Anda di halaman 1dari 9

KAJIAN DUKUNGAN KELAYAKAN

Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Perpres 38/2015, Dukungan Pemerintah didefinisikan sebagai kontribusi
fiskal dan/atau bentuk lainnya yang diberikan oleh Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dan/atau
menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di bidang keuangan dan kekayaan negara sesuai
kewenangan masing-masing berdasarkan peraturan perundang-undangan dalam rangka meningkatkan
kelayakan finansial dan efektifitas KPBU.
Dalam suatu penyelenggaraan proyek dengan skema Kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha
(KPBU), baik Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah dapat memberikan dukungan. Hal ini
didasari oleh ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 15 Perpres 38/2015 yang menetapkan bahwa
“Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat memberikan Dukungan Pemerintah terhadap KPBU
sesuai dengan lingkup kegiatan KPBU”. Dukungan Pemerintah tersebut dicantumkan dalam dokumen
pengadaan Badan Usaha Pelaksana.1

I. BENTUK DUKUNGAN PEMERINTAH


Secara yuridis, penyelenggaraan KPBU di Indonesia dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yakni KPBU oleh
Pemerintah Pusat dan KPBU oleh Pemerintah Daerah atau disebut Kerjasama Pemerintah Daerah
dengan Badan Usaha (“KPDBU”). Hal ini dapat dipahami oleh karena penyelenggaraan kebijakan
otonomi daerah sebagaimana diatur dalam UU 23/2014 yang membagi urusan-urusan pemerintahan
antara Pemerintah Pusat maupun Pemerintah Daerah. Selain itu, dapat dipahami juga bahwa
berdasarkan PERPRES 38/2015, yang dapat menjadi PJPK adalah Menteri/Kepala Lembaga/Kepala
Daerah.
Perbedaan ini memberikan konsekuensi secara yuridis berkaitan dengan bentuk Dukungan Pemerintah
yang dapat diberikan bagi penyelenggaraan suatu proyek dengan skema KPBU. Terhadap proyek KPBU
yang diselenggarakan oleh Pemerintah Pusat, bentuk Dukungan Pemerintah yang dapat diberikan
mengacu pada ketentuan sebagaimana tercantum dalam Lampiran Permen PPN 4/2015, terdiri dari:
1) Dukungan Kelayakan KPBU (Viability Gap Fund) Yang Diatur Lebih Lanjut Oleh Peraturan Menteri
Keuangan;
2) Insentif Perpajakan; Dan/Atau
3) Dukungan Pemerintah Dalam Bentuk Lainnya Sesuai Dengan Peraturan Perundang-Undangan.
Akan tetapi, terhadap proyek KPBU yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerah atau disebut KPDBU,
bentuk Dukungan Pemerintah yang dapat diberikan mengacu pada ketentuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) Permendagri 96/2016 yang mengatur bahwa Kepala Daerah dapat
memberikan usulan terhadap Dukungan Pemerintah terhadap KPDBU dalam bentuk:
1) Dukungan Kelayakan KPDBU;
2) Insentif Perpajakan; Dan/Atau
3) Bentuk Lainnya Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Berikut akan dijelaskan mengenai setiap bentuk Dukungan Pemerintah sebagaimana dimaksud di atas.
A. DUKUNGAN KELAYAKAN
Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial
yang diberikan terhadap Proyek KPBU oleh menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintah di
bidang keuangan dan kekayaan negara.2

1
Pasal 15 ayat (2) PERPRES 38/2015
2
Pasal 1 angka 13 PERPRES 38/2015
Berkenaan dengan pemberian Dukungan Kelayakan, terdapat perbedaan peraturan perundang-
undangan yang berlaku mengingat adanya perbedaan peraturan pelaksanaan antara pelaksanaan KPBU
dan pelaksanaan KPDBU yang disebabkan penyelenggaraan otonomi daerah sebagaimana dijelaskan
diatas. Berdasarkan Pasal 2 ayat (2) PMK 223/2012 serta perubahannya, pemberian Dukungan
Kelayakan ditujukan untuk:
a. Meningkatkan Kelayakan Finansial Proyek Kerja Sama 3 Sehingga Menimbulkan Minat Dan
Partisipasi Badan Usaha Pada Proyek Kerja Sama;
b. Meningkatkan Kepastian Pengadaan Proyek Kerja Sama Dan Pengadaan Badan Usaha Pada
Proyek Kerja Sama Sesuai Dengan Kualitas Dan Waktu Yang Direncanakan; Dan
c. Mewujudkan Layanan Publik Yang Tersedia Melalui Infrastruktur Dengan Tarif Yang Terjangkau Oleh
Masyarakat.
Bila melihat ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 5 dan angka 17 PMK 223/2012 dimana
ketentuan tersebut membedakan istilah bagi Proyek Kerja Sama Daerah yang didefinisikan sebagai
Proyek Kerja Sama yang merupakan kewenangan Kepala Daerah berdasarkan peraturan perundang-
undangan yang berlaku, dimana Kepala Daerah bertindak sebagai PJPK, maka pemberian Dukungan
Kelayakan berdasarkan PMK 223/2012 dapat dipahami sebagai pengaturan pemberian Dukungan
Kelayakan yang hanya ditujukan bagi penyelenggaraan Proyek Kerja Sama yang merupakan
kewenangan Pemerintah Pusat.
Pemahaman tersebut sejalan dengan adanya ketentuan yang secara khusus mengatur tentang
pengertian Dukungan Kelayakan bagi proyek KPDBU sebagaimana diatur dalam Pasal 1 angka 12
Permendagri 96/2016 yang menetapkan bahwa “Dukungan Kelayakan adalah Dukungan Pemerintah
dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap proyek KPDBU oleh
Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan mengenai pemberian
Dukungan Kelayakan pada proyek KPDBU”.

1. DUKUNGAN KELAYAKAN BAGI PROYEK KPBU OLEH PEMERINTAH PUSAT


Berdasarkan Pasal 5 ayat (1) PMK 223/2012 serta perubahannya, Dukungan Kelayakan merupakan
Belanja Negara yang diberikan dalam bentuk tunai kepada Proyek Kerja Sama atas porsi tertentu dari
seluruh Biaya Konstruksi Proyek Kerja Sama. Dalam ayat selanjutnya disebutkan bahwa Biaya
Konstruksi Proyek Kerja Sama meliputi biaya konstruksi, biaya peralatan, biaya pemasangan, biaya
bunga atas pinjaman yang berlaku selama masa konstruksi, dan biaya-biaya lain terkait konstruksi
namun tidak termasuk biaya terkait pengadaan lahan dan insentif perpajakan.
Namun demikian, sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (3) PMK 223/2012 serta perubahannya,
pemberian Dukungan Kelayakan tidak dapat dilakukan apabila mendominasi Biaya Konstruksi Proyek
Kerja Sama sebagaimana dimaksud di atas. Dalam hal Proyek Kerja Sama Daerah, Pemerintah Daerah
dianjurkan untuk dapat berkontribusi atas pemberian Dukungan Kelayakan. Kontribusi tersebut dilakukan
setelah mendapatkan persetujuan dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah.
Kriteria Pemberian Dukungan Kelayakan
Berdasarkan pasal 8 PMK 223/2012 diatur bahwa “Dukungan Kelayakan diberikan pada Proyek Kerja
Sama yang memenuhi kriteria sebagai berikut:
1) Proyek KPBU yang telah memenuhi kelayakan ekonomi namun belum memenuhi kelayakan
finansial;

3
Berdasarkan Pasal 1 angka 5 PMK 223/2012 serta perubahannya, Proyek Kerja Sama Pemerintah
dengan Badan Usaha yang selanjutnya Proyek Kerja Sama adalah proyek sebagaimana dimaksud dalam
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kerja Sama Pemerintah dengan Badan Usaha
dalam Penyediaan Infrastruktur.
2) Proyek KPBU dalam poin a menerapkan prinsip pengguna membayar;
3) Proyek Kerja Sama dalam poin a dan poin b dengan total biaya investasi paling kurang senilai Rp
100.000.000.000,- (seratus miliar rupiah);
4) Proyek KPBU sebagaimana dimaksud poin a, poin b, dan poin c dijalankan oleh Badan Usaha
Penandatangan Perjanjian KPBU yang dibentuk oleh Badan Usaha Pemenang Lelang yang
ditetapkan oleh PJPK melalui proses lelang yang terbuka dan kompetitif sesuai dengan peraturan
tentang KPBU;
5) Proyek KPBU sebagaimana dimaksud poin a, poin b, poin c, dan poin d dilaksanakan berdasarkan
Perjanjian Kerja Sama yang mengatur skema pengalihan aset dan/atau pengelolaannya dari Badan
Usaha Penandatangan Perjanjian KPBU kepada PJPK pada akhir periode kerja sama; dan
6) Hasil Prastudi Kelayakan pada Proyek KPBU sebagaimana dimaksud poin a, poin b, poin c, poin d,
dan poin e:
a. Mencantumkan pembagian risiko yang optimal antara PJPK di satu pihak dan Badan Usaha
Penandatangan Perjanjian KPBU/Badan Usaha Pemenang Lelang di pihak lain;
b. Menyimpulkan bahwa Proyek KPBU tersebut layak secara ekonomi, yang juga meliputi aspek
teknis, hukum, lingkungan, dan sosial; dan
c. Menunjukan bahwa Proyek KPBU tersebut menjadi layak secara finansial dengan diberikannya
Dukungan Kelayakan.”
Mekanisme Pemberian Dukungan Kelayakan
Berdasarkan Pasal 10 ayat (1) PMK 223/2012 serta perubahannya, Dukungan Kelayakan diberikan oleh
Pemerintah c.q. PJPK terhadap Proyek Kerja Sama dalam Dokumen Persetujuan Pemberian Dukungan
Kelayakan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Perjanjian Kerja Sama. Dokumen
Persetujuan Pemberian Dukungan Kelayakan tersebut dibuat oleh PJPK dan Badan Usaha
Penandatangan Perjanjian Kerja Sama berdasarkan persetujuan dari Menteri Keuangan atas usulan
PJPK yang diajukan dalam tahapan-tahapan sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Bagian Kesatu sampai
dengan Pasal 16 Bagian Ketiga BAB IV PMK 223/2012.
Adapun tahapan-tahapan sebagaimamana dimaksud di atas dapat diilustrasikan dalam gambar di bawah
ini.
Gambar 1. Tahapan Pemberian Dukungan Kelayakan
Berikut penjelasan atas masing-masing tahapan tersebut, sebagai berikut:
1) Tahap Persetujuan Prinsip Dukungan Kelayakan
Pada tahap ini, PJPK mengajukan Usulan Persetujuan Prinsip Dukungan Kelayakan (UPPDK) kepada
Menteri Keuangan. Pengajuan tersebut dilakukan sebelum dimulainya Tahap Pra Kualifikasi. Usulan
sebagaimana dimaksud di atas harus berisi paling sedikit:
a. Keterangan Mengenai Proyek Kerja Sama;
b. Jumlah Besaran Dukungan Yang Diusulkan; Dan
c. Waktu Dan Syarat Pencairan Dukungan Kelayakan.
d. Dalam Hal Proyek Kerja Sama Daerah, Skema Kontribusi Pemerintah Daerah Mengacu Kepada
Ketentuan Sebagaimana Diatur Dalam Pasal 6 Ayat (3) PMK 223/2012 Serta Perubahannya.
Selain daripada itu, usulan yang diajukan oleh PJPK harus disertai dengan:
a. Dokumen Pra Studi Kelayakan yang harus memuat antara lain:
1. Kajian kelayakan ekonomi, aspek teknis, hukum dan finansial sebagaimana dipersyaratkan
dalam peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kerja Sama Pemerintah
dengan Badan Usaha;
2. Analisis Biaya dan Manfaat Sosial;
3. Model Keuangan dari Proyek Kerja Sama tersebut;
4. Metode perhitungan permintaan, tarif, kemauan membayar pengguna, dan kemampuan
membayar pengguna;
5. Rancangan awal Perjanjian Kerja Sama antara PJPK dengan Badan Usaha Penandatanganan
Perjanjian Kerja Sama, yang melampirkan rancangan awal Dokumen Persetujuan Pemberian
Dukungan Kelayakan;
6. Hasil konsultasi publik dengan para pemangku kepentingan; dan
7. Hasil analisis yang menunjukan bahwa semua alternatif untuk meningkatkan kelayakan finansial
dari Proyek Kerja Sama tersebut seperti kenaikan tarif, perpanjangan masa konsesi dan
penurunan total biaya investasi tidak dapat meningkatkan kelayakan finansial dari Proyek Kerja
Sama, sehingga Dukungan Kelayakan perlu diberikan.
b. Surat Pernyataan dari PJPK kepada Menteri Keuangan yang menyatakan bahwa:
1. Dokumen Prastudi Kelayakan tersebut telah dibuat dengan wajar dan seluruh lampiran beserta
isinya dapat dipertanggungjawabkan; dan
2. PJPK bersedia mengikuti mekanisme pemberian Dukungan Kelayakan sebagaimana diatur
dalam PMK 223/2012.
Kemudian, Komite Dukungan Kelayakan melakukan evaluasi atas UPPDK dengan melakukan
pemeriksaan kepatuhan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 dan Pasal 8 PMK 223/2012 serta
perubahannya. Dalam melaksanakan evaluasi, Komite Dukungan Kelayakan berwenang untuk meminta
tambahan dokumen, informasi, dan penjelasan kepada PJPK dan instansi pemerintah lain yang terkait.
Setelah itu, Komite Dukungan Kelayakan akan menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan
berdasarkan hasil evaluasi untuk selanjutnya Menteri Keuangan menentukan apakah menyetujui
pemberian Persetujuan Prinsip Dukungan Kelayakan kepada PJPK berdasarkan rekomendasi tersebut.
2) Tahap Persetujuan Besaran Dukungan Kelayakan
Pada tahap ini, PJPK menyampaikan Usulan Persetujuan Besaran Dukungan Kelayakan (UPBDK)
kepada Menteri Keuangan setelah selesai melaksanakan Tahap Pra Kualifikasi. Usulan tersebut harus
disertai dengan:
a. Dokumen Pengumuman Hasil Pra Kualifikasi;
b. Dokumen Perubahan Atas Dokumen Prastudi Kelayakan (Apabila Ada); Dan
c. Surat Pernyataan PJPK Bahwa Dokumen Sebagaimana Dimaksud Pada Huruf A Dan Huruf B Telah
Dibuat Secara Wajar Dan Seluruh Isinya Dapat Dipertanggungjawabkan.
Kemudian, Komite Dukungan Kelayakan melakukan evaluasi atas UPBDK yang disampaikan oleh PJPK.
Dalam melaksanakan evaluasi, Komite Dukungan Kelayakan berwenang untuk meminta tambahan
dokumen, informasi, dan penjelasan kepada PJPK dan instansi pemerintah lain yang terkait. Setelah itu,
Komite Dukungan Kelayakan akan menyampaikan rekomendasi kepada Menteri Keuangan berdasarkan
hasil evaluasi untuk selanjutnya Menteri Keuangan menentukan apakah menyetujui pemberian
Persetujuan Besaran Dukungan Kelayakan kepada PJPK berdasarkan rekomendasi tersebut. Besaran
Dukungan Kelayakan menjadi satu-satunya parameter finansial dalam menetapkan Badan Usaha
Pemenang Lelang.
3) Tahap Persetujuan Final Dukungan Kelayakan
Pada tahap ini, PJPK menyampaikan Usulan Persetujuan Final Dukungan Kelayakan (UPFDK) kepada
Menteri Keuangan setelah menetapkan Badan Usaha Pemenang Lelang. Usulan tersebut harus disertai
dengan:
a. Salinan Berita Acara Hasil Pelelangan (BAHP);
b. Surat Pernyataan PJPK yang menyatakan bahwa pelelangan sudah dilakukan sesuai dengan
peraturan perundang-undangan yang mengatur mengenai Kerja Sama Pemerintah dengan Badan
Usaha dalam Penyediaan Infrastruktur;
c. Salinan surat penetapan Pemenang Lelang;
d. Jadwal Pelaksanaan Proyek Kerja Sama yang disepakati antara PJPK dan Badan Usaha Pemenang
Lelang, paling sedikit mengenai:
1. Jadwal Pendirian Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama Oleh Badan Usaha
Pemenang Lelang; Dan
2. Jadwal Penandatangan Perjanjian Kerja Sama Antara PJPK Dan Badan Usaha Penandatangan
Perjanjian Kerja Sama.
Kemudian, Komite Dukungan Kelayakan akan melakukan evaluasi atas usulan tersebut dengan
memeriksa dokumen yang telah dilampirkan. Dalam melaksanakan evaluasi, Komite Dukungan
Kelayakan berwenang untuk meminta tambahan dokumen, informasi, dan penjelasan kepada PJPK dan
instansi pemerintah lain yang terkait. Setelah itu, Komite Dukungan Kelayakan akan menyampaikan
rekomendasi kepada Menteri Keuangan berdasarkan hasil evaluasi untuk selanjutnya Menteri Keuangan
menentukan apakah menyetujui pemberian Persetujuan Final Dukungan Kelayakan kepada PJPK
berdasarkan rekomendasi tersebut.
4) Tahap Penerbitan Surat Dukungan Kelayakan
Tahap ini adalah tahap dimana Menteri Keuangan menerbitkan Surat Dukungan Kelayakan kepada
Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama setelah menerima laporan dari PJPK mengenai
pendirian Badan Usaha Penandatanganan Perjanjian Kerja Sama dan rencana penandatanganan
Perjanjian Kerja Sama.
Laporan tersebut harus dilampiri dengan:
a. Akta Pendirian Badan Usaha Penandatangan Perjanjian Kerja Sama;
b. Bukti Penyetoran Atas Seluruh Saham Badan Usaha Pemenang Lelang Pada Badan Usaha
Penandatangan Perjanjian Kerja Sama; Dan
c. Rancangan Final Perjanjian Kerja Sama Yang Dilampiri Rancangan Final Dokumen Persetujuan
Pemberian Dukungan Terhadap Proyek Kerja Sama.
Kemudian, laporan tersebut akan dievaluasi guna menyampaikan rekomendasi mengenai penerbitan
Surat Dukungan Kelayakan kepada Menteri Keuangan. Dalam melaksanakan evaluasi, Komite Dukungan
Kelayakan berwenang untuk meminta tambahan dokumen, informasi, dan penjelasan kepada PJPK dan
instansi pemerintah lain yang terkait. Penerbitan Surat Dukungan Kelayakan dapat diterbitkan oleh
Menteri Keuangan pada saat yang sama atau segera setelah penandatangan Perjanjian Kerja Sama
berdasarkan rekomendasi tersebut. Surat Dukungan Kelayakan diterbitkan kepada Badan Usaha
Penandatangan Perjanjian Kerja Sama dan ditembuskan kepada PJPK.

2. DUKUNGAN KELAYAKAN BAGI PROYEK KPDBU


Berdasarkan Pasal 1 angka 12 Permendagri 96/2016 telah diatur bahwa “Dukungan Kelayakan adalah
Dukungan Pemerintah dalam bentuk kontribusi fiskal yang bersifat finansial yang diberikan terhadap
proyek KPDBU oleh Menteri Keuangan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
mengenai pemberian Dukungan Kelayakan pada proyek KPDBU”. Namun demikian, belum terdapat
Peraturan Menteri Keuangan yang mengatur secara khusus mengenai pemberian Dukungan Kelayakan
bagi proyek KPDBU. Akan tetapi, pemberian Dukungan Kelayakan bagi proyek KPDBU dapat dilakukan
dengan memperhatikan ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) Permendagri
96/2016 yang mengatur bahwa Kepala Daerah dapat memberikan usulan terhadap Dukungan
Pemerintah terhadap KPDBU dalam bentuk:
a. Dukungan Kelayakan KPDBU;
b. Insentif Perpajakan; Dan/Atau
c. Bentuk Lainnya Sesuai Dengan Ketentuan Peraturan Perundang-Undangan.
Insentif Perpajakan
Sebagaimana telah disebutkan diatas bahwa insentif perpajakan merupakan salah satu bentuk Dukungan
Pemerintah yang dapat diberikan bagi pelaksanaan Proyek dengan menggunakan skema KPBU.
Pemberian insentif perpajakan didasari dari ketentuan sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU
25/2007 yang mengatur bahwa “Pemerintah memberikan fasilitas kepada penanaman modal yang
melakukan penanaman modal”. Fasilitas penanaman modal diberikan penanaman modal yang
melakukan perluasan usaha atau melakukan penanaman modal baru.
Penanaman modal yang mendapat fasilitasi adalah yang sekurang-kurangnya memenuhi salah satu
kriteria sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat (3) UU 25/2007, sebagai berikut:
a. Menyerap Banyak Tenaga Kerja;
b. Termasuk Skala Prioritas Tinggi;
c. Termasuk Pembangunan Infrastruktur;
d. Melakukan Alih Teknologi;
e. Melakukan Industri Pionir;
f. Berada Di Daerah Terpencil, Daerah Tertinggal, Daerah Perbatasan Atau Daerah Lain Yang
Dianggap Perlu;
g. Menjaga Kelestarian Lingkungan Hidup;
h. Melaksanakan Kegiatan Penelitian, Pengembangan, Dan Inovasi;
i. Bermitra Dengan Usaha Mikro, Kecil, Menengah, Atau Koperasi; Atau
j. Industri Yang Menggunakan Barang Modal Atau Mesin Atau Peralatan Yang Diproduksi Di Dalam
Negeri.
Bentuk fasilitas yang diberikan kepada penanaman modal dapat berupa:
a. Pajak Penghasilan Melalui Pengurangan Penghasilan Netto Sampai Tingkat Tertentu Terhadap
Jumlah Penanaman Modal Yang Dilakukan Dalam Waktu Tertentu;
b. Pembebasan Atau Keringanan Bea Masuk Atas Impor Barang Modal, Mesin Atau Peralatan Untuk
Keperluan Produksi Yang Belum Dapat Diproduksi Di Dalam Negeri;
c. Pembebasan Atau Keringanan Bea Masuk Bahan Baku Atau Bahan Penolong Untuk Keperluan
Produksi Untuk Jangka Waktu Tertentu Dan Persyaratan Tertentu;
d. Penyusutan Atau Amortisasi Yang Dipercepat; dan
e. Keringanan Pajak Bumi Dan Bangunan, Khususnya Untuk Bidang Usaha Tertentu, Pada Wilayah
Atau Daerah Atau Kawasan Tertentu.
Terkait dengan fasilitas pengurangan pajak penghasilan sebagaimana dimaksud pada poin a diatas,
berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 35/PMK.010/2018 tentang Pemberian Fasilitas
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan (PMK 35/2018), penyelenggaraan Proyek yang dilaksanakan
dengan menggunakan skema KPBU dapat memperoleh insentif perpajakan berupa fasilitas pengurangan
Pajak Penghasilan Badan.
Berdasarkan Pasal 2 PMK 35/2018 telah diatur bahwa Wajib Pajak Badan yang melakukan penanaman
modal baru pada Industri Pionir dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasilan badan atas
penghasilan yang diterima atau diperoleh dari Kegiatan Usaha Utama yang dilakukan. Pengurangan
tersebut diberikan sebesar 100% (seratus persen) dari jumlah Pajak Penghasilan badan yang terutang.
Jangka waktu pengurangan Pajak Penghasilan diberikan dengan ketentuan sebagaimana diatur dalam
Pasal 2 ayat (3) PMK 35/2018, sebagaimana dapat dijelaskan dalam tabel dibawah ini:
Tabel 7-1 Jangka Waktu Pengurangan Pajak Penghasilan
Nilai Rencana Penanaman Modal Jangka Waktu Pengurangan

Paling sedikit sebesar Rp500.000.000,00 (lima 5 (lima) tahun pajak


miliar rupiah) dan paling banyak kurang dari
Rp1.000.000.000.000,00 (satu triliun rupiah)

Paling sedikit sebesar Rp1.000.000.000,00 (satu 7 (tujuh) tahun pajak


triliun rupiah) dan paling banyak kurang dari
Rp5.000.000.000.000,00 (lima triliun rupiah)

Paling sedikit sebesar Rp5.000.000.000,00 (lima 10 (sepuluh) tahun pajak


triliun rupiah) dan paling banyak kurang dari
Rp15.000.000.000.000,00 (lima belas triliun
rupiah)

Paling sedikit sebesar Rp15.000.000.000,00 (lima 15 (lima belas) tahun pajak


belas triliun rupiah) dan paling banyak kurang dari
Rp30.000.000.000.000,00 (tiga puluh triliun
rupiah)

Paling sedikit sebesar Rp30.000.000.000,00 (tiga 20 (dua puluh) tahun pajak


puluh triliun rupiah)

Berdasarkan Pasal 2 ayat (4) PMK 35/2018, setelah jangka waktu pemberian pengurangan Pajak
Penghasilan sebagaimana dimaksud di atas, Wajib Pajak diberikan pengurangan Pajak Penghasilan
badan sebesar 50% (lima puluh) persen) dari Pajak Penghasilan badan terutang selama 2 (dua) tahun
pajak berikutnya.
Untuk dapat memperoleh pengurangan Pajak Penghasil badan, Wajib Pajak badan harus memenuhi
kriteria:
a. Merupakan Industri Pionir;
b. Merupakan Penanaman Modal Baru;
c. Mempunyai Nilai Rencana Penanaman Modal Baru Minimal Sebesar Rp500.000.000.000,00 (Lima
Ratuh Miliar Rupiah);
d. Memenuhi Ketentuan Besaran Perbandingan Antara Utang Dan Modal Sebagaimana Dimaksud
Dalam Peraturan Menteri Keuangan Mengenai Penentuan Besarnya Perbandingan Antara Utang
Dan Modal Perusahaan Untuk Keperluan Penghitungan Pajak Penghasilan;
e. Belum Diterbitkan Keputusan Mengenai Pemberian Atau Pemberitahuan Mengenai Penolakan
Pengurangan Pajak Penghasilan Badan Oleh Menteri Keuangan; Dan
f. Berstatus Sebagai Badan Hukum Indonesia.
Industri Pionir sebagaimana dimaksud di atas, mencakup:
a. Industri Logam Dasar Hulu (Besi Baja Dan Bukan Besi Baja) Dengan Atau Tanpa Turunannya, Yang
Terintegrasi;
b. Industri Pemurnian Dan/Atau Pengilangna Minyak Dan Gas Bumi Dengan Atau Tanpa Turunannya,
Yang Terintegrasi;
c. Industri Petrokimia Berbasis Minyak Bumi, Gas Alam, Atau Batubara Dengan Atau Tanpa
Turunannya, Yang Terintegrasi;
d. Industri Kimia Dasar Anorganik Dengan Atau Tanpa Turunannya;
e. Industri Kimia Dasar Organik Yang Bersumber Dari Hasil Pertanian, Perkebunan, Atau Kehutanan
Dengan Atau Tanpa Turunannya, Yang Terintegrasi;
f. Industri Bahan Baku Farmasi Dengan Atau Tanpa Turunannya, Yang Terintegrasi;
g. Industri Pembuatan Semi Konduktor Dan Komponen Utama Komputer Lainnya Seperti
Semikonduktor Wafer, Backlight Untuk Liquid Crystal Display (Lcd), Electrical Driver, Atau Liquid
Crystal Display (Lcd) Yang Terintegrasi Dengan Industri Pembuatan Komputer;
h. Industri Pembuatan Komponen Utama Peralatan Komunikasi Seperti Semikonduktor Wafer, Backlight
Untuk Liquid Crystal Display (Lcd), Electrical Driver, Atau Liquid Crystal Display (Lcd) Yang
Terintegrasi Dengan Industri Pembuatan Komputer;
i. Industri Pembuatan Komponen Utama Alat Kesehatan Yang Terintegrasi Dengan Industri Pembuatan
Peralatan Iradiasi, Elektromedikal, Atau Elektroterapi;
j. Industri Pembuatan Komponen Utama Mesin Industri Seperti Motor Listrik Atau Motor Pembakaran
Dalam Yang Terintegrasi Dengan Industri Pembuatan Mesin;
k. Industri Pembuatan Komponen Utama Mesin Seperti Piston, Cylinder Head, Atau Cylinder Block
Yang Terintegrasi Dengan Industri Pembuatan Kendaraan Bermotor Roda Empat Atau Lebih;
l. Industri Pembuatan Komponen Robotik Yang Terintegrasi Dengan Industri Pembuatan Mesin
Manufaktur;
m. Industri Pembuatan Komponen Utama Kapal Yang Terintegrasi Dengan Industri Pembuatan Kapal;
n. Industri Pembuatan Komponen Utama Pesawat Terbang Seperti Engine, Propeller, Rotor, Atau
Komponen Struktur Yang Terintegrasi Dengan Industri Pembuatan Pesawat Terbang;
o. Industri Pembuatan Komponen Utama Kereta Api Seperti Engine Atau Transmisi Yang Terintegrasi
Dengan Industri Pembuatan Kereta Api;
p. Industri Mesin Pembangkit Tenaga Listrik, Termasuk Industri Mesin Pembangkit Listrik Tenaga
Sampah; Atau
q. Infrastruktur Ekonomi.
Dukungan Pemerintah dalam Bentuk Lainnya
Selain daripada bentuk Dukungan Pemerintah sebagaimana telah dijelaskan sebelumnya, Pemerintah
dapat memberikan Dukungan Pemerintah dalam bentuk lainnya sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan. Hal didasari oleh Pasal 21 UU 25/2007 yang mengatur bahwa “Selain fasilitas sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 18, Pemerintah memberikan kemudahan pelayanan dan/atau perizinan kepada
perusahaan penanaman modal untuk memperoleh: a. hak atas tanah; b. fasilitas pelayanan keimigrasian;
dan c. fasilitas perizinan impor”.

Anda mungkin juga menyukai