Modul Konsep Pembangunan Di Indonesia
Modul Konsep Pembangunan Di Indonesia
Kesehatan merupakan salah satu aspek yang diatur dan diurus oleh
pemerintah daerah, yang pada awalnya bersifat top-down (dari pemerintah pusat ke
pemerintah daerah) sekarang menjadi bottom-up (dari pemerintah daerah ke
pemerintah pusat).
Apalagi ketika otonomi daerah dikaitkan dengan sistem politik yang ada di
Indonesia, para bupati/walikota biasanya hanya membuat program jangka pendek,
sekitar program 5 (lima) tahunan, karena masa jabatannya lima tahun, sehingga
adakalanya program-program kesehatan hanya bersifat formalitas dan tidak
menyentuh kepada masyarakat. Padahal jika kita telaah lebih jauh, penyelesaian
masalah kesehatan memerlukan waktu yang panjang, yaitu sekitar 10 tahun.
Walaupun ada program kesehatan jangka panjang yang direncanakan, namun
seperti kita lihat pada kenyataannya, ketika pergantian pemimpin daerah, maka
program pun berganti, dan jika tidak berganti, pasti hanya namanya saja bukan
melanjutkan program yang sudah berjalan.
Menurut hemat saya, secara umum otonomi daerah dalam bidang kesehatan
di Indonesia kurang begitu berhasil, hal ini dikarenakan karena masih kurang
memihaknya kebijakan untuk membangun kesehatan secara tuntas dan holistik,
walaupun sudah ada daerah yang mampu dan berhasil mengembangkan konsep dan
kebijakan yang mengarah kearah pembangunan kesehatan.
A. TB (TUBERCULOSIS)
Tuberkulosis (TB) yang juga dikenal dengan singkatan TBC, adalah penyakit
menular paru-paru yang disebabkan oleh basil Mycobacterium tuberculosis.
Kompleks ini termasuk M. tuberculosis dan M. africanum terutama berasal dari
manusia dan M. bovis yang berasal dari sapi. Mycobacteria lain biasanya
menimbulkan gejala klinis yang sulit dibedakan dengan tuberkulosis. Etiologi
penyakit dapat di identifikasi dengan kultur.
Penularan terjadi melalui udara yang mengandung basil TB dalam percikan
ludah yang dikeluarkan oleh penderita TB paru atau TB laring pada waktu mereka
batuk, bersin atau pada waktu bernyanyi. Kontak jangka panjang dengan penderita
TB menyebabkan risiko tertulari, infeksi melalui selaput lendir atau kulit yang
lecet bisa terjadi namun sangat jarang. TB bovinum penularannya dapat tejadi jika
orang terpajan dengan sapi yang menderita TB, bisanya karena minum susu yang
tidak dipasteurisasi atau karena mengkonsumsi produk susu yang tidak diolah
dengan sempurna. Penularan lewat udara juga terjadi kepada petani dan
perternakan
Cara-cara Pemberantasan
a. Pencegahan
a) Oleh penderita dapat dilakukan dengan menutup mulut sewaktu batuk, dan
membuang dahak tidak di sembatang tempat (di dalam larutan disinfektan).
c) Disinfeksi, cuci tangan, dan tata rumah tangga dan kebersihan yang ketat,
perlu perhatian khusus terhadap muntahan dan ludah, memperbaiki ventilasi,
sirkulasi udara, dan penyinaran matahari di rumah.
b. Pengobatan
Pengobatan tuberkulosis terbagi menjadi 2 fase yaitu intensif (2-3 bulan)
dan fase lanjutan (4-7 bulan). Paduan obat yang digunakan terdiri dari obat utama
dan obat tambahan. Jenis obat utama yang digunakan sesuai dengan rekomendasi
WHO adalah Rifampisin, INH, Pirasinamid, Streptomisin dan Etambutol. Sedang
jenis obat tambahan adalah Kanamisin, Kuinolon, Makrolide dan Amoksisilin +
Asam Klavulanat, derivat Rifampisin/INH. Cara kerja, potensi dan dosis OAT
utama dapat dilihat pada tabel berikut:
Untuk keperluan pengobatan perlu dibuat batasan kasus terlebih dahulu
berdasarkan lokasi tuberkulosa, berat ringannya penyakit, hasil pemeriksaan
bakteriologik, hapusan dahak dan riwayat pengobatan sebelumnya. Di samping itu
perlu pemahaman tentang strategi penanggulangan TB yang dikenal sebagai
Directly Observed Treatment Short Course (DOTS) yang direkomendasikan oleh
WHO yang terdiri dari lima komponen yaitu:
a. Adanya komitmen politis berupa dukungan pengambil keputusan
dalam penanggulangan TB.