Anda di halaman 1dari 5

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Kebutuhan pangan nasional semakin meningkat seiring dengan makin


meningkatnya jumlah penduduk sehingga perlu diimbangi dengan penyediaan
sumberdaya lahan pertanian yang cukup, agar ketahanan pangan nasional dapat
berkelanjutan. Kenyataannya, perluasan lahan pertanian penghasil produk pangan sangat
lambat terutama lahan sawah dan tegalan, bahkan lahan sawah cenderung mengalami
penyusutan seperti di Pulau Jawa dan kota-kota besar akibat adanya konversi lahan yang
sulit dihindari.

Indonesia dengan luas daratan 189,1 juta ha, sebagian besar daratannya termasuk
dalam jenis lahan kering dengan luas sekitar 144,47 juta ha (Balitbang Pertanian 2014).
Karena sifat alaminya, sekitar 82% dari total lahan kering di Indonesia tergolong sebagai
lahan kering sub optimal.

Potensi lahan kering sub optimal di Indonesia tergolong tinggi dan masih perlu
mendapat perhatian yang lebih bagi pengembangannya. Karakteristik atau sifat tanah dari
lahan kering sub optimal mirip seperti tanah-tanah dalam ordo Alfisol, Ultisol dan
Oksisol. Tanah-tanah yang termasuk dalam ordo ini dicirikan oleh tingkat kemasaman
yang kuat, level unsur-unsur Ca, K, dan Mg rendah yang menyebabkan produktivitas atau
kesuburan tanahnya rendah (Luthful Hakim, 2002), sehingga menjadi kendala dalam
pengembangannya.

Salah satu alternatif pilihan yang diharapkan dapat meningkatkan potensi produksi
tanaman dalam rangka memenuhi kebutuhan pangan adalah dengan melakukan
pendayagunaan lahan kering sub optimal. Selain karena memang tersedia cukup luas,
sebagian dari lahan kering sub optimal ini belum diusahakan secara optimal sehingga
memungkinkan peluang dalam pengembangannya.

Pendayagunaan lahan pertanian di lahan kering sub optimal dilakukan untuk


memperbaiki produktivitas tanah. Penerapan pengelolaan lahan kering sub optimal
dengan pemanfaatan pemupukan ramah lingkungan diharapkan dapat meningkatkan
produktivitas tanah sehingga menjadi solusi menggantikan areal lahan pertanian yang
dikonversi ke penggunaan lain.

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Lahan Kering Sub Optimal

Lahan kering adalah hamparan lahan yang tidak pernah tergenang atau digenangi
air selama periode sebagian besar waktu dalam setahun. Jenis penggunaan lahan yang
termasuk dalam kelompok lahan kering mencakup: lahan tadah hujan, tegalan, ladang,
kebun campuran, perkebunan, hutan, semak, padang rumput, dan padang alang-alang.  
Lahan sub optimal adalah lahan yang secara alamiah mempunyai produktivitas
rendah karena faktor internal dan eksternal. Berdasarkan karakteristik dan pencirian dari
masing-masing tipologi lahan, maka lahan sub optimal dapat dipilah menjadi lahan kering
dan lahan basah. Lahan kering dikelompokkan lebih lanjut menjadi lahan kering masam
dan lahan kering beriklim kering.
Lahan kering masam merupakan lahan kering suboptimal yang menempati luasan
paling dominan, yaitu sekitar 107,36 juta ha (sekitar 74,3% dari total luas lahan kering),
sedangkan sekitar 10.75 juta ha (7,4% dari total luas lahan kering) merupakan lahan
kering beriklim kering. Luas lahan kering masam dan lahan kering iklim kering yang
berpotensi untuk pengembangan pertanian masing-masing sekitar 62,64 dan 7,76 juta ha.
Karakteristik dari tipologi lahan kering sub optimal dapat diuraikan sebagai berikut:
1. Lahan Kering Masam
Lahan kering masam adalah lahan kering yang mempunyai reaksi tanah
masam dengan pH < 5. Curah hujan berkorelasi dengan kemasaman tanah, makin
tinggi curah hujan makin tinggi tingkat pelapukan tanah. Secara umum lahan kering
masam ini mempunyai tingkat kesuburan dan produktivitas lahan rendah. Untuk
mencapai produktivitas optimal diperlukan input yang cukup tinggi.
2. Lahan Kering Iklim Kering
Lahan kering iklim kering adalah lahan kering yang mempunyai jumlah curah
hujan < 2.000 mm per tahun dan bulan kering > 7 bulan (< 100 mm per bulan)
(Balitklimat 2003). Kebalikan dengan di lahan kering masam, pelapukan dan
hancuran batuan induk tanah tidak seintensif di wilayah beriklim basah, akibatnya
pembentukan tanah terhambat dan solum tanah dangkal, berbatu dan banyak
ditemukan sungkapan batuan. Permasalahan yang umum terjadi adalah kelangkaan
sumberdaya air, karena rendahnya curah hujan, sehingga jenis tanaman dan indeks
pertanaman lebih terbatas.

2
B. Pemupukan Ramah Lingkungan

Pemupukan ramah lingkungan merupakan penambahan beberapa unsur hara kimia


organik maupun anorganik pada tanaman dengan memperhatikan kondisi kesuburan
tanah yang ada sehingga tidak merusak lingkungan. Bentuk dari pemupukan ramah
lingkungan diantaranya yaitu pemupukan berimbang dan pemupukan terpadu.
Pemupukan berimbang adalah menyediakan semua zat hara yang cukup sehingga
tanaman dapat mencapai hasil tinggi dan bermutu serta meningkatkan pendapatan petani.
Jenis dan dosis pupuk yang ditambahkan harus sesuai dengan tingkat kesuburan tanah dan
kebutuhan tanaman. Dengan demikian jenis dan dosis pupuk yang diberikan tidak dapat
disamaratakan tetapi harus memiliki spesifik lokasi.
Pemupukan terpadu pada berbagai tanaman adalah penggabungan input hara
organik dan anorganik secara sekaligus. Tujuan pemupukan terpadu adalah pencapaian
produktivitas tanaman sesuai kemampuan genetisnya sambil memelihara kandungan
organik dalam tanah secara jangka panjang (Kaderi, 2004); (Jamilah & Juniarti, 2014).

C. Pengelolaan Lahan Kering Sub Optimal Dengan Pemanfaatan Pemupukan Ramah


Lingkungan
Permasalahan umum lahan kering suboptimal yaitu produktivitas lahan rendah
yang disebabkan faktor internal seperti bahan induk, sifat fisik, kimia dan biologi tanah,
dan faktor eksternal seperti curah hujan dan suhu ekstrim (Mulyani dan Sarwani, 2013).
Selain itu, degradasi lahan membuat tingkat kesuburan (baik fisik, kimia, dan biologi)
menjadi rendah dan tidak dapat mendukung pertumbuhan tanaman secara optimal.
Pengelolaan lahan kering sub optimal perlu dilakukan sebagai salah satu upaya
pemanfaatan luas lahan kering yang luas. Upaya pengelolaan lahan ini dilakukan untuk
meningkatkan produktivitas tanaman pangan yang dapat menunjang kebutuhan pangan
nasional. Pemupukan berimbang dan pemupukan terpadu dapat dilakukan sebagai upaya
pengelolaan lahan yang terdegradasi dengan hasil dapat memulihkan kesuburan tanah.
Penerapan input teknologi pertanian seperti penggunaan pupuk kimia/anorganik
dan pengapuran harus dilakukan secara tepat sesuai dengan kebutuhannya (seimbang).
Penelitian Santoso et al. (1995) menunjukkan bahwa penggunaan pupuk anorganik yang
tidak tepat (takaran tidak seimbang) serta waktu pemberian dan penempatan pupuk yang
salah, dapat mengakibatkan kehilangan unsur hara sehingga respons tanaman menurun.
Santoso et al. (1995) menganjurkan pentingnya penggunaan pupuk yang berimbang dan
perlunya pemantauan status hara tanah secara berkala.

3
Penerapan pemupukan terpadu dengan teknologi pemupukan organik juga sangat
penting dalam pengelolaan kesuburan tanah karena mengandung hara makro N, P, dan K
dan hara mikro dalam jumlah cukup yang sangat diperlukan pertumbuhan tanaman juga
berfungsi sebagai bahan pembenah tanah (Sutanto, 2002). Pupuk organik dapat
bersumber dari sisa panen, kotoran ternak, atau sumber bahan organik lainnya.
Selain menyumbang hara yang tidak terdapat dalam pupuk anorganik, seperti unsur hara
mikro, pupuk organik juga penting untuk memperbaiki sifat fisik dan biologi tanah
(Setiyono, 1996). Meskipun kontribusi unsur hara dari bahan organik tanah relatif rendah,
peranannya cukup penting karena selain unsur N, P, K, bahan organik juga merupakan
sumber unsur esensial lain seperti C, Zn, Cu, Mo,Ca, Mg, dan Si.
Mengingat jumlah dan kualitas bahan organik yang banyak dijumpai di lapangan,
maka pemilihan terhadap bahan organik yang digunakan perlu dipertimbangkan karena
penggunaan bahan organik dipandang sebagai yang paling sesuai dalam penerapan
konsep teknologi masukan rendah. Pushparajah (1995), Handayanto, dan Ismunandar
(1999), Heal et al. (1997) dan Suntoro (2001), menyebutkan beberapa parameter penting
yang dipakai dalam menentukan kualitas bahan organik sebagai sumber pupuk organik,
antara lain nisbah C/N rendah, kandungan lignin, kandungan polifenol yang juga rendah,
lebih efektif untuk mereduksi Al dalam larutan tanah.

4
DAFTAR PUSTAKA

Jamilah, dkk. 2018. Pemupukan Berimbang Dan Terpadu Pada Tanaman Pangan Di
Kelompok Tani Karya Maju Korong Indarung Nagari Aie Tajun. Jurnal Pengabdian
Kepada Masyarakat Dewantara, Vol. 1, No.1. Fakultas Pertanian Universitas
Tamansiswa Padang.
Kurnia, Maya. 2013. Pertanian Lahan Kering. Dinas Pertanian Pemerintah Kabupaten
Buleleng. Diakses melalui https://distan.bulelengkab.go.id/artikel/pertanian-lahan-
kering-62 pada tanggal 24 Maret 2020.

Minardi, S. 2016. Optimalisasi Pengelolaan Lahan Kering Untuk Pengembangan Pertanian


Tanaman Pangan. Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Bidang Ilmu Tanah
(Pengelolaan Tanah). Fakultas Pertanian, Universitas Sebelas Maret. Diakses melalui
https://library.uns.ac.id/optimalisasi-pengelolaan-lahan-kering-untuk-pengembangan-
pertanian-tanaman-pangan/ pada tanggal 24 Maret 2020.

Pupuk Dan Pemupukan Ramah Lingkungan. 2013. Bahan Kajian MK Manajemen Kesuburan
Tanah. Diakses melalui https://id.scribd.com/document/250384156/PUPUK-DAN-
PEMUPUKAN-ramah-lingkungan-docx pada tanggal 24 Maret 2020.

Anda mungkin juga menyukai