Anda di halaman 1dari 33

Laporan Kasus

ANGINA PEKTORIS TIDAK STABIL

Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah
BPK RSUDZA Banda Aceh

oleh
Syarifah Fadliza Al-attas
1407101030011

Pembimbing
dr. Adi Purnawarman, Sp.JP., FIHA

BAGIAN/SMF KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015

i
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan
berkah dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul “Angina Pektoris Tidak Stabil”. Shalawat berangkaikan salam
kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar
dalam kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan Kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam
menjalankan klinik kepaniteraan senior di SMF/Bagian Ilmu Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala-Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.
Dalam penulisan dan penyusunan Laporan Kasus ini penulis telah banyak
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Adi Purnawarman, Sp.JP selaku
pembimbing penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada dr. Adi
Purnawarman, Sp.JP karena telah membantu penulis menyelesaikan laporan kasus
ini.
Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya laporan kasus ini
diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu, serta menjadi
inspirasi untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi kedepannya.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan
melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kita semua.

Banda Aceh, Agustus 2015

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii

BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 3
2. 1 Definisi.......................................................................... 3
2. 2 Epidemiologi................................................................. 4
2. 3 Etiologi......................................................................... 4
2. 4 Patofisiologi................................................................. 5
2. 5 Diagnosis.......................................................................8
2. 6 Tatalaksana................................................................... 11
2. 7 Komplikasi.................................................................... 15
2. 8 Prognosis....................................................................... 16

BAB III LAPORAN KASUS................................................................ 18


3.1 Identitas Pasien........................................................... 18
3.2 Anamnesis................................................................... 18
3.3 Vital Sign.................................................................... 19
3.4 Pemeriksaan Fisik...................................................... 19
3.5 Pemeriksaan Laboratorium.......................................... 20
3.6 Diagnosa Banding......................................................... 21
3.7 Terapi .......................................................................... 21
3.8 Pemeriksaan Penunjang............................................... 22
3.9 Prognosis................................................................... 25

BAB IV ANALISA KASUS.................................................................. 26


BAB V KESIMPULAN........................................................................ 28
DAFTAR PUSTAKA.................................................................................. 29
LAMPIRAN FOLLOW UP PASIEN........................................................ 31

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 1. Spektrum penyakit jantung koroner................................................ 3


Gambar 2. Lesi penyebab pada angina tidak stabil........................................... 6
Gambar 3. Patogenesis Sindrom Koroner Akut................................................ 7
Gambar 4. Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut................................. 8

iv
DAFTAR TABEL

Tabel 1. Karakteristik demografi pasien di International OASIS-2 Register............4


Tabel 2. Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG....................... 9
Tabel 3. Karakteristik Beberapa Cardiac Marker.................................................... 11
Tabel 4. Perbandingan APTS, NSTEMI, STEMI................................................... 11
Tabel 5. Klasifikasi Killip pada AMI..................................................................... 16
Tabel 6. Skoring resiko TIMI untuk SKA............................................................... 16

v
BAB I
PENDAHULUAN

Angina tidak stabil memiliki spektrum presentasi klinis yang disebut


secara kolektif sebagai sindrom koroner akut (ACS), yang terdiri dari infark
miokard dengan elevasi segmen-ST (STEMI) dan non-STEMI (NSTEMI) serta
angina tidak stabil. Angina tidak stabil dianggap sebagai ACS di mana tidak
terdeteksi enzim dan biomarker nekrosis miokard. Angina sendiri merupakan
istilah yang biasanya digunakan untuk sindrom nyeri yang timbul dari dugaan
iskemia miokard. Nyeri dada merupakan gejala spesifik yang dapat disebabkan
oleh kelainan pada jantung atau non-jantung. 1
Saat ini telah terjadi peningkatan insiden angina tidak stabil di Amerika
Serikat dan setiap tahunnya lebih dari satu juta orang dirawat di rumah sakit
karena angina tidak stabil. Selain itu, insiden angina tidak stabil di luar rumah
sakit memiliki angka yang sama besar dengan angka pasien yang harus
mendapatkan perawatan. Hal tersebut akan meningkatkan kewaspadaan terhadap
angina tidak stabil namun insidennya akan tetap tinggi dikarenakan angka harapan
hidup yang lebih baik dan meningkatnya kelangsungan hidup setelah serangan
angina tidak stabil.2
Usia rata-rata presentasi angina tidak stabil adalah 62 tahun (berkisar
antara 23-100 tahun). Rata-rata wanita yang mengalami angina tidak stabil adalah
5 tahun lebih tua daripada pria, dengan sekitar setengah dari wanita berumur lebih
tua dari 65 tahun. Hal tersebut hanya terjadi pada sekitar sepertiga dari pria. Orang
kulit hitam cenderung mengalami angina tidak stabil pada usia yang lebih muda.3
Risiko infark miokard, komplikasi, dan kematian pada angina tidak stabil
bervariasi karena spektrum klinis yang luas dan ditutupi oleh istilah angina tidak
stabil. Prediktor lain yang menunjukkan hasil jangka panjang lebih buruk pada
angina tidak stabil termasuk disfungsi sistolik ventrikel kiri yang mendasari dan
tingkat yang lebih luas dari penyakit jantung koroner. 4 Tingkat troponin positif
berkorelasi dengan kematian jangka menengah dalam mode tergantung dosis
(kisaran, 1,0-7,5% pada 6 minggu) independen usia, tingkat CKMB isoenzim
(CK-MB), dan penyimpangan segmen-ST.5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Angina tidak stabil merupakan salah satu spektrum presentasi klinis
disebut secara kolektif sebagai sindrom koroner akut (ACSS), yang berada
diantara infark miokardelevasi segmen-ST (STEMI) dan non-STEMI (NSTEMI).
Angina tidak stabil dianggap ACS di mana tidak ada terdeteksi enzim dan
biomarker nekrosis miokard.1

Gambar 1. Spektrum penyakit jantung koroner

2
2.2 Epidemiologi
Data demografi internasional terbaik yang tersedia adalah dari register
OASIS-2(Organization to Assess Strategies for Ischemic Syndromes)6.

Tabel 1. Karakteristik demografi pasien di International OASIS-2 Register

Karena angina tidak stabil terkait erat dengan kejadian kejadian koroner,
perkiraan tren internasional dapat ditemukan di register MONICA (Monitoring
Trends and Determinants in Cardiovascular Diseases) yang disponsori oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Proyek besar ini memonitor lebih dari 7 juta
orang berusia 35-64 tahun dari 30 populasi di 21 negara dari pertengahan 1980-
an.3
Wanita yang mengalami angina tidak stabil akan berusia lebih tua dan
memiliki prevalensi lebih tinggi hipertensi, diabetes mellitus, CHF, dan riwayat
keluarga PJK dibandingkan laki-laki. Pria cenderung memiliki insiden yang lebih
tinggi dari MI sebelumnya dan revaskularisasi, proporsi yang lebih tinggi dari
enzim jantung positif pada saat masuk rumah sakit, dan tingkat yang lebih tinggi
dari kateterisasi dan revaskularisasi. Namun, hasil ini lebih terkait dengan tingkat
keparahan penyakit daripada jenis kelamin.3

2.3 Etiologi
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara
pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard1.

2
Etiologi SKA antara lain:
1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada
pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen
arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus: terjadi
pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis
ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis.
Makrofag, limfosit T ↑ metalloproteinase penipisan dan ruptur plak
5. Keadaan/faktor pencetus:
a. ↑ kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis
b. ↓ aliran darah koroner
c. ↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia.2

2.4 Patofisiologi
SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade
pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang
mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan
fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption
‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor ‘faktor jaringan’
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex
mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi
trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan
pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis
akut’.7
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit,
proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis
tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak

2
melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel
endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga
menyebabkan ruptur plak.7
Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi
berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami
aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya
plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid
(NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,
NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat
terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan
gagal jantung.7, 8
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan
disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,
tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit
oksid dan prostasiklin).7, 8

Gambar 2. Lesi penyebab pada angina tidak stabil.

Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi


sel otot polos dan migrasi, adesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan

2
sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi
platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan
fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.8
SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak
aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak
karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak,
adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.8

2
Gambar 3. Patogenesis Sindrom Koroner Akut

2.5 Diagnosis
Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari
anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).1, 2
2.5.1 Anamnesis
Pasien dengan SKA biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang
khas kardial (gejala kardinal), yaitu2:
 Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial
 Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti
diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti ditusuk.
 Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah,
punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.
 Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.
 Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas, lemah.
 Faktor pencetus: aktivitas fisik, emosi
 Faktor resiko: laki-laki usia >40 tahun, wanita menopause, DM,
hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.

2.5.2 Elektro Kardiografi1, 2


Pada iskemia miokardium, dapat ditemukan depresi segmen ST (≥ 1mV)
atau inverse gelombang T simetris (> 2mV) pada dua lead yang bersebelahan.

Depresi ST pada iskemia miokard:


A. Depresi ST horizontal, spesifik untuk iskemia
B. Depresi ST landai ke bawah, spesifik untuk iskemia
C. Depresi ST landai ke atas, tidak spesifik untuk
iskemia

Inverse T pada iskemia miokard:


A. Inverse T yang kurang spesifik untuk iskemia
B. Inverse T berujung lancip dan simetris, spesifik
untuk iskemia.

2
Gambar 4. Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut
Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan perubahan
paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan miokardium.
Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang dicurigai
menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.
Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium:
1) Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T
 Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian inverse
(simetris). Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium. Jika
terjadi infark sejati, gelombang T tetap inverse selama beberapa bulan sampai
beberapa tahun.
2) Elevasi segmen ST
 Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan
gelombang T. elevasi segmen ST menggambarkan jejas miokardium. Jika terjadi
infark, segmen ST biasanya kembali ke garis iso elektrik dalam beberapa jam.

3) Muncul gelombang Q baru


 Gelombang-gelombang Q baru bermunculan dalam beberapa jam
sampai beberapa hari. Gelombang ini menandakan infark miokard, syarat: lebar ≥
0,04 detik, dalam ≥ 4mm atau ≥ 25% tinggi R. Pada kebanyakan kasus,
gelombang ini menetap seumur hidup pasien.

Tabel 2. Lokalisasi infark berdasarkan lokasi letak perubahan EKG


Lokasi Lead Perubahan EKG

Anterios ekstensif V1-V6 ST elevasi, gelombang Q

Anteroseptal V1-V4 ST elevasi, gelombang Q

Anterolateral V4-V6 ST elevasi, gelombang Q

Posterior V1-V2 ST depresi, Gelombang R tinggi

Lateral I, aVL, V5, V6 ST elevasi, gelombang Q

Inferior II, III, aVF ST elevasi, gelombang Q

Ventrikel kanan V4R, V5R ST elevasi, gelombang Q

2
2.5.3 Cardiac Marker1, 2
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan
menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB
(CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan
myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas
normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan
enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
 Paling spesifik untuk infark miokard
 Troponin C  Pada semua jenis otot
 Troponin I & T  Pada otot jantung
 Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah
dideteksi
b. Myoglobin
 Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya
sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri
 Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
c. Creatine Kinase (CK)
 Ditemukan pada otot, otak, jantung
 Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
 Ditemukan di seluruh jaringan
 LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung,
normalnya LD2 > LD1
 Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
 Spesifik untuk infark miokard

Tabel 3. Karakteristik Beberapa Cardiac Marker

2
Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal

cTn T 3 jam 12-48 jam 5-14 hari

cTn I 3 jam 24 jam 5-10 hari

CKMB 3 jam 10-24 jam 2-4 hari

CK 3-8 jam 10-36 jam 3-4 hari

Mioglobin 1-2 jam 4-8 jam 24 jam

LDH 24-48 jam 3-6 hari 8-14 hari

Tabel4. Perbandingan APTS, NSTEMI, STEMI


Perbedaan APTS NSTEMI STEMI

Nyeri dada <15 menit >15 menit >15 menit

EKG Normal/iskemik iskemik evolusi

Cardiac marker normal meningkat meningkat

2.6 Tatalaksana
Penanganan dini yang harus segera diberikan pada pasien dengan keluhan
nyeri dada tipikal dengan kecurigaan SKA adalah1, 2:

1. Oksigenasi
 Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera dan
menurunkan beratnya ST-elevasi pada STEMI.
 Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 5-10 liter/menit secara kanul
hidung/sungkup.
2. Nitrogliserin (NTG)
 Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg), dapat diulang sampai 3x dengan
interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik setelah pemberian pertama,
dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 μg/menit (jangan lebih 200 μg/menit).
 Kontraindikasi: hipotensi
 Manfaat:
 memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;

2
 menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
 menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel;
 dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral;
 menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan)
.
3. Morphine
 Dosis 2 – 4 mg intravena
 Manfaat:
 mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
 mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
 meningkatkan venous capacitance;
 menurunkan tahanan pembuluh sistemik;
 menurunkan nadi dan tekanan darah.
 Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.

4. Aspirin
 Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria
(325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh
diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned
heparin).
 Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus
gaster, asma bronkial).
 Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah pembentukan TXA2,
sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.

5. Antitrombolitik lain: Clopidogrel, Ticlopidine


 Derivat tinopiridin ini menghambat agregasi platelet, memperpanjang waktu
perdarahan, dan menurunkan viskositas darah dengan cara menghambat aksi ADP

2
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga menurunkan kejadian
iskemi.
 Pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis dan iskemia
berulang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100
mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Efek samping: netropenia,
trombositopenia (jarang), purpura trombotik trombositopenia  perlu evaluasi
hitung sel darah lengkap pada minggu II – III.
 Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin,
namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi
gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya
risiko perdarahan. Dosis: 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai
beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–
60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari .
Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic
Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif
daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke)
pada aterosklerosis.

2.7 Komplikasi
Komplikasi:

 Aritmia
 Disfungsi ventrikel kiri
 Hipotensi
 Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Ruptur Jantung
o Disfungsi & Ruptur m. Papilaris

2.8 Prognosis

2
Risiko MI, komplikasi, dan kematian pada angina tidak stabil bervariasi
karena spektrum klinis yang luas dan ditutupi oleh interval angina tidak stabil.
Agresivitas pendekatan terapi harus sepadan dengan estimasi risiko individual.10

Tabel 5. Klasifikasi Killip pada AMI:


Klas Definisi Mortalitas (%)

I Tak ada tanda gagal jantung kongestif 6

II + S3 dan/atau ronki basah 17

III Edema paru 30-40

IV Syok kardiogenik 60-80

Tabel 6. Skoring resiko TIMI untuk SKA:


Usia >65 tahun 1

>3 faktor resiko PJK (riw.kel, HT, kol ↑, DM, 1


rokok)

Diketahui PJK 1

Pemakaian ASA 7 hari terakhir 1

Angina berat (<24 jam) 1

↑ petanda biokimia 1

Deviasi ST 1

2
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Pasien


Nama : Tn. AR
Umur : 58 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Alamat : Desa Cot Bak U, Sabang.
No.CM : 0-93-64-86
Tanggal Masuk : 12 Agustus 2015
Tanggal Pemeriksaan : 14 Agustus 2015

3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Nyeri dada
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada ± 30 menit sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dada memberat dalam 1 minggu dan dirasakan seperti remasan
dan tidak hilang dengan istirahat. Nyeri dada telah dirasakan kurang lebih 15
menit dan menjalar ke leher dan punggung belakang. Nyeri dada kali ini
merupakan gejala nyeri dada kedua setelah sebelumnya juga pernah mengalami
hal yang sama kurang lebih 2 tahun yang lalu. Keluhan nyeri dada disertai dengan
keluhan keringat dingin dan mual namun tidak ada keluhan muntah.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit hipertensi kurang lebih sudah 20 tahun dan rutin
berobat. Riwayat diabetes mellitus disangkal. Sebelumnya pasien juga rutin
berkunjung ke poli jantung.
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.
3.2.5 Riwayat Pemakaian Obat
Pasien rutin mengkonsumsi obat dari poli yaitu aspilet, platogrix, nitrokaf,
cardace, atorvastatin.

3.2.6 Riwayat Kebiasaan Sosial


Pasien merupakan seorang kuli bangunan.

3.3 Vital sign (14 Agustus 2015)


Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Kompos mentis
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Heart rate : 75x/i
Respiratory rate : 21 x/i
Temperatur : 36,4°C

3.4 Pemeriksaan Fisik


 Kepala
 Mata : Konjungtiva palpebra inferior pucat (-/-), pupil isokor mm/3mm,
sklera ikterik (-/-)
 Telinga : dalam batas normal
 Hidung : dalam batas normal
 Mulut : swelling (-), stomatitis (-), leukoplakia (-),
 Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), TVJ R+2 cmH2O
 Dada
 Paru-paru : vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Jantung : BJ I> BJ II, reguler, bising (-)
 Abdomen
 Inspeksi : Distensi (-), simetris
 Palpasi : Nyeri tekan (-), soepel (+), hepar, lien dan renal tidak teraba.
 Perkusi : timpani (+)
 Auskultasi : peristaltik dalam batas normal

2
 Ekstremitas
 Superior: Edema (-), sianosis (-)
 Inferior : Edema (-), sianosis (-)
 Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan

3.5 Pemeriksaan Laboratorium


a. Hematologi dan Kimia Klinik (12 Agustus 2015)
Hemoglobin : 12,3 g/dl
Hematokrit : 37%
Eritrosit : 4,8x106
Leukosit : 13,5x 103
Trombosit : 446 x 103
Diftell count : 4/0/0/60/28/7
Troponin I : < 0,10 ng/mL
CK-MB : 18 U/L
Elektrolit(Na/K/Cl) : 134/3,3/106
Ureum/ kreatinin :54/1,48

b. Hematologi, imunoserologi, dan kimia klinik (13 Agustus 2015)


Elektrolit (Na /K /Cl /Mg) : 137/3,3/102/2,1

3.6 Diagnosis Banding


a. Angina Pektoris Tidak Stabil
b. Infark Miokard Non-ST Elevasi

Diagnosis Kerja: Angina Pektoris Tidak Stabil

3.7 Terapi
 Drip. NTG 5 mg/ jam
 Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
 Arixtra 2,5 mg/24 jam
 Plavix 1x75 mg

2
 Ascardia 1x80 mg
 Cardace 1x2,5 mg
 Atorvastatin 1x20 mg
 KSR 2x2

3.8 Pemeriksaan penunjang

 EKG 12 Agustus 2015

Sinus Ritme
HR: 74 x/menit
Axis: normo Axis
PR-Interval: 0,18 detik
Kompleks QRS: < 0,10 detik
Hipertrofi: ada
ST-Elevasi/Depresi: tidak ada
T inversi: tidak ada
Q-patologis:tidak ada

2
 EKG 13 Agustus 2015

Sinus Ritme
HR: 61 x/menit
Axis: normo Axis
PR-Interval: 0,21 detik
Kompleks QRS: < 0,10 detik
Hipertrofi: ada
ST-Elevasi/Depresi: tidak ada
T inversi: tidak ada
Q-patologis: tidak ada

 EKG 14 Agustus 2015

Sinus Ritme
HR: 64 x/menit
Axis: normo Axis
PR-Interval: 0,20 detik
Kompleks QRS: < 0,9 detik
Hipertrofi: ada
ST-Elevasi/Depresi: tidak ada
T inversi: tidak ada
Q-patologis: tidak ada

2
 EKG 15 Agustus 2015

Sinus Ritme
HR: 63 x/menit
Axis: normo Axis
PR-Interval: 0,20 detik
Kompleks QRS: < 0,10 detik
Hipertrofi: ada
ST-Elevasi/Depresi: tidak ada
T inversi: tidak ada
Q-patologis: tidak ada

 Foto X-Ray Thoraks (13 Agustus 2015)

Cor: jantung tidak membesar (CTR ˂


50%)
Aorta elongasi
Pulmo: tampak infiltrate di parakardial
kanan
Sinus phrenicus kanan dan kiri tajam

Kesimpulan:
Cor dalam batas normal
Aorta elongasi
bronkhopneumonia

2
 Ekokardiografi

2
Katup: Dalam batas normal
Temuan:
Dimensi ruang jantung normal
Trombus (-)
Hipometrik inferior
Fungsi sitolik LV normal (EF 80%)
Fungsi diastolik LV fungsi baik

Kesimpulan
LVH eksentrik
Mild Lv regional systolic dysfunction

3.9 PROGNOSIS
o Quo ad vitam : Dubia ad bonam
o Quo ad functionam : Dubia ad bonam
o Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam

2
BAB IV
ANALISA KASUS

Pasien merupakan seorang laki-laki berusia 58 tahun dengan keluhan


utama nyeri dada sejak 30 menit sebelum masuk rumah sakit. Nyeri dada
dirasakan seperti remasan menjalar ke leher dan punggung serta tidak berkurang
dengan istirahat dan lebih dari 20 menit. Gejala tersebut dapat menunjukkan telah
terjadi suatu peristiwa yang disebut sebagai sindrom koroner akut. Sindrom
koroner akut merupakan suatu spektrum miokard akut dan atau nekrosis miokard
yang pada umumnya terjadi akibat menurunnya aliran darah koroner. Sindrom
koroner akut dapat dibedakan menjadi angina pektoris tidak stabil, STEMI dan
Non-STEMI berdasarkan gambaran EKG dan biomarker nekrosis atau infark
miokard 1, 2, 9, 11
Gambaran EKG pada pasien ini tidak menunjukkan ada suatu elevasi
ataupun depresi dari segmen-ST dan atau inversi gelombang T. Tidak ditemukan
pula adanya peningkatan dari biomarker jantung berupa Troponin I dan CK-MB
sehingga dapat disimpulkan bahwa hal ini merupakan suatu angina pektoris tidak
stabil. 1 Angina pektoris tidak stabil umumnya terjadi pada laki-laki dengan rasio
laki-laki dibandingkan dengan perempuan adalah 3:2 dengan usia rata-rata
presentasi adalah 68 tahun di Amerika Serikat.12
Pasien memiliki riwayat hipertensi selama ± 20 tahun dan berobat teratur
dipoli jantung. Sedangkan riwayat diabetes mellitus tidak ada. Hipertensi dapat
meningkatkan kejadian seluruh jenis penyakit jantung koroner dan meningkatkan
angka mortalitas penyakit jantung koroner.15 Sehingga dapat dinyatakan bahwa
pada pasien yang kami laporkan hipertensi merupakan faktor risiko utama dalam
terjadinya angina pektroris tidak stabil.
Gejala pada saat ini merupakan gejala ulangan. Pada penyakti jantung
koroner serangan berulang sering terjadi. Penggunaan terapi statin telah
dinyatakan dapat mengurangi serangan berulang.17 Begitu pula dengan terapi
lainnya dan revaskularisasi sebelumnya dapat mengurangi kemungkinan serangan
berulang.1 Pada pasien ini kesalahan diagnosa merupakan penyebab utama
serangan berulang.

2
Pasien mendapatkan terapi nitrogliserin, clopidogrel, atorvastatin
dan anti koagulan. Terapi tersebut merupakan terapi inisial untuk pasien
dengan SKA tanpa elevasi segmen ST sesuai dengan pedoman dari
American Heart Association.1

2
BAB V
KESIMPULAN

Pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri dada selama lebih kurang 20
menit yang menjalar ke leher dan punggung belakang, nyeri dada dirasakan
seperti remasan dan tidak hilang dengan istirahat. Hasil EKG pasien menunjukkan
tidak ada ST elevasi maupun depresi dan cardiac markers menunjukkan hasil
yang normal sehingga ditegakkan diagnosis Angina pektoris tidak stabil. Angina
pektoris tidak stabil merupakan suatu keadaan sindrom koroner akut yang
ditandai dengan gejala nyeri dada tipikal, tidak ada elevasi segmen ST, dan tidak
ada ditemukan peningkatan pada biomarker iskemia atau infark miokard.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab terjadinya angina
pektoris tidak stabil. Penanganan awal yang cepat dan ketepatan diagnosa
merupakan kunci utama keberhasilan penatalaksanaan angina pektoris tidak stabil.

2
DAFTAR PUSTAKA

1. Amsterdam, E. A.; Wenger, N. K.; Brindis, R. G., et al. 2014 AHA/ACC


guideline for the management of patients with non–ST-elevation acute
coronary syndromes: a report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines,
Journal of the American College of Cardiology. 2014, 64, e139-e228.

2. Braunwald, E. Unstable angina and non–ST elevation myocardial infarction,


American journal of respiratory and critical care medicine. 2012, 185, 924-
932.

3. Luepker, R. V. WHO MONICA project: what have we learned and where to


go from here?, Public Health Reviews. 2011, 33, 1.

4. Lupón, J.; Valle, V.; Marrugat, J., et al. Six-month outcome in unstable
angina patients without previous myocardial infarction according to the use of
tertiary cardiologic resources, Journal of the American College of Cardiology.
1999, 34, 1947-1953.

5. Meune, C.; Balmelli, C.; Twerenbold, R., et al. Patients with acute coronary
syndrome and normal high-sensitivity troponin, The American journal of
medicine. 2011, 124, 1151-1157.

6. Yusuf, S.; Pogue, J.; Anand, S., et al. Effects of recombinant hirudin
(lepirudin) compared with heparin on death, myocardial infarction, refractory
angina, and revascularisation procedures in patients with acute myocardial
ischaemia without ST elevation: a randomised trial, Lancet. 1999, 353, 429-
438.

7. Stone, G. W.; Maehara, A.; Lansky, A. J., et al. A prospective natural-history


study of coronary atherosclerosis, New England Journal of Medicine. 2011,
364, 226-235.

8. Willerson, J. T. Systemic and local inflammation in patients with unstable


atherosclerotic plaques, Progress in cardiovascular diseases. 2002, 44, 469-
478.

9. Anderson, J. L.; Adams, C. D.; Antman, E. M., et al. ACC/AHA 2007


guidelines for the management of patients with unstable angina/non–ST-
elevation myocardial infarction: a report of the American College of
Cardiology/American Heart Association Task Force on Practice Guidelines
(Writing Committee to Revise the 2002 Guidelines for the Management of
Patients With Unstable Angina/Non–ST-Elevation Myocardial Infarction)
developed in collaboration with the American College of Emergency
Physicians, the Society for Cardiovascular Angiography and Interventions,
and the Society of Thoracic Surgeons endorsed by the American Association
of Cardiovascular and Pulmonary Rehabilitation and the Society for

2
Academic Emergency Medicine, Journal of the American College of
Cardiology. 2007, 50, e1-e157.

10. Cannon, C. P.; McCabe, C. H.; Stone, P. H., et al. The Electrocardiogram
Predicts One-Year Outcome of Patients With Unstable Angina and Non–Q
Wave Myocardial Infarction: Results of the TIMI III Registry ECG Ancillary
Study fn1, Journal of the American College of Cardiology. 1997, 30, 133-
140.

11. Anderson, J. L.; Adams, C. D.; Antman, E. M., et al. 2011 ACCF/AHA
focused update incorporated into the ACC/AHA 2007 guidelines for the
management of patients with unstable angina/non–ST-elevation myocardial
infarction a report of the american college of cardiology foundation/american
heart association task force on practice guidelines, Circulation. 2011, 123,
e426-e579.

12. Shroff, G. R.; Heubner, B. M.; Herzog, C. A. Incidence of acute coronary


syndrome in the general Medicare population, 1992 to 2009: a real-world
perspective, JAMA internal medicine. 2014, 174, 1689-1690.

13. Hankey, G. J. Vascular disease of the heart, brain and limbs: new insights into
a looming epidemic, The Lancet. 2005, 366, 1753-1754.

14. DeVon, H. A.; Zerwic, J. J. The symptoms of unstable angina: do women and
men differ?, Nursing research. 2003, 52, 108-118.

15. Hu, F. B.; Stampfer, M. J.; Solomon, C. G., et al. The impact of diabetes
mellitus on mortality from all causes and coronary heart disease in women:
20 years of follow-up, Archives of internal medicine. 2001, 161, 1717-1723.

16. Zadok Batsheva, M.; Feldman, A.; Rosenfeld, R. Misdiagnosed Acute


Coronary Syndrome: Characteristics of Patients with Acute Coronary
Syndrome Discharged Home from the Emergency Department, sraeli Journal
of Emergency Medicine. 2007, 7, 3-10.

17. Ray, K. K.; Cannon, C. P.; McCabe, C. H., et al. Early and late benefits of
high-dose atorvastatin in patients with acute coronary syndromes: results
from the PROVE IT-TIMI 22 trial, Journal of the American College of
Cardiology. 2005, 46, 1405-1410.

2
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
13 Agustus Nyeri dada KU : nyeri dada Unstable Drip. NTG 5 mg/ jam
2015 Kes : CM angina Inj. Ceftriaxon 1 gr/
Hari kedua TD :120/80 mmHg pectoris. 12 jam
rawatan HR : 70x/menit Arixtra 2,5 mg/24 jam
RR : 19 x/menit Plavix 1x75 mg
Suhu :36,5°C Ascardia 1x80 mg
Mata : dbn Cardace 1x2,5 mg
T/H/M : dbn Atorvastatin 1x20 mg
Leher : TVJ R±2cmH2O KSR 2x2
Thorax : Simetris (+), Ves
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
regular, bising (-)
Abdomen : Distensi (-),
H/L/R tidak teraba,
peristaltik normal
Ekstremitas : edema (-/-)

Tanggal S O A P
14 Agustus Nyeri dada KU : nyeri dada Unstable Drip. NTG 5 mg/ jam
2015 berkurang. angina
Kes : CM Inj. Ceftriaxon 1 gr/
Hari rawatan pectoris.
ketiga TD :120/70 mmHg 12 jam
HR : 68x/menit Arixtra 2,5 mg/24 jam
RR : 18 x/menit Plavix 1x75 mg
Suhu :36,6°C Ascardia 1x80 mg
Mata : dbn Cardace 1x2,5 mg
T/H/M : dbn Atorvastatin 1x20 mg
Leher : TVJ R±2cmH2O KSR 2x2
Thorax : Simetris (+), Ves
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
regular, bising (-)

2
Abdomen : Distensi (-),
H/L/R tidak teraba,
peristaltik normal
Ekstremitas : edema (-/-)

Tanggal S O A P
15 Agustus Nyeri dada KU : nyeri dada Unstable Plavix 1x75 mg
2015 (-). angina
Kes : CM Ascardia 1x80 mg
Hari keempat pectoris.
rawatan TD :110/80 mmHg Cardace 1x2,5 mg
HR : 70x/menit Atorvastatin 1x20 mg
RR : 19 x/menit ISDN 3X5 mg
Suhu :36,6°C KSR 2x2
Mata : dbn
T/H/M : dbn
Leher : TVJ R±2cmH2O
Thorax : Simetris (+), Ves
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
regular, bising (-)
Abdomen : Distensi (-),
H/L/R tidak teraba,
peristaltik normal
Ekstremitas : edema (-/-)

Anda mungkin juga menyukai