Unstable Angina Pectoris
Unstable Angina Pectoris
Diajukan Sebagai Salah Satu Tugas Dalam Menjalani Kepaniteraan Klinik Senior
Pada Bagian/SMF Kardiologi Fakultas Kedokteran Unsyiah
BPK RSUDZA Banda Aceh
oleh
Syarifah Fadliza Al-attas
1407101030011
Pembimbing
dr. Adi Purnawarman, Sp.JP., FIHA
BAGIAN/SMF KARDIOLOGI
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SYIAH KUALA
BPK RUMAH SAKIT dr. ZAINOEL ABIDIN
BANDA ACEH
2015
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah SWT atas limpahan
berkah dan anugrah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan Laporan Kasus
yang berjudul “Angina Pektoris Tidak Stabil”. Shalawat berangkaikan salam
kepada Rasulullah Muhammad SAW yang telah membawa perubahan besar
dalam kehidupan manusia dari zaman yang penuh dengan kebodohan menuju
zaman yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Laporan Kasus ini ditulis untuk melengkapi tugas-tugas penulis dalam
menjalankan klinik kepaniteraan senior di SMF/Bagian Ilmu Kardiologi dan
Kedokteran Vaskular Fakultas Kedokteran Universitas Syiah Kuala-Rumah Sakit
Umum Daerah dr. Zainoel Abidin, Banda Aceh.
Dalam penulisan dan penyusunan Laporan Kasus ini penulis telah banyak
mendapatkan bantuan dan bimbingan dari dr. Adi Purnawarman, Sp.JP selaku
pembimbing penulisan Laporan Kasus ini. Oleh karena itu, penulis
menyampaikan penghargaan, rasa hormat dan ucapan terima kasih kepada dr. Adi
Purnawarman, Sp.JP karena telah membantu penulis menyelesaikan laporan kasus
ini.
Penulis juga berharap penyusunan laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi
penulis sendiri dan juga bagi para pembaca. Dengan disusunnya laporan kasus ini
diharapkan dapat menjadi bahan belajar untuk pengembangan ilmu, serta menjadi
inspirasi untuk menciptakan karya yang lebih baik lagi kedepannya.
Semoga Allah Yang Maha Kuasa dan Maha Pengasih memberkati dan
melimpahkan rahmat serta karunianya kepada kita semua.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR.................................................................................. i
DAFTAR ISI................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN..................................................................... 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA............................................................ 3
2. 1 Definisi.......................................................................... 3
2. 2 Epidemiologi................................................................. 4
2. 3 Etiologi......................................................................... 4
2. 4 Patofisiologi................................................................. 5
2. 5 Diagnosis.......................................................................8
2. 6 Tatalaksana................................................................... 11
2. 7 Komplikasi.................................................................... 15
2. 8 Prognosis....................................................................... 16
iii
DAFTAR GAMBAR
iv
DAFTAR TABEL
v
BAB I
PENDAHULUAN
2.1 Definisi
Angina tidak stabil merupakan salah satu spektrum presentasi klinis
disebut secara kolektif sebagai sindrom koroner akut (ACSS), yang berada
diantara infark miokardelevasi segmen-ST (STEMI) dan non-STEMI (NSTEMI).
Angina tidak stabil dianggap ACS di mana tidak ada terdeteksi enzim dan
biomarker nekrosis miokard.1
2
2.2 Epidemiologi
Data demografi internasional terbaik yang tersedia adalah dari register
OASIS-2(Organization to Assess Strategies for Ischemic Syndromes)6.
Karena angina tidak stabil terkait erat dengan kejadian kejadian koroner,
perkiraan tren internasional dapat ditemukan di register MONICA (Monitoring
Trends and Determinants in Cardiovascular Diseases) yang disponsori oleh
Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Proyek besar ini memonitor lebih dari 7 juta
orang berusia 35-64 tahun dari 30 populasi di 21 negara dari pertengahan 1980-
an.3
Wanita yang mengalami angina tidak stabil akan berusia lebih tua dan
memiliki prevalensi lebih tinggi hipertensi, diabetes mellitus, CHF, dan riwayat
keluarga PJK dibandingkan laki-laki. Pria cenderung memiliki insiden yang lebih
tinggi dari MI sebelumnya dan revaskularisasi, proporsi yang lebih tinggi dari
enzim jantung positif pada saat masuk rumah sakit, dan tingkat yang lebih tinggi
dari kateterisasi dan revaskularisasi. Namun, hasil ini lebih terkait dengan tingkat
keparahan penyakit daripada jenis kelamin.3
2.3 Etiologi
Sindroma koroner akut ditandai oleh adanya ketidakseimbangan antara
pasokan dengan kebutuhan oksigen miokard1.
2
Etiologi SKA antara lain:
1. Penyempitan arteri koroner karena robek/pecahnya thrombus yang ada
pada plak aterosklerosis. Mikroemboli dari agregasi trombosit beserta
komponennya dari plak yang ruptur mengakibatkan infark kecil di distal.
2. Obstruksi dinamik karena spasme fokal yang terus-menerus pada segmen
arteri koroner epikardium. Spasme ini disebabkan oleh hiperkontraktilitas
otot polos pembuluh darah dan/atau akibat disfungsi endotel.
3. Penyempitan yang hebat namun bukan karena spasme/thrombus: terjadi
pada sejumlah pasien dengan aterosklerosis progresif atau dengan stenosis
ulang setelah intervensi koroner perkutan (PCI).
4. Inflamasi: penyempitan arteri, destabilisasi plak, ruptur, trombogenesis.
Makrofag, limfosit T ↑ metalloproteinase penipisan dan ruptur plak
5. Keadaan/faktor pencetus:
a. ↑ kebutuhan oksigen miokard: demam, takikardi, tirotoksikosis
b. ↓ aliran darah koroner
c. ↓ pasokan oksigen miokard: anemia, hipoksemia.2
2.4 Patofisiologi
SKA dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koroner, aktivasi kaskade
pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang
mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koroner yang kaya lipid dengan
fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption
‘disrupsi plak’. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor ‘faktor jaringan’
dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex
mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi
trombin yang banyak. Adanya adesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan
pembentukan trombus arteri koroner. Ini disebut fase acute thrombosis ‘trombosis
akut’.7
Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit,
proteinase, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis
tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak
2
melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel
endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga
menyebabkan ruptur plak.7
Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi
berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami
aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya
plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid
(NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase,
NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan
endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat
terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan
gagal jantung.7, 8
Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koroner akibat
disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan
disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1,
tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit
oksid dan prostasiklin).7, 8
2
sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi
platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koroner, menekan
fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark.8
SKA yang diteliti secara angiografi 60—70% menunjukkan obstruksi plak
aterosklerosis yang ringan sampai dengan moderat, dan terjadi disrupsi plak
karena beberapa hal, yakni tipis - tebalnya fibrous cap yang menutupi inti lemak,
adanya inflamasi pada kapsul, dan hemodinamik stress mekanik.8
2
Gambar 3. Patogenesis Sindrom Koroner Akut
2.5 Diagnosis
Diagnosis ACS dapat ditegakkan dari 3 komponen utama, yaitu dari
anamnesis, EKG, dan pengukuran enzim-enzim jantung (cardiac marker).1, 2
2.5.1 Anamnesis
Pasien dengan SKA biasanya datang dengan keluhan nyeri dada yang
khas kardial (gejala kardinal), yaitu2:
Lokasi: substernal, retrosternal, atau prekordial
Sifat nyeri: sakit, seperti ditekan, ditindih benda berat, seperti
diperas/dipelintir, rasa terbakar, atau seperti ditusuk.
Penjalaran: ke lengan kiri, leher, rahang bawah,
punggung/interskapula, perut, atau lengan kanan.
Nyeri membaik/hilang dengan istirahat atau nitrat.
Gejala penyerta: mual, muntah, sulit bernapas, keringat dingin,
cemas, lemah.
Faktor pencetus: aktivitas fisik, emosi
Faktor resiko: laki-laki usia >40 tahun, wanita menopause, DM,
hipertensi, dislipidemia, perokok, kepribadian tipe A, obesitas.
2
Gambar 4. Gambaran EKG pada Sindrom Koroner Akut
Perubahan EKG yang khas menyertai infark miokardium, dan perubahan
paling awal terjadi hampir seketika pada saat mulainya gangguan miokardium.
Pemeriksaan EKG harus dilakukan segera pada setiap orang yang dicurigai
menderita infark sekalipun kecurigaannya kecil.
Selama infark miokard akut, EKG berkembang melalui tiga stadium:
1) Gelombang T runcing diikuti dengan inverse gelombang T
Secara akut, gelombang T meruncing (peaking), kemudian inverse
(simetris). Perubahan gelombang T menggambarkan iskemia miokardium. Jika
terjadi infark sejati, gelombang T tetap inverse selama beberapa bulan sampai
beberapa tahun.
2) Elevasi segmen ST
Secara akut, segmen ST mengalami elevasi dan menyatu dengan
gelombang T. elevasi segmen ST menggambarkan jejas miokardium. Jika terjadi
infark, segmen ST biasanya kembali ke garis iso elektrik dalam beberapa jam.
2
2.5.3 Cardiac Marker1, 2
Kerusakan miokardium dikenali keberadaanya antara lain dengan
menggunakan test enzim jantung, seperti: kreatin-kinase (CK), kreatin-kinase MB
(CK-MB), cardiac specific troponin (cTn) I/T, laktat dehidrogenase (LDH), dan
myoglobin. Peningkatan nilai enzim CKMB atau cTn T/I >2x nilai batas atas
normal menunjukkan adanya nekrosis jantung (infark miokard). Pemeriksaan
enzim jantung sebaiknya dilakukan secara serial.
a. Cardiac specific troponin (cTn)
Paling spesifik untuk infark miokard
Troponin C Pada semua jenis otot
Troponin I & T Pada otot jantung
Troponin I memiliki ukuran yang lebih kecil, sehingga mudah
dideteksi
b. Myoglobin
Marker paling cepat terdeteksi (hal ini karena ukuran molekulnya
sangat kecil), 1-2 jam sejak onset nyeri
Ditemukan pada sitoplasma semua jenis otot
c. Creatine Kinase (CK)
Ditemukan pada otot, otak, jantung
Murah, mudah, tapi tidak spesifik
d. Lactat Dehidrogenase (LDH)
Ditemukan di seluruh jaringan
LD1 & LD2 memiliki konsentrasi tinggi pada otot jantung,
normalnya LD2 > LD1
Pada pasien infark jantung: LD1 > LD2
e. Creatine Kinase-Myocardial Band (CKMB)
Spesifik untuk infark miokard
2
Cardiac Marker Meningkat Puncak Normal
2.6 Tatalaksana
Penanganan dini yang harus segera diberikan pada pasien dengan keluhan
nyeri dada tipikal dengan kecurigaan SKA adalah1, 2:
1. Oksigenasi
Untuk membatasi kekurangan oksigen pada miokard yang mengalami cedera dan
menurunkan beratnya ST-elevasi pada STEMI.
Diberikan sampai pasien stabil dengan level oksigen 5-10 liter/menit secara kanul
hidung/sungkup.
2. Nitrogliserin (NTG)
Diberikan secara sublingual (SL) (0,3 – 0,6 mg), dapat diulang sampai 3x dengan
interval 5-10 menit jika keluhan belum membaik setelah pemberian pertama,
dilanjutkan dengan drip intravena 5-10 μg/menit (jangan lebih 200 μg/menit).
Kontraindikasi: hipotensi
Manfaat:
memperbaiki pengiriman oksigen ke miokard;
2
menurunkan kebutuhan oksigen di miokard;
menurunkan beban awal (preload) sehingga mengubah tegangan dinding
ventrikel;
dilatasi arteri koroner besar dan memperbaiki aliran kolateral;
menghambat agregasi platelet (masih menjadi pertanyaan)
.
3. Morphine
Dosis 2 – 4 mg intravena
Manfaat:
mengurangi kecemasan dan kegelisahan;
mengurangi rasa sakit akibat iskemia;
meningkatkan venous capacitance;
menurunkan tahanan pembuluh sistemik;
menurunkan nadi dan tekanan darah.
Efek samping: mual, bradikardi, dan depresi pernapasan.
4. Aspirin
Dosis yang dianjurkan ialah 160–325 mg perhari, dan absorpsinya lebih baik
"chewable" dari pada tablet, terutama pada stadium awal. Aspirin suppositoria
(325 mg) dapat diberikan pada pasien yang mual atau muntah. Aspirin boleh
diberikan bersama atau setelah pemberian GPIIb/IIIa-I atau UFH (unfractioned
heparin).
Harus diberikan kepada semua pasien SKA jika tidak ada kontraindikasi (ulkus
gaster, asma bronkial).
Efek: menghambat COX-1 dalam platelet dan mencegah pembentukan TXA2,
sehingga mencegah agregasi platelet dan konstriksi arterial.
2
(adenosine diphosphate) pada reseptor platelet, sehingga menurunkan kejadian
iskemi.
Pemasangan stent koroner dapat memicu terjadinya trombosis dan iskemia
berulang, tetapi dapat dicegah dengan pemberian Aspirin dosis rendah (100
mg/hari) bersama Ticlopidine 2x 250 mg/hari. Efek samping: netropenia,
trombositopenia (jarang), purpura trombotik trombositopenia perlu evaluasi
hitung sel darah lengkap pada minggu II – III.
Clopidogrel sama efektifnya dengan Ticlopidine bila dikombinasi dengan Aspirin,
namun tidak ada korelasi dengan netropenia dan lebih rendah komplikasi
gastrointestinalnya bila dibanding Aspirin, meskipun tidak terlepas dari adanya
risiko perdarahan. Dosis: 1 x 75 mg/hari peroral, cepat diabsorbsi dan mulai
beraksi sebagai antiplatelet agregasi dalam 2 jam setelah pemberian obat dan 40–
60% inhibisi dicapai dalam 3–7 hari .
Penelitian CAPRIE (Clopidogrel vs ASA in Patients at Risk of Ischemic
Events ) menyimpulkan bahwa Clopidogrel secara bermakna lebih efektif
daripada ASA untuk pencegahan kejadian iskemi pembuluh darah (IMA, stroke)
pada aterosklerosis.
2.7 Komplikasi
Komplikasi:
Aritmia
Disfungsi ventrikel kiri
Hipotensi
Lain-lain:
o Emboli Paru Dan Infark Paru
o Emboli Arteri Sistemik
o Stroke Emboli
o Ruptur Jantung
o Disfungsi & Ruptur m. Papilaris
2.8 Prognosis
2
Risiko MI, komplikasi, dan kematian pada angina tidak stabil bervariasi
karena spektrum klinis yang luas dan ditutupi oleh interval angina tidak stabil.
Agresivitas pendekatan terapi harus sepadan dengan estimasi risiko individual.10
Diketahui PJK 1
↑ petanda biokimia 1
Deviasi ST 1
2
BAB III
LAPORAN KASUS
3.2 Anamnesis
3.2.1 Keluhan Utama
Nyeri dada
3.2.2 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang dengan keluhan nyeri dada ± 30 menit sebelum masuk
rumah sakit. Nyeri dada memberat dalam 1 minggu dan dirasakan seperti remasan
dan tidak hilang dengan istirahat. Nyeri dada telah dirasakan kurang lebih 15
menit dan menjalar ke leher dan punggung belakang. Nyeri dada kali ini
merupakan gejala nyeri dada kedua setelah sebelumnya juga pernah mengalami
hal yang sama kurang lebih 2 tahun yang lalu. Keluhan nyeri dada disertai dengan
keluhan keringat dingin dan mual namun tidak ada keluhan muntah.
3.2.3 Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat penyakit hipertensi kurang lebih sudah 20 tahun dan rutin
berobat. Riwayat diabetes mellitus disangkal. Sebelumnya pasien juga rutin
berkunjung ke poli jantung.
3.2.4 Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada anggota keluarga dengan keluhan yang sama.
3.2.5 Riwayat Pemakaian Obat
Pasien rutin mengkonsumsi obat dari poli yaitu aspilet, platogrix, nitrokaf,
cardace, atorvastatin.
2
Ekstremitas
Superior: Edema (-), sianosis (-)
Inferior : Edema (-), sianosis (-)
Genetalia : tidak dilakukan pemeriksaan
3.7 Terapi
Drip. NTG 5 mg/ jam
Inj. Ceftriaxon 1 gr/ 12 jam
Arixtra 2,5 mg/24 jam
Plavix 1x75 mg
2
Ascardia 1x80 mg
Cardace 1x2,5 mg
Atorvastatin 1x20 mg
KSR 2x2
Sinus Ritme
HR: 74 x/menit
Axis: normo Axis
PR-Interval: 0,18 detik
Kompleks QRS: < 0,10 detik
Hipertrofi: ada
ST-Elevasi/Depresi: tidak ada
T inversi: tidak ada
Q-patologis:tidak ada
2
EKG 13 Agustus 2015
Sinus Ritme
HR: 61 x/menit
Axis: normo Axis
PR-Interval: 0,21 detik
Kompleks QRS: < 0,10 detik
Hipertrofi: ada
ST-Elevasi/Depresi: tidak ada
T inversi: tidak ada
Q-patologis: tidak ada
Sinus Ritme
HR: 64 x/menit
Axis: normo Axis
PR-Interval: 0,20 detik
Kompleks QRS: < 0,9 detik
Hipertrofi: ada
ST-Elevasi/Depresi: tidak ada
T inversi: tidak ada
Q-patologis: tidak ada
2
EKG 15 Agustus 2015
Sinus Ritme
HR: 63 x/menit
Axis: normo Axis
PR-Interval: 0,20 detik
Kompleks QRS: < 0,10 detik
Hipertrofi: ada
ST-Elevasi/Depresi: tidak ada
T inversi: tidak ada
Q-patologis: tidak ada
Kesimpulan:
Cor dalam batas normal
Aorta elongasi
bronkhopneumonia
2
Ekokardiografi
2
Katup: Dalam batas normal
Temuan:
Dimensi ruang jantung normal
Trombus (-)
Hipometrik inferior
Fungsi sitolik LV normal (EF 80%)
Fungsi diastolik LV fungsi baik
Kesimpulan
LVH eksentrik
Mild Lv regional systolic dysfunction
3.9 PROGNOSIS
o Quo ad vitam : Dubia ad bonam
o Quo ad functionam : Dubia ad bonam
o Quo ad sanactionam : Dubia ad bonam
2
BAB IV
ANALISA KASUS
2
Pasien mendapatkan terapi nitrogliserin, clopidogrel, atorvastatin
dan anti koagulan. Terapi tersebut merupakan terapi inisial untuk pasien
dengan SKA tanpa elevasi segmen ST sesuai dengan pedoman dari
American Heart Association.1
2
BAB V
KESIMPULAN
Pada pasien ini didapatkan keluhan nyeri dada selama lebih kurang 20
menit yang menjalar ke leher dan punggung belakang, nyeri dada dirasakan
seperti remasan dan tidak hilang dengan istirahat. Hasil EKG pasien menunjukkan
tidak ada ST elevasi maupun depresi dan cardiac markers menunjukkan hasil
yang normal sehingga ditegakkan diagnosis Angina pektoris tidak stabil. Angina
pektoris tidak stabil merupakan suatu keadaan sindrom koroner akut yang
ditandai dengan gejala nyeri dada tipikal, tidak ada elevasi segmen ST, dan tidak
ada ditemukan peningkatan pada biomarker iskemia atau infark miokard.
Hipertensi merupakan salah satu faktor risiko utama penyebab terjadinya angina
pektoris tidak stabil. Penanganan awal yang cepat dan ketepatan diagnosa
merupakan kunci utama keberhasilan penatalaksanaan angina pektoris tidak stabil.
2
DAFTAR PUSTAKA
4. Lupón, J.; Valle, V.; Marrugat, J., et al. Six-month outcome in unstable
angina patients without previous myocardial infarction according to the use of
tertiary cardiologic resources, Journal of the American College of Cardiology.
1999, 34, 1947-1953.
5. Meune, C.; Balmelli, C.; Twerenbold, R., et al. Patients with acute coronary
syndrome and normal high-sensitivity troponin, The American journal of
medicine. 2011, 124, 1151-1157.
6. Yusuf, S.; Pogue, J.; Anand, S., et al. Effects of recombinant hirudin
(lepirudin) compared with heparin on death, myocardial infarction, refractory
angina, and revascularisation procedures in patients with acute myocardial
ischaemia without ST elevation: a randomised trial, Lancet. 1999, 353, 429-
438.
2
Academic Emergency Medicine, Journal of the American College of
Cardiology. 2007, 50, e1-e157.
10. Cannon, C. P.; McCabe, C. H.; Stone, P. H., et al. The Electrocardiogram
Predicts One-Year Outcome of Patients With Unstable Angina and Non–Q
Wave Myocardial Infarction: Results of the TIMI III Registry ECG Ancillary
Study fn1, Journal of the American College of Cardiology. 1997, 30, 133-
140.
11. Anderson, J. L.; Adams, C. D.; Antman, E. M., et al. 2011 ACCF/AHA
focused update incorporated into the ACC/AHA 2007 guidelines for the
management of patients with unstable angina/non–ST-elevation myocardial
infarction a report of the american college of cardiology foundation/american
heart association task force on practice guidelines, Circulation. 2011, 123,
e426-e579.
13. Hankey, G. J. Vascular disease of the heart, brain and limbs: new insights into
a looming epidemic, The Lancet. 2005, 366, 1753-1754.
14. DeVon, H. A.; Zerwic, J. J. The symptoms of unstable angina: do women and
men differ?, Nursing research. 2003, 52, 108-118.
15. Hu, F. B.; Stampfer, M. J.; Solomon, C. G., et al. The impact of diabetes
mellitus on mortality from all causes and coronary heart disease in women:
20 years of follow-up, Archives of internal medicine. 2001, 161, 1717-1723.
17. Ray, K. K.; Cannon, C. P.; McCabe, C. H., et al. Early and late benefits of
high-dose atorvastatin in patients with acute coronary syndromes: results
from the PROVE IT-TIMI 22 trial, Journal of the American College of
Cardiology. 2005, 46, 1405-1410.
2
FOLLOW UP
Tanggal S O A P
13 Agustus Nyeri dada KU : nyeri dada Unstable Drip. NTG 5 mg/ jam
2015 Kes : CM angina Inj. Ceftriaxon 1 gr/
Hari kedua TD :120/80 mmHg pectoris. 12 jam
rawatan HR : 70x/menit Arixtra 2,5 mg/24 jam
RR : 19 x/menit Plavix 1x75 mg
Suhu :36,5°C Ascardia 1x80 mg
Mata : dbn Cardace 1x2,5 mg
T/H/M : dbn Atorvastatin 1x20 mg
Leher : TVJ R±2cmH2O KSR 2x2
Thorax : Simetris (+), Ves
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
regular, bising (-)
Abdomen : Distensi (-),
H/L/R tidak teraba,
peristaltik normal
Ekstremitas : edema (-/-)
Tanggal S O A P
14 Agustus Nyeri dada KU : nyeri dada Unstable Drip. NTG 5 mg/ jam
2015 berkurang. angina
Kes : CM Inj. Ceftriaxon 1 gr/
Hari rawatan pectoris.
ketiga TD :120/70 mmHg 12 jam
HR : 68x/menit Arixtra 2,5 mg/24 jam
RR : 18 x/menit Plavix 1x75 mg
Suhu :36,6°C Ascardia 1x80 mg
Mata : dbn Cardace 1x2,5 mg
T/H/M : dbn Atorvastatin 1x20 mg
Leher : TVJ R±2cmH2O KSR 2x2
Thorax : Simetris (+), Ves
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
regular, bising (-)
2
Abdomen : Distensi (-),
H/L/R tidak teraba,
peristaltik normal
Ekstremitas : edema (-/-)
Tanggal S O A P
15 Agustus Nyeri dada KU : nyeri dada Unstable Plavix 1x75 mg
2015 (-). angina
Kes : CM Ascardia 1x80 mg
Hari keempat pectoris.
rawatan TD :110/80 mmHg Cardace 1x2,5 mg
HR : 70x/menit Atorvastatin 1x20 mg
RR : 19 x/menit ISDN 3X5 mg
Suhu :36,6°C KSR 2x2
Mata : dbn
T/H/M : dbn
Leher : TVJ R±2cmH2O
Thorax : Simetris (+), Ves
(+/+), Rh (-/-), Wh (-/-)
Jantung : BJ 1 > BJ II,
regular, bising (-)
Abdomen : Distensi (-),
H/L/R tidak teraba,
peristaltik normal
Ekstremitas : edema (-/-)