Anda di halaman 1dari 19

A.

Konsep Pembangunan di Indonesia

1.      Tujuan Pembangunan Kesehatan Di Indonesia


Tujuan pembangunan kesehatan menuju Indonesia sehat adalah meningkatkan
kesadaran, kemauan dan kemampuan hidup sehat bagi setiap orang agar terwujud
derajat kesahatan masyarakat yang optimal melalui terciptanya masyarakat, bangsa
dan Negara Indonesia yang ditandai oleh penduduknya hidup dalam lingkungan
dan dengan prilaku yang sehat, memiliki kemampuan untuk menjangkau pelayanan
kesehatan yang bermutu secara adil dan merata, serta memiliki derajat kesehatan
yang optimal diseluruh wilayah Republik Indonesia.
2.      Paradigma Sehat
Paradigma sehat adalah cara pandang, pola pikir, atau model pembanguan
kesehatan yang memandang masalah kesehatan saling terkait dan mempengaruhi
banyak faktor yang bersifat lintas sektoral dengan upaya yang lebih diarahkan pada
peningkatan, pemeliharaan, serta perlindungan kesehatan, tidak hanya pada upaya
penyembuhan penyakit atau pemulihan kesehatan. Ada pula perubahan paradigma,
yaitu:
1.     Paradigma sakit: upaya membuat orang sakit  menjadi sehat
2.     Paradigma sehat: upaya membuat orang sehat tetap sehat
3.     Paradigma sehat mengutamakan: upaya promotif dan preventif tanpa
mengesampingkan upaya kuratif dan rehabilitatif
3.      Misi Dan Visi Indonesia Sehat
a.       VISI  :   Indonesia Sehat
b.      MISI :  
1)   Menggerakkan pembangunan nasional berwawasan kesehatan.
2)   Mendorong kemandirian masyarakat untuk hidup sehat
3)   Memelihara dan meningkatkan pelayanan kesehatan yang bermutu, merata
dan terjangkau
4)   Memelihara dan meningkatkan kesehatan individu, keluarga dan
masyarakat beserta lingkungannya.
4.      Ciri – Ciri Masyarakat Yang Sehat
a.       Peningkatan kemampuan masyarakat untuk hidup sehat
b.      Mmengatasi masalah kesehatan sederhana melalui upaya peningkatan,
pencegahan, penyembuhan penyakit dan pemulihan kesehatan
c.    Peningkatan upaya kesehatan lingkungan terutama penyediaan sanitasi
dasar yang dikembangkan dan dimanfaatkan oleh masyarakat untuk
meningkatkan mutu lingkungan hidup
d.   Peningkatan status gizi masyarakat berkaitan dengan peningkatan status
sosial ekonomi masyarakat
e.       Penurunan angka kesakitan dan kematian dari berbagai sebab dan penyakit

5.      Indikator Yang Berhubungan Dengan Kesehatan Masyarakat


Menurut WHO beberapa indikator dari masyarakat sehat adalah :
a. Keadaan yang berhubungan dengan status kesehatan masyarakat, meliputi:
1)      Indikator komprehensif- angka kematian kasar menurun
a)      rasio angka mortalitas proporsial rendah
b)      umur harapan hidup meningkat
2)      indikator spesifik- angka kematian ibu dan anak menurun
a)      angka kematian karena penyakit menular menurun
b.       Indikator pelayanan kesehatan
1)      rasio antara tenaga kesehatan dan jumlah penduduk seimbang
2)      distribusi tenaga kesehatan merata
3)      informasi lengkap tentang jumlah tempat tidur di rumah sakit,
fasilitas kesehatan lain, dsb.
4)      Informasi tentang jumlah sarana pelayanan kesehtan diantaranya
rumah sakit, puskesmas, rumah bersalin, dsb.
6.      Faktor – Factor Penyebab Terjadinya Masalah Di Indonesia
a.    Faktor lingkungan
1)   kurangnya peran serta masyarakat dalam mengatasi kesehatan (masalah-
masalah kesehatan).
2)  Kurangnya sebagian besar rasa tanggung jawab masyarakat dalam
bidang kesehatan.
b.    Factor perilaku dan Gaya Hidup masyarakat Indonesia
1)   masih banyak insiden atau kebiasaan masyarakat yang selalu merugikan
dan membahayakan kesehatan mereka.
2)   Adat istiadat yang kurang atau bahkan tidak menunjang kesehatan.
c.    Factor social ekonomi
1)   tingkat pendidikan masyarakat di Indonesia sebagian besar masih
rendah. 
2)   Kurangnya kesadaran dalam pemeliharaan kesehatan. Budaya sadar
sehat belum merata ke sebagian penduduk Indonesia. 
3)   Tingkat social ekonomi dalam hal ini penghasilan juga masih rendah dan
memprihatinkan.
d.   Factor pelayanan kesehatan
1)   Cakupan pelayanan kesehatan belum menyeluruh dimana ada sebagian
propinsi di indonsia yang belum mendapat pelayanan kesehatan
maksimal dan belum merata.
2)   Upaya pelayanan kesehatan sebagian masih beriorientasi pada upaya
kuratif.
3)   Sarana dan prasarana belum dapat menunjang pelayanan kesehatan.
7.      Strategi Dan Program Pembangunan Kesehatan Di Indonesia  .
a.    Pembangunan Nasional Berwawasan Kesehatan
Semua kebijakan pembengunan nasional yang sedang akan
diselenggarakan harus memiliki wawasan kesehatan. Artinya program
pembangunan nasional harus memberikan konstribusi yang positif terhadap
kesehatan, setidak-tidaknya terdapat dua hal, di antaranya:  
1)      Pembentukan lingkungan sehat;
2)      Pembentukan perilaku sehat;

Untuk terselenggarakannya pembangunan berwawasan kesehatan perlu


dilaksanakan kegiatan sosialisasi, orientasi, kampanye, dan pelatihan.
Sehingga semua pihak terkait memahami dan mampu melaksanakan
pembangunan berwawwasan Internasional.

b.    Determinan yang berpengarah dalan perencanaan tenaga kesehatan


diantaranya adalah sebagai berikut.
1)      Perkembangan penduduk.
2)      Pertumbuhan ekonomi.
3)      Kebjaksanaan di bidang kesehatan antara lain: upaya peningkatan kelas
rumah sakit dan deregulasi bidang rumah sakit upaya peninhkatan mutu
unit-unit pelayanan kesehatan, swadaya unit pelayanan kesehatan, serta
pengembangan sector swasta (nasional dan asing).

Dalam penentuan atau perencanaan kebutuhan tenaga kesehatan


didasarkan atas pertimbangan kombinasi dari tiga prinsip, yaitu:
memerhatikan rasio tenaga dengan penduduk; permintaan dan
kecenderungan epidemiologi di lapangan; serta determinan yang ada.
Namun, untuk negara Indonesia yang sangat beragam situasi dan kondisi
daerahnya maka keadaan geografi dan kepadatan penduduk merupakan
factor determinan yang perlu dipertimbangkan dalam perencanaan tentang
kesehatan disamping determinan yang disebutkan di atas. Ciri daerah yang
sangat bervariasi merupakan satu permasalahan tersendiri dalam melakukan
perencanaan tenaga kesehatan sehingga kemungkinan tidak dapat diperoleh
satu formula yang dapat digunakan untuk semua wilayah Indonesia.
8.      Program Kesehatan Unggulan Di Indonesia
Ditetapkan 10 program kesehatn, sebagai berikut :
a.    Program kebijakan kesehatan, pembiayaan kesehatan dan hokum kesehatan
b.    Program perbaikan gizi
c.    Program pencegahan penyakit menular
d.   Program peningkatan prilaku hidup sehat dan kesehatan mental
e.    Program lingkungan pemukiman, air dan udara sehat
f.     Program kesehatan keluarga, kesehatan reproduksi dan keluarga berencana
g.    Program keselamatan dan kesehatan kerja
h.    Program anti tembakau, alcohol, dan madat
i.      Program pengawasan obat, bahan berbahaya, makanan
j.      Program pencegahan kecelakaan lalu lintas

9.      Agenda Millenium Deffelopment Goals (Mdgs)


Adapun kelima agenda tersebut adalah:
a.       Agenda ke – 1 memberantas kemiskinan dan kelaparan.
b.      Agenda ke – 4 menurunkan angka kematian anak.
c.       Agenda ke – 5 meningkatkan kesehatan ibu
d.      Agenda ke – 6 memerangi HIV/AIDS, Malaria dan penyakit lainnya.
e.       Agenda ke – 7 melestarikan lingkungan hidup
10.  Indikator Keberhasilan Pembangunan Kesehatan Kia
Indikator Input : Dapat dilihat dari kebijaksanaan manajemen ( Man, Money,
Material, Method, dsb ).Struktur organisasi serta kondisi keadaan
masyarakat pada saat ini :
a.    Komitmen politik  mengenai kesehatan bagi semua.
b.    Alokasi sumber daya, pembiayaan Kesehatan 5 % dari total pembayaan
nasional dan pembiayaan pembangunan daerah.
c.    Penyebaran Pendapatan
d.   Angka melek huruf orang dewasa.
e.    Ketersediaan sarana kesehatan, Penyebaran dan penggunaannya.
f.     Tingkat pertumbuhan penduduk
g.    Penduduk yang ikut JPKM
h.    Kerangka Organisasi dan proses manajerial.

Indikator Proses : Adanya kemajuan dalam proses manajemen baik dalam


perencanaan, organisasi, staffing, koordinasi, pelaporan dan pembiayaan,
misalnya
a.    Keterlibatan masyarakat dalam mencapai kesehatan bagi semua.
b.    Tingkat desentralisasi pengambilan keputusan, pengembangan dan
penetapan suatu proses manajerial bagi pembangunan kesehatan nasional
atau pembangunan daerah.
c.    Wanita hamil yang memeriksakan kehamilan
d.   Penduduk yang tidak merokok dan tidak minum minuman keras.
Indikator Output : Misalnya :
Cakupan :
a.    Cakupan pelayanan kesehatan dasar.
b.    Cakupan pelayanan rujukan.
Status kesehatan ;
a.    Status gizi dan perkembangan Psikososial anak
b.    Angka kematian bayi, angka kematian anak, umur harapan hidup waktu
lahir dan angka kematian ibu.
B. Sistem Pelayanan Kesehatan dan Kebijakan Era Otonomi Daerah

Sejak diberlakukannya Undang-undang Nomor 22 tahun 1999 tentang


otonomi pemerintah daerah (kabupaten dan kota), daerah diberikan kewenangan
yang luas untuk mengatur dan mengurus kepentingan masyarakat setempat sendiri
bersadarkan kehendak masyarakat dengan tetap berpatokan pada Undang-undang
yang berlaku. UU otonomi daerah memberikan dampak yang luas di masyarakat,
banyak pengamat mengatakan munculnya "raja-raja" kecil dan tambah menguatnya
pengawasan tanpa kendali dari legislatif tanpa disertai dengan tumbuhnya
kesadaran dan perubahan yang berarti.

Kesehatan merupakan salah satu aspek yang diatur dan diurus oleh
pemerintah daerah, yang pada awalnya bersifat top-down (dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah) sekarang menjadi bottom-up (dari pemerintah daerah ke
pemerintah pusat).

Otonomi daerah bidang kesehatan memberikan kesempatan yang banyak


kepada pemerintah untuk mengeksplorasi kemampuan daerah dari berbagai aspek,
mulai dari komitmen pemimpin dan masyarakat untuk membangun kesehatan,
sistem kesehatan daerah, manajemen kesehatan daerah, dana, sarana, dan prasarana
yang memadai, sehingga diharapkan kesehatan masyarakat di daerah menjadi lebih
baik dan tinggi.

Masyarakat Indonesia sebagai obyek kebijakan desentraliasi kesehatan,


yang seharusnya membangun dan berpartisipasi aktif dalam proses pembangunan
kesehatan, pada kenyataannya tidak banyak ikut membantu, karena stigma
masyarakat yang sudah biasa menerima, bukan memberikan masukan. Seperti kita
tahu pada sebelum otonomi daerah digulirkan, masyarakat tidak banyak membantu
mengenai pembangunan di daearah.

Belum lagi, permasalahan dalam hal perencanaan oleh tenaga kesehatan di


daerah yang biasanya di "drop" dari pusat, harus membuat formulasi baru dan
banyak tenaga kesehatan di daerah yang tidak mampu untuk membuatnya.
Kenyataannya, tidak sesuai dengan apa yang diharapkan oleh UU otonomi
daerah, derajat kesehatan masyarakat di daerah tidak kunjung membaik setelah
digulirkannya UU ini, bahkan derajat kesehatan masyarakat daerah semakin
memburuk dan semakin sulit untuk diatasi, selain dari kurangnya dukungan dana,
sarana, dan prasarana, juga karena kesehatan masyarakat perlu pemecahan secara
komprehenshif dari berbagai bidang, misalkan saja untuk pemecahan satu masalah
Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) saja memerlukan kerjasama lintas sektoral
yang solid, mulai dari dinas kesehatan, dinas pendidikan, dinas kebersihan, dinas
lingkungan hidup, dan dinas-dinas lain.

Apalagi ketika otonomi daerah dikaitkan dengan sistem politik yang ada di
Indonesia, para bupati/walikota biasanya hanya membuat program jangka pendek,
sekitar program 5 (lima) tahunan, karena masa jabatannya lima tahun, sehingga
adakalanya program-program kesehatan hanya bersifat formalitas dan tidak
menyentuh kepada masyarakat. Padahal jika kita telaah lebih jauh, penyelesaian
masalah kesehatan memerlukan waktu yang panjang, yaitu sekitar 10 tahun.
Walaupun ada program kesehatan jangka panjang yang direncanakan, namun
seperti kita lihat pada kenyataannya, ketika pergantian pemimpin daerah, maka
program pun berganti, dan jika tidak berganti, pasti hanya namanya saja bukan
melanjutkan program yang sudah berjalan.

Menurut hemat saya, secara umum otonomi daerah dalam bidang kesehatan
di Indonesia kurang begitu berhasil, hal ini dikarenakan karena masih kurang
memihaknya kebijakan untuk membangun kesehatan secara tuntas dan holistik,
walaupun sudah ada daerah yang mampu dan berhasil mengembangkan konsep dan
kebijakan yang mengarah kearah pembangunan kesehatan.

Pada dasarnya, pembangunan kesehatan merupakan proses menuju kearah


produktifitas penduduk suatu daerah, semakin banyak penduduk yang sehat,
semakin produktif pula suatu daerah.

Otonomi kesehatan di bidang kesehatan seharusnya mempunyai visi yang


sejajar dengan rencana Departemen Kesehatan Republik Indonesia, yaitu Indonesia
Sehat 2010, dimana salah satu agenda pentingnya adalah perubahan paradigm dari
paradigm sakit ke paradigma sehat, yaitu cara pandang, pola pikir, dan model
pembangunan kesehatan yang holistik, menangani masalah kesehatan yang
dipengaruhi banyak faktor secara lintas sektoral, dan mengarah pada upaya
peningkatan, pemeliharaan, dan perlindungan kesehatan.

Pada dasarnya, otonomi daerah di bidang kesehatan bertujuan untuk


menumbuhkan sifat kebaikan dan adil dalam bidang kesehatan, karena setiap
daerah mempunyai kewenangan untuk membuat formulasi baru sesuai dengan
karakteristik daerahnya masing-masing.

Seperti kita tahu, sebelum adanya otonomi daerah, banyak daerah-daerah


yang merasa dirugikan dengan kebijakan pemerintah pusat. Hal ini seperti daerah
yang mempunyai sumber daya yang besar dan mempunyai jumlah penduduk yang
besar di samakan dengan daerah yang memberikan sumber daya yang sedikit dan
jumlah penduduk yang sedikit.

Paling tidak, otonomi daerah dibidang kesehatan merupakan upaya


pemerintah yang harus didukung oleh semua aspek. Untuk memperbaiki dan
meningkatkan pelaksanaan otonomi daerah bidang kesehatan di daerah, diperlukan
upaya-upaya inovasi yang harus dilakukan oleh pihak eksekutif (pemerintah),
legislatif (DPRD), dan masyaakat secara umum.

Pihak eksekutif harus membuat sistem dan pembiayaan kesehatan daerah


yang baik, melaksanakan kegiatan-kegiatan berbasis masyarakat dan bersifat
proaktif, membuat informasi kesehatan yang canggih dan akurat, materi kesehatan
dimasukan kedalam kurikulum pendidikan, menata ulang organisasi dan sumber
daya kesehatan, dan membangun kerjasama lintas sektoral yang efektif.

Seperti kita tahu, pihak legislatif memiliki kemampuan untuk membuat


peraturan dan pengawasan pelaksanaan program pemerintah. Dalam bidang
kesehatan, legislatif memiliki kewajiban membuat formuilasi peraturan kesehatan
daerah yang efektif dan efisisen dan melakukan kritik dan masukan yang berarti
kepada pemerintah untuk melakukan upaya-upaya perbaikan, bukan hanya
mengdikte kesalahan pemerintah dalam bidang kesehatan.

Sedangkan masyarakat berkewajiban mengawasi, mendukung, dan ikut


serta dalam program-program kesehatan yang dilakukan oleh pemrintah, karena
bagaimanapun masyarakat merupakan kunci keberhasilan sistem kesehatan daerah.

Pada saat ini, Departemen Kesehatan Republik Indonesia sedang


mengembangkan suatu sistem untuk mewujudkan Indonesia Sehat 2010, yaitu desa
siaga. Desa siaga merupakan desa yang sadar, mau, dan mampu menjaga dan
mengatasi masalah kesehatan secara mandiri.

Semua usaha pembangunan kesehatan mudah-mudahan membawa


perubahan bagi peningkatan derajat kesehatan masyarakat mendatang dan semua
elemen tidak berhenti dan berputus asa untuk selalu berjuang untuk memberikan
yang terbaik bagi pembangunan kesehatan di Indonesia.

C. Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan


Pemukiman

1. Pemberantasan penyakit Menular

A. TB (TUBERCULOSIS)
Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC, adalah penyakit
menular paru-paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis.
Kompleks ini termasuk M. tuberculosis dan M. africanum terutama berasal dari
manusia dan M. bovis yang berasal dari sapi. Mycobacteria lain biasanya
menimbulkan gejala klinis yang sulit dibedakan dengan tuberkulosis. Etiologi
penyakit dapat di identifikasi dengan kultur.
Penularan terjadi melalui udara yang mengandung basil TB dalam percikan
ludah yang dikeluarkan oleh penderita TB paru atau TB laring pada waktu mereka
batuk, bersin atau pada waktu bernyanyi. Kontak jangka panjang dengan penderita
TB menyebabkan risiko tertulari, infeksi melalui selaput lendir atau kulit yang
lecet bisa terjadi namun sangat jarang. TB bovinum penularannya dapat tejadi jika
orang terpajan dengan sapi yang menderita TB, bisanya karena minum susu yang
tidak dipasteurisasi atau karena mengkonsumsi produk susu yang tidak diolah
dengan sempurna. Penularan lewat udara juga terjadi kepada petani dan
perternakan
 Cara-cara Pemberantasan

a. Pencegahan

Tindakan pencegahan yang dapat dilakukan untuk mencegah infeksi


mycobacterium tuberkuloisi dengan melakukan penkes adalah sebagai berikut :

a) Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).

b) Dengan memberikan vaksin BCG pada bayi

c) Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi,
sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di rumah.

d) Menghindari faktor predisposisi seperti merokok, udara yang lembab dan


kotor (polusi).

e) Mencegah kontak langsung dengan penderita tuberculosis paru.

b. Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang
jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin +
Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT
utama dapat dilihat pada tabel berikut:
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh
WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.

b. Diagnosis TB melalui pemeriksaan dahak secara mikroskopik


langsung sedang pemeriksaan penunjang lainnya seperti pemeriksaan
radiologis dan kultur dapat dilaksanakan di unit pelayanan yang
memiliki sarana tersebut.

c. Pengobatan TB dengan paduan OAT jangka pendek dengan


pengawasan langsung oleh Pengawas Menelan Obat (PMO)
khususnya dalam 2 bulan pertama dimana penderita harus minum
obat setiap hari.

d. Kesinambungan ketersediaan paduan OAT jangka pendek yang


cukup.

e. Pencatatan dan pelaporan yang baku.


B. AIDS
Belum ada penyembuhan untuk AIDS, jadi perlu dilakukan pencegahan
Human Immunodeficiency Virus (HIV) untuk mencegah terjadinya Human
Immunodeficiency Virus (HIV), bisa dilakukan dengan melakukan penkes
menjelaskan tentang:
1) Melakukan abstinensi seks/melakukan hubungan kelamin
dengan pasangan yang terinfeksi
2) Memeriksa adanya virus paling lambat 6 bulan setelah
hubungan seks terakhir yang tidak terlindungi
3) Menggunakan pelindung jika berhubungan dengan orang yang
tidak jelas status Human Immunodefieciency Virus (HIV) nya
4) Tidak bertukar jarum suntuik, jarum tato, dan sebaginya
5) Mencegah infeksi kejanin/bayi baru lahir
 Program Pemberantasan Penyakit Menular

Program pemberantasan penyakit menular bertujuan untuk menurunkan angka


kesakitan, kematian, dan kecacatan akibat penyakit menular dan tidak menular.
Penyakit menular yang diprioritaskan dalam program ini adalah: malaria, demam
berdarah dengue, tuberkulosis paru, HIV/ AIDS, diare, polio, filaria, kusta,
pneumonia, dan penyakit-penyakit yang dapat dicegah dengan imunisasi, termasuk
penyakit karantina dan risiko masalah kesehatan masyarakat yang memperoleh
perhatian dunia internasional (public health risk of international concern).
Adapun Kebijakan Pelaksanaannya yaitu:
a. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk mendorong
peran, membangun komitmen, dan menjadi bagian integral pembangunan
kesehatan dalam mewujudkan manusia Indonesia yang sehat dan
produktif terutama bagi masyarakat rentan dan miskin hingga ke desa.
b. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diselenggarakan melalui
penatalaksanaan kasus secara cepat dan tepat, imunisasi, peningkatan
perilaku hidup bersih dan sehat, serta pengendalian faktor risiko baik di
perkotaan dan di perdesaan.
c. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk
mengembangkan dan memperkuat jejaring surveilans epidemiologi
dengan fokus pemantauan wilayah setempat dan kewaspadaan dini, guna
mengantisipasi ancaman penyebaran penyakit antar daerah maupun antar
negara yang melibatkan masyarakat hingga ke desa.
d. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk
mengembangkan sentra rujukan penyakit, sentra pelatihan
penanggulangan penyakit, sentra regional untuk kesiapsiagaan
penanggulangan KLB/ wabah.
e. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk memantapkan
jejaring lintas program, lintas sektor, serta kemitraan dengan masyarakat
termasuk swasta untuk percepatan program pencegahan dan
pemberantasan penyakit menular melalui pertukaran informasi, pelatihan,
pemanfaatan teknologi tepat guna, dan pemanfaatan sumberdaya lainnya.
f. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk dilakukan
melalui penyusunan, review, sosialisasi, dan advokasi produk hukum
penyelenggaraan program pencegahan dan pemberantasan penyakit di
tingkat pusat hingga desa.
g. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk meningkatkan
profesionalisme sumberdaya manusia di bidang pencegahan dan
pemberantasan penyakit sehingga mampu menggerakkan dan
meningkatkan partisipasi masyarakat secara berjenjang hingga ke desa.
h. Pencegahan dan pemberantasan penyakit diarahkan untuk meningkatkan
cakupan, jangkauan, dan pemerataan pelayanan penatalaksanaan kasus
penyakit secara berkualitas hingga ke desa.

Adapun langkah-langkah pemberantasan penyakit menular yaitu :


a. Mengumpulkan dan menganalisa data tentang penyakit.
b. Melaporkan penyakit menular.
c. Menyelidiki di lapangan untuk mengetahui benar atau tidaknya laporan yang
masuk untuk menemukan kasus-kasus lagi dan untuk mengetahui sumber
penularan.
d. Menyembuhkan penderita hingga ia tidak lagi menjadi sumber infeksi.
e. Pemberantasan vektor (pembawa penyakit)
f. Pendidikan kesehatan.
Cara-cara pencegahan penyakit menular secara umum, yaitu :
a) Mempertinggi nilai kesehatan.
Ditempuh dengan cara usaha kesehatan (hygiene) perorangan dan
usaha kesehatan lingkungan (sanitasi).
b) Memberi vaksinasi/imunisasi
Merupakan usaha untuk pengebalan tubuh. Ada dua macam, yaitu :
Pengebalan aktif, yaitu dengan cara memasukkan vaksin ( bibit penyakit
yang telah dilemahkan), sehingga tubuh akan dipaksa membuat antibodi.
Contohnya pemberian vaksin BCG, DPT, campak, dan hepatitis.
Pengebalan pasif, yaitu memasukkan serum yang mengandung antibodi.
Contohnya pemberian ATS (Anti Tetanus Serum).
c) Pemeriksaan kesehatan berkala
Merupakan upaya mencegah munculnya atau menyebarnya suatu
penyakit, sehingga munculnya wabah dapat dideteksi sedini mungkin. Dengan
cara ini juga, masyarakat bisa mendapatkan pengarahan rutin tentang
perawatan kesehatan, penanganan suatu penyakit, usaha mempertinggi nilai
kesehatan, dan mendapat vaksinasi.
C. ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) adalah infeksi saluranpernafasan akut
yang menyerang tenggorokan, hidung dan paru-paru yang berlangsung kurang
lebih 14 hari, ISPA mengenai struktur saluran di ataslaring, tetapi kebanyakan
penyakit ini mengenai bagian saluran atas dan bawah secara stimulan atau
berurutan (Muttaqin, 2008)
 Cara pencegahan berdasarkan level of prevention:
1. Pencegahan Tingkat Pertama (Primary Prevention)
Ditujukan pada orang sehat dengan usaha peningkatan derajat kesehatan
(health promotion) dan pencegahan khusus (spesific protection) terhadap penyakit
tertentu. Termasuk disini adalah :
a. Penyuluhan, dilakukan oleh tenaga kesehatan dimana kegiatan ini
diharapkan dapat mengubah sikap dan perilaku masyarakat terhadap hal-hal
yang dapat meningkatkan faktor resiko penyakit ISPA. Kegiatan
penyuluhan ini dapat berupa penyuluhan penyakit ISPA, penyuluhan ASI
Eksklusif, penyuluhan imunisasi, penyuluhan gizi seimbang pada ibu dan
anak, penyuluhan kesehatan lingkungan, penyuluhan bahaya rokok.
b. Imunisasi, yang merupakan strategi spesifik untuk dapat mengurangi angka
kesakitan ISPA.
c. Usaha di bidang gizi yaitu untuk mengurangi mal nutrisi.
d. Program KIA yang menangani kesehatan ibu dan bayi berat badan lahir
rendah.
e. Program Penyehatan Lingkungan Pemukiman (PLP) yang menangani
masalah polusi di dalam maupun di luar rumah.
2. Pencegahan Tingkat Kedua (Secondary Prevention)
Dalam penanggulangan ISPA dilakukan dengan upaya pengobatan dan
diagnosis sedini mungkin. Dalam pelaksanaan program P2 ISPA, seorang balita
keadaan penyakitnya termasuk dalam klasifikasi bukan pneumonia apabila ditandai
dengan batuk, serak, pilek, panas atau demam (suhu tubuh lebih dari 370C), maka
dianjurkan untuk segera diberi pengobatan.
Upaya pengobatan yang dilakukan terhadap klasifikasi ISPaA atau bukan
pneumonia adalah tanpa pemberian obat antibiotik dan diberikan perawatan di
rumah. Adapun beberapa hal yang perlu dilakukan ibu untuk mengatasi anaknya
yang menderita ISPA adalah :
 Mengatasi panas (demam).
 Untuk balita, demam diatasi dengan memberikan parasetamol atau dengan
kompres dengan menggunakan kain bersih, celupkan pada air (tidak perlu
air es).
 Pemberian makanan dan minuman
 Memberikan makanan yang cukup tinggi gizi sedikit-sedikit tetapi sering,
memberi ASI lebih sering. Usahakan memberikan cairan (air putih, air
buah) lebih banyak dari biasanya.

3. Pencegahan Tingkat Ketiga (Tertiary Prevention)


Tingkat pencegahan ini ditujukan kepada balita yang bukan pneumonia agar
tidak menjadi lebih parah (pneumonia) dan mengakibatkan kecacatan (pneumonia
berat) dan berakhir dengan kematian.
Upaya yang dapat dilakukan pada pencegahan Penyakit bukan pneumonia pada
bayi dan balita yaitu perhatikan apabila timbul gejala pneumonia seperti nafas
menjadi sesak, anak tidak mampu minum dan sakit menjadi bertambah parah, agar
tidak bertambah parah bawalah anak kembali pada petugas kesehatan dan
pemberian perawatan yang spesifik di rumah dengan memperhatikan asupan gizi
dan lebih sering memberikan ASI.
 Cara Pencegahan Menurut Depkes RI, (2002) pencegahan ISPA antara
lain:
1. Menjaga kesehatan gizi agar tetap baik
Dengan menjaga kesehatan gizi yang baik maka itu akan mencegah kita atau
terhindar dari penyakit yang terutama antara lain penyakit ISPA. Misalnya dengan
mengkonsumsi makanan empat sehat lima sempurna, banyak minum air putih, olah
raga dengan teratur, serta istirahat yang cukup, kesemuanya itu akan menjaga
badan kita tetap sehat. Karena dengan tubuh yang sehat maka kekebalan tubuh kita
akan semakin meningkat, sehingga dapat mencegah virus / bakteri penyakit yang
akan masuk ke tubuh kita.
2. Imunisasi
Pemberian immunisasi sangat diperlukan baik pada anak-anak maupun orang
dewasa. Immunisasi dilakukan untuk menjaga kekebalan tubuh kita supaya tidak
mudah terserang berbagai macam penyakit yang disebabkan oleh virus / bakteri.
3. Menjaga kebersihan perorangan dan lingkungan
Membuat ventilasi udara serta pencahayaan udara yang baik akan mengurangi
polusi asap dapur / asap rokok yang ada di dalam rumah, sehingga dapat mencegah
seseorang menghirup asap tersebut yang bisa menyebabkan terkena penyakit ISPA.
Ventilasi yang baik dapat memelihara kondisi sirkulasi udara (atmosfer) agar tetap
segar dan sehat bagi manusia.
4. Mencegah anak berhubungan dengan penderita ISPA
Infeksi saluran pernafasan akut (ISPA) ini disebabkan oleh virus/ bakteri yang
ditularkan oleh seseorang yang telah terjangkit penyakit ini melalui udara yang
tercemar dan masuk ke dalam tubuh. Bibit penyakit ini biasanya berupa virus /
bakteri di udara yang umumnya berbentuk aerosol (anatu suspensi yang melayang
di udara). Adapun bentuk aerosol yakni Droplet, Nuclei (sisa dari sekresi saluran
pernafasan yang dikeluarkan dari tubuh secara droplet dan melayang di udara),
yang kedua duet (campuran antara bibit penyakit).
2. Kesehatan Lingkungan Pemukiman

Program Lingkungan Sehat bertujuan untuk mewujudkan mutu lingkungan


hidup yang lebih sehat melalui pengembangan system kesehatan kewilayahan
untuk menggerakkan pembangunan lintas sektor berwawasan kesehatan. Adapun
kegiatan pokok untuk mencapai tujuan tersebut meliputi:
1. Penyediaan Sarana Air Bersih dan Sanitasi Dasar
2. Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan
3. Pengendalian dampak risiko pencemaran lingkungan
Pencapaian tujuan penyehatan lingkungan merupakan akumulasi berbagai
pelaksanaan kegiatan dari berbagai lintas sektor, peran swasta dan masyarakat
dimana pengelolaan kesehatan lingkungan merupakan penanganan yang paling
kompleks, kegiatan tersebut sangat berkaitan antara satu dengan yang lainnya yaitu
dari hulu berbagai lintas sector ikut serta berperan baik kebijakan dan
pembangunan fisik serta Departemen Kesehatan sendiri terfokus kepada hilirnya
yaitu pengelolaan dampak kesehatan.
Sebagai gambaran pencapaian tujuan program lingkungan sehat disajikan
dalam per kegiatan pokok melalui indikator yang telah disepakati serta beberapa
kegiatan yang dilaksanakan sebagai berikut:
1. Penyediaan Air Bersih dan Sanitasi
Adanya perubahan paradigma dalam pembangunan sektor air minum
dan penyehatan lingkungan dalam penggunaan prasarana dan sarana yang
dibangun, melalui kebijakan Air Minum dan Penyehatan Lingkungan yang
ditandatangani oleh Bappenas, Departemen Kesehatan, Departemen Dalam
Negeri serta Departemen Pekerjaan Umum sangat cukup signifikan terhadap
penyelenggaraan kegiatan penyediaan air bersih dan sanitasi khususnya di
daerah. Strategi pelaksanaan yang diantaranya meliputi penerapan pendekatan
tanggap kebutuhan, peningkatan sumber daya manusia, kampanye kesadaran
masyarakat, upaya peningkatan penyehatan lingkungan, pengembangan
kelembagaan dan penguatan sistem monitoring serta evaluasi pada semua
tingkatan proses pelaksanaan menjadi acuan pola pendekatan kegiatan
penyediaan Air Bersih dan Sanitasi.

2. Pemeliharaan dan Pengawasan Kualitas Lingkungan


a. Pengawasan Institusi Pendidikan
Kondisi kesehatan lingkungan pada sekolah dititik beratkan pada aspek
hygiene, sarana sanitasi di sekolah yang erat kaitannya dengan kondisi fisik
bangunan sekolah. Kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kesehatan
lingkungan di sekolah adalah :
i. Pengendalian faktor risiko lingkungan di sekolah
ii. Pembinaan kesehatan lingkungan di sekolah dan Pondok Pesantren
iii. Sosialisasi dan advokasi Kepmenkes 1429/2006 tentang pedoman
Penyelenggaraan Kesehatan Lingkungan di Sekolah
iv. Penilaian lomba sekolah sehat
b. Rumah Sehat
Pada tahun 2006, cakupan rumah sehat mencapai 69%. Kegiatan yang
dilakukan: menyusun persyaratan kualitas udara di dalam rumah serta
menyusun petunjuk pelaksanaan monitoring kualitas udara di dalam rumah.
Untuk menciptakan rumah sehat maka diperlukan perhatian terhadap beberapa
aspek yang sangat berpengaruh, antara lain: 
- Sirkulasi udara yang baik.
- Penerangan yang cukup.
- Air bersih terpenuhi.
- Pembuangan air limbah diatur dengan baik agar tidak menimbulkan
pencemaran.
- Bagian-bagian ruang seperti lantai dan dinding tidak lembab serta tidak
terpengaruh pencemaran seperti bau, rembesan air kotor maupun udara
kotor.
c. Pengawasan Tempat-tempat Umum
Pengawasan tempat-tempat umum perlu dilakukan karena tempat
berkumpulnya manusia, yang bisa menjadi sumber penularan berbagai
penyakit. Aspek yang dinilai antara lain :
i. Kondisi bangunan meliputi langit-langit, dinding, lantai, ventilasi,
pencahayaan, dll
ii. Sarana sanitasi meliputi sarana air bersih, sarana pembuangan kotoran,
sarana pembuagan air limbah, dan sarana pembuangan sampah

Anda mungkin juga menyukai