Anda di halaman 1dari 14

Sari Pustaka

PEMBUNUHAN ANAK SENDIRI

Disusun Oleh:

Dekka Andra 150100091

DEPARTEMEN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

RSUP HAJI ADAM MALIK

MEDAN

2020
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
judul “Pembunuhan Anak Sendiri”

Penulis menyadari bahwa penulisan makalah ini masih jauh dari


kesempurnaan baik isi maupun susunan bahasanya, untuk itu penulis
mengharapkan saran dan kritik dari pembaca sebagai masukan dalam penulisan
makalah selanjutnya.

Makalah ini diharapkan bermanfaat bagi yang membaca dan dapat menjadi
referensi dalam pengembangan wawasan di bidang medis.

Medan, Maret 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ i

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................................... 1

1.1 LATAR BELAKANG .................................................................................. 1

1.2 TUJUAN PENULISAN ................................................................................ 1

1.3 MANFAAT PENULISAN ............................................................................ 1

BAB II TINJAUAN PUSTAKA ........................................................................... 2

2.1 DEFINISI ...................................................................................................... 2

2.2 DASAR HUKUM ......................................................................................... 2

2.3 PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK ......................................... 3

2.3.1 Berapa Umur Bayi dalam Kandungan? Apakah anak yang dilahirkan
cukup bulan dalam kandungan? ...................................................................... 4

2.3.2 Apakah Bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan? .................... 6

2.3.3 Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir? ......................... 7

2.3.4 Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?............................................... 7

2.3.5 Apakah penyebab kematian bayi? .......................................................... 8

BAB III KESIMPULAN ..................................................................................... 10

DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Pembunuhan anak sendiri (infanticide) selanjutnya disebut PAS menurut


perundang- undangan di Indonesia, yaitu pembunuhan yang dilakukan oleh seorang
ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian karena takut
ketahuan telah melahirkan anak (Apuranto & Hoediyanto, 2007). Persyaratan yang
harus dipenuhi dalam kasus pembunuhan anak (infanticide), yaitu pelaku adalah
ibu kandung dari bayi yang bersangkutan, pembunuhan dilakukan dalam tenggang
waktu tertentu dan si ibu dalam keadaan kejiwaaan takut akan ketahuan bahwa ia
melahirkan anak. Suatu pembunuhan yang tidak memenuhi salah satu kriteria di
atas tidak dapat disebut sebagai pembunuhan anak (infanticide), melainkan suatu
pembunuhan biasa (Amir, 2007).
Di Jakarta dilaporkan bahwa 90-95% dari sekitar 30-40 kasus PAS per
tahun dilakukan dengan cara asfiksia mekanik. Bentuk kekerasan lainnya adalah
kekerasan tumpul di kepala (5-10%) dan kekerasan tajam pada leher atau dada (1
kasus dalam 6-7 tahun) (Afandi & Hertian, 2008).

1.2 TUJUAN PENULISAN

Penulisan makalah ini ditujukan sebagai pemenuhan salah satu syarat


kelulusan Program Pendidikan Profesi Dokter, Departemen Ilmu Kedokteran
Forensik dan Medikolegal di RSUP Haji Adam Malik.

1.3 MANFAAT PENULISAN

Penulisan makalah ini diharapkan dapat memberikan pengetahuan dan


pemahaman mengenai pengertian dan pemeriksaan kasus pembunuhan anak sendiri
kepada mahasiswa/i program pendidikan dokter untuk dapat diaplikasikan di masa
mendatang.

1
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 DEFINISI

Pembunuhan anak kandung sendiri di dalam KUHP ditentukan dalam Pasal


341 dan 342. Pasal 341 KUHP merupakan pembunuhan anak dalam bentuk biasa
(kinderdoodslag); sedangkan Pasal 342 KUHP merupakan pembunuhan anak yang
dilakukan secara berencana (kindermoord) (Ohoiwutun, 2016).

Pasal 341 KUHP, menentukan “Seorang ibu yang karena takut akan
ketahuan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian,
dengan sengaja merampas nyawa anaknya, diancam karena membunuh anak
sendiri, dengan pidana penjara paling lama tujuh tahun”; sedangkan Pasal 342
KUHP, “Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena takut
akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak pada saat anak dilahirkan atau tidak
lama kemudian merampas nyawa anaknya, diancam karena melakukan
pembunuhan anak sendiri dengan rencana, dengan pidana paling lama sembilan
tahun" (Ohoiwutun, 2016).

2.2 DASAR HUKUM

Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pembunuhan anak


sendiri tercantum di dalam bab kejahatan terhadap nyawa orang, yang terkait
masalah pembunuhan anak sendiri yaitu pasal 341, 342 dan 343. Adapun bunyi
pasal-pasal tersebut yaitu:

• Pasal 341: Seorang ibu yang karena takut akan ketahuan melahirkan anak pada

saat anak dilahirkan atau tidak lama kemudian, dengan sengaja merampas nyawa
anaknya, diancam karena membunuh anak sendiri dengan pidana penjara paling
lama tujuh tahun.

2
3

• Pasal 342: Seorang ibu yang untuk melaksanakan niat yang ditentukan karena

takut akan ketahuan bahwa ia akan melahirkan anak, pada saat anak dilahirkan
atau tidak lama kemudian merampas nyawa anak sendiri dengan rencana,
dengan pidana penjara paling lama Sembilan tahun.
• Pasal 343: Bagi orang lain yang turut serta melakukan kejahatan yang

diterangkan dalam pasal 342 KUHP diartikan sebagai pembunuhan atau


pembunuhan berencana.

2.3 PEMERIKSAAN KEDOKTERAN FORENSIK

Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak sendiri atau


yang diduga kasus pembunuhan anak sendiri ditujukan untuk memperoleh
kejelasan di dalam hal sebagai berikut (Amri, 2007):

1. Berapa umur bayi dalam kandungan? Apakah anak yang dilahirkan cukup
bulan dalam kandungan?
2. Apakah bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan?
3. Bila bayi hidup, berapa umur bayi sesudah lahir?
4. Apakah bayi sudah pernah dirawat?
5. Apakah penyebab kematian bayi?

Untuk menjawab kelima hal di atas, diperlukan pemeriksaan yang lengkap,


yaitu pemeriksaan luar dan pemeriksaan dalam (autopsy) pada tubuh bayi serta bila
perlu melakukan pemeriksaan tambahan seperti pemeriksaan mikroskopis pada
jaringan paru (Patologi anatomi) dan pemeriksaan tes apung paru.
4

2.3.1 Berapa Umur Bayi dalam Kandungan? Apakah anak yang dilahirkan
cukup bulan dalam kandungan?

Umur bayi harus ditentukan untuk memastikan kasus yang dihadapi apakah
digolongkan abortus, pembunuhan anak sendiri atau pembunuhan biasa pada anak
(Budiyanto, 1997). Umur bayi yang diperiksa harus dipastikan dengan berbagai
pendekatan seperti panjang bayi, berat badan, lingkar kepala, dan pusat penulangan
(Amri, 2007).

Panjang badan diukur dari tumit hingga vertex (puncak kepala). Infanticide,
bila umur janin 7 bulan dalam kandungan oleh karena pada umur ini janin telah
dapat hidup di luar kandungan secara alami tanpa bantuan peralatan. Umur janin
dibawah 7 bulan termasuk kasus abortus. Untuk menentukan umur bayi dalam
kandungan, ada rumus empiris yang dikemukakan oleh De Haas, yaitu menentukan
umur bayi dari panjang badan bayi: Di bawah 5 bulan, umur (bulan) = √Panjang
Badan (cm), di atas 5 bulan, umur (bulan) = Panjang Badan (cm) dibagi 5, umur
bayi sebaiknya dinyatakan dalam minggu (Dahlan, 2004).

Berat badan juga dapat menentukan umur (Idries, 1997). Terdapat


hubungan umur dengan berat badan, misalnya anak cukup umur 9-10 bulan dengan
panjang badan 45-50 cm mempunyai berat badan 2500-3500 gram, umur 28
minggu kira-kira 1500 gram, umur 20 minggu kira-kira 500 gram (Amri, 2007).

Untuk menentukan apakah jasad bayi tersebut bisa dikategorikan sebagai


korban PAS atau tidak adalah dengan menentukan viabilitas bayi. Bila bayi sudah
viable maka bayi tersebut bisa diduga korban PAS. Bayi sudah viable (mampu
hidup di luar kandungan ibu) bila didapati panjang di atas 35 cm, berat badan di
atas 1000 gram, pusat penulangan di os talus apalagi bila didapati pada os kuboid,
proksimal tibia dan distal femur merupakan petunjuk bahwa bayi sudah aterm. Bayi
yang cukup bulan atau matur ialah bayi yang lahir setelah dikandung selama 37
minggu atau lebih tetapi kurang dari 42 minggu penuh (259 sampai 293 hari) (Amri,
2007). Ukuran antropometrik bayi cukup bulan: berat badan ± 3000 gram (2500-
5

4000), panjang badan dari kepala ke tumit 46-50 cm, lingkar kepala oksipito frontal
33-34 cm, diameter dada (anteroposterior) 8-9 cm, diameter perut (anteroposterior)
7-8 cm, lingkar dada 30-33 cm, dan lingkar perut 28-30 cm. Ciri – ciri eksternal
bayi cukup bulan (Idries, 2007):

• Daun telinga pada bayi lahir cukup bulan, menunjukkan pembentukan


tulang rawan yang keras pada bagian dorsokranialnya dan bila dilipat cepat
kembali ke keadaan semula
• Puting susu pada bayi yang sudah matur, sudah berbatas tegas, areola
menonjol di atas permukaan kulit dan diameter tonjolan susu 7 mm atau
lebih
• Kuku jari tangan sudah panjang, melampaui ujung jari, ujung distalnya
tegas dan relative keras sehingga terasa bila digarukkan pada telapak tangan
• Terdapat garis-garis pada seluruh telapak kaki dari depan hingga tumit,
yang dinilai garis yang relatif lebar dan dalam
• Keadaan genitalia eksterna: bila telah terjadi descencus testiculorum maka
hal ini dapat diketahui dari terabanya tetstis pada scrotum, demikian pula
halnya dengan keadaan labia mayora apakah telah menutupi labia minora
atau belum; testis yang telah turun serta labia mayora yang telah menutupi
labia minora terdapat pada anak cukup bulan dalam kandungan ibu.
• Rambut kepala relatif kasar, masing-masing helai terpisah satu sama lain
dan tampat mengkilat, batas rambut pada dahi jelas
• Skin opacity cukup tebal sehingga pembuluh darah yang agak besar pada
dinding perut tidak tampak atau tampak samar-samar
• Processus xyphoideus membengkok ke dorsal, sedangkan bayi premature
membengkok ke ventral atau satu budang dengan korpus manubrium sterni.
• Alis mata sudah lengkap, yakni bagian lateralnya sudah ada.
6

2.3.2 Apakah Bayi lahir hidup atau sudah mati saat dilahirkan?

Ada dua keadaan bayi lahir mati yaitu karena dalam kandungan sudah mati
(dead born foetus) dan bayi dalam kandungan masih hidup sewaktu dilahirkan mati
(still born), kemungkinan mati dalam perjalanan kelahiran. Membedakan keduanya
dalam autopsy tidaklah mudah, sebab pada dead born yang masih baru blum tampak
tanda-tanda pembusukan intrauterine (maceration, aceptic decomposition).
Pembusukan maserasi di mulai dari luar tubuh ke arah dalam, berbeda dengan
pembusukan biasa berasal dari dalam tubuh ke luar. Pada awal maserasi hanya
terlihat perubahan pada kulit saja berupa vesikel atau bulla yang berisi cairan
kemerahan, yang bila pecah terlihat kulit berwarna kecoklatan. Bayi sangat lemas
dimana sendi lengan dan sendi tungkai melunak sehingga mudah dilakukan
hiperekstensi. Tanda maserasi jelas terlihat bila sudah mati beebrapa hari, dengan
tanda tanda berbau susu asam, epidermis bewarna keputihan dan keriput, tubuh
mengalami perlunakan sehingga terlihat dada mendatar. Bila telah lama meninggal
bayi bisa mengeras seperti batu (litopedion) (Amri, 2007).

Pada bayi lahir mati (still born) tampak dada datar. Autopsi dimulai dari
membuka rongga perut untuk mencari puncak diafragma. Biasanya masih tinggi
pada iga 3-4. Bila mayat telah membusuk, penilaian tidak tepat lagi. Waktu rongga
dada dibuka, yang utama terlihat adalah pericard dan jantung, sementara paru-paru
terlihat di belakang, bentuknya kecil atau sedikit mengisi rongga dada. Warna pru
coklat uniform seperti hati, konsistensi padat, tidak ada krepitasi, pinggir paru
tajam. Bila dilakukan uji apung paru didapati hasil negatif (Amri, 2007).

Pada bayi lahir hidup bentuk dada membukat, warna kemerahan. Diafragma
telah menurun setinggi iga 5 dan 6. Rongga dada waktu dibuka yang utama terlihat
paru-paru yang sebagian telah menutupi pericard. Warna paru kemerahan, tidak
uniform bergaris seperti mozaik atau marmer, spongi, ada krepitasi, pinggir paru
tumpul. Dalam rongga perut terlihat lambung dan usus telah terisi udara. Ini dapat
dipakai untuk menentukan berapa lama telah bayi hidup, sebab perjalanan udara
7

dalam traktus digestivus tidak sekaligus seperti paru-paru, tetapi tahap demi tahap
dari lambung ke bagian distal (Afandi, 2008).

Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau
mati, dapat dilakukan dengan pemeriksaan luar dan dalam (Idries, 1997):

• Pemeriksaan luar

Pada bayi yang lahir hidup, pada pemeriksaan luar tampak dada bulat seperti
tong. Biasanya tali pusat masih melengket ke perut, berkilat dan licin. Kadang-
kadang placenta juga masih berstau dengan tali pusat. Warna kulit bayi kemerahan.

• Pemeriksaan dalam

Insisi pada bayi dimulai dari perut agar terlihat letak sekat rongga dada (diafragma).
Penentuan apakah seorang anak itu dilahirkan dalam keadaan hidup atau mati, pada
dasarnya adalah sebagai berikut:

• Adanya udara di dalam paru-paru


• Adanya udara di dalam lambung dan usus
• Adanya udara di dalam liang telinga bagian tengah
• Adanya makanan di dalam lambung

2.3.3 Bila bayi lahir hidup, berapa umur bayi sesudah lahir?

Apabila bayi tersebut sudah pernah bernafas atau lahir hidup, untuk
mengetahui sudah berapa lama bayi tersebut hidup sebelum dibunuh dengan
memperhatikan kulit, kepala dan umbilicus mayat tersebut (Idries, 1997).

2.3.4 Apakah terdapat tanda-tanda perawatan?

Penentuan ada tidaknya tanda-tanda perawatan sangat penting artinya dalam


kasus pembunuhan anak sendiri, oleh karena dari sini dapat diduga apakah kasus
yang dihadapi memang benar kasus pembunuhan anak seperti apa yang dimaksud
8

oleh undang-undang, atau memang kasus lain yang mengancam hukuman yang
berbeda. Adanya tanda-tanda perawatan menunjukkan telah ada kasih sayng dari si
ibu dan bila dibunuhnya tidak lagi termasuk kasus PAS, tetapi termasuk kasus
pembunuhan biasa (Idries, 1997).

2.3.5 Apakah penyebab kematian bayi?

Penyebab kematian bayi dapat diketahui bila dilakukan autopsy, dari


autopsy tersebut dapat ditentukan apakah bayi tersebut lahir mati, mati secara
alamiah, akibat kecelakaan atau akibat pembunuhan. Kematian yang diakibatkan
oleh tindakan pembunuhan dilakukan dengan mmempergunakan kekerasan atau
member racun terhadap bayi tersebut. Cara yang digunakan untuk membunuh anak
antara lain (Idries, 1997): Pembekapan, penjeratan, penenggelaman, memukul
kepala, membakar bayi, menggorok leher, menusuk, penelantaran, peracunan, dan
penguburan hidup-hidup.

Dengan demikian pada kasus yang diduga merupakan kasus pembunuhan


anak, yang harus diperhatikan adalah (Budiyanto, 1997):

• Adanya tanda-tanda mati lemas: sianosis pada bibir dan ujung-ujung jari,
bintik-bintik perdarahan pada selaput biji mata dan selaput kelopak mata serta
jaringan longgar lainnya, lebam mayat yang lebih gelap dan luas, busa halus
bewarna putih atau putih kemerahan yang keluar dari lubang hidung dan atau
mulut serta tanda-tanda bendungan pada alat-alat dalam.
• Keadaan mulut dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan dibibir atau sekitarnya
yang tidak jarang berbentuk bulan sabit, memar pada bibir bagian dalam yang
berhadapan dengan gusi, serta adanya benda-benda asing seperti gumpalan
kertas Koran atau kain yang mengisi rongga mulut.
• Keadaan di daerah leher dan sekitarnya: adanya luka lecet tekan yang
melinngkari sebagian atau seluruh bagian leher yang merupakan jejas jerat
sebagai akibat tekanan yang ditimbulkan oleh alat penjerat yang dipergunakan,
adanya luka-luka lecet kecil-kecil yang seringkali berbentuk bulan sabit yang
9

diakibatkan oleh tekanan dari ujung kuku si pencekik, adanya luka-luka lecet
dan memar yang tidak beraturan yang dapat terjadi akibat tekanan yang
ditimbulkan oleh ujung-ujung jari si pencekik
• Adanya luka-luka tusuk atau luka sayat pada daerah leher, mulut atau bagian
tubuh lainnya, dimana menurut literature ada satu metode yang dapat dikatakan
khas yaitu tusukan benda tajam pada langit-langit sampai menembus ke rongga
tengkorak yang dikenal dengan nama “tusukan bidadari”
• Adanya tanda-tanda terendam seperti: tubuh yang basah dan berlumpur,
telapak tangan dan telapak kaki yang pucat dan keriput (Washer woman’s
Hand), kulit yang berbintil- bintil (Cutis Anserina) seperti kulit angsa, serta
adanya benda-benda asing terutama di dalam saluran pernafasan (trakea) yang
dapat berbentuk pasir, lumpur, tumbuhan air atau binatang air.
BAB III

KESIMPULAN

Pembunuhan anak sendiri (infanticide) adalah pembunuhan yang dilakukan


oleh seorang ibu atas anak kandungnya pada saat lahir atau tidak lama kemudian
karena takut ketahuan telah melahirkan anak. Persyaratan yang harus dipenuhi
dalam kasus pembunuhan anak, yaitu pelaku adalah ibu kandung dari bayi yang
bersangkutan, pembunuhan dilakukan dalam tenggang waktu tertentu dan si ibu
dalam keadaan kejiwaaan takut akan ketahuan bahwa ia melahirkan anak.

Dasar hukum yang mengatur pembunuhan anak sendiri adalah Kitab


Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pembunuhan anak sendiri tercantum di
dalam bab kejahatan terhadap nyawa orang, yang terkait masalah pembunuhan
anak sendiri yaitu pasal 341, 342 dan 343.

Pemeriksaan kedokteran forensik pada kasus pembunuhan anak sendiri atau


yang diduga kasus pembunuhan anak sendiri ditujukan untuk memperoleh
kejelasan mengenai umur bayi dalam kandungan, bayi lahir hidup atau sudah mati
saat dilahirkan, berapa umur bayi sesudah lahir, apakah bayi sudah pernah dirawat,
dan penyebab kematian bayi?.

10
DAFTAR PUSTAKA

Afandi D, Hertian S. Pembunuhan Anak Sendiri (PAS) dengan Kekerasan


Multipel. Maj Kedokt Indon Vol 5, No.9. 2008.

Amir, A. Ilmu Kedokteran Forensik Edisi Kedua. Bagian Ilmu Kedokteran


Forensik dan Medikolegal FK USU. Medan. 2007.

Budiyanto A et al. Ilmu Kedokteran Forensik. Bagian Kedokteran Forensik


FKUI. Jakarta. 1997.

Dahlan S. Ilmu Kedokteran Forensik. Pedoman bagi Dokter dan penegak


Hukum. Balai Penerbit Universitas Diponegoro Semarang. 2004.

Idries A.M. Infanticide. Dalam: Pedoman Ilmu Kedokteran Forensik Edisi


Pertama. Binarupa Aksara. Jakarta. 1997.

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana. Hawa dan AHWA. 2018.


Ohoiwutun, Y. A. Ilmu Kedokteran Forensik (Interaksi dan Dependensi
Hukum pada Ilmu Kedokteran). 2016

Anda mungkin juga menyukai