Anda di halaman 1dari 17

MAKALAH KONSEP RASA NYAMAN

Dosen Pengampu : Sugiyarto.,S.ST.,M.Kes

Disusun Oleh :

1. Alifah Tema Aisyah (P27220019002)


2. Anindita Fitria Dewi (P27220019004)
3. Arsita Shahra Tariffa (P27220019011)
4. Cindi Martyas Septianingrum (P27220019016)
5. Dewi Wulandari (P27220019017)
6. Esta Alesiana (P27220019020)
7. Fitri Eka Rahmawati (P27220019024)
8. Indri Lestari (P27220019028)
9. Novita Restu Nur Aisyah (P27220019038)
10. Oryza Nur Febriana (P27220019039)
11. Puput Puspa Indah Saputri (P27220019041)
12. Rizky Putri Novita Sari (P27220019044)

PROGRAM STUDI D-III KEPERAWATAN

POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES SURAKARTA

2020
KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb

Puji syukur kita panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena rahmat, inayah, dan
berkahnya, kami dapat menyelesaikan makalah “Konsep Rasa Nyaman“. Sehingga kami
mengucapkan terima kasih kepada :

1. Sugiyarto.,S.ST.,M.Kes selaku Dosen pembimbing mata kuliah Keperawatan Dasar.


2. Teman – teman kelas 1A-DIII yang telah memberi motivasi dan dukungan.

Semoga makalah ini bisa bermanfaat untuk yang lain, dan apabila ada kesalahan
dalam pembuatan makalah ini mohon maaf sebesar-besarnya. Dan kami membutuhkan
saran untuk kebaikan makalah ini.

Wassalamualaikum Wr.Wb

DAFTAR ISI
Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I Pendahuluan

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
D. Manfaat

BAB II Pembahasan

A. Pengertian Nyeri
B. Fisiologi Nyeri
C. Klasifikasi Nyeri
D. Stimulus Nyeri
E. Teori Nyeri

BAB III Penutup

A. Kesimpulan
B. Saran

BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Setiap individu pasti pernah mengalami nyeri dalam tingkatan tertentu. Nyeri
merupakan alasan yang paling umum orang mencari perawatan kesehatan. Walaupun
merupakan salah satu dari gejala yang paling sering terjadi di bidang medis, nyeri
merupakan salah satu yang paling sedikit dipahami. Individu yang merasakan nyeri
merasa menderita dan mencari upaya untuk menghilangkannya.
Perawat meggunakan berbagai intervensi untuk dapat menghilangkan nyeri
tersebut dan mengembalikan kenyamanan klien. Perawat tidak dapat melihat dan
merasakan nyeri yang dialami oleh klien karena nyeri bersifat subjektif. Tidak ada
dua individu yang mengalami nyeri yang sama dan tidak ada kejadian nyeri yang
sama menghasilkan respon yang identik pada seseorang. 
Nyeri terkait erat dengan kenyamanan karena nyeri merupakan faktor utama
yang menyebabkan ketidaknyamanan pada seorang individu. Pada sebagian besar
klien, sensasi nyeri ditimbulkan oleh suatu cidera atau rangsangan yang cukup kuat
untuk berpotensi mencederai. Bagi dokter nyeri merupakan masalah yang
membingungkan. Tidak ada pemeriksaan untuk mengukur atau memastikan
nyeri. Dokter hampir semata-mata mengandalkan penjelasan dari pasien tentang nyeri
dan keparahannya. Nyeri alasan yang paling sering diberikan oleh klien ditanya
kenapa berobat.
Dampak nyeri pada perasaan sejahtera klien sudah sedemikian luas diterima
sehingga banyak institusi sekarang menyebut nyeri “tanda vital kelima”, dan
mengelompokkannya dengan tanda-tanda klasik suhu, nadi, pernapasan, dan tekanan
darah.
Perawat menghabiskan lebih banyak waktunya bersama pasien yang
mengalami nyeri dibanding tenaga professional perawatan kesehatan lainnya dan
perawat mempunyai kesempatan untuk membantu menghilangkan nyeri dan efeknya
yang membahayakan. Peran pemberi perawatan primer adalah untuk mengidentifikasi
dan mengobati penyebab nyeri dan meresepkan obat-obatan untuk menghilangkan
nyeri. Perawat tidak hanya berkolaborasi dengan tenaga professional kesehatan lain
tetapi juga memberikan intervensi pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi
pereda nyeri, mengevaluasi efektivitas intervensi, dan bertindak sebagai advokat
pasien saat intervensi tidak efektif. Selain itu, perawat berperan sebagai pendidik
untuk pasien dan keluarga, mengajarkan mereka untuk mengatasi penggunaan
analgetik atau regimen pereda nyeri oleh mereka sendiri jika memungkinkan.

B. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan nyeri?
2. Bagaimana fisiologi nyeri?
3. Apa saja klasifikasi nyeri?
4. Bagaimana stimulus nyeri?
5. Bagaimana teori nyeri?

C. Manfaat
1. Mengetahui pengertian nyeri
2. Mengetahui fisiologi nyeri
3. Mengetahui klasifikasi nyeri
4. Mengetahui stimulus nyeri
5. Mengetahui teori nyeri

D. Tujuan
Makalah ini di buat dengan  tujuan agar mahasiswa, tenaga kesehatan atau
tenaga medis dapat memahami dan mengaplikasikannya
dilapangan khususnya mengenai kebutuhan rasa nyaman (bebas nyeri).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang
disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri merupakan kondisi berupa perasaan tidak
menyenangkan bersifat sangat subyektif karena perasaan nyeri berbeda pada setiap
orang dalam hal skala atau tingkatannya, dan hanya orang tersebutlah yang dapat
menjelaskan atau mengevaluasi rasa nyeri yang dialaminya. Menurut beberapa ahli,
nyeri diartikan sebagai berikut.
a. Mc. Coffery (1979), mendefinisikan nyeri sebagai suatu keadaan yang
mempengaruhi seseorang yang keberadaannya diketahui hanya jika orang tersebut
pernah mengalaminya.
b. Wofl Weitzel Fuerst (1974), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu perasaan
menderita secara fisik dan mental atau perasaan yang bisa menimbulkan
ketegangan.
c. Arthur C Curton (1983), mengatakan bahwa nyeri merupakan suatu mekanisme
produksi tubuh, timbul ketika jaringan sedang di rusak dan menyebabkan individu
tersebut bereaksi untuk menghilangkan rangsangan nyeri.
d. Scrumum, mengartikan nyeri sebagai suatu keadaan yang tidak menyenangkan
akibat terjadinya rangsangan fisik maupun dari serabut saraf dalam tubuh ke otak
dan diikuti oleh reaksi fisik, fisiologis dan emosional.

Nyeri merupakan suatu pengalaman yang mengalahkana dan membutuhkan


energi. Nyeri dapat mengganggu hubungan personal dan makna hidup. Jadi, menurut
kami nyeri adalah suatu keadaan yang menggambarkan ketidaknyamanan seseorang
yang disebabkan oleh agen injury biologis maupun fisiologis yang dapat diukur
melalui skala nyeri.

B. Fisiologi Nyeri
Terjadinya nyeri berkaitan erat dengan reseptor dan adanya rangsangan.
Reseptor nyeri yang dimaksud adalah nociceptor, merupakan ujung-ujung saraf sangat
bebas yang memiliki sedikit atau bahkan tidak memiliki myelin, yang tersebar pad
akulit dan mukosa, khususnya pada vicera, persendian, dinding arteri, hati dan kadung
empedu. Reseptor nyeri dapat memberikan respon akibat adanya stimulasi atau
rangsangan. Stimulasi tersebut dapat berupa zat kimiawi seperti bradikinin, histamin,
prostaglandin, dan macam-macam asam yang dilepas apabila terdapat kerusakan pada
jaringan akibat kekurangan oksigenasi. Stimulasi yang lain dapat berupa termal, listrik
atau mekanis.
Fisiologi Saraf Perifer terhadap Nyeri Nosiseptor (Reseptor Nyeri). Nosiseptor
merupakan suatu kelas aferen primer yang terspesialisasi dimana memberikan respon
terhadap rangsangan yang intens dan berbahaya pada kulit, otot, sendi, viseral,
maupun pembuluh darah. Nosiseptor bersifat khas dimana mereka secara khusus
berespon terhadap berbagai bentuk energi yang menghasilkan cedera (rangsangan
panas, mekanis, dan kimiawi) serta memberikan informasi pada CNS berkaitan
dengan lokasi maupun intensitas rangsangan yang berbahaya. Pada jaringan normal,
nosiseptor adalah tidak aktif hingga mereka dirangsang oleh energi yang cukup untuk
mencapai ambang rangsangan (istirahat). Dengan demikian, nosiseptor mencegah
perambatan sinyal acak (fungsi penapisan) menuju CNS dalam interpretasi nyeri.

C. Klasifikasi Nyeri
a. Penggolongan Nyeri
Nyeri dapat digolongkan dalam berbagai cara, yaitu:
1. Menurut jenisnya : nyeri nosiseptik, nyeri neurogenik, dan nyeri psikogenik
2. Menurut timbulnya nyeri : nyeri akut dan nyeri kronik
3. Menurut penyebabnya : nyeri onkologik dan nyeri non-onkologik
4. Menurut derajat nyerinya : nyeri ringan, sedang, dan berat

Dengan penilaian nyeri yang lengkap dapat dibedakan antara nyeri nosiseptik
(somatik dan visera) dengan nyeri neuropatik:
a. Nyeri somatik dapat dideskripsikan sebagian nyeri tajam, panas atau menyengat,
yang dapat ditunjukkan lokasinya serta diasosiasikan dengan nyeri tekan lokal di
sekitarnya.
b. Nyeri visera dideskripsikan sebagai nyeri tumpul, kram atau kolik yang tidak
terlokalisir yang dapat disertai dengan nyeri tekan lokal, nyeri alih, mual,
berkeringan dan perubahan kardiovaskular
Nyeri neuropatik memiliki ciri khas:
1. Deskripsi nyeri seperti terbakar, tertembak, atau tertusuk
2. Nyeri terjadi secara paroksismal atau spontan serta tanpa terdapat faktor
presipitasi
3. Terdapatnya diastesia (sensasi abnormal yang tidak menyenangkan yang
timbul spontan ataupun dispresipitasi), hiperalgesia (peningkatan derajat
respon terhadap stimulus nyeri normal), alodinia (nyeri yang dirasakan
akibat stimulus yang pada keadaan normal tidak menyebabkan nyeri), atau
adanya hipoestesia.
4. Perubahan sistem otonom regional (perubahan warna, suhu, dan keringat)
serta phantom phenomena

b. Derajat Nyeri
Pengukuran derajat nyeri sebaiknya dilakukan dengan tepat karena sangat
dipengaruhi oleh faktor subyektif seperti faktor fisiologis, psikologi, lingkungan.
Karenanya, anamnesis berdasarkan pada pelaporan mandiri pasien yang bersifat
sensitif dan konsisten sangatlah penting. Pada keadaan di mana tidak mungkin
mendapatkan penilaian mandiri pasien seperti pada keadaan gangguang
kesadaran, gangguan kognitif, pasien pediatrik, kegagalan komunikasi, tidak
adanya kerjasama atau ansietas hebat dibutuhkan cara pengukuran yang lain. Pada
saat ini nyeri di tetapkan sebagai tanda vital kelima yang bertujuan untuk
meningkatkan kepedulian akan rasa nyeri dan diharapkan dapat memperbaiki
tatalaksana nyeri akut.
Berbagai cara dipakai untuk mengukur derajat nyeri, cara yang sederhana
dengan menentukan derajat nyeri secara kualitatif sebagai berikut:

1. Nyeri ringan adalah nyeri yang hilang timbul, terutama sewaktu


melakukan aktivitas sehari-hari dan hilang pada waktu tidur
2. Nyeri sedang adalah nyeri terus menerus, aktivitas terganggu, yang
hanya hilang apabila penderita tidur
3. Nyeri berat adalah nyeri yang berlang sungterus menerus sepanjang
hari, penderita tak dapat tidur atau sering terjaga oleh gangguan nyeri
sewaktu tidur.

c. Pengukuran Derajat Nyeri Mandiri


Ada beberapa cara untuk membantu mengetahui akibat nyeri menggunakan
skala assessment nyeri unidimensional (tunggal) atau multidimensi :
1. Unidimensional:
a. Hanya mengukur intensitas nyeri
b. Cocok (appropriate) untuk nyeri akut
c. Skala yang biasa digunakan untuk evaluasi pemberian analgetik
d. Skala assessment nyeri unidimensional ini meliputi:
1) Visual Analog Scale (VAS)
Visual analog scale (VAS) adalah cara yang paling banyak
digunakan untuk menilai nyeri. Skala linier ini menggambarkan
secara visual gradasi tingkat nyeri yang mungkin dialami seorang
pasien. Rentang nyeri diwakili sebagai garis sepanjang 10 cm, dengan
atau tanpa tanda pada tiap sentimeter (Tanda pada kedua ujung garis
ini dapat berupa angka atau pernyataan deskriptif.
Ujung yang satu mewakili tidak ada nyeri, sedangkan ujung
yang lain mewakili rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Skala
dapat dibuat vertikal atau horizontal. VAS juga dapat diadaptasi
menjadi skala hilangnya/reda rasa nyeri. Digunakan pada pasien anak
>8 tahun dan dewasa. Manfaat utama VAS adalah penggunaannya
sangat mudah dan sederhana. Namun, untuk periode pasca bedah,
VAS tidak banyak bermanfaat karena VAS memerlukan koordinasi
visual dan motorik serta kemampuan konsentrasi.

No Worst
Possible
Pain
Pain
Gambar 1.
Visual Analog Scale (VAS)
2) Verbal Rating Scale (VRS)
Skala ini menggunakan angka-angka 0 sampai 10 untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Dua ujung ekstrem juga digunakan
pada skala ini, sama seperti pada VAS atau skala reda nyeri (Gambar
2). Skala numerik verbal ini lebih bermanfaat pada periode
pascabedah, karena secara alami verbal / kata-kata tidak terlalu
mengandalkan koordinasi visual dan motorik. Skala verbal
menggunakan kata - kata dan bukan garis atau angka untuk
menggambarkan tingkat nyeri. Skala yang digunakan dapat berupa
tidak ada nyeri, sedang, parah. Hilang/redanya nyeri dapat dinyatakan
sebagai sama sekali tidak hilang, sedikit berkurang, cukup berkurang,
baik/ nyeri hilang sama sekali. Karena skala ini membatasi pilihan
kata pasien, skala ini tidak dapat membedakan berbagai tipe nyeri.

Gambar 2. Verbal Rating Scale (VRS)

3) Numeric Rating Scale (NRS) (Gambar 3)


Dianggap sederhana dan mudah dimengerti, sensitif terhadap
dosis, jenis kelamin, dan perbedaan etnis. Lebih baik daripada VAS
terutama untuk menilai nyeri akut. Namun, kekurangannya adalah
keterbatasan pilihan kata untuk menggambarkan rasa nyeri, tidak
memungkinkan untuk membedakan tingkat nyeri dengan lebih teliti
dan dianggap terdapat jarak yang sama antar kata yang
menggambarkan efek analgesik.

Gambar 3. Numeric Rating Scale (NRS)


4) Wong Baker Pain Rating Scale
Digunakan pada pasien dewasa dan anak >3 tahun yang tidak
dapat menggambarkan intensitas nyerinya dengan angka (Gambar 4)

Gambar 4. Wong Baker Pain Rating Scal

2. Multidimensional
a. Mengukur intensitas dan afektif (unpleasantness) nyeri
b. Diaplikasikan untuk nyeri kronis
c. Dapat dipakai untuk penilaian klinis
d. Skala multidimensional ini meliputi:
1) McGill Pain Questionnaire (MPQ)
Terdiri dari empat bagian: (1) gambar nyeri, (2) indeks nyeri
(PRI), (3) pertanyaan pertanyaan mengenai nyeri terdahulu dan
lokasinya; dan (4) indeks intensitas nyeri yang dialami saat ini. Terdiri
dari 78 kata sifat/ajektif, yang dibagi ke dalam 20 kelompok. Setiap
set mengandung sekitar 6 kata yang menggambarkan kualitas nyeri
yang makin meningkat. Kelompok 1 sampai 10 menggambarkan
kualitas sensorik nyeri (misalnya, waktu/temporal, lokasi/spatial,
suhu/thermal). Kelompok 11 sampai 15 menggambarkan kualitas
efektif nyeri (misalnya stres, takut, sifat-sifat otonom). Kelompok 16
menggambarkan dimensi evaluasi dan kelompok 17 sampai 20 untuk
keterangan lain-lain dan mencakup kata-kata spesifi k untuk kondisi
tertentu.
2) The Brief Pain Inventory (BPI)
Adalah kuesioner medis yang digunakan untuk menilai nyeri.
Awalnya digunakan untuk mengassess nyeri kanker, namun sudah
divalidasi juga untuk assessment nyeri kronik.
3) Memorial Pain Assessment Card
Merupakan instrumen yang cukup valid untuk evaluasi
efektivitas dan pengobatan nyeri kronis secara subjektif. Terdiri atas 4
komponen penilaian tentang nyeri meliputi intensitas nyeri, deskripsi
nyeri, pengurangan nyeri dan mood.
4) Catatan harian nyeri (Pain diary)
Adalah catatan tertulis atau lisan mengenai pengalaman pasien
dan perilakunya. Jenis laporan ini sangat membantu untuk memantau
variasi status penyakit sehari-hari dan respons pasien terhadap terapi.
Pasien mencatat intensitas nyerinya dan kaitan dengan perilakunya,
misalnya aktivitas harian, tidur, aktivitas seksual, kapan menggunakan
obat, makan, merawat rumah dan aktivitas rekreasi lainnya.

D. Stimulus Nyeri
Terdapat empat proses fisiologis dari nyeri nosiseptif ( non aktif saraf saraf
yang menghantarkan stimulus nyeri ke otak ) : transduksi, transmisi, persepsi, dan
modulasi. Klien yang sedang mengalami nyeri tidak dapat membedakan ke-empat
proses tersebut. Bagaimanapun, pemahaman terhadap masing-masing proses akan
membantu kita dalam mengenali faktor-faktor yang menyebabkan nyeri, gejala yang
menyertai nyeri, dan rasional dari setiap tindakan yang diberikan.
Stimulus suhu, kimia, atau mekanik, biasanya dapat menyebabkan nyeri.
Energi dari stimulus stimulus ini dapat diubah menjadi energi listrik. Perubahan
energi ini dinamakan transduksi. Transduksi dimulai di perifer, ketika stimulus
terjadinya nyeri mengirimkan impuls yang melewati serabut saraf nyeri perifer yang
terdapat di pancaindra (nosiseptor : saraf pancaindra yang menghantarkan stimulus
nyeri ke otak), maka akan menimbulkan potensi aksi. Setelah proses transduksi
selesai, transmisi impuls nyeri dimulai.
Kerusakan sel dapat disebabkan oleh stimulus suhu, mekanik, atau kimiawi
yang mengakibatkan pelepasan neurotransmitter eksitatori: seperti prostaglandin,
bradikinin, kalium, histamin, dan substansi P ( KOTAK 43-1). Substansi yang peka
terhadap nyeri yang terdapat disekitar serabut nyeri di cairan ekstraseluler,
menyebarkan Pesan adanya nyeri dan menyebabkan inflamasi atau peradangan (renn
dan Dorsey,2005). Serabut nyeri memasuki medula spinalis melalui tulang belakang
dan melewati beberapa rute hingga berakhir di Gray Matter ( lapisan abu-abu )
medula spinalis. Substansi P dilepaskan di tulang belakang yang menyebabkan
terjadinya transmisi spinalis dan saraf perifer aferen (panca indra) ke dalam sistem
saraf spinothalamic, yang melewati impuls-impuls saraf dihasilkan dari stimulus
nyeri yang berjalan di sepanjang Serabut saraf perifer aferen atau panca indra. Ada
dua macam serabut saraf perifer yang mengontrol stimulus nyeri: yang tercapai,
serabut A-Delta yang diselubungi oleh myelin dan sangat kecil; lambat, serabut C
yang tidak diselubungi oleh myelin. Serabut A mengirimkan sensasi yang tajam,
terlokalisasi, dan jelas atau nyata yang membatasi sumber nyeri dan mendeteksi
intensitas dari nyeri tersebut. Serabut C menghantarkan impuls impuls yang tidak ter
lokalisasi secara jelas, terbakar atau sangat panas, dan menetap (Wall dan Melzack,
1999). Sebagai contoh, saat jari kaki seseorang terinjak, maka orang tersebut seketika
akan langsung merasakan nyeri yang jelas atau nyata dan terlokalisasi merupakan
hasil dari transmisi serabut A. Dalam beberapa detik, rasa nyeri mulai menyebar dan
meluas, sehingga terasa sakit di seluruh kaki dikarenakan adanya supply dari serabut
C.
Sepanjang sistem spinothalamic, impuls-impuls nyeri berjalan melintasi
medula spinalis. Setelah impuls nyeri naik ke medula spinalis, thalamus
menstransmisikan informasi kepusat yang lebih tinggi di otak, termasuk pembentukan
jaringan; sistem limbik; korteks somatosensorik, dan gabungan korteks. Ketika
stimulus nyeri sampai ke korteks serebral, maka otak akan menginterpretasikan
kualitas nyeri dan memproses informasi dari pengalaman yang telah lalu,
pengetahuan, serta faktor budaya yang berhubungan dengan persepsi nyeri
(McCaffery and Pasero, 1999). Persepsi merupakan salah satu poin di mana seseorang
sadar akan timbulnya nyeri. Korteks somatosensorik mengidentifikasi lokasi dan
intensitas nyeri; dan gabungan korteks, terutama sistem limbik yang menentukan
bagaimana seseorang merasakan nyeri. Dengan kata lain, pusat nyeri tidak pernah
berjumlah 1.
Bersamaan dengan seseorang menyadari adanya nyeri, maka reaksi Kompleks
mulai terjadi. Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan neurofisiologi
dalam mempersepsikan rasa nyeri. Persepsi memberikan seseorang perasaan sadar
dan makna terhadap nyeri sehingga membuat orang tersebut kemudian bereaksi.
Reaksi terhadap nyeri merupakan respon fisiologis dan respon perilaku yang terjadi
setelah seseorang merasakan nyeri. Baru-baru ini reseptor N-metil-d-aspartat (Nmda
mulai dikaitkan dengan persepsi nyeri (Arbuck et al., 2004).
Sesaat setelah otak menerima adanya stimulus nyeri, terjadi pelepasan
neurotransmitter inhibitor seperti endogenous (endorphin dan enkefalin), serotonin (5-
ht), norepinefrin, dan asam amino butyric Gamma atau gabah yang bekerja untuk
menghambat transmisi nyeri dalam membantu menciptakan efek analgesik
(McCaffery dan Pasero 1999). Terhambatnya transmisi impuls nyeri merupakan fase
keempat dari proses nosiseptif yang dikenal dengan modulasi.
Respon refleks yang bersifat protektif juga bisa terjadi dengan adanya persepsi
nyeri. Serabut serabut Delta a mengirimkan impuls impuls sensorik ke medula
spinalis, di mana impuls-impuls tersebut akan bersinopsis dengan neuron motorik
spinal (neuron yang merupakan bagian dari jalur urat saraf yang terletak di medula
spinalis yang mentransmisikan impuls impuls dari otak menuju otot atau kelenjar).
Impuls-impuls motor tersebut akan berjalan melalui refleks listrik di sepanjang
serabut-serabut saraf eferen (motorik ) kembali ke otot perifer yang dekat dengan
area stimulasi, sehingga melewati otak. Kontraksi otot dapat menimbulkan reaksi
perlindungan terhadap sumber nyari. Sebagai contoh, ketika tangan seseorang secara
tidak sengaja menyentuh bagian bawah setrika yang sedang menyala, maka orang
tersebut akan merasakan sensasi seperti terbakar, namun tangan tersebut juga secara
reflek bergerak menjauhi permukaan setrika itu. Reflek dari gerakan ini biasanya
tidak muncul di bawah kondisi cedera, terutama pada klien dengan cedera medula
spinalis. Bagaimanapun klien yang mengalami cedera medula spinalis merasakan
nyeri di atas tingkat cideranya ( Finnerup dan Jensen 2004).

E. Teori Nyeri
a. Teori Spesifikasi
Teori yang mengemukakan bahwa reseptor dikhususkan untuk menerima
suatu stimulus yang spesifik, yang selanjutnya dihantarkan melalui serabut A delta
dan serabut C di perifer dan traktus spinothalamikus anterolateralis di medulla
spinalis menuju ke pusat nyeri di thalamus. Teori ini tidak mengemukakan
komponen psikologis.
Serat nyeri memasuki medula spinalis melalui radiks dorsalis, naik turun
satu sampai dua segmen, lalu berakhir pada neuron didalam kornu dorsalis
substansia grisea medula spinalis, serat tipe Aᵟ didalam lamina I dan V serta serat
tipe C didalam lamina II-III, suatu area yang juga dinamai substansia gelatinosa.
Kemudian bagian terbesar dari isyarat ini melintasi satu atau lebih neuron
tambahan berserat pendek, akhirnya memasuki serat panjang yang segera
menyeberang ke sisi medula spinalis berlawanan dan naik ke otak melalu traktus
spinothalamikus anterolateralis. Ketika lintasan nyeri masuk kedalam otak,
mereka terpisah menjadi dua lintasan tersendiri; lintasan nyeri tusuk hampir
seluruhnya terdiri atas serabut kecil jenis A delta dan lintasan nyeri terbakar
hampir seluruhnya terdiri atas serabut C yang lambat.

b. Teori Pola
Teori ini menyatakan bahwa elemen utama pada nyeri adalah pola
informasi sensoris. Pola aksi potensial yang timbul oleh adanya suatu stimulus
timbul pada tingkat saraf perifer dan stimulus tertentu menimbulkan pola aksi
potensial tertentu.Pola aksi potensial untuk nyeri berbeda dengan pola untuk rasa
sentuhan.
Impuls nyeri disalurkan ke susunan saraf pusat oleh dua sistem serat.Satu
sistem nosiseptor terbentuk oleh serat-serat Aᵟ kecil bermielin, yang satunya
terdiri atas serat C tak bermielin.Kedua kelompok serat ini berakhir ditanduk
dorsal; serat A berakhir di neuro- neuron lamina I dan V sementara serat C akar
dorsal berakhir di neuron di lamina I dan II. Sebagian akson neuron tanduk dorsal
berakhir di medula spinalis dan batang otak, yang lain masuk ke sistem
anterolateral, termasuk traktus spinothalamikus lateral. Rangsang nyeri
mengaktifkan 3 daerah korteks: SI, SII dan girus singuli di sisi korteks yang
berlawanan dengan rangsangan. Girus singuli berperan dalam emosi dan
girektomi singuli dilaporkan mengurangi stres yang timbul karena nyeri kronik.
Serat sensorik Aβ yang menyalurkan impuls dari reseptor sentuh ke
susunan saraf pusat, dan sebagian impuls sentuh juga dihantarkan melalui serat C.
Informasi rasa sentuh disalurkan baik melaui jalur lemniskus maupun jalur
anterolateral, sehingga hanya lesi yang sangat luas saja yang dapat menghilangkan
sama sekali sensasi sentuh. Namun terdapat perbedaan jenis informasi sentuh
yang disalurkan di kedua sistem tersebut. Apabila kolumna dorsalis dirusak,
sensasi getaran dan propriosepsi berkurang, ambang rasa sentuh meningkat dan
jumlah daerah peka sentuh dikulit berkurang, selain itu lokalisasi sensasi sentuh
terganggu.
c. Teori Kontrol Pintu Gerbang (Gate Control)
Teori gate control menurut Melzack and Wall tahun 1965, mengusulkan
bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan dihambat oleh mekanisme
pertahanan disepanjang sistem saraf pusat (ssp). Mekanisme pertahanan dapat
ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia didalam kornu dorsalis pada medula
spinalis thalamus dan sistem limbik (Clancy dan Mc Vicar, 1992 dalam Potter and
Perry, 2005).

Konsep dasarnya menggabungkan teori spesifik dan teori pola ditambah


dengan interaksi antara aferen perifer dan sistem modulasi yang berbeda di
medulla spinalis (subtansia gelatinosa). Selain itu juga mengemukakan sistem
modulasi desenden (dari pusat ke perifer). Menurut teori ini, aferen terdiri dari dua
kelompok serabut, yaitu kelompok yang berdiameter besar (Aβ) dan serabut
berdiameter kecil (Aᵟ dan C). Kedua kelompok aferen ini berinteraksi dengan
substansia gelatinosa ini berfungsi sebagai modulator (gerbang kontrol) terhadap
Aβ, Aᵟ dan C. Apabila substansia gelatinosa (SG) aktif, gerbang akan menutup.
Sebaliknya apabila SG menurun aktivitasnya, gerbang membuka. Aktif dan
tidaknya SG tergantung pada kelompok aferen mana yang terangsang. Apabila
serabut berdiameter besar terangsang, SG menjadi aktif dan gerbang menutup.Ini
berarti bahwa rangsang yang menuju pusat melalui transitting cell (T-cell) terhenti
atau menurun. Serabut Aᵟ adalah penghantar rangsang non-nosiseptif (bukan
nyeri) misalnya sentuhan, proprioseptif. Apabila kelompok berdiameter kecil (Aᵟ,
C) terangsang, SG akan menurun aktivitasnya sehingga gerbang membuka. Aᵟ dan
C adalah serabut pembawa rangsang nosiseptif, sehingga kalau serabut ini
terangsang, gerbang akan membuka dan rangsang nyeri akan diteruskan ke pusat.

Anda mungkin juga menyukai