Anda di halaman 1dari 8

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pelayanan rehabilitasi medik akhir-akhir ini diperlukan di semua tipe rumah sakit,
hal ini disebabkan insiden kecacatan yang cenderung menunjukan peningkatan.
Prevalensi kecacatan menurut WHO adalah 7-10% dari populasi sedangkan
prevalensi di Indonesia mencapai 39%. Terdapat perubahan pola penyakit yang
semula penyakit infeksi menjadi penyakit degenerative akibat dari peningkatan
kesejahteraan masyarakat Indonesia yang merupakan dampak dari pembangunan
kesejahteraan di Indonesia. Kemajuan ilmu teknologi kedokteran menyebabkan
banyak penderita dengan kelainan kongenital, penyakit cidera yang berat tetap
hidup tetapi disertai disabilitas yang berat akibat masalah medis yang kompleks
dan penurunan fungsi. Keadaan ini akan lebih menjadi berat jika kondisi tersebut
terjadi pada individu usi muda yang masih akan hidup dalam beberapa decade
lagi. Demikian pula penyakit degenerative dan penyakit kronik seperti stroke,
cidera medulla spinalis, cidera otak, amputasi, penyakit reumatik, poliomyelitis,
distrofia muskulorum, nyeri kronik dan lain-lain akan memberikan dampak
penurunan fungsi bahkan handicap. Kondisi ini menuntut dokter umum untuk
mampu melakukan deteksi dini kecacatan primer dan mencegah komplikasi atau
kecacatan sekunder yang akan lebih memperberat penurunan fungsi dan
meningkatkan jumlah penderita dengan disabilitas yang berat yang berdampak
pada kondisi psikologi, kualitas hidup, produktifitas dan kondisi sosial ekonomi.

1.2 Tujuan dan Manfaat


1. Memahami definisi rehabilitasi medik
2. Memahami tujuan rehabilitasi medik
3. Memahami prinsip rehabilitasi medik
4. Memahami filosofi rehabilitasi medik
5. Memahami pelayanan dalam rehabilitasi medik
6. Memahami ketenagaan pelayanan rehabilitasi medik
7. Memahami falsafah rehabilitasi medik
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Definisi Rehabilitasi Medik


Menurut WHO, rehabilitasi medik adalah ilmu pengetahuan kedokteran
yang mempelajari masalah atau semua tindakan yang ditujukan untuk mengurangi
atau menghilangkan dampak keadaan sakit, nyeri, cacat dan atau halangan
serta meningkatkan kemampuan pasien mencapai integrasi sosial. Adapun menurut
Depkes, rehabilitasi adalah proses pemulihan untuk memperoleh fungsi penyesuaian
diri secara maksimal atau usaha mempersiapkan  penderita cacat secara fisik, mental,
sosial dan kekaryaan untuk suatu kehidupan yang penuh sesuai dengan kemampuan
yang ada padanya. Sehingga pelayanan rehabilitasi medik merupakan pelayanan
kesehatan terhadap gangguan fisik dan fungsi yang diakibatkan oleh keadaan/kondisi
sakit, penyakit atau cedera melalui paduan intervensi medik, keterapian fisik dan
atau rehabilitatif untuk mencapai kemampuan fungsi yang optimal (Menkes
RI, 2008).

2.2 Sejarah Rehabilitasi Medik


Pada tahun 1916 terdapat wabah polio yang menyerang New York. Wabah
tersebut dapat mengakibatkan kecacatan sementara bahkan seumur hidup jika tidak
cepat ditangani, maka dibentuklah Georgia Warm Springs Young Foundation pada
1924 sebagai tanggapan terhadap wabah polio ini untuk menanggulangi akibat buruk
yang ditimbulkan. Dengan demikian, pemulihan fungsi alat gerak (rehabilitasi) yang
dijalani pasien polio itulah titik awal yang mendorong berdirinya rehabilitasi medik.
Frank H. Krusen, MD adalah seorang dokter yang telah berusaha keras memperoleh
pengakuan agar rehabilitasi medik dimasukkan dalam suatu bidang spesialis
kedokteran pada tahun 1938.
Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi di Indonesia dikenal sejak tahun 1947, saat
Prof. Dr. R. Soeharso mendirikan Pusat Rehabilitasi untuk penderita disabilitas, yaitu
penderita buta, tuli dan cacat mental di Surakarta. Karena tuntutan kebutuhan yang
meningkat, maka pada tahun 1973, Menteri Kesehatan mendirikan Pelayanan
Rehabilitasi di RS. Dr. Kariadi Semarang, yang merupakan suatu pilot project yang
disebut Preventive Rehabilitation Unit (PRU). Keberadaan PRU menunjukkan
keberhasilan dalam peningkatan pelayanan kesehatan, mempersingkat masa
perawatan di RS, dan mengurangi beban kerja Pusat Rehabilitasi di Surakarta.
Melalui SK Menteri Kesehatan No.134/Yan.Kes/SK/IV/1978 pada masa
PELITA II, diputuskan untuk mendirikan PRU di seluruh RS pemerintah baik tipe A,
B dan C. Istilah PRU kemudian berubah menjadi Unit Rehabilitasi Medik (URM).
Kondisi tersebut menunjukkan bahwa pemerintah Menteri Kesehatan menaruh
perhatian untuk memajukan Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi.
Dalam rangka meningkatkan Pelayanan Kedokteran Rehabilitasi, Menteri
Kesehatan mulai mengirim Dokter umum dari Indonesia untuk mengikuti pendidikan
menjadi Spesialis Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi di Department Physical Medicine
and Rehabilitation, Universitas Santo Tomas di Manila, Filipina. Ada 12 Dokter
Indonesia yang berhasil menjadi spesialis KF & R dari Universitas tersebut. Beberapa
lulusan tersebut mulai mendirikan Organisasi Spesialis Rehabilitasi Medik Indonesia
yang diberi nama IDARI (Ikatan Dokter Rehabilitasi Medik Indonesia) pada bulan
Februari 1982, pada saat  seminar untuk mengembangkan sumber daya manusia di
bidang Rehabilitasi Medik di Jakarta. Ketua IDARI pertama adalah Dr. A.R. Nasution
yang dilantik oleh Dr. I.G. Brataranuh, Dirjen Pelayanan Kesehatan Departemen
Kesehatan. Setelah itu mulailah dibicarakan mengenai pelaksanaan penerimaan
peserta Program Pendidikan Dokter Spesialis Ilmu Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi.

2.3 Tujuan Rehabilitasi Medik 


1. Mengatasi keadaan/kondisi sakit melalui paduan intervensi medik, keterapian
fisik, keteknisian medik dan tenaga lain yang terkait.
2. Mencegah komplikasi akibat tirah baring dan atau dampak penyakitnya yang
mungkin membawa kecacatan.
3. Memaksimalkan kemampuan fungsi, meningkatkan aktifitas dan partispasi pada
difabel (sebutan bagi seseorang yang mempunyai keterbatasan fungsional)
4. Mempertahankan kualitas hidup dan mengupayakan kehidupan yang  berkualitas.

2.4 Prinsip Rehabilitasi Medik


Menurut Harsono (1996), ada beberapa prinsip rehabilitasi, yaitu:
1. Rehabilitasi dimulai sedini mungkin, bahkan segera sejak dokter melihat penderita
untuk pertama kalinya.
2. Tidak ada seorang pun yang boleh berbaring lebih lama dari yang
diperlukan, karena dapat mengakibatkan komplikasi.
3. Rehabilitasi merupakan terapi multidisipliner terhadap seorang penderita.
4. Faktor yang terpenting adalah kontinuitas perawatan.
5. Perhatian untuk rehabilitasi diutamakan kepada sisa kemampuan yang masih dapat
diperbaiki dengan latihan.
6. Fungsi lain rehabilitasi adalah pencegahan serangan berulang.
7. Penderita merupakan subjek rehabilitasi, bukan sekedar objek.

2.5 Filosofi Rehabilitasi Medik


Pelayanan Rehabilitasi Medik dilakukan dengan menjunjung filosofi-filosofi  berikut: 
1. Rehabilitasi merupakan ‘jembatan’ yang menjangkau perbedaan antara kondisi
tidak berguna-berguna, kehilangan harapan (Rehabilitation is a bridge spanning
the gap between uselessness-usefulness, hopelessness-hopefulness-hopefulness)
2. Rehabilitasi tidak hanya memperpanjang usia tetapi juga menambah makna/
kualitas dalam hidup (rehabilitation is not only to add years to life but also add
life to years)

2.6 Pelayanan dalam Rehabilitasi Medik


1. Pelayanan Fisioterapi
adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara dan memulihkan gerak
dan fungsi tubuh sepanjang daur kehidupan dengan menggunakan
penanganan secara manual, peningkatan gerak, peralatan (fisik, elektroterapeutis,
dan mekanis), pelatihan fungsi dan komunikasi.
2. Pelayanan Terapi Wicara
adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk memulihkan dan mengupayakan kompensasi/adaptasi
fungsi komunikasi, bicara dan menelan dengan melalui pelatihan remediasi,
stimulasi dan fasilitasi (fisik, elektroterapeutis, dan mekanis). 
3. Pelayanan Terapi Okupasi
adalah bentuk pelayanan kesehatan yang ditujukan kepada individu dan
atau kelompok untuk mengembangkan, memelihara, memulihkan fungsi dan
atau mengupayakan kompensasi/adaptasi untuk aktifitas seharti-hari
(Activity  Day  Life) produktifitas dan waktu luang melalui pelatihan remediasi,
stimulasi dan fasilitasi. 
4. Pelayanan Ortotis-Prostetis
adalah salah satu bentuk pelayanan keteknisian medik yang ditujukan
kepada individu untuk merancang, membuat dan mengepas alat bantu
guna  pemeliharaan dan pemulihan fungsi, atau pengganti anggota gerak. 

2.7 Ketenagaan Pelayanan Rehabilitasi Medik


Pelayanan Rehabilitasi Medik yang dilakukan di Instalasi Rehabilitasi Medik sebagai
sarana memberikan pelayanan dari berbagai disiplin ilmu yang terkait : Dokter
Spesialis Rehabilitasi Medik atau Dokter Umum Terlatih Rehabilitasi Medik,
Psikolog, Fisioterapis, Okupasi Terapis, Terapis Wicara, Ortotis-Protetis, Pekerja
Sosial Medik dan Perawat Rehabilitasi Medik yang masing-masing dipimpin oleh
seorang koordinator sesuai dengan profesinya serta bertanggung jawab kepada Kepala
Instalasi Rehabilitasi Medik Rumah Sakit (Depkes RI, 2008). Klasifikasi pelayanan
rehabilitasi medik pada rumah sakit kelas A seperti RSUP H. Adam Malik Medan
meliputi : layanan rehabilitasi medik spesialistik dan subspesialistik (musculoskeletal,
neuromuskuler, pediatric, kardiorespirasi dan geriatric), layanan asuhan keperawatan
rehabilitasi medik, layanan fisoterapi, layanan okupasi terapi, layanan terapi wicara,
layanan ortotik-prostetik, layanan psikologi dan layanan sosial medik. Standar
kompetensi petugas rehabilitasi medik adalah : Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
sebagai Kepala Instalasi (apabila belum ada Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik
dapat digantikan oleh Dokter Umum terlatih Rehabilitasi Medik), tenaga fungsional
meliputi:
a. Dokter Spesialis Rehabilitasi Medik sebagai dokter fungsional yang bekerja sesuai
standar profesi dan jabatan fungsional
b. Perawat rehabilitasi medik yaitu lulusan DIII Keperawatan dengan pelatihan
khusus asuhan rehabilitasi medik, Tenaga keterapian fisik lulusan DIII Fisioterapi,
DIII Okupasi Terapi dan DIII Terapi Wicara
c. Tenaga Keteknisian Medis adalah STM atau SMA dengan pelatihan khusus
Ortotis Prostetis.
d. Tenaga lain yang terkait adalah : Psikologis klinis, S.1 Pekerja Sosial dan S.1
Pendidik Luar Biasa)
e. Penanggungjawab Administrasi dan Keuangan adalah lulusan DIII
Perumahsakitan
2.8 Falsafah Rehabilitasi Medik
Falsafah rehabilitasi medik ialah meningkatkan kemampuan fungsional seseorang
sesuai dengan potensi yang dimiliki untuk mempertahankan dan atau meningkatkan
kualitas hidup dengan cara mencegah atau mengurangi impairment, diability dan
handicap semaksimal mungkin.
1. IMPAIRMENT : kelainan menyangkut struktur anatomi, fisiologi organ, psikis
yang dapat disebabkan oleh penyakit, cedera atau kelainan kongenital.
2. DISABILITAS : keterbatasan kemampuan seseorang dalam melakukan kegiatan
yang dianggap normal bagi orang dengan usia tertentu, akibat impairment.
3. HANDICAP : kemunduran seseorang dalam interaksi dengan orang lain,
lingkungan atau kehidupan sosial akibat impairment atau disabilitas.
Pelayanan Kedokteran Fisik dan Rehabilitasi meliputi Rehabilitasi Medik
Neuromuskular (saraf otot): stroke, cedera otak/ kepala, cedera saraf, kelumpuhan,
nyeri punggung, nyeri leher, gangguan memori, dan lain-lain. Rehabilitasi Medik
Muskuluskeletal (otot tulang): patah tulang (fraktur), tulang belakang bengkok
(scoliosis), nyeri otot, nyeri bahu, nyeri lutut, ankle sprain, dan lain-lain. Rehabilitasi
Medik Pediatri (anak) : gangguan tumbuh kembang, kelumpuhan otak (cerebral
palsy), autis, cacat fisik/bawaan, retardasi mental, kaki bengkok, gangguan bicara,
keterlambatan bicara (speech delay), hiperaktif, gangguan konsentrasi, gangguan
belajar, gangguan pernafasan, kesulitan makan, dan lain-lain. Rehabilitasi Medik
Geriatri (lansia): kelemahan, berbaring lama, pengapuran/ OA, keropos/ osteoporosis,
demensia, dan lain-lain. Pelayanan yang lainnya berupa Rehabilitasi Medik Respirasi
(pernafasan): penyakit pada pernafasan, missal banyak dahak (hipersekresi), asma,
PPOK, dan lain-lain. Rehabilitasi Medik kardiovaskuler (jantung): penyakit jantung,
setelah operasi jantung . Rehabilitasi Medik Olah Raga: setelah cedera, setelah
operasi sampai kembali ke olahraga.

BAB III
KESIMPULAN
3.1 Kesimpulan
Pengelolaan penderita dengan kecacatan fisik akibat penyakit/ cidera yang
terutama sesekali mengenai sistem neuromusculoskeletal dan kardio-respirasi
tidaklah pernah sederhana oleh karena seringkali kecacatan tersebut akan bersifat
kronis bahkan akan dibawa selama hidup penderita. Untuk itu harus disadari
bahwa penanganan penderita tidak berakhir setelah penderita keluar dari rumah
sakit, tetapi harus diteruskan di tempat tinggal penderita. Untuk itu perlu diberikan
edukasi dan program latihan di rumah kepada penderita dan keluarganya, juga
kepada masyarakat di sekeliling penderita. Dilain pihak yaitu di semua rumah
sakit, di samping peningkatan pengetahuan dan keterampilan semua anggota Tim
Rehabilitasi Medik, pengetahuan dan keterampilan dokter umum dalam pelayanan
Rehabilitasi Medik sesuai dengan kompetensinya juga sangat diperlukan. Hal ini
mengingat bahwa dokter umum sebagai ujung tombak pelayanan di perifer,
sehingga kemampuan untuk pencegahan dan deteksi dini kecacatan sangat
diperlukan.

3.2 Saran
Dalam penyusunan makalah yang berjudul “Falsafah Rehabilitasi
Medik”, saya menyadari bahwa masih banyak kesalahan
sehingga belum sempurnanya makalah yang saya buat. Maka
dari itu saya mengharapkan kritik dan saran yang membangun
dari dosen pembimbing dan teman-teman.

DAFTAR PUSTAKA
Direktorat Bina Pelayanan Medik Spesialistik Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
2007. Pedoman Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit ed 3. Jakarta: Departemen
Kesehatan Republik Indonesia

Husnul, M. 2008. Kedokteran  Fisik dan  Rehabilitasi Medik

Menkes RI. 2008.  Pedoman  Pelayanan Rehabilitasi Medik di Rumah Sakit

Ridwan, dr. 2011. Rehabilitasi  Medis

The American Board of Physical Medicine and Rehabilitation. 2011. Available from ://
www.abpmr.org/

Anda mungkin juga menyukai