Anda di halaman 1dari 9

Apa yang media tidak ingin Anda ketahui tentang coronavirus.

  Dari 85.726 orang yang terinfeksi virus, 39.797 orang telah pulih dari penyakit ini.
(Data diperbarui pada 02/29/2020)
  Tingkat kematian di luar wilayah Wuhan, yaitu di seluruh dunia, adalah sekitar
0,7%.
  Sebagian besar kematian dilaporkan pada orang berusia 80 atau lebih atau yang
memiliki penyakit serius.
  Media, secara umum, menyembunyikan data penting tentang penyebaran
koronavirus dari populasi dan hanya menunjukkan data yang "paling menakutkan".
Sebagai contoh, adalah umum untuk melihat jumlah orang mati dan jarang melihat
jumlah orang yang disembuhkan.

  Dan mengapa mereka melakukannya?

  Jawabannya sederhana. Dengan menyembunyikan data yang relevan tentang


virus, media dapat membuat populasi, secara umum, tidak mengetahui masalah ini.
Dengan cara ini, orang tetap ketakutan dan panik. Panic ini menghasilkan buzz dan
buzz ini membuat subjek menguntungkan untuk waktu yang lama.

  Apakah Coronavirus "akhir dunia" ketika mereka mencoba untuk melewati kita?
Bukan itu.

  Covid-19 dalam bilangan real.

  Pada 25 Februari, menurut sumber resmi, ada 79.300 orang yang terinfeksi di
seluruh dunia, dan sekitar 77.000 di China, kebanyakan dari mereka di Wuhan -
kota Cina tempat virus itu muncul.

  Kota Wuhan memiliki sekitar 11 juta penduduk. Sebagian besar orang yang
terinfeksi di China adalah penduduk kota Wuhan. Dengan kata lain, jika kita
membagi 77 ribu kasus dengan 11 juta penduduk dan mengalikan hasilnya dengan
100, kita memperoleh nilai 0,7% dari orang yang terinfeksi, dalam waktu sekitar
tiga bulan.
  Berapa tingkat kematian dan kelompok risiko?

  Data berikut dirilis pada 17 Februari dan disimpulkan bahwa risiko kematian
meningkat seiring bertambahnya usia. Orang dengan kesehatan normal, bukan
lansia, memiliki tingkat kematian yang sangat rendah.

  Hingga usia 9 tahun, tidak ada kematian.


  Dari usia 20 hingga 29 tahun kemungkinan meninggal jika terinfeksi adalah 0,2%.
Artinya, 99,8% akan sembuh.
  Dari usia 30 hingga 39 tahun kemungkinan meninggal jika terinfeksi adalah 0,2%.
  Dari 40 hingga 49 tahun probabilitas kematian jika terinfeksi adalah 0,2%.
  Dari 50 hingga 59 tahun probabilitas kematian jika terinfeksi adalah 1,3%.
Artinya, 98,7% akan disembuhkan.
  Dari usia 60 hingga 69 tahun probabilitas kematian jika terinfeksi adalah 3,6%.
Artinya, 96,4% akan disembuhkan.
  Dari usia 70 hingga 79 tahun, kemungkinan kematian jika terinfeksi adalah 8,0%.
Artinya, 92% akan sembuh.
  Selama lebih dari 80 tahun probabilitas kematian jika terinfeksi adalah 14,8%.
Artinya, 82,2% akan sembuh.
  Nilai-nilai ini harus diperhitungkan bahwa angka kematian lebih tinggi pada orang
dengan penyakit kardiovaskular, diabetes, penyakit pernapasan kronis, hipertensi
dan kanker.

  Menurut data resmi, diperbarui pada tanggal 29 Februari, 2.933 kematian dan
85.726 orang yang terinfeksi telah dikonfirmasi, di mana 39.797 di antaranya telah
disembuhkan.

  Oleh karena itu, jika Anda berusia di atas 80, peluang Anda untuk mati akibat
virus adalah: 0,7% (% dari populasi yang terinfeksi) kali 14,8% (probabilitas
meninggal jika Anda berusia 80 tahun atau lebih) yang sama dengan 0, 1036%
kemungkinan meninggal dari penyakit.

  Bagaimana jika saya berusia 45 tahun? Probabilitas kematian adalah 0,0028%.


  Bagaimana jika Anda berusia di bawah 40? Probabilitas kematian adalah
0,0014%.
  Bagaimana jika Anda berusia di bawah 9? Belum ada kematian yang dilaporkan.

  Ini berarti bahwa jika Anda berusia 80 tahun atau lebih, ada kemungkinan
99,887% untuk TIDAK meninggal karena virus. Dan di bawah 40? 99,9986%.

  Kepanikan yang diciptakan oleh media bisa membunuh lebih banyak orang
daripada penyakit itu sendiri. Jadi tetap tenang dan ikuti semua rekomendasi dari
Direktorat Jenderal Kesehatan, karena ini tidak akan menjadi pandemi pertama atau
terakhir dalam hidup kita.

Share dari dr.TAN :

Sedih melihat kepanikan orang takut "ketularan" virus Corona.

Antri dibela-belain beli masker,padahal masker apapun TIDAK BISA


MENCEGAH virusnya masuk ke pernafasan manusia.

Virus ini jauh lebih kecil dari partikel polusi kebakaran hutan.

Jadi,pakai masker N95 pun yang bikin napas sesek itu,TETEP virusnya masuk!

Nah,ketimbang antri beli masker,kenapa nggak beli BUAH DAN SAYUR yang
jelas-jelas terbukti MENINGKATKAN KEKEBALAN TUBUH.

Sebab virus itu ogah menulari orang yang kekebalannya tinggi dan FIT.

Ada 5 jurus AMPUH mencegah infeksi virus sekaligus jadi jurus bodi keren :

1. Antri beli buah.

Makan seperti bentuk aslinya.


Tuhan sudah membuatnya sempurna.

Nggak usah dianggap cacat sehingga pake diblender,diberi imbuhan gula susu atau
taburan tetek bengek.

Buah dengan antioksidan tinggi tanpa bikin gemuk ada di 3M :


markisa,manggis,matoa.

DAN INI MILIK NEGRI KITA.

JANGAN SAMPAI DIEMBAT ORANG ASING!


Lagi musim nih.

2. Antri beli sayur.

Usahakan jika bisa dalam bentuk lalap,paling mentok bikin karedok,pecel (yang
disiram air panas,tanpa sayurnya jadi lecek),urap.

Sayur ini punya serat yang bukan cuma buat BAB,tapi bikin PROBIOTIK dalam
USUS BESAR.

Probiotikmu bagus,alhamdulilah IMUNITAS TINGGI!

3. Eradikasi sabotase imunitas.

Siapa yang bikin justru imunitasmu AMBRUK?


semua produk ultra proses.

Minuman² ajaibmu itu,yang tinggi gula.


Saos² aneh yang memenuhi isi makananmu (yang katanya bikin enak padahal bikin
lidahnya kecanduan aja).
Gorengan (ujung²nya kegemukan dan sindroma metabolik menghancurkan daya
tahan tubuh),dan

Cemilan² yang pohonnya saja nggak ada.

4. Rajin olah raga!!

Gak usah ke gym,kalau punya rejeki,habis dapat angpao dari bos,beli sepeda statis.

Nyicil juga bisa.

Daripada beli hape baru.


Istiqomah 30 menit tiap habis sarapan atau habis makan malam (istirahatkan dulu
badannya kalau abis makan,jangan langsung genjot).

5. Kena matahari.

Bukan matahari matiin virus ya,ngaco.

*Matahari adalah the sunshine vitamin.

Vitamin D3 kontributor kekebalan tubuh*.

Orang² yang rajin berjemur,rutin olah raga,makan sayur dan buah,serta tidak
menyentuh sabotase hidup sehat,tebak, dibayanganmu tampangnya kayak apa?
THE BEST VERSION OF YOU.

Keterangan :
DR.dr.Tan Shot Yen, M.Hum adalah dokter naturopati.
Ini penjelasan keren banget

Teman2 silakan baca benar2 tulisan menarik di bawah ini dari Dr. Handrawan
Nadesul (dokter senior yg banyak membuat tulisan kesehatan populer di media
massa):

Dr.Handrawan Nadesul:

VIRUS CORONA BUKAN VIRUS DENGUE.

Jenis virus itu ratusan, bahkan ribuan. Masing-masing jenis virus punya tabiatnya
sendiri. Berbeda jenisnya berbeda pula cara penularannya. Berbeda pula pintu
masuknya ke dalam tubuh. Ada yang mengalami siklus kehidupannya di inang lain
sebelum menularkan ke manusia, misal virus dengue pada DB, ada yang ditelan
lewat pencernaan virus polio, ada yang lewat udara (air borne) virus polio, cacar,
ada juga yang lewat hubungan seks virus HIV.

Virus corona menular lewat percikan ludah (droplet infection). Artinya virus keluar
dari tubuh penderita (saluran napas) lewat percikan ludah sewaktu batuk, bersin dan
bercakap-cakap. Ini serupa dengan penularan basil TBC, yang juga lewat pucratan
liur dari mulut dan hidung penderita.

Jarak tularnya tentu berbeda dengan penularan virus yang beterbangan jauh di udara
(air borne), virus corona tak lebih dari 2 meter mulut pengidapnya jauh tularnya.
Jadi itu berarti kita baru tertular virus corona apabila berada sejauhnya 2 meter dari
pengidap corona. Itu pun kalau dia batuk, bersin atau kita bercaka-cakap sejarak itu.

Beberapa jam setelah virus keluar dari mulut dan hidung pengidap, virus akan mati.
Mereka yang berada jauh dari pengidap corona, kendati pengidapnya batuk, bersin,
virusnya tidak menjangkau mereka.

Percikan ludah dan liur dari pengidap akan melekat di dekat pengidap batuk dan
bersin, mungkin di lantai, di kursi tempat pengidap duduk, dan semua peralatan dan
benda di sekitar pengidap. Itu alasan mengapa jemari kita selama berada di tempat
publik sebaiknya tidak memegang wajah.
Mengapa wajah? Oleh karena hidung dan mata dan mulut berada di wajah. Bila
jemari yang sudah tercemar virus corona yang kita tidak tahu entah dari mana
tercemar di tempat publik, lalu menyentuh wajah, virus akan menjalar dengan
mudah ke hidung, mata, atau mulut.

Termasuk di dalam kabin pesawat. Kita tidak tahu apakah dalam pesawat sedang
ada pengidap virus corona. Dalam masa inkubasi atau masa tunas, pengidap virus
belum memperlihatkan gejala, namun di saluran pernapasannya sudah ada virus
corona yang setiap saat siap tersemprotkan lewat batuk dan bersin, atau bercakap-
cakap.

Virus yang melekat pada benda atau peralatan di sekitar pengidap akan segera mati
juga dalam hitungan jam. Virus bertahan lebih lama, mungkin 3-4 jam bila berada
di lendir, liur, atau cairan, dan bukan di benda mati.

Lalu apa artinya ini? Hanya apabila jemari kita menyentuh semua barang yang
berada di sekitar pengidap dan virusnya belum mati saja, dan kita menyentuh wajah,
memasukkan jari ke hidung mengucek mata, maka kita baru akan tertular.

Lalu bagaimana orang-orang yang berada jauh dari pengidap virus? Barang tentu
tidak mungkin tertular. Jangankan orang yang berada sekota, setetangga dengan
pengidap corona saja pun atau ada yang positif mengidap virus corona, kecil
kemungkinan tertular. Kasus positif corona sudah pasti tidak berkeliaran, atau
hanya mungkin berkeliaran kalau lolos dari deteksi, atau tidak mau berobat walau
flu dan sesak napas. Tapi ini kecil kemungkinan.

Jadi, yang dalam tubuhnya membawa virus corona, adalah mereka yang mengidap
tapi belum kelihatan sakit. Kita tahu secara epidemiologis, di antara satu pengidap
virus ada lebih 10 orang yang berpotensi tertular. Lalu dari yang sepuluh sudah
tertular masing-masing menulari lagi 10 lainnya menjadi 100 yang tertular.

Jahatnya virus corona adalah karena daya tularnya yang tinggi dibanding sekerabat
corona lainnya. Namun untungnya, angka kematian corona virus tetap hanya 2
persen saja dibanding SARS yang bisa 15 persen.
Jadi sesungguhnya terhadap corona lebih penting upaya pencegahan bagi
masyarakat. Berjaga-jaga barangkali ada pengidap virus berkeliaran di tempat
publik. Dan itu tidak banyak. Lebih penting tidak ke tempat publik kalau tidak
perlu. Pakai masker hanya kalau ke tempat publik di wilayah yang sudah ada
kasusnya. Kalau dilaporkan sudah ada 2 kasus positif di Depok, artinya wilayah itu
yang kemungkinan sudah ada penularan ke sejumlah orang, seturut perhitungan
epidemiologis, dibanding wilayah lain yang belum ada kasus.

Perlu ditelusuri pula, ke mana saja tamu Jepang penular 2 kasus itu alibi jejaknya,
selain 2 kasus ini juga sudah singgah ke mana dan berada di mana setelah bertemu
tamu Jepang yang sakit itu. Ditelusuri pula di RS Depok tempat 2 kasus pernah
berobat sudah bertemu dengan siapa saja, suster dan dokter siapa, berada di ruangan
mana. Itu semua untuk melakukan surveilans supaya jejak-jejak pengidap bisa
dibersihkan.

Ihwal memakai masker sendiri, sesungguhnya hanya bagi yang sedang demam, flu,
batuk pilek saja yang perlu atau kita yang berada di dekat wilayah yang sudah ada
kasusnya. Tetangga 2 kasus itu pun sebetulnya belum tentu berisiko tertular karena
virusnya sudah tidak ada, apalagi keduanya sudah masuk RS Soelianti Soeroso.

Masyarakat perlu dikendurkan rasa takut apalagi kepanikannya. Hari ini


supermarket diserbu, masker diserbu, sungguh sangat tidak masuk akal sehat medis.

Karena kurang memahami bagaimana virus menular, banyak sikap tingkah laku dan
ulah seperti bukan orang medis. Termasuk otoritas Depok yang melakukan fogging
seolah virus corona dianggap sama dengan DB dengue )meminjam foto Kang Erry
Amanda). Fogging kan untuk nyamuk, bukan untuk virus. Kedua virus manapun
tidak mati dengan fogging, melainkan dengan kekebalan tubuh, atau dengan obat
antivirus kalau sudah tersedia.

Anjuran konsumsi jahe dan kunir dan ramuan juga viral sekarang, sehingga menjadi
bias, serong seolah obat corona bisa dilawan dengan jahe dan kunir dan sejenisnya.
Tidak mungkin, karena tidak masuk akal medis. Bahwa jahe dan kunir (baca
curcumin) mampu meningkatkan dayatahan tubuh memang betul. Cara kita
menyikapi musim corona hanya dapat dengan cara melakukan peningkatan
kekebalan tubuh sebagai upaya pencegahan, namun bukan untuk pengobatan.
Hampir pasti corona tidak bisa dilawan dengan jahe dan kunir, hanya karena zat
berkhasiat dalam jahe dan kunir membuat tubuh lebih kebal sehingga tidak mudah
tertular saja. Juga tidak masuk akal orang di luar Depok tempat domisili 2 kasus
positif bermukim semua bisa tertular. Bahkan tetangganya pun tidak perlu
bermasker.

Lucu kalau semua orang Indonesia di semua kota latah memakai masker sehingga
harganya puluhan lipat, bahkan ketika sedang di dalam rumah sendiri pun tetap
memakai masker sungguh tidak nalar.

Salam sehat.
Dr HANDRAWAN NADESUL

Anda mungkin juga menyukai