Anda di halaman 1dari 122

1

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN


KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI
CORPORATE CUSTOMER CARE CENTER (C4) PT. TELEKOMUNIKASI

INDONESIA, Tbk TAHUN 2009

Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat (SKM)

Disusun oleh :

DIAN NOURMAYANTI NIM: 105101003224

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UIN SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/ 2010 M
lEMBAR PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa :

1. Skripsi ini merupakan hasil karya asli saya yang diajukan untuk memenuhi salah
satu persyaratan memperoleh gelar strata 1 di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Semua sumber yang saya gunakan dalam penulisan ini telah saya cantumkan
sesuai dengan ketentuan yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarata.
3. Jika di kemudian hari terbukti bahwa karya ini bukan hasil karya asli saya atau
merupakan jiplakan dari karya orang lain, maka saya bersedia menerima sanksi
yang berlaku di Fakultas Kedokteran dan Ilmu kesehatan Universitas Islam
Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

Jakarta, 5 Februari 2010

Dian Nourmayanti
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI JAKARTA
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
Skripsi, Januari 2010

DIAN NOURMAYANTI, NIM : 105101003224

FAKTOR-FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN


KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI
CORPORATE CUSTOMER CARE CENTER (C4) PT. TELEKOMUNIKASI
INDONESIA, Tbk TAHUN 2009

(xix+ 82 halaman, 11 tabel, 4 gambar, 1 grafik, 4 lampiran)

ABSTRAKSI

Kelelahan mata menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh
upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang
sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. Gejala-gejala seseorang
mengalami kelelahan mata antara lain nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata,
pandangan kabur, pandangan ganda, sulit dalam memfokuskan penglihatan, mata
perih, mata merah, mata berair, sakit kepala, dan pusing disertai mual. Penelitian
yang dilakukan oleh Japanese Ministry of Health (2004) didapatkan bahwa 91,6 %
operator komputer merasakan keluhan kelelahan mata. Berdasarkan penelitian
pendahuluan di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi
Indonesia, Tbk, tahun 2009 diketahui bahwa dari 15 pekerja pengguna komputer
terdapat 13 pekerja yang mengalami keluhan kelelahan mata.
Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan rancangan penelitian
cross sectional. Sampel dalam penelitian ini sebanyak 51 pekerja customer service.
Data penelitian didapat dengan menggunakan kuesioner yang diisi sendiri oleh
masing-masing pekerja untuk mengetahui keluhan kelelahan mata secara subjektif
dan karakteristik pekerja. Sedangkan kelainan refraksi, tingkat pencahayaan dan jarak
monitor diukur secara langsung dengan menggunakan snellen chart, luxmeter, dan
mistar. Analisis univariat dilakukan untuk mengetahui gambaran masing-masing
variabel, sedangkan analisis bivariat dilakukan dengan menggunakan uji chi square
untuk mengetahui hubungan antara variabel independen (usia, kelainan refraksi,
istirahat mata, jarak monitor dan tingkat pencahayaan) terhadap variabeldependen
(keluhan kelelahan mata).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja pengguna
komputer mengalami keluhan kelelahan mata. Selain itu terdapat hubungan antara
usia dan tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna
komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia,
Tbk tahun 2009 dengan Pvalue 0,023 dan variabel tingkat pencahayaan memiliki nilai
OR sebesar 30.00 sehingga dapat diketahui bahwa tingkat pencahayaan memiliki
risiko 30 kali terhadap kejadian keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna
komputer di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Faktor kelainan refraksi,
istirahat mata, dan jarak monitor ternyata tidak menunjukkan adanya hubungan
dengan keluhan kelelaha mata.
Untuk mengurangi keluhan kelelahan mata pada pekerja, saran yang diajukan
bagi perusahaan adalah memberikan penerangan sesuai dengan standar yang
dianjurkan untuk ruangan kerja berkomputer yaitu sebesar 300 Lux dan melakukan
pemeriksaan mata secara berkala bagi pekerja. Bagi pekerja, hindari penggunaan
lensa kontak pada saat bekerja dengan komputer karena kelelahan mata akan lebih
cepat terasa. Sedangkan bagi peneliti selanjutnya diharapkan melakukan pengukuran
kelelahan mata secara objektif dengan menggunakan alat ukur tingkat kelelahan mata
(reaction timer) dan meneliti variabel lain yang terkait dengan kelelahan mata dengan
menggunakan desain studi case control.

Daftar bacaan : 38 (1985 – 2008)


FACULTY OF MEDICINE AND HEALTH SCIENCE
STUDY PROGRAM OF PUBLIC HEALTH
Undergraduated Thesis, February 2010

DIAN NOURMAYANTI, NIM : 105101003224

FACTORS CORELATION WITH SYMPTOM OF EYESTRAIN IN


COMPUTER USER AT CORPORATE CUSTOMER CARE CENTER (C4) PT.
TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk OF YEAR 2010.

(xix + 83 pages, 11 tables, 4 pictures, 1 graphic, 4 attachments)

ABSTRACT

According to Medical Sciences, eyestrain symptoms is caused by excessive


efforts of the vision system in less than perfect conditions to get the sharpness of
vision. The symptom of eyestrain are throbbing pain or felt around the eyes, blurred
vision, double vision, difficult in focusing vision, giving hot/sore, red eyes, watery
eyes, headache, nausea and dizziness. Japanese Ministry of Health (2004) found that
the proportion of eyestrain symptoms felt by the computer operator is 91.6%. Based
on preliminary study in Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk, in year 2009 is known that 15 workers from computer users, there
were 13 workers who eyestrain symptom.
This quantitative research using cross-sectional research design. The sample
in this study are 51 worker customer service. Research’s data obtained by using a
questionnaire to determine eyestrain symptom and worker characteristics.
Meanwhile, refraction disorder, lighting levels and the distance of monitor measured
directly by using snellen chart, luxmeter, and ruler. Univariate analysis performed to
describe of each variable, whereas the bivariate analysis is done using the chi-square
test to determine the corelation between the independent variables (age, refraction
disorder, eye rest, the distance of monitor and illumination level) and the dependent
variable (eyestrain symptom).
The results showed that the majority of computer users eyestrain symptom. In
addition there is a corelation between age and illumination level with eyestrain
symptom of computer users in Corporate Customer Care Center (C4) PT
Telekomunikasi Indonesia, Tbk in 2009 with Pvalue 0.023 and OR value of
illumination level is 30.00, that can be seen that the level of illumination has 30 times
the risk for eyestrain symptom on a computer user at C4 PT. Telekomunikasi
Indonesia, Tbk. There is no corelation between the other variable with eyestrain
symptom.
To reduce eyestrain symptom, the proposed suggestions for the company is
providing complying illumination standard for computer user as 300 Lux and conduct
periodic eye examinations for workers. For workers, avoid wearing contact lenses. As
for further research are expected to to objective measurement such as reaction timer
and examined other variables corelation with eyestrain symptom by using cohort
study design.

References : 38 (1985 – 2008)


PERNYATAAN PERSETUJUAN

Skripsi Dengan Judul

FAKTOR – FAKTOR YANG BERHUBUNGAN DENGAN KELUHAN


KELELAHAN MATA PADA PENGGUNA KOMPUTER
DI CORPORATE CUSTOMER CARE CENTER (C4) PT. TELEKOMUNIKASI INDONESIA, Tbk TAHUN 2009

Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan di hadapan Tim Penguji Skripsi


Program Studi Kesehatan Masyarakat Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Ja

Jakarta, 5 Februari 2010

Iting Shofwati, ST, MKKK Catur Rosidati, SKM, MKM


Pembimbing Skripsi I Pembimbing Skripsi II
PANITIA SIDANG UJIAN SKRIPSI
PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA

Jakarta, 5 Februari 2010

Ketua

(Iting Shofwati, ST, MKKK)

Anggota I

(Catur Rosidati, SKM, MKM)

Anggota II

(Selamat Riyadi, SKM, MKKK )


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Dian Nourmayanti


TTL : Jakarta, 20 Maret 1987
Jenis Kelamin : Perempuan
Status : Belum Menikah
Agama : Islam
Telepon : 085692552003/021-98576354
Alamat : Jl. Pinding No.25 RT 0014/01 Cipedak Jagakarsa Jak-Sel
E-mail : diannourmayanti@yahoo.com

PENDIDIKAN FORMAL

2005 – 2009 : Peminatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja


Program Studi Kesehatan Masyarakat
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta
2002 – 2005 : SMU Negeri 97 Jakarta
1999 – 2002 : SLTP Negeri 131 Jakarta
1993 – 1999 : SDN 05 Cipedak

PENGALAMAN ORGANISASI

2008 – 2009 : Anggota Forum Keselamatan dan Kesehatan Kerja (FSK3)


UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2006 – 2007 : Sekretaris Saman Dance Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2006 – 2007 : Anggota BEM Jurusan Kesehatan Masyarakat Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta

PENGALAMAN DAN PELATIHAN

2009 : Magang di PT Pertamina Refinery Unit VI Balongan


Indramayu Jawa Barat
2008 : Pelatihan Sistem Manajemen K3 OHSAS 18001:2007
2008 : Pelatihan Sistem Manajemen Lingkungan ISO 14001:200
KATA PENGANTAR

A; ¹‫ آ‬çş ‫ و‬a ‫ ا‬ªa⁄‫ ور‬ç¹ş¹> ‫ م‬fiN¹ ‫ا‬

Alhamdulillah puji serta syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas
hidayah, kasih sayang dan segala nikmat yang Ia berikan selama ini sehingga penulis
dapat menyelesaikan Laporan Skripsi dengan judul “Faktor-Faktor Yang
Berhubungan Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna
Komputer Di Corporate Customer Care Centre (C4) PT. Telekomunikasi
Indonesia, Tbk Tahun 2009”.

Skripsi ini disusun sebagai persyaratan memperoleh gelar Sarjana Kesehatan


Masyarakat (SKM) pada Program Studi Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan, UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.

Penyusunan skripsi ini semata-mata bukanlah hasil usaha penulis, melainkan


banyak pihak yang telah memberikan bantuan, bimbingan, motivasi, dan semangat.
Untuk itu penulis mengucapkan terima kasih yang tak terhingga kepada :

1. Keluarga tercinta, Bapak Cepi, Mama Eti, Ade Sari, Wahyu, yang telah
memberikan doa, semangat, dan pengertian yang luar biasa kepada kaka.
Kepada Nyai tersayang..terimakasi untuk setiap aliran doa yang tiada henti
untuk keselamatan dan keberhasilan kaka, ”semoga nyai cepet sembuh, amin”.
Ce’ May beserta dua jagoan ciliknya Kiki dan Syahna yang selalu menghibur
disaat semangat kaka mulai berkurang, serta segenap keluarga besar Alm. H.
Abd. Manan yang selalu memberikan doa dan dukungan kepada kaka.

2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And, selaku dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta.
3. Bapak dr. Yuli P. Satar, MARS, selaku ketua Program Studi Kesehatan
Masyarakat (PSKM) Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK)
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.

4. Bu Iting dan Bu Catur selaku dosen pembimbing yang senantiasa meluangkan


waktunya untuk membimbing penulis dengan penuh perhatian dan kesabaran.

5. Seluruh dosen dan staf Program Studi Kesehatan Masyarakat (PSKM) Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan (FKIK) Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta.

6. Pak Bambang, Pak Daud, Pak Taufan serta seluruh staf dan karyawan
Corporate Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk yang
telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk melakukan skripsi di C4
Jakarta.

7. Averroes seorang…makasi ay untuk semuanya *^.^*

8. Sahabat-sahabat tersayang Lea, Fina, Juniar, Gita dan Arini yang selalu setia
setiap saat ;) aku ada karena kalian ada ^.^
9. Teman-teman seperjuangan Kesehatan Masyarakat FKIK UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta angkatan 2005, Semangaaatttttt!!!!!!!!.

10. Sebuah kisah klasik untuk masa depan…Azelia, Barki, Syaichu, Akmal, Agus,
Indra….makasi untuk kebersamaannya selama ini dan selamanya.

11. Keluarga Pd. Ranggon, Depok, Kedaung, Pamulang, Bandung, Indramayu yang
selalu memberikan semangat untuk menyelesaikan perjuangan ini.

12. Dan seluruh pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, terima kasih
telah membantu proses penyusunan laporan skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat memberikan manfaat terutama bagi
perkembangan ilmu pengetahuan di bidang Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).
DAFTAR ISI

LEMBAR PERNYATAAN...........................................................................i
ABSTRAKSI..................................................................................................ii
ABSTRACT...................................................................................................iv
PERNYATAAN PERSETUJUAN...............................................................vi
DAFTAR PANITIA SIDANG.....................................................................vii
DAFTAR RIWAYAT HIDUP....................................................................viii
KATA PENGANTAR...................................................................................ix
DAFTAR ISI..................................................................................................xi
DAFTAR TABEL..........................................................................................xv
DAFTAR GAMBAR...................................................................................xvii
DAFTAR GRAFIK.....................................................................................xviii
DAFTAR LAMPIRAN................................................................................xix
BAB I PENDAHULUAN...............................................................................1
1.1 Latar Belakang...........................................................................................1
1.2 Perumusan Masalah...................................................................................5
1.3 Pertanyaan Penelitian.................................................................................6
1.4 Tujuan Penelitian.......................................................................................7
1.4.1 Tujuan Umum...................................................................................7
1.4.2 Tujuan Khusus..................................................................................7
1.5 Manfaat Penelitian.....................................................................................9
1.5.1 Bagi Perusahaan................................................................................9
1.5.2 Bagi Peneliti Lain.............................................................................9
1.5.3 Bagi Program Strata I K3 FKIK UIN...............................................9
1.6 Ruang Lingkup..........................................................................................9

BAB II TINJAUAN PUSTAKA..................................................................11


2.1 Kelelahan Mata.........................................................................................11
2.2 Sifat Melihat (visibilitas).................................................................15
2.3 Faktor-Faktor Penyebab Kelelahan Mata........................................16
2.3.1 Faktor Karakteristik Pekerja............................................................16
2.3.2 Faktor Karakteristik Pekerjaan........................................................22
2.3.3 Faktor Perangkat Kerja....................................................................24
2.3.4 Faktor Lingkungan Kerja.................................................................26
2.4 Ergonomi Bekerja Dengan Komputer Desktop...............................31
2.4.1 Monitor............................................................................................32
2.4.2 Kursi................................................................................................33
2.4.3 Meja Komputer................................................................................33
2.4.4 Keyboard dan Mouse.......................................................................34
2.5 Kerangka Teori................................................................................34

BAB III KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL......36


3.1 Kerangka Konsep......................................................................................36
3.2 Definisi Operasional................................................................................38
3.3 Hipotesis...................................................................................................41

BAB IV METODOLOGI PENELITIAN...................................................42


4.1 Desain Penelitian......................................................................................42
4.2 Tempat dan Waktu Penelitian...................................................................42
4.3 Populasi dan Sampel Penelitian................................................................42
4.4 Instrumen Penelitian.................................................................................44
4.5 Metode Pengumpulan Data.......................................................................45
4.6 Pengolahan Data.......................................................................................46
4.7 Analisis Data.............................................................................................48

BAB V HASIL...............................................................................................50
5.1 Profil Perusahaan......................................................................................50
5.1.1 Profil PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk.......................................50
5.1.2 Visi dan Misi PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk..........................52
5.1.3 Lima Pilar Bisnis PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk....................52
5.1.4 Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi
Indonesia, Tbk.................................................................................53
5.2 Gambaran Kondisi Lingkungan Kerja......................................................54
5.3 Analisis Univariat.....................................................................................55
5.3.1 Gambaran Keluahan Kelelahan Mata..............................................55
5.3.2 Gambaran Jenis Keluhan Kelelahan Mata......................................55
5.3.3 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan
Kelelahan mata................................................................................57
5.4 Analisis Bivariat.......................................................................................59
5.4.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata................59
5.4.2 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan
Kelelahan Mata................................................................................60
5.4.3 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata................................................................................61
5.4.4 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluahan
Kelelahan Mata................................................................................61
5.4.5 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan
Kelelahan Mata................................................................................62

BAB VI PEMBAHASAN.............................................................................64
6.1 Keterbatasan Penelitian............................................................................64
6.2 Keluhan Kelelahan Mata..........................................................................64
6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata.........................67
6.4 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan
Kelelahan Mata.........................................................................................68
6.5 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata..........70
6.6 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluahan Kelelahan Mata........72

6.7 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan


Kelelahan Mata.........................................................................................74

BAB VII PENUTUP78


Simpulan.78
Saran79

DAFTAR PUSTAKA81
LAMPIRAN
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Derajat Visibilitas...........................................................................16


Tabel 2.2 Tingkat Pencahayaan Lingkungan Kerja........................................28
Tabel 2.3 Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja
Dengan Komputer..........................................................................29
Tabel 2.4 Nilai Ambang Batas Cuaca Kerja...................................................31
Tabel 5.1 Gambaran Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna
Komputer di Corporate Customer Care Centre (C4)
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009...........................55
Tabel 5.2 Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Faktor-
Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata
Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer
Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk
Tahun 2009.....................................................................................57
Tabel 5.3 Analisis Hubungan antara usia dengan Keluhan Kelelahan
Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate
Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk
Tahun 2009.....................................................................................59
Tabel 5.4 Analisis Hubunga antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan
Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate
Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk
Tahun 2009.....................................................................................60
Tabel 5.5 Analisis Hubunga antara Istirahat Mata dengan Keluhan
Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate
Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk
Tahun 2009.....................................................................................61
Tabel 5.6 Analisis Hubunga antara Jarak Monitor dengan Keluhan
Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate
Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk
Tahun 2009.....................................................................................61
Tabel 5.7 Analisis Hubunga antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan
han Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Centre (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Ergonomi Kerja dengan Komputer Desktop32


Gambar 2.2 Kerangka Teori35
Gambar 2.3 Kerangka Konsep37
Gambar 6.1 Kacamata Khusus Komputer (anti-glare glassess)70
DAFTAR GRAFIK

Grafik 5.1 Distribusi Jenis Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Centre (C4)
PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 200956
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1 : Surat Pernyataan Persetujuan Penelitian Lampiran 2 : Kuesioner


Lampiran 3 : Hasil uji statistik univariat Lampiran 4 : Hasil uji statistik bivariat
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelelahan mata menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya

berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk

memperoleh ketajaman penglihatan. Sedangkan menurut Trevino Pakasi (1999) kelelahan

mata adalah suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara

berlebihan. Mata lelah, tegang atau pegal adalah gangguan yang dialami mata karena otot-

ototnya yang dipaksa bekerja keras terutama saat harus melihat objek dekat dalam jangka

waktu lama. Otot mata sendiri terdiri dari tiga sel-sel otot eksternal yang mengatur gerakan

bola mata, otot ciliary yang berfungsi memfokuskan lensa mata dan otot iris yang mengatur

sinar yang masuk ke dalam mata. Semua aktifitas yang berhubungan dengan pemaksaan otot-

otot tersebut untuk bekerja keras bisa membuat mata lelah. Gejala mata terasa pegal biasanya

akan muncul setelah beberapa jam kerja. Pada saat otot mata menjadi letih, mata akan

menjadi tidak nyaman atau sakit. Sedangkan menurut Suma’mur (1991) dalam Henny (2001)

kelelahan mata mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-fungsi mata seperti terhadap

otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu pengamatan secara teliti atau terhadap retina

sebagai akibat ketidaktepatan kontras.

Gejala kelelahan mata dibagi menjadi tiga yaitu gejala visual seperti penglihatan

rangkap, gejala okular seperti nyeri pada kedua mata, dan gejala referral seperti mual dan
sakit kepala (Trevino Pakasi, 1999). Kelelahan mata dapat menimbulkan gangguan fisik

seperti sakit kepala, penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya di waktu

malam, mata merah, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman penglihatan, dan

berbagai masalah penglihatan lainnya. Dampak lain dari kelelahan mata di dunia kerja adalah

hilangnya produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan terjadinya keluhan-keluhan

penglihatan (Taylor & Francis, 1997). Menurut Departemen Kesehatan kelelahan mata dapat

menyebabkan iritasi seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah, penglihatan

rangkap, sakit kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi serta akomodasi

menurun (Depkes, 1990).

Kelelahan mata sering terjadi pada pekerja yang menggunakan komputer dalam

melakukan aktifitas pekerjaannya sehari-hari. Gangguan penglihatan yang disebabkan karena

penggunaan komputer, oleh The American Optometric Association dinamakan Komputer

Vision Syndrome (CVS) yaitu suatu gejala yang dapat menyebabkan berbagai keluhan antara

lain mata lelah dan kering, sakit kepala, pandangan buram, dan sensitif terhadap cahaya

(Fauzi, 2006). Sedangkan menurut Pheasant (1990) gejala-gejala seseorang mengalami

kelelahan mata antara lain nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata, pandangan kabur,

pandangan ganda, sulit dalam memfokuskan penglihatan, mata perih, mata merah, mata

berair, sakit kepala, dan pusing disetai mual.

Faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata menurut Occupational Health and

Safety Unit Universitas Quessland adalah faktor perangkat kerja (ukuran objek pada layar dan

tampilan layar), lingkungan kerja (cahaya monitor, pencahayaan ruangan, suhu udara), desain

kerja (karakteristik dokumen, durasi kerja) dan karakteristik individu (riwayat penyakit).

Kelelahan mata menurut Trevino Pakasi (1999) dipengaruhi oleh faktor internal dan faktor

eksternal. Faktor internal dapat diklasifikasikan menjadi faktor okular dan sistemik.
Sedangkan untuk faktor eksternal dipengaruhi oleh tingkat pencahyaan dan distribusi

penyebaran cahaya di area kerja. Gejala visual menurut OSHA juga dapat diakibatkan dari

pencahayaan yang tidak sesuai, cahaya yang silau dari monitor, ukuran objek dari layar

monitor yang sulit dibaca, dan pola istirahat mata (OSHA, 1997). Usia pekerja menurut

Guyton (1991) juga memperngaruhi kelelahan mata. North (1993) menyebutkan bahwa

faktor yang mempengaruhi kinerja visual antara lain kemampuan individual itu sendiri, jarak

penglihatan ke objek, pencahayaan, durasi, ukuran objek, kesilauan, dan kekontrasan.

Penggunaan komputer di seluruh dunia mengalami peningkatan dari waktu ke waktu.

Dengan adanya komputer, pekerjaan dapat diselesaikan dengan mudah dan cepat. Namun

penggunaan komputer juga memberikan efek terhadap kesehatan. Penggunaan komputer

dapat menimbulkan stress, seperti yang ditemukan NIOSH (The National Institute of

Occupational Safety and Health). NIOSH menemukan bahwa operator komputer memiliki

tingkat stress yang lebih tinggi dibandingkan dengan pekerjaan lain (Djunaedi, 2003)

Pada berbagai penelitian yang dilakukan di United States, didapatkan bahwa

Komputer Vision Syndrome (CVS) atau kelelahan mata ditemukan berkaitan dengan

penggunaan monitor atau Video Display Terminal (VDT) secara terus menerus. Data menurut

EyeCare Technology (1995) dalam Endit (2003) didapatkan bahwa terdapat 60 juta orang

yang menderita gangguan penglihatan karena menggunakan Video Display Terminal (VDT)

untuk penggunaan 3 jam atau lebih dalam sehari. Sedangkan menurut NIOSH, dilaporkan

bahwa 88% orang yang berinteraksi dengan komputer lebih dari 3 jam per hari akan

mengalami gangguan kelelahan mata.

Manager Pelayanan Profesional dari Asosiasi Optometris Australia

menyatakan bahwa kelelahan mata, masalah penglihatan, dan kesehatan mata


semakin memburuk selama kita meneruskan bekerja dengan jam kerja panjang dan

bergantung pada komputer. Kelompok pekerja kantor merupakan salah satu bagian

dari kategori resiko tertinggi kelelahan mata, beberapa studi mengindikasikan bahwa

35–48% dari pekerja kantor mederita problema tersebut (Robinson, 2003 dalam Hana

2008). Penelitian yang dilakukan oleh Japanese Ministry of Health (2004) juga

didapatkan bahwa proporsi keluhan kelelahan mata yang dirasakan oleh operator

komputer sebesar 91,6%.

Di Indonesia kelelahan mata merupakan salah satu gejala yang sering

ditemukan karena adanya interaksi mata secara terus menerus dengan penggunaan

komputer. Hasil penelitian yang dilakukan di Rumah Sakit “X” pada tahun 2004

didapatkan angka prevalensi kelelahan mata pada pekerja komputer sebesar 95,8%

(Fauziah, 2004). Penggunaan komputer yang dilakukan secara lama akan membuat

mata lelah dan kering karena mata terus digunakan untuk melihat layar monitor.

Untuk mencegah hal tersebut kita perlu memperhatikan visual ergonomic dalam

menggunakan komputer seperti jarak mata dengan layar monitor, pencahayaan

ruangan serta posisi monitor terhadap mata agar pekerja mendapatkan kenyamanan

pandangan (visual comfort) saat melakukan pekerjaannya.

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk adalah sebuah Badan Usaha Milik Negara

(BUMN), merupakan industri yang bergerak di bidang pelayanan jasa komunikasi

untuk dalam negeri. Salah satu sub.divisinya adalah Corporate Customer Care

Center (C4), yaitu perusahaan yang bergerak dibidang telekomunikasi untuk

menangani dan mengkoordinasikan gangguan pelanggan Corpotare yang memakai

produk Telkom. Dalam melakukan penanganan gangguan yang terjadi pada layanan
Telkom, pekerja sangat bergantung pada komputer dengan pemakaian waktu yang

cukup lama dan terus menerus sehingga dapat menimbulkan konsekuensi negatif

pada kesehatan tubuh terutama kesehatan mata. Berdasarkan informasi dari kalangan

manajemen, hingga saat ini belum pernah dilakukan suatu kegiatan penelitian

terhadap kesehatan pekerja yang berhubungan dengan terjadinya gangguan kesehatan

mata, terutama kelelahan mata pada pengguna komputer. Untuk itu, peneliti tertarik

melakukan penelitian mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care

Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.

1.2 Perumusan Masalah

Berdasarkan studi pendahuluan yang dilaksanakan pada bulan Desember

tahun 2009 diketahui bahwa pada 15 pekerja yang menggunakan komputer di

Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk,

didapatkan 13 pekerja (86%) menyatakan mengalami keluhan kelelahan mata.

Berdasarkan teori dan data-data di atas, terdapat risiko gangguan kelelahan mata

akibat penggunaan komputer. Untuk itu peneliti tertarik melakukan penelitian

mengenai faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada

pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi

Indonesia, Tbk tahun 2009.

1.3 Pertanyaan Penelitian


1. Bagaimana gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di

Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?

2. Bagaimana gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat

mata) pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?

3. Bagaimana gambaran faktor perangkat kerja yaitu jarak monitor pada pekerja pengguna

komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk

tahun 2009?

4. Bagaimana gambaran faktor lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan di Corporate

Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?

5. Apakah faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata)

berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di

Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?

6. Apakah faktor perangkat kerja yaitu jarak monitor berhubungan dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center

(C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?

7. Apakah faktor lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan berhubungan dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center

(C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009?

1.4 Tujuan Penelitian

1.4.1 Tujuan Umum


Diketahuinya faktor-faktor yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata

pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4)

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.

1.4.2 Tujuan Khusus

1. Diketahuinya gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer

di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk

tahun 2009.

2. Diketahuinya gambaran faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan

istirahat mata) pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care

Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.

3. Diketahuinya gambaran faktor perangkat kerja yaitu jarak monitor pada pekerja

pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.

4. Diketahuinya gambaran faktor lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan di

Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun

2009.

5. Diketahuinya hubungan faktor karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan

istirahat mata) dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer

di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk

tahun 2009.

6. Diketahuinya hubungan faktor perangkat kerja yaitu jarak monitor dengan

keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer

Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.


7. Diketahuinya hubungan faktor lingkungan kerja yaitu tingkat pencahayaan dengan

keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer

Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.

aan mengenai faktor-faktor apa saja yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja sehingga dapat dilakuka

1.5.2 Bagi Peneliti Lain

Hasil dari penelitian diharapkan dapat berguna sebagai referensi dan informasi

tentang hal-hal yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata.

1.5.3 Bagi Program Strata I K3 FKIK UIN


Hasil penelitian dapat dijadikan referensi mengenai faktor-faktor yang

berhubungan dengan keluhan kelelalahan mata untuk mahasiswa peminatan

Kesehatan dan Keselamatan Kerja (K3).

1.6 Ruang Lingkup

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui keluhan kelelahan mata pada

pekerja pengguna komputer ditinjau dari karakteristik pekerja, perangkat kerja dan

lingkungan kerja. Penelitian ini perlu dilakukan karena sebagian besar pekerja setiap

harinya bekerja dengan menggunakan alat bantu komputer sehingga pekerja tidak

lepas dari risiko terjadinya kelelahan mata. Penelitian ini dilakukan oleh mahasiswi

Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif

Hidayatullah Jakarta. Sasaran penelitian adalah pekerja pengguna komputer di

Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun

2009. Penelitian dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Januari

2010. Penelitian ini bersifat kuantitatif dengan menggunakan desain studi cross

sectional. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer yang

diperoleh dengan cara pengisian kuesioner, pemeriksaan refraksi mata, pengukuran

jarak monitor dan pengukuran tingkat pencahayaan. Sedangkan sumber data sekunder

yaitu data profil Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi

Indonesia, Tbk beserta jumlah karyawan.


BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Kelelahan Mata

Kelelahan mata atau astenopia menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang

diakibatkan oleh upaya berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi

kurang sempurna untuk memperoleh ketajaman penglihatan. Menurut Trevino Pakasi

(1999) kelelahan mata adalah suatu kondisi subjektif yang disebabkan oleh

penggunaan otot mata secara berlebihan. Sedangkan menurut Suma’mur (1991)

dalam Henny (2001) kelelahan mata mata timbul sebagai stress intensif pada fungsi-

fungsi mata seperti terhadap otot-otot akomodasi pada pekerjaan yang perlu

pengamatan secara teliti atau terhadap retina sebagai akibat ketidak tepatan kontras.

Kelelahan mata disebabkan oleh stress yang terjadi pada fungsi penglihatan.

Stress pada otot akomodasi dapat terjadi pada saat seseorang berupaya untuk melihat

pada obyek berukuran kecil dan pada jarak yang dekat dalam waktu yang lama. Pada

kondisi demikian, otot-otot mata akan bekerja secara terus menerus dan lebih

dipaksakan. Ketegangan otot-otot pengakomodasi (otot-otot siliar) makin besar

sehingga terjadi peningkatan asam laktat dan sebagai akibatnya terjadi kelelahan

mata, stress pada retina dapat terjadi bila terdapat kontras yang berlebihan dalam

lapangan penglihatan dan waktu pengamatan yang cukup lama.

Kelelahan mata dapat menimbulkan gangguan fisik seperti sakit kepala,

penglihatan seolah ganda, penglihatan silau terhadap cahaya di waktu malam, mata
merah, radang pada selaput mata, berkurangnya ketajaman penglihatan, dan berbagai

masalah penglihatan lainnya. Terjadinya kelelahan otot mata dan kelelahan saraf mata

sebagai akibat tegangan yang terus menerus pada mata, walaupun tidak menyebabkan

kerusakan mata secara permanen, tetapi menambah beban kerja, mempercepat lelah,

sering istirahat, kehilangan jam kerja dan mengurangi kepuasan kerja, penurunan

mutu produksi, meningkatkan frekuensi kesalahan, mengganggu konsentrasi dan

menurunkan produktivitas kerja (Pheasant 1993 dalam Padmanaba 2006). Dampak

lain dari kelelahan mata di dunia kerja adalah hilangnya produktivitas, meningkatnya

angka kecelakaan, dan terjadinya keluhan-keluhan penglihatan (Taylor & Francis,

1997). Menurut Departemen Kesehatan kelelahan mata dapat menyebabkan iritasi

seperti mata berair, dan kelopak mata berwarna merah, penglihatan rangkap, sakit

kepala, ketajaman mata merosot, dan kekuatan konvergensi dan akomodasi menurun

(Depkes, 1990).

Menurut Pheasant (1990) gejala-gejala seseorang mengalami kelelahan mata antara lain:

1. Nyeri atau terasa berdenyut di sekitar mata

2. Pandangan kabur

3. Pandangan ganda

4. Sulit dalam memfokuskan penglihatan

5. Mata perih

6. Mata merah

7. Mata berair

8. Sakit kepala, dan


9. Pusing disetai mual.

Tanda-tanda tersebut di atas terjadi bila iluminasi tempat kerja berkurang dan

pekerja yang bersangkutan menderita kelainan reflaksi mata yang tidak dikoreksi.

Bila persepsi visual mengalami stress yang hebat tanpa disertai efek lokal pada otot

akomodasi atau retina maka keadaan ini akan menimbulkan kelelahan saraf. General

Nervus Fatique ini terutama akan terjadi bila pekerjaan yang dilakukan seseorang

memerlukan konsentrasi, kontrol otot dan gerakan gerakan yang sangat tepat (Ilyas,

1991).

Pengguna komputer dalam waktu lama beresiko terkena astenopia atau lelah

mata. Menurut dr Edi Supiandi Affandi SpM dari Bagian Ilmu Penyakit Mata FKUI

keluhan penderita astenopia antara lain mata tak nyaman, iritasi, panas, sakit, cepat

lelah, mengantuk, merah dan berair. Penglihatan mata terasa buram, ganda,

kemampuan melihat warna menurun. Gejala itu diikuti sakit kepala, bahu, punggung

dan pinggang, vertigo serta kembung (Fauzi, 2006). Pheasant (1991) menyebutkan

bahwa pekerja yang bekerja menggunakan komputer secara berulang-ulang dan terus

menerus memiliki prevalensi 70-90% menderita kelelahan mata dibandingkan dengan

pekerja yang tidak menggunakan komputer yaitu hanya 45% yang mengalami

kelelahan mata.

Astenopia banyak dijumpai pada pemakai kacamata, membaca dekat dan

terus-menerus lebih dari dua jam. Terutama di ruangan yang pencahayaannya kurang

dari 200 lux. Pada pengguna komputer astenopia terjadi karena kelelahan mata akibat

memusatkan pandangan pada komputer di mana obyek yang dilihat terlalu kecil,
kurang terang, bergerak dan bergetar. Mata yang berkonsentrasi kurang berkedip,

sehingga penguapan air mata meningkat dan mata menjadi kering (Fauzi, 2006).

Ada beberapa cara untuk mengurangi kelelahan mata, seperti perbaikan kontras, cara

ini paling mudah dan paling sederhana, serta dilakukan dengan memilih latar penglihatan

yang tepat. Cara berikutnya dengan meninggikan intensitas penerangan. Biasanya penerangan

harus sekurang-kurangnya dua kali dibesarkan. Dalam berbagai hal, masih perlu dipakai

lampu-lampu di daerah kerja untuk lebih memudahkan penglihatan. Cara terakhir adalah

pemindahan tenaga kerja dengan visus yang setinggi-tingginya. Kerja malam harus

dikerjakan oleh tenaga kerja berusia muda, yang apabila usianya bertambah, dapat

dipindahkan kepada pekerjaan yang kurang diperlukan ketelitian (Suma’mur 1995).

Sedangkan untuk mengurangi munculnya kelelahan mata akibat penggunaan

komputer, (Anshel, 1996 dalam Swamardika 2001) menganjurkan untuk melakukan

“3B” yaitu Blink, Breat, dan Break. Adapun penjelasan dari “3B” adalah sebagai

berikut :

1. Blink yaitu mengedipkan mata, dalam keadaan normal dalam satu menit mata

akan mengedip 12-15 kali. Frekuensi mengedip akan bertambah bila dalam

keadaan gembira, terangsang, berbicara, melakukan aktivitas fisik. Frekuensi

berkurang bila sedang membaca, berfikir, dan sedang konsentrasi dalam

pekerjaan. Melihat tanpa berkedip akan melelahkan mata. Dengan berkedip mata

akan beristirahat walaupun hanya sesaat dan akan terjadi proses pembersihan

mata serta proses pembasahan ulang pada mata sehingga penglihatan akan tetap

jelas. Oleh karena proses mengedip ini merupakan proses yang otomatis maka

pada tahap awal harus tetap disadari bahwa mengedip adalah penting.
2. Breath yaitu benafas. Apabila dalam keadaan stress, ada tendensi untuk menahan

nafas. Keadaan ini akan menyebabkan otot-otot menjadi tegang tanpa disadari.

Bernafas secara benar dan teratur akan menyebabkan relaksasi otot termasuk otot

mata.

3. Break yaitu istirahat. Apabila pekerjaan di komputer memerlukan konsentrasi

yang tinggi maka diperlukan adanya istirahat singkat untuk memberikan waktu

pemulihan.

2.2 Sifat Melihat (Visibilitas)

Mata dapat melihat sesuatu kalau mendapatkan rangsangan dari gelombang

cahaya dan sebaliknya benda disekitar kita dapat terlihat apabila memancarkan

cahaya, baik cahaya dari benda tersebut maupun dari cahaya pantulan yang datang

dari sumber cahaya lain yang mengenai benda tersebut.

Faktor-faktor yang mempengaruhi visibilitas antara lain : ukuran obyek,

luminensi, kontras antar obyek sekitar dan lamanya waktu melihat. Pada ruang

lingkup pekerjaan, faktor yang mempengaruhi visibilitas itu sendiri merupakan

kombinasi untuk dapat melihat dan mengenal benda-benda dengan jelas. Tidak semua

benda yang dapat dilihat akan sama jelasnya (equal visible). Suatu hal yang perlu

diperhatikan adalah ada yang bisa melihat dengan mudah dan cepat, ada yang

berusaha dengan keras, sedangkan yang lainnya tidak terlihat sama sekali (Ahmad

Sujudi, 1999).

Tabel 2.1
Derajat
Visibilitas
No. Perbandingan Ukuran (Size Ratio) Visibilitas
1. 2,5 atau lebih Melihat dengan mudah
2. 1 – 2,5 Perlu upaya kontinyu
3. Kurang dari 1 Tidak terlihat
Sumber : Suma’mur PK (1996)

2.3 Faktor Penyebab Kelelahan Mata

2.3.1 Faktor Karakteristik Pekerja

1. Usia

Daya akomodasi mata adalah kemampuan lensa mata untuk menebal

(cembung) atau menipis (pipih) sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar

bayangan jatuh tepat di retina. Titik terdekat yang dapat dilihat dengan jelas oleh

mata dengan berakomodasi maksimum disebut titik dekat mata atau punctum

proximum. Titik terjauh yang dapat dilihat jelas oleh mata dengan tidak

berakomodasi disebut titik jauh mata atau punctum remotum.

Adanya cahaya ekstra pada pekerjaan akan meningkatkan kejataman

sehingga menyebabkan pupil berkontraksi, mengurangi celah-celah lensa dan

mengubahnya menjadi lebih lebar untuk penyesuaiannya. Berkurangnya

kemampuan akomodasi dan kekurangan-kekurangan lain pada mata dapat

diperbaiki dengan bantuan kacamata, tetapi gangguan ini akan berkembang lebih

luas lagi dengan adanya kacamata. Oleh karena itu, penting untuk menguji

penglihatan manusia yang bekerja karena penglihatan yang baik adalah hal yang

penting.
Dalam banyak hal dimana operator komputer yang telah mengeluh karena

ketidak-nyamanan pada mata mereka, berdasarkan tes yang telah diujikan,

diketahui bahwa ada cacat pada mata mereka. Hal ini ternyata juga sudah diduga

dan dari beberapa bukti menunjukkan bahwa penerimaan dari keadaan yang

buruk pada operator-operator tersebut sangat mungkin adalah suatu hasil dari

usaha-usaha untuk menekan keburukan pada penglihatan.

Orang-orang menggunakan lensa-lensa bifocal jika sedang menggunakan

layar komputer. Kacamata tersebut dapat dipakai melihat jarak jauh dan jarak

dekat. Untuk mereka, kacamata itu akan lebih baik dipakai, dengan lensa

sederhana yang didesain untuk jangkauan layar monitor. (Nurmianto, 2004).

Guyton (1991) juga menjelaskan bahwa semakin tua seseorang, lensa

semakin kehilangan kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan

otot-otot semakin sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Daya akomodasi

menurun pada usia 45–50 tahun. Hal ini disebabkan setiap tahun lensa semakin

berkurang kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan diri.

Sebaliknya semakin muda seseorang, kebutuhan cahaya akan lebih sedikit

dibandingkan dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami

kelelahan mata lebih sedikit.

2. Kelainan Refraksi

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada

retina. Secara umum, terjadi ketidakseimbangan sistem penglihatan pada mata

sehingga menghasilkan bayangan yang kabur. Sinar tidak dibiaskan tepat pada

retina, tetapi dapat di depan atau di belakang retina dan tidak terletak pada satu
titik fokus. Kelainan refraksi dapat diakibatkan terjadinya kelainan kelengkungan

kornea dan lensa, perubahan indeks bias, dan kelainan panjang sumbu bola mata.

Penderita kelainan refraksi biasanya mengalami keluhan sakit kepala terutama di

daerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas, pegal

pada bola mata, dan penglihatan kabur.

Otot-otot yang berperan pada proses pemusatan penglihatan bisa menjadi

penyebab kelelahan mata (astenopia) bila orang dengan kelainan refraksi tidak

menggunakan kacamata. Apabila matanya minus sekaligus silindris, maka

kemungkinan pertambahan jumlah minusnya lebih besar. Bila kacamatanya

dipakai, mata akan lebih rileks dan fokusnya tidak terlalu kuat, sehingga otot-otot

tersebut tidak bekerja terlalu keras untuk melihat layar komputer yang rata-rata

hurufnya sangat kecil. Lamanya penggunaan komputer merupakan faktor yang

menentukan. Penggunaan komputer yang dianjurkan adalah tidak lebih dari empat

jam sehari. Bila lebih dari waktu tersebut, mata cenderung mengalami refraksi.

Seandainya penggunaan dalam tempo lebih dari empat jam itu tak bisa dihindari,

frekuensi istirahatnya harus lebih sering (Ilyas, 1991).

Ametropia adalah suatu keadaan mata dengan kelainan refraksi sehingga

pada mata yang dalam keadaan istirahat memberikan fokus yang tidak terletak

pada retina. Ametropia dapat ditemukan dalam bentuk kelainan miopia (rabun

jauh), hipermetropia (rabun dekat), dan astigmatisma. (Ilyas, 1991).

Sebuah penelitian di Amerika Serikat menganjurkan untuk menghindari

penggunaan lensa kontak atau kacamata saat bekerja di depan komputer. Jika
operator komputer menggunakan lensa kontak, kelelahan mata akan lebih cepat

terasa. Hal ini dapat terjadi karena mata yang dalam keadaan memfokuskan layar

monitor akan jarang berkedip, sehingga bola mata cepat menjadi kering. Bola

mata yang kering menyebabkan timbulnya gesekan antara lensa dan kelopak

mata. Ruang berpendingin (AC) akan lebih memperparah gesekan tersebut,

karena udara ruangan ber-AC akan kering, sehingga air mata akan ikut menguap.

Bagi pengguna kacamata, gunakanlah kacamata khusus seperti yang dianjurkan

oleh ahli masalah mata (Optometrist) Dr. Jay Schlanger mengatakan beberapa

perusahaan kini mulai membuat lensa yang bagian atasnya dirancang untuk

melihat komputer, dan bagian bawahnya untuk membaca. Penggunaan kacamata

anti radiasi juga dapat membantu memberikan filter bagi radiasi yang masuk ke

dalam mata selama berinteraksi dengan komputer. Selain bisa dibawa

kemanapun kita bekerja, kacamata ini tak hanya berguna saat kita bekerja di

depan monitor, namun juga melindungi mata dari cahaya lampu mobil, radiasi

TV, dan sebagainya. Faktanya lapisan anti-radiasi pada kacamata tersebut,

sangat berguna bagi mata kita karena lapisan tersebut secara otomatis

mengurangi efek nyeri di mata akibat radiasi cahaya berlebih (Fauzi, 2006).

Pengguna lensa kontak juga punya solusi, yaitu dengan mengganti lensa

kontak generasi baru yang terbuat dari silikon hydrogel. Silikon jenis ini

memungkinkan daya transmisi oksigen yang lebih tinggi dibanding jenis lain.

Penggunaan lapisan antirefleksi pada kacamata di beberapa negara maju telah

diteliti mampu mengurangi kelelahan mata. Penggunaan lensa kontak dapat


menimbulkan sindrom mata kering. Penelitian menunjukkan bahwa 48% para

pekerja kantor mengalami sindrom mata kering. (Anies, 2005).

3. Istirahat Mata

Menurut NIOSH, disebutkan bahwa kondisi kerja sangat berperan

terhadap gangguan kesehatan pekerja, dan dapat mempengaruhi secara langsung

terhadap keselamatan dan kesehatan pekerja termasuk beban kerja, waktu kerja

yang lama dan kurangnya istirahat. NIOSH juga menjelaskan bahwa keluhan

mata berkurang secara bermakna pada pekerja yang mengambil 5 menit istirahat

selama 4 kali sepanjang waktu bekerja mereka tanpa menurunkan produktivitas

kerja. Beristirahatlah sekitar 2-3 menit setiap 15–20 menit bekerja di depan

komputer, atau 5 menit istirahat setelah bekerja selama 30 menit,atau 10 menit

istirahat untuk 1 jam berkutat dengan komputer dan seterusnya. Suma’mur (1999)

berpendapat bahwa istirahat yang pendek tetapi sering atau banyak adalah lebih

baik daripada satu kali istirahat dengan durasi yang panjang. Karena sebenarnya

pengaturan waktu istirahat yang tepat akan berpengaruh positif terhadap tingkat

produktivitas pekerja.

Pendapat tersebut juga diperkuat oleh David L. Goetsch (2002) yang

mengatakan bahwa opetator komputer seharusnya melakukan banyak istirahat-

istirahat pendek namun sering dan teratur, selain itu juga disarankan pekerja atau

operator tersebut tidak terus menerus berhadapan dengan komputer tetapi

diselingi dengan melakukan pekerjaan yang tidak menggunakan komputer.

Istirahat mata bagi seseorang operator komputer memang sangat

diperlukan, karena mengingat bahwa mata operator tersebut digunakan untuk


melihat dalam jarak yang cukup dekat sehingga mata mereka selalu berakomodasi

dan terfokus pada layar monitor. Ada tiga jenis istirahat bagi pengguna komputer

menurut Anshel (1996) :

1. Micro break : istirahat 10 detik setiap 10 menit menit bekerja, yaitu dengan

cara melihat jauh (minimal 6 meter) diikuti dengan bernafas dan mengedipkan

mata dengan relaks.

2. Mini break : dilakukan setiap setengah jam selama lima menit dengan cara

berdiri dan meregangkan tubuh. Lakukan juga melihat jauh dengan objek

yang berbeda-beda

3. Maxi break : termasuk disini minum kopi atau the dan makan siang. Bangun

dan jalan-jalan.

Menurut Josefina (1999) dalam Prasetyo (2006) lama istirahat yang

diperlukan bagi pekerja yang menggunakan komputer dianjurkan adalah selama

10 menit/jam (dengan waktu kerja 8 jam kerja/hari atau 40 jam kerja/minggu).

Sedangkan menurut peraturan Health Care and Resindential Facilities,

dikatakan bahwa jika seorang pekerja bekerja menggunakan Video Display

Terminal untuk jangka waktu yang cukup lama atau secara terus menerus selama

satu jam atau lebih, maka pekerja tersebut harus melakukan istirahat mata dari

melihat VDT setidaknya setiap lima menit sekali setiap jamnya (Occupational

Health Clinics, 1998).

Salah satu contoh metode istirahat mata yang disarankan oleh beberapa

ahli yaitu dengan melihat suatu benda atau objek dengan fokus yang berbeda dan

disarankan dengan jarak yang jauh dibandingkan dengan jarak monitor ke mata.
Caranya yaitu jika bekerja selama 20 menit, lihatlah suatu objek dengan jarak

minimal 20 kaki (6 meter) selama kira-kira 20 detik, kemudian mengedip-

ngedipkan mata lalu memejamkan mata dalam-dalam dan buka mata secara

perlahan-lahan (Stephen, 1999).

2.3.2 Faktor Karakteristik Pekerjaan

Durasi Kerja

Waktu kerja bagi seseorang menentukan efisiensi dan produktivitasnya,

dan lamanya seseorang bekerja sehari yang baik pada umumnya adalah 6-8 jam.

Memperpanjang waktu kerja lebih dari batasan tersebut umumnya tidak diikuti

dengan efisiensi yang tinggi, bahkan biasanya terlihat penurunan produktivitas

serta kecenderungan untuk timbulnya kelelahan, penyakit dan kecelakaan

(Suma’mur, 1996).

Secara umum, semakin panjang waktu kerja seseorang, maka makin besar

kemungkinan terjadinya hal-hal yang tidak diinginkan atau bersifat negatif. Hal

ini berkaitan dengan potensi bahaya atau risiko yang mungkin muncul dari

pekerjaan atau material yang pekerja hadapi saat bekerja, sehingga semakin lama

mereka terpapar bahan atau hazard tersebut maka semakin besar kemungkinan

mereka akan mendapatkan dampak buruk dari hazard tersebut. (Suma’mur,

1996)

Seseorang pekerja yang bekerja menggunakan peralatan komputer

tentunya juga akan mengalami suatu risiko karena mata operator komputer akan

selalu berinteraksi dan berhadapan dengan monitor dalam jangka waktu yang
cukup lama. Oleh karena itu, pekerjaan mata yang selalu berulang atau terus

menerus akan membuat mata tersebut selalu berupaya untuk memfokuskan

pandangan pada bidang layar monitor (Ankrum, 1996).

Durasi atau lamanya mata digunakan untuk melihat komputer juga

menjadi salah satu faktor dalam mempercepat terjadinya gangguan atau

kelelahan pada mata. Hal ini diperkuat dengan hasil penelitian yang dilakukan

oleh Rey dan Meyer (1980) terhadap pengguna monitor di sebuah industri

pembuat arloji di Swiss, bahwa ternyata ditemukan perbedaan yang signifikan

mengenai keluhan ataupun gangguan pada mata antara pengguna monitor yang

bekerja selama 6-9 jam per hari dengan mereka yang bekerja kurang dari 4 jam

per hari (Oborn, 1995).

Hal tersebut berkaitan dengan sifat atau fungsi mata yang tidak dibuat

untuk bekerja melihat dari jarak dekat dengan waktu yang lama, karena mata

akan bekerja keras untuk berakomodasi dan berkonvergensi agar mampu melihat

dan memfokuskan pandangan apabila digunakan untuk melihat jarak dekat. Hal

ini akan menyebabkan otot mata bekerja keras sehingga akan menyebabkan otot-

otot mata menjadi cepat lelah, keadaan seperti demikian ini sering dijumpai

terutama pada orang yang bekerja dengan jarak yang sangat dekat dengan

monitor komputer (Ankrum, 1996).

2.3.3 Faktor Perangkat Kerja

1. Jarak Monitor
Jarak mata terhadap monitor merupakan hal yang perlu mendapat

perhatian karena turut menentukan kenyamanan pandang mata pekerja, terutama

untuk melihat jarak dekat dalam waktu yang cukup lama sesuai tipikal kerja

perkantoran. Menurut OSHA disebutkan bahwa jarak mata terhadap layar

monitor saat pekerja bekerja menggunakan komputer sekurang-kurangnya adalah

20-40 inch atau 50-100 cm. Hal ini sesuai dengan alasan atau penyebab utama

terjadinya kelelahan mata yaitu jarak mata yang terlalu dekat dengan monitor,

sehingga mata dipaksa bekerja untuk melihat dari jarak yang cukup dekat dalam

jangka waktu yang cukup lama, sedangkan fungsi mata sendiri sebenarnya tidak

dikhususkan untuk melihat dari jarak dekat (OSHA 1997).

Ankrum (1996) mengatakan bahwa ketika mata digunakan untuk melihat

dari jarak dekat, maka mata dipaksa secara berat untuk melakukan proses

akomodasi dan konvergensi. Akomodasi adalah proses ketika mata mengubah

atau mengatur fokus untuk melihat sesuatu dari jarak tertentu sehingga benda

yang dilihat dapat terfokus, sedangkan konvergensi adalah gerakan yang

dilakukan mata untuk menghindari terjadinya penglihatan ganda (double vision).

Sehingga semakin jauh jarak pandang terhadap objek mata kemungkinan

terjadinya iritasi mata akibat proses akomodasi dan konvergensi yang berlebihan

akan semakin kecil.

2. Ukuran Objek
Ukuran objek berkaitan dengan kemampuan penglihatan, semakin besar ukuran

suatu objek kerja maka semakin rendah kemampuan mata yang diperlukan untuk

melihat objek tersebut. Sedangkan untuk ukuran objek kerja yang kecil

diperlukan kemampuan mata yang lebih untuk dapat melihat dengan fokus,

akibatnya ketegangan akomodasi konvergensi akan bertambah sehingga akan

menimbulkan kelelahan visual (Pheasant, 1991).

3. Tampilan Monitor

Ketika monitor dalam keadaan hidup atau beroperasi dan digunakan

untuk bekerja, maka tampilan dari layar yang meliputi tingkat kekontrasan layar

juga menentukan terjadinya kelelahan mata atau tidak bagi penggunanya.

Kontras secara sederhana dapat didefiniskan sebagai perbedaan ketajaman atau

tampilan antara dua hal atau image, dalam hal ini yaitu antara warna karakter

(huruf) pada layar monitor dengan warna latar layar itu sendiri (background).

Kesalahan dari pengaturan kontras akan semakin memperbesar

kemungkinan untuk timbulnya kelelahan mata pada pekerja. Secara ideal, tingkat

kontras dari tampilan monitor yang baik adalah tingkat kontrasnya tepat, yaitu

perpaduan antara warna teks dengan latar belakang tinggi. Dan dalam hal ini

yang paling ideal adalah teks atau karakter berwarna gelap dengan latar belakang

layar yang berwarna terang (dark letters on a light background), contohnya

seperti huruf berwarna hitam dengan layar berwarna putih, karena tampilan

seperti inilah yang dapat dikatakan paling nyaman untuk mata pekerja yang

menggunakan komputer dalam jangka waktu yang cukup lama (Ankrum, 1996).
Pada pengguna komputer, menurut dr Edi Supiandi Affandi SpM dari

Bagian Ilmu penyakit Mata FKUI, kelelahan mata terjadi akibat memusatkan

pandangan pada komputer dimana obyek yang dilihat terlalu kecil, kurang

terang, bergerak dan bergetar. Mata yang berkonsentrasi kurang berkedip,

sehingga penguapan air mata meningkat dan mata menjadi kering. Untuk

pengaturan tingkat kenyamanan mata terhadap tampilan monitor yang meliputi

ukuran teks, warna layar, ketajaman, dan lain-lain relatif berbeda antara satu

pekerja dengan pekerja lainnya. Sehingga pengaturan tingkat kenyamanan

tampilan monitor ini disarankan disesuaikan dengan mata pekerja yang

bersangkutan (Fauzi, 2006).

4. Document Holder

Posisi monitor dapat dilihat oleh operator komputer sesuai dengn level mata,

yaitu membentuk sudut 20o–50o. Dengan sudut pandang seperti itu, maka

penempatan dokumen yang baik adalah di atas keyboard, sehingga proses

melihat dokumen dan monitor tidak memerlukan pergerakan bola mata atau

kepala yang dapat mengakibatkan mata lebih cepat lelah dan nyeri pada bagian

leher (Fauzi, 2006).

2.3.4 Faktor Lingkungan Kerja

1. Tingkat Pencahayaan

Pencahayaan yang cukup dan diatur dengan baik merupakan salah satu

faktor untuk mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang nyaman dan aman.

Dengan pencahayaan yang cukup, objek penglihatan akan terlihat jelas sehingga
dengan demikian akan membantu pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya

dengan lebih mudah (Budiyono, 1994). Kurangnya pencahayaan di tempat kerja

dapat mengakibatkan kelelahan mata, sebab pekerja akan lebih mendekatkan

matanya ke objek guna memperbesar ukuran benda. Hal ini akan membuat proses

akomodasi mata lebih dipaksa dan dapat menyebabkan penglihatan rangkap atau

kabur (Notoatmodjo, 2003).

Apabila pencahayaan yang terlampau terang dapat menghasilkan banyak

pantulan cahaya sehingga mata akan beradaptasi untuk menyesuaikan perbedaan

yang besar sehingga kondisi ini akan menyebabkan kelelahan mata serta

ketidaknyamanan penglihatan. Pencahayaan yang memadai bisa mencegah

terjadinya kelelahan mata dan mempertinggi kecepatan dan efisien membaca.

Pencahayaan yang kurang bukannya menyebabkan penyakit mata tetapi

menimbulkan kelelahan mata. Menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405

tahun 2002, pencahayaan adalah jumlah penyinaran pada suatu bidang kerja yang

diperlukan untuk melaksanakan kegiatan secara efektif. Tingkat pencahayaan

ruangan dapat dilihat pada tabel 2.2 :

Tabel 2.2
Tingkat Pencahayaan Lingkungan
Kerja

Tingkat Pencahayaan Keterangan


Jenis Kegiatan Minimal (Lux)

Pekerjaan kasar dan Ruang penyimpanan &


tidak 100
terus –terus – menerus
menerus perakitan
ruang kasar
peralatan/instalasi
Ruang administrasi, ruang
yang memerlukan pekerjaan
Pekerjaan rutin 300 kontrol,
yang pekerjaan mesin &
kontinyu
Pekerjaan kasar dan perakitan/penyusun
Pekerjaan dengan mesin dan
200 Pembuatan gambar atau
bekerja dengan mesin
Pekerjaan agak halus 500 kantor, pekerjaan
pemeriksaan atau pekerjaan
dengan mesin
Pemilihan warna,
Pekerjaan halus 1000

1500
Pekerjaan amat halus
Tidak menimbulkan bayangan

3000
Pekerjaan terinci
Tidak menimbulkan bayangan pemrosesan teksti,
Sumber: KEPMENKES RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02 pekerjaan mesin halus &
perakitan halus
Mengukir dengan tangan,
pemeriksaan pekerjaan
mesin dan perakitan yang
sangat halus
Pemeriksaan pekerjaan,
perakitan sangat halus

Menurut ILO (2000), pencahayaan yang cukup akan meningkatkan

kenyamanan dan kinerja pekerja, serta akan menjadikan tempat kerja

menyenangkan untuk bekerja. Pencahayaan yang berkualitas baik dan memadai

akan membantu pekerja melihat objek pekerjaan secara cepat dan detil sesuai

kebutuhan tugasnya.
Untuk lingkungan kerja yang pekerjanya banyak menggunakan komputer,

apabila tingkat pencahayaannya terlalu tinggi maka akan mengaburkan image

kat pencahayaan ruangan harus diatur lebih rendah dibandingkan standar untuk ruang kantor, tingkat pencahayaan yang sesu
Tabel 2.3

Rekomendasi Tingkat Pencahayaan Pada Tempat Kerja Dengan Komputer

Tingkat Pencahayaan
Keadaan Pekerja
(lux)
Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang 300
terbaca jelas

Kegiatan Komputer dengan sumber dokumen yang tidak


terbaca jelas 400-500

Tugas memasukan data


500-700

Aspek pencahayaan lain yang harus diperhatikan adalah letak sumber

cahaya (misalnya lampu) yang salah, hal ini dapat mengakibatkan mata menjadi

silau. Kondisi yang baik adalah mata tidak langsung menerima cahaya dari

sumbernya, melainkan cahaya tersebut harus mengenai objek yang akan

dikerjakan yang selanjutnya dipantulkan objek tersebut ke mata (Purnomo, 2004).


Pengaturan tingkat pencahayaan di tempat kerja memang sudah

seharusnya diatur sedemikian rupa sehingga menciptakan lingkungan kerja yang

nyaman bagi pekerjanya. Menurut Suma’mur (1995) apabila cahaya atau

pencahayaan di tempat kerja buruk, maka dapat mengakibatkan :

a. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja

b. Kelelahan mental

c. Keluhan pegal-pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata

d. Kerusakan alat penglihatan

e. Meningkatnya kecelakaan

Kelelahan mata sebagai akibat dari buruknya system pencahayaan ruangan ini umumnya

ditandai dengan gejala-gejala sebagai berikut :

a. Mata berair dan memerah pada konjungtiva mata

b. Mata terasa perih dan gatal

c. Pandangan rangkap dan pandangan kabur

d. Sakit kepala

e. Daya akomodasi dan konvergensi menurun

f. Ketajaman penglihatan, kepekaan kontras dn kecepatan respon menurun.

2. Suhu Udara

Seorang tenaga kerja akan bekerja secara efisien dan produktif bila tenaga kerja

berada dalam tempat yang nyaman (comfort) atau dapat dikatakan efisiensi kerja

yang optimal dalam daerah yang nikmat kerja, yaitu suhu yang sesuai, tidak

dingin dan tidak panas (Santoso, 1985). Bagi orang Indonesia suhu udara yang
dirasa nyaman adalah berada antara 24 °C – 26 °C serta toleransi 2-3 °C di atas

atau di bawah suhu nyaman. Untuk itu Menteri Tenaga Kerja, telah menetapkan

Nilai Ambang Batas Iklim Kerja dengan surat keputusan Menteri Tenaga Kerja

No. KEP. 51/MEN/1999 tentang NAB cuaca kerja berdasarkan Indeks Suhu Bola Basah adalah sebagai berikut:
Tabel 2.4
Nilai Ambang Batas Cuaca Kerja

Waktu Kerja Waktu Istirahat Beban Kerja


o
8 Jam / hari Ringan C Sedang o C Berat o C
Kerja Terus 30 26,7 25
75 % 25 % 30,6 28 25,9
50% 50 % 31,4 29,4 27,9
25 % 75 % 32,2 31,1 30,0
Sumber : Surat Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP.51/MEN/1999

Suhu udara

ma menurunkan prestasi kerja fikir, penurunan sangat hebat terjadi sesudah 32°C. suhu lingkungan yang terlalu tinggi menyebabkan men
konsentrasi dan

menurunkan prestasi kerja. Dan juga dengan suhu yang terlalu tinggi dapat

menimbulkan terjadinya resiko kecelakaan dan kesehatan kerja.

2.4 Ergonomi Bekerja dengan Komputer Desktop


Secara umum, kondisi yang baik untuk bekerja dengan komputer desktop dapat

dilihat pada Gambar 2.1.

3.
Gambar 2.1
Ergonomi Kerja dengan Komputer Desktop

2.5.1 Monitor

Beberapa hal yang perlu mendapat perhatian dalam memilih atau menggunakan

monitor untuk menekan resiko terhadap kesehatan adalah:

a. Pilih ukuran monitor yang sesuai (tidak terlalu kecil atau besar)

b. Pilih jenis monitor dengan radiasi yang kecil misalnya LCD.


c. Letakkan monitor di depan mata dengan bagian atas monitor tepat sebatas dengan

mata.

d. Hindari penggunaan kacamata bifocal.

e. Istirahatkan mata setiap 30-45 menit dari pandangan monitor.

2.5.2 Kursi

Untuk kenyamanan kerja, maka kursi yang sesuai adalah sebagai berikut:

a. Tingginya harus mampu menyediakan ruang yang cukup di bawah meja dan sudut

antara siku dengan tangan tidak kurang dari 90o.

b. Mempunyai penyokong punggung yang dapat disesuaikan untuk memperoleh

posisi yang sebernarnya.

c. Ketinggian kursi dapat disesuaikan ketika pengguna berada dalam kondisi duduk.

d. Disokong oleh lima kaki, dapat dipindahkan dengan mudah.

e. Memiliki bentuk yang dapat mendistribusikan berat badan.

f. Mempunyai penyokong lengan tangan yang dapat diatur lebar dan ketinggiannya.

g. Bila perlu dilengkapi dengan pijakan kaki yang dapat diatur kemiringan antara 10-

20o dari depan ke belakang dan memiliki ketinggian yang cukup bagi kaki

pengguna yang tidak menyentuh lantai.

2.5.3 Meja komputer

Meja komputer yang baik untuk kerja harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut:

a. Memiliki ruang yang cukup untuk lengan tangan sehingga tangan dapat bekerja

dengan leluasa.
b. Memiliki ketinggian yang sesuai sehingga keyboard dan mouse dapat diletakkan

dengan posisi yang sejajar dengan siku tangan serta monitor dapat diletakkan

sejajar dengan mata.

c. Memiliki ukuran yang cukup untuk meletakkan komputer dan dokumen.

2.5.4 Keyboard dan mouse

Untuk mengurangi risiko gangguan kesehatan akibat menggunakan komputer, maka

terkait dengan keyboard dan mouse perlu diperhatikan hal berikut:

a. Keyboard dan mouse diletakkan pada ketinggian tertentu sejajar lengan tangan

bawah tanpa harus mengangkat siku.

b. Keyboard dan mouse diletakkan saling berdekatan dan pada ketinggian yang

sama.

c. Keyboard diletakkan di depan monitor.

d. Tangan atau jari diletakkan lurus pada keyboard dan mouse bila perlu gunakan

keyboard dengan desain khusus.

e. Gunakan mousepad yang mempunyai penyangga tangan.

f. Gunakan penyangga dokumen yang diletakkan sejajar dengan monitor.

2.6 Kerangka Teori

Kelelahan mata yang terjadi di tempat kerja beserta faktor-faktor yang

mempengaruhinya secara komprehensif telah diuraikan oleh Guyton, OH&S

Universitas Queseland, North, dan OSHA. Dalam teori yang mereka ungkapkan
kelelahan mata bisa terjadi karena berbagai faktor seperti karakteristik pekerja,

karakteristik pekerjaan, perangkat kerja, dan lingkungan kerja itu sendiri. Semua

faktor tersebut dapat berdampak terhadap kelelahan mata. Untuk lebih jelasnya dapat

dilihat secara konseptual pada bagan 2.1.

Karakteristik Pekerja

Usia
Kelainan Refraksi
Istirahat mata

Karakteristik Pekerjaan
Keluhan
Durasi kerja Kelelahan mata
Perangkat Kerja

Jarak monitor
Ukuran objek
Tampilan monitor
Document holder

Lingkungan kerja

Gambar 2.2

Kerangka Teori

Sumber : Guyton, OH&S Universitas Queseland, North, dan OSHA


BAB III

KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep

Kerangka konsep ini mengacu kepada kerangka teori yang diungkapkan oleh

beberapa sumber bahwa banyak faktor yang dapat mempengaruhi kelelahan mata antara lain

karakteristik individu seperti usia (Guyton, 1991), riwayat penyakit (OH&S Universitas

Quessland, 1992), dan istirahat mata (OSHA, 1997). Faktor perangkat kerja seperti ukuran

objek, tampilan monitor, document holder (OHSA, 1007)), dan jarak pandang (North, 2003).

Faktor lingkungan kerja seperti pencahayaan ruangan, suhu udara, pantulan cahaya (OH&S

Universitas Quessland, 1992. Namun pada penelitian ini variabel ukuran objek, tampilan

monitor dan document holder tidak dimasukkan karena untuk ukuran objek dan tampilan

monitor relatif berbeda antara satu pekerja dengan pekerja lain sehingga pengaturan tingkat

kenyamanan disesuaikan dengan mata pekerja yang bersangkutan, serta berdasarkan hasil

studi pendahuluan semua perangkat komputer yang digunakan oleh pekerja tidak

menggunakan document holder. Untuk durasi kerja, semua pekerja bekerja dengan

menggunakan komputer lebih dari 5 jam/hari dan suhu udara diatur secara sentral pada suhu

21oC.

Kerangka konsep terdiri dari variabel dependen dan variabel independen. Variabel

independen terdiri dari karakteristik pekerja (usia, kelainan refraksi, dan istirahat mata),

perangkat kerja (jarak monitor), dan lingkungan kerja (tingkat pencahayaan). Sedangkan
keluhan kelelahan mata ditetapkan sebagai variabel dependen. Hubungan antara beberapa

variabel tersebut digambarkan dalam gambar 3.1:

Karakteristik Pekerja

Usia
Kelainan Refraksi
Keluhan
Istirahat mata
Kelelahan mata

Perangkat Kerja

Jarak monitor

Gambar 3.1

Kerangka Konsep
57

3.2 Definisi Operasional

No. Variabel Dependen Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala

1. Keluhan Kelelahan mata Suatu kondisi subjektif yang Kuesioner Menyebarkan 1. Mengeluh Ordinal
disebabkan oleh penggunaan kuesioner kepada 2. Tidak
otot mata secara berlebihan pekerja mengeluh
Keluhannya berupa :

1. Nyeri atau terasa


berdenyut di sekitar mata
2. Penglihatan kabur
3. Pandangan ganda
4. Sulit fokus
5. Mata perih
6. Mata merah
7. Mata berair
8. Sakit kepala
9. Pusing disertai mual
Mengalami kelelahan mata
jika merasakan satu atau
lebih dari sembilan keluhan
58

tersebut (Pheasant,1991)

No. Variabel Independen Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala

Karateristik Pekerja

1. Usia Lama hidup pekerja dihitung Kuesioner Memberikan 1. ≥ 45 tahun Ordinal


sejak tahun kelahiran sampai kuesioner kepada 2. < 45 tahun
saat dilakukan penelitian pekerja (Guyton, 1991)
dengan pembulatan ke atas
apabila lebih dari enam bulan
dan pembulatan kebawah
apabila kurang dari enam bulan.
59

2. Kelainan Refraksi Suatu ketidakseimbangan sistem Snellen Chart Melakukan 1. Ada kelainan Ordinal
penglihatan pada mata sehingga pemeriksaan mata 2. Tidak ada
menghasilkan bayangan yang pada pekerja kelainan
kabur.

3. Istirahat Mata Kegiatan mengistirahatkan mata Kuesioner Memberikan 1. Tidak Ordinal


dari layar monitor setiap satu kuesioner kepada 2. Ya
jam sekali dan bersifat pekerja (Josefina, 1999)
akumulatif.

No. Variabel Independen Definisi Alat Ukur Cara Ukur Hasil ukur Skala

Perangkat Kerja

4. Jarak monitor Jarak antara mata pekerja Mistar Pengukuran langsung 1. < 50 cm Ordinal
dengan layar monitor pada saat menggunakan mistar 2. ≥ 50 cm
bekerja menggunakan komputer diukur dari mata ke (OSHA, 1997)
bagian tengah layar
60

monitor

Lingkungan Kerja

5. Tingkat Pencahayaan Jumlah cahaya yang diterima di Lux meter Pengukuran 1. < 300 lux Ordinal
area titik dilakukannya langsung dengan 2. ≥ 300 lux
pengukuran dan dinyatakan direct reading (KEPMENKES
dengan lux, diukur sejajar meja instrument
No.1405)
atau tempat diletakkannya
monitor komputer
i

3.3 Hipotesis

1. Ada hubungan antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna

komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi

Indonesia, Tbk tahun 2009.

2. Ada hubungan antara kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata pada

pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.

3. Ada hubungan antara istirahat mata dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.

4. Ada hubungan antara jarak monitor dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja

pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.

5. Ada hubungan antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata pada

pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009.

i
BAB IV

METODOLOGI PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian

upakan penelitian kuantitatif dengan menggunakan metode


dengan pendekatan cross sectional (potong lintang) karena pada penelitian ini variabel independent dan dependen akan diamati pada wak

pat Dan Waktu Penelitian


n akan dilaksanakan pada bulan Desember 2009 sampai dengan Januari 2010 di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi

4.3 Populasi Dan Sample Penelitian

Populasi penelitian ini adalah seluruh pekerja yang bekerja di Corporate Customer

Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009 yaitu 80 pekerja.

Sedangkan kriteria sampel yang diambil yaitu semua pekerja pengguna komputer bagian

customer service.

ii
Berdasarkan hasil perhitungan dengan menggunakan rumus jumlah sampel uji

hipotesis dua proporsi, dengan asumsi dari penelitian sebelumnya yaitu bahwa

pencahyaan ≥ 300 lux (P2) adalah 42,9% (Prayitno, 2008). Pada penelitian ini, peneliti menginginkan tingkat kepercayaan sebes

Sampel (n) = [ Z1- α/2x√(2P(1-P)) + Z1-β x√(P1 (1-P1) + P2 (1-P2)) ]2


(P1-P2)2

Keterangan :

n : Besar sampel minimum yang dibutuhkan dalam penelitian

Z2 1-α/2 : Derajat kemaknaan α pada uji 2 sisi (two tail), α = 5%

Z 1- β : Kekuatan uji 90%

P : Rata – rata proporsi pada populasi

P1 : Proporsi pada populasi yang memiliki kelelahan mata dengan tingkat

pencahyaan < 300 lux (P1) adalah 0,889

P2 : proporsi yang memiliki proporsi yang memiliki kelelahan mata dengan dengan

tingkat pencahyaan ≥ 300 lux (P2) adalah 0,429

Berdasarkan rumus diatas maka besar sample yang dibutuhkan sebesar :

iii
iv

[1.96 √ 2 x 0,23 (1-0,889) + 1,28 √0,889 (1-0,889) + 0,429 (1-0,429 ]2

n=

(0,889– 0,429) 2

n masing – masing kelompok = 23 orang

n total = 23 X 2 = 46 Orang

Untuk menghindari drop out atau missing jawaban dari responden maka perlu

ditambahkan 10% dari jumlah sampel yang didapat sehingga jumlah sampel keseluruhan

sebesar 51 orang.

4.4 Instrumen Penelitian

Adapun instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah :

1. Luxmeter

Luxmeter digunakan untuk mengukur intensitas pencahayaan dengan satuan lux

(lx), lilin, lumen, lilin/m2. Prinsip kerja ; merupakan sebuah photocell yang bila

terkena cahaya akan menghasilkan arus listrik. Makin kuat intensitas cahaya makin

besar besar arus yang dihasilkan.

Ketentuan umum pengukuran :

 Operator harus berhati-hati supaya tidak menimbulkan bayangan

 Jangan menimbulkan pantulan cahaya yang disebabkan oleh pakaian operator

iv
v

 Letakkan sensor sejajar dengan posisi permukaan titik sampling dan mengarah

pada sumber cahaya

intensitas cahaya pada levelmeter (display). Lanjutkan pengukuran pada titik ke-2, dan seterusnya, sampai sampai titik terakhir
star
ni digunakan untuk melakukan pengukuran langsung jarak monitor. Pengukuran dilakukan dari mata pekerja ke titik tengah lay

a agar diketahui apakah ada kelainan refraksi pada mata pekerja.

mengetahui karakteristik pekerja, perangkat kerja, lingkungan kerja, dan keluhan kelelahan mata dengan cara pengisian kuesio

4.5 Metode Pengumpulan Data

1. Data Primer

Data Primer yaitu data yang diperoleh secara langsung oleh peneliti dari pekerja di

Corporate Customer Care Center (C4) PT Telekomunikasi Indonesia, Tbk dengan

menggunakan alat ukur berupa kuesioner. Data primer yang akan diteliti antara lain:

a. Keluhan Kelelahan Mata

v
Keluhan kelelahan mata diketahui dengan cara menanyakan beberapa tanda-

tanda terjadinya keluhan kelelahan mata, jika responden menjawab salah satu

dari tanda-tanda tersebut maka responden diketahui memiliki keluhan

kelelahan mata.

b. Usia

Usia pekerja dihitung dengan menanyakan kepada reponden kapan tanggal

saat mereka dilahirkan. Penghitungan umur ini dilakukan sendiri oleh peneliti

dan pembulatan angkanya dihitung satu tahun apabila telah melebihi waktu 6

bulan.

c. Kelainan Refraksi

Untuk responden yang belum mengetahui apakah memiliki kelainan refraksi

atau tidak, maka dilakukan pemeriksaan mata pada responden dengan

menggunakan snellen chart.

d. Istirahat Mata

Variabel ini juga diukur dengan satu pertanyaan yang terdapat pada kuesioner

mengenai pola istirahat mata setelah satu jam menatap layar monitor pada saat

bekerja menggunakan komputer.

e. Jarak Monitor

Variabel ini diukur dengan menggunakan mistar untuk dapat diketaui berapa

centimeter (cm) jarak pandang antara mata pekerja dengan monitor pada saat

bekerja menggunakan komputer.

f. Tingkat Pencahayaan

vi
Variabel ini diukur dengan menggunakan alat ukur cahaya yaitu luxmeter

untuk mengetahui tingkat pencahayaan pada masing-masing meja kerja

aitu data yang diperoleh dari penelusuran dokumen, catatan, dan laporan dari perusahaan yang berhubungan, contohnya company profil,

4.6 Pengolahan Data

Seluruh data yang terkumpul baik data primer maupun data sekunder akan diolah melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1.Editing

Kegiatan pengecekan isian kuesioner apakah jawaban yang di kuesioner sudah:

Lengkap: Semua pertanyaan sudah ada jawaban

Jelas : Jawaban pertanyaan apakah tulisannya cukup jelas dibaca

Relevan: Jawaban yang tertulis relevan dengan pertanyaan

Konsisten: Apakah antara beberapa pertanyaan yang berkaitan isi jawaban konsisten

2. Coding

Kegiatan merubah data berbentuk huruf menjadi data berbentuk angka. Kegiatan coding

ini dilakukan untuk mempermudah analisis data dan mempercepat entry data. Koding

vii
pada penelitian ini dilakukan pada saat pengisian kuesioner dan pada saat memasukkan

data ke komputer.

Kode pada penelitan ini antara lain :

1. Keluhan kelelahan mata : 1 = mengeluh, 2 = tidak mengeluh.

2. Usia : 1 = ≥ 45, 2 = < 45 tahun.

3. Kelainan refraksi : 1 = ada kelainan, 2 = tidak ada kelainan.

4. Istirahat mata : 1 = tidak, 2 = ya

5. Jarak monitor : 1 = < 50 cm, 2 = ≥ 50cm.

6. Tingkat pencahayaan : 1 = < 300 lux, 2 = ≥ 300 lux.

kukan pengkodingan, langkah selanjutnya adalah memproses data agar dianalisis. Pemprosesan data dilakukan dengan meng-entry data d

4.Cleaning data

Kegiatan pengecekan kembali data yang sudah di-entry apakah ada kesalahan atau tidak.

Tahapan cleaning data terdiri dari :

a. Mengetahui missing data

b. Mengetahui variasi data

c. Mengetahui konsistensi data

viii
ix

4.5 Analisis Data

1. Analisis Univariat

mendeskripsikan masing-masing

ahui gambaran distribusi frekuensi dan proporsi dari variabel dependen dan independen yang ada pada penelitian ini, yaitu variabel keluh

2. Analisis Bivariat

ubungan antara faktor independen dengan


diri dari karakteristik pekerja, perangkat kerja, dan lingkungan kerja, dan variabel dependen yaitu keluhan kelelahan mata. Analisis mengg

Persamaan Chi Square :

(0 – E)2

X2 = ∑

Keterangan :

X2 = Chi Square

O = Efek yang diamati

ix
x

E = Efek yang diharapkan

Metode (analisis) ini untuk mendapatkan probabilitas kejadiannya. Jika Pvalue >
g berarti tidak ada hubungan antara kedua variabel. Sebaliknya jika Pvalue ≤ 0,05 maka Ho ditolak dan Ha diterima yang berarti

x
BAB V

HASIL

5.1. Profil Perusahaan

5.1.1 Profil PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. (TELKOM) merupakan perusahaan

penyelenggara bisnis T.I.M.E (Telecommunication, Information, Media and

Edutainmet) yang terbesar di Indonesia. Pengabdian TELKOM berawal pada 23

Oktober 1856, tepat saat dioperasikannya layanan telekomunikasi pertama dalam

bentuk pengiriman telegraf dari Batavia (Jakarta) ke Buitenzorg (Bogor). Selama itu

pula TELKOM telah mengalami berbagai transformasi.

Transformasi terakhir sekaligus yang disebut dengan NEW TELKOM

Indonesia adalah transformasi dalam bisnis, transformasi infrastruktur, transformasi

sistem dan model operasi dan transformasi sumber daya manusia. Transformasi

tersebut resmi diluncurkan kepada pihak eksternal bersamaan dengan New Corporate

Identity TELKOM pada tanggal 23 Oktober 2009, pada hari ulang tahun TELKOM

yang ke 153. TELKOM juga memiliki tagline baru, The World in Your Hand.

Sampai dengan 31 Desember 2008 jumlah pelanggan TELKOM tumbuh 37%

dari tahun sebelumnya sebanyak 68,6 juta pelanggan yang terdiri dari pelanggan

telepon tidak bergerak kabel sejumlah 8,6 juta, pelanggan telepon tidak bergerak

xi
nirkabel sejumlah 12,7 juta pelanggan dan 65,3 juta pelanggan jasa telepon bergerak.

Sejalan dengan lahirnya NEW TELKOM Indonesia, berbekal semangat positioning

baru Life Confident manajemen dan seluruh karyawan TELKOM berupaya

mempersembahkan profesionalitas kerja, serta produk dan layanan terbaik bagi

pelanggan dan stakeholders.

Sepanjang tahun 2008, berbagai penghargaan dan sertifikasi telah diterima

oleh TELKOM, baik dari dalam maupun luar negeri antara lain, Sertifikasi ISO

9001:2000 dan ISO 9004:2000 untuk Divisi Enterprise Service dari TUV Rheinland

International Indonesia; Penghargaan Sistem Kesehatan dan Keselamatan Kerja

(SMK3) dan Kecelakaan Nihil 2008 dari Wakil Presiden RI; The Best Corporate

Image category dalam ajang Most Admired Companies Awards ke 8 dari Frontier

Consulting Group; Juara Umum 2007 Annual Report Award dari Menteri Keuangan

RI; Juara Umum Anugerah Media Humas 2008 dari Bakorhumas CIO of The Year

2008 dalam Hitachi Data System IT Inspiration Awards; dan Penghargaan CEO dan

Perusahaan Idaman dari Majalah Warta Ekonomi.

Saham TELKOM per 31 Desember 2008 dimiliki oleh pemerintah Indonesia

(52,47%) dan pemegang saham publik (47,53%). Saham TELKOM tercatat di Bursa

Efek Indonesia (BEI), New York Stock Exchange (NYSE), London Stock Exchange

(LSE) dan Tokyo Stock Exchange, tanpa tercatat. Harga saham TELKOM di BEI

pada akhir Desember 2008 sebesar Rp 6.900. Nilai kapitalisasi pasar saham

TELKOM pada akhir tahun 2008 mencapai Rp 139,104 miliar atau 12,92 % dari

kapitalisasi pasar BEI.

xii
Dengan pencapaian dan pengakuan yang diperoleh TELKOM, penguasaan

pasar untuk setiap portofolio bisnisnya, kuatnya kinerja keuangan, serta potensi

pertumbuhannya di masa mendatang, TELKOM menjadi model korporasi terbaik

Indonesia.

5.1.2 Visi dan Misi PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk

a. Visi PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk

To become a leading InfoCom player in the region

Telkom berupaya untuk menempatkan diri sebagai perusahaan InfoCom

terkemuka di kawasan Asia Tenggara, Asia dan akan berlanjut ke kawasan Asia

Pasifik.

b. Misi PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk

Telkom mempunyai misi memberikan layanan " One Stop InfoCom Services

with Excellent Quality and Competitive Price and To Be the Role Model as the

Best Managed Indonesian Corporation " dengan jaminan bahwa pelanggan akan

mendapatkan layanan terbaik, berupa kemudahan, produk dan jaringan berkualitas,

dengan harga kompetitif.

Telkom akan mengelola bisnis melalui praktek-praktek terbaik dengan

mengoptimalisasikan sumber daya manusia yang unggul, penggunaan teknologi

yang kompetitif, serta membangun kemitraan yang saling menguntungkan dan

saling mendukung secara sinergis.

5.1.3 Lima Pilar Bisnis PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk:

xiii
xiv

a. Fixed Phone (TELKOM Phone)

1) Personal Line

Corporate Line

Wartel & Telum

Mobile Phone (TELKOMSEL)

Prepaid Services (simPATI)

Postpaid Services (Halo)

Network & Interconnection (TELKOM Intercarier)

Interconnection Services

Network Leased Services

Data & Internet

Leased Channel Service (TELKOM Link)

Internet Service (TELKOMNet)

VoIP Service (TELKOM Save & Global 017)

SMS Service (from TELKOMSEL, TELKOMFlexi & TELKOM SMS)

Fixed Wireless Access (TELKOM Flexi)


1) Prepaid Services (Flexi Trendy)

2) Postpaid Services (Flexi Classy)

5.1.4 Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk

xiv
xv

Corporate Customer Care Center adalah suatu pelayanan terhadap pelanggan

kalangan perusahaan yang bekerja di bawah divisi Enterprise Service. Pelayanan

yang dilakukan oleh C-4 adalah Customer Handling, Network Monitoring, Fault

Handling, Provisioning Handling, Product Consultancy, SLG Management, CPE

Management. Ruang C-4 merupakan ruangan call center dan network monitoring

yang cukup terintegrasi. Petugas call center siap melayani panggilan masuk

pelanggan perusahaan yang berkonsultasi tentang produk, melakukan komplain,

memonitor penyelesaian gangguan, dan lain-lain. Pelanggan bisa menghubungi C-4

melalui telepon 0800-1-835566 (0800-1-TELKOM), http://www.c4.telkom.co.id/,

atau email c4@telkom.co.id. Sementara petugas dilengkapi dengan monitor yang bisa

mengakses database nasional untuk melayani proses ini. Ada sejumlah 7 lokasi C-4

yang tersebar secara nasional, yaitu di Jakarta, Bandung, Semarang, Surabaya,

Medan, Makasar, dan Balikpapan. Masing-masing memiliki sumberdaya dan

kemampuan yang sama untuk melayani corporate customer. Pelanggan perusahaan

yang menggunakan layanan multimedia TELKOM seperti ASTINet, DINAccess,

VPN-IP (MPLS), VPN-Gold (Frame Relay), VPN Dial, Infonet, Webhosting,

Mailhosting, Colocation, dll, adalah pelanggan yang sangat berkepentingan dengan

keberadaan C-4 ini.

5.2 Gambaran Kondisi Lingkungan Kerja

Ruang C-4 merupakan ruangan call center dan network monitoring yang

cukup terintegrasi. Setiap ruang terdapat 10 – 15 pekerja, setiap pekerja memiliki

perangkat komputer dengan besar layar monitor 21 inci. Beberapa layar monitor

xv
raksasa juga di pajang di bagian depan, sehingga seluruh petugas dapat melihat

kondisi network terkini secara jelas. Sekat pada setiap ruangan berupa kaca besar dan

m serta setiap sudut ruangan terdapat tanaman dalam


laksasikan mata dengan melihat penghijauan setelah beberapa jam bekerja dengan komputer. Suhu di seluruh ruangan diatur

elelahan Mata

baran kejadian keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009 d

lahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk

Gambaran Keluhan
Jumlah Prosentase (%)
Kelelahan Mata
Mengeluh 46 90,2
Tidak Mengeluh 5 9,8
Total 51 100

xvi
Berdasarkan tabel 5.1, diketahui bahwa sebagian besar pekerja mengalami

keluhan kelelahan mata yaitu sebanyak 90,2%. Sedangkan pekerja yang tidak

mengalami keluhan kelelahan mata sebanyak 9,8% pekerja.

ran Jenis Keluhan Kelelahan Mata


s keluhan kelelahan mata yang dikeluhkan oleh pekerja pengguna komputer di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk dapat dili

Grafik 5.1
Distribusi Jenis Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna Komputer di
Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk
Tahun 2009

xvii
Berdasarkan grafik 5.1, diketahui jenis keluhan kelelahan mata yang banyak

dikeluhkan oleh pekerja berupa mata perih yaitu sebanyak 58,8% pekerja .

Sedangkan jenis keluhan kelelahan mata yang paling sedikit dikeluhkan oleh

pekerja berupa pusing disertai mual yaitu sebanyak 11,8% pekerja. Dari grafik

tersebut juga dapat diketahui tiga besar keluhan yang paling banyak dialami

oleh seluruh pekerja pengguna komputer di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia,

Tbk yaitu mata perih (58,8%), nyeri di sekitar mata (43,1%), dan sakit kepala

(43,1%). Berdasarkan hasil penelitian, terdapat 23% pekerja yang mengalami

tiga besar keluhan kelelahan mata tersebut, dan sebagian besar dari pekerja

tersebut bekerja dengan tingkat pencahayaan di bawah 300 lux.

5.3.3 Gambaran Faktor yang Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata

Analisis univariat gambaran distribusi frekuensi berdasarkan variabel faktor-faktor

yang berhubungan dengan keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer

di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009 dapat dilihat pada tabel 5.2 :

Tabel 5.2

Gambaran Distribusi Frekuensi Berdasarkan Variabel Faktor-Faktor yang


Berhubungan dengan Keluhan Kelelahan Mata pada Pekerja Pengguna
Komputer di Corporate Customer Care Center (C4)

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009

No. Variabel Kategori Jumlah Presentase(%)


1. Usia ≥ 45 tahun 3 5,9
< 45 tahun 48 94,1

xviii
xix

Total 51 100
2. Kelainan Refraksi Ada Kelainan 28 54,9
Tidak ada Kelainan 23 45,1
Total 51 100
3. Istirahat Mata Tidak 10 19,6
Ya 41 80,4
Total 51 100
4. Jarak Monitor < 50 cm 11 21,6
≥ 50 cm 40 78,4
Total 51 100
5. Tingkat Pencahayaan < 300 lux 48 94,1
≥ 300 lux 3 5,9
Total 51 100

pada tabel 5.2 diketahui bahwa sebagian besar pekerja memiliki usia < 45 tahun yaitu sebanyak 94,1% pekerja. Sedangkan pekerja yang me

tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja yang memiliki kelainan refraksi sebanyak 54,9% pekerja. Sedangkan pekerja yang tidak mem

3. Istirahat Mata

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja yang

tidak melakukan istirahat mata sebanyak 19,6% pekerja. Sedangkan

pekerja yang melakukan istirahat mata sebanyak 80,4% pekerja.

4. Jarak Monitor

xix
xx

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 diketahui bahwa pekerja yang

bekerja dengan jarak monitor < 50 cm sebanyak 21,6% pekerja.

Sedangkan pekerja yang bekerja dengan jarak monitor ≥ 50 cm sebanyak

78,4% pekerja.

5. Tingkat Pencahayaan

Berdasarkan hasil penelitian pada tabel 5.2 diketahui bahwa tingkat

pencahayaan pada meja pekerja < 300 lux sebanyak 94,1% pekerja.

Sedangkan tingkat pencahayaan meja pekerja yang ≥ 300 lux hanya 5,9%

pekerja.

5.4 Analisis Bivariat

Analisis bivariat ini dilakukan dengan dilakukan untuk memperoleh

gambaran hubungan antara variabel karakteristik pekerja, perangkat kerja, dan

lingkungan kerja dengan kejadian keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna

komputer di Corporate Cutomer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia,

Tbk tahun 2009. Untuk mengetahui hubungan antara variabel-variabel tersebut

dengan keluhan kelelahan mata maka dilakukan uji statistik Chi-Square dengan

menggunakan derajat kemaknaan 5%. Berikut ini akan dipaparkan hasil analisis

bivariat dari masing-masing variabel.

5.4.1 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata

Tabel 5.3

xx
Analisis Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja
Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4)

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009

Keluhan Kelelahan Mata


OR
Tidak Total
Usia Mengeluh Pvalue
Mengeluh
95% CI
n % N % n %
≥ 45 tahun 1 33,3 2 66,7 3 100
0,033
< 45 tahun 45 93,8 3 6,3 48 100 0,023
0,002 – 0,481
Jumlah 46 90,2 5 9,8 51 100

wa dari pekerja yang berusia ≥45


han kelelahan mata. Sebaliknya pekerja yang berusia <45 tahun sebagian besar (93,8%) juga mengalami keluhan kelelahan ma

kemaknaan 5%, didapatkan Pvalue = 0,023 sehingga dapat diketahui bahwa usia

memiliki hubungan yang bermakna dengan keluhan kelelahan mata.

Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh OR = 0,033 (95% CI 0,002-

0,481), artinya pekerja yang berusia ≥ 45 tahun memiliki risiko 0,033 kali

xxi
untuk mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang

berusia < 45 tahun.

ubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata

Tabel 5.4
Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Ce
Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009

Keluhan Kelelahan
Mata OR
Total
Kelainan Refraksi Tidak Pvalue
Mengeluh
Mengeluh 95% CI
n % N % n %
Ada Kelainan 24 85,7 4 14,3 28 100
0,273
Tidak ada Kelainan 22 95,7 1 4,3 23 100 0,362
0,028 – 2,630
Jumlah 46 90,2 5 9,8 51 100

arkan tabel 5.4, dapat diketahui bahwa baik pekerja yang memiliki

anrefraksimaupunyangtidakmemilikikelainanrefraksi
ami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang memiliki kelainan refraksi dan mengeluh sebanyak 85,7% sedangkan pekerja yang tidak memi

dan mengeluh sebanyak 95,5%. Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui

kelainan refraksi tidak memiliki hubungan bermakna (α > 0,05) dengan keluhan

kelelahan mata, Pvalue = 0,362.

xxii
5.4.3 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata

Tabel 5.5
Analisis Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada
Pekerja Pengguna Komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT.
Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009

Keluhan Kelelahan Mata OR


Istirahat Tidak Total
Mata Mengeluh Pvalue
Mengeluh
95% CI
n % N % n %
Tidak 10 100 0 0 10 100
1,139
Ya 36 87,8 5 12,2 41 100 0,569
1,016– 1,277
Jumlah 46 90,2 5 9,8 51 100

Berdasarkan tabel 5.5, dapat diketahui bahwa pekerja yang tidak melakukan

istirahat mata seluruhnya mengeluh kelelahan mata. Sebaliknya pekerja yang

melakukan istirahat mata sebagian besar juga mengeluh kelelahan mata.

Berdasarkan hasil uji statistik chi square diketahui istirahat mata tidak

memiliki hubungan bermakna (α > 0,05) dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue

= 0,569.

5.4.4 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata

Tabel 5.6
Analisis Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada
Pengguna Komputer di di Corporate Customer Care Center (C4)

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009

Keluhan Kelelahan Mata

xxiii
xxiv

Monitor Tidak
Mengeluh
Mengeluh
n % N % n %
< 50 cm 9 81,8 2 18,2 11 100
0,365
≥ 50 cm 37 92,5 3 7,5 40 100 0,292
0,053– 02,518
Jumlah 46 90,2 5 9,8 51 100
Berdasarkan tabel 5.6, dapat diketahui bahwa baik pekerja yang memiliki
jarak

monitor < 50 cm dan ≥ 50 cm sebagian besar mengeluh

kelelahan mata. Berdasarkan hasil uji statistik chi square

diketahui istirahat mata tidak memiliki hubungan bermakna

(α > 0,05) dengan keluhan kelelahan mata, Pvalue

= 0,292.

5.4.5 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan


Mata

Tabel 5.7

Analisis Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan


Keluhan Kelelahan Mata Pada Pengguna Komputer di
Corporate Customer Care Center (C4)

PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk Tahun 2009

Keluhan Kelelahan OR
Ting Mata Total
kat Ti
da
k
Pencahay Mengel Pva
uh Menge lue 95% CI
aan
n % N % luh n %
< 300 lux 45 93,8 3 6,3 48 100
30,00
≥ 300 lux 1 33,3 2 66,7 3 100 0,023
2,078 – 433, 129
Jumlah 46 90,2 5 xxiv 51
9,8 100
xxv

Berdasarkan tabel 5.7, dapat diketahui bahwa sebagian besar pekerja bekerja dengan

tingkat pencahayaan < 300 lux dan sebagian besar pekerja tersebut juga mengeluh

kelelahan mata. Sebaliknya pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux

juga terdapat pekerja yang mengeluh kelelahan mata yaitu hanya 1 pekerja. Berdasarkan

hasil uji statistik chi square pada derajat kemaknaan 5%, didapatkan Pvalue = 0,023 sehingga

dapat diketahui bahwa tingkat pencahayaan memiliki hubungan yang bermakna dengan

keluhan kelelahan mata. Berdasarkan perhitungan risk estimete diperoleh OR = 30,00 (95%

CI 2,078 – 433, 129), artinya pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan <300 lux

memiliki risiko 30 kali untuk mengalami kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja

yang bekerja dengan tingkat pencahayaan ≥ 300 lux.

xxv
BAB VI

PEMBAHASAN

6.1 Keterbatasan Penelitian

gan kejadian keluhan

Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009 ini, penulis mengumpulkan data primer dengan menyebar kuesio

Pengukuran kelelahan mata hanya bersifat subjektif sehingga belum sepenuhnya

memiliki tingkat validitas data yang akurat.

Tidak melakukan pengecekan terhadap setting display pada layar monitor.

6.2 Keluhan Kelelahan Mata

Menurut Trevino Pakasi (1999) kelelahan mata adalah suatu kondisi subjektif

yang disebabkan oleh penggunaan otot mata secara berlebihan. Kelelahan mata atau

astenopia menurut Ilmu Kedokteran adalah gejala yang diakibatkan oleh upaya

berlebihan dari sistem penglihatan yang berada dalam kondisi kurang sempurna untuk

memperoleh ketajaman penglihatan. Pada pengguna komputer astenopia terjadi

karena kelelahan mata akibat memusatkan pandangan pada komputer di mana obyek

xxvi
yang dilihat terlalu kecil, kurang terang, bergerak dan bergetar. Mata yang

berkonsentrasi kurang berkedip, sehingga penguapan air mata meningkat dan mata

menjadi kering. Dampak lain dari kelelahan mata di dunia kerja adalah hilangnya

produktivitas, meningkatnya angka kecelakaan, dan terjadinya keluhan-keluhan

penglihatan. (Taylor & Francis, 1997).

Hasil yang didapat dari penelitian yang dilakukan terhadap 51 pekerja yang

menggunakan komputer di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009 ini

menunjukkan bahwa sebagian besar pekerja mengalami keluhan kelelahan mata. Hal

ini dapat dilihat dari durasi pekerja yang menggunakan komputer bisa mencapai lebih

dari 5 jam/hari. Menurut data EyeCare Technology (1995) dalam Endit (2003)

didapatkan bahwa terdapat 60 juta orang yang menderita gangguan penghilatan

karena menggunakan Video Display Terminal (VDT) untuk penggunaan 3 jam atau

lebih dalam sehari. Hal tersebut juga diperkuat dengan hasil penelitian yang

dilakukan oleh Rey dan Meyer (1980) terhadap pengguna monitor di sebuah industri

pembuat arloji di Swiss, bahwa ternyata ditemukan perbedaan yang signifikan

mengenai keluhan ataupun gangguan pada mata antara pengguna monitor yang

bekerja selama 6-9 jam per hari dengan mereka yang bekerja kurang dari 4 jam per

hari (Oborn, 1995).

Manager Pelayanan Profesional dari Asosiasi Optometris Australia juga

menyatakan bahwa kelelahan mata, masalah penglihatan, dan kesehatan mata

semakin memburuk selama kita meneruskan bekerja dengan jam kerja panjang dan

bergantung pada komputer. Kelompok pekerja kantor merupakan salah satu bagian

dari kategori resiko tertinggi kelelahan mata, beberapa studi mengindikasikan 35 –

xxvii
48% dari pekerja kantor mederita problema tersebut. (Robinson, 2003 dalam Hana

2008). Penelitian yang dilakukan oleh Japanese Ministry of Health (2004)

didapatkan juga proporsi keluhan kelelahan mata yang dirasakan oleh operator

komputer sebesar 91,6 %.

Dalam penelitian ini diketahui bahwa pekerja yang berusia < 45 tahun

sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Pekerja yang memiliki kelainan

refraksi maupun yang tidak memiliki kelainan refraksi, pekerja dengan jarak monitor

< 50 cm maupun ≥ 50 cm sebagian besar juga mengalami keluhan kelelahan mata.

Bagi pekerja yang tidak melakukan istirahat mata seluruhnya mengeluh dan pekerja

yang melakukan istirahat mata pun sebagian besar juga mengeluh kelelahan mata.

Untuk tingkat pencahayaan sebagian besar bekerja pada cahaya < 300 lux, dan

sebagian pekerja tersebut juga mengeluh kelelahan mata. Berdasarkan jenis keluhan

kelelahan mata yang paling banyak dialami oleh pekerja adalah mata perih. Keluhan

ini timbul akibat frekuensi bekerja yang tinggi di depan monitor. Jika mata sedang

fokus terhadap suatu pekerjaan, maka mata terlalu lama terbuka tanpa berkedip

sehingga permukaan mata kita akan kering, karena air mata yang membasahi sudah

menguap. Permukaan mata yang kering terus menerus akan menyebabkan kondisi sel

permukaan bola mata tidak sehat sehingga terasa perih.

Untuk mengurangi munculnya kelelahan mata akibat penggunaan komputer,

(Anshel, 1996 dalam Swamardika 2001) menganjurkan untuk melakukan “3B” yaitu

Blink, Breat, dan Break. Blink yaitu mengedipkan mata, dalam keadaan normal dalam

satu menit mata akan mengedip 12-15 kali. Frekuensi mengedip akan bertambah bila

dalam keadaan gembira, terangsang, berbicara, melakukan aktivitas fisik. Frekuensi

xxviii
xxix

berkurang bila sedang membaca, berfikir, dan sedang konsentrasi dalam pekerjaan.

Melihat tanpa berkedip akan melelahkan mata. Dengan berkedip mata akan

beristirahat walaupun hanya sesaat dan akan terjadi proses pembersihan mata serta

proses pembasahan ulang pada mata sehingga penglihatan akan tetap jelas. Oleh

karena proses mengedip ini merupakan proses yang otomatis maka pada tahap awal

harus tetap disadari bahwa mengedip adalah penting. Breath yaitu benafas. Apabila

dalam keadaan stress, ada tendensi untuk menahan nafas. Keadaan ini akan

menyebabkan otot-otot menjadi tegang tanpa disadari. Bernafas secara benar dan

teratur akan menyebabkan relaksasi otot termasuk otot mata. Break yaitu istirahat.

Apabila pekerjaan di komputer memerlukan konsentrasi yang tinggi maka diperlukan

adanya istirahat singkat untuk memberikan waktu pemulihan.

6.3 Hubungan antara Usia dengan Keluhan Kelelahan Mata

Daya akomodasi mata adalah kemampuan lensa mata untuk menebal

(cembung) atau menipis (pipih) sesuai dengan jarak benda yang dilihat agar

bayangan jatuh tepat di retina. Semakin tua seseorang, lensa semakin kehilangan

kekenyalan sehingga daya akomodasi makin berkurang dan otot-otot semakin

sulit dalam menebalkan dan menipiskan mata. Daya akomodasi menurun pada

usia 45 – 50 tahun. Hal ini disebabkan setiap tahun lensa semakin berkurang

kelenturannya dan kehilangan kemampuan untuk menyesuaikan diri. Sebaliknya

semakin muda seseorang, kebutuhan cahaya akan lebih sedikit dibandingkan

xxix
xxx

dengan usia yang lebih tua dan kecenderungan mengalami kelelahan mata lebih

sedikit (Guyton, 1991).

Dalam penelitian ini persentase pekerja yang memiliki usia < 45 tahun

lebih banyak daripada pekerja yang memiliki usia ≥ 45 tahun yaitu 94,1% dan

5,9%. Hasil uji statistik terdapat hubungan yang bermakna antara usia dengan

keluhan kelelahan mata. Dari seluruh pekerja yang memiliki usia ≥ 45 tahun

sebagian mengalami keluhan kelelahan mata. Dari hasil analisis bivariat juga

diketahui nilai OR pada variabel usia yaitu sebesar 0,033, hal ini menyatakan

bahwa pekerja yang berusia ≥ 45 tahun memiliki risiko 0,033 kali untuk

mengalami keluhan kelelahan mata dibandingkan dengan pekerja yang berusia <

45 tahun.

Walaupun uji statistik tingkat risikonya rendah, tetapi variabel usia

menurut Guyton memiliki hubungan yang erat dengan kelelahan mata.

Berdasarkan hasil penelitian dan observasi yang telah dilakukan, dapat

disimpulkan bahwa keluhan kelelahan mata yang terjadi pada pekerja dengan usia

< 45 tahun dapat dicegah jika postur maupun pola kerja dikelola dengan baik.

Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya keluhan

kelelahan mata bagi pengguna komputer terkait dengan usia adalah pemindahan

tenaga kerja dengan visus yang setinggi-tingginya. Kerja malam harus dikerjakan

oleh tenaga kerja berusia muda, yang apabila usianya bertambah, dapat

dipindahkan kepada pekerjaan yang kurang diperlukan ketelitian (Suma’mur

1995).

xxx
6.4 Hubungan antara Kelainan Refraksi dengan Keluhan Kelelahan Mata

Kelainan refraksi adalah keadaan bayangan tegas tidak dibentuk pada retina.

Kelelahan pada mata dengan kelainan refraksi terjadi karena akomodasi mata untuk dapat

melihat subyek lebih jelas (Roestijawati, 2007). Pada penelitian ini sebagian pekerja C4 PT

Telkom Tbk memiliki kelainan refraksi dan dari pekerja tersebut sebagian besar mengalami

keluhan kelelahan mata. Penderita kelainan refraksi biasanya mengalami keluhan sakit kepala

terutama di daerah tengkuk atau dahi, mata berair, cepat mengantuk, mata terasa pedas, pegal

pada bola mata, dan penglihatan kabur (Ilyas, 1991).

Dari 54,9% pekerja yang memiliki kelainan refraksi dan 45,1% pekerja yang

tidak memiliki kelaianan refraksi sebagian besar sama-sama mengeluh kelelahan

mata. Dalam penelitian ini tidak terdapat hubungan yang bermakna antara variabel

kelainan refraksi dengan keluhan kelelahan mata. Hal tersebut mungkin saja terjadi

karena berdasarkan hasil observasi, sebagian pekerja yang memiliki kelainan refraksi

sudah mengoreksi dengan penggunaan lensa yang sesuai dengan gejala dan

kebutuhan penglihatan baik dengan penggunaan kacamata ataupun dengan lensa

kontak. Kelemahan pada penelitian ini juga karena tidak ditelitinya kapan pekerja

mulai mengalami kelainan refraksi sehingga tidak dapat dipastikan apakah kelainan

refraksi tersebut terjadi akibat pekerja menggunakan komputer selama mereka

bekerja di bagian C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk. Secara teoritis, seseorang

yang memiliki kelainan refrakasi tanpa dikoreksi bisa menimbulkan kelelahan mata,

sebaliknya seseorang yang menggunakan komputer lebih dari 4 jam sehari matanya

cenderung mengalami refraksi.

xxxi
Upaya yang dapat dilakukan untuk meminimalisir terjadinya keluhan

kelelahan mata bagi seluruh pekerja adalah dengan cara melakukan pemeriksaan mata

secara berkala sehingga apabila terdapat kelainan pada mata dapat segera dilakukan

tindakan pengobatan atau terapi pada mata serta menggunakan kacamata khusus

komputer (anti-glare glasses) seperti pada gambar 6.1, kacamata ini berfungsi untuk

mengurangi rasa sakit terutama pada saraf mata akibat terlalu lama berkerja di depan

monitor. Upaya selanjutnya yang dapat dilakukan bagi pekerja yang sudah memiliki

kelainan refraksi adalah dengan

menggunakan kacamata yang dirancang khusus untuk menggunakan komputer yaitu

bagian atas lensa untuk melihat komputer dan bagian bawahnya untuk membaca serta

menghindari pengggunaan lensa kontak pada saat bekerja dengan komputer karena

kelelahan mata akan lebih cepat terasa. Hal ini dapat terjadi karena mata yang dalam

keadaan memfokuskan layar monitor akan jarang berkedip, sehingga bola mata cepat

menjadi kering. Bola mata yang kering menyebabkan timbulnya gesekan antara lensa

dan kelopak mata. Ruang berpendingin (AC) akan lebih memperparah gesekan

tersebut, karena udara ruangan ber-AC akan kering, sehingga air mata akan ikut

menguap (Anies, 2004).

Gambar 6.1
Kacamata Khusus Komputer (Anti-glare glasses)

xxxii
6.5 Hubungan antara Istirahat Mata dengan Keluhan Kelelahan Mata

Menurut NIOSH, disebutkan bahwa kondisi kerja sangat berperan terhadap

gangguan kesehatan pekerja, dan dapat mempengaruhi secara langsung terhadap

keselamatan dan kesehatan pekerja termasuk beban kerja, waktu kerja yang lama dan

kurangnya istirahat. Banyak pekerja hanya mengambil dua kali selama 15-menit

untuk istirahat dari komputer sepanjang hari kerja mereka. Menurut National Institute

of Occupational Safety and Health (NIOSH), keluhan mata berkurang secara

bermakna pada pekerja yang mengambil 5 menit istirahat selama 4 kali sepanjang

waktu bekerja mereka tanpa menurunkan produktivitas kerja. Beristirahatlah sekitar

2- 3 menit setiap 15 – 20 menit bekerja di depan komputer, atau 5 menit istirahat

setelah bekerja selama 30 menit,atau 10 menit istirahat untuk 1 jam berkutat dengan

komputer dan seterusnya. David L. Goetsch (2002) mengatakan bahwa opetator

komputer seharusnya melakukan banyak istirahat-istirahat pendek namun sering dan

teratur, selain itu juga disarankan pekerja atau operator tersebut tidak terus menerus

berhadapan dengan komputer tetapi diselingi dengan melakukan pekerjaan yang tidak

menggunakan komputer.

Berdasarkan hasil analisis univariat diketahui bahwa pekerja yang tidak

melakukan istirahat mata sebanyak 19,6% dan yang melakukan istirahat mata

sebanyak 80,4%. Pekerja yang tidak melakukan istirahat mata seluruhnya mengalami

keluhan kelelahan mata dan pekerja yang melakukan istirahat mata pun sebagian

besar mengalami keluhan kelelahan mata. Hasil analisis bivariat antara variabel

istirahat mata dengan kejadian keluhan kelelahan mata menunjukkan bahwa tidak

xxxiii
xxxiv

adanya hubungan yang bermakna diantara keduanya. Hal tersebut mungkin saja

terjadi karena terkait dengan variabel lain seperti pencahayaan yang kurang dan

adanya kelainan refraksi pada pekerja yang belum dikoreksi sehingga meskipun

sudah melakukan istirahat mata pekerja masih tetap mengalami keluhan kelelahan

mata. Faktor lain yang mungkin terjadi dilapangan adalah pekerja belum mengerti

bagaimana istirahat mata yang baik dilakukan disela-sela aktivitas kerjanya sehingga

istirahat yang dilakukan tidak berpengaruh secara signifikan terhadap keluhan

kelelahan mata. Istirahat mata bagi seseorang operator komputer memang sangat

diperlukan, karena mengingat mata operator tersebut digunakan untuk melihat dalam

jarak yang cukup dekat sehingga mata mereka selalu berakomodasi dan terfokus pada

layar monitor. Menurut Josefina (1999) dalam Prasetyo (2006) lama istirahat yang

diperlukan bagi pekerja yang menggunakan komputer dianjurkan adalah selama 10

menit/jam (dengan waktu kerja 8 jam kerja/hari atau 40 jam kerja/minggu).

Upaya yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya kelelahan mata dapat

dilakukan dengan melihat suatu benda atau objek dengan fokus yang berbeda dan

disarankan dengan jarak yang jauh dibandingkan dengan jarak monitor ke mata.

Caranya yaitu dengan melihat suatu objek dengan jarak minimal 20 kaki (6 meter)

selama kira-kira 20 detik, kemudian mengedip-ngedipkan mata lalu memejamkan

mata, dan membuka mata secara perlahan-lahan. (Stephen, 1999).

6.6 Hubungan antara Jarak Monitor dengan Keluhan Kelelahan Mata

Sebagaimana organ tubuh lain, mata juga memiliki keterbatasan adaptasi dan sangat

peka terhadap pengaruh lingkungan sekitar. Tubuh biasanya akan menyesuaikan berapapun

xxxiv
xxxv

jarak yang dibutuhkan agar mata dapat melihat secara nyaman. Namun pada kasus-kasus

dimana mata lelah kerap terjadi, posisi monitor komputer merupakan hal patut diperhatikan

pertama sekali. Yang menjadi perhatian dalam hal ini adalah jarak antara mata dengan

monitor komputer. Tidak ada batasan pasti tentang jarak ini, dan masih banyak faktor lain

yang mempengaruhinya seperti besar monitor, namun menurut OSHA disebutkan bahwa

jarak mata terhadap layar monitor saat pekerja bekerja menggunakan komputer sekurang-

kurangnya adalah 20-40 inch atau 50-100 cm. Ada pula sebagian ahli yang

menyimpulkannya dalam rumus yang didapat dengan mengkalikan lebar diagonal layar

dengan bilangan dua. Jarak mata terhadap monitor merupakan hal yang perlu mendapat

perhatian karena turut menentukan kenyamanan pandang mata pekerja, terutama untu melihat

jarak dekat dalam waktu yang cukup lama sesuai tipikal kerja perkantoran. Hal ini sesuai

dengan alasan atau penyebab utama terjadinya kelelahan mata yaitu jarak mata yang terlalu

dekat dengan monitor, sehingga mata dipaksa bekerja untuk melihat dari jarak yang cukup

dekat dalam jangka waktu yang cukup lama, sedangkan fungsi mata sendiri sebenarnya tidak

dikhususkan untuk melihat dari jarak dekat. (OSHA 1997).

Pada variabel jarak monitor, didapatkan hasil bahwa baik pekerja yang

bekerja dengan jarak monitor < 50 cm yaitu 21,6% maupun dengan jarak ≥ 50 cm

yaitu 78,4% sebagian besar mengalami keluhan kelelahan mata. Berdasarkan hasil

penelitian, rata-rata para pekerja di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk bekerja

dengan jarak monitor 57 cm. Hasil analisis bivariat menyatakan bahwa tidak ada

hubungan yang bermakna antara variabel jarak monitor dengan keluhan kelelaha

mata. Hal tersebut mungkin terjadi karena karena adanya faktor lain seperti

pencahayaan yang kurang sehingga baik pekerja dengan jarak monitor < 50 cm dan ≥

xxxv
50 cm tetap mengalami keluhan kelelahan mata. Besar layar monitor yang mencapai

21 inci juga menjadi faktor lain yang bisa menimbulkan keluhan kelelahan mata,

karena semakin besar layar monitor maka silau yang dihasilkan juga lebih besar.

Tampilan layar monitor yang terlalu terang dengan warna yang panas seperti warna

merah, kuning, ungu, oranye juga akan lebih mempercepat kelelahan pada mata.

Selain itu, pantulan cahaya (silau) pada layar monitor yang berasal dari sumber lain

seperti jendela, lampu penerangan dan lain sebagainya, akan menambah beban mata.

Upaya yang dapat dilakukan agar bisa mencegah terjadinya keluhan kelelahan

mata adalah dengan memperhatikan jarak mata dengan objek yang dilihat karena

Ankrum (1996) mengatakan bahwa ketika mata digunakan untuk melihat dari jarak

dekat, maka mata dipaksa secara berat untuk melakukan proses akomodasi dan

konvergensi. Akomodasi adalah proses ketika mata mengubah atau mengatur fokus

untuk melihat sesuatu dari jarak tertentu sehingga benda yang dilihat dapat terfokus,

sedangkan konvergensi adalah gerakan yang dilakukan mata untuk menghindari

terjadinya penglihatan ganda (double vision). Sehingga semakin jauh jarak pandang

terhadap objek mata kemungkinan terjadinya iritasi mata akibat proses akomodasi

dan konvergensi yang berlebihan akan semakin kecil. Upaya lain terkait dengan

monitor itu sendiri adalah dengan meletakkan layar monitor sedemikian rupa

sehingga tidak ada pantulan cahaya dari sumber cahaya lain seperti lampu ruang kerja

dan jendela yang dapat menyebabkan kesilauan pada mata. Kemudian buatlah cahaya

latar layar komputer dengan warna yang dingin, misalnya putih keabu-abuan dengan

warna huruf yang kontras. Perlu dipasang kaca pelindung pada layar monitor

komputer untuk mengurangi radiasi maupun kesilauan. Hindari penggunaan font

xxxvi
huruf yang terlalu kecil (kecuali terpaksa). Font huruf yang termasuk norrnal adalah

font 12, lebih kecil dari ini mengakibatkan mata akan cepat lelah membacanya.

Resolusi layar monitor sudah barang tentu sangat berpengaruh terhadap ketajaman

huruf maupun gambar (Wardhana, 1997).

6.7 Hubungan antara Tingkat Pencahayaan dengan Keluhan Kelelahan Mata

Pencahayaan yang cukup dan diatur dengan baik merupakan salah satu faktor

untuk mendapatkan keadaan lingkungan kerja yang nyaman dan aman. Dengan

pencahayaan yang cukup, objek penglihatan akan terlihat jelas sehingga dengan

demikian akan membantu pekerja untuk melaksanakan pekerjaannya dengan lebih

mudah (Budiyono, 1994). Tingkat pencahayaan ruang kerja menurut Keputusan

Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 minimal 100 lux. Tetapi standar pencahayaan

untuk ruang perkantoran administrasi dan ruang kerja yang menggunakan komputer

menurut Keputusan Menteri Kesehatan No.1405 tahun 2002 dan Granjean adalah

sebesar 300 lux.

Untuk variabel tingkat pencahayaan, hasil yang didapatkan dari analisi

bivariat adalah sebagian besar pekerja yang bekerja dengan tingkat pencahayaan <

300 lux mengalami keluhan kelelahan mata. Dalam penelitian ini terdapat hubungan

yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan kelelahan mata. Dari

hasil analisis bivariat ini juga diketahui bahwa responden yang bekerja dengan tingkat

pencahayaan <300 lux memiliki risiko 30 kali untuk mengalami keluhan kelelahan

mata dibandingkan dengan responden yang bekerja dengan tingkat pencahayaan ≥

xxxvii
300 lux. Hasil penelitian tersebut sesuai dengan penelitian yang dilakukan oleh

Hambali (2004) yaitu terdapat hubungan positif tingkat pencahayaan dengan

kelelahan mata secara sangat signifikan dengan (p = 0,002) dengan koefisien korelasi

(r) = 0,281.

Di C4 PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk, tingkat pencahayaan ruangan kerja

yang memadai hanya terdapat pada bagian yang letaknya dekat dengan kaca jendela.

Sedangkan ruangan lainnya sebagian besar tidak memiliki akses cahaya matahari

langsung. Dari 51 meja kerja yang diukur tingkat pencahayaannya, hanya terdapat 3

meja yang memiliki pencahayaan sesuai dengan standar pencahyaan. Dengan

demikian kondisi tersebut tentunya tidak sesuai dengan standar pencahayaan pada

ruang komputer dan konsep ergonomi yang berusaha meningkatkan kesehatan fisik

dan mental, menciptakan kondisi dan lingkungan kerja yang aman, nyaman dan sehat

demi tercapainya peningkatan produktivitas, penurunan angka kecelakaan yang

berhubungan dengan kerja dan kelelahan (Manuaba, 1992 dalam Padmanaba 2006).

Kurangnya pencahayaan di tempat kerja dapat mengakibatkan kelelahan mata,

sebab pekerja akan lebih mendekatkan matanya ke objek guna memperbesar ukuran

benda. Hal ini akan membuat proses akomodasi mata lebih dipaksa dan dapat

menyebabkan penglihatan rangkap atau kabur (Notoatmodjo, 2003).

Pengaturan tingkat pencahayaan di tempat kerja memang sudah seharusnya

diatur sedemikian rupa sehingga menciptakan lingkungan kerja yang nyaman bagi

pekerjanya. Menurut Suma’mur (1995) apabila cahaya atau pencahayaan di tempat

kerja buruk, maka dapat mengakibatkan :

1. Kelelahan mata dengan berkurangnya daya dan efisiensi kerja

xxxviii
xxxix

2. Kelelahan mental

3. Keluhan pegal-pegal di daerah mata dan sakit kepala di sekitar mata

4. Kerusakan alat penglihatan

5. Meningkatnya kecelakaan

Upaya yang bisa dilakukan oleh pihak perusahaan untuk memperbaiki tingkat

pencahayaan yang dibawah standar tersebut agar pekerja tidak mengalami keluhan kelelahan

mata adalah dengan cara mengoptimalkan pencahayaan alami dengan cara menggabungkan

pencahayaan alami dengan pencahayaan buatan untuk meningkatkan pencahayaan ditempat

kerja, menambah watt pada lampu penerangan ditempat kerja serta mengatur posisi bola

lampu agar menghasilkan penyinaran yang optimum.

Dari seluruh variabel yang diteliti, hanya variabel usia dan tingkat pencahayaan yang

memiliki hubungan bermakna dengan keluhan kelelahan mata. Hasil analisa yang telah

dilakukan menunjukkan bahwa tingkat pencahayaan diduga sebagai faktor yang dominan

terhadap kejadian keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate

Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.

xxxix
xl

BAB VII

PENUTUP

7.1 Simpulan

1. Gambaran keluhan kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate

Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk tahun 2009,

sebanyak 90,2% pekerja mengeluh kelelahan mata dan 9,8% pekerja tidak

mengalami keluhan kelelahan mata.

2. Ada hubungan yang bermakna antara usia dengan keluhan kelelahan mata pada

pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care Center (C4) PT.

Telekomunikasi Indonesia, Tbk.

3. Tidak ada hubungan yang bermakna antara kelainan refraksi dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care

Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.

4. Tidak ada hubungan yang bermakna antara istirahat mata dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care

Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.

xl
5. Tidak ada hubungan yang bermakna antara jarak monitor dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care

Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.

6. Ada hubungan yang bermakna antara tingkat pencahayaan dengan keluhan

kelelahan mata pada pekerja pengguna komputer di Corporate Customer Care

Center (C4) PT. Telekomunikasi Indonesia, Tbk.

7.2 Saran

Beberapa saran yang dapat direkomendasikan untuk mengatasi atau meminimalisasi

stres kerja pada perawat adalah sebagai berikut:

Bagi perusahaan :

1. Memberikan penerangan diruangan sesuai dengan standar yang dianjurkan untuk

ruang kerja berkomputer yaitu sebesar 300 Lux. Untuk meningkatkan kualitas

penerangan di ruangan kerja agar dilakukan :

a. Penambahan watt dan penggantian lampu yang mati/redup/berkedip.

b. Perawatan sumber pencahayaan dan membersihkan secara rurtin.

2. Perlu dipasang kaca pelindung pada layar monitor komputer untuk mengurangi

radiasi maupun kesilauan.

3. Melakukan pemeriksaan mata secara berkala untuk mengetahui keadaan fungsi

mata secara periodi sehingga penyakit akibat kerja khususnya kelainan pada mata

dapat dicegah sejak dini.

xli
4. Perlu diadakan penyuluhan bagi pekerja mengenai sikap-sikap yang baik dalam

bekerja menggunakan komputer.

Bagi Pekerja :

1. Bagi seluruh pekerja sebaiknya menggunakan kacamata khusus komputer dan

bagi pekerja yang memiliki kelainan refraksi sebaiknya menghindari penggunaan

lensa kontak pada saat bekerja dengan komputer karena kelelahan mata akan lebih

cepat terasa.

2. Menerapkan metode 20-20-20, setiap bekerja 20 menit lakukan istirahat 20 detik

dengan memandang jarak sejauh 20 kaki (6 meter) agar mata tidak cepat lelah

karena terus menerus fokus menatap layar monitor.

Bagi Peneliti Lain :

1. Melakukan pengukuran kelelahan mata secara objektif dengan menggunakan alat ukur

tingkat kelelahan mata (reaction timer) sehingga dapat diketahui tingkat kelelahan mata

secara akurat.

2. Peneliti selanjutnya diharapkan mengikutsertakan variabel – variabel lain yang diduga

berhubungan dengan kelelahan mata yang tidak diteliti pada penelitian ini dengan

menggunakan desain studi cohort.

xlii
DAFTAR PUSTAKA

AC, Guyton. 1991. Fisiologi Kedokteran II. Jakarta: EGC Buku Kedokteran

Anies. 2005. Penyakit Akibat Kerja. Jakarta : PT Elex Media Komputindo.

Ankrum, R. Dennis, CIE.1996. Eyestrain and Komputer Monitor Viewing Distance. Nova
Solution, Inc

Budiyono, Hendarto. 1994. Intensitas Penerangan Pada Industri Otomotif. Majalah Higiene
Perusahaan dan Keselamatan Kerja Edisi Juli-September Tahun 1994.

Departemen Kesehatan RI. 1990. Upaya Kesehatan Kerja Sektor Informal di Indonesia.
Jakarta : Departemen Kesehatan.

Departemen Kesehatan RI. Kepmenkes RI. No. 1405/MENKES/SK/XI/02. Tingkat


Pencahayaan Lingkungan Kerja.

Djunaedi, Endit. 2003. Faktor – Faktor Yang Mempengaruhi Eyestrain Pada Operator
Komputer di Pertamina Unit Pemasaran III Jakarta Tahun 2003. Universitas
Indonesia. Depok.

F, Stephen. 1999. Eye Strain as a Result of Komputer Use. Austin State University.
Available from http://www.laurenscharff.com/courseinfo/SL99/eyefatigue.html

Fauzi, Ahmad. 2006. Penyakit akibat kerja karena penggunaan Komputer. Bagian Ilmu
Kesehatan Masyarakat dan Kedokteran Komunitas Lampung. Available from
http://digilib.unila.ac.id/files/disk1/13/laptunilapp-gdl-jou-2007-afauzi-617-penyakit-
r.pdf

Goetsch, David L. 2002. Occupational Safety and Health for Technologists, Engineer and
Managers. Fourth Edition, Prentice Hell, New Jency.

xliii
xliv

Hambali. 2004. Hubungan Pencahayaan Dengan Kelelahan Mata Pengrajin Sulaman Di


Empat Angkat Candung Kabupaten Agam Propinsi Sumatera Barat. Jogjakarta.

Hana, Lilian. 2008. Tinjauan Tingkat Pencahayaan dan Keadaan Visual Display Terkait
Keluhan Subyektif Kelelahan Mata Pada Pekerja Yang Menggunakan Komputer Di
Ruang Kantor PT. Bridgestone Tire Indonesia Bekasi Plant Bulan Desember Tahun
2008. Universitas Indonesia. Depok

Henny. 2001. Tinjauan Faktor Pencahayaan Terhadap Kelelahan Mata di Departemen


Development PT Hardaya Aneka Shoes Industri Tangerang Tahun 2001. Universitas
Indonesia. Depok.

ILO. 2000. Pedoman Praktis Ergonomik.Tim Penterjemah Dewan K3 Nasional. Jenewa

Ilyas, Sidarta. 1991. Penuntun Ilmu Penyakit Mata. Jakarta: Fakultas Kedokteran UI

Industrial Health. 2008. Effects of VDT Workstation Lighting Conditions on Operator Visual
Workload. Taiwan.

Available from http://www.jniosh.go.jp/en/indu_hel/pdf/IH_46_2_105.pdf

Notoatmodjo, Soekidjo. 2003. Ilmu Kesehatan Masyarakat, Prinsip-Prinsip Dasar Cetakan


ke-2. Jakarta : Rineka Cipta.

North, R.V. 1993. Work and the Eye. Oxford, England: Oxford University Press.

Occupational Health and Safety Unit. Visual Fatigue. The University of Quessland.
Available from http://www.uq.edu.au/ohs/pdfs/visualfatigue.pdf

xliv
xlv

OSHA. 1997. Working Safely with Video Display Terminals. U.S. Department of Labor
Occupational Safety and Health Administration.

Available from http://www.osha.gov/Publications/osha3092.pdf

Pakasi, Trevino. 1999. The Eye Problem of Public Transportation’s Drivers and Its
Prevention. Majalah Hiperkes dan Keselamatan Kerja Vol XXXII No. 1 hal 22-25.
Jakarta.

Pheasant, Stephen. 1991. Ergonomic Work and Health. Aspen Publisher Inc, Maryland USA.

Padmanaba, Cok Gd Rai. 2006. Pengaruh Penerangan Dalam Ruang Terhadap


Produktivitas Kerja Mahasiswa Desain Interior. Dimensi Interior, Vol.4, No.2,
Desember 2006: 57-
63. Available from
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/int/article/viewFile/16688/16680

Prasetio, Tri Eko. 2006. Hubungan Tingkat Pencahayaan Di Tempat Kerja Dengan Keluhan
Kelelahan Visual Pada Pekerja Di Area Produksi OBA & Chemicals PT. Clariant
Indonesia Tangerang Tahun 2006. Universitas Indonesia. Depok.

Purnomo, Hari. 2004. Pengantar Teknik Industri Edisi II. Yogyakarta : Graha Ilmu.

Roestijawati, Nendyah. 2007. Sindrom Dry Eye pada Pengguna Visual Display Terminal
(VDT). Cermin Dunia Kedokteran No.154. available from http://kalbe.co.id/?
mn=med&tipe=cdk&detail=printed&cat=det&det_id=176

Roger, Watson. 2002 Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat. Jakarta: ECG

Santosa, Adi. 2006. Pencahayaan Pada Interior Rumah Sakit: Studi Kasus Ruang Rawat
Inap Utama Gedung Lukas, Rumah Sakit Panti Rapih, Yogyakarta. Dimensi Interior,
Vol.4, No.2, Desember 2006: 49-56

xlv
Available from
http://puslit2.petra.ac.id/ejournal/index.php/int/article/viewArticle/16689

Santoso. 1985. Higine Perusahaan (Panas). Progarm D3 Hiperkes dan KesKer UI

Suharsimi Arikunto. 1998. Prosedur Penelitian. Jakarta: Rineka Cipta

Sujudi, Achmad. 1999. Persyaratan Kesehatan Lingkungan Kerja. Jakarta: DepKes

Suma’mur. 1995. Higiene Perusahaan dan Kesehatan Kerja.. Jakarta: CV. Haji Masagung

Suma’mur. 1996. Ergonomi untuk Produktivitas Kerja. Jakarta: CV. Haji Masagung

Swamardika, Alit. I.B dkk. 2001. Penggunaan Filter Layar Monitor Menurunkan
Beban Kerja Dan Meningkatkan Produktivitas Operator Komputer. Jakarta:
Jurnal Ergonomi Indonesia Vol. 2 No. 1 Juni 2001 : 20 – 23.

Taylor & Francis. 1997. The Effects of Fatigue on Vision. Available from
http://www.engineering.wright.edu/bie/rehabengr/vision/visionfatigue.htm

Wardhana, Wisnu Arya dkk. 1997. Aspek Keselamatan Kerja pada Pemakaian
Komputer. Elektro Indonesia Edisi ke Tujuh, April 1997.
Available from http://www.elektroindonesia.com/elektro/komput6.html

Watson Roger. 2002 Anatomi dan Fisiologi Untuk Perawat. Jakarta: ECG.

, Dupot Training and Service. 2007. Effects of Rest Breaks on Data-Entry


Productivity. Available from
http://www2.dupont.com/Safety_Products/en_US/news_events/article20
070921.html.

xlvi
Frequencies

Statistics

keluha
elainan n eri/tera nglihat
usia fraksi p padrdenyut nglihat ngkap/
tingkat elelaha pusing
spondespondeahat m aki cahayaata pondekitar ma kabur nda lit fokata per ta mer ta berkit kep ertai m
monn s
N Valid 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51 51
Missing 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Mean 1.94 1.45 1.80 1.78 1.06 1.10 1.57 1.65 1.82 1.84 1.41 1.63 1.61 1.57 1.88
Std. Error of Mean .033 .070 .056 .058 .033 .042 .070 .068 .054 .051 .070 .068 .069 .070 .046
Median 2.00 1.00 2.00 2.00 1.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00 1.00 2.00 2.00 2.00 2.00
Mode 2 1 2 2 1 1 2 2 2 2 1 2 2 2 2
Std. Deviation .238 .503 .401 .415 .238 .300 .500 .483 .385 .367 .497 .488 .493 .500 .325

Frequency Table

usia responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid >= 45 3 5.9 5.9 5.9
< 45 48 94.1 94.1 100.0
Total 51 100.0 100.0

kelainan refraksi pd responden

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ada kelainan 28 54.9 54.9 54.9
tidak ada kelainan 23 45.1 45.1 100.0
Total 51 100.0 100.0

istirahat mata

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid tidak 10 19.6 19.6 19.6
ya 41 80.4 80.4 100.0
Total 51 100.0 100.0

xlvii
jarak monitor

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 50 11 21.6 21.6 21.6
>= 50 40 78.4 78.4 100.0
Total 51 100.0 100.0

tingkat pencahayaan
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid < 300 48 94.1 94.1 94.1
>= 300 3 5.9 5.9 100.0
Total 51 100.0 100.0

keluhan kelelahan mata pada responden


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid mengeluh 46 90.2 90.2 90.2
tidak mengeluh 5 9.8 9.8 100.0
Total 51 100.0 100.0

nyeri/terasa berdenyut di sekitar mata


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 22 43.1 43.1 43.1
tidak 29 56.9 56.9 100.0
Total 51 100.0 100.0

penglihatan kabur
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 18 35.3 35.3 35.3
tidak 33 64.7 64.7 100.0
Total 51 100.0 100.0

xlviii
xlix

penglihatan rangkap/ganda

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 9 17.6 17.6 17.6
tidak 42 82.4 82.4 100.0
Total 51 100.0 100.0

sulit fokus
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 8 15.7 15.7 15.7
tidak 43 84.3 84.3 100.0
Total 51 100.0 100.0

mata perih
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 30 58.8 58.8 58.8
tidak 21 41.2 41.2 100.0
Total 51 100.0 100.0

mata merah
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 19 37.3 37.3 37.3
tidak 32 62.7 62.7 100.0
Total 51 100.0 100.0

mata berair
Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 20 39.2 39.2 39.2
tidak 31 60.8 60.8 100.0
Total 51 100.0 100.0

xlix
l

sakit kepala

Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 22 43.1 43.1 43.1
tidak 29 56.9 56.9 100.0
Total 51 100.0 100.0

pusing disertai mual


Cumulative
Frequency Percent Valid Percent Percent
Valid ya 6 11.8 11.8 11.8
tidak 45 88.2 88.2 100.0
Total 51 100.0 100.0

Crosstabs

l
Case Processing Summary

Cases
Valid Missing Total
N Percent N Percent N Percent
usia responden *
keluhan kelelahan 51 100.0% 0 .0% 51 100.0%
mata pada responden
kelainan refraksi pd
responden * keluhan
51 100.0% 0 .0% 51 100.0%
kelelahan mata pada
responden
penggunaan alat bantu
penglihatan * keluhan
51 100.0% 0 .0% 51 100.0%
kelelahan mata pada
responden
istirahat mata *
keluhan kelelahan 51 100.0% 0 .0% 51 100.0%
mata pada responden
jarak monitor * keluhan
kelelahan mata pada 51 100.0% 0 .0% 51 100.0%
responden
tingkat pencahayaan *
keluhan kelelahan 51 100.0% 0 .0% 51 100.0%
mata pada responden

usia responden * keluhan kelelahan mata pada responden

Crosstab
keluhan kelelahan mata
pada responden
tidak
mengeluh mengeluh Total
usia responden >= 45 Count 1 2 3
% within usia responden 33.3% 66.7% 100.0%
< 45 Count 45 3 48
% within usia responden 93.8% 6.3% 100.0%
Total Count 46 5 51
% within usia responden 90.2% 9.8% 100.0%

li
Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Exact Sig.


Value df (2-sided) Sig. (2- (1-sided)
sided)
Pearson Chi-Square 11.655b 1 .001
Continuity Correctiona 5.824 1 .016
Likelihood Ratio 6.454 1 .011
Fisher's Exact Test .023 .023
Linear-by-Linear
11.427 1 .001
Association
N of Valid Cases 51
Computed only for a 2x2 table
3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 29.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for usia
.033 .002 .481
responden (>= 45 / < 45)
For cohort keluhan
kelelahan mata pada .356 .072 1.765
responden = mengeluh
For cohort keluhan
kelelahan mata pada
10.667 2.747 41.423
responden = tidak
mengeluh
N of Valid Cases 51

lii
kelainan refraksi pd responden * keluhan kelelahan mata
pada responden

Crosstab

keluhan kelelahan mata


pada responden
tidak
mengeluh mengeluh Total
kelainan refraksi ya Count 24 4 28
pd responden % within kelainan
85.7% 14.3% 100.0%
refraksi pd responden
tidak Count 22 1 23
% within kelainan
95.7% 4.3% 100.0%
refraksi pd responden
Total Count 46 5 51
% within kelainan
90.2% 9.8% 100.0%
refraksi pd responden

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Exact Sig.
Value df (2-sided) Sig. (2- (1-sided)
sided)
Pearson Chi-Square 1.410b 1 .235
Continuity Correctiona .510 1 .475
Likelihood Ratio 1.523 1 .217
Fisher's Exact Test .362 .242
Linear-by-Linear
1.383 1 .240
Association
N of Valid Cases 51
Computed only for a 2x2 table
2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 2. 25.

liii
liv

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for kelainan
refraksi pd responden .273 .028 2.630
(ya / tidak)
For cohort keluhan
kelelahan mata pada .896 .753 1.067
responden = mengeluh
For cohort keluhan
kelelahan mata pada
3.286 .394 27.394
responden = tidak
mengeluh
N of Valid Cases 51

istirahat mata * keluhan kelelahan mata pada responden

Crosstab
keluhan kelelahan mata
pada responden
tidak
mengeluh mengeluh Total
istirahat tidak Count 10 0 10
mata % within istirahat mata 100.0% .0% 100.0%
ya Count 36 5 41
% within istirahat mata 87.8% 12.2% 100.0%
Total Count 46 5 51
% within istirahat mata 90.2% 9.8% 100.0%

liv
lv

Chi-Square Tests

Asymp. Sig. Exact Exact Sig.


Value df (2-sided) Sig. (2- (1-sided)
sided)
Pearson Chi-Square 1.352b 1 .245
Continuity Correction a .325 1 .569
Likelihood Ratio 2.312 1 .128
Fisher's Exact Test .569 .319
Linear-by-Linear
1.326 1 .250
Association
N of Valid Cases 51
Computed only for a 2x2 table
2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 98.

Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
For cohort keluhan
kelelahan mata pada 1.139 1.016 1.277
responden = mengeluh
N of Valid Cases 51

lv
jarak monitor * keluhan kelelahan mata pada responden

Crosstab

keluhan kelelahan mata


pada responden
tidak
mengeluh mengeluh Total
jarak monitor < 50 Count 9 2 11
% within jarak monitor 81.8% 18.2% 100.0%
>= 50 Count 37 3 40
% within jarak monitor 92.5% 7.5% 100.0%
Total Count 46 5 51
% within jarak monitor 90.2% 9.8% 100.0%

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Sig. Exact Sig.
Value df (2-sided) (2-sided) (1-sided)
Pearson Chi-Square 1.113b 1 .291
Continuity Correctiona .233 1 .629
Likelihood Ratio .975 1 .323
Fisher's Exact Test .292 .292
Linear-by-Linear
1.091 1 .296
Association
N of Valid Cases 51

Computed only for a 2x2 table


2 cells (50.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is 1. 08.

Risk Estimate
95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for jarak
.365 .053 2.518
monitor (< 50 / >= 50)
For cohort keluhan
kelelahan mata pada .885 .660 1.185
responden = mengeluh
For cohort keluhan
kelelahan mata pada
2.424 .461 12.751
responden = tidak
mengeluh
N of Valid Cases 51

lvi
tingkat pencahayaan * keluhan kelelahan mata pada
responden

Crosstab

keluhan kelelahan mata


pada responden
tidak
mengeluh mengeluh Total
tingkat pencahayaan < 300 Count 45 3 48
% within tingkat
93.8% 6.3% 100.0%
pencahayaan
>= 300 Count 1 2 3
% within tingkat
33.3% 66.7% 100.0%
pencahayaan
Total Count 46 5 51
% within tingkat
90.2% 9.8% 100.0%
pencahayaan

Chi-Square Tests
Asymp. Sig. Exact Exact Sig.
Value df (2-sided) Sig. (2- (1-sided)
sided)
Pearson Chi-Square 11.655b 1 .001
Continuity Correction a 5.824 1 .016
Likelihood Ratio 6.454 1 .011
Fisher's Exact Test .023 .023
Linear-by-Linear
11.427 1 .001
Association
N of Valid Cases 51
Computed only for a 2x2 table
3 cells (75.0%) have expected count less than 5. The minimum expected count is . 29.

lvii
Risk Estimate

95% Confidence
Interval
Value Lower Upper
Odds Ratio for tingkat
pencahayaan (< 300 / 30.000 2.078 433.129
>= 300)
For cohort keluhan
kelelahan mata pada 2.813 .567 13.958
responden = mengeluh
For cohort keluhan
kelelahan mata pada
.094 .024 .364
responden = tidak
mengeluh
N of Valid Cases 51

lviii
lix

No Responden : …….

KUESIONER

AN DENGAN KELUHAN KELELAHAN MATA PADA PEKERJA PENGGUNA KOMPUTER DI CORPORATE CUSTOMER CARE CENTRE (C4) PT TELE

Petunjuk pengisian:

Jawablah pertanyaan di bawah ini dengan memberikan tanda silang (X) pada jawaban yang Anda pilih
Isilah pertanyaan sesuai dengan kondisi Anda saat ini

Karakteristik Pekerja

Nama :
TTL/Usia :
Jenis Kelamin :
Divisi :

Karakteristik Pekerja

1. Berapa lama anda bekerja menggunakan komputer dalam satu hari kerja?
………. Jam

2. Apakah anda memiliki kelainan refraksi (minus/plus/silider) ?


a. Ya
b. Tidak

lix
lx

3. Apakah anda menggunakan kacamata pada saat menggunakan komputer?


a. Ya
b. Tidak

Apakah anda menggunakan lensa kontak pada saat menggunakan komputer?


(jika tidak, lanjut ke nomor 6)
Ya
c. Tidak

Jenis lensa kontak apa yang anda gunakan?


Minus/plus/silinder
Normal

Apakah setiap satu jam pemakaian komputer anda mengistirahatkan mata anda?
tidak
d. ya

Perangkat Kerja

Jarak monitor dengan mata …….cm (diisi oleh peneliti)

Lingkungan Kerja

Tingkat pencahayaan meja kerjalux (diisi oleh peneliti)

Keluhan Kelelahan Mata

Apakah selamamenggunakan komputer anda pernah mengalami keluhan kelelahan


mata?
Ya
Tidak

2. Jika “ya”, keluhan apa saja yang pernah anda rasakan? (boleh di ceck-list lebih
dari satu)

No. Keluhan yang dirasakan Ya Tidak


1. Nyeri/terasa berdenyut di sekitar mata
2. Penglihatan kabur
3. Penglihatan rangkap/ganda
4. Sulit fokus

lx
5. Mata perih
6. Mata merah
7. Mata berair
8. Sakit kepala
9. Pusing disetai mual

TERIMAKASIH

SELAMAT BEKERJA KEMBALI ☺

lxi
KUESIONER

Assalammualaikum Wr. Wb.

Saya Dian Nourmayanti bermaksud meneliti tentang “Faktor-Faktor Yang


Berhubungan Dengan Keluhan Kelelahan Mata Pada Pekerja Pengguna
Komputer Di Corporate Customer Care Center (C4) PT. Telekomunikasi
Indonesia, Tbk Tahun 2009”.

Penelitian ini merupakan tugas akhir untuk memenuhi syarat mendapatkan


gelar Sarjana Kesehatan Masyarakat di Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Responden diharapkan
menjawab setiap pertanyaan dengan sejujur- jujurnya. Setiap jawaban anda akan
dijaga kerahasiaannya dari siapapun dan tidak akan mempengaruhi penilaian terhadap
kinerja anda, kemudian kuesioner akan disimpan oleh peneliti. Partisipasi responden
bersifat sukarela, responden dapat menolak untuk menjawab atau tidak melanjutkan
wawancara. Untuk itu dimohon kesediaan kepada karyawan C4 PT. Telekomunikasi
Indonesia, Tbk selaku responden untuk mengisi kuesioner ini.

Akhir kata, saya mengucapkan terima kasih yang mendalam untuk kesediaan
Anda menjadi responden pada penelitian ini. Semoga bantuan dan kerjasama Anda
menjadi amal ibadah yang bernilai disisi-Nya.

lxii

Anda mungkin juga menyukai