Anda di halaman 1dari 14

1.1.

Pendahuluan
Batuan adalah kumpulan satu atau lebih mineral, sedangkan yang dimaksud dengan
mineral sendiri adalah bahan anorganik, yang terbentuk secara alamiah, seragam dengan
komposisi kimia yang tetap pada batas volumenya dan mempunyai kristal kerakteristik yang
tercermin dalam bentuk fisiknya. Jadi, untuk mengamati proses geologi dan sebagai unit
terkecil dalam geologi adalah dengan mempelajari kristal.

1.2. Pengertian Kristal


Kata “kristal” berasal dari bahasa Yunani crystallon yang berarti tetesan yang dingin
atau beku. Menurut pengertian kompilasi yang diambil untuk menyeragamkan pendapat para
ahli, maka kristal adalah bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya serta
mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya memenuhi hukum
geometri; Jumlah dan kedudukan bidang kristalnya selalu tertentu dan teratur. Kristal-kristal
tersebut selalu dibatasi oleh beberapa bidang datar yang jumlah dan kedudukannya tertentu.
Keteraturannya tercermin dalam permukaan kristal yang berupa bidang-bidang datar dan rata
yang mengikuti pola-pola tertentu. Bidang-bidang ini disebut sebagai bidang muka kristal.
Sudut antara bidang-bidang muka kristal yang saling berpotongan besarnya selalu tetap pada
suatu kristal. Bidang muka itu baik letak maupun arahnya ditentukan oleh perpotongannya
dengan sumbu-sumbu kristal. Dalam sebuah kristal, sumbu kristal berupa garis bayangan
yang lurus yang menembus kristal melalui pusat kristal. Sumbu kristal tersebut mempunyai
satuan panjang yang disebut sebagai parameter.
Bila ditinjau dan telaah lebih dalam mengenai pengertian kristal, mengandung
pengertian sebagai berikut:
1. Bahan padat homogen, biasanya anisotrop dan tembus cahaya:
 Tidak termasuk didalamnya cair dan gas
 Tidak dapat diuraikan kesenyawa lain yang lebih sederhana oleh proses fisika
 Terbentuknya oleh proses alam
2. Mengikuti hukum-hukum ilmu pasti sehingga susunan bidang-bidangnya mengikuti
hukum geometri:
 Jumlah bidang suatu kristal selalu tetap
 Macam atau model bentuk dari suatu bidang kristal selalu tetap
 Sifat keteraturannya tercermin pada bentuk luar dari kristal yang tetap
Apabila unsur penyusunnya tersusun secara tidak teratur dan tidak mengikuti hukum-
hukum diatas, atau susunan kimianya teratur tetapi tidak dibentuk oleh proses alam (dibentuk
secara laboratorium), maka zat atau bahan tersebut bukan disebut sebagai kristal.
1.3. Proses Pembentukan Kristal
Pada kristal ada beberapa proses atau tahapan dalam pembentukan kristal. Proses yang
di alami oleh suatu kristal akan mempengaruhi sifat-sifat dari kristal tersebut. Proses ini juga
bergantung pada bahan dasar serta kondisi lingkungan tempat dimana kristal tersebut
terbentuk. Kristal dapat terbentuk oleh melalui dua cara yakni presipitasi dan kristalisasi.
Kecepatan kristalisasi akan mempengaruhi bentuk dan ukuran butir kristal. Semakin lama
proses kristalisasi berlangsung, maka ukuran kristal akan semakin besar dan sebaliknya.
Berikut ini adalah fase-fase pembentukan kristal yang umumnya terjadi pada
pembentukan kristal:
 Fase cair ke padat
Kristalisasi suatu lelehan atau cairan sering terjadi pada skala luas dibawah kondisi
alam maupun industri. Pada fase ini cairan atau lelehan dasar pembentuk kristal
akan membeku atau memadat dan membentuk kristal. Biasanya dipengaruhi oleh
perubahan suhu lingkungan.
 Fase gas ke padat (sublimasi)
Kristal dibentuk langsung dari uap tanpa melalui fase cair. Bentuk kristal biasanya
berukuran kecil dan kadang-kadang berbentuk rangka (skeletal form). Pada fase
ini, kristal yang terbentuk adalah hasil sublimasi gas-gas yang memadat karena
perubahan lingkungan. Umumnya gas-gas tersebut adalah hasil dari aktifitas
vulkanis atau dari gunung api dan membeku karena perubahan temperatur.
 Fase padat ke padat
Proses ini dapat terjadi pada agregat kristal dibawah pengaruh tekanan dan
temperatur (deformasi). Yang berubah adalah struktur kristalnya, sedangkan
susunan unsur kimia tetap (rekristalisasi). Fase ini hanya mengubah kristal yang
sudah terbentuk sebelumnya karena terkena tekanan dan temperatur yang berubah
secara signifikan. Sehingga kristal tersebut akan berubah bentuk dan unsur-unsur
fisiknya. Namun, komposisi dan unsur kimianya tidak berubah karena tidak
adanya faktor lain yang terlibat kecuali tekanan dan temperatur.
1.4. Sifat Kristal
Kristal mempunyai sifat dasar yang diutarakan oleh Steno yaitu dua bidang muka
kristal yang berimpit selalu membentuk sudut yang besarnya tetap pada suatu kristal. Hukum
ini kemudian dikenal dengan Hukum Ketetapan Sudut bidang dua atau Hukum Steno.
Bidang muka kristal adalah bidang-bidang datar yang membentuk permukaan kristal.
Masing-masing kristal akan mempunyai letak dan arah bidang muka kristal tertentu dan
berbeda-beda.

1.5. Kristalografi
Dari kata dasarnya,  kristal, maka sudah dapat diketahui secara umum bahwa
kristalografi merupakan suatu ilmu yang mempelajari tentang kristal atau penjabaran
mengenai kristal-kristal. Kristal sendiri adalah zat padat yang mempunyai susunan atom atau
molekul yang teratur dimana keteraturan susunan tersebut dapat dilihat pada permukaannya
yang terdiri dari bidang-bidang datar.
Kristalografi adalah suatu ilmu pengetahuan kristal yang dikembangkan untuk
mempelajari perkembangan dan pertumbuhan kristal, termasuk bentuk, struktur dalam dan
sifat-sifat fisiknya. Awalnya, kristalografi merupakan bagian dari mineralogi, akan tetapi
ketapi karena bentuk-bentuk kristal cukup rumit dan bentuk tersebut merefleksikan susunan
unsur-unsur penyusunnya dan bersifat tetap untuk tiap mineral yang dibentuknya, maka pada
kemudian, kristalografi dikembangkan menjadi ilmu pengetahuan tersendiri.

1.6. Relasi dengan Mineralogi


. Mineralogi adalah ilmu yang secara alami mengikutsertakan substansi padat yang
merupakan bagian dari alam semesta. Mineral adalah zat atau benda yang biasanya padat dan
homogen dan hasil bentukan alam yang memiliki sifat-sifat fisik dan kimia tertentu serta
umumnya berbentuk kristalin. Meskipun demikian ada beberapa bahan yang terjadi karena
penguraian atau perubahan sisa-sisa tumbuhan dan hewan secara alamiah juga digolongkan ke
dalam mineral,seperti batubara, dan minyakbumi.
Jadi, sebenarnya kristalografi adalah salah satu cabang ilmu dari mineralogi. Dalam
konteks ini, kristalografi merupakan ilmu ini berkenaan dengan bentuk geometris, simetri
eksternal dan properti optikal dari kristal. Tujuan utama dari teknik crystallography moderen
adalah penentuan struktur kristal. Hal ini menyediakan informasi lokasi dari semua atom,
posisi ikatan dan tipe ikatannya, ikatan simetri dan isi kimiawi dari unit sel.
1.7. Daya Ikat Kristal
Daya yang mengikat atom (atau ion, atau grup ion) dari zat-zat yang terdapat pada
kristal bersifat elektrostatis secara alami.. Tipe dan intensitasnya sangat berkaitan dengan
sifat-sifat fisik dan kimia dari mineral. Kekerasan, belahan, daya lebur, kelistrikan dan
konduktivitas termal, dan koefisien ekspansi termal berhubungan secara langsung terhadap
daya ikat. Secara umum, ikatan kuat memiliki kekerasan yang lebih tinggi, titik leleh yang
lebih tinggi dan koefisien ekspansi termal yang lebih rendah. Ikatan kimia dari suatu kristal
dapat dibagi menjadi 4 macam, yaitu: ionik, kovalen, logam dan van der Waals.

1.8. Unsur-unsur Simetri Kristal


 Bidang Simetri
Bidang simetri merupakan suatu bidang khayal yang menembus dan membagi kristal
menjadi dua bagian yang sama besar dengan salah satu sisi / bagian merupakan suatu
pencerminan dari bidang yang lain. Bidang simetri dibagi menjadi:
a. Bidang Simetri Aksial, merupakan suatu bidang simetri yang melewati 2 sumbu
kristal.
 BidangSimetri Horizontal, jika bidang tersebut terbentuk tegak lurus dengan
sumbu c.
 Bidang Simetri Vertikal, jika bidang tersebut terbentuk sejajar dengan sumbu c.
b. Bidang Simetri Intermediet, apabila bidang simetri tersebut hanya melewati 1 sumbu
saja (Bidang Simetri Diagonal)
 Sumbu Simetri
Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila
kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan didapatkan
beberapa kali kenampakan yang sama.
a. Gire, atau sumbu simetri biasa. Cara mendapatkan nilai simetrinya adalah dengan
memutar kristal pada porosnya dalam satu putaran penuh. Bila terdapat dua kali
kenampakan yang sama dinamakan digire, bila tiga trigire, dan seterusnya sesuai
dengan jumlahnya.
b. Giroide adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai simetrinya dengan
memutar kristal pada porosnya dan memproyeksikannya pada bidang horizontal.
c. Sumbu inversi putar adalah sumbu simetri yang cara mendapatkan nilai simetrinya
dengan memutar kristal pada porosnya dan mencerminkannya melalui pusat kristal.
Penulisan nilai simetrinya dengan cara menambahkan bar pada angka simetri itu. Bila
tiga tribar, empat tetrabar, dan seterusnya.
 Pusat Simetri
Suatu kristal dikatakan mempunyai pusat simetri bila dalam kristal tersebut dapat
dibuat garis bayangan tiap-tiap titik pada permukaan kristal menembus pusat kristal dan akan
menjumpai titik yang lain pada permukaan di sisi yang lain dengan jarak yang sama terhadap
pusat kristal pada garis bayangan tersebut Semua Kristal memiliki pusat Kristal, namun belum
tentu memiliki sumbu simetri.
 Sumbu, Sudut dan Bidang Simetri
Sumbu simetri adalah garis bayangan yang dibuat menembus pusat kristal, dan bila
kristal diputar dengan poros sumbu tersebut sejauh satu putaran penuh akan didapatkan
beberapa kali kenampakan yang sama. Sumbu simetri dibedakan menjadi tiga, yaitu : gire,
giroide, dan sumbu inversi putar.
Sudut simetri adalah sudut antar sumbu-sumbu yang berada dalam sebuah kristal.
Sudut-sudut ini berpangkal (dimulai) pada titik persilangan sumbu-sumbu utama pada kristal
yang akan sangat berpengaruh pada bentuk dari kristal itu sendiri.
Bidang simetri adalah bidang bayangan yang dapat membelah kristal menjadi dua
bagian yang sama, dimana bagian yang satu merupakan pencerminan (refleksi) dari bagian
yang lainnya. Bidang simetri ini dapat dibagi menjadi dua, yaitu bidang simetri aksial dan
bidang simetri menengah. Bidang simetri aksial bila bidang tersebut membagi kristal melalui
dua sumbu utama (sumbu kristal).
 Proyeksi Orthogonal
Proyeksi orthogonal adalah salah satu metode proyeksi yang digunakan untuk
mempermudah penggambaran. Proyeksi orthogonal ini dapat diaplikasikan hamper pada
semua penggambaran yang berdasarkan hukum-hukum geometri. Contohnya pada bidang
penggambaran teknik, arsitektur, dan juga kristalografi. Pada proyeksi orthogonal, cara
penggambaran adalah dengan menggambarkan atau membuat persilangan sumbu. Yaitu
dengan menggambar sumbu a,b,c dan seterusnya dengan menggunakan sudut-sudut
persilangan atau perpotongan tertentu. Dan pada akhirnya akan membentuk gambar tiga
dimensi dari garis-garis sumbu tersebut dan membentuk bidang-bidang muka kristal.

1.9. Aplikasi Kristalografi Pada Bidang Geologi


Pada bidang Geologi, mempelajari kristalografi sangatlah penting. Karena untuk
mempelajari ilmu Geologi, kite tentunya juga harus mengetahui komposisi dasar dari Bumi
ini, yaitu batuan. Dan batuan sendiri terbentuk dari susunan mineral-mineral yang tebentuk
oleh proses alam. Dan pada bagian sebelumnya telah dijelaskan tentang pengertian mineral
yang dibentuk kristal-kristal.
Dengan mempelajari kristalografi, kita juga dapat mengetahui berbagai macam bahan-
bahan dasar pembentuk Bumi ini, dari yang ada disekitar kita hingga jauh didasar Bumi. Ilmu
kristalografi juga dapat digunakan untuk mempelajari sifat-sifat berbagai macam mineral
yang paling dicari oleh manusia. Dengan alasan untuk digunakan sebagai perhiasan karena
nilai estetikanya maupun nilai guna dari mineral itu sendiri. Jadi, pada dasarnya, kristalografi
digunakan sebagai dasar untuk mempelajari ilmu Geologi itu sendiri. Dengan alasan utama
kristal adalah sebagai pembentuk Bumi yang akan dipelajari.

1.10.Sistem Kristalografi dan Kisi Bravais


Dalam mempelajari dan mengenal bentuk kristal secara mendetail, perlu diadakan
pengelompokkan yang sistematis. Pengelompokkan itu didasarkan pada perbangdingan
panjang, letak (posisi) dan jumlah serta nilai sumbu tegaknya, sedangkan kisi bravais
digunakan untuk menunjukkan posisi atom dari suatu kristal.
Bentuk kristal dibedakan berdasarkan sifat-sifat simetrinya (bidang simetri dan sumbu
simetri) dibagi menjadi tujuh sistem, yaitu isometrik, tetragonal, hexagonal, trigonal,
orthorhombik, monoklin dan triklin.
Dari tujuh sistem kristal dapat dikelompokkan menjadi 32 kelas kristal.
Pengelompokkan ini berdasarkan pada jumlah unsur simetri yang dimiliki oleh kristal
tersebut. Sistem isometrik terdiri dari lima kelas, sistem tetragonal mempunyai tujuh kelas,
sistem orthorhombik memiliki tiga kelas, hexagonal tujuh kelas dan trigonal lima kelas.
selanjutnya monoklin mempunyai tiga kelas dan triklin dua kelas.

A. Sistem Isometrik
Sistem ini juga disebut sistem kristal regular, atau dikenal pula dengan sistem kristal 
kubus atau kubik. Jumlah sumbu kristalnya ada 3 dan saling tegak lurus satu dengan yang
lainnya. Dengan perbandingan panjang yang sama untuk masing-masing sumbunya.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Isometrik memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu a = b = c, yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan
sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem
ini, semua sudut kristalnya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Isometrik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 3. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan
nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c juga ditarik garis dengan nilai
3 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini
menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem isometrik dibagi menjadi 5 Kelas:
 Tetaoidal
 Gyroida
 Diploida
 Hextetrahedral
 Hexoctahedral
Sistem kristal kubus ini dapat dibagi ke dalam 3 bentuk yaitu kubus sederhana (simple
cubic/ SC), kubus berpusat badan (body-centered cubic/ BCC) dan kubus berpusat muka
(Face-centered Cubic/ FCC). Berikut bentuk dari ketiga jenis kubus tersebut:
 Kubus sederhana
Pada bentuk kubus sederhana, masing-masing terdapat satu atom pada semua
sudut (pojok) kubus.
 Kubus BCC
Pada kubus BCC, masing-masing terdapat satu atom pada semua pojok kubus, dan
terdapat satu atom pada pusat kubus (yang ditunjukkan dengan atom warna biru).
 Kubus FCC
Pada kubus FCC, selain terdapat masing-masing satu atom pada semua pojok
kubus, juga terdapat atom pada diagonal dari masing-masing sisi kubus (yang
ditunjukkan dengan atom warna merah).

Beberapa contoh mineral dengan system kristal Isometrik ini adalah gold, pyrite,
galena, halite, dan fluorite.

B. Sistem Tetragonal
Sama dengan sistem Isometrik, sistem kristal ini mempunyai 3 sumbu kristal yang
masing-masing saling tegak lurus. Sumbu a dan b mempunyai satuan panjang sama.
Sedangkan sumbu c berlainan, dapat lebih panjang atau lebih pendek. Tapi pada umumnya
lebih panjang.
Pada kondisi sebenarnya, Tetragonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b
≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b tapi tidak sama dengan sumbu c.
Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, semua
sudut kristalografinya ( α , β dan γ ) tegak lurus satu sama lain (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Tetragonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik
garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ =
30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu bˉ.
Sistem tetragonal dibagi menjadi 7 kelas:
 Piramid
 Bipiramid
 Bisfenoid
 Trapezohedral
 Ditetragonal Piramid
 Skalenohedral
 Ditetragonal Bipiramid
Pada sistem kristal tetragonal ini hanya memiliki dua bentuk yaitu sederhana dan
berpusat badan. Pada bentuk tetragonal sederhana, mirip dengan kubus sederhana, dimana
masing-masing terdapat satu atom pada semua sudut (pojok) tetragonalnya, sedangkan pada
tetragonal berpusat badan, mirip pula dengan kubus berpusat badan, yaitu memiliki 1 atom
pada pusat tetragonal (ditunjukkan pada atom warna biru), dan atom lainnya berada pada
pojok (sudut) tetragonal tersebut.

Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Tetragonal ini adalah rutil, autunite,
pyrolusite, leucite, scapolite.
C. Sistem Hexagonal
Sistem ini mempunyai 4 sumbu kristal, dimana sumbu c tegak lurus terhadap ketiga
sumbu lainnya. Sumbu a, b, dan d masing-masing membentuk sudut 120˚ terhadap satu sama
lain. Sambu a, b, dan d memiliki panjang sama. Sedangkan panjang c berbeda, dapat lebih
panjang atau lebih pendek (umumnya lebih panjang).
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Hexagonal memiliki axial ratio (perbandingan
sumbu) a = b = d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan
sumbu d, tapi tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ;
γ = 120˚. Hal ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk
sudut 120˚ terhadap sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Hexagonal
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik garis dengan
nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis dengan nilai 6
(nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ = 20˚ ; dˉ^b+=
40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap sumbu bˉ dan
sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+. Pada sistem ini, semua atom berada pada
sudut-sudut (pojok) heksagonal dan terdapat masing-masing atom berpusat muka pada dua
sisi heksagonal (yang ditunjukkan atom dengan warna hijau).

Sistem  ini dibagi menjadi 7 kelas:


 Hexagonal Piramid
 Hexagonal Bipramid
 Dihexagonal Piramid
 Dihexagonal Bipiramid
 Trigonal Bipiramid
 Ditrigonal Bipiramid
 Hexagonal Trapezohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Hexagonal ini adalah quartz,
corundum, hematite, calcite, dolomite, apatite.

D. Sistem Trigonal
Jika kita membaca beberapa referensi luar, sistem ini mempunyai nama lain yaitu
Rhombohedral, selain itu beberapa ahli memasukkan sistem ini kedalam sistem kristal
Hexagonal. Demikian pula cara penggambarannya juga sama. Perbedaannya, bila pada sistem
Trigonal setelah terbentuk bidang dasar, yang terbentuk segienam, kemudian dibentuk
segitiga dengan menghubungkan dua titik sudut yang melewati satu titik sudutnya.
Pada kondisi sebenarnya, Trigonal memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a = b =
d ≠ c , yang artinya panjang sumbu a sama dengan sumbu b dan sama dengan sumbu d, tapi
tidak sama dengan sumbu c. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ; γ = 120˚. Hal
ini berarti, pada sistem ini, sudut α dan β saling tegak lurus dan membentuk sudut 120˚
terhadap sumbu γ.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Trigonal memiliki perbandingan sumbu a : b : c = 1 : 3 : 6. Artinya, pada sumbu a ditarik
garis dengan nilai 1, pada sumbu b ditarik garis dengan nilai 3, dan sumbu c ditarik garis
dengan nilai 6 (nilai bukan patokan, hanya perbandingan). Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ =
20˚ ; dˉ^b+= 40˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 20˚ terhadap
sumbu bˉ dan sumbu dˉ membentuk sudut 40˚ terhadap sumbu b+.

Sistem ini dibagi menjadi 5 kelas:


 Trigonal piramid
 Trigonal Trapezohedral
 Ditrigonal Piramid
 Ditrigonal Skalenohedral
 Rombohedral
Beberapa contoh mineral dengan sistem kristal Trigonal ini adalah  tourmaline dan
cinnabar.

E. Sistem Orthorhombik
Sistem ini disebut juga sistem Rhombis dan mempunyai 3 sumbu simetri kristal yang
saling tegak lurus satu dengan yang lainnya. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang
berbeda.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Orthorhombik memiliki axial ratio
(perbandingan sumbu) a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama
panjang atau berbeda satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = γ = 90˚.
Hal ini berarti, pada sistem ini, ketiga sudutnya saling tegak lurus (90˚).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem Orthorhombik
memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan
menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya
a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 30˚ terhadap sumbu
bˉ. Sistem kristal ortorombik terdiri atas 4 bentuk, yaitu : ortorombik sederhana, body center
(berpusat badan) (yang ditunjukkan atom dengan warna merah), berpusat muka (yang
ditunjukkan atom dengan warna biru), dan berpusat muka pada dua sisi ortorombik (yang
ditunjukkan atom dengan warna hijau).
Sistem ini dibagi menjadi 3 kelas:
 Bisfenoid
 Piramid
 Bipiramid
Beberapa contoh mineral denga sistem kristal Orthorhombik ini adalah stibnite,
chrysoberyl, aragonite dan witherite.

F. Sistem Monoklin
Monoklin artinya hanya mempunyai satu sumbu yang miring dari tiga sumbu yang
dimilikinya. Sumbu a tegak lurus terhadap sumbu n; n tegak lurus terhadap sumbu c, tetapi
sumbu c tidak tegak lurus terhadap sumbu a. Ketiga sumbu tersebut mempunyai panjang yang
tidak sama, umumnya sumbu c yang paling panjang dan sumbu b paling pendek.
Pada kondisi sebenarnya, sistem Monoklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu)
a ≠ b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda
satu sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β = 90˚ ≠ γ. Hal ini berarti, pada
ancer ini, sudut α dan β saling tegak lurus (90˚), sedangkan γ tidak tegak lurus (miring).
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, sistem kristal
Monoklin memiliki perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan
yang akan menjadi ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar
sumbunya a+^bˉ = 30˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚
terhadap sumbu bˉ. Sistem kristal monoklin terdiri atas 2 bentuk, yaitu monoklin sederhana
dan berpusat muka pada dua sisi monoklin (yang ditunjukkan atom dengan warna hijau).

Sistem Monoklin dibagi menjadi 3 kelas:


 Sfenoid
 Doma
 Prisma
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Monoklin ini adalah azurite,  malachite,
colemanite, gypsum, dan epidot.

G. Sistem Triklin
Sistem ini mempunyai 3 sumbu simetri yang satu dengan yang lainnya tidak saling
tegak lurus. Demikian juga panjang masing-masing sumbu tidak sama.
Pada kondisi sebenarnya, sistem kristal Triklin memiliki axial ratio (perbandingan sumbu) a ≠
b ≠ c , yang artinya panjang sumbu-sumbunya tidak ada yang sama panjang atau berbeda satu
sama lain. Dan juga memiliki sudut kristalografi α = β ≠ γ ≠ 90˚. Hal ini berarti, pada system
ini, sudut α, β dan γ tidak saling tegak lurus satu dengan yang lainnya.
Pada penggambaran dengan menggunakan proyeksi orthogonal, Triklin memiliki
perbandingan sumbu a : b : c = sembarang. Artinya tidak ada patokan yang akan menjadi
ukuran panjang pada sumbu-sumbunya pada sistem ini. Dan sudut antar sumbunya a+^bˉ =
45˚ ; bˉ^c+= 80˚. Hal ini menjelaskan bahwa antara sumbu a+ memiliki nilai 45˚ terhadap
sumbu bˉ dan bˉ membentuk sudut 80˚ terhadap c+.
Sistem ini dibagi menjadi 2 kelas:
 Pedial
 Pinakoidal
Beberapa contoh mineral dengan ancer kristal Triklin ini adalah albite, anorthite,
labradorite, kaolinite,microcline dan anortoclase.
Secara keseluruhan, dapat dilihat pada tabel berikut:
No. Sistem Kisi Bravais Panjang Besar Sudut-
Kristal Rusuk Sudut
1. Isometrik/  Sederhana a =b = c α = β = γ = 90°
Kubus  Berpusat badan
 Berpusat muka
2. Tetragonal  Sederhana a=b≠c α = β = γ = 90°
 Berpusat Badan
3. Ortorombik  Sederhana a≠b≠c α = β = γ = 90°
 Berpusat badan
 Berpusat muka
 Berpusat muka A, B,
atau C
4. Monoklin  Sederhana a≠b≠c α = γ = 90°,
 Berpusat muka C β ≠ 90°
5. Triklin  Sederhana a≠b≠c α ≠ β ≠ γ ≠  90°
6. Rombohedral  Sederhana a=b≠c α = β = 90°,
atau trigonal γ = 120°
7. Heksagonal  Sederhana a=b≠c α = β = 90°,
γ = 120°
Total = Total = 14 Kisi Bravais    
7 Sistem
Kristal

Anda mungkin juga menyukai