Sejarah
Kedua parasit ini diberi nama “cacing tambang” karena pada zaman dahulu cacing ini
ditemukan di Eropa pada para pekerja pertambangan yang belum memiliki fasilitas sanitasi yang
memadai.
Distribusi Geografik
Necator americanus dan Ancylostoma duodenale merupakan cacing tambang yang paling
penting diantara cacing yang menginfeksi manusia. Infeksi cacing tambang merupakan salah satu
infeksi helminth yang penting pada manusia, dan penyebarannya sangat luas, terutama di daerah tropis
dan subtropis di Asia, termasuk Indonesia. Di Indonesia yang paling banyak ditemukan adalah infeksi
oleh Necator americanus. Prevalensi di Indonesia tinggi, terutama di daerah pedesaan sekitar 40%.
Morfologi
Cacing dewasa
Necator americanus
- Berbentuk silindris dengan ujung anterior melengkung tajam ke arah dorsal (seperti huruf
“S”).
- Panjang cacing jantan 7 – 9 mm dengan diameter 0,3 mm, sedangkan cacing betina
panjangnya 9 – 11 mm dengan diameter 0,4 mm.
- Pada rongga mulut terdapat bentukan semilunar cutting plates (yang membedakannya dengan
Ancylostoma duodenale).
- Pada ujung posterior cacing jantan terdapat bursa copulatrix dengan sepasang spiculae.
- Ujung posterior cacing betina runcing dan terdapat vulva.
Ancylostoma duodenale
- Berbentuk silindris dan relatif gemuk.
- Lengkung tubuh seperti huruf “C”.
- Panjang cacing jantan 8 – 11 mm dengan diameter 0,4 – 0,5 mm, sedangkan cacing betina
panjangnya 10 – 13 mm dengan diameter 0,6 mm.
- Dalam rongga mulut terdapat dua pasang gigi ventral, gigi sebelah luar berukuran lebih besar.
- Ujung posterior cacing betina tumpul, yang jantan punya bursa copulatrix.
Larva
Larva rhabditiform
Larva yang keluar dari telur. Mempunyai ukuran panjang 0,25 – 0,30 mm, berdiameter 17
mikron. Rongga mulutya panjang dan sempit. Esofagus berbentuk seperti kantong (bulbus
oesophagus) dan terletak sepertiga anterior serta dapat dibedakan dari larva Strongyloides stercoralis.
Larva filariform
Larva pada fase ini tidak makan (fase non-feeding), mulutnya tertutup, esofagus memanjang.
Dikenal sebagai larva stadium tiga (L3/stadium infektif pada manusia). Pada Necator americanus
larva infektif mempunyai selubung (sheated larva) dari kutikula dan terdapat garis-garis transversal
yang menyolok (transverse striations). Pada Ancylostoma duodenale larva infektif mempunyai
selubung, tetapi tidak ada garis transversal. Ujung posterior runcing.
Telur
Telur dikeluarkan dengan tinja dan setelah menetas dalam waktu 1 – 1,5 hari, keluarlah larva
rhabditiform. Dalam waktu ± 3 hari larva rhabditiform tumbuh menjadi larva filariform, yang dapat
menembus kulit dan dapat hidup selama 7 – 8 minggu di tanah.
Telur cacing tambang yang besarnya ± 60 x 40 mikron, berbentuk bujur dan mempunyai
dinding tipis. Di dalamnya terdapat beberapa sel. Larva rhabditiform panjangnya ± 250 mikron,
sedangkan larva filariform panjangnya ± 600 mikron (Tabel 2).
Diagnosis
Diagnosis ditegakkan dengan menemukan telur dalam tinja segar. Dalam tinja yang lama
mungkin ditemukan larva. Untuk membedakan species Necator americanus dan Ancylostoma
duodenale dapat dilakukan biakan misalnya dengan cara Harada-Mori.
Pengobatan
Pirantel pamoat 10 mg/kg berat badan memberikan hasil yang cukup baik, bilamana
digunakan beberapa hari berturut-turut.
Epidemiologi
Insiden tertinggi ditemukan pada penduduk di Indonesia, terutama di daerah pedesaan,
khususnya perkebunan. Seringkali pekerja perkebunan yang lansung berhubungan dengan tanah
mendapat infeksi lebih dari 70%.
Kebiasaan defekasi di tanah dan pemakaian tinja sebagai pupuk kebun (di beberapa daerah
tertentu) penting dalam penyebaran infeksi. Tanah yang baik untuk pertumbuhan larva ialah tanah
yang gembur (pasir, humus) dengan suhu optimum untuk Necator americanus 28 – 320C, sedangkan
untuk Ancylostoma duodenale lebih rendah yaitu 23 – 250C. Pada umumnya Ancylostoma duodenale
lebih kuat. Untuk menghindari infeksi, antara lain dengan memakai sandal atau sepatu.
Ancylostoma braziliense dan Ancylostoma caninum
Distribusi Geografik
Kedua parasit ini ditemukan di daerah tropik dan subtropik; juga ditemukan di Indonesia.
Pemeriksaan di Jakarta menunjukkan bahwa pada sejumlah kucing ditemukan 72% Ancylostoma
braziliense, sedangkan pada sejumlah anjing terdapat 18% Ancylostoma braziliense dan 68%
Ancylostoma caninum.
Morfologi
Ancylostoma braziliense mempunyai dua pasang gigi yang tidak sama besarnya. Panjang
cacing jantan 4,7 – 6,3 mm, dan cacing betina 6,1 – 8,4 mm.
Ancylostoma caninum mempunyai 3 pasang gigi; panjang cacing jantan 10 mm dan cacing
betina 14 mm.
Diagnosis
Diagnosis creeping eruption ditegakkan dengan gambaran klinis yang khas pada kulit dan
biopsi.
Pengobatan
Pengobatan dilakukan dengan semprotan kloretil dan Albendazol 400 mg selama 3 hari
berturut-turut. Pada anak di bawah 2 tahun albendazol diberikan dalam bentuk salep 2%.
Ancylostoma ceylanicum
Cacing tambang anjing dan kucing ini dapat menjadi dewasa pada manusia. Di rongga mulut
terdapat 2 pasang gigi yang tidak sama besarnya. Di antara 100 anjing, 37% mengandung
Ancylostoma ceylanicum. Cacing ini juga ditemukan pada 50 ekor kucing sebanyak 24%. Kelompok
anjing dan kucing ini berasal dari Jakarta dan sekitarnya.