Anda di halaman 1dari 32

PELAPORAN KASUS PERSALINAN DENGAN KETUBAN

PECAH DINI

Disusun Guna Memenuhi Tugas Individu Mata Kuliah Sistem Infomasi


Kesehatan

Disusun Oleh :

Beswita Maharani (19540142126)

PROGRAM STUDI KEBIDANAN PROGRAM SARJANA


TERAPAN FAKTULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS NASIONAL
2020

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur saya panjatkan ke hadirat Allah SWT. Karena dengan rahmat dan
hidayah-Nya saya masih diberi kesempatan untuk dapat menyelesaikan makalah yang
berjudul “PELAPORAN KASUS PERSALINAN DENGAN KETUBAN PECAH
DINI”.

Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas Individu Mata Kuliah Sistem

Infomasi Kesehatan selain itu dapat menambah wawasan dan pengetahuan kita
tentang Pelaporan Kasus KPD Kami mengucapkan terimakasih kepada berbagai pihak
yang telah ikut berpartisipasi dalam penyusunan makalah ini.

Saya sadar bahwa makalah ini masih jauh dari sempurna, apabila dalam
penyusunan makalah ini terdapat kekurangan dan kesalahan, kritik dan saran yang
bersifat membangun sangat Saya harapkan demi perbaikan makalah selanjutnya.

Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua pembaca sebagaimana yang
diharapkan.

Jakarta, Maret 2020

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .........................................................................

DAFTAR ISI .......................................................................................

BAB I PENDAHULUAN ...................................................................

1. Latar Belakang ........................................................................


2. Tujuan Penulisan .....................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI ..............................................................

1. Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal ................................


2. Ketuban Pecah Dini ..................................................................

BAB III TINJAUAN KASUS .............................................................

BAB IV PEMBAHASAN ...................................................................

BAB V SIMPULAN DAN SARAN ....................................................

1. Simpulan ..................................................................................
2. Saran .......................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ..........................................................................

3
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat cukup bulan
meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan (abortus, mola
hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan perdarahan pada
minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan (plasenta previa, solusio
plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per vagina setelah seksio sesarea,
retensio plasentae/ plasenta inkomplet), perdarahan pasca persalinan, hematoma,
dan koagulopati obstetri.
Setiap bayi baru lahir akan mengalami bahaya jiwa saat proses kelahirannya.
Ancaman jiwa berupa kamatian tidak dapat diduga secara pasti walaupun denagn
bantuan alat-alat medis modern sekalipun,sering kali memberikan gambaran
berbeda tergadap kondisi bayi saat lahir.
Oleh karena itu kemauan dan keterampilan tenaga medis yang menangani
kelahiran bayi mutlak sangat dibutuhkan, tetapi tidak semua tenaga medis
memiliki kemampuan dan keterampilan standart, dalam melakukan resusitasi pada
bayi baru lahir yang dapat dihandalkan, walaupun mereka itu memiliki latar
belakang pendidikan sebagai profesional ahli. Maka dari itu diperlukan pelatihan
yang cukup saat menjadi mahasiswa sebelum benar benar menjadi tenaga media
yang ahli. Maka dari itu diperlukannya Praktik klinik yang berkaitan dengan
Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal yang merupakan suatu kegiatan untuk
memberikan pengalam belajar bagi mahasiswa kebidanan dalam situasi yang
nyata, khususnya dalam membentuk peran dan tanggung jawab mahasiswa untuk
menjadi bidan yang professional dan berpengetahuan tinggi, dengan menunjukan
sebuah pencapaian berupa memberikan asuhan yang aman, menunukan
akundabilitas kerja dalam menghadapi Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal.

2. Tujuan Penulisan
2.1. Tujuan Umum
Mampu melaksanakan asuhan kebidanan pada ibu bersalin dengan
Ketuban Pecah Dini (KPD) di Puskesmas Singandaru Kota Serang Tahun
2019

4
2.2. Tujuan Khusus
2.2.1.1. Mampu mengumpulkan data subjectif dan objectif (data fokus) yang
dapat menegakan diagnose pada Ny. D dengan Ketuban Pecah Dini
(KPD) di Puskesmas Singandaru Kota Serang Tahun 2019
2.2.1.2. Mampu menegakan assessment pada asuhan kebidanan pada ibu
bersalin dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Puskesmas
Singandaru Kota Serang Tahun 2019
2.2.1.3. Mampu merancang dan menerapkan asuhan kebidanan pada ibu
bersalin dengan Ketuban Pecah Dini (KPD) di Puskesmas
Singandaru Kota Serang Tahun 2019

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

1. Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal


1.1. Pengertian Kegawatdaruratan Maternal dan Neonatal
Perdarahan yang mengancam nyawa selama kehamilan dan dekat
cukup bulan meliputi perdarahan yang terjadi pada minggu awal kehamilan
(abortus, mola hidatidosa, kista vasikuler, kehamilan ekstrauteri/ ektopik) dan
perdarahan pada minggu akhir kehamilan dan mendekati cukup bulan
(plasenta previa, solusio plasenta, ruptur uteri, perdarahan persalinan per
vagina setelah seksio sesarea, retensio plasentae/ plasenta inkomplet),
perdarahan pasca persalinan, hematoma, dan koagulopati obstetri.
Neonatus adalah masa kehidupan pertama di luar rahim sampai dengan
usia 28 hari, dimana terjadi perubahan yang sangat besar dari kehidupan
didalam rahim menjadi diluar rahim. Pada masa ini terjadi pematangan organ
hampir pada semua system. Neonatus bukanlah miniatur orang dewasa,
bahkan bukan pula miniatur anak. Neonatus mengalami masa perubahan dari
kehidupan didalam rahim yang serba tergantung pada ibu menjadi kehidupan
diluar rahim yang serba mandiri. Masa perubahan yang paling besar terjadi
selama jam ke 24-72 pertama. Transisi ini hampir meliputi semua sistem
organ tapi yang terpenting bagi anestesi adalah system pernafasan sirkulasi,
ginjal dan hepar. Maka dari itu sangatlah diperlukan penataan dan persiapan
yang matang untuk melakukan suatu tindakan anestesi terhadap neonatus.
1.2. Jenis Kegawatdaruratan
1.2.1.1. Kegawatdaruratan Maternal
1.2.1.1.1. Abortus
Abortus adalah pengeluaran hasil konsepsi yang usia
kehamilannya kurang dari 20 minggu. Diagnosis
ditegakkan berdasarkan adanya amenore, tanda-tanda
kehamilan, perdarahan hebat per vagina, pengeluaran
jaringan plasenta dan kemungkinan kematian janin.Pada
abortus septik, perdarahan per vagina yang banyak atau

6
sedang, demam (menggigil), kemungkinan gejala iritasi
peritoneum, dan kemungkinan syok.
Penangaanan untuk oasien abortus adalah sebagai
berikut :
 Abortus Komplet. Tidak memerlukan penanganan
penanganan khusus, hanya apabila menderita anemia
ringan perlu diberikan tablet besi dan dianjurkan
supaya makan makanan yang mengandung banyak
protein, vitamin dan mineral.
 Abortus Inkomplet. Bila disertai dengan syok akibat
perdarahan maka pasien diinfus dan dilanjutkan
transfusi darah. Setelah syok teratasi, dilakukan
kuretase, bila perlu pasien dianjurkan untuk rawat
inap.
 Abortus Insipiens. Biasanya dilakukan tindakan
kuretase bila umur kehamilan kurang dari 12 minggu
yang disertai dengan perdarahan.
 Abortus Iminens. Istirahat baring, tidur berbaring
merupakan unsur penting dalam pengobatan karena
cara ini akan mengurangi rangsangan mekanis dan
menambah aliran darah ke rahim. Ditambahkan obat
penenang bila pasien gelisah.
 Missed Abortion. Dilakukan kuretase. harus hati hati
karena terkadang plasenta melekat erat pada rahim.

Terapi yang diberikan adalah guna menghabat


pendarahan agar tidak mengancam nyawa ibu maupun
janinnya dengan Macrodex, Haemaccel, Periston,
Plasmagel, Plasmafundin (pengekspansi plasma pengganti
darah) dan perawatan di rumah sakit. Terapi untuk
perdarahan yang mengancam nyawa (syok hemoragik)
dan memerlukan anestesi, harus dilakukan dengan sangat
hati-hati jika kehilangan darah banyak. Pada syok berat,
lebih dipilih kuretase tanpa anestesi kemudian Methergin.

7
Pada abortus pada demam menggigil, tindakan utamanya
dengan penisilin, ampisilin, sefalotin, rebofasin, dan
pemberian infus.
1.2.1.1.2. Mola Hitadidosa (Kista Vesikular)
Mola Hidatidosa (Hamil Anggur) adalah suatu massa
atau pertumbuhan di dalam rahim yang terjadi pada awal
kehamilan. Mola Hidatidosa adalah kehamilan abnormal,
dimana seluruh villi korialisnya mengalami perubahan
hidrofobik. Mola hidatidosa juga dihubungkan dengan
edema vesikular dari vili khorialis plasenta dan biasanya
tidak disertai fetus yang intak. Secara histologist,
ditemukan proliferasi trofoblast dengan berbagai tingkatan
hiperplasia dan displasia. Vili khorialis terisi cairan,
membengkak, dan hanya terdapat sedikit pembuluh darah.
Tanda dan gejala kehamilan dini didapatkan pada
mola hidatidosa. Kecurigaaan biasanya terjadi pada
minggu ke 14 – 16 dimana ukuran rahim lebih besar dari
kehamilan biasa, pembesaran rahim yang terkadang diikuti
perdarahan, dan bercak berwarna merah darah beserta
keluarnya materi seperti anggur pada pakaian dalam.
Tanda dan gejala, yaitu :
 Mual dan muntah yang parah yang menyebabkan 10%
pasien masuk RS
 Pembesaran rahim yang tidak sesuai dengan usia
kehamilan (lebih besar):
 Gejala – gejala hipertitoidisme seperti intoleransi
panas, gugup, penurunan BB yang tidak dapat
dijelaskan, tangan gemetar dan berkeringat, kulit
lembab
 Gejala – gejala pre-eklampsi seperti pembengkakan
pada kaki dan tungkai, peningkatan tekanan darah,
proteinuria (terdapat protein pada air seni).
Penatalaksanaannya adalah :

8
 Perbaiki keadaan umum.
 Bila mola sudah keluar spontan dilakukan kuret atau
kuret isap. Bila Kanalis servikalis belum terbuka
dipasang laminaria dan 12 jam kemudian dilakukan
kuret.
 Memberikan obat-obatan antibiotik, uterotonika dan
perbaiki keadaan umum penderita.
 7 – 10 hari setelah kerokan pertama, dilakukan
kerokan ke dua untuk membersihkan sisa-sisa
jaringan.
 Histerektomi total dilakukan pada mola resiko tinggi
usia lebih dari 30 tahun, paritas 4 atau lebih, dan
uterus yang sangat besar yaitu setinggi pusat atau
lebih.
1.2.1.1.3. Kehamilan Ekstrauteri (Ektopik)
Kehamilan ektopik adalah implantasi dan
pertumbuhan hasil konsepsi diluar endometrium kavum
uteri. KET ditandai dengan Nyeri yang terjadi serupa
dengan nyeri melahirkan, sering unilateral (abortus tuba),
hebat dan akut (rupture tuba), ada nyeri tekan abdomen
yang jelas dan menyebar. Kavum douglas menonjol dan
sensitive terhadap tekanan. Jika ada perdarahan intra-
abdominal, gejalanya sebagai berikut:
 Sensitivitas tekanan pada abdomen bagian bawah,
lebih jarang pada abdomen bagian atas.
 Abdomen tegang.
 Mual.
 Nyeri bahu.
 Membran mukosa anemis.

Penanganan KET adalah sebagai berikut :

 Transfusi, infus, oksigen,

9
 Atau kalau dicurigai ada infeksi diberikan juga
antibiotika dan antiinflamasi. Sisa-sisa darah
dikeluarkan dan dibersihkan sedapat mungkin supaya
penyembuhan lebih cepat dan harus dirawat inap di
rumah sakit
1.2.1.2. Kegawatdaruratan Neonatal
1.2.1.2.1. Hipotermia
Hipotermia adalah kondisi dimana suhu tubuh <
360C atau kedua kaki dan tangan teraba dingin. Untuk
mengukur suhu tubuh pada hipotermia diperlukan
termometer ukuran rendah (low reading termometer)
sampai 250C. Disamping sebagai suatu gejala, hipotermia
dapat merupakan awal penyakit yang berakhir dengan
kematian.
Akibat hipotermia adalah meningkatnya konsumsi
oksigen (terjadi hipoksia), terjadinya metabolik asidosis
sebagai konsekuensi glikolisis anaerobik, dan menurunnya
simpanan glikogen dengan akibat hipoglikemia. Hilangnya
kalori tampak dengan turunnya berat badan yang dapat
ditanggulangi dengan meningkatkan intake kalori.
Etiologi dan factor presipitasi dari hipotermia antara
lain : prematuritas, asfiksia, sepsis, kondisi neurologik
seperti meningitis dan perdarahan cerebral, pengeringan
yang tidak adekuat setelah kelahiran dan eksposure suhu
lingkungan yang dingin.
Penanganan hipotermia ditujukan pada:
 Mencegah hipotermia,
 Mengenal bayi dengan hipotermia,
 Mengenal resiko hipotermia,
 Tindakan pada hipotermia.

Tanda-tanda klinis hipotermia:

10
 Hipotermia sedang (suhu tubuh 320C - <360C ),
tanda-tandanya antara lain : kaki teraba dingin,
kemampuan menghisap lemah, tangisan lemah dan
kulit berwarna tidak rata atau disebut kutis
marmorata.
 Hipotermia berat (suhu tubuh < 320C ), tanda-
tandanya antara lain : sama dengan hipotermia
sedang, dan disertai dengan pernafasan lambat tidak
teratur, bunyi jantung lambat, terkadang disertai
hipoglikemi dan asidosisi metabolik.
 Stadium lanjut hipotermia, tanda-tandanya antara lain
: muka, ujung kaki dan tangan berwarna merah terang,
bagian tubuh lainnya pucat, kulit mengeras, merah
dan timbul edema terutama pada punggung, kaki dan
tangan (sklerema)
1.2.1.2.2. Tetanus Neonatorum
Tetanus neonaturum adalah penyakit tetanus yang
diderita oleh bayi baru lahir yang disebabkan karena basil
klostridium tetani.
Tanda-tanda klinis antara laian : bayi tiba-tiba panas
dan tidak mau minum, mulut mencucu seperti mulut ikan,
mudah terangsang, gelisah (kadang-kadang menangis) dan
sering kejang disertai sianosis, kaku kuduk sampai
opistotonus, ekstremitas terulur dan kaku, dahi berkerut,
alis mata terangkat, sudut mulut tertarik ke bawah, muka
rhisus sardonikus.
Penatalaksanaan yang dapat diberikan :
 bersihkan jalan napas,
 longgarkan atau buka pakaian bayi,
 masukkan sendok atau tong spatel yang dibungkus
kasa ke dalam mulut bayi,
 ciptakan lingkungan yang tenang dan

11
 berikan ASI sedikit demi sedikit saat bayi tidak
kejang.
1.2.1.2.3. Sindrom Gawat Nafas Neonatorum
Sindrom gawat nafas neonatus merupakan kumpulan
gejala yang terdiri dari dispnea atau hiperapnea dengan
frekuensi pernafasan lebih dari 60 kali per menit, sianosis,
merintih, waktu ekspirasi dan retraksi di daerah
epigastrium, interkostal pada saat inspirasi
Resusitasi merupakan sebuah upaya menyediakan
oksigen ke otak, jantung dan organ-organ vital lainnya
melalui sebuah tindakan yang meliputi pemijatan jantung
dan menjamin ventilasi yang adekwat (Rilantono, 1999).
Tindakan ini merupakan tindakan kritis yang dilakukan
pada saat terjadi kegawatdaruratan terutama pada sistem
pernafasan dan sistem kardiovaskuler. kegawatdaruratan
pada kedua sistem tubuh ini dapat menimbulkan kematian
dalam waktu yang singkat (sekitar 4 – 6 menit).
Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus
dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk
menyelamatkan hidup (Hudak dan Gallo, 1997). Resusitasi
pada anak yang mengalami gawat nafas merupakan
tindakan kritis yang harus dilakukan oleh perawat yang
kompeten. Perawat harus dapat membuat keputusan yang
tepat pada saat kritis. Kemampuan ini memerlukan
penguasaan pengetahuan dan keterampilan keperawatan
yang unik pada situasi kritis dan mampu menerapkannya
untuk memenuhi kebutuhan pasien kritis.

2. Ketuban Pecah Dini (KPD)


2.1. Definisi
Ketuban pecah dini (KPD) didefinisikan sebagai kebocoran spontan
cairan dari kantung amnion sebelum adanya tanda-tanda inpartu. Kejadian
KPD dapat terjadi sebelum atau sesudah masa kehamilan 40
minggu.Berdasarkan waktunya, KPD dapat terjadi pada kehamilan preterm
12
atau kehamilan kurang bulan terjadi sebelum minggu ke-37 usia kehamilan,
sedangkan pada kehamilan aterm atau kehamilan cukup bulan terjadi setelah
minggu ke-37 dari usia kehamilan.
Ketuban pecah dini merupakan pecahnya selaput ketuban sebelum
proses persalinan atau sebelum ada tanda-tanda persalinan (Prawirohardjo,
2009; hal:677). Definisi lain menyebutkan KPD sebagai pecahnya ketuban
sebelum terdapat tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi
in- partu (Manuaba, 2008). Ketuban pecah dini juga disebutkan sebagai
pecahnya ketuban sebelum pembukaan < 4 cm (fase laten), KPD dapat terjadi
pada akhir kehamilan atau jauh sebelum waktu melahirkan (Nugroho, 2012;
hal:150). Pada ketuban pecah dini selaput ketuban merupakan selaput yang
membatasi rongga amnion, sebagai penghasil cairan ketuban serta melindungi
janin terhadap infeksi. Pecahnya selaput ketuban secara normal terjadi pada
proses persalinan.
Kejadian KPD pada usia kehamilan sebelum 37 minggu disebut KPD
pada kehamilan preterm (Prawihardjo, 2009; hal:677- 678). Sedangkan KPD
memanjang terjadi lebih dari 12 jam sebelum waktunya melahirkan
(Nugroho, 2012; hal:150). Ada beberapa batasan tentang KPD yaitu 2 atau 4
atau 6 jam sebelum inpartu, KPD terjadi sebelum pembukaan servik 3 cm
atau 5 cm, KPD pada prinsipnya yaitu ketuban yang pecah sebelum waktunya
(Norma, 2013; hal:247).
Pada KPD kehamilan preterm dan KPD kehamilan aterm kemudian
dibagi menjadi KPD awal yaitu kurang dari dua belas jam setelah pecah
ketuban dan KPD berkepanjangan yang terjadi dua belas jam atau lebih
setelah pecah ketuban.
2.2. Etiologi
Beberapa sumber menyatakan penyebab KPD belum dapat diketahui
secara pasti, namun terdapat beberapa faktor predisposisi yang
mengakibatkan terjadinya KPD (Norma, 2013; hal:247-248) yaitu sebagai
berikut :
2.2.1.1. Infeksi: Infeksi yang terjadi langsung pada selaput ketuban dari
vagina atau infeksi pada cairan ketuban yang mengakibatkan KPD.
2.2.1.2. Servik yang inkompetensia, dimana terdapat kanalis serikalis yang
selalu terbuka, yang terjadi akibat trauma persalinan atau curetage.
13
2.2.1.3. Tekanan intra uterin yang meninggi atau meningkat secara
berlebihan misalnya trauma, hidramnion, gamelli.
2.2.1.4. Trauma dari hubungan seksual, pemeriksaan dalam, maupun
amniosintesis menyebabkan terjadinya KPD karena biasanya
disertai infeksi.
2.2.1.5. Kelainan letak, misalnya sungsang, sehingga tidak terdapat bagian
terendah yang menutupi pintu atas panggul yang dapat menghalangi
tekanan terhadap membran bagian bawah.
2.2.1.6. Keadaan sosial ekonomi.
2.2.1.7. Factor lain :
 Faktor golongan darah yang diakibatkan oleh golongan
darah ibu dan janin yang tidak sesuai dapat menimbulkan
kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan kulit
ketuban.
 Faktor disproporsi antar kepala janin dan panggul ibu.
 Faktor multi graviditas, merokok dan perdarahan
antepartum.
 Defisiensi gizi dari tembaga atau asam askorbat (Vitamin
C).
2.2.1.8. Riwayat kelahiran premature
2.2.1.9. Merokok
2.2.1.10. Perdarahan antepartum
2.2.1.11. Inkompetensi servik (leher rahim)
2.2.1.12. Polihidramnion (cairan ketuban berlebih)
2.2.1.13. Riwayat KPD sebelumnya
2.2.1.14. Kelainan atau kerusakan selaput ketuban
2.2.1.15. Kehamilan kembar
2.2.1.16. Servik (leher rahim) yang pendek (<25mm) pada usia kehamilan 23
minggu.
2.2.1.17. Infeksi pada kehamilan seperti bakterial vaginosis.

2.3. Tanda Gejala


Tanda dan gejala saat terjadi ketuban pecah dini yaitu sebagai berikut :

14
2.3.1.1. Keluar air ketuban berwana putih keruh, jernih, kuning, hijau atau
kecoklatan sedikit-sedikit atau sekaligus banyak.
2.3.1.2. Dapat disertai demam apabila sudah terdapat infeksi.
2.3.1.3. Janin mudah diraba, pada pemeriksaan dalam selaput ketuban tidak
ada, air ketuban sudah kering.
2.3.1.4. Pada pemeriksaan inspekulo tampak selaput ketuban tidak ada dan
air ketuban sudah kering atau tampak air ketuban mengalir
2.3.1.5. Keluarnya cairan ketuban merembes melalui vagina dengan bau
manis dan tidak seperti bau amoniak.
2.3.1.6. Bercak vagina yang banyak
2.3.1.7. Nyeri perut
2.3.1.8. Denyut jantung janin bertambah cepat yang merupakan tanda-tanda
infeksi yang terjadi
2.4. Diagnose
Penegakkan diagnosis KPD secara tepat sangat penting, hal tersebut
dilakukan untuk mengurangi risiko infeksi yang akan mengancam kehidupan
janin. Diagnosis KPD ditegakkan dengan cara :
2.4.1.1. Anamnesa
Menanyakan riwayat adanya pengeluaran cairan ketuban,
jumlah cairan yang hilang atau jika terdapat pengeluaran cairan
yang banyak secara tiba-tiba dari jalan lahir atau mengepyok. Bau
serta warna cairan yang keluar, saat terdapat pengeluaran cairan
tersebut terdapat kenceng-kenceng (his) atau tidak, serta
pengeluaran lendir darah
2.4.1.2. Inspeksi
Terdapat pengeluaran cairan ketuban dari vagina yang tampak
oleh mata, apabila ketuban baru pecah dan jumlah air ketuban masih
banyak maka pemeriksaan ini akan lebih jelas
2.4.1.3. Palpasi
Palpasi abdomen dilakukan untuk memastikan volume cairan
amnion. Apabila ketuban benar-benar pecah maka saat palpasi
abdomen kadang-kadang dapat mendeteksi berkurangnya cairan
karena terdapat peningkatan molase uterus serta dinding abdomen
disekeliling janin dan penurunan ballotement
15
2.4.1.4. Pemeriksaan dengan speculum steril
 Inspeksi genitalia eksternal untuk melihat adanya cairan.
 Melihat cairan yang mengalir dari ostium serviks.
 Melihat adanya genangan cairan amnion.
 Minta pasien untuk mengejan, tekan fundus dengan lembut atau
angkat bagian presentasi per abdomen sehingga cairan bisa
mengalir.
 Mengobservasi cairan untuk mengetahui adanya lanugo atau
vernik kaseosa.
 Melihat serviks untuk mengetahui adanya prolaps tali pusat atau
ekstremitas janin
 Melihat serviks untuk memperkirakan pembukaan jika
pemeriksaan dalam tidak dilakukan. Mengenai pemeriksaan
dalam vagina dengan toucher perlu dipertimbangkan, apabila
kehamilan masih kurang bulan yang belum dalam persalinan
maka tidak perlu diadakan pemeriksaan dalam, karena jari
pemeriksa akan mengakumulasisegmen bawah rahim dengan
flora normal vagina. Mikroorganisme tersebut dapat dengan
cepat menjadi patogen. Pemeriksaan dalam vagina hanya
dilakukan pada KPD yang sudah dalam persalinan atau yang
dilakukan induksi persalinan dan dibatasi sedikit mungkin
2.4.1.5. Pemeriksaan penunjang (pemeriksaan labolatorium)
 Pemeriksaan leukosit darah: > 15.000/uI bila terjadi infeksi.
 Tes lakmus merah berubah menjadi biru.
 Amniosintesis
 USG: menentukan usia kehamilan, indeks cairan amnion
berkurang (Sukarni, 2013; hal:153-154).
 Tes pakis positif, tes pakis lebih reliabel daripada tes kertas
nitrazin karena zat selain cairan amnion memiliki pH netral
(~7,0) yaitu lendir serviks, rabas vagina yang disebabkan oleh
vaginosis bakteri atau trikomonas, darah, urine, semen dan
bedak pada sarung tangan.
 Tes nitrazin positif.

16
 Spesimen untuk kultur streptokokus grup B.
 Kultur herpes, jika diindikasikan.
 Semakin cepat dilakukan pemeriksaan setelah ketuban pecah,
semakin mudah menegakkan diagnosis ketuban pecah. Apabila
sudah berlalu lebih dari 6 hingga 12 jam, banyak observasi
diagnostik menjadi tidak reliabel karena kurangnya cairan.
 Observasi cairan yang berasal dari ostium serviks menunjukkan
diagnosis ketuban pecah.
 Apabila tidak dilakukan pengamatan langsung terhadap cairan
ostium serviks, riwayat yang menunjukkan ketuban pecah
disertai tes pakis positif mengindikasikan diagnosis
2.5. Komplikasi
Komplikasi dari KPD yang peling sering terjadi yaitu sindrom distress
pada janin, hal ini sering terjadi pada KPD ssebelum usia 37 minggu dan
terjadi pada 10-40% bayi baru lahir. KPD dapat pula menyebabkan
korioamnionitis (radang pada korion dan amnion) serta prolaps tali pusat.
Risiko kecacatan dan kematian janin meningkat pada kasus KPD preterm,
insidennya mencapai 100% (Norma, 2013; hal:250-251). Selain komplikasi
tersebut, KPD dapat menyebabkan komplikasi lain, yaitu:
 Infeksi intrauterin
 Tali pusat menumbung
 Prematuritas
 Distosia
 Persalinan pelahiran kurang bulan
 Oligohidramnion (Kriebs, 2010; hal:398)

Usia kehamilan dapat juga mempengaruhi ketuban pecah dini yaitu


dapat terjadi infeksi maternal ataupun neonatal, persalinan prematur, hipoksia
karena kompresi tali pusat, deformitas janin, meningkatnya insiden seksio
sesarea, atau gagalnya persalinan normal (Prawihardjo, 2009; hal:678).

2.6. Pelaksanaan
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur kehamilan,
evaluasi ada tidaknya infeksi matenal ataupun infeksi janin serta apakah

17
dalam keadaan inpartu terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini
dilakukan secara konservatif dan secara aktif, pada penanganan konsevatif
yaitu rawat di rumah sakit (Prawirohardjo, 2009; hal:679-680)
Masalah berat pada ketuban pecah dini adalah kehamilan dibawah
minggu ke-26 karena mempertahankannya memerlukan waktu lama. Apabila
sudah mencapai berat 2000 gram dapat dipertimbangkan untuk diinduksi.
Apabila terjadi kegagalan dalam induksi maka akan disertai infeksi yang
diikuti histerektomi. Pemberian kortikosteroid dengan pertimbangan akan
menambah reseptor pematangan paru, menambah pematangan paru janin.
Pemberian betametason 12 mg dengan interval 24 jam, 12 mg tambahan,
maksimum dosis 24 mg, dan masa kerjanya 2-3 hari.pemberian betakortison
dapat diulang apabila setelah satu minggu janin belum lahir. Pemberian
tokolitik untuk mengurangi kontraksi uterus dapat diberikan apabila sudah
dapat dipastikan tidak terjadi infeksi korioamnionitis. Menghindari sepsis
dengan pemberian antibiotik profilaksis (Manuaba, 2008; hal:112-113).
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu dengan hamil aterm atau
preterm dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Apabila
janin hidup serta terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi
panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud.
Dorong kepala janin keatas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala
janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastic. Apabila
terdapat demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau ketuban
pecah lebih dari 6 jam, maka berikan antibiotik penisilin prokain 1,2 juta UI
intramuskular dan ampisilin 1 g peroral.
Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif, yaitu tirah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30
mg. Berikan antibiotik selama 5 hari dan glukokortikosteroid, seperti
deksametason 3 x 5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis, apabila terjadi
infeksi maka akhiri kehamilan. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan terapi
konservatif selama 24 jam kemudian induksi persalinan. Pada kehamilan
lebih dari 36 minggu dan ada his maka pimpin meneran dan apabila tidak ada
his maka lakukan induksi persalinan. Apabila ketuban pecah kurang dari 6
jam dan pembukaan kurang dari 5 cm atau ketuban pecah lebih dari 6 jam dan
pembukaan lebih dari 5 cm, maka seksio sesarea apabila ketuban pecah
18
kurang dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm (Sukarni, 2013; hal:243).
Sedangan untuk penanganan aktif yaitu untuk kehamilan > 37 minggu induksi
dengan oksitosin, apabila gagal lakukan seksio sesarea. Dapat diberikan
misoprostol 25 g - 50 g intravaginal tiap 6 jam maksimal 4 kali (Prawihardjo,
2009; hal:680)

19
BAB III
TINJAUAN KASUS

MANAGAMENT ASUHAN KEBIDANAN PERSALINAN PADA NY. D


G3P2A0 GRAVIDA 38 MINGGU DENGAN KPD DI PUSKESMAS
SINGANDARU TAHUN 2020

Tanggal Pengkajian : 20 Maret 2020


Waktu Pengkajian : 18:00 WIB
Tempat Pengkajian : Puskesmas Singandaru
Nama Pengkaji : Beswita Maharani
(S) Data Subjectif
A. Identitas
Nama Ibu : Ny. D Nama Suami : Tn. Y
Umur : 38 Tahun Umur : 35 Tahun
Agama : Islam Agama : Islam
Suku/Bangsa : Sunda Suku/Bangsa : Sunda
Pendidikan : SD Pendidikan : SMP
Pekerjaan : IRT Pekerjaan : BHL
Alamat : Kp. Pasar 03/03
B. Keluhan Utama
Ibu mengeluh sudah keluaran air-air banyak dari jalan lahir sejak pukul 01:00
WIB dan merasa mules-mules dari jam 00:00 WIB. Dan post koitus
C. Riwayat Perkawinan
Jumlah Perkawinan : 1 kali
Lama Pernikahan : 21 tahun
Status Penikahan : syah dimata hukum dan agama
D. Riwayat Menstruasi
1. Menarche : 10 tahun
2. Siklus : 28 hari
3. Teratur/Tidak : Teratur
4. Lamannya : 7 Hari
5. Banyaknya : 3 kali ganti pembalut
6. Disminorhoe : Tidak
20
E. Riwayat KB
Jenis : Suntik KB 3 Bulan
Lamanya : 1.2 tahun
Masalah : Tidak ada
F. Riwayat Kehamilan Ini
HPHT : 28-06-2019
TP : 04-04-2020
UK : 38 minggu
Keluhan Trimester I : Tidak Ada
Keluhan Trimester II : Tidak Ada
Keluhan Trimester III : Nyeri punggung Bagian Belakang
G. Ruwayat Kehamilan Lalu
Kehamilan Persalinan bayi
No Tahun Ket
Usia Penyulit Jenis Tempat Penyulit JK PB BB
1. 2000 39 mgg Tidak ada Spontan BPM Tidak ada P 50 3200 Hidup
2. 2014 39 mgg Tidak ada Spontan BPM Tidak ada L 49 2600 Hidup
3. Hamil ini

H. Pola Sehari-Hari
1. Nutrisi
a. Jenis : Nasi, Lauk, Sayur-sayuran
b. Frekuensi : 3x sehari
c. Porsi : Orang dewasa
d. Pantangan : Tidak ada
2. Eliminasi
a. BAB
 Frekuensi : 2-3x Sehari
 Warna : Kecoklatan
 Konsistensi : Padat
b. BAK
 Frekuensi : 4-5x Sehari
 Warna : Kuning Jernih
 Bau : Khas Urine

21
3. Personal Hygine
a. Frekuensi mandi : 2x Sehari
b. Frekuensi gosok gigi : 3x Sehari
c. Frekuensi ganti pakaian : 2x Sehari
4. Aktifitas : IRT
5. Tidur dan istirahat : 8 jam sehari

(O) Data Objectif


A. Pemeriksaan Umum
1. Keadaan Umum : Baik
2. Kesadaran Umum : Composmentis
3. TTV
TD : 120/80 mmHg
N : 80 x/Menit
R :20 x/Menit
S : 37.5 oC
4. BB : 60 kg
5. TB : 151 cm

B. Pemeriksaan Khusus
1. Kepala : Bersih, rambut hitam
2. Muka : Bersih tidak ada oedema, tidak ada cloasma gravita
3. Mata : Konjungtiva merah muda, sclera tidak ikterik
4. Telingga : Bersih tidak ada pengeluaran
5. Hidung : Bersih tidak ada polip
6. Mulut : Bersih tidak ada caries
7. Leher : Tidak ada pembesaran di KGB, tidak ada pembengkakan di
Kelenjar tyroid, dan tidak ada peningkatan di TJV
8. Dada : Simetris
9. Payudara : Tidak ada benjolan, Pengeluaran +/+
10. Abdoment :
a. TFU : 37 cm
b. Leoplod I : Teraba bagian bulat lunak tidak melenting
c. Leoplod II : Teraba bagian keras panjang seperti papan pada
22
bagian sebelah kanan dan bagian bagian kecil pada
sebelah kiri ibu (Puki)
d. Leoplod III : Teraba bagian bulat keras melenting dan sudah tidak
dapat digoyangkan
e. Leoplod IV : Divergent
f. DJJ : 147 x/Menit
11. Vagina :
a. v/v : t.a.k
b. portio : Tipis lunak
c. Ø : 8-9 cm
d. Ketuban : (-) Negatif
e. Presentasi : Kepala
f. Hodge : III-IV
g. Molase :0
12. Tangan : Simetris, tidak ada oedema
13. Kaki : Simetris, tidak ada oedema, tidak ada varisesn, Replek
patella +/+
C. Pemeriksaan Penunjang
Tes lakmus merah berumah menjadi Biru

(A) Assesment
Diagnosa
G3P2A0 Gravida 38 Minggu janin hidup tunggal intrauterine
presentasi belakang kepala dengan KPD
Masalah
Tidak ada
Kebutuhan
Tidak ada

(P) Pelaksanaa
1. Memberitahu ibu hasil pemeriksaan
Ev : ibu mengatahui kondisinya
2. Memberikan antibiotical dan ripening misoprostosol
Ev : antibiotical dan ripening misoprostosol diberikan
23
3. Memasang infus RL
Ev: infus dipasang
4. Menganjurkan ibu untuk istirahat dan mengkonsumsi makan dan minum
Ev: ibu bersitirahat dan minum teh hangat
5. Meminta ibu untuk tidur miring ke kiri
Ev : ibu tidur miring ke kiri
6. Persiapan alat partus dan obat-obatan esensial
Ev: alat partus dan obat oabatan disiapkan
7. Observasi kemajuan persalinan
Ev : dilakukan obeservasi kemajuan persalinan

KALA II PERSALINAN

20 Maret 2020 Pukul 18:55


(S) Data Subjectif
Ibu mengatakan mules yang semakin sering dan ada rasa ingin mengeran
(O) Data Objectif
1. Keadaan Umum : Baik,
2. Kesadaran Umum : Composmentis,
3. TTV :
a. TD : 120/80 mmHg,
b. N : 82 x/Menit,
c. R : 20 x/Menit,
d. S : 36.7 oC,
4. Abdoment :
a. Leoplod I : Teraba bagian bulat lunak tidak melenting
b. Leoplod II : Teraba bagian keras panjang seperti papan pada bagian
sebelah kanan dan bagian bagian kecil pada sebelah kiri ibu (Puki)
c. Leoplod III : Teraba bagian bulat keras melenting dan sudah tidak
dapat digoyangkan
d. Leoplod IV : Divergent
e. His : 4 x 10 Menit Lama 42 detik
5. Pd :
a. v/v : t.a.k
b. portio : Tidak teraba

24
c. Ø : 10 cm/ Lengkap
d. Ketuban : (-) Negatif
e. Presentasi : Kepala
f. Hodge : III-IV
g. Molase : 0
(A) Assesment
Diagnosa
G3P2A0 Parturient Atem Kala II
Masalah
Tidak ada
Kebutuhan
Pertolongan Persalinan Normal
(P) Pelaksanaa
1. Memberitahukan hasil pemeriksaan pada ibu dan keluarga
Ev : keluarga mengetahui kondisi ibu
2. Menyiapkan dan mengecek kelengkapan alat partus dan obat-obatan esensial
Ev : alat lengkap
3. Menyiapkan perlengkapan ibu dan bayi
Ev : perlengkapan siap
4. Mengatur posisi ibu
Ev : ibu dipersiapkan dengan posisi Litotomi
5. Mengajarkan ibu untuk mengedan saat timbul HIS
Ev : ibu mengerti
6. Menganjurkan ibu untuk beristirahat disela-sela HIS
Ev : ibu beristirahat disela sela HIS
7. Melakukan pertolongan persalinan
Ev : bayi lahir langsung menangis jenis kelamin : laki laki PB : 49 cm BB :
3000 gram pukul 19:15
8. Melakukan perawatan bayi baru lahir
Ev : bayi dilakukan asuhan bayi baru lahir normal dan diIMD
9. Mengecek ada tidaknya bayi ke dua
Ev : tidak ada bayi kedua

25
KALA III PERSALINAN

20 Maret 2020 Pukul 19:16

(S) Data Subjectif

Ibu mengatakan merasa senang akan kelahiran bayinya dan masih merasa lema
dan menunggu kelahiran ari-arinya

(O) Data Objectif


1. Keadaan Umum : Baik,
2. Kesadaran Umum : Composmentis,
3. TTV :
a. TD : 120/80 mmHg,
b. N : 84 x/Menit,
c. R : 21 x/Menit,
d. S : 36.6 oC,
4. Abdoment
a. TFU : Sepusat
b. Kontraksi : Keras
5. Vagina : Tampat semburan darah dan tali pusat memanjang
(A) Assesment
Diagnosa
P3A0 Inpartu Kala III
Masalah
Tidak ada
Kebutuhan
Manajamen Aktif Kala III
(P) Pelaksanaa
1. Memerikan injeksi Oksitosi 10 IU di paha kiri ibu
Ev : oksitosin disuntikan di paha kiri ibu sebanyak 10 IU secara IM
2. Melihat tanda-tanda pelepasan plasenta dan melakukan management akhif
kala III
Ev : terdapat tanda-tanda pelepasan plasenta. Plasenta lahir lengkap pukul
19:25
3. Melakukan Masase Fundus

26
Ev uterus berkontraksi keras
4. Memeriksa adanya laserasi
Ev : terdapat laserasi derajat II dan dilakukan Hecting
5. Mengobservasi jumlah kehilangan darah
Ev : pendarahan kurang lebih 200 cc

KALA IV PERSALINAN

20 Maret 2020 Pukul 19:26

(S) Data Subjectif


Ibu mengatakan merasa senang akan kelahiran bayinya serta plasentanya dan ibu
merasa masih lemas
(O) Data Objectif
1. Keadaan Umum : Baik,
2. Kesadaran Umum : Composmentis,
3. TTV :
a. TD : 110/80 mmHg,
b. N : 83x/Menit,
c. R : 22 x/Menit,
d. S : 36.5 oC,
4. Abdoment :
a. TFU : 1 Jari dibawah pusat
b. Kontraksi : Keras
5. Vagina : luka Hecting
(A) Assesment
Diagnosa
P3A0 Inpartu Kala IV
Masalah
Tidak ada
Kebutuhan
Pemantauan Kala IV Persalinan
(P) Pelaksanaa
1. Membersihkan Ibu, Ruangan dan Alat

27
Ev : ibu ruangan dan alat dibersihkan
2. Mengajurkan ibu untuk istirhat makan dan minum obat
Ev : ibu makan dan mium obat
3. Memberikan KIE Vulva Hyginie
Ev : ibu mengerti dan memahami informasi yang disampaikan
4. Observasi kala IV persalinan
Ev : observasi dilakukan hasil terlampir di Patograf
5. Mencatat dan mendokumentasikan Asuhan yang telah dilakukan
Ev : pencatatan dilakukan

28
BAB IV
PEMBAHASAN

1. Identifikasi Masalah
Pada saat penulis melakukan asuhan kebidanan pada Ny. D saat Kala I Fase
Aktif persalinan ditemukan Masalah nyaitu Ketuban Pecah Dini

2. Pembahasan
2.1 Asuhan Pesalinan Yang Diberikan
Asuhan persalinan dilakukan dengan asuhan persalinan Normal.
Namun karena ibu di diagnose KPD maka dilakukan pemberian Infus RL,
pemberian Antibiotik dan ripening misoprostosol pada saat asuhan
persalinan kala I fase Aktif, dan selanjutnya dilakukan asuhan persalinan
normal serta asuhan pada bayi baru lahir
2.2 Pelaksanaan Menurut Teori
Pastikan diagnosis terlebih dahulu kemudian tentukan umur kehamilan,
evaluasi ada tidaknya infeksi matenal ataupun infeksi janin serta apakah
dalam keadaan inpartu terdapat gawat janin. Penanganan ketuban pecah dini
dilakukan secara konservatif dan secara aktif, pada penanganan konsevatif
yaitu rawat di rumah sakit (Prawirohardjo, 2009; hal:679-680)
Masalah berat pada ketuban pecah dini adalah kehamilan dibawah
minggu ke-26 karena mempertahankannya memerlukan waktu lama.
Apabila sudah mencapai berat 2000 gram dapat dipertimbangkan untuk
diinduksi. Apabila terjadi kegagalan dalam induksi maka akan disertai
infeksi yang diikuti histerektomi. Pemberian kortikosteroid dengan
pertimbangan akan menambah reseptor pematangan paru, menambah
pematangan paru janin. Pemberian betametason 12 mg dengan interval 24
jam, 12 mg tambahan, maksimum dosis 24 mg, dan masa kerjanya 2-3
hari.pemberian betakortison dapat diulang apabila setelah satu minggu janin
belum lahir. Pemberian tokolitik untuk mengurangi kontraksi uterus dapat
diberikan apabila sudah dapat dipastikan tidak terjadi infeksi
korioamnionitis. Menghindari sepsis dengan pemberian antibiotik profilaksis
(Manuaba, 2008; hal:112-113).

29
Penatalaksanaan ketuban pecah dini pada ibu dengan hamil aterm atau
preterm dengan atau tanpa komplikasi harus dirujuk ke rumah sakit. Apabila
janin hidup serta terdapat prolaps tali pusat, pasien dirujuk dengan posisi
panggul lebih tinggi dari badannya, bila mungkin dengan posisi bersujud.
Dorong kepala janin keatas dengan 2 jari agar tali pusat tidak tertekan kepala
janin. Tali pusat di vulva dibungkus kain hangat yang dilapisi plastic.
Apabila terdapat demam atau dikhawatirkan terjadi infeksi saat rujukan atau
ketuban pecah lebih dari 6 jam, maka berikan antibiotik penisilin prokain 1,2
juta UI intramuskular dan ampisilin 1 g peroral.
Pada kehamilan kurang dari 32 minggu dilakukan tindakan
konservatif, yaitu tirah baring, diberikan sedatif berupa fenobarbital 3 x 30
mg. Berikan antibiotik selama 5 hari dan glukokortikosteroid, seperti
deksametason 3 x 5 mg selama 2 hari. Berikan pula tokolisis, apabila terjadi
infeksi maka akhiri kehamilan. Pada kehamilan 33-35 minggu, lakukan
terapi konservatif selama 24 jam kemudian induksi persalinan. Pada
kehamilan lebih dari 36 minggu dan ada his maka pimpin meneran dan
apabila tidak ada his maka lakukan induksi persalinan. Apabila ketuban
pecah kurang dari 6 jam dan pembukaan kurang dari 5 cm atau ketuban
pecah lebih dari 6 jam dan pembukaan lebih dari 5 cm, maka seksio sesarea
apabila ketuban pecah kurang dari 5 jam pembukaan kurang dari 5 cm
(Sukarni, 2013; hal:243). Sedangan untuk penanganan aktif yaitu untuk
kehamilan > 37 minggu induksi dengan oksitosin, apabila gagal lakukan
seksio sesarea. Dapat diberikan misoprostol 25 g - 50 g intravaginal tiap 6
jam maksimal 4 kali (Prawihardjo, 2009; hal:680)
2.3 Kesenjangan Teori Dengan Asuhan Yang Diberikan
Setelah dilakukan identifikasi terdapat kesenjangan antara teori dan
pelekasanaan dilapangan yaitu : tidak dilakukan rujukan ke rumah sakit
dikarenakan pembukaan sudah besar, dan tidak dilakukan pemberian
Oksitosin dikarenakan pemberian Oksitosin di Puskesmas sudah tidak dapat
dilakukan dipuskesmas kecuali di rumah sakit dengan pengawasan Dokter
Kandungan.

30
BAB V
SIMPULAN DAN SARAN
1. Simpulan
Setelah dilakukan asuhan kebidanaan kepada Ny. D G3P2A0 Gravida 38 Minggu
dengan Ketuban Pecah Dini di Puskesmas Singandaru didapati kesenjangan teori
dan pelaksanaan dilapangan terkait dengan perijinan dan kondisi Pasien.
2. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis dapat memberi saran sebagai berikut :
2.1 Bagi Ibu Hamil
Bagi ibu hamil diharapkan mengetahui tanda-tanda persalinan dan terjadinya
Ketuban pecah dini, dan segera mendatangi fasilitas kesehatan terdekat jika
mengalaminya.
2.2 Bagi Tenaga Kesehatan
Bagi tenaga kesehatan diharapkan dapat terus menyapaikan tanda tanda
persalinan dan ketuban pecah dini kepada pasien serta cara
penanggulangannya.
2.3 Bagi Penulis
Bagi penulis diharapkan mampu pelakukan asuhan kebidaanan kegawat
darurata, mendiagnosa dengan tepat dan benar.

31
DAFTAR PUSTAKA

Manuaba, IBG. (2008). Buku Ajar: Patologi Obstetri – Untuk Mahasiswa Kebidanan.
Jakarta: EGC

Norma N, Dwi M. 2013. Asuhan Kebidanan: Patoligi Teori dan Tinjauan Kasus.
Yogyakarta : Nuha Medika

Nugroho T, 2012. Patologi kebidanan. Yogyakarta: Nuha Medika

Prawirohardjo, Sarwono. (2014). Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan


Maternal dan Neonatal. Jakarta : Pt. Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo

___________________. (2016). Imu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono


Prawiroharjo.

32

Anda mungkin juga menyukai