Anda di halaman 1dari 8

Nama: Alifia Nisfah Sya’bania

NPM : 412118020
(2A)D4 TLM
Virus Hepatitis B
A. Definisi
Semua jenis hepatitis virus yang menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali virus
hepatitis B, yang merupakan virus DNA. Walaupun virus-virus tersebut berbeda dalam sifat
molecular dan antigen, akan tetapi semua jenis virus tersebut memperlihatkan kesamaan
dalam gejala klinis dan perjalanan penyakitnya. (Sanityoso, A, 2009)(Dienstag et al,2008).
Hepatitis B adalah suatu penyakit hati yang disebabkan oleh virus hepatitis B, suatu
anggota famili hepadnavirus yang dapat menyebabkan peradangan hati akut atau menahun
yang dapat berlanjut menjadi sirosis hati atau kanker hati. Infeksi virus hepatitis B suatu infeksi
sistemik yang menimbulkan peradangan dan nekrosis sel hati yang mengakibatkan terjadinya
serangkaian kelainan klinik, biokimiawi, imunoserologik, dan morfologik (Rosalina I,2012),
(Depkes,2012)
B.Epidemiologi
Indonesia merupakan negara dengan pengidap Hepatitis B nomor 2 terbesar sesudah
Myanmar diantara negara-negara anggota WHO SEAR (South East Asian Region). Sekitar 23 juta
penduduk Indonesia telah terinfeksi Hepatitis B. (Chang MH, 2016)
Hampir semua bayi yang dilahirkan dari ibu dengan HBeAg positif akan terkena infeksi
pada bulan kedua dan ketiga kehidupannya. Adanya HbeAg pada ibu sangat berperan penting
untuk penularan. Walaupun ibu mengandung HBsAg positif namun jika HBeAg dalam darah
negative, maka daya tularnya menjadi rendah. Data di Indonesia telah dilaporkan oleh
Suparyatmo, pada tahun 1993, bahwa dari hasil pemantauan pada 66 ibu hamil pengidap
hepatitis B, bayi yang mendapat penularan secara vertical adalah sebanyak 22 bayi (45,9%).
(Rosalina I,2012)
Hepatitis B merupakan penyakit yang banyak ditemukan didunia dan dianggap sebagai
persoalan kesehatan masyarakat yang harus diselesaikan. Hal ini karena selain prevalensinya
tinggi, virus hepatitis B dapat menimbulkan problema pasca akut bahkan dapat terjadi cirroshis
hepatitis dan karsinoma hepatoseluler primer. Sepuluh persen dari infeksi virus hepatitis B akan
menjadi kronik dan 20 % penderita hepatitis kronik ini dalam waktu 25 tahun sejak tertular
akan mengalami cirroshis hepatis dan karsinoma hepatoselluler (hepatoma). Kemungkinan akan
menjadi kronik lebih tinggi bila infeksi terjadi pada usia balita dimana respon imun belum
berkembang secara sempurna. Pada saat ini didunia diperkirakan terdapat kira- kira 350 juta
orang pengidap (carier) HBsAg dan 220 juta (78 %) diantaranya terdapat di Asia termasuk
Indonesia. (Wulandari, 2016),( Departemen Kesehatan RI, 2007)
C. Patogenesis
Struktur genom VHB terdiri dari empat open reading frame (ORF), yaitu gen S dan pre-S
(mengode HBsAg), gen pre-C dan gen C (mengode HBeAg dan HBcAg) dan gen P yang mengode
DNA polimerase serta gen X yang mengode HBxAg.Berikut genom VHB dengan 4 ORF.
(Soemoharjo, Soewignjo,2008)

Infeksi VHB dapat terjadi apabila partikel utuh VHB berhasil masuk ke dalam hepatosit,
kemudian kode genetik VHB akan masuk ke dalam inti sel hati dan kode genetik tersebut akan
“memerintahkan” sel hati untuk membentuk protein-protein komponen VHB. Patogenesis
penyakit ini dimulai dengan masuknya VHB ke dalam tubuh secara parenteral. Terdapat 6 tahap
dalam siklus replikasi VHB dalam hati,yaitu (PB PAPDI. 2009),( AMN Healthcare Education.
2013),(Soemoharjo, Soewignjo,2008):
 Attachment : Virus menempel pada reseptor permukaan sel. Penempelan terjadi
dengan perantaran protein pre-S1, protein pre-S2, dan poly-HSA (polymerized Human
Serum Albumin) serta dengan perantaraan SHBs (small hepatitis B antigen surface).
 Penetration: Virus masuk secara endositosis ke dalam hepatosit. Membran virus
menyatu dengan membran sel pejamu (host) dan kemudian memasukkan partikel core
yang terdiri dari HBcAg, enzim polimerase dan DNA VHB ke dalam sitoplasma sel
pejamu. Partikel core selanjutnya ditransportasikan menuju nucleus hepatosit.
 Uncoating: VHB bereplikasi dengan menggunakan RNA. VHB berbentuk partially double
stranded DNA yang harus diubah menjadi fully double stranded DNA terlebih dahulu,
dan membentuk covalently closed circular DNA (cccDNA). cccDNA inilah yang akan
menjadi template transkripsi untuk empat mRNA.
 Replication: Pregenom RNA dan mRNA akan keluar dari nukleus. Translasi akan
menggunakan mRNA yang terbesar sebagai kopi material genetik dan menghasilkan
protein core, HBeAg, dan enzim polimerase. Translasi mRNA lainnya akan membentuk
komponen protein HBsAg.
 Assembly: Enkapsidasi pregenom RNA, HBcAg dan enzim polimerase menjadi partikel
core di sitoplasma. Dengan proses tersebut, virion-virion akan terbentuk dan masuk
kembali kedalam nukleus.
 Release: DNA kemudian disintesis melalui reverse transcriptase. Kemudian terjadi
proses coating partikel core yang telah mengalami proses maturasi genom oleh protein
HBsAg di dalam retikulum endoplasmik. Virus baru akan dikeluarkan ke sitoplasma,
kemudian dilepaskan dari membransel.
D. Respon Imun
mekanisme virus hepatitis memasuki sel.

Sistem imun tubuh manusia sebagai sistem pertahanan dan perlindungan terhadap
infeksi HBV. Yang mengadakan replikasi di dalam sel hepar, dan memakai asam nukleat atau
protein host. Sifat HBV dapat mengganggu sel khusus tanpa merusak, jadi virus tidak
menyebabkan kerusakan sel dan disebut sebagai virus non sitopatik, bila terjadi kerusakan sel,
maka hal tersebut akibat reaksi antigen antibodi, virus dapat menjadi persisten dan menjadi
kronik .( Seeger C et al, 2000)
Sifat HBV dapat juga merusak sel atau mengganggu perkembangan sel, kemudian HBV
menghilang dari tubuh, hal ini HBV dapat bersifat sebagai virus sitopatik. Selanjutnya HBV dapat
juga menginfeksi jaringan tanpa menimbulkan respon inflamasi, atau berkembang dalam sel
host tanpa merusak sama sekali. Pada infeksi HBV, dapat terjadi peningkatan kadar Interleukin-
8 (IL-8), Interleukin -10 (IL-10), Tumour Necrosis Factors-α (TNF-α), dan Interferon -γ (TNF-γ).
( Kresno SB,2003),( Pourkarim NR et al,2009)
Replikasi HBV terutama terjadi di sel hepar, meskipun DNA virus dapat ditemukan pada
sel Mononuklear darah perifer. Masuknya virus dimediasi oleh envelope binding, yang
kemudian dikenal oleh reseptor. Setelah masuk, virion dilepaskan, nukleokapsid masuk
kedalam nukleus, kemudian sintesis DNA sel bergabung dengan DNA virion. Selanjutnya
covalently closed circular DNA (cccDNA) sebagai template trankripsi mRNA yang dimediasi oleh
polimerase host. Replikasi nukleokapsid dari protein core, encapsidated full-length pregenomic
RNA dan polimerase virus terjadi di sitoplasma. Genom DNA disintesis menjadi reserve
trancription dari pregenomic oleh polimerase virus. Pelepasan kapsid, relaksasi, sirkuler DNA
terbuka dapat ditransportasikan ke nukleus menjadi cccDNA dan penambahan template mRNA
atau dapat dilepaskan dari sel host melalui proses sitosolik oleh polimerase oleh glikoprotein
envelope, menempel kedalam retikulum endoplasma dan ke badan golgi, selanjutnya
melepaskan diri. (Tam AT et al, 2014).
Respon imun non spesifik yang terjadi setelah masuknya HBV adalah timbulnya
interferon dan natural killer (NK) dan antibodi yang spesifik terhadap HBV. Pengenalan dan
pemusnahan sel yang terinfeksi virus sebelum terjadi replikasi sangat bermanfaat bagi host.
Permukaan sel yang terinfeksi HBV mengalami modifikasi, terutama dalam struktur karbohidrat
menyebabkan sel manjadi sel target sel NK. Sel NK mempunyai dua jenis reseptor permukaan,
reseptor pertama merupakan killer activating receptors, yang terikat pada karbohidrat dan
struktur lainnya yang diekspresikan oleh semua sel. Reseptor yang lainnya adalah killer
inhibitory receptors, yang mengenali molekul MHC kelas I dan mendominasi signal dari reseptor
aktivasi. Oleh karena itu sensitivitas sel target tergantung ekspresi MHC kelas I, sel yang sensitif
atau terinfeksi mampunyai MHC kelas I yang rendah, namun sel yang tidak terinfeksi dengan
molekul MHC kelas I yang normal akan terlindungi dari sel NK. Produksi IFN-γ selama infeksi
HBV akan mengaktivasi sel NK dan meregulasi ekspresi MHC pada sel terdekat sehingga
menjadi resisten terhadap infeksi virus. Sel NK juga dapat berperan dalam ADCC bila antibodi
terhadap protein virus terikat pada sel yang terinfeksi. (Kresno SB,2003)
Virion Virus Hepatitis B berikatan dengan reseptor permukaan dan masuk kedalam sel
hati. Partikel core virus pindah ke nukleus sel hati, genom keduanya membentuk covalently
closed circular DNA (cccDNA) sebagai cetakan untuk transkripsi messenger RNA (mRNA), Enzim
polimerase VHB bertindak sebagai enzim reverse transcriptase (RT), untuk mensintesis DNA
virus yang baru. Proses respon imun tubuh dalam mengeliminasi HBV juga dimediasi oleh
interferon gamma (IFN-γ), merupakan protein asam yang labil, dihasilkan oleh sel T CD4 dan sel
tipe lain, seperti natural killer cells, sel T CD8 dan makrofag. Adanya polimorfisme pada IFN-γ,
ternyata berhubungan erat dengan progresifitas penyakit, peningkatan enzim transferase dan
viral load HBV Dewasa ini, terapi terhadap HBV banyak digunakan IFNα, yang diperkirakan
dapat menurunkan replikasi dari HBV. (Tam, 2014), terapi yang lain ada juga menggunakan
varian interferon γ .( Hussain S,2014)
Pembatasan penyebaran virus dan mencegah reinfeksi, sistem imun tubuh harus
mampu menghambat masuknya virion kedalam sel dan memusnahkan sel terinfeksi. Ada 2
mekanisme utama respon imun non spesifik terhadap HBV, yaitu infeksi HBV secara langsung
merangsang produksi IFN oleh sel-sel yang terinfeksi, IFN berfungsi sebagai penghambat
replikasi HBV, kedua adalah sel NK melisiskan berbagai jenis sel yang terinfeksi virus, sel NK
mampu melisiskan sel terinfeksi walaupun HBV manghambat presentasi antigen dan ekspresi
MHC kelas I, karena sel NK cendrung diaktivasi oleh sel sasaran yang MHCnya negatif. IFN tipe
Iakan meningkatkan kemampuan sel NK untuk memusnahkan virus yang berada di dalam sel.
Antibodi spesifik mempunyai peran penting pada awal infeksi, dimana dapat menetralkan
antigen virus dan melawan virus sitopatik yang dilepaskan oleh sel yang mengalami lisis. Peran
antibodi dalam menetralkan virus yang bebas atau virus dalam dalam sirkulasi. (Kresno
SB,2003)
E. Pemeriksaan Laboratorium

(Mulyanto et al, 2009) melakukan penelitian pada VHB di Indonesia, dari genotipe VHB yang
ada di geneBank, A-I, diIndonesia ditemukan terbanyak dengan urutan B,(66%), C(24%),
D(7%),dan A (0,4%).22
Pemeriksaan imunologi terhadap VHB sangat diperlukan, diantaranya adalah:
1. Pemeriksaan Hepatitis B surface Antigen (HBsAg)
Pemeriksaan HBsAg bermanfaat untuk menetapkan hepatitis B akut, timbul dalam darah enam
minggu setelah infeksi dan menghilang setelah tiga bulan. Bila persisten lebih dari enam bulan,
maka didefinisikan sebagai pembawa (carier). HbsAg ditemukan pada hepatitis B akut dini
sebelum timbul gejala klinik atau pada akhir masa tunas. (Mulyanto et al, 2009),(Tas T et al,
2012)
2. Pemeriksaan Antibodi Hepatitis B surface (Anti- HBs)
Anti Hbs merupakan antibodi terhadap HBsAg, jika positif/reaktif, menunjukkan pada fase
konvalensi Hepatitis B, pada penderita hepatitis B (biasanya subklinis) yang sudah lama, atau
sesudah vaksinasi HBV. Jenis Hepatitis B subklinis dapat diketahui dengan Anti HBs dengan atau
tanpa Anti HBc pada orang yang menyangkal adanya riwayat hepatitis akut. HBs Ag yang negatif
tetapi anti HBs positif, belum dapat dikatakan seseorang tersebut bebas dari HBV, sebab
adanya superinfeksi dengan HBV mutant, banyak studi yang sudah meneliti, bahwa HBV DNA
dilaporkan positif pada pemeriksaan HBsAg yang negatif
3. Pemeriksaan Hepatitis B envelope Antigen (HBeAg)
HBeAg timbul bersama atau segera setelah timbulnya HBsAg dan akan menetap lebih lama
dibandingkan HBsAg, biasanya lebih dari 10 minggu. Bila kemudian HBeAg menghilang dan
terbentuk Anti HBe, berpotensi mempunyai prognosis yang baik.
4. Pemeriksaan antibodi Hepatitis B envelope (Anti- HBe) Anti HBe terbentuk setelah HBeAg
menghilang, biasanya terbentuknya AntiHBe memberikan kontribusi bahwa hepatitis B
membaik, infeksi mereda dan tidak akan menjadi kronis.
5. Pemeriksaan antibodi Hepatitis B core (Anti-HBc), berupa IgM anti HBc
HBV core tidak ditemukan dalam darah, tetapi dapat dideteksi antibodi terhadap HBV core
berupa IgM anti HBc, yang muncul segera setelah HBsAg muncul, dan bertahan cukup lama.
Anti HBc yang positif tetapi HBsAg negatif, masih menjadi pertanyaan pada transfusi darah,
dimana kondisi tersebut berada pada fase windows period, sehinggan beresiko untuk
menularkan HBV kepada penerima darah (Tas et al, 2012).
Anti HBc positif tanpa HBsAg atau anti HBs, dapat diinterpretasikan sebagai berikut, pertama
penderita hepatitis B sudal lama sembuh, dimana sudah kehilangan reaktivasi dari anti HBs.
Kedua adalah penderita Hepatitis B baru sembuh dan masih dalam masa jendela dimana anti
HBs belum muncul, ketiga ada penderita low level carier, dengan titer HBsAg terlalu rendah,
sehingga kondisi ini sangat berbahaya pada kasus transfusi darah, pemberian serum
immunoglobulin (gamma globulin).
6. Hepatitis B Virus Desoxyribo Nucleic Acid (HBV- DNA)
Pengukuran kadar HBV DNA dapat dilakukan dengan menggunakan PCR, pengukuran dapat
dilakukan secara kualitatif maupun direk kuntitatif, dapat juga menganalisis HBV DNA mutan3
Pengukuaran HBV DNA merupakan gold standard, tetapi pemeriksaan ini memerlukan alat
khusus, tenaga yang terampil dan biayanya mahal sehingga banyak dilakukan pemeriksaan
alternatif untuk dapat menggantikan pemeriksaan HBV DNA ini, tetapi masih banyak ditemukan
kelemahan dalam hasil uji pemeriksaan alternatif tersebut. Hal tersebut dapat diakibatkan oleh
HBV yang mengalami mutasi pada gennya.
Lusida et al melakukan penelitian di Papua pada tahun 2007, dengan metode nested
PCR menemukan subgenotipe VHB C dan D. Teknik pemeriksaan tersebut menjadi lebih baik
karena dilakukan pemeriksaan berulang dengan menggunakan beberapa primer, sehingga
untuk penemuan DNA VHB juga lebih baik. (Kresno SB,2003)

Daftar pustaka:
1. AMN Healthcare Education. 2013. Hepatitis B: Pathophysiology, Protection,andPatient.

2. Chang MH: Hepatitis B virus infection. Semin Fetal Neonatal Med, 12:160–167 (2007).

3. Departemen Kesehatan RI. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas 2007). Jakarta: CV Kiat
Nusantara.

4. Depkes. Situasi dan analisis Hepatitis,Pekan Peduli Hepatitis B.4-12 September 2014.

5. . Dienstag J.L., Isselbacher K.J.,Acute Viral Hepatitis. In: Eugene Braunwauld et al. Harrison’s Principles
of Internal Medicine, 17th Edition,McGraw Hill, 2008.

6. Hussain S, Jhaj R, Ahsan S, Ahsan M, Bloom RE, Jafri SM. Bortezomib induced hepatitis B reactivation.
Case Rep Med. 2014; doi: 10.1155/ 2014/964082.

7. Kresno SB. Imunologi: diagnosis dan prosedur laboratorium. Edisi ke-4. Jakarta: Balai penerbit FKUI;
2003.hlm.178.

8. Mulyanto, Depamede SN, Surayah K, Tsuda F, Ichiyama K, Takahasi M. A nationwide molecular


epidemiological study on hepatitis B virus in Indonesia; identification of two novel subgenotypes, B8 dan
C7. Archves of Virology. 2009; 154(7):1047-59.

9. . PB PAPDI. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi Kelima. Jilid Ketiga.Jakarta:InternaPublishing.
10. Pourkarim NR, Verbeeck J, Rahman M, Olyaee AB, Forier AM, Lemey P, et al. Phylogenetic analysis of
hepatitis B virus full-length genomes reveals evidence for a large nosocomial Outbreak in Belgium. J Clin
Virol; 2009;46(1): 61-8.

11. Rosalina I. Hubungan Polimorfisme Gen TLR 9 (RS5743836) dan TLR 2 (RS3804099 DAN RS3804100)
Dengan Pembentukan Anti-HBS Pada Anak Pascavaksinasi Hepatitis B. IJAS Vol. 2 Nomor 3 (2012).

12. Sanityoso, A. Hepatitis Virus Akut. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I Edisi V. Jakarta. Departemen
Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; 2009.

13. Seeger C, Mason WS. Hepatitis B virus biology. Microbiol Mol Biol Rev. 2000;64(1):51-68.

14. Soemoharjo, Soewignjo. 2008. Hepatitis Virus B. Edisi Kedua. Jakarta: ECG

15. Tam AT, Hoang LT,Chin D,Rasmussen E,Lopatin U,Hart, et al. Reduction of HBV replication prolongs
the early immunological response to IFNa therapy. Journal of Hepatology. 2014;60 (I):54-61.

16. Tas T, Kaya S, Onal S, Kucukbayrak A. The detection of HBV DNA with polymerase chain reaction in
blood donors with isolated hepatitis B core antibody. Medicinski Glasnik. 2012;9;221-30.

17. Wulandari, Putu Mita; Mulyantari, Ni Kadek. Gambaran Hasil Skrining Hepatitis B Dan Hepatitis C
Pada Darah Donor Di Unit Donor Darah Pmi Provinsi Bali. E-Jurnal Medika Udayana, [S.L.], V. 5, N. 7,
(2016).

Anda mungkin juga menyukai