BAB IV Profil Lokasi Penelitian PDF

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 18

4 PROFIL LOKASI PENELITIAN

4.1 Keadaan Wilayah

4.1.1 Kondisi geografis dan administrasi

Kepulauan Karimunjawa merupakan gugusan 27 pulau di perairan Laut


Jawa yang terletak 45 mil laut atau 83 km sebelah barat laut Kota Jepara. Secara
geografis Kepulauan Karimunjawa terletak pada 5o40’-5o57’ LS dan 110o04’-
110o40’ BT. Secara administratif merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten
Jepara Propinsi Jawa Tengah. Dari 27 pulau, hanya lima pulau yang dihuni
penduduk yaitu Karimunjawa, Kemujan, Parang, Nyamuk, dan Genting (Tabel 7).

Tabel 7 Pulau-pulau di Kepulauan Karimunjawa

No. Nama Desa, Nama Pulau Luas Pulau (ha) % Luas Kawasan Darat
A. KARIMUNJAWA 4.619,00 64,92
1 Karimunjawa 4.302,50 60,47
2 Menjangan Kecil 56,00 0,79
3 Menjangan Besar 46,00 0,65
4 Cemara Kecil 1,50 0,02
5 Cemara Besar 3,50 0,05
6 Menyawakan 21,00 0,30
7 Geleang 24,00 0,34
8 Burung 1,00 0,01
9 Batu 0,50 0,01
10 Genting*) 135,00 1,90
11 Seruni*) 20,00 0,28
12 Sambangan*) 8,00 0,11
B KEMUJAN 1.626.00 22,85
13 Cendekian*) 13,00 0,18
14 Gundul*) 4,50 0,06
15 Kemujan 1.501,50 21,10
16 Tengah 4,00 0,06
17 Cilik 2,00 0,03
18 Bengkoang 79,00 1,11
19 Mrico 1,00 0,01
20 Sintok 21,00 0,30
C PARANG 870,00 12,23
21 Parang 690,00 9,70
22 Nyamuk 125,00 1,76
23 Kumbang 12,50 0,18
24 Katang 7,50 0.11
25 Kembar 15,00 0,21
26 Krakal Kecil 10,00 0,14
27 Krakal Besar 10,00 0,14

LUAS TOTAL DARATAN 7.115,00 100,00


*) Tidak termasuk ke dalam TNKJ
Sumber: BTNKJ (2007)
64

Kecamatan Karimunjawa memiliki tiga desa, yaitu Desa Karimunjawa,


Desa Kemujan, dan Desa Parang, dengan wilayah dukuh sebagai berikut:
1) Desa Karimunjawa, meliputi dukuh: Karimunjawa, Kapuran, Legon Lele, Jati
Kerep, Alang-alang, Cikmas, Kemloko, dan Genting.
2) Desa Kemujan, meliputi dukuh: Kemujan, Mrican, Telaga, Batu Lawang,
Legon Gedhe, dan Legon Tengah.
3) Desa Parang, meliputi dukuh: Parang dan Nyamuk.
Kepulauan Karimunjawa pada 29 Februari 1988 ditetapkan sebagai Taman
Nasional Laut melalui surat Menhut No.161/Menhut-II/1988 dan dikukuhkan
melalui SK Menteri Kehutanan No.185/Kpts-II/1997 tanggal 31 Maret 1997
dengan luas 111.625 ha yang terdiri daratan di Pulau Karimunjawa seluas
1.285,50 ha dan daratan di Pulau Kemujan seluas 222,20 ha, serta perairan
disekitarnya seluas 110.117,30 ha. Berdasarkan Keputusan Menteri Kehutanan
No.74/Kpts-II/2001 tentang penetapan sebagian kawasan TNKJ, seluruh
kawasan perairan di TNKJ ditetapkan sebagai Kawasan Pelestarian Alam
perairan. Taman Nasional Karimunjawa secara geografis terletak pada 5o40’39’’-
5o55’00’’ LS dan 110o05’57’’-110o31’15’’ BT (BTNKJ 2007). Wilayah TNKJ hanya
mencakup 22 pulau (Tabel 1), sedangkan lima pulau yang lain dikelola oleh
Badan Konservasi Sumberdaya Alam (BKSDA) Provinsi Jawa Tengah.
Kawasan TNKJ dibagi dalam dua wilayah pengelolaan, yaitu wilayah
pengelolaan I yang berpusat di Kemujan, dan wilayah pengelolaan II yang
berpusat di Karimunjawa. Berdasarkan Keputusan Dirjen PHKA No.
SK.79/IV/Set-3/2005, TNKJ dibagi ke dalam tujuh zona, yang terdiri dari:
1) Zona inti (core zone) adalah zona yang mutlak dilindungi, karena didalamnya
tidak diperbolehkan adanya perubahan apapun oleh aktivitas manusia.
Kegiatan yang diperbolehkan hanya yang berhubungan untuk kepentingan
ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, kegiatan inventarisasi,
pemantauan potensi, perlindungan, dan pengamanan. Zona inti memiliki luas
444,63 ha, yang meliputi sebagian perairan Pulau Kumbang, perairan Taka
Menyawakan, perairan Taka Malang, dan perairan Tanjung Bomang.
2) Zona perlindungan (preservation zone) adalah zona yang diperuntukkan
untuk melindungi zona inti, yang merupakan areal untuk mendukung upaya
perlindungan spesies, pengembangbiakan alami jenis-jenis satwa liar,
termasuk satwa migran serta proses-proses ekologis alami yang terjadi
didalamnya. Kegiatan yang diperbolehkan adalah yang berhubungan untuk
65

kepentingan ilmu pengetahuan, pendidikan, penelitian, dan pemanfaatan


secara terbatas melalui perijinan khusus. Zona ini memiliki luas 2.587,71 ha,
yang meliputi hutan tropis dataran rendah dan hutan mangrove, serta wilayah
perairan Pulau Geleang, Pulau Burung, Tanjung Gelam, Pulau Sintok, Pulau
Cemara Kecil, Pulau Katang, Gosong Selikur, dan Gosong Tengah.
3) Zona pemanfaatan pariwisata (tourism zone) adalah zona yang
dikembangkan untuk kepentingan kegiatan wisata alam bahari dan wisata
alam lain yang ramah lingkungan. Pada kawasan tersebut dapat
dikembangkan sarana prasarana rekreasi dan pariwisata alam yang ramah
lingkungan melalui perijinan khusus. Zona ini memiliki luas 1.226,53 ha, yang
meliputi perairan Pulau Menjangan Besar, Pulau Menjangan Kecil, Pulau
Menyawakan, Pulau Kembar, sebelah timur Pulau Kumbang, Pulau Tengah,
Pulau Bengkoang, Indonor, dan Karang Kapal.
4) Zona pemukiman (settlement zone) adalah zona yang diperuntukkan untuk
kepentingan pemukiman masyarakat secara syah sudah ada sebelum
kawasan ditetapkan sebagai hutan tetap, dengan tetap memperhatikan aspek
konservasi. Zona pemukiman seluas 2.571,54 ha meliputi Pulau
Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, dan Pulau Nyamuk.
5) Zona rehabilitasi (rehabilitation zone) adalah zona yang diperuntukkan untuk
kepentingan pemulihan kondisi ekosistem terumbu karang yang telah
mengalami kerusakan sekitar 75%. Kegiatan rehabilitasi ekosistem terumbu
karang diupayakan menggunakan bahan-bahan atau substrat sealami
mungkin. Zona ini seluas 122,51 ha meliputi perairan sebelah timur Pulau
Parang, sebelah timur Pulau Nyamuk, sebelah barat Pulau Kemujan, dan
sebelah barat Pulau Karimunjawa.
6) Zona budidaya (marine culture zone) adalah zona yang diperuntukkan untuk
kepentingan budidaya perikanan seperti budidaya rumput laut, karamba
jaring apung, dan lain-lain, oleh masyarakat setempat dengan tetap
memperhatikan aspek konservasi. Zona budidaya memiliki luas 788,21 ha
meliputi perairan Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Menjangan
Besar, Pulau Parang, dan Pulau Nyamuk.
7) Zona pemanfaatan perikanan tradisional (traditional fishery zone) merupakan
zona yang diperuntukkan untuk kepentingan pemanfaatan perikanan tangkap
yang memiliki luas 103.883,86 ha, meliputi seluruh perairan di luar zona yang
telah ditetapkan yang berada di dalam kawasan TNKJ.
66

4.1.2 Topografi

Topografi Kepulauan Karimunjawa dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu


perbukitan, perbukitan bergelombang, dan dataran rendah dengan ketinggian
antara 0-506 m dpl (BTNKJ 2010). Perbukitan terbentang luas di Pulau
Karimunjawa dengan ketinggian 200-500 m, bertekstur kasar, berlereng terjal,
dan disusun oleh batuan sedimen pra-tersier. Perbukitan bergelombang
terbentang di Pulau Karimunjawa, Pulau Kemujan, Pulau Parang, dan Pulau
Genting, dengan ketinggian 25-200 m, bertekstur halus hingga agak kasar,
berlereng landai, dan disusun oleh batuan sedimen dan batuan gunung api.
Gunung Walang dan beberapa gumuk (bukit kecil) merupakan tonjolan topografi
pada daerah ini. Dataran rendah terbentang di Pulau Karimunjawa, Pulau
Kemujan, Pulau Parang, Pulau Genting, Pulau Menjangan, Pulau Cemara, Pulau
Bengkoang, Pulau Geleang, dan Pulau Sintok dengan ketinggian antara 0-25 m.
Penyusun substrat dataran rendah ini antara lain aluvium dan sedikit batuan
gunung api atau batuan sedimen.

4.1.3 Iklim

Wilayah Kepulauan Karimunjawa mempunyai iklim tropis yang dipengaruhi


oleh angin laut dengan suhu rata-rata 26-30oC. Suhu maksimum 34oC dengan
suhu minimum 22oC. Kelembaban nisbi antara 70-85%, dan tekanan udara
berkisar antara 1,012 mbar (BTNKJ 2001). Dalam satu tahun terdapat dua
pergantian musim, yaitu musim kemarau dan musim penghujan dengan musim
pancaroba diantaranya. Musim kemarau (musim timur) terjadi pada bulan Juni-
Agustus. Pada musim ini cuaca sepanjang hari cerah dengan curah hujan rata-
rata <200 mm/bulan, rata-rata penyinaran matahari antara 70-80% setiap hari.
Bulan kering terjadi pada Maret-Agustus dengan curah hujan sekitar 60
mm/bulan. Arah angin datang dari timur sampai tenggara dengan kecepatan 7-10
knot, kadang-kadang mencapai 16 knot lebih. Musim pancaroba pertama terjadi
pada September-Oktober, pada periode ini angin didominasi dari barat dan barat
laut, juga dari timur dan utara dengan kecepatan yang sangat bervariasi.
Musim penghujan (musim barat) berlangsung antara November-Maret
dengan curah hujan >200 mm/bulan dan angin dengan gelombang laut yang
besar. Rata-rata penyinaran matahari sebanyak 30-60% setiap harinya. BTNKJ
(2001) menyatakan Januari merupakan bulan terbasah dengan curah hujan 400
mm/bulan. Pada saat ini gelombang laut relatif besar, berkisar 0,40-1,25 m. Saat
67

cuaca buruk di laut terbuka untuk terjadi gelombang tinggi hingga mencapai 1,7
m. Angin bertiup cukup kencang dengan arah bervariasi dari barat dan barat laut
dengan kecepatan rata-rata 7-16 knot, dan dapat pula mencapai 21 knot. Setelah
musim penghujan kemudian dilanjutkan dengan musim pancaroba kedua yang
biasa terjadi antara April-Mei, arah angin lebih bervariasi dari barat dan timur silih
berganti dengan kecepatan rata-rata 4-10 knot.

4.1.4 Kondisi oseanografi

1) Batimetri
Kedalaman perairan Kepulauan Karimunjawa dari hasil interpolasi titik-titik
kedalaman yang terdapat dalam peta batimetri Dishidros TNI-AL tahun 2003
berkisar 0-52 m. Pulau-pulau yang ada secara keseluruhan dikelilingi oleh
terumbu karang dengan kedalaman 0-20 meter. Pulau Karang Kapal, Karang
Katang, dan Karang Besi memiliki rataan terumbu yang sangat luas dan tumbuh
baik sampai kedalaman 14 meter (DKP Jateng 2006b). Peta batimetri
Kepulauan Karimunjawa disajikan pada Lampiran 3. Pada umumnya dasar
perairan mulai dari tepi sepanjang pulau-pulau yang terdapat di Kepulauan
Karimunjawa adalah pasir, kemudian ke tengah dikelilingi terumbu karang dari
kedalaman 0,5-15 m. Ada pula pulau-pulau yang sebaran terumbu karangnya
mencapai hingga kedalaman 20 m.

2) Arus
Arus musiman di Kepulauan Karimunjawa mengikuti pola arus di Laut Jawa
yang tergantung pada beda tinggi muka laut di Samudera Pasifik (yang selalu
lebih tinggi muka lautnya) dibanding dengan Samudera Hindia. Dishidros TNI-AL
menyatakan bahwa arus pasang surut yang mengarah ke timur lebih kuat
daripada arus pasang surut yang menuju ke barat. Arus tetap di perairan lebih
kuat pada musim barat daripada musim timur. Kuat arus saat musim barat dapat
mencapai 0,35 m/s, sedangkan musim timur berkisar 0,15 m/s (BTNKJ 2010).
Pada musim barat (Desember-Februari), menurut BTNKJ (2010), arus laut
di perairan Karimunjawa secara umum bergerak dari barat atau barat laut ke
arah timur atau tenggara dengan kecepatan 0,5-0,75 m/s. Pada musim peralihan
barat ke timur (Maret-Mei), arus laut di perairan Karimunjawa bergerak dari barat
laut ke Tenggara dengan kecepatan berkisar 0,3-0,5 m/s. Pada musim timur
(Juni-Agustus), arus laut secara umum bergerak dari timur ke barat atau barat
68

laut dengan kecepatan berkisar 0,3-0,5 m/s. Pada musim peralihan timur ke
barat (September-November), arus laut bergerak dari barat atau barat laut ke
arah timur atau tenggara dengan kecepatan berkisar 0,25-0,5 m/s.
Kecepatan arus permukaan berkisar 0,08-0,25 m/s. Arus yang cukup kuat
dijumpai di antara Pulau Karimunjawa dan Pulau Menjangan besar, sekitar Pulau
Kembar, sekitar Pulau Krakal Kecil dan Pulau Krakal Besar, bagian timur Pulau
Menyawakan, dan sekitar Pulau Bengkoang. Keadaan pasang surut berfluktuasi
mencapai 92 cm. Pada umumnya dasar perairan mulai tepi sepanjang pulau-
pulau yang terdapat di Kepulauan Karimunjawa adalah pasir, kemudian ke
tengah dikelilingi terumbu karang dari kedalaman 0,5-15 m. Kedalaman perairan
dengan perhitungan berpatokan pada jarak dari pantai antara 10-200 m berkisar
0,5-15 m (BTNKJ 2001). Pola arus di Karimujawa disajikan pada Lampiran 3.
Kondisi hidro-oseanografi Kepulauan Karimunjawa masuk dalam monsun
timur dan barat (Yusuf 2007). Perairan Karimunjawa sangat dipengaruhi oleh
musim, yaitu musim barat dan musim timur, serta dua musim pancaroba atau
peralihan. Musim-musim tersebut dipengaruhi oleh sifat-sifat perairan seperti
arus laut yang mengalir dari barat ke timur, yang dikenal dengan musim barat.
Musim barat di perairan Karimunjawa dicirikan dengan kondisi angin kencang,
gelombang laut besar, curah hujan tinggi, dan kadar garam relatif menurun atau
rendah. Saat musim pancaroba I (April-Juni), arah angin mulai sedikit membelok
ke arah selatan. Sebaliknya saat musim timur, terjadi arus laut yang mengalir
dari timur ke barat, yang memiliki ciri kondisi angin dan gelombang laut yang
relatif tidak besar, curah hujan rendah, dan kadar garam relatif tinggi. Saat
musim pancaroba II (September-November) arah arus sedikit membelok arah
menuju utara.
Gerakan arus laut dapat terjadi akibat fenomena angin yang berhembus di
atas permukaan lautan. Arus laut di Kepulauan Karimunjawa relatif sama
dengan gerakan arus di wilayah Laut Jawa, yakni dipengaruhi oleh perubahan
musim barat dan timur. Hal ini sebagaimana diungkap oleh Yusuf (2007),
kecepatan arus laut dari timur ke barat berkisar 0,18-0,34 m/s dengan rata-rata
0,25 m/s. Kecepatan arus laut dari barat ke timur berkisar 0,22-0,45 m/s dengan
rata-rata 0,38 m/s. Kecepatan arus permukaa relatif kecil berkisar 0,01-0,04 m/s.
Arus yang cukup kuat dijumpai antara Pulau Karimunjawa dengan Pulau
Menjangan Besar, sekitar Pulau Kembar, sekitar Pulau Krakal Besar dan Pulau
Krakal Kecil, bagian timur Pulau Menyawakan, dan sekitar Pulau Bengkoang.
69

Kecepatan arus permukaan pada bulan Juni (awal musim timur) berkisar
0,2-0,3 m/s (Yusuf 2007). Kecepatan arus yang terjadi di perairan Karimunjawa
termasuk relatif rendah sampai sedang, karena belum melebihi 0,5 m/s (kuat).
Keberadaan terumbu karang yang mengelilingi sebagian besar pulau-pulau
diduga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap terjadinya pembelokan
arus dan meredam kekuatan arus dan gelombang yang terjadi, terutama pada
sisi pulau yang terlindung pada saat berlangsungnya musim barat.
Arus di sekitar perairan Kepulauan Karimunjawa, menurut BTNKJ (2010)
sangat dipengaruhi oleh pasang surut dan musim karena banyak pulau-pulau
besar dan kecil. Dari kondisi geografis perairan Karimunjawa dan kondisi pasang
surutnya, arus pasang surut mengalir ke arah timur pada saat air pasang dan
mengalir ke arah barat atau barat laut pada waktu air surut.
Jenis pasang surut yang terjadi di Karimunjawa adalah semi diurnal harian
ganda. Informasi dari Dishidros TNI-AL (BTNKJ 2010) menyebutkan arus
pasang surut yang menuju ke arah timur lebih kuat dari arus pasang surut yang
menuju ke arah barat. Arus tetap di perairan lebih kuat pada musim barat
daripada musim timur. Kuat arus di musim barat dapat mencapai 0,35 m/s,
sedangkan pada musim timur hanya berkisar pada 0,15 m/s.

3) Gelombang
Perairan Karimunjawa merupakan perairan dangkal, sehingga jika terdapat
pengaruh angin yang relatif kecil saja akan menimbulkan gelombang di
permukaan air laut. BTNKJ (2010) menyatakan, dalam periode angin barat laut
(Desember-Maret), perairan Karimunjawa sering mengalami gelombang yang
cukup besar dengan rata-rata berkisar 0,56-1,58 m. Periode musim angin
tenggara (Juli-September) ketinggian gelombang mencapai 0,27-0,6 m (di
Tanjung Seloka dapat mencapai 1,24 m). Pengaruh angin musim timur terhadap
pembangkit gelombang di perairan Karimunjawa lebih terbuka ke arah laut Jawa.

4) Salinitas dan pH
Keadaan salinitas TNKJ sebesar 28-35‰, kecuali di daerah Legon Lele di
Pulau Karimunjawa yang memiliki salinitas lebih rendah berkisar 24-30‰ akibat
adanya masukan air tawar dari daratan ke perairan (DKP Jateng 2006b). Derajat
keasaman (pH) di perairan Karimunjawa pada umumnya alkalis. Keasaman
tersebut disebabkan oleh tipe substrat dasar perairan yang merupakan paparan
70

pasir dan terumbu karang, di mana kandungan garam biogenik khususnya


kalsium cukup tinggi. Nilai tersebut berlaku sepanjang tahun dan sesuai dengan
hasil penelitian Yusuf (2007) yang menyatakan bahwa nilai pH di perairan
Karimunjawa berkisar 7,30 hingga 7,95 sehingga sangat mendukung bagi
kehidupan biota laut. Kisaran nilai pH tersebut masih mencerminkan sifat-sifat
alami air laut berkaitan dengan kelarutan garam-garam dan mengindikasikan
bahwa perairan Karimunjawa belum mengalami pencemaran, serta memiliki
peran sebagai penyangga (buffer) yang besar terhadap perubahan keasaman.

4.1.5 Kondisi sosio-demografi

Jumlah penduduk di Kepulauan Karimunjawa berdasarkan data demografi


Kecamatan Karimunjawa tahun 2009 adalah 10.210 jiwa. Komposisi penduduk
terdiri dari laki-laki sebanyak 5.491 jiwa dan perempuan sebanyak 4.719 jiwa
(Gambar 4). Jumlah penduduk terbanyak berada di Karimunjawa (4.943 jiwa),
kemudian Kemujan (2.936 jiwa) dan Parang (2.331 jiwa) (Gambar 4).

Gambar 4 Jumlah penduduk (%) berdasarkan jenis kelamin dan desa (Sumber:
Kantor Kecamatan Karimunjawa 2010).

Jumlah penduduk Karimunjawa terus mengalami peningkatan. Pada tahun


2006 jumlah penduduk di Karimunjawa mencapai 9.054 jiwa. Jika terjadi
penambahan jumlah penduduk yang tetap setiap tahunnya, maka rata-rata
penambahan jumlah penduduk setiap tahunnya adalah sebanyak 289 jiwa.
Sebagian besar penduduk di Kepulauan Karimunjawa beragama islam
(10.179 jiwa) dan sisanya protestan (27 jiwa) dan katholik (4 jiwa). Tingkat
pendidikan penduduk Karimunjawa umumnya masih rendah. Jumlah penduduk
71

yang tidak tamat SD sebanyak 5.378 jiwa (52,57%) dan yang tamat SD sebanyak
3.266 jiwa (31,93%). Lainnya belum sekolah (512 jiwa), tamat SLTP (612 jiwa),
tamat SLTA (388 jiwa), dan tamat perguruan tinggi (74 jiwa) (Gambar 5).

Gambar 5 Jumlah penduduk (%) berdasarkan tingkat pendidikan (Sumber:


Kantor Kecamatan Karimunjawa 2010).

Mayoritas penduduk bermata pencaharian sebagai nelayan (5.658 jiwa)


dan petani (3.763 jiwa). Lainnya bekerja sebagai pengusaha (10 jiwa), pengrajin
(45 jiwa), buruh (510 jiwa), PNS (204 jiwa), TNI/Polisi (7 jiwa), dan pensiunan (18
jiwa) (Gambar 6). Mayoritas penduduk telah memiliki rumah yang permanen atau
semi permanen, dan rata-rata setiap rumah mempunyai fasilitas MCK. Aliran
listrik masih bergantung pada PLTD, dimana listrik menyala dari pukul 5.30 sore
hingga pukul 5.30 pagi.

Gambar 6 Jumlah penduduk (%) berdasarkan jenis pekerjaan (Sumber: Kantor


Kecamatan Karimunjawa 2010).
72

4.1.6 Ekosistem atau habitat di TNKJ

1) Terumbu karang

Survei yang dilakukan WCS tahun 2003-2004 di 69 lokasi di Karimunjawa,


tutupan rata-rata karang keras bervariasi 7-69% dan secara keseluruhan memiliki
rata-rata sekitar 40%. Selama survei tahun 2003-2006 jumlah genera karang
keras yang tercatat adalah sebanyak 64 genus yang termasuk ke dalam ordo
Scleractinia 14 famili dan 3 ordo non-Scleractinia. Acropora dan Porites
merupakan jenis genera karang yang mendominasi di keseluruhan gugusan
terumbu karang. Dominansi bentuk pertumbuhan karang di masing-masing lokasi
bervariasi tergantung kepada sifatnya yang terbuka atau terlindung terhadap
angin dan gelombang. Bentuk pertumbuhan karang di daerah-daerah yang
terbuka terhadap angin dan gelombang relatif beragam seperti bercabang
(branching), meja (tabulate), lembaran (foliose), mengerak (encrusting), masif
(massive) dan sebagainya, yang tumbuh lebih ringkas dan padat. Umumnya
gugusan terumbu karang di Kepulauan Karimunjawa mendapatkan pengaruh
angin dan gelombang dengan intensitas yang berbeda-beda. Namun ada
beberapa lokasi yang terlindung dari pengaruh angin dan gelombang saat musim
barat dan timur seperti sisi barat pulau-pulau dan gosong-gosong di timur Pulau
Kemujan dan Karimunjawa (Sintok, Kecil, Tengah dan Gosong Selikur), juga sisi
timur pulau-pulau dan gosong-gosong di barat Pulau Karimunjawa (Cemara
Besar, Cemara Kecil dan Gosong Cemara). Daerah-daerah terumbu karang yang
terlindung terhadap faktor fisik ini memiliki karakteristik terumbu yang didominasi
oleh karang-karang bercabang dari genus Acropora dan Porites (WCS 2009).
Hasil monitoring terhadap ekosistem terumbu karang yang dilakukan WCS
bekerjasama dengan BTNKJ selama periode 2004-2006 (BTNKJ 2010) dan
BTNKJ 2008 menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang signifikan terhadap
penutupan terumbu karang selama periode monitoring. Selanjutnya juga
diketahui bahwa tidak terdapat perbedaan signifikan penutupan terumbu karang
di tiap-tiap zona yang ada dalam kawasan TNKJ.
Pemanfaatan terumbu karang berdasarkan sektor perikanan, antara lain
sebagai nursery ground (tempat pembesaran), feeding ground (tempat mencari
makan), ataupun spawning ground (tempat memijah) bagi ikan-ikan yang hidup
di area sekitar kawasan tersebut. Selanjutnya, keberadaan ikan bagi masyarakat
merupakan dampak tidak langsung dari terumbu karang. Manfaat lain yang yang
dapat diambil dari keberadaan terumbu karang di Karimunjawa adalah pariwisata
73

dan penelitian. Banyaknya pengunjung yang datang untuk berlibur (berwisata)


dan melakukan penelitian merupakan manfaat secara tidak langsung dari
keberadaan ekosistem terumbu karang. Selain itu, terumbu karang juga dapat
bermanfaat sebagai tempat budidaya (kerapu dan rumput laut) dan penahan
gempuran gelombang atau erosi.
Salah satu ancaman terhadap terumbu karang adalah penangkapan ikan
dengan menggunakan jaring muroami. Berdasarkan kegiatan yang dilakukan
oleh WCS pada tahun 2002-2003 mengenai studi sosial-ekonomi dan ekologi
perikanan muroami di Karimunjawa (WCS 2009), bahwa spesies target utama
perikanan muroami adalah ikan ekor kuning dan banyak kasus menunjukkan
dampak langsung kerusakan fisik terumbu karang. Menurut Mukminin et al.
(2006), tekanan aktivitas perikanan terhadap terumbu karang meningkat rata-rata
sebesar 26 trip per km2 setiap tahunnya.

2) Padang lamun

Struktur komunitas padang lamun di Kepulauan Karimunjawa berdasarkan


survei yang dilakukan oleh WCS tahun 2004 tersusun atas 9 spesies, yaitu
Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Thalassia hemprichi, Cymodocea rotundata,
Halodule uninervis, Halodule pinifolia, Halophila minor, Syringodium isoetilium,
Thalassodendron ciliatum. Persentase penutupan padang lamun di wilayah
Karimunjawa berkisar antara 9-83%. Wilayah Kemujan berkisar antara 5,6-70%,
dan di wilayah Parang berkisar antara 1-65% (WCS 2009).
Padang lamun merupakan habitat bagi beberapa organisme laut. Padang
lamun memiliki fungsi secara ekologis diantaranya sebagai produsen detritus dan
zat hara; mengikat sedimen dan menstabilkan substrat yang lunak; tempat
berlindung, mencari makan, tumbuh besar dan daerah pemijahan bagi beberapa
jenis biota laut. Padang lamun selain memiliki fungsi secara ekologis, dapat juga
dimanfaatkan sebagai tempat kegiatan budidaya laut berbagai jenis ikan, kerang-
kerangan dan tiram, tempat rekreasi dan sumber pupuk hijau (WCS 2009).
Ancaman terhadap padang lamun menurut WCS (2009) adalah degradasi
lingkungan perairan yang diakibatkan oleh kegiatan manusia, di antaranya
pengerukan yang berkaitan dengan pembangunan pemukiman pinggir laut,
pelabuhan, industri, saluran navigasi, pencemaran limbah industri terutama
logam berat dan senyawa organoklorin, pembuangan sampah organik,
pencemaran oleh limbah pertanian dan pencemaran minyak.
74

3) Mangrove

Taman Nasional karimunjawa mempunyai ekosistem mangrove yang relatif


masih asli dan tersebar hampir di seluruh kepulauan Karimunjawa dengan luasan
yang berbeda-beda. Mangrove tumbuh di daerah pasang surut yang tergenang
pasang dan bebas dari genangan pada saat surut dan komunitas tumbuhannya
bertoleransi terhadap garam. Kawasan Taman Nasional Karimunjawa memiliki
habitat mangrove yang masih asli dan tersebar hampir di seluruh kepulauan
Karimunjawa dengan luasan yang berbeda-beda. Luas hutan mangrove yang
terdapat di dua pulau terbesar yaitu pulau Karimunjawa dan Kemujan menurut
WCS (2009) adalah seluas 396,90 Ha. Berdasarkan wawancara dengan
pegawai BTNKJ, luasan hutan mangrove di TNKJ masih sama, dan saat ini
tengah dilakukan program rehabilitasi hutan mangrove dan penambahan
kegiatan pengawasan untuk mengurangi tindakan perusakan mangrove.
Berdasarkan hasil dari kegiatan inventarisasi penyebaran mangrove di
TNKJ tahun 2002 (BTNKJ 2010) ditemukan 44 spesies mangrove yang termasuk
dalam 25 famili. Dalam kawasan pelestarian ditemukan 25 spesies mangrove
sejati dari 13 famili dan 18 spesies mangrove ikutan dari 7 famili. Sedang di luar
kawasan ditemukan 5 spesies mangrove ikutan dari 5 famili berbeda. Pada
tingkat tiang dan pohon hutan mangrove di kawasan Pulau Karimunjawa dan
Kemujan didominasi jenis Excoecaria agallocha. Jenis yang penyebarannya
paling luas adalah Rhizopora stylosa.
Ancaman pada ekosistem mangrove berupa perambahan kawasan
mangrove menjadi areal tambak dan kebun, serta penebangan jenis tertentu
(Lumnitzera littorea dan Bruguiera sp) sebagai bahan membangun rumah. Jenis
tertentu juga diambil kulitnya untuk mewarnai kapal, pengambilan rating dan kayu
dengan diameter kurang dari 10 cm untuk kayu bakar. Adanya penebangan
hutan mangrove yang dilakukan petani setempat juga menjadi ancaman
pertumbuhan dan perkembangan penyu sisik. Tak hanya itu, adanya polutan
yang berasal dari kapal yang lewat dan singgah juga mengancam keberadaan
penyu sisik. Polutan tersebut menurunkan kualitas air laut sebagai habitat penyu
sisik. Akibatnya, selain perkembangannya terhambat, mereka juga bermigrasi ke
perairan yang lebih aman.
Fungsi hutan mangrove menurut WCS (2009) secara fisik dapat menjaga
garis pantai dan tebing sungai dari abrasi, mengendalikan intrusi air laut dan
melindungi daerah di belakang mangrove dari hempasan gelombang dan angin
75

kencang. Mangrove juga dapat berfungsi secara biologis sebagai tempat


mencari makan, memijah dan berkembang biak jenis ikan, udang dan biota laut
lainnya. Hutan mangrove secara ekonomi merupakan sumber kayu pertukangan
dan bangunan, arang, tanin dan lahan wisata. Bentuk dan karakteristik pohon
mangrove yang unik merupakan modal untuk tujuan wisata. Mangrove juga
merupakan habitat bagi berbagai jenis burung, di Karimunjawa jenis burung yang
banyak dijumpai di hutan mangrove diantaranya adalah elang laut perut putih
(Heliantus leucogaster), merbah cerucuk (Pycnobotus goiavier) dan pergam hijau
(Dudula aenea).

4.2 Profil Perikanan Tangkap

Perikanan tangkap adalah aktivitas (kegiatan ekonomi) yang mencakup


penangkapan atau pengumpulan hewan dan tanaman air yang hidup di laut atau
perairan umum secara bebas (DJPT 2005). Perikanan tangkap di TNKJ sudah
ada sejak lama jauh sebelum Kepulauan Karimunjawa ditetapkan sebagai taman
nasional dan masih terus dilakukan secara turun temurun hingga sekarang.

4.2.1 Kapal perikanan

Perkembangan jumlah kapal perikanan di Karimunjawa disajikan pada


Tabel 8. Jenis kapal (berdasarkan jenis alat tangkap yang dipakai oleh kapal
tersebut) yang digunakan disajikan pada Lampiran 4-Lampiran 7.

Tabel 8 Keadaan jumlah kapal perikanan menurut ukuran di Karimunjawa tahun


2005-2009

Tahun Motor Tempel Kapal Motor < 5 GT Jumlah


2005 3.739 2.674 6.413
2006 953 1.664 2.617
2007 1.919 3.119 5.038
2008 523 806 1.329
2009 359 505 864
Sumber: PPP Karimunjawa (2010)

Jumlah alat tangkap ini berbeda dengan data dari DKP Jepara. Misal
selama lima tahun terakhir (2005-2009), dimana jumlah perahu motor tempel
sebanyak 125 unit, perahu motor 682 unit, dan perahu tanpa motor 3 unit. Hal ini
menunjukkan bahwa jumlah perahu di Karimunjawa tidak mengalami perubahan.
76

Jumlah kapal yang ada di Kepulauan Karimunjawa berdasarkan data PPP


Karimunjawa terus mengalami penurunan sejak tahun 2007 (Tabel 8), hal ini
karena data yang ada di PPP Karimunjawa merupakan jumlah kapal yang
melakukan tambat labuh. Sejak 2006 aktivitas di PPP Karimunjawa telah
mengalami penurunan, yang berakibat juga pada penurunan jumlah kunjungan
kapal. Jenis perahu atau kapal yang digunakan oleh nelayan di Karimunjawa
disajikan pada Lampiran 4-Lampiran 7.

4.2.2 Alat tangkap

Perkembangan jumlah alat tangkap di Kepulauan Karimunjawa disajikan


pada Tabel 9. Jika dibandingkan dengan data yang dikeluarkan oleh DKP Kab.
Jepara, jumlah alat tangkap terdapat perbedaan. Bagan perahu sebanyak 115
unit, pancing 932 unit, muroami 13 unit, bubu 573 unit, dan gillnet 168 unit.
Perbedaan nilai terbesar ada pada alat tangkap pancing, muroami, dan bubu.
Alat tangkap gillnet tidak didata oleh PPP Karimunjawa, karena umumnya
nelayan menggunakannya secara bergantian dengan alat tangkap pancing.
Kondisi di lapangan selama penelitian menunjukkan jumlah alat tangkap
muroami yang masih beroperasi berjumlah satu unit (dengan tiga buah kapal).
Pengoperasian bubu di Karimunjawa masih ada sebagian nelayan yang
melakukan operasi secara tradisional menggunakan perahu tanpa mesin.

Tabel 9 Keadaan jumlah dan jenis alat tangkap di Karimunjawa tahun 2005-
2009

Tahun Bagan perahu Pancing Ulur Muroami Bubu Jumlah


2005 3.247 1.213 1.953 0 6.413
2006 611 917 718 371 2.617
2007 624 2.043 1.765 606 5.038
2008 130 565 419 215 1.329
2009 167 336 226 135 864
Sumber : PPP Karimunjawa (2010)

Penurunan jumlah alat tangkap yang terus terjadi sejak tahun 2006 (kecuali
2007) diduga disebabkan oleh kenaikan harga BBM dan semakin berkurangnya
jumlah alat tangkap yang mendaratkan hasil tangkapan di PPP Karimunjawa.
Berdasarkan kondisi di lapangan, misalnya, jumlah alat tangkap muroami tinggal
satu unit (dengan tiga buah kapal dan 15-20 orang nelayan).
77

Jenis alat tangkap yang berkembang dan digunakan secara turun temurun
diantaranya pancing ulur, pancing tonda, jaring insang, bagan perahu, dan bubu.
Jenis alat tangkap muroami mulai masuk di Karimunjawa sejak tahun 2000-an.
Muroami awalnya dibawa oleh nelayan-nelayan pendatang dari Kepulauan
Seribu. Kemudian ada sebagian yang menetap di Karimunjawa, ada juga yang
memang hanya bekerja untuk juragan mereka di Karimunjawa. Jenis bubu juga
masih digunakan meskipun jumlahnya terus mengalami penurunan (Tabel 8).
Nelayan bubu umumnya melakukan penangkapan dengan bubu sepanjang
tahun (tidak memiliki alat tangkap jenis lain). Nelayan pancing tonda, umumnya
menggunakan pancing tonda selama enam bulan (Agustus-Januari), dan juga
menggunakan pancing ulur (Februari-Juli). Nelayan gillnet umumnya
menggunakan gillnet selama tiga bulan (Februari-April), kemudian juga
menggunakan ulur (Mei-Juli) dan tonda (Agustus-Januari). Nelayan bagan
perahu biasanya menggunakan bagan perahu selama tujuh bulan (April-
Oktober), dan setelah tidak musim ikan teri, dan beralih menggunakan pancing
ulur (November-Maret).
Kombinasi jenis alat tangkap yang beragam ini menunjukkan nelayan di
Karimunjawa telah memiliki pengalaman dan pengetahuan yang modern dalam
memanfaatkan SDI. Nelayan tidak secara terus menerus melakukan eksploitasi
terhadap jenis ikan tertentu, tetapi berubah menurut musim dan keberadaan ikan.
Perubahan jenis ikan yang ditangkap juga menunjukkan perubahan daerah
penangkapan ikan (DPI). Hal tersebut menunjukkan nelayan telah memiliki
pengetahuan yang cukup baik dalam memanfaatkan SDI dan mencari DPI yang
sesuai dengan musim ikan. Kondisi tersebut juga menunjukkan nelayan dapat
terus melakukan kegiatan penangkapan sepanjang tahun.
Alat tangkap pancing (ulur dan tonda) biasa digunakan untuk menangkap
ikan-ikan pelagis, seperti tengiri dan tongkol yang merupakan ikan sasaran
utama dari pancing tonda, sedangkan bagan perahu biasa digunakan untuk
menangkap ikan teri. Nelayan-nelayan di Karimunjawa biasanya memiliki
berbagai jenis alat tangkap, hal ini dilakukan agar para nelayan dapat tetap
melakukan kegiatan penangkapan ikan sepanjang tahun, sehingga meskipun
terjadi pergantian musim, nelayan dapat tetap melakukan penangkapan ikan.
Muroami mulai ada dan beroperasi di Karimunjawa sejak tahun 2000-an.
Muroami yang ada di Karimunjawa merupakan alat tangkap yang di bawa oleh
nelayan pendatang dari Pulau Seribu dengan ukuran kapal > 70 PK. Biasanya
78

nelayan muroami berkelompok 10-14 orang dengan ikan sasaran ekor kuning.
Daerah operasi penangkapan ikan dengan muroami adalah daerah Karang
Kapal, perairan sebelah timur Karimunjawa, Pulau Kemujan, Krakal Besar,
Krakal Kecil, Nyamuk, Parang, Menyawakan, Bengkoang, Cemara, Cilik,
Geleang, Burung, dan seruni. Kegiatan muroami sering mengancam degradasi
sumber daya perikanan yang ada di kawasan TNKJ dan sering menimbulkan
konflik dengan nelayan tradisional, sehingga perlu adanya pengaturan dan
pengawasan dari instansi atau pihak terkait mengenai masalah ini, atau dengan
pemberian sanksi yang jelas dan berat terhadap penggunaan muroami serta
pengenalan aturan-aturan lokal (local wisdom) terhadap nelayan-nelayan
pendatang (Irnawati 2008).

4.2.3 Produksi perikanan

Perkembangan produksi ikan di Karimunjawa selama kurun waktu lima


tahun terakhir (2005-2009) disajikan pada Gambar 7. Perkembangan produksi
perikanan berdasarkan jenis ikan disajikan pada Tabel 10.

Gambar 7 Keadaan produksi ikan (ton) di Karimunjawa tahun 2005-2009


(Sumber: PPP Karimunjawa 2010).

Produksi ikan di Karimunjawa yang disajikan pada Gambar 7 menunjukkan


terjadi peningkatan produksi sejak tahun 2006-2008, meskipun kemudian
mengalami penurunan pada tahun 2009. Jika produksi ikan secara keseluruhan
dibandingkan dengan kondisi jumlah produksi per jenis ikan (Tabel 10), maka
jenis ikan ekor kuning mengalami peningkatan yang cukup signifikan selama
tahun 2006-2008, dan cukup besar produksinya. Kondisi tersebut menunjukkan
muroami menyumbang produksi tertinggi dibanding alat tangkap yang lain.
79

Tabel 10 Keadaan jumlah produksi jenis ikan (kg) di Karimunjawa 2005-2009


Produksi (kg)
Jenis Ikan
2005 2006 2007 2008 2009
Ekor kuning 61.840 44.276 112.352 279.085 98.693
Tengiri 19.597 40.510 60.142 53.361 21.230
Tongkol 15.607 21.545 44.426 51.575 41.490
Kerapu 1.846 7.611 13.583 8.052 6.052
Teri 108.070 2.798 81.115 59.700 57.390
Kuwe (Badong) 5.027 5.279 32.767 31.039 32.466
Cumi 5.700 4.250 2.800 68.127 51.890
Ikan Lain-lain 1.780. 371 17.540 104.485 77.729 61.681
Sumber: PPP Karimunjawa (2010)

Jenis ikan tertentu seperti ekor kuning, tengiri, tongkol, kerapu, kuwe, dan
teri (Tabel 10) mengalami peningkatan yang cukup signifikan sejak 2005. Hal ini
diduga karena kegiatan penangkapan jenis ikan tersebut sangat intensif. Misal
untuk ekor kuning dengan alat tangkap muroami, kegiatan penangkapannya
dilakukan hampir sepanjang tahun (delapan bulan, dari bulan Agustus hingga
Maret). Meskipun saat penelitian ini dilakukan, masih tersisa satu unit muroami
yang masih beroperasi. Muroami merupakan alat tangkap yang dilarang
dioperasikan di dalam TNKJ, namun masih adanya muroami yang beroperasi
merupakan bukti bahwa penegakan hukum belum sepenuhnya dilakukan dan
pengawasan belum optimal.

4.2.4 Nelayan

Perkembangan jumlah nelayan di Kepulauan Karimunjawa selama lima


tahun terakhir (2005-2009) berdasarkan data DKP Jepara disajikan pada
Gambar 8. Jumlah nelayan di Karimunjawa terus mengalami penurunan sejak
tahun 2006 hingga 2008, dan sedikit mengalami peningkatan pada tahun 2009.
Jumlah nelayan tertinggi terjadi pada tahun 2006 dan setelah itu cenderung
mengalami jumlah yang stagnan. Jumlah juragan meningkat tajam pada tahun
2006 sebanyak 761 orang disbanding tahun 2006 sebanyak 299 orang, dan
jumlahnya tidak mengalami penambahan yang berarti sejak tahun 2007-2009.
Jumlah nelayan menurut DKP Jepara tahun 2009 sebanyak 2.844 orang.
Data DKP Jepara sedikit di atas jumlah nelayan yang terdata (menjadi anggota)
di KUD yaitu sebanyak 2.062 orang. Sedangkan berdasarkan data demografi
dari kantor Kecamatan Karimunjawa (2010) jumlah penduduk yang memiliki mata
80

pencaharian sebagai nelayan sebanyak 55,39% atau 5.658 orang (Gambar 6).
Hal ini diduga karena banyak warga yang berusia produktif (17-25 tahun),
bekerja sebagai nelayan, namun tidak terdata sebagai anggota KUD.

Gambar 8 Keadaan jumlah nelayan (orang) di Karimunjawa tahun 2005-2009


(Sumber: DKP Jepara 2010).

Anda mungkin juga menyukai