KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Allah SWT Tuhan Yang Maha Esa, karena
atas petunjuk dan hidayah-nyalah makalah Hukum Administrasi Negara berjudul
“Tinjauan Desentralisasi dan Dekonsentrasi dalam Otonomi Daerah di Indonesia:
Pembahasan dan Penerapan” dapat terlaksana dengan cukup baik dan tepat waktu.
Belakangan ini, isu otonomi daerah menjadi isu yang hangat diperbincangkan.Hal ini
dikarenakan keberadaan otonomi daerah dirasa menjadi sangat penting agar
terciptanya perimbangan antara pemerintah pusat yang berkedudukan di Ibukota
Jakarta dengan pemerintah daerah yang berkedudukan di daerah.Hal ini juga untuk
melepaskan stigma Jakarta-Sentris yang amat kental pada masa orde baru dan
mewujudkan adanya good-governance dengan partisipasi masyarakat umum yang
lebih aktif, terutama masyarakat umum di daerah.
Beberapa hal yang menjadi ujung tombak dari pelaksanaan konsep otonomi
daerah adalah adanya desentralisasi dan dekonsentrasi. Antara desentralisasi dengan
dekonsentrasi serta pula pemerintah daerah adalah tiga hal yang tidak bisa dipisahkan
satu sama lainnya. Dengan adanya desentralisasi dan dekonsentrasi, maka konsep
otonomi daerah menjadi benar-benar terlaksana.
Dalam karya tulis ini penulis mencoba memadukan beberapa teori dari
Desentralisasi dan Dekonsentrasi denganaplikasinya dalam otonomi daerah. Penulis
telahberusaha memberikan penjelasan yang cukup komprehensif,namun seperti kata
pepatah, “Tak ada gading yang tak retak”, sehingga penulis menyadari masihterdapat
banyak kekurangan mulai dari sistematika penulisan hingga materi dari penulisan ini,
maka dari itu itu saran dan kritik demi penyempurnaan makalah ini sangat diharapkan
oleh penulis.Adapun tujuan disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara, sebagai salah satu prasyarat
kelulusan dan juga “karcis utama” untuk mengikuti Ujian Akhir Semester.
Akhir kata, pada kesempatan kali ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada semua pihak yang telah membantu menyelesaikan makalah . Semoga Allah
SWT senantiasa melimpahkan Rahmat-Nya kepada kita semua dan makalah ini dapat
bermanfaat bagi FHUI , UI dan Indonesia. Depok, 10 Desember 2013
Tim Penyusun
Page 38
Maka
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR......................................................................................1
DAFTAR ISI ....................................................................................................2
BAB I PENDAHULUAN
A Latar belakang .....................................................................................................3
B. Rumusan Masalah ...............................................................................................3
C. Tujuan Penulisan .................................................................................................3
D. Metode Penulisan ................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. PENGERTIAN
1. Pengertian dan TeoriDesentralisasi................................................................5
2. Pengertian dan Teori Dekonsentrasi..............................................................10
3 Istilah dan Pengertian Otonomi Daerah.........................................................16
4. Sejarah Desentralisasi dan Dekonsentrasi......................................................17
DAFTAR PUSTAKA..............................................................................................36
Page 38
Maka
BAB 1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
The World Bank, 2008, Independent Evaluation Group.Decentralization in Client Countries – An Evaluation of
World Bank Support,.hal. 10-11.
Page 38
Maka
menjadi negara federalis2. Maka dari itu, sebenarnya yang menjadi permasalahan
utamaakhir akhir ini terdapat pada proses implementasi dari konstitusi dan undang-
undang itu sendiri.
Salah satu contohnya adalah penerapan hukum positif yang berlaku saat ini
yaitu UU Nomor 32 Tahun 2004 , faktanya dalam menjalankan aktivitas
pemerintahan sehari-hari masih banyak pejabat yang tidak mengenal dan
menggunakan paradigma yang berlaku di dalam UU ini. Sebagai contoh, masih
banyak pemerintah kabupaten yang membuat peraturan daerah tentang
pertanggungjawaban penyelenggaraan pemerintahan desa,yang isinya menyatakan
bahwa kepala desa bertanggung jawab kepada bupati. Padahal sebenarnya UU
Nomor 32 Tahun 2004 maupun PP Nomor 72 Tahun 2005 tentang Desa tidak
menyatakan demikian.
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan umum dari penulisan makalah ini agar penulis lebih
mengetahui secara mendalam bahwa Desentralisasi dan Dekonsentrasi memiliki
peranan penting dalam pelaksanaan Otonomi daerah di Indonesia dalam upaya
menciptakan dan meningkatkan pembangunan suatu Bangsa.
2
Lihat misalnya buku “Federalisme Untuk Indonesia”, oleh Adnan Buyung Nasution yang disunting oleh
penyunting St. Sularto, T. Jakob Koekerits, Penerbit Kompas, Jakarta, 2000
Page 38
Maka
Adapun tujuan khusus disusunnya makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
dari dosen mata kuliah Hukum Administrasi Negara, sebagai salah satu prasyarat
kelulusan dan juga “karcis utama” untuk mengikuti Ujian Akhir Semester.
Metode penulisan merupakan suatu cara yang dilakukan untuk mencapai suatu
tujuan. Dalam penulisan makalah ini, penulis menggunakan metode penulisan Studi
Kepustakaan, yaitu suatu metode pengumpulan data yang diperoleh dari buku dan
literatur serta informasi lainnya baik media online ataupun media cetak yang
berhubungan dengan penulisan makalah ini.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
1. Pengertian dan Teori Desentralisasi
Page 38
Maka
umum yang lebih tinggi kepada badan-badan umum yang lebih rendah untuk secara
mandiri dan berdasarkan pertimbangan kepentingan sendiri mengambil keputusan
pengaturan dan pemerintahan, serta struktur wewenang yang terjadi dari itu4.
Soejito (1990) menjelaskan bahwa desentralisasi sebagai suatu sistem dipakai
dalam bidang pemerintahan merupakan kebalikan dari sentralisasi , dimana sebagian
kewenangan pemerintah pusat dilimpahkan kepada pihak lain untuk dilaksanakan.
Pendapat Bank Dunia (1999) menjelaskan bahwa desentralisasi merupakan
alat mencapai tujuan pemberian pelayanan publik yang lebih baik dan menciptakan
proses pengambilan keputusan yang lebih demokratis5.
Dari pengertian diatas, maka secara umum dapat dijelaskan
bahwaDesentralisasi mengandung beberapa hal yaitu :
a.Adanya pelimpahan wewenang dan urusan dari Pemerintah pusat.
b. Adanya Daerah-Daerah yang menerima pelimpahan wewenang dari penyerahan
urusan.
c. Daerah-Daerah tersebut mempunyai hak dan kewajiban untuk mengurus dan
mengatur rumah tangganya sendiri.
d. Kewenangan dari urusan yang dilimpahkan adalah kewenangan dari urusan rumah
tangga Daerah yang bersangkutan.
Page 38
Maka
b. Efektivitas
Dengan desentralisasi, ujung tombak pemerintahan yaitu aparat didaerah akan
lebih cepat mengetahui situasi dan masalah sehingga dapat mencarikan jawaban bagi
pemecahan masalah yang ada. Hal ini artinya harus dibarengi dengan penerapan
manajemen partisipasi, yaitu selalu melibatkan aparat tersebut dalam pemecahan
masalah.
Page 38
Maka
pemerintah pusat, kemudian akan timbul suatu komitmen dalam diri mereka
bagaimana melaksanakan urusan-urusan yang telah dipercayakan kepada mereka,
serta bagaimana menunjukan hasil-hasil pelaksanaan urusan melalui tingkat
produktivitas yang mereka miliki7.
7
Bambang Yudoyono. Desentralisasi dan Pengembangan SDM aparatur pemda dan anggota DPRD,Pustaka Sinar
Harapan, Jakarta, 2002, hal
8
Oswar Mungkasa,Desentralisasi dan Otonomi daerah di Indonesia : Konsep, Pencapaian, dan Agenda kedepan
diakses dari
http://www.academia.edu/2759012/Desentralisasi_dan_Otonomi_Daerah_di_Indonesia_Konsep_Pencapaian_dan_
Agenda_Kedepan ,10 Desember 2013 pukul 21.28
9
Op.cit
Page 38
Maka
(iii) Desentralisasi administratif, memusatkan perhatian pada upaya ahli hukum dan
pakar administrasi publik untuk menggambarkan hierarki dan distribusi
kewenangan serta fungsi-fungsi di antara unit pemerintah pusat dengan unit
10
Rondinelli, D.A, Decentralisation, Territorial Power and the State: A CriticalResponse,Development and
Change, 1990 Vol. 21 , hal 491-500.
Page 38
Maka
11
Ragawino, Bewa. Makalah : Desentralisasi dalam Kerangka Otonomi Daerah diIndonesia, Fakultas
Ilmu Sosial dan Ilmu Politik, Universitas Pajajaran,Bandung, 2003, hal 3
12
Penjelasan Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Desentralisasi dan Tugas Perbantuan
Page 38
Maka
Menurut Prof. Dr. Mr. F.A.M. Stroink Dekonsentrasi adalah suatu attribrutie /
penyerahan kewenangan menurut hukum publik kepada pejabat-pejabat
departemen.Dari pengertian tersebut, beliau menyimpulkan bahwasanya saripati dari
pengertian tersebut adalah perwakilan dari badan-badan yang didesentralisasikan
terdiri dari pejabat-pejabat departemen. Lebih lanjut, beliau juga menjelaskan
bahwasanya badan-badan yang dapat didekonsentrasikan sendiri antara lain adalah
badan-badan yang termasuk dalam kelompok badan propinsi, kotamadya, badan
perairan (waterschap) demikian pula lichamen / badan-badan yang dibentuk menurut
Bab V dan VI Undang-Undang Dasar 1945.13
Menurut Ramlan Surbakti, Dekonsentrasi menggambarkan Pemerintah Lokal
sebagai perpanjangan tangan pemerintah pusat karena pemerintah lokal menerima
tugas dan kewenangan negara dari pemerintah pusat. Maka dari itulah, pemerintah
lokal dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan Negara tersebut tunduk dan
bertanggung jawab penuh kepada pemerintah pusat. Walaupun demikian, pemerintah
lokal tetap memiliki sejumlah keleluasaan dalam pelaksanaan tugas dan kewenangan
tersebut sesuai dengan karakteristik daerah masing-masing.14Ciri –ciri dari
dekonsentrasi sendiri adalah:
Bentuk pemencaran dari dekonsentrasi adalah dalam bentuk pelimpahan;
Pemencaran pada dekonsentrasi terjadi kepada pejabat / perseorangan;
Yang dipencarkan pada dekonsentrasi bukan urusan pemerintah, tetapi wewenang
untuk melaksanakan sesuatu;
13
Prof. Dr. Mr. F.A.M. Stroink, 2006, Pemahaman Tentang Dekonsentrasi terjemahan Prof. Dr. Ateng
Syarifudin, S.H., Bandung: Refika Aditama, hal.29
14
Prof. Ramlan Surbakti, M.A., PhD, 1992, Memahami Ilmu Politik, Jakarta: Gramedia, hal.221
Page 38
Maka
Selain itu pula, dalam Peraturan Pemerintah ini disebutkan pula bahwasanya
Prinsip dari penyelenggaraan dekonsentrasi adalah melalui pelimpahan sebagian
urusan pemerintahan yang menjadi kewenangan kementerian dan lembaga. Dalam hal
pendanaan dari dekonsentrasi, menurut Undang-Undang No. 32 Tahun 2004 tentang
Pemerintah daerah bahwasanya Urusan pemerintahan yang dilimpahkan kepada
Gubernur disertai dengan pendanaan sesuai dengan urusan yang didekonsentrasikan,
15
Presentasi Implementasi Fungsi Dekonsentrasi Dalam Kerangka Sistem Negara Kesatuan Yang
Terdesentralisasi, dalam Seminar Proposal Program Pasca Sarjana Pendidikan Doktor (S3)
Administrasi Publik Universitas Gadjah Mada, Oleh Tri Widodo W. Utomo,
http://www.slideshare.net/triwidodowutomo/dekonsentrasi-dlm-kerangka-negara-kesatuan-yg-
terdesentralisasi, diakses 1 Desember 2013
Page 38
Maka
hal ini dapat disebut pula dengan dana dekonsentrasi. Dana dekonsentrasi ini berasal
dari Anggaran Pendapat Belanja Negara. Asal dana dekonsentrasi yang berasal dari
Anggaran Pendapat Belanja Negara ini didasarkan atas fakta bahwasanya urusan
pemerintah yang dibiayai dari dana ini adalah urusan yang pada dasarnya adalah
urusan pemerintah pusat, namun dilimpahkan kepada pihak yang didekonsentrasikan.
Hal ini berbeda dengan Anggaran Pendapatan Belanja Daerah yang membiayai urusan
pemerintah yang sudah diserahkan menjadi kewenangan pemerintah daerah.
Page 38
Maka
kebijakan untuk wajib militer bela Negara bagi setiap warga negara dan
sebagainya.
keamanan, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang keamanan
antara lain, mendirikan dan membentuk kepolisian negara, menetapkan
kebijakan keamanan nasional, menindak setiap orang yang melanggar hukum
negara, menindak kelompok atau organisasi yang kegiatannya mengganggu
keaman negara dan sebagainya.
yustisi, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang yustisi antara
lain, mendirikan lembaga peradilan, mengangkat hakim dan jaksa, mendirikan
lembaga pemasyarakatan, menetapkan kebijakan kehakiman dan keimigrasian,
memberikan grasi, amnesti, abolisi, membentuk undang-undang, peraturan
pemerintah pengganti undang-undang, peraturan pemerintah, dan peraturan
lain yang berskala nasional, dan lain sebagainya.
moneter dan fiskal nasional, yang termasuk urusan pemerintahan di bidang
moneter dan fiskal nasional antara lain, mencetak uang dan menentukan nilai
mata uang, menetapkan kebijakan moneter, mengendalikan peredaran uang,
dan lain sebagainya.
agama, yang termasuk dalam urusan pemerintahan di bidang agama antara
lain, menetapkan hari libur keagamaan yang berlaku secara nasional,
memberikan pengakuan terhadap keberadaan suatu agama, menetapkan
kebijakan dalam penyelenggaran kehidupan keagamaan, dan lain sebagainya.
Yang juga perlu diingat adalah urusan pemerintahan yang dapat dikonsetrasikan
tidak terbatas pada 6 (enam) urusan pemerintahan tersebut.Selain 6 (enam) urusan
pemerintahan tersebut, urusan pemerintahan di luar 6 (enam) urusan pemerintahan,
pemerintah pusat dapat men-dekonsentrasikan-nya kepada wakil pemerintah pusat di
daerah ataupun gubernur selaku wakil pemerintah pusat.16
Urusan pemerintah tersebut didekonsentrasikan oleh instansi vertikal di
daerah.Sementara urusan pemerintah lainnya yang didekonsentrasikan kepada
perangkat pusat di daerah, diselenggarakan sendiri oleh instansi vertikal tertentu yang
berada di daerah.Sementara itu Gubernur sebagai pihak yang didekonsentrasikan
16
Artikel Pembagian Urusan Pemenrintah dalam Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Sie. Analisis
Keuangan Daerah Ditama Binbangkum Badan Pemeriksa Keuangan RI, jdih.bpk.go.id/wp-
content/.../UrusanDekonTP.pdf, diakses 4 Desember 2013
Page 38
Maka
17
Artikel Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Bangda Kementerian Dalam Negeri,
http://bangda.kemendagri.go.id/berita.php?p=profil&id=dk-tp, diakses 1 Desember 2013.
Page 38
Maka
Otonomi daerah diartikan sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom
untuk mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan
masyarakat setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.18
18
Penjelasan Pemerintah di dalam Undang Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintah Daerah
19
Suwandi, Menggagas Otonomi Daerah di Masa Depan, Samitra Media Utama,Jakarta,2005, hal 17
Page 38
Maka
Page 38
Maka
20
Wijoyo Kusumo, Sejarah Desentralisasi di Indonesia, diakses pada
http://wijoyokusumo.wordpress.com/2010/08/11/sejarah-desentralisasi-di-indonesia/ , 10 Desember
2013, pukul 22.48
Page 38
Maka
Pada tanggal 11 September 1943 kekuasaan pemerintah berada pada satu tangan,
yaitu tangan Saikosikikan yang berkedudukan sebagai Gubernur Jenderal. Dibawah
Saikosikikan segala sesuatu dilakukan oleh Kepala Staf (Gunseikan) yang sekaligus
sebagai kepala staf angkatan perangnya. Aturan yang dikeluarkan oleh Saikosikikan
disebut Osamuseirei dan yang dikeluarkan oleh kepala staf disebut Osamukanrei.
Osamuseirei nomor 3 yang dkeluarkan oleh saikosikikan mengatur pemberian
wewenang kepada Walikota yang semula hanya berhak untuk mengatur rumah
tangga, selanjutnya diwajibkan juga untuk menjalankan urusan Pemerintahan
Umum.21
Page 38
Maka
Page 38
Maka
Setiap bupati dan walikota memiliki kewenangan penuh untuk mengelola daerah
kekuasaannya. Keleluasaan atas kekuasaan yang diberikan kepada bupati/walikota
dibarengi dengan mekanisme kontrol (checks and balances) yang memadai antara
22
Karen Evieta Putri, Desentralisasi dan Otonomi Daerah dalam Negara Kesatuan Republik
Indonesia, diakses padahttp://alsaindonesia.org/site/desentralisasi-dan-otonomi-daerah-dalam-negara-
kesatuan-republik-indonesia/ , 10 Desember 2013, Pukul 22.56
Page 38
Maka
eksekutif dan legislatif. Parlemen di daerah tumbuh menjadi sebuah kekuatan politik
riil yang baru. Lembaga legislatif ini secara merdeka dapat melakukan sendiri
pemilihan gubernur dan bupati/walikota tanpa intervensi kepentingan dan pengaruh
politik pemerintah pusat. Kebijakan di daerah juga dapat ditentukan sendiri di tingkat
daerah atas kesepakatan pemerintah daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah
(DPRD). Undang-undang yang baru juga mengatur bahwa setiap peraturan daerah
dapat langsung dinyatakan berlaku setelah disepakati sejauh tidak bertentangan
dengan peraturan perundangan yang lebih tinggi tingkatannya. Hal ini kontras
berbeda dengan ketentuan sebelumnya yang mensyaratkan adanya persetujuan dari
penguasa pemerintahan yang lebih tinggi bagi setiap perda yang akan diberlakukan.
Hubungan pusat dan daerah juga masih menyimpan ancaman sekaligus harapan.
Menjadi sebuah ancaman karena berbagai tuntutan yang mengarah kepada
disintegrasi bangsa semakin besar. Bermula dari kemerdekaan Timor Timur (atau
Timor Leste) pada tanggal 30 Agustus 1999 melalui referendum. Berbagai gelombang
tuntutan disintegrasi juga terjadi di beberapa daerah seperti di Aceh, Papua, Riau dan
Kalimantan. Meskipun ada sejumlah kalangan yang menganggap bahwa kemerdekaan
Timor Timur sudah seharusnya diberikan karena perbedaan sejarah dengan bangsa
Indonesia dan merupakan aneksasi rezim Orde Baru, tetapi efek domino yang
timbulkannya masih sangat dirasakan, bahkan dalam MoU Helsinki yang
menghasilkan UU Pemerintahan Aceh.Gejolak terus berlanjut hingga, Aceh dan
Papua akhirnya diberi otonomi khusus.
Page 38
Maka
Page 38
Maka
yang oleh undang-undang dinyatakan sebagai urusan pemerintah pusat, Pasal 10 ayat
(3) Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 menetapkan, bahwasanya urusan
pemerintahan yang menjadi urusan pemerintah pusat meliputi a. politik luar negeri, b.
pertahanan, c. keamanan, d. yustisi, e. moneter dan fiskal, f. agama.24
Secara formal normatif, arah desentralisasi sudah cukup baik. Namun, dalam
tataran empiris komitmen pemerintah pusat tidak konsisten. Praktek-praktek
monopoli dan penguasaan urusan-urusan strategis yang menyangkut pemanfaatan
sumber daya alam termasuk perizinan di daerah, dikuasai pusat.
Page 38
Maka
Dalam pelaksanaan otonomi daerah, terdapat dua nilai dasar yang dikembangkan
dalam Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia 1945 berkenaan dengan
pelaksanaan otonomi daerah di Indonesia, yakni;
26
Presentasi Mata Kuliah Kewarganegaraan Jurusan MKU Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri
Jakarta oleh Tukina, http://www.slideshare.net/jayamartha/kewarganegaraan-15-otonomidaerah,
diakses 4 Desember 2013
Page 38
Maka
Page 38
Maka
Daerah, telah terbentuk daerah otonom baru sebanyak 205 buah yang terdiri dari 7
provinsi, 164 kabupaten dan 34 Kota. Dengan perkataan lain terjadi peningkatan 68%
dari jumlah daerah otonom tahun 1998 atau secara rata rata dalam satu tahun lahir 20
daerah otonom baru Sehingga daerah otonom menjadi sebanyak 530 unit (propinsi,
kabupaten, kota)28Selengkapnya pada Tabel 2.
Hasil evaluasi efektifitas pelaksanaan otonomi daerah menunjukkan bahwa
pelaksanaan otonomi daerah belum mencapai tujuan yang hakiki dari otonomi daerah
yaitu meningkatkan kesejahteraan rakyat.Kesimpulan ini merupakan hasil kajian
Direktorat Otonomi Daerah Bappenas pada tahun 201129.
Page 38
Maka
Di sisi lain, dampak negatif juga terjadi diantaranya (i) banyak kebocoran
(korupsi) dan penggunaan anggaran yang tidak efisien dan efektif; (ii) terbukanya
potensi kegaduhan yang disebabkan oleh ketidaksiapan daerah dan ketidaklengkapan
desain regulasi untuk mengimplementasikan proses desentralisasi, berupa
desentralisasi KKN dan duplikasi Perda yang justru berlawanan dengan spirit otonomi
daerah. Jika sebelumnya watak KKN lebih bersifat vertikal dengan institusi di atas
mengambil bagian yang paling besar, maka sejak era otonomi watak KKN lebih
bersifat horizontal dengan setiap lini penyelenggara pemerintah (daerah) mengambil
bagian yang sama. Contoh lainnya, pemerintah daerah mencoba meningkatkan
penerimaan daerah akibat orientasi kepada PAD yang berlebihan.Masalahnya adalah,
peningkatan PAD tersebut dibarengi dengan kebijakan-kebijakan duplikatif sehingga
sangat memberatkan masyarakat dan pelaku ekonomi pada khususnya30. Sebagian
besar Perda-perda tersebut dianggap menjadi penyebab munculnya high cost economy
(ekonomi biaya tinggi) sehingga tidak mendukung upaya peningkatan iklim usaha di
Indonesia, baik dalam bentuk pajak, retribusi, maupun non-pungutan.
Temuan lain juga mengemukakan bahwa kebijakan desentralisasi tak luput dari
serangkaian permasalahan seperti munculnya pembengkakan organisasi daerah,
terjadinya oligarki politik oleh elit lokal maupun gejala pembangkangan daerah
terhadap pemerintah pusat.
30
Menteri Keuangan pada tahun 2003 telah merekomendasikan kepada Menteri Dalam Negeri untuk
mencabut 206 Perda di seluruh kabupaten/kota di Indonesia. Perda yang bermasalah pada level
kabupaten pada tahun 2006 bahkan mencapai 65,63% dari seluruh total Perda yang diproduksi,
sedangkan pada level propinsi dan kota di bawah 22%. (Jatmiko, 2010)
Page 38
Maka
Page 38
Maka
otonom; (2) pembagian urusan pemerintahan; (3) daerah berciri kepulauan; (4)
pemilihan kepala daerah; (5) peran gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di
Daerah; (6) Muspida; (7) perangkat daerah; (8) kecamatan; (9) aparatur daerah; (10)
peraturan daerah; (11) pembangunan daerah; (12) keuangan daerah; (13) pelayanan
publik; (14) partisipasi masyarakat; (15) kawasan perkotaan; (16) kawasan khusus;
(17) kerjasama antardaerah; (18) desa; (19) pembinaan dan pengawasan; (20)
tindakan hukum terhadap aparatur Pemda; (21) inovasi daerah; (22) dan Dewan
Pertimbangan Otonomi Daerah (DPOD).
Selama ini proses desentralisasi dan otonomi daerah terlalu fokus pada aspek
kepemerintahan, dengan melupakan bahwa filosofi otonomi daerah diantaranya
adalah keterlibatan aktif masyarakat dalam proses ini. Akibatnya masyarakat hanya
Page 38
Maka
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
Otonomi daerah sebagai hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk
mengatur dan mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat
setempat sesuai dengan peraturan perundang-undangan.Konstitusi, sebagai dasar dari
segala peraturan perundang-undangan, menghendaki adanya otonomi daerah secara
tegas sebagaimana disebut dalam penjelasan pasal 18 Undang-Undang Dasar Negara
Republik Indonesia tahun 1945. Untuk melaksanakan otonomi daerah sendiri terdapat
beberapa cara dalam melaksanakannya, antara lain adalah dengan menggunakan
konsep desentralisasi dan dekonsentrasi.
Page 38
Maka
Page 38
Maka
Page 38
Maka
antara lain karena belum terciptanya suatu grand design sebagai guideline bagi
pemerintah untuk melaksanakan otonomi daerah. Maka dari itu, grand design tersebut
menjadi salah satu solusi untuk memaksimalkan pelaksanaan desentralisasi dan
dekonsentrasi sebagai bentuk pelaksanaan konsep otonomi daerah sebagaimana telah
disinggung sebelumnya bersama pula dengan solusi-solusi lainnya.
DAFTAR PUSTAKA
Regulasi
1. Undang Undang Dasar 1945
2. Ketetapan MPR-RI Nomor IV/MPR-RI/2000 tentang Rekomendasi Kebijakan
Dalam Penyelenggaraan Otonomi Daerah
3. UU Nomor 1 Tahun 1945 tentang Komite Nasional Indonesia Daerah
4. UU Nomor 5 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Pemerintahan di Daerah
5. UU Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah
6. UU Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah
7. Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 2008 Tentang Desentralisasi dan Tugas
Perbantuan
Page 38
Maka
Buku
1. Buyung, Adnan.2000.Federalisme Untuk Indonesia. Jakarta: Kompas, 2000
3. Prof. Dr. Mr. F.A.M. Stroink diterjemahkan oleh Prof. Dr. Ateng Syarifudin,
S.H., 2006, Pemahaman Tentang Dekonsentrasi Bandung: Refika Aditama
Page 38
Maka
Website
Page 38
Maka
7. Daftar Jumlah Provinsi, Kabupaten atau Kota seluruh Indonesia, diakses pada
http://www.otda.kemendagri.go.id/otdaii/otda-iia.pdf, 13 Desember 2013,
pukul 11.58
10. Artikel Dekonsentrasi & Tugas Perbantuan, oleh Bangda Kementerian Dalam
Negeri, http://bangda.kemendagri.go.id/berita.php?p=profil&id=dk-tp, diakses
1 Desember 2013.
Page 38
Maka
Page 38
Maka
Page 38