Gagal Jantung Kongestif Congestive Heart
Gagal Jantung Kongestif Congestive Heart
PENDAHULUAN
Jantung dapat diibaratkan suatu pompa berganda, yang terdiri dari bagian kiri dan
kanan. Bagian kanan dari jantung berfungsi untuk memompa darah dari tubuh ke paru - paru,
sedangkan bagian kiri berfungsi untuk memompa darah dari paru – paru ke tubuh. Setiap
bagian terdiri dari dua kompartemen, di bagian atas merupakan serambi (atrium) dan
dibagian bawah merupakan bilik (ventriculus). Antara serambi dan bilik terdapat katup,
begitu pula antara bilik dan pembuluh besar. Fungsi keempat katup tersebut adalah untuk
menjamin darah mengalir hanya satu jurusan.
Siklus jantung merupakan kejadian yang terjadi dalam jantung selama peredaran
darah. Gerakan jantung terdiri dari 2 jenis yaitu kontraksi (sistolik) dan relaksasi (diastolik).
Sistolik merupakan sepertiga dari siklus jantung. Kontraksi kedua atrium pendek,sedangkan
kontraksi ventrikel lebih lama dan lebih kuat. Umumnya pada tiap sistolik ventrikel tidak
terjadi pengosongan total ventrikel, hanya sebagian dari isi ventrikel yang dikeluarkan. Pada
keadaan normal jumlah darah yang dipompakan oleh ventrikel kanan dan ventrikel kiri sama
sehingga tidak terjadi penimbunan. Apabila pengembalian dari vena tidak seimbang dan
ventrikel gagal mengimbanginya dengan daya pompa jantung maka vena-vena dekat jantung
jadi membengkak berisi darah sehingga tekanan dalam vena naik dalam jangka waktu lama,
bisa menjadi edema.
Bila curah jantung karena suatu keadaan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme kompensasi. Mekanisme
kompensasi ini terdiri dari beberapa macam dan bekerja secara bersamaan serta saling
memengaruhi, sehingga secara klinis tidak dapat dipisah-pisahkan secara jelas. Dengan
demikian diupayakan memelihara tekanan darah yang masih memdai untuk perfusi alat-alat
vital. Mekanisme ini mencakup: 1) mekanisme Frank Starling, 2) pertumbuhan hipertrofi
ventrikel dan 3) aktivasi neurohormonal. Bila mekanisme ini secara maksimal digunakan dan
curah jantung tetap tidak cukup maka barulah timbul gejala gagal jantung.
Gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failures) adalah sindrom klinis akibat
penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernafas serta retensi natrium dan air yang
abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini dapat terjadi dalam paru atau
sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah gagal jantungnya pada sisi kanan
1
atau menyeluruh. Di RS Harapan Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan
dan sekitar 65% adalah pasien gagal jantung Meskipun terapi gagal jantung mengalami
perkembangan yang pesat, angka kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari
pasien penyakit gagal jantung lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang
ringan.
Gagal jantung merupakan kelainan multi sistem dimana terjadi gangguan pada jantung,
otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem syaraf simpati serta perubahan neurohormonal
yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri yang
menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Sedangkan pada disfungsi diastolik
merupakan akibat gangguan miokard dengan kekakuan dinding ventrikel dan berkurangnya
compliance ventrikel kirimenyebabkan gangguan pada pengisian ventrikel kiri dan
kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab seperti infiltrasi pada penyakit amiloid.
2
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
a. Definisi 1,2
Gagal jantung kongestif (Congestive Heart Failures) adalah sindrom klinis akibat
penyakit jantung, ditandai dengan kesulitan bernafas serta retensi natrium dan air yang
abnormal, yang sering menyebabkan edema. Kongesti ini dapat terjadi dalam paru atau
sirkulasi perifer atau keduanya, bergantung pada apakah gagal jantungnya pada sisi kanan
atau menyeluruh.
Jantung dapat diibaratkan suatu pompa berganda, yang terdiri dari bagian kiri dan
kanan. Bagian kanan dari jantung berfungsi untuk memompa darah dari tubuh ke paru - paru,
sedangkan bagian kiri berfungsi untuk memompa darah dari paru – paru ke tubuh. Setiap
bagian terdiri dari dua kompartemen, di bagian atas merupakan serambi (atrium) dan
dibagian bawah merupakan bilik (ventriculus). Antara serambi dan bilik terdapat katup,
begitu pula antara bilik dan pembuluh besar. Fungsi keempat katup tersebut adalah untuk
menjamin darah mengalir hanya satu jurusan.
3
diastolik secara abnormal. Gagal jantung kongestif biasanya disertai dengan kegagalan pada
jantung kiri dan jantung kanan.
b. Epidemiologi 2,3
Gagal jantung merupakan tahap akhir dari seluruh penyakit jantung dan merupakan
penyebab peningkatan morbiditas dan mortalitas pasien jantung. Di Eropa kejadian gagal
jantung berkisar 0,4%-2% dan peningkatan pada usia yang lebih lanjut, dengan rata-rata umur
74 tahun. Prevalensi gagal jantung di Amerika Serikat mencapai 4,8 juta orang dengan 500
ribu kasus baru per tahunnya.
Di indonesia belum ada angka pasti tentang prevalensi penyakit jantung. Di RS Harapan
Kita, setiap hari ada sekitar 400-500 pasien berobat jalan dan sekitar 65% adalah pasien gagal
jantung Meskipun terapi gagal jantung mengalami perkembangan yang pesat, angka
kematian dalam 5-10 tahun tetap tinggi, sekitar 30-40% dari pasien penyakit gagal jantung
lanjut dan 5-10% dari pasien dengan gejala gagal jantung yang ringan.
Prevalensi gagal jantung di negara berkembang cukup tinggi dan makin menigkat. Oleh
karena itu gagal jantung merupakan masalah kesehatan yang utama. Setengah dari pasien
yang terdiagnosis gagal jantungmasih punya harapan hidup 5 tahun. Penelitian Framingham
menunjukkan mortaltas 5 tahun sebesar 62% pada pria dan 42% wanita.
c. Etiologi 2,3`
4
- infeksi paru-paru
- emboli paru.
Penyebab tersering gagal jantung kiri adalah
- hipertensi sistemik,
- penyakit katup mitral atau aorta,
- penyakit jantung iskemik
- penyakit miokardium primer.
Penyebab tersering gagal jantung kanan adalah
- gagal ventrikel kiri, yang menyebabkan kongesti paru dan
- peningkatan tekanan arteria pulmonalis.
Gagal jantung kanan juga dapat terjadi tanpa disertai gagal jantung kiri
- pada pasien dengan penyakit parenkim paru dan
- pembuluh paru (kor polmunale)
- pada pasien dengan penyakit katup arteri pulmonalis atau trikuspid.
Penyebab gagal jantung kongestif dapat dibedakan menjadi 2 yaitu :
1. Intrinsik :
- Kardiomiopati
- infark miokard
- Miokarditis
- Penyakit jantung iskemik
- Defek jantung bawaan
- Perikarditis / tamponade jantung
2. Sekunder :
- Emboli paru
- Anemia
- Tirotoksikosis
- Hipertensi sistemik
- Kelebihan volume darah
- Asidosis metabolik
- Keracunan obat
- Aritmia jantung
5
ventrikel melebihi panjang optimumnya. Penyebab tersering adalah cedera pada jantung itu
sendiri yang memulai siklus kegagalan dengan mengurangi kekuatan kontraksi jantung.
Akibat buruk dari menurunnya kontraktilitas, mulai terjadi akumulasi volume darah di
ventrikel.
6
Mengakibatkan disfungsi miokardium karena terganggunya aliran darah ke
otot jantung. Terjadi hipoksia dan asidosis (akibat penumpukan asam laktat). Infark
miokardium (kematian sel jantung) biasanya mendahului terjadinya gagal jantung.
h. Hipertensi Sistemik / Pulmonal
Meningkatkan beban kerja jantung dan pada gilirannya mengakibatkan
hipertropi serabut otot jantung.
i. Peradangan dan Penyakit Miokardium
Berhubungan dengan gagal jantung karena kondisi ini secara langsung
merusak serabut jantung, menyebabkan kontraktilitas menurun.
j. Penyakit jantung
Penyakit jantung lain seperti stenosis katup semilunar, temponade
perikardium, perikarditis konstruktif, stenosis katup AV.
k. Faktor sistemik
Faktor sistemik seperti hipoksia dan anemia yang memerlukan peningkatan
curah jantung untuk memenuhi kebutuhan oksigen sistemik. Hipoksia atau anemia
juga dapat menurunkan suplai oksigen ke jantung. Asidosis dan abnormalitas
elektrolit juga dapat menurunkan kontraktilitas jantung. Semua situasi diatas dapat
menyebabkan gagal jantung kiri atau kanan.
Gagal jantung merupakan kelainan multi sistem dimana terjadi gangguan pada
jantung, otot skelet dan fungsi ginjal, stimulasi sistem syaraf simpati serta perubahan
neurohormonal yang kompleks. Pada disfungsi sistolik terjadi gangguan pada ventrikel kiri
yang menyebabkan terjadinya penurunan cardiac output. Hal ini menyebabkan aktivasi
mekanisme kompensasi neurohormonal, sistem Renin-Angiotensin-Aldosteron (sistem RAA)
serta kadar vasopresin dan natriuretik peptida yang bertujuan untuk memperbaiki lingkungan
jantung sehingga aktivitas jantung dapat terjaga.
Aktivasi sistem simpatis melalui tekanan pada baroreseptor menjaga cardiac output
dengan meningkatkan denyut jantung, meningkatkan kontraktilitas serta vasokonstriksi
7
perifer (peningkatan katekolamin). Apabila hal ini timbul berkelanjutan dapat menyebabkan
gangguan pada fungsi jantung. Aktivasi simpatis yang berlebihan menyebabkan terjadinya
apoptosis miosit, hipertrofi dan nekrosis miokard fokal.
Terdapat tiga bentuk natriuretic peptide yang berstruktur berupa hampir sama yang
memilik efek yang luas terhadao jantung, ginjal dan susunan syarah pusat. Atrial Natriuretic
Peptide (ANP) dihasilkan di atrium sebagai respon terhadap peregangan menyebabkan
natriuresis dan vasodilatasai. Pada manusia, Brain Ntariuretic Peptide (BNP) juga dihasilkan
din jantung, khususnya pada ventrikel, kerjanya mirip ANP. C-type natriureticpeptide
terbatas pada endotel pembuluh darah dan susunan syaraf pusat, efek terhadap natriuresis dan
vasodilatasi minimal. Atrial dan Brain Natriuretic Peptide (BNP) meningkat sebagai respon
terhadap ekspansi volume dan kelebihan tekanan dan bekerja antagonis terhadap Angiotensin
II pada tonus vaskuler, sekresi aldosteron dan reabsorbsi natium di tubulus renal. Karena
peningkatan Natriuretic Peptide pada gagal jantung, maka banyak penelitian yang
menunjukkan perannya sebagai marker diagnostik dan prognosis, bahkan telah digunakan
sebagai terapi pada penderita gagal jantung.
8
Disfingsi diastolik merupakan akibat gangguan miokard, dengan kekakuan dinding
ventrikel dan berkurangnya compliance ventrikel kiri menyebabkan gangguan pada pengisian
ventrikel saat diastolik. Penyebab tersering adalah penyakit jantung koroner, hipertensi
dengan hipertrofi ventrikel kiri dan kardiomiopati hipertrofik, selain penyebab seperti
infiltrasi pada penyakit jantung amiloid. Walaupun masih kontroversial, dikatakan 30-40%
penderita gagal jantung sering ditemukan disfungsi sistolik dan diastolik yang timbul
bersamaan meski masing-masing juga dapat timbul sendiri.
Gagal jantung dapat diklasifikasikan menurut beberapa faktor. The New York Heart
Association (NYHA) membagi gagal jantung menjadi 4 kelas, berdasarkan hubungannya
dengan gejala dan jumlah atau usaha yang dibutuhkan utnutk menimbulkan gejala, sebagai
berikut:
9
1. Kelas I : penderita dengan gagal jantung tanpa adanya pembatasan aktivitas fisik,
dimana aktifitas biasa tidak menimbulkan rasa lelah dan sesak nafas.
2. Kelas II : penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan
aktivitas fisik yang ringan, merasa lega jika beristirahat.
3. Kelas III : penderita dengan gagal jantung yang memperlihatkan adanya pembatasan
aktivitas fisik yang lebih ringan, dari kegiatan biasa sudah memberi gejala lelah, sesak
nafas.
4. Kelas IV : penderita dengan gagal jantung yang tidak sanggup melakukan kegiatan
apapun tanpa keluhan, gejala sesak nafas tetap ada walaupun saat beristirahat.5
1. Stage A pasien berisiko tinggi untuk gagal jantung tetapi tidak memiliki penyakit
janutng struktural atau gejala-gejala darigagal jantung.
2. Stage B pasien memiliki penyakit janutng struktural tetappi tidak memiliki gejala-
gejala dari gagal janutng.
3. Stage C pasien memiliki penyakit jantng struktural dan memiliki gejala-gejala dari
gagal jantung.
4. Stage D. Pasien memiliki gagal jantung berat yang menuntut intervensi khusus.6
10
Gambar 3. Patofisiologi dan simptomatologi CHF.2
Bila curah jantung karena suatu keadaan tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan
metabolisme tubuh, maka jantung akan memakai mekanisme kompensasi. Mekanisme
kompensasi ini sebenarnya sudah selalu dipakai untuk mengatasi baban kerja ataupun pada
saat menderita sakit. Bila mekanisme ini secara maksimal digunakan dan curah jantung tetap
tidak cukup maka barulah timbul gejala gagal jantung.
Mekanisme kompensasi ini terdiri dari beberapa macam dan bekerja secara bersamaan
serta saling memengaruhi, sehingga secara klinis tidak dapat dipisah-pisahkan secara jelas.
Dengan demikian diupayakan memlihara tekanan darah yang masih memdai untuk perfusi
alat-alat vital. Mekanisme ini mencakup: 1) mekanisme Frank Starling, 2) pertumbuhan
hipertrofi ventrikel dan 3) aktivasi neurohormonal.
11
1) Mekanisme Frank-Starling
Mekanisme Renin-Angiotensin-Aldosteron
Salah satu efek yang paling penting dalam menurunkan cardiac output dalam gagal
jantung adalah reduksi aliran darah pada ginjal dan kecepatan filtrasi glomerulus, yang
12
menyebabkan retensi garam dan air. Penurunan aliran darah ke ginjal, meningkatkan sekresi
renin oleh ginjal yang secara paralel akan meningkatkan pula angiotensin II. Peningkatan
konsentrasi angiotensin II berkontribusi pada keadaan vasokonstriksi dan menstimulasi
produksi aldosteron dari adrenal korteks. Aldosteron akan meningkatkan reabsorpsi natrium
dengan meningkatkan retensi air.
Selain itu angiotensin II dan aldosteron juga terlibat dalam inflamasi proses perbaikan
karena adanya kerusakan jaringan. Keduanya menstimulasi produksi sitokin, adhesi sel
inflamasi (contoh neutrofil dan makrofag) dan kemotaksis; mengaktivasi makrofag pada sisi
kerusakan dan perbaikan; dan menstimulasi pertumbuhan fibroblas dan sintesis jaringan
kolagen.
Ada tiga jenis natriuretic peptide yaitu atrial natriuretic peptide (ANP), brain
natriuretic peptide (BNP), dan C-type natriuretic peptide (CNP). ANP dihasilkan dari sel
atrial sebagai respon meningkatkan ketegangan tekanan atrial, memproduksi natriuresis cepat
dan sementara, diuretik dan kehilangan kalium dalam jumlah sedang dalam urine. BNP
dikeluarkan sebagai respon tekanan pengisian ventrikel sedangkan fungsi CNP masih belum
jelas.
13
Gambar 4. Mekanisme Kompensasi Neurohormonal sebagai Respon terhadap
penurunan Curah Jantung dan Tekanan Darah pada Gagal Jantung.
e. Manifestasi Klinis
Tanda dominan :
Kongesti paru menonjol pada gagal ventrikel kiri karena ventrikel kiri tak
mampu memompa darah yang dating dari paru.
14
Manifestasi klinis yang terjadi yaitu :
Dispnea, Terjadi akibat penimbunan cairan dalam alveoli dan mengganggu
pertukaran gas.
Dapat terjadi ortopnoe. Beberapa pasien dapat mengalami ortopnoe pada
malam hari yang dinamakan Paroksimal Nokturnal Dispnea (PND)
Batuk
Mudah lelah, Terjadi karena curah jantung yang kurang yang menghambat
jaringan dan sirkulasi normal dan oksigen serta menurunnya pembuangan sisa
hasil katabolisme. Juga terjadi karena meningkatnya energi yang digunakaN
untuk bernafas dan insomnia yang terjadi karena distress pernafasan dan
batuk.
Kegelisahan atau kecemasan, Terjadi karena akibat gangguan oksigenasI
jaringan, stress akibat kesakitan bernafas dan pengetahuan bahwa jantung
tidak berfungsi dengan baik.
F. Pemeriksaan fisik
Pasien segera diklasifikasikan apakah disfingsi sistolik atau disfungsi diastolik dan
karakteristik forward or backward, left or right heart failure. Kriteria diagnosis gagal jantung
menurut Frammingham Heart Study :
A. Kriteria Mayor
1. Paroksisimal nokturnal dispeu
15
2. Ronki paru
3. Edema paru akut
4. Kardiomegali
5. Gallop S3
6. Distensi vena leher
7. Refluks hepatojugular
8. Peningkatan tekanan vena jugularis
B. Kriteria Minor
1. Edema ekstrmitas
2. Batuk malam hari
3. He[atomegali
4. Dispneu d’effort
5. Efusi pleura
6. Takikardi (120x/menit)
7. Kapasitas vital paru-paru berkutang 1/3 dari normal
Kriteria mayor dan minor : penurunan berat badan ≥4,5 kg dalam 5 hari pengobatan.
Diagnosis gagal jantung ditegakkan dengan dua kriteria mayor atau satu kriteria mayor dan 2
kriteria minor.
Elektrokardiogram
Dalam kasusu kardiogenik, elektrokardiogram (EKG) dapat menunjukkan
bukti MI (miokardium infark) atau iskemia, namun dalam kasusu noncardogenic,
EKG biasanya normal.
Radiologi
1. Foto torax
16
Fungsi utama pemeriksaan foto toraks adalah mengetahu ukuran dan bentuk siluet
jantung, serta edema di dasar paru-paru.9 Pada gagal jantung hampir selalu ada dilatasi dari
satu atau lebih pada ruang-ruang di jantung, menghasilkan pembesaran pada jantung.
Pemeriksaan radiolig memberikan informasi mengenai ukuran jantung dan bentuknya,
distensi vena pulmonalis, dilatasi aorta dan kadang-kadang efusi pleura, begitu pula keadaan
vaskular dan pulmonar dan dapat mengidentifikasi gejala penyebab nonkardiak pada pasien.
2. Computed Tomography
CT scan jantung biasanya tidak diperlukan dalam diagnosis rutin dan manajemen
9
gagal jantung kongestif. Multichannel CT scan berguna dalam menggambarkan kelainan
bawaan dan katup. Namun, ekokardiografi dan pencitraan resonansi magnetik (MRI) dapat
memberikan informasi yang sama tanpa mengekspos pasien dengan paparan ion radiasi.
3. Echocardiography
Ekokardiografi dia dimensi dianjurkan permulaam dari evaluasi pasien dengan gagal
jantung kongestif atau diduga menderita gagal jantung kongestif. Fungsi ventrikel dapat di
evaluasi, dan kelainan katup primer dan sekundaer dapat dinilai secara akurat. Ekokardiografi
doppler berguna untuk mengetahui adanya kemungkinan kelainan pada fungsi diastolik dan
dalam mengekkan diagnosis HF diatolik. Ekokardiografi dua dimensi dan ekokardiografi
doppler dapat digunakan untuk menentukan kinerja sistolik dan diatolik LV (ventrikel kiri),
cardiac output (fraksi ejeksi), dan tekanan arteri pulmonalis dan pengisian ventrikel.
Eckokardiografi secara klinis juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi penyakit katup
jantung. Tingkat kepercayaan yang tinggi pada ekokardiografi, dengan temuan positif pasu
dan negatif palsu yang rendah.
g. Diagnosis
Diagnosis gagal jantung ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala dan
penilaian klinis, didukaung oleh pemeriksaan penunjang seperti EKG, Foto toraks,
biomarker dan ekokardiografi Doppler.
17
h. Penatalaksanaan 10,11
Penatalaksaan penderita dengan gagal jantung meliputi penatalaksanaan secara
farmakologi dan non farmakologi. Penatalaksanaan gagal jantung baik akut maupun
kronik ditujukan utnuk mengurangi gejala dan memperbaiki prognosis, meskipun
penatalaksanaan secara individual tergantung dari etiologi serta bertanya kondisi.
1. Non Farmakologi
A. Anjuran umum
Edukasi : terangkan hubungan keluhan, gejala dengan pengobatan
Aktivitas sosial dan pekerjaan diusahan agar dapat dilakukan seperti
biasa, sesuaikan dengan kemampuan fisik dengan profesi yang masih
bisa dilakukan
Gagal jantung berat harus menghindari pekerjaan berat dan dalam
waktu yang lama
B. Tindakan umum
1. Diet (obesitas dihinari, diet rendah garam 2 gr pada gagal jantung
ringan dan 1 gr pada gagal jantung berat, jumlah cairan 1 liter pada
gagal jantung berat dan 1,5 liter pada gagal jantung ringan.
2. Hentikan merokok
3. Hentikan alkohol pada penderita dengan kardiomiopati. Batasi
penggunaan 20-30 gr/hari pada pasien lainnya
4. Aktivitas fisik (latihan jasmani : jalan 3-5 kali/minggu selama 20-30
menit atau sepeda statid 5 kali/minggu selama 20 menit (dengan
beban 70-80% denyut jantung maksimal pada gagal jantung ringan
dan sedang)
5. Istirahat baring pada gagal jantung akut, berat dan eksaserbasi akut
2. Farmakologi 12,13
Terapi farmakologi terdiri atas ACE, antagonis Angiotensi II, diuretik,
antagonis aldosteron, Beta blocker, vasodilator lain, digoksin, obat inotropik
lain, anti trombotik lain dan anti aritmia.
19
membantu perbaikan gejala karena mengurnagi metabolisme serta menigkatkan perfusi
ginjal. Pemberian heparin subkutan perlu diberikan pada penderita dengan imobilitas.
Pemberian antikoagulan diberikan pada penderita dengan fibrilasi atrium, gangguan fungsi
sistolik berat dengan dilatasi ventrikel.
Penderita gagal jantung akut datang dengan gambaran klinis dispneu, takikardia serta
cemas, pada kasus yang lebih berat penderita tampak pucat dan hipotensi. Adanya trias
hipotensi (tekanan darah sistolik < 90 mmHg), oliguria serta cardiac output yang rendah
menunjukkan bahwa penderita dalam kondisi syok kardiogenik. Gagal jantung akut yang
berat serta syuk kardiogenik biasanya timbul pada infark miokard luas,aritmia yang menetap
(Fibrilasi Atrium maupun ventrike) atau adanya problem mekaanis sepeti ruptur otot papilari
akut maupun defek semtum ventrikrl pasca infark.
Gagal jantung akut yang berat merupakan kondisi energensi dimana memerlukan
penatalaksanaan yang tepat termasuk mengetahui penyebab, perbaikan hemodinamik,
menghilangkan kongesti paru, dan perbaikan oksigenasi jaringan. Menempatkan penderita
dengan posisi duduk dengan pemberian oksigen konsentrasi tinggi dengan masker sebgai
tindakan pertama yang dapat dilakukan. Monitoring gejala serta produksi kencing yang
akurat dengan kakteterisasi urin serta oksigenasi jaringan dilakukan di ruangan khusus. Base
excess menunjukkan perfusi jaringan, semakin rendah menunjukkan asidosis laktat akibat
metabolisme anaerob dan merupakan prognosa yang buruk. Koreksi hipoperfusi
memperbaiku asidosi, pemberian bikarbonat hanya diberikan pada kasus yang refrakter.
Opioid parenteral seperti morfin atau diamorfin penting dalam tatalaksana gagal
jantung berat karena dapat menurunkan kecemasan, nyeri dansterss, serta menurunkan
kebutuhan oksigen. Opiat juga menurunkan preload dan tekanan pengisisan ventrikel serta
udem paru. Dosis pemberian 2-3 mg intravena dan dapat diulangi sesuai kebutuhan.
20
vasodilatasi arteri termasuk arteri koroner. Sehingga dosis pemberian harus adekuat sehingga
terjadi keseimbangan antara dilatasi vena dan arteri tanpa mengganggu perfusi jaringan.
Kekurangannya adalah toleransi terutama pada pemberian intravena dosis tinggi, sehingga
pemberiannya hanya 16-24 jam.
Sodium nitroprusid dapat digunakan sebagai vasodilator yang diberikan pada gagal
jantung refrakter, diberikan pada pasien gagal jantung yang disertai krisis hipertensi.
Pemberian nitroprusid dihindari pada gagal ginjal berat dan gangguan fungsi hati. Dosis 0,3 –
0,5 µg/kg/menit.
Pemberian intoropik dan inodulator ditujukan pada gagal jantung akut yang disertai
hipotensi dan hipoperfusi perifer. Obat inotropik dan/atau vasodilator digunakan pada gagal
jantung akut dengan tekanan darah 85-100 mmHg. Jika tekanan sistolik <85 mmHg maka
inotropik dan/atau vasopressor merupakan pilihan. Peningkatan tekanan darah yang
berlebihan akan dapat meningkatkan afterload. Tekanan darah dianggap cukup memnuhi
perfusi jaringan bila tekanan arteri rata-rata >65mmHg.
21
Phosfodiesterase inhibitor menghambat oenguraian cyclic AMP menjadi AMP
sehingga terjadi efek vasodilatasi perifer dan inotropik janutng. Yang sering digunakan dalam
klinik adalah milrone dan enoximone. Biasanya digunakan untuk terapi penderita gagal
jantung akut dengan hipotensi yang telah mendpat terapi penykat beta yang memerlukan
inotropik positif. Dosis milrone intravena 25 µg/kg bolus 10-20 menit kemudian infus 0,375-
0,75 µg/kg/menit. Dosis enoximone 0,25 – 0,75 µg/kg bolus kemudaian 1,25 – 7,5
µg/kg/menit.
Pemberian vasopresor ditujukan pada penderita gagal jantung yang akut disertai syok
kardiogenik dengan tekanan darah <70 mmHg. Penderita dengan syok biasanya dengan
tekanan darah <90 mmHg atau terjadi penurunan tekanan darah sistolik 30 mmHg selama 30
menit. Obat yang biasa digunakan adalah epinefrin dan norepinefrin. Epinefrin diberikan
infus kontinyu 0,05 – 0,5 µg/kg/menit. Norepinefrin diberikan dengan dosis 0,2-1
µg/kg/menit.
Penanganan yang lain adalah terapi penyakit penyerta yang menyebabkan terjadinya
gagal jantung akut de novo atau dekompensasi. Yang tersering adalah penyakit jantung
korner dan sindrom koroner akut. Bila penderita dtang dengan hipertensi emergensi
pengobatan bertujuan untuk menurunkan pre load dan After load. Tekanan darah diturunkan
dengan menggunakan obat seperti lood diuretik intravena, nitrat atau nitriprusid intravena
maupun antagonis kalsium intravena (nicardipine). Loop diuretik diberikan pada penderita
dengan tanda kelebuhan cairan. Terapi nitrat unutk menurunkan preload dan after load,
meningkatkan aliran darah koroner. Nicardipine diberikan pada penderita dengan disfungsi
diastolik dengan afterload tinggi. Penderita dengan gagal ginjal, diterapi sesuai penyakit
dasar. Aritmia jantung barus diterapi.
Penanganan invasif yang dapat dikerjakan adalah pompa balon intra aorta,
pemasangan alat pacu jantung, implantable vardioverter defibrilator, ventricular assist device.
Pompa balon intra aorta ditujukan untuk penderita gagal jantung berat atau syok kardiogenik
yang tidak memberikan respon terhada pengobatan, disertai regurgitasi mitral atau ruptur
septum intraventrikel, diindikasikan pada penderita bradikardia yang simptomatik dan blok
atrioventrikular derajat tinggi. Implantablr varioverter device bertujuan untuk mengatasi
fibrilasi ventrikel dan takikardia ventrikel. Vascular assist device merupakan pompa mekanis
yang menggantikan sebagian fungsi ventrikel, indikasi pada penderita dengan syok
kardiogenik yang tidak respon terhadap terapi terutama inotropik.
22
J. Prognosis.2
Prognosisi gagal jantung yang tidak mendapatkan terapi tidak diketahui. Sedangkan
prognosis pada penderita gagal jantung yang mendapat terapi yaitu
23
DAFTAR PUSTAKA
24