiga ABC pada gambar 11 merupakan segitiga sama kaki dengan

unsur-unsur sebagai berikut.

Unsur-unsur Nama Unsur C


Belah Ketupat

= =

A D B
39

Alas AB
Puncak C
Sudu-sudut alas ∠ABC = ∠CBA
Sumbu simetri CD
Garis tinggi CD
Garis berat CD
Kaki segitiga CA = CB

Segiempat pada gambar 12 merupakan belah ketupat AEBC yang

diperoleh dengan cara mencerminkan segitiga sama kaki ABC dengan

AB sebagai cermin.

= =
A B
DD
= =

Gambar 12

b. Sifat-sifat belah ketupat

Perhatikan gambar 13. Segitiga sama kaki ABC dicerminkan

terhadap sisi AB menghasilkan segitiga sama kaki ABD yang selanjutnya

membentuk belah ketupat ADBC.

= =
A B
OD
= =

D
Gambar 13
1) Sifat I
40

Perhatikan gambar 13.

• AC → AD sehingga AC = AD

• BC → BD sehingga BC = BD

• ΔABC sama kaki sehingga CA = CB

Oleh karena AC = AD, BC = BD, dan CA = CB maka AC = AD =

BC = BD. Jadi, dapat disimpulkan:

Simpulan : Semua sisi pada belah ketupat sama panjang

2) Sifat II

Perhatikan gambar 13.

• Mengingat ΔABD merupakan bayangan dari pencerminan ΔABC

terhadap garis AB, maka garis AB merupakan sumbu simetri.

• Perhatikan ΔCAD dan ΔCBD

Jelas AC = BC ( ΔABC sama kaki)

Jelas AD = BD ( ΔABD sama kaki)

Jelas CD = CD (berimpit)

Sehingga ΔCAD sama dengan ΔCBD , maka AO = OB. Apabila

model belah ketupat ADBC dilipat menurut garis CD, ΔADC dan

ΔBDC saling menutupi, sehingga CD merupakan sumbu simetri.

Jadi, dapat disimpulkan:

Simpulan : Diagonal-diagonal suatu belah ketupat merupakan

sumbu simetri

3) Sifat III

C
21

1 2 B
A 2 1
OD

12
41

Perhatikan gambar 14.

• Belah ketupat ADBC terbentuk dari ΔABC dan ΔABD yang

merupakan hasil pencerminan terhadap garis AB.

Jelas ∠C = ∠D (karena ΔABC hasil pencerminan ΔABD ).

Lipat model belah ketupat ADBC menurut CD maka ∠A → ∠B

sehingga ∠A = ∠B .

• Jelas ∠A2 = ∠B2 (sudut dalam berseberangan)

Jelas ∠A1 = ∠B2 ( ΔABC sama kaki)

Jadi ∠A1 = ∠A2 . Dengan cara yang sama diperoleh ∠B1 = ∠B2 ,

∠C1 = ∠C 2 , dan ∠D1 = ∠D2 .

Jadi dapat disimpulkan:

Simpulan : Pada setiap belah ketupat, sudut-sudut yang berhadapan

sama besar dan dibagi dua sama besar oleh diagonal-

diagonalnya.

4) Sifat IV

Perhatikan gambar 14.


42

• OC → OD sehingga OC = OD dan OA = OB

• Diagonal AB dan CD pada belah ketupat merupakan sumbu

simetri jadi ∠AOC = ∠AOD = 90 0 dan ∠AOC = ∠AOD = 90 0

Jadi diagonal AB dan CD saling berpotongan tegak lurus.

Sehingga, dapat disimpulkan:

Simpulan : Pada setiap belah ketupat kedua diagonalnya saling

membagi dua sama panjang dan berpotongan tegak

lurus.

4. Persegi

a. Pengertian persegi

Persegi merupakan persegi panjang yang keempat sisinya sama

panjang (Junaidi, 2004: 271).Perhatikan gambar 15. Gambar 15

menunjukkan sebuah persegi ABCD dengan unsur-unsur sebagai berikut.

Unsur-unsur Nama Unsur D C


persegi
Sisi AB, BC, CD, AD
Sudut siku-siku ∠A, ∠B, ∠C , dan ∠D A B
Diagonal AC dan BD
Gambar 15

b. Sifat-sifat persegi

Dari pengertian persegi kita telah mengtahui bahwa bangun persegi juga

merupakan bangun persegi panjang. Oleh karena itu, sifat-sifat persegi

panjang juga merupakan sifat persegi, yaitu:

• Sisi-sisi yang berhadapan sama panjang dan sejajar

• Diagonal-diagonalnya sama panjang


43

• Diagonal-diagonalnya saling berpotongan ditengah-tengah

• Keempat sudutnya merupakan sudut siku-siku

Beberapa sifat lain yang dimiliki suatu persegi yaitu:

1) Sifat I

Perhatikan gambar 16. Gambar 16(b) diperoleh dengan

membalik gambar 16(a), menurut diagonal AC, sehingga:

• A → A, B → D, AB → AD , maka AB = AD

• C → C , B → D, CB → CD , maka CB = CD

D C D C
B

A B A DB

Gambar 16a 16b

Perhatikan gambar 17. Gambar 17(b) diperoleh dengan

membalik gambar 17(a), menurut diagonal BD, sehingga:

• B → B, A → C , AB → CB , maka AB = CB

• D → D, A → C , AD → CD , maka AD = CD

D C D AC

A B AC B

Gambar 17a 17b


Dari uraian di atas diperoleh AB = AD, CB = CD, AB = CB,

dan AD = CD. Jadi, AB = AD = CB = CD. Dengan demikian dapat

disimpulkan bahwa:

Simpulan : Semua sisi persegi sama panjang.


44

2) Sifat II

Perhatikan gambar 16(b).

• ∠BAC ↔ ∠DAC , maka ∠BAC = ∠DAC

• ∠ACB ↔ ∠ACD , maka ∠ACB = ∠ACD

Karena ∠BAC = ∠DAC dan ∠ACB = ∠ACD , berarti diagonal AC

membagi dua sama besar ∠BAD dan ∠BCD.

Perhatikan gambar 17(b).

• ∠CBD ↔ ∠ABD , maka ∠CBD = ∠ABD

• ∠CDB ↔ ∠ADB , maka ∠CDB = ∠ABD

Karena ∠CBD = ∠ABD dan ∠CDB = ∠ABD , berarti diagonal BD

membagi dua sama besar ∠ABC dan ∠ADC . Jadi, dapat

disimpulkan bahwa:

Simpulan : Diagonal-diagonal persegi membagi dua sama besar

sudut-sudut persegi itu.

3) Sifat III

Perhatikan gambar 18. persegi ABCD diputar seperempat putaran

dengan titik pusat O. Ternyata:

• ∠AOB ↔ ∠BOC , maka ∠AOB = ∠BOC

• ∠DOA ↔ ∠AOB , maka ∠DOA = ∠AOB

• ∠COD ↔ ∠DOA, maka ∠COD = ∠DOA

• ∠BOC ↔ ∠COD , maka ∠BOC = ∠COD

DA DC
O

AB CB
Gambar 18
45

Sehingga dapat ditulis: ∠AOB = ∠BOC = ∠COD = ∠DOA .

Karena sudut O sama dengan 3600 (satu putaran penuh), maka besar

360 0
∠AOB = = 90 0. Jadi, ∠AOB merupakan sudut siku-siku,
4

sehingga dapat kita katakan bahwadiagonal AC dan diagonal BD

berpotongan tegak lurus.

Simpulan : Diagonal-diagonal persegi berpotongan membentuk

sudut siku-siku. Dengan kata lain, diagonal-diagonal

persegi berpotongan tegak lurus.

II. Keliling dan Luas Bangun Segiempat

Untuk dapat mengatakan berapa panjang suatu ruas garis, kita per;u

menggunakan bilangan. Menyatakan berapa panjang ruas garis, berarti

mengukur ruas garis itu. Hal itu dilakukan dengan membandingkan suatu

ruas garis dengan suatu ruas garis yang lain, biasanya yang lebih pendek.

Sebagai contoh kita akan mengukur ruas garis AB dengan menggunakan

ruas garis XY .

X Y

A B

Rua garis XY kita jiplak dengan secarik kertas, kemudian jiplakan itu

kita letakkan pada ruas garis AB dengan jiplakan X diatas A. Titik pada ruas
46

garis AB yang berimpit dengan jiplakan Y kita beri tanda. Jiplakan ruas garis

XY kita pindah, sehingga jiplakan X berimpit dengan titik yang baru itu, dan

seterusnya. Dengan jalan itu ruas garis AB terbagi-bagi atas bagian-bagian,

yang masing-masing berupa ruas garis yang sama dengan ruas garis XY .

Panjang AB adalah 4 satuan, dan satuan panjang itu ruas garis XY .

Konsep keliling bangun datar

Ukuran ruas garis disebut panjang. Perhatikan gambar persegi panjang

berikut.
D C

A B
Gambar 19

Panjang ruas garis yang terdapat pada gambar tersebut adalah AB, BC, CD,

dan DA. Apabila panjang ruas garis yang terdapat pada gambar tersebut

dijumlahkan maka diperoleh AB + BC + CD + DA. Yang merupakan keliling

dari persegi panjang tersebut. Jadi keliling persegi panjang adalah jumlah

panjang sisi-sisinya. (Suhakso, 1972:54).

Konsep luas bangun datar


47

Untuk mendapatkan luas suatu daerah, dapat dilakukan dengan

membandingkan daerah itu dengan yang lain, biasanya yang lebih kecil.

Paling mudah untuk dipakai sebagai satuan ialah daerah persegi. Perhatikan

gambar berikut.

D C
W Z

X Y
A B

Gambar 20

Dalam gambar 20, daerah ABCD diukur dengan daerah WXYZ sebagai

daerah satuan. Ternyata ada 6 buah daerah, masing-masing sama dengan

daerah satuan, yang diperlukan untuk menutup daerah ABCD dengan tepat.

Jadi, Luas suatu daerah ialah banyaknya suatu daerah yang diperlukan untuk

menutup daerah itu dengan tepat. (Suhakso, 1972:56).

1. Keliling persegi dan persegi panjang

Keliling persegi panjang sama dengan jumlah sisi-sisinya. Pada

gambar 19, ABCD adalah suatu persegi panjang dengan panjang = p dan

lebar = l.

Keliling persegi panjang ABCD = AB + CD + AD + BC

=p+p+l+l

= 2p + 2l

= 2(p + l )

Jika K = keliling persegi panjang ABCD, maka:

K = 2p + 2l = 2(p + l)
48

D C D C

l
A p B A s B
Gambar 21 Gambar 22

Gambar 22 menunjukkan persegi ABCD dengan panjang sisi = s.

Telah diketahui bahwapanjang sisi-sisi persegi sama panjang, sehingga,

AB = BC = CD = AD.

Keliling persegi ABCD = AB + CD + AD + BC

= AB + AB + AB + AB

= 4AB = 4s

Jika K = keliling persegi ABCD, maka

K = 4s

2. Luas persegi panjang dan persegi

lebar

panjang

Gambar 23a 23b Gambar 24

Gambar 23a merupakan persegi panjang dengan 15 kotak. Berarti,

luas persegi panjang itu adalah 15 satuan luas. Persegi panjang pada

gambar 23a terdiri dari tiga baris yang masing-masing terdiri atas 5 kotak

(gambar 23(b)). Jadi luas persegi panjang itu adalah 3 x 5 = 15 satuan luas.
49

Berdasarkan ilustrasi di atas, maka luas persegi panjang pada gambar 24

adalah: Luas = panjang x lebar.

Jika panjang = p dan lebar = l, dan luas = L, maka,

L=pxl

Karena persegi merupakan persegi panjang yang sisi-sisinya sama

panjang, maka luas persegi adalah luas = sisi x sisi.

Jika sisi = s dan luas = L, maka,

Luas = s2

3. Luas jajargenjang

t t

a a
Gambar 25a 25b

Gambar 25(a) menunjukkan jajrgenjng dengan alas a dan tinggi t.

Kemudian sebelah kiri jajargenjang digunting. Hasil guntingannya

ditempelkan di sebelah kanan jajargenjang hingga diperoleh persegi

panjang seperti tampak pada gambar 25(b) dengan panjang a dan lebar t.

Telah diketahui bahwa luas persegi panjang = panjang x lebar, dengan

panjang = alas dan lebar = tinggi. Karena persegi panjang gmbar 25(b)

dibentuk dari jajargenjang pada gambar 25(a), maka:

Luas jajar genjang = luas persegi panjang

= alas x tinggi
50

=axt

Untuk setiap jajar genjang dengan alas = a, tinggi = t, dan luas = L berlaku

L=axt

4. Luas belah ketupat

Pada gambar 26, ABCD adalah belah ketupat dengan diagonal AC dn

bd saling berpotongan di titik P. AP adalah garis tinggi ΔABD dan CP

adalah garis tinggi ΔBCD .

A P C

B
Gambar 26

Luas belah ketupat = luas ΔABD + luas ΔBCD

⎛1 ⎞ ⎛1 ⎞
= ⎜ xBDxCP ⎟ + ⎜ xBDxap ⎟
⎝2 ⎠ ⎝2 ⎠

xBD(CP + AP )
1
=
2

1
= xBDxAC
2

1
Luas belah ketupat = x diagonal x diagonal
2

B. Kerangka Berfikir
51

Perubahan yang sangat mendasar dalam pendidikan matematika adalah

pergeseran dalam pemahaman bagaimana siswa belajar matematika. Belajar

matematika tidak lagi dipandang sebagai pemberian informasi yang berupa

sekumpulan teori, definisi maupun hitung menghitung yang kemudian

disimpan dalam memori siswa yang diperoleh melalui praktik yang diulang-

ulang melainkan membelajarkan siswa dengan memulai masalah yang sesuai

dengan pengetahuan yang telah siswa miliki. Jadi, pembelajaran matematika

memiliki beberapa tujuan khusus yang harus dicapai diantaranya adalah

mengembangkan kemampuan pemecahan masalah. Kemampuan pemecahan

masalah merupakan salah satu bentuk kemampuan berfikir matematika tingkat

tinggi karena dalam kegiatan pemecahan masalah terangkum kemampuan

matematika lainnya seperti penerapan aturan pada masalah yang tidak rutin,

penemuan pola, penggeneralisasian pemahaman konsep maupun komunikasi

matematika.

Namun kenyataannya kegiatan pemecahan masalah dalam pembelajaran

matematika yang berkaitan dengan soal cerita mengalami beberapa kesulitan

diantaranya karena siswa kurang terlatih dalam mengembangkan ide-idenya di

dalam memecahkan masalah, belum mampu berfikir kritis dan berani

mengungkapkan pendapat. Kesulitan juga muncul dari pihak guru yaitu

bagaimana memilih model pembelajaran yang tepat untuk meningkatkan

kemampuan siswa dalam pemecahan masalah.

Untuk dapat mencapai tujuan pembelajaran tersebut diupayakan guru

dapat memilih model pembelajaran yang tepat dalam proses pembelajarannya.


52

Salah satu modelnya adalah model pembelajaran kooperatif. Dalam model

pembelajaran kooperatif mencakup kelompok-kelompok kecil siswa yang

bekerja sebagai sebuah tim untuk menyelesaikan suatu masalah, menyelesaikan

suatu tugas atau mengerjakan sesuatu untuk menncapai tujuan bersama lainnya.

sehingga siswa lebih mudah menemukan dan memakai konsep-konsep yang

sulit apabila mereka dapat saling mendiskusikan kegiatan pemecahan masalah

tersebbut dalam sebuah kelompok.

CIRC adalah suatu model dalam pembelajaran kooperatif yang digunakan

sebagai alternatif bagi guru unuk mengajar siswa. Di dalam model

pembelajaran CIRC terdapat komponen-komponen yang dapat membuat

kegiatan belajar mengajar menjadi lebih efektif dan membuat siswa lebih

kreatif, karena disini siswa bersama dengan kelompoknya dapat

mengembangkan dan bertukar pengetahuannya di dalam mempelajari suatu

materi yang ditugaskan oleh guru. Selain itu juga terdapat kegiatan pokok pada

pembelajaran CIRC dalam menyelesaikan kegiatan pemecahan masalah.

Kegiatan pokok ini sebagai acuan bagi siswa untuk memecahkan suatu

permasaalahan yang diberikan guru kepada kelompoknnya. disini siswa dapat

memunculkan ide-idenya dan saling berdiskusi untuk menyelesaikan atau

memecahkan suatu permasalahan.

C. Hipotesis
53

Berdasarkan Uraian pada landasan teori dan kerangka berfikir maka

disusun hipotesis yaitu penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC

(Cooperative Integrated Reading and Composition) efektif terhadap

kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan segiempat bagi siswa

kelas VII SMP N 13 Semarang Tahun Ajaran 2006/2007.


54

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Populasi dan sampel

1. Populasi

Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas VII semester

II SMP N 13 Semarang tahun pelajaran 2006/2007. Populasi sebanyak 308

siswa yang terbagi dalam 7 kelas yang terdiri dari:

Kelas VII A : 44 siswa

Kelas VII B : 44 siswa

Kelas VII C : 44 siswa

Kelas VII D : 44 siswa

Kelas VII E : 44 siswa

Kelas VII F : 44 siswa

Kelas VII G : 44 siswa

2. Sampel

Pengambilan sampel pada penelitian ini dilakukan dengan

menggunakan teknik random sampling. Hal ini dilakukan setelah

memperhatikan ciri-ciri antara lain siswa mendapat materi berdasarkan

kurikulum yang sama, siswa yang dijadikan objek duduk pada kelas yang

sama dan pembagisn kelas tidak ada kelas unggulan serta berdasarkan

analisis (lampiran 1 hal) disimpulkan bahwa populasi homogen. Pada

penelitian ini diambil 2 kelas sebagai sampel yaitu 1 kelas untuk kelas
55

eksperimen yang dikenai model pembelajaran kooperatif tipe CIRC yaitu

kelas VII E dan 1 kelas untuk kelas kontrol yang dikenai model

pembelajaran konvensional yaitu kelas VII F. Sedangkan untuk kelas uji

coba diambil 1 kelas yaitu kelas VII G.

B. Variabel Penelitian

Variabel penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah

kemampuan pemecahan masalah pokok bahasan segiempat siswa kelas VII

SMP N 13 Semarang tahun ajaran 2006/2007 yang dikenai model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC.

C. Desain penelitian

1. Mengambil data nilai ulangan aspek pemecahan masalah pokok bahasan

himpunan untuk uji normalitas dan homogenitas.

2. Menentukan sampel penelitian dengan menggunakan teknik random

sampling.

3. Menyusun kisi-kisi tes.

4. Menyusun instrumen tes uji coba berdasarkan kisi-kisi yang telah disusun.

5. Mengujicobakan instrumen tes ujicoba pada kelas uji coba yaitu kelas VII G

(yang sebelumnya telah diajarkan pokok bahasan segiempat).

6. Menganalisis data hasil instrumen tes uji coba pada kelas uji coba untuk

mengetahui taraf kesukaran, daya pembeda soal, validitas butir dan

reliabilitas butir.
56

7. Menentukan soal-soal tes yang akan digunakan dalam tes akhir pada kelas

eksperimen dan kontrol yang memenuhi syarat berdasarkan data 6).

8. Melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC pada kelas VII E dan

melaksanakan pembelajaran konvensional (menggunakan metode

ekspositori) pada kelas VII F.

9. Melaksanakan tes kemampuan pemecahan masalah pada kelas eksperimen

dan kontrol.

10. Menganalisis hasil tes yang diperoleh dari tes kemampuan pemecahan

masalah.

11. Menyusun hasil penelitian.

D. Teknik Pengumpulan Data

Menurut Arikunto (2002A:197) bahwa pengumpulan data merupakan

pekerjaan yang paling penting dalam penelitian. Metode-metode yang

digunakan untuk pengumpulan data yaitu:

1. Metode Dokumentasi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data nama siswa yang

akan menjadi sampel dalam penelitian ini dan untuk memperoleh data nilai

ulangan harian aspek pemecahan masalah pokok bahasan himpunan mata

pelajaran matematika tahun pelajaran 2006/2007. Data tersebut digunakan

untuk mengetahui normalitas dan homogenitas sampel.


57

2. Metode Observasi

Metode ini digunakan untuk memperoleh data yang dapat

memperlihatkan pengelolaan pembelajaran kooperatif tipe CIRC oleh guru

dan partisipasi siswa dikelompoknya dan juga kerja kelompok secara

keseluruhan. Lembar pengamatan ini mengukur secara individual maupun

kelas bagi keaktifan mereka belajar.

3. Metode Tes

Setelah semua materi pelajaran diberikan pada siswa, maka langkah

berikutnya adalah pengukuran kemampuan pemecahan masalah yaitu

dengan mengadakan tes kemampuan pemecahan masalah yang berisi materi

pokok bahasan segiempat. Metode tes digunakan untuk mengevaluasi

kemampuan pemecahan masalah setelah proses pembelajaran. Evaluasi

dilakukan pada kelas eksperimen dan kelas kontrol. Sebelum tes diberikan

pada saat evaluasi terlebih dahulu diujicobakan untuk megetahui reliabilitas

dan validitas dari tiap-tiap butir tes.

Metode ini digunakan untuk mengambil data tentang kemampuan

pemecahan masalah pada pokok bahasan segiempat siswa kelas VII SMP N

13 Semarang dari kelompok eksperimen maupun kelompok kontrol. Tes

dilakukan setelah kelompok eksperimen dikenai perlakuan. Sebelum tes

diberikan, soal terlebih dahulu diujicobakan untuk mengetahui validitas,

reliabilitas, taraf kesukaran dan daya pembeda dari tiap-tiap butir tes. Jika

terdapat butir-butir yang tidak valid maka dilakukan perbaikan-perbaikan


58

pada butir soal tersebut. Tes yang sudah melewati tahap perbaikan dan

valid, akan diberikan pada kelas sampel.

Instrumen yang digunakan terdiri atas 6 butir soal dengan durasi

waktu 60 menit. Hasil tes tersebut digunakan sebagai data akhir untuk

membandingkan kemampuan pemecahan masalah akibat dari perlakuan

yang berbeda yang diberikan pada kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Dengan demikian dapat diketahui kemampuan pemecahan masalah

pada materi segiempat yang menggunakan model pembelajaran kooperatif

tipe CIRC dan yang menggunakan metode ekspositori.

E. Instrumen Penelitian

1. Materi dan bentuk tes

Soal tes yang digunakan pada penelitian ini adalah soal pemecahan masalah

pokok bahasan segiempat dalam bentuk uraian.

2. Metode penyusunan perangkat tes

Langkah-langkah dalam menyusun perangkat tes adalah sebagai berikut:

a. Melakukan pembatasan materi yang diteskan

Dalam penelitian ini bahan yang akan diteskan adalah pokok bahasan

segiempat yang meliputi sub pokok bahasan jajargenjang, persegi panjang,

belah ketupat dan persegi.

b. Menentukan tipe soal

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kemampuan pemecahan

masalah pokok bahasan segiempat pada pembelajaran kooperatif tipe


59

CIRC. Kemampuan pemecahan masalah tidak hanya dilihat dari benar

atau salah hasil perhitungan siswa dalam menyelesaikan soal tetapi

kemampuan siswa dalam memahami masalah, mengorganisasi data dan

memilih informasi yang relevan, menyajikan masalah matematika dalam

berbagai bentuk, mengembangkan strategi pemecahan masalah, serta

membuat dan menafsirkan model matematika dari suatu masalah. Oleh

karena itu dalam penelitian ini digunakan jenis soal uraian yaitu soal

cerita.

3. Kaidah penulisan butir soal

a. Melakukan pembatasan materi yang diujikan

b. Menentukan tipe soal

c. Menentukan jumlah butir soal

d. Menentukan waktu menguji soal

e. Menentukan komposisi atau jenjang

f. Membuat kisi-kisi soal

g. Menuliskan petunjuk mengerjakan soal, bentuk lembar jawab, unci

jawaban dan penentuan skor

h. Menulis butir soal

i. Menguijicobakan instrumen

j. Menganalisis hasil uji coba dalam hal reliabilitas, validitas, taraf

kesukaran dan daya pembeda tiap-tiap butir tes

k. Memilih item soal yang sudah teruji berdasarkan analisis yang sudah

dilakukan
60

F. Analisis Instrumen

Sebelum soal digunakan untuk mengukur kemampuan pemecahan masalah

siswa pada kelas sampel, soal tes terlebih dahulu diujicobakan. Hasil uji coba

kemudian dianalisis dan siap digunakan untuk mengukur kemampuan

pemecahan masalah dari kelompok penelitian. Suatu tes dikatakan baik sebagai

alat ukur kemampuan pemecahan masalah harus memenuhi persyaratan tes

yaitu validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran dan daya beda. Berdasarkan data

tes hasil uji coba perangkat tes dihitung validitas, reliabilitas, tingkat kesukaran

dan daya beda soal sebagai berikut:

1. Validitas

Validitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan tingkat-tingkat

kevalidan atau kesahihan suatu instrumentasi. Suatu instrumen yang valid

atau sahih mempunyai validitas tinggi. Rumus yang digunakan yaitu rumus

korelasi product moment.

N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y )
rxy =
{N ∑ X }{ }
,
− (∑ X ) N ∑ Y 2 − (∑ Y )
2 2 2

(Arikunto, 2002A:243).

Berdasarkan uji coba soal yang telah dilaksanakan dengan N = 44 dan taraf

sigifikansi 5% didapat rtabel = 0,297, jadi item dikatakan valid jika rhitung

>rtabel. Hasil uji coba dari 10 soal, diperoleh 8 soal yang valid, yaitu nomor

1, 2, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran 43halaman 226.


61

2. Reliabilitas

Reliabilitas menunjuk pada satu pengertian bahwa sesuatu

instrumen cukup dapat dipercaya untuk digunakan sebagai alat pengumpul

data. Rumus alpha digunakan untuk mencari reliabilitas instrumen yang

skornya bukan 0 dan 1, misalnya angket atau soal bentuk uraian.

⎛ k ⎞ ⎛⎜
r11 = ⎜ ⎟. 1 −
∑ α b2 ⎞

⎝ k − 1 ⎠ ⎜⎝ α 12 ⎟

Keterangan:

r11 = reliabilitas instrumentasi

k = banyak butir pertanyaan

∑α 2
b
= jumlah varians butir

α 12 = varians total

(Arikunto, 2002: 171).

Kriteria tes instrumen dikatakan reliabel jika r11 > rtabel. Dari uji coba yang

telah dilaksanakan diperoleh reliabilitas tes 0,6721. Dengan taraf

signifikansi 5% dan n = 44 diperoleh rtabel 0,297. karena r11 > rtabel maka

instrumen soal uji coba reliabel. Untuk perhitungan selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran 42 halaman 225.

3. Taraf Kesukaran

Teknik perhitungan taraf kesukaran butir soal adalah menghitung

beberapa persen testi yang gagal menjawab benar atau ada dibawah batas

lulus (passing grade) untuk tiap-tiap item. Adapun rumus yang digunakan

untuk mencari taraf kesukaran soal bentuk uraian adalah


62

Jumlah testi yang gagal


TK = x 100%
Jumlah peserta tes

Dalam penelitian ini testi dikatakan gagal jika tingkat kebenaran

dalam menjawab kurang dari 65%. Untuk menginterpolasikan taraf

kesukaran soal digunakan tolok ukur sebagai berikut:

0% ≤ TK ≤ 27% soal mudah


27% < TK ≤ 72% soal sedang
72% < TK ≤ 100% soal sukar

(Arifin 1991:135).

Dari soal uji coba diperoleh soal dengan kategori mudah nomor 7, soal

dengan kategori sedang nomor 1, 2, 5, 6, 8, 9, dan 10, dan soal dengan

kategori sukar nomor 3 dan 4.Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran 45 halaman 229.

4. Daya Pembeda

Teknik yang digunakan untuk menghitung daya pembeda bagi tes

bentuk uraian adalah dengan menghitung dua rata-rata (mean) yaitu antara

rata-rata dari kelompok atas dengan rata-rata kelompok bawah dari tiap-tiap

soal. Untuk menghitung daya pembeda soal uraian dapat digunakan rumus

t=
(MH − ML )
∑x 2
x + ∑ x 22
ni (ni − 1)

keterangan:

t = daya beda

MH = rata-rata dari kelompok atas

ML = rata-rata dari kelompok bawah


63

∑x 2
1
= jumlah kuadrat deviasi individual dari kelompok atas

∑x 2
2
= jumlah kuadrat deviasi dari kelompok bawah

ni = 27% x N

N = banyaknya peserta tes

n1 = banyaknya peserta tes kelompok atas

n2 = banyaknya peserta tes kelompok bawah

Jika thitung > ttabel dengan dk = (n1 -1) + (n2 – 1) dan taraf signifikan 5%

maka daya pembeda soal tersebut signifikan (Arifin 1991:141). Dari

perhitungan uji coba diperoleh soal dengan daya pembeda signifikan nomor

1, 2, 4, 5, 6, 7, 8, 9, dan 10. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat

pada lampiran 44 halaman 228.

G. Analisis Data

Setelah diketahui bahwa kedua kelompok sampel memiliki kemampuan

awal yang sama (mempunyai varians dan rata-rata yang sama). Selanjutnya

dapat dilakukan perlakuan/eksperimen. Kelompok eksperimen diberi perlakuan

dengan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC (Cooperatif Integrated

Reading and Composition), sedangkan kelompok kontrol diberi perlakuan

dengan metode pembelajaran ekspositori.

Setelah kedua sampel diberi perlakuan yang berbeda, maka dilakukan tes

akhir berbentuk tes pemecahan masalah. Hasil tes pemecahan masalah ini akan

diperoleh data yang digunakan sebagai dasar dalam menguji hipotesis

penelitian.
64

Analisis data dilakukan melalui tahap-tahap sebagai berikut:

1. Uji Normalitas

Setelah mendapatkan nilai tes pemecahan masalah yang

menunjukkan kemampuan pemecahan masalah dari model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC data tersebut diuji kenormalannya

apakah data kedua kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji

statistik yang digunakan adalah rumus chi kuadrat, yaitu:

k
(Oi − Ei )
2

x =∑
2
, (Sudjana, 1996:273).
i =1 Ei

Keterangan:

χ 2 = harga chi kuadrat

Oi = frekuensi hasil pengamatan

Ei = frekuensi yang diharapkan

k = jumlah kelas interval

Derajat kebebasan untuk rumus ini adalah dk = k – 3, jika χ 2 data

kurang dari χ 2 (1−α )(k −3 ) dari tabel maka sampel dari populasi

berdistribusi normal.

2. Uji Homogenitas

Uji ini bertujuan untuk mengetahui dua kelompok mempunyai

varians yang sama atau tidak. Jika kedua kelompok tersebut

mempunyai varians yang sama maka kedua kelompok tersebut

dikatakan homogen.
65

Hipotesis yang digunakan:

(
Ho = Varians homogen σ 12 = σ 22 )
(
Ha = Varians tidak homogen σ 12 ≠ σ 22 )
Rumus yang digunakan:

Vb
Fhitung =
Vk

Keterangan:

Vb = Varians terbesar

Vk = Varians terkecil

Kriteria pengujiannya adalah Ho diterima jika Fhitung < F 1


α ( n1 −1)( n2 −1)
2

dengan taraf signifikansi 5% (Sudjana, 196:250).

3. Uji Beda Rata-rata (Uji Pihak Kanan)

Untuk menguji ada tidaknya perbedaan dari kedua kelompok baik

kemampuan pemecahan masalahnya diuji dengan menggunakan uji t.

Hipotesis yang diajukan dalam uji beda rata-rata dengan uji pihak

kanan adalah:

Ho : μ1 ≤ μ 2

Ha : μ1 > μ 2

Keterangan:

µ1 = rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar

dengan model pembelajaran CIRC


66

µ2 = rata-rata kemampuan pemecahan masalah siswa yang diajar

dengan model pembelajaran ekspositori

Uji kesamaan rata-rata dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai

berikut:

(1). Varians kedua kelas berbeda

Rumus yang digunakan adalah

x1 − x 2
t=
s12 s 22
+
n1 n2

(2). Varians kedua kelas sama

Rumus yang digunakan adalah

x1 − x 2 (n1 − 1)s12 + (n 2 − 1)s 22


t= dengan s 2 =
1 1 n1 + n 2 − 2
s +
n1 n 2

Kriteria pengujiannya adalah H0 ditolak jika t hitung > t (1−α )(n1 + n2 − 2 )

(Sudjana, 1996: 241).

Keterangan:

x1 = rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelompok eksperimen

x 2 = rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelompok kontrol

n1 = banyaknya data kelompok eksperimen

n2 = banyaknya data kelompok kontrol

s1 = simpangan baku kelompok eksperimen

s2 = simpangan baku kelompok kontrol


67

s12 = varians kelompok eksperimen

s 22 = varians kelompok kontrol

s = simpangan baku gabungan

4. Estimasi Rata-rata Hasil Belajar

Rumus yang digunakan:

s s
x − t ( 0,975),( v ) < μ < x + t ( 0,975),( v ) dengan taraf signifikansi 5%
n n

(Sudjana, 1996:202).

5. Uji Ketuntasan Belajar

Seseorang peserta dipandang tuntas belajar jika ia mampu

menyelesaikan, menguasai kompetensi atau mencapai tujuan

pembelajaran. E. Mulyasa dalam Amaliyakh (2005:58). Rumus yang

digunakan:

x − μ0
t= (Sudjana, 1996:227).
s
n
68

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

Hasil penelitian dan pembahasan pada bab ini adalah hasil studi

lapangan untuk memperoleh data dengan teknik tes setelah dilakukan suatu

pembelajaran yang berbeda antara kelompok eksperimen dan kelompok

kontrol. Variabel yang diteliti adalah kemampuan pemecahan masalah pada

pokok bahasan segiempat pada siswa kelas VII E SMP N 13 Semarang

sebagai kelompok eksperimen dan siswa kelas VII F SMP N 13 Semarang

sebagai kelompok kontrol. Setelah gambaran pelaksanaan penelitian

dijelaskan, dilanjutkan dengan pengujian hipotesis menggunakan statistik t

dengan pemgujian normalitas dan kesamaan varians sebagai uji prasyaratnya.

1. Uji normalitas

Syarat pengujian hipotesis menggunakan statistik parametrik adalah

berdistribusi normal, oleh karena itu sebelum data ini diuji hipotesisnya

menggunakan statistik t, dilakukan uji normalitas data. Dalam penelitian

ini kenormalan data menggunakan chi square, jika diperoleh nilai

χ 2 hitung < χ 2 tabel dengan taraf signifikansi 5%, dapat disimpulkan bahwa

data tersebar secara normal. Hasil pengujian normalitas dapat dilihat pada

tabel berikut.
69

Tabel 2. Data hasil uji normalitas

Kelompok χ 2 hitung dk χ 2 tabel Keterangan


Eksperimen 7,9941 43 9,488 Normal
Kontrol 7,7727 43 0,488 Normal
Terlihat dari tabel tersebut, χ 2 hitung untuk data kemampuan

pemecahan masalah kelompok eksperimen sebesar 7,9941 yang berarti

data tersebut berdistribusi normal. Demikian juga untuk data kemampuan

pemecahan masalah kelompok kontrol diperoleh nilai 7,7727, yang berarti

data berdistribusi normal. Berdasarkan analisis ini, maka untuk pengujian

hipotesis selanjutnya digunakan uji t. Untuk perhitungan selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran 50 dan 51 halaman 239-240.

2. Uji kesamaan dua varians

Berdasarkan hasil perhitungan uji kesamaan dua varians dari kedua

kelompok diperoleh Fhitung = 1,1371 dan Ftabel = 1,83 dengan α = 5%,

dk penyebut = 43 dan dk pembilang = 43 maka dapat disimpulkan H0

diterima. Jadi sampel berasal dari populasi dengan varians yang homogen.

Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 52 halaman

241.

3. Perbedaan kemampuan pemecahan masalah antara kelompok

eksperimen dan kelompok kontrol

Pengujian hipotesis dalam penelitian ini menggunakan uji t. Hasil

pengujian tersebut dapat dilihat pada tabel 3 berikut.


70

Tabel 3. uji hipotesis

Kelompok N Mean Varians thitung ttabel


Eksperimen 44 75,7727 221,81
2,0447 1,988667
Kontrol 44 69,4091 204,387

Berdasarkan hasil uji t diperoleh thitung = 2,0447 > ttabel = 1,988667,

sehingga H0 ditolak. Hal ini berarti secara signifikan rata-rata kemampuan

pemecahan masalah kelompok eksperimen lebih besar dari pad kelompok

kontrol. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

53halaman 243.

4. Estimasi rata-rata kemampuan pemecahan masalah

Estimasi rata-rata kemampuan pemecahan masalah dalam penelitian

ini bertujuan untuk mengetahui prediksi rata-rata yang mungkin dicapai

apabila dilakukan pembelajaran seperti pada kelompok ekperimen atau

menggunakan kelompok kontrol dalam populasi. Berdasarkan estimasi

tersebut dapat disimpulkan bahwa rata-rata kemampuan pemecahan

masalah pada kelompok ekperimen berkisar antara 71,2091 – 80,3363

sedangkan pada kelompok kontrol berkisar antara 65,0276 – 73,7906.

Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 54 halaman

245.

5. Uji ketuntasan kemampuan pemecahan masalah

Hasil uji ketuntasan kemampuan pemecahan masalah baik kelompok

eksperimen maupun kelompok kontrol menggunakan uji rata-rata atau one

sample test dengan t value 6,5 sebagai batas nilai ketuntasan belajar. Hasil

ketuntasan belajar dapat dilihat pada tabel 4.


71

Tabel 4. Hasil uji ketuntasan kemampuan pemecahan masalah

Kelompok n Mean μ0 thitung ttabel Kriteria


Eksperimen 44 75,7727 65 4,7991 Tuntas
1,6715
Kontrol 44 69,4091 65 2,0458 Tuntas

Berdasarkan hasil analisis tersebut diperoleh nilai thitung untuk

kemampuan pemecahan masalah kelompok eksperimen sebesar 4,7991 >

1,6715 yang berarti secara nyata bahwa rata-rata kemampuan pemecahan

masalah kelompok eksperimen lebih dari 6,5 atau telah mencapai

ketuntasan belajar. Nilai thitung untuk kemampuan pemecahan masalah

kelompok kontrol sebesar 2,0458 > 1,6715 yang berarti secara nyata

bahwa rata-rata kemampuan pemecahan masalah kelompok kontrol lebih

dari 6,5 atau telah mencapai ketuntasan belajar. Untuk perhitungan

selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 55 halaman 246.

6. Hasil observasi aktivitas siswa

Berdasarkan hasil observasi aktivitas siswa pada kela eksperimen

selama penerapan model pembelajaran kooperatif tipe CIRC diperoleh

data sebagai berikut: Pada pembelajaran I aktivitas siswa sebesar

53,125%, aktivitas siswa pada pembelajaran I cukup baik. Persentase

aktivitas siswa pada pembelajaran II sebesar 62,5% atau meningkat

sebesar 9,375% dari pembelajaran I. persentase aktivitas siswa pada

pembelajaran III sebesar 75% atau meningkat ebesar 12,5% dari

pembelajaran II. Persentase aktivitas siswa pada pembelajaran IV sebesar

84,375% atau meningkat sebesar 9,375% dari pembelajaran III. Untuk

perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 31 halaman 169.


72

7. Hasil pengelolaan pembelajaran oleh guru

Berdasarkan hasil observasi pengelolaan pembelajaran kooperatif

tipe CIRC oleh guru pada kela eksperimen diperoleh data sebagai berikut:

Pada pembelajaran I persentase kemampuan guru dalam mengelola

pembelajaran sebesar 61,54% sedangkan kemampuan guru mengelola

pembelajaran pada pembelajaran II sebesar 69,23% atau meningkat

sebesar 7,69%. Pada pembelajaran III persentase kemampuan guru dalam

mengelola pembelajaran sebesar 75% atau mengalami peningkatan sebesar

5,77% dari pembelajaran II, sedangkan kemampuan guru mengelola

pembelajaran pada pembelajaran IV sebesar 82,69% atau meningkat

sebesar 7,69%. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada

lampiran 30 halaman 157.

B. Pembahasan

Belajar merupakan proses perubahan tingkah laku akibat adanya

pengalaman. Perubahan ini dapat ditunjukkan dalam berbagai bentuk seperti

berubahnya pengetahuan, keterampilan maupun nilai dan sikap. Berdasarkan

penelitian diperoleh fakta bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran

kooperatif tipe CIRC menjadikan siswa lebih aktif dan mempunyai

keterampilan dalam memecahkan masalah sehingga sapek pemecahan

masalah matematika pada siswa dapat meningkat.

Berdasarkan uji hipotesis dengan menggunakan uji perbedaan rata-rata

pihak kanan diperoleh hasil bahwa H0 ditolak berarti Ha diterima. Untuk


73

perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 53 halaman 243. ini

berarti bahwa setelah memperoleh pembelajaran dengan model pembelajaran

kooperatif tipe CIRC ini, siswa kelas eksperimen kemudian diberikan tes

kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan segiempat dan hasilnya

ternyata lebih baik disbanding dengan siswa dari kelas kontrol. Hal itu dapat

dilihat dari nilai rata-rata kedua kelas. Untuk kelas eksperimen nilai rata-

ratanya sebesar 75,7727 sedangkan untuk kelas kontrol nilai rata-ratanya

69,4091, sehingga dapat dikatakan bahwa pembelajaran pada kelas

eksperimen mendorong siswa untuk lebih aktif, kreatif dan mandiri dengan

pengembangan ide-ide baru dalam pembelajaran matematika. Siswa selalu

menuntut aktif bertanya dan bekerjasama dengan siswa lain sehingga

mendorong siswa untuk berpartisipasi lebih baik dengan belajar lebih giat.

Berarti dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan model pembelajaran

kooperatif tipe CIRC lebih efektif dari pada metode ekspositori.

1. Proses pembelajaran pada kelompok eksperimen

Pada saat pembelajaran kooperatif tipe CIRC dimulai, sama dengan

pembelajaran yang lain, guru mengkomunikasikan tujuan pembelajaran

secara jelas, menumbuhkan sikap-sikap yang positif terhadap pelajaran,

dan melaksanakan apa yang diharapkan untuk dilakukan oleh siswa. Guru

menjelaskan bahwa pada pembelajaran kooperatif tipe CIRC tujuan

utamanya adalah meningkatkan kemampuan siswa dalam aspek

pemecahan masalah untuk menyelesaikan soal yang berbentuk pemecahan

masalah.
74

Selama proses pembelajaran berlangsung, siswa didorong untuk

mengajukan pertanyaan, mencari informasi dan mengungkapkan

pendapatnya, dalam hal ini guru bertindak sebagai pembimbing yang

menyediakan bantuan, namun siswa berusaha untuk bekerja secara

kelompok dalam menyelesaikan suatu permasalahan. Selanjutnya diakhir

pelajaran, siswa didorong untuk menyatakan ide-idenya secara terbuka dan

bebas sebagai refleksi dari proses pembelajaran yang tadi dilakukan.

Proses yang dilakukan guru meliputi: guru menjelaskan tujuan

pembelajaran, selanjutnya guru memberikan apersepsi untuk mengetahui

sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi yang akan diajarkan yaitu

materi segiempat. Kemudian siswa dikelompok-kelompokkan, setiap

kelompok terdiri 4 orang. Dari 44 siswa yang ada dalam kelompok

eksperimen, terdapat 11 kelompok yang masing-maing kelompok diberi

nama sesuai dengan istilah matematika yang akan digunakan dalam

pembelajaran sehingga siswa lebih mengenal istilah-istilah matematika

yang ada.

Berdasarkan hasil observasi aktifitas siswa terus meningkat pada

setiap pembelajaran. Hal ini menunjukkan bahwa dengan pembelajaran

kooperatif tipe CIRC aktivitas siswa menjadi lebih baik. Tahapan

pembelajaran yang diterapkan menuntut siswa untuk selalu melakukan

kegiatan, berinteraksi satu sama lain dan mengembangkan kemampuan

komunikasi. Pada pembelajaran pertama aktifitas siswa cukup, siswa

masih ada yang bingung dengan tugas, tanggung jawab dan model
75

pembelajaran yang diterapkan yang mengakibatkan kegaduhan.

Kegaduhan yang terjadi pada pembelajaran pertama semakin lama

semakin berkurang. Rasa tanggung jawab dan aktivitas siswa dalam

bertanya, menjelaskan, bekerjasama dan berdiskusi juga meningkat. Hal

itu diikuti dengan meningkatnya rasa percaya diri, kemampuan siswa

menemukan ide-ide atau gagasan dalam menyelesaikan masalah (soal)

yang menjadi tugas setiap siswa.

Persentase kemampuan guru dalam mengelola pembelajaran untuk

setiap pembelajaran juga mengalami peningkatan. Kekurangan dan

hambatan dari pembelajaran sebelumnya dikuasai oleh guru sehingga tidak

terjadi pada pembelajaran selanjutnya.

2. Proses pembelajaran dalam kelompok kontrol

Pada awal pembelajaran guru memberikan apersepsi untuk

mengetahui sejauh mana pengetahuan siswa tentang materi yang akan

diajarkan yaitu segiempat. Guru menerangkan dan menyampaikan materi

pelajaran didepan kela dengan metode ceramah, disini siswa

mendengarkan yang disampaikan guru dan mencatat hal-hal yang penting

dibuku tulis. Selanjutnya, guru memberikan contoh soaldan mengadakan

tanya jawab pada siswa tentang materi. Guru memberikan latihan soal atau

membahas soal tersebut, dan membuet kesimpulan. Pembelajaran ini

dilakuakan pada setiap pertemuan dengan materi yang ada dalam rencana

pembelajaran.
76

Pembelajaran dengan metode ekspositori pada awalnya memang

membuat siswa lebih tenang. Siswa duduk dan memperhatikan guru

menerangkan materi pelajaran. Hal semacam itu justru mengakibatkan

guru sulit memahami pemahaman siswa, karena siswa yang sudah paham

ataupun belum hanya diam saja tanpa komentar apapun.

Permasalahan lain yang dihadapi oleh siswa adalah tentang

kemampuan siswa dalam memahami dan memecahkan masalah. Karena

pembelajaran tidak menggunakan sistem kelompok maka masalah yang

diberikan harus dikerjakan sendiri. Oleh karena itu pemahaman siswa

dalam memahami maksud soal yang diberikan oleh guru dan kecepatan

berhitung agak lambat, sehingga setiap kali pertemuan tidak dapat

memberikan evaluasi.

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa pembelajaran pada kelompok

eksperimen secara nyata lebih baik dari pada kelompok kontrol karena

keaktifan siswa pada kelompok eksperimen lebih tinggi, di samping itu karena

adanya kerjasama yang baik antar siswa. Siswa yang lemah mendapat

masukan dari siswa yang relatif lebih pintar, sehingga dapat menumbuhkan

motivasi siswa dalam mengembangkan kemampuan pemecahan masalah pada

pembelajaran matematika. Meskipun tingkat partisipasi siswa dalam

mengikuti proses pembelajaran masih ada siswa yang belum terlibat secara

aktif. Mereka yang tidak aktif terdiri dari mereka yang sama sekali tidak

mempunyai kemampuan dan telah jenuh dengan pelajaran matematika.

Namun, sedikit demi sedikit siswa mulai tertarik dengan pembelajaran


77

matematika melalui pembelajaran kooperatif tipe CIRC. Motivasi ini

berdampak positif terhadap pengembangan aspek pemecahan masalah.

Terjadinya perbedaan kemampuan pemecahan masalah dimungkinkan karena

dalam pembelajaran kooperatif tipe CIRC dikembangkan keterampilan

berfikir kritis dan kerjasama dan menerapkan bimbingan antar siswa.

Berdasarkan uraian diatas, dapat dikatakan bahwa pembelajaran dengan

model pembelajaran kooperatif tipe CIRC efektif untuk meningkatkan aspek

kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan matematika apapun

khususnya pada pokok bahasan segiempat siswa kelas VII SMP N 13

Semarang tahun ajaran 2006/2007.


78

BAB V

PENUTUP

A. Simpulan

Berdasarkan hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa penerapan model

pembelajaran kooperatif tipe CIRC lebih efektif untuk meningkatkan aspek

kemampuan pemecahan masalah pada pokok bahasan segiempat siswa kelas

VII SMP N 13 Semarang tahun ajaran 2006/2007 dibanding dengan metode

ekspositori.

B. Saran

Saran yang dapat diberikan sehubungan dengan hasil peneelitian ini adalah:

1. Untuk melaksanakan pembelajaran kooperatif tipe CIRC diperlukan

perhatian khusus dalam merencanakan waktu dan memilih materi yang

akan diajarkan sehingga dengan perencanaan yang seksama dapat

meminimalkan jumlah waktu yang terbuang dan materi yang disampaikan

dapat lebih mudah diserap oleh siswa.

2. Pada sekolah yang belum pernah menerapkan pembelajaran kooperatif ini,

maka guru harus meluangkan waktu khusus untuk menjelaskan model

tersebut kepada siswa dan juga mengenalkan siswa dengan tugas-tugas,

tujuan dan struktur penghargaan.


79

3. Pembelajaran kooperatif tipe CIRC perlu dikembangkan dan diterapkan

karena pembelajaran tersebut dapat meningkatkaan aspek kemampuan

pemecahan masalah .

4. Guru diharapkan dapat mengembangkan kreatifitas dalam pembuatan soal

diskusi yang harus mengaitkan kehidupan sehari-hari dalam pembelajaran

sehingga keaktifan siswa dapat lebih ditingkatkan.


80

DAFTAR PUSTAKA

Amaliyakh, Rizky. 2005. Keefektifan Implementasi Pembelajaran Berbasis


Masalah (Problem Based Learning) Terhadap Hasil Belajar Matematika
Pokok Bahasan Statistik Siswa Kelas II SMP N 2 Semarang. Skripsi.
Tidak dipublikasikan.

Arifin, Zainal. 1991. Evaluasi Instruksional Prinsip-Teknik-Prosedural. Bandung:


PT. Remaja Rosdakarya.

Arikunto, Suharsimi. 2002A. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta.

Arikunto, Suharsimi. 2002B. Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Bumi


Aksara.

Hudojo, Herman. 2003. Pengembangan kurikulum pembelajaran matematika.


Malang: UM Press.

http:/www.depdiknas.go.id/jurnal/45/Perdy_Karuru.htm. Tanggal 6 november


2005.

Ibrahim, Muslimin. 2000. Pembelajaran Kooperatif. Malang: UNESA-


UNIVERSITY Press

Istiqomah, Siti. 2004. Keefektifan penggunaan metode penemuan pada pengajaran


matematika terhadap hasil belajar siswa pokok bahasan geometri kelas II
SLTP N 13 Semarang Tahun Pelajaran 2003/2004. Skripsi. Tidak
dipublikasikan.

Junaedi, Iwan. 2004. Paradigma Penilaian dalam Kurikulum 2004. Seminar


Nasional F.MIPA UNNES.

Junaidi, Samsul. 2004. Matematika SMP Untuk Kelas VII. Jakarta: Esis.

Sudjana. 1996. Metode Statistika. Bandung: Tarsito.

Sugandi, Achmad. 2004. Teori Pembelajaran. Semarang: UPT MKK UNNES

Suhakso. 1972. Pedoman Pembelajaran Matematika. Jakarta: Balai Pustaka.

Suherman, Erman. 2003. Strategi Pembelajaran Matematika Kontemporer.


Bandung: Universitas Pendidikan Indonesia.

Suhito. 2003. Model Pembelajaran Matematika. Semarang: UNNES


81

Suyitno, Amin. 2005. Mengadopsi Pembelajaran CIRC dalam Meningkatkan


Keterampilan Siswa Menyelesaikan Soal Cerita. Seminar Nasional
F.MIPA UNNES.

Suyitno, Amin. 2004. Dasar-dasar dan Proses Pembelajaran Matematika I.


Semarang: UNNES.

Suyitno, Amin. 2007. Pendidikan Matematika I. Semarang: UNNES.

Uno, Hamzah. 2006. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara

Zulaihah, Rahmah. 2007. Petunjuk Teknis Penilaian Mata Pelajaran Matematika.


Jakarta: Departemen Pendidikan Nasional Badan Penelitian dan
Pengembangan Pusat Penilaian Pendidikan.
85

Analisis Pengambilan Sampel

1. Uji Normalitas

Setelah mendapatkan data dari nilai ulangan pokok bahasan

sebelumnya yaitu himpunan, data tersebut diuji kenormalannya apakah

data kedua kelompok berdistribusi normal atau tidak. Uji statistik yang

digunakan adalah rumus chi kuadrat.

Berdasarkan hasil perhitungan uji normalitas data (kelas VII E)

diperoleh χ 2 hitung = 7,4993 dan χ 2 tabel = 9,488 dimana taraf

signifikansi 5% dan dk = 43. Karena χ 2 hitung < χ 2 tabel berarti data yang

diperoleh berdistribusi normal. Untuk perhitungan selengkapnya dapat

dilihat pada lampiran 2 halaman 88. Berdasarkan hasil perhitungan data

(kelas VII F) diperoleh χ 2 hitung = 7,3212 dan χ 2 tabel = 9,488 dengan

taraf signifikansi 5% dan dk = 43. Karena χ 2 hitung < χ 2 tabel berarti data

yang diperoleh berdistribusi normal. Untuk perhitungan selengkapnya

dapat dilihat pada lampiran 3 halaman 90.

2. Uji Homogenitas

Uji homogenitas bertujuan untuk mengetahui apakah kedua

kelompok mempunyai varians yang sama atau tidak. Jika kedua

kelompok tersebut mempunyai varians yang sama maka kelompok

tersebut dikatakan homogen.

Berdasarkan hasil perhitungan uji homogenitas dari kedua kelompok

diperoleh Fhitung = 1,33112 dan Ftabel = 1,83 dengan α = 5%, dk


86

penyebut = 43 dan dk pembilang = 43 maka dapat disimpulkan H0

diterima. Jadi sampel berasal dari populasi dengan varians yang

homogen. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

4 halaman 92.

3. Uji Kesamaan Rata-rata

Analisis dengan uji t digunakan untuk menguji hipotesis:

Ho : μ1 = μ 2

Ha : μ1 ≠ μ 2

Keterangan:

μ 1 = rata − rata data kelompok eksperimen


μ 2 = rata − rata data kelompok kontrol

maka untuk menguji hipotesis digunakan rumus:

x1 − x 2 (n1 − 1)s12 + (n2 − 1)s 22


t= dengan s =2

1 1 n1 + n 2 − 2
s +
n1 n 2

Keterangan:

x1 = nilai rata-rata kelompok eksperimen

x 2 = nilai rata-rata kelompok kontrol

n1 = rata-rata data kelompok eksperimen

n2 = rata-rata data kelompok kontrol

Dengan kriteria pengujian, terima H0 jika − t tabel < t hitung < t tabel dengan

dk = n1 + n2 -2 dan tolak H0 untuk harga t lainnya (Sudjana, 1996:239).


87

Berdasarkan perhitungan dengan menggunakan uji t diperoleh

thitung = -1,01312 dan ttabel = 1,988667. karena –ttabel < thitung < ttabel maka

H0 diterima berarti tidak ada perbedaan rata-rata yang signifikan dari

populasi. Untuk perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran

5 halaman 94.

Anda mungkin juga menyukai