Anda di halaman 1dari 9

LAPORAN PRAKTIKUM BIOKIMIA FARMASI

PENGARUH SUHU PADA REAKSI ENZIMATIK

KELOMPOK 03 / KELAS FARMASI A

 Desty Haning Pratiwi (201810410311011)


 Sekar Candra Ardhina (201810410311020)
 Pungky Melinia Salia (201810410311030)
 Melinia Chasarida Eka M. (201810410311036)
 Annisa Alya Lukyani (201810410311050)

PROGRAM STUDI FARMASI


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MALANG
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji syukur senantiasa penulis panjatkan kehadirat Allah SWT


karena penyusun dapat  menyelesaikan laporan ini dengan judul
“PENGARUH SUHU PADA REAKSI ENZIMATIK” dengan tepat waktu.

Laporan ini disusun sesuai materi perkuliahan yang terdapat di


praktikum Biokima Farmasi yang telah dilaksanakan untuk memenuhi
hasil praktikum Biokimia Farmasi. Materi-materi penyusun juga
didapatkan dari beberapa sumber pustaka yang tersedia. Dengan
demikian, para pelajar farmasi dapat memperluas wawasannya,
memahami, dan mengaplikasikan isi laporan ini dalam kefarmasian.

Penyusun mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dalam


penyusunan makalah ini. Penyusun berharap laporan ini dapat membantu
mahasiswa farmasi maupun pembaca lain dalam memahami praktikum
Biokimia Farmasi. Kritik dan saran yang membangun selalu penyusun
harapkan demi membentuk sebuah bacaan atau laporan yang lebih baik
lagi.

Malang,9 Maret 2020

Penyusun
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR 1
DAFTAR ISI 2
BAB I PENDAHULUAN

I.1 LATAR BELAKANG

I.2 TUJUAN
BAB II TINJAUAN PUSTAKA

II.1 TEORI UMUM

II.2 PRINSIP REAKSI

II.3 ALAT DAN BAHAN

II.4 PROSEDUR KERJA


BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN

III.1. HASIL PERCOBAAN

III.2 PEMBAHASAN
BAB IV PENUTUP

IV. 1. KESIMPULAN
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

I.1. LATAR BELAKANG


Seluruh reaksi kimia yang berlangsung di dalam sel memerlukan jasa enzim,
enzim disintesis di dalam sel, namun aktivitasnya tidak selalu di dalam sel. Berbagai
reaksi kimia yang dikendalikan oleh enzim antara lain respirasi, pertumbuhan,
perkembangan, kontraksi otot, fotosintesis, pencernaan, fiksasi nitrogen, pembentukan
urin, dan lain-lain (Salisbury, 1995).

Enzim adalah sekelompok protein yang berfungsi sebagai katalisator untuk


berbagai reaksi kimia dalam sistem biologis. Hampir setiap reaksi kimia di dalam
sistem biologis dikatalisis oleh enzim. Sintesis enzim terjadi di dalam sel dan sebagian
besar enzim dapat diekstraksi dari sel tanpa merusak fungsi dari sel tersebut
(Poedjiadi, 1994).

Enzim bekerja pada kisaran suhu tertentu. Suhu rendah mendekati titik beku
tidak merusak enzim, namun enzim tidak dapat bekerja. Dengan kenaikan suhu
lingkungan, enzim mulai bekerja sebagian dan mencapai suhu maksimum pada suhu
tertentu. Bila suhu ditingkatkan terus, jumlah enzim yang aktif akan berkurang karena
mengalami denaturasi. Kecepatan reaksi enzimatik mencapai puncaknya pada suhu
optimum. Berdasarkan teori tersebut, maka dilakukanlah percobaan ini untuk
mengaplikasikan, membuktikan dan menguji kebenaran dari teori tersebut agar dapat
lebih mudah untuk dipahami dan dipelajari

I.2. TUJUAN

Mengetahui pengaruh perubahan suhu terhadap kinerja enzim yang terkandung


dalam saliva.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
II.1 TEORI UMUM
a. Enzim

Enzim merupakan katalis yang mengatalisis perubahan satu atau lebih senyawa

(substrat) menjadi satu atau lebih senyawa lain (produk) dengan mampu

meningkatkan laju reaksi setidaknya 106 kali dibandingkan jika tidak dikatalisis.

Selain sangat efisien enzim juga merupakan katalis yang sangat selektif. Tidak seperti

kebanyakan katalis yang digunakan dalam bidang kimia sintetik, enzim bersifat

spesifik baik bagi tipe reaksi maupun substrat yang dikatalisis (Murray, dkk., 2009).

Enzim merupakan suatu protein, sehingga sulit mengetahui rumus dan strukturnya.

Oleh sebab itu, nama enzim tidak berdasarkan senyawa, melainkan dari nama reaksi

yang dipercepat dan ditambah akhiran ‘ase’. Dalam reaksi redoks, misalnya enzimnya

disebut oksidoreduktase (Syukri, 1999).

Menurut Stoker (2007), enzim dikelompokkan ke dalam enam kelas utama

berdasarkan tipe reaksi katalisisnya, yaitu:

1. Oksidoreduktase (enzim yang mengkatalisis reaksi oksidasi-reduksi).

2. Transferase (enzim yang mengkatalisis reaksi pemindahan gugus dari satu molekul

ke molekul lain).

3. Hidrolase (enzim yang mengkatalisis reaksi hidrolisis).

4. Liase (enzim yang mengkatalisis reaksi penambahan gugus ke ikatan rangkap atau

pelepasan gugus dari ikatan rangkap tanpa melibatkan reaksi hidrolisis atau

oksidasi).

5. Isomerase (enzim yang mengkatalisis reaksi penataan ulang gugus fungsi dalam

sebuah molekul).
6. Ligase (enzim yang mengkatalisis reaksi pembentukan ikatan antara dua molekul

menjadi satu molekul dengan bantuan ATP).

b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Aktivitas Enzim

Menurut Sumardjo (2008), ada beberapa faktor yang mempengaruhi aktivitas

enzim yakni:

1. Aktivator Enzim

Aktivator enzim adalah zat-zat yang mempunyai peranan dalam meningkatkan

aktivitas suatu enzim. Kebanyakan aktivator adalah ion-ion anorganik, terutama ion

logam atau kation. Aktivator yang baik untuk enzim deoksiribonuklease adalah

ion-ion Mg2+, Mn2+, Co2+ dan Fe2+, sedangkan aktivator yang lemah untuk enzim ini

adalah ion-ion Ca2+, Ba2+, Sr2+ dan Cd2+. Selain aktivator kation, ada juga aktivator

anion, misalnya aktivator ion Cl¯ untuk amilase ludah atau ptialin.

2. Inhibitor Enzim

Inhibitor atau penghambat suatu enzim adalah suatu senyawa atau zat yang

dapat menghalangi aktivitas kerja enzim. Berdasarkan sifat kestabilan

penghambatan, penghambatan enzim dapat dibedakan atas penghambatan

reversible (tak stabil) dan penghambatan irreversible (stabil). Penghambatan

reversible dibedakan atas dua golongan yaitu penghambatan kompetitif dan non

kompetitif.

3. pH

Tiap enzim mempunyai pH optimum tersendiri (misalnya pepsin = 1,5,

steapsin = 8,0, amilopepsin = 7,0). Jika pH ini dilewati atau dilampaui maka

aktivitas enzim semakin menurun.

4. Suhu

Tiap enzim memiliki suhu optimum yaitu ketika enzim tersebut dapat bekerja

dengan baik. Semakin jauh dari suhu optimum maka kerja enzim semakin tidak
baik. Daerah atau kisaran suhu ketika kerja atau laju reaksi enzim masih baik

disebut suhu optimum. Suhu optimum untuk enzim-enzim yang terdapat dalam

tubuh adalah berkisar 36 °C - 40 °C.

5. Konsentrasi Enzim

Jumlah enzim menentukan lamanya waktu yang digunakan untuk mencapai

kesetimbangan. Kecepatan reaksi atau aktivitas enzim berbanding lurus dengan

konsentrasi enzimnya.

c. Saliva

Dalam kondisi fisiologis normal manusia memproduksi saliva (air liur) sekitar

0,5-1,0 liter per hari. Beberapa kelenjar saliva seperti kelenjar parotis dan kelenjar

lingual minor adalah kelenjar serosa murni. Kedua kelenjar itu menghasilkan

saliva berair dengan kandungan enzim (amilase dan lipase) yang tinggi pada saat

stimulasi. Kelenjar palatal kecil menghasilkan saliva yang lebih kental dan lebih

banyak (Pedersen, 2007).

d. Enzim Amilase

Hidrolisis pati (starch) dikatalisis oleh amilase liur dan amilase pankreas.

Enzim α-amilase yang mengkatalisis reaksi hidrolisis ikatan glikosida α-(l,4)

menghasilkan dekstrin, kemudian campuran glukosa, maltosa dan isomaltosa

(Murray, dkk., 2009).

Pemecahan polisakarida yakni pati dimulai di mulut. α-Amilase saliva yang

juga dikenal sebagai ptialin berperan dalam hidrolisis ikatan α-(1,4)-glukosida

dalam polimer glukosa. Enzim ini tidak bisa menghidrolisis ikatan α-(1,6) dalam

polimer bercabang, terminal ikatan α-(1,4) dan ikatan α-(1,4) dekat titik

percabangan sehingga produk utama dari pencernaan amilase adalah

oligosakarida, maltose, maltotriosa dan α-dekstrin (Caballero, dkk., 2016).


e. Pati

Pati berbeda dengan selulosa. Pada selulosa monomer D-glukosa satu dengan

yang lain secara β, sedangkan pada pati monomer D-glukosa terhubung secara α.

Pati merupakan cadangan karbohidrat bagi tanaman dan seperti halnya selulosa,

pati akan terhidrolisis dalam suasana asam menjadi monomer D-glokopiranosa.

Sumber utama pati adalah beras, singkong, gandum, jagung, kentang, ketela, umbi

dan lain-lain. Molekul pati umumnya terdiri dari 20 % amilosa dan 80 %

amilopektin. Namun demikian, ada jiga jenis pati yang hanya terdiri dari amilosa

saja atau amilopektin saja (Riswiyanto, 2009).

-Poedjiadi, A., 1994. Dasar-Dasar Biokimia. Universitas Indonesia Press. Jakarta.

-Salisbury, F. dan Ross, C.W., 1995. Fisiologi Tumbuhan Jilid III. Institut Teknologi

Bandung. Bandung.

-Syukri, S., 1999, Kimia Dasar 3, Penerbit ITB, Bandung.


-Stoker, H.S., 2007, General, Organic, and Biological Chemistry, Fourth Edition, Houghton
Mifflin Company, Boston.

-Murray, R.K., Granner, D.K. dan Rodwell, V.W., 2009, Biokimia Harper, Edisi 27, Ahli
Bahasa Braham U. Pendit, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta.

-Pedersen, A.M.L., 2007, Saliva, University of Copenhagen, Kopenhagen.

-Sumardjo, D., 2006, Pengantar Kimia: Buku Kuliah Mahasiswa Kedokteran dan Program
Strata 1 Fakultas Bioeksakta, Penerbit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Anda mungkin juga menyukai